entuesday

Cermin Tarsah merupakan cermin yang memiliki ukiran bertuliskan erised stra ehru oyt ube cafru oyt on wohsi. Jika dipantulkan ke cermin akan membentuk kalimat I show not your face but your heart yang berarti cermin itu tidak menampilkan bentuk wajah seseorang, melainkan keinginan hatinya.

Levi tak sengaja melihat keberadaan cermin tersebut, dengan rasa penasaran yang tinggi Ia mendekati cermin itu.

Levi melihat dirinya memegang piala Quidditch, lalu wajah seseorang yang sangat Ia kenal muncul di hadapannya. Wanita berkacamata itu tersenyum cerah sambil memberikan secangkir teh kepadanya. Mereka hanya berdua menghadap jendela yang memberikan suguhan pemandangan pepohonan.

Pada saat itu Levi menyadari bahwa yang Ia inginkan adalah hidup bersama Hange. Wanita pertama yang menyapa dan memandangnya sama, tanpa melihat latar belakang yang Ia miliki.

Ia sangat ingat ketika semua orang memandangnya dengan tatapan takut dan benci karna dirinya merupakan anak dari keluarga pelahap maut. Reputasi keluarganya membuat Ia menjadi sosok pendiam, bahkan wajahnya terlihat angkuh. Tetapi, Hange datang menghampirinya dengan senyuman ceria. Wanita itu mengulurkan tangan dan berkata Hi, kau Levi Ackerman kan? aku Hange, Hange Zoe. Aku sering mendengar tentang keluargamu, dan tentu saja tentang kehebatanmu dalam menguasai ilmu sihir.


Levi menyandarkan tubuhnya pada tembok, Ia menyilangkan kedua tangannya di dada. Dengan balutan tuxedo hitam, pria itu terlihat semakin tampan.

“Hei”

Levi mengangkat kepalanya menatap wanita yang baru saja menyapanya. Melihat penampilan wanita itu, tubuhnya mematung. Matanya membulat tanpa berkedip. Hingga semburat merah muncul di kedua pipinya.

Seorang Hange Zoe memakai gaun berwarna hijau gelap, dengan rambut terurai. Wanita itu bahkan tidak memakai kacamatanya. Sehingga Levi bisa melihat jelas matanya yang indah.

“Levi berhenti menatapku seperti itu. Kau membuatku malu”

Levi tersadar lalu mengalihkan pandangannya kearah lain karena salah tingkah.

“Kau terlambat.”

“Kalau saja kau tak menyuruhku menggunakan gaun ini, aku tidak akan terlambat. Kau tahu? aku sampai harus meminta bantuan Nanaba dan Pieck.”

“Selain itu aku harus menggunakan heels. Jadi aku harap saat kau mengajakku berdansa nanti, kau akan memaklumi kalau aku tersandung”

“Dan apa tujuanmu memberikanku gaun berwarna asramamu.”

“Apa kau sudah selesai berbicara?”

“Kenapa? kau tidak mau mendengarkanku?” tanya Hange kesal

“Aku mau. Tapi kita berdua akan terlambat jika kau terus mengoceh seperti itu”

“Terserah kau saja.”

Hange berbalik meninggalkan Levi terlebih dahulu. Ia berjalan dengan cepat

“Oi, Mata Empat? kau meninggalkan pasanganmu”

“Aku tidak peduli” sahut Hange dengan suara cukup kencang membuat Levi terkekeh tanpa sadar

Lalu dengan gerakan cepat, Pria itu menyusul Hange. Kini mereka berdua berjalan berdampingan.

“Aku rasa sepasang kekasih harus seperti ini” ujarnya sambil mengaitkan jarinya pada milik Hange.

Slytherin common room terletak di ruang bawah tanah Hogwarts yang gelap dan dingin dengan dinding serta langit-langit batu yang kasar, juga lampu-lampu bundar kehijauan yang digantung dengan rantai. Dindingnya dihiasi dengan lambang Slytherin.

Ruangan tersebut memiliki banyak sofa kulit berumbai hitam dan hijau tua dengan sandaran rendah, tengkorak dan lemari kayu gelap. Salah satu meja kayu di sana memiliki set Catur Penyihir di atasnya. Catur itu dihiasi dengan permadani yang menampilkan petualangan Slytherin pada abad pertengahan yang terkenal. Suasana megah dan dingin sangat mewakili asrama mereka.

“Aku bertaruh, Levi tidak akan berani mengajak siapapun ke Yule Ball nanti.” ujar Mike membuat beberapa orang disana menaruh perhatian pada Pria berkumis itu.

“Sok tahu” balas Levi sinis

“Kalau begitu kau harus membuktikan. Lagi pula kau salah satu peserta Turnamen yang digilai banyak wanita, pasti gampang sekali memilih pasangan.” sahut Jean seorang murid Tahun ke-4

“Kau ini aneh sekali. Ikut Turnamen Triwizard berani, giliran mengajak wanita ke Yule Ball saja nyalimu menciut. Jangan bilang kau akan menunggu wanita mengajakmu duluan? ” tambah Erwin

“Aku tidak berminat”

“Walau kau tidak berminat sekalipun, kau tetap wajib datang membawa pasangan, bodoh. Begini saja, jika kau bisa mendapatkan kekasih dan membawanya ke Yule Ball nanti, aku akan menuruti semua permintaanmu. Dan sebaliknya, jika gagal kau harus menuruti semua permintaan kami. ” tawar Mike yang disetujui Jean dan Erwin

“Ya.”

Levi menyanggupi tawaran itu, walaupun sebenarnya Ia tidak yakin. Tetapi, di otaknya kini hanya ada terlintas satu nama yaitu Hange Zoe.

“Semoga saja, Hange belum mempunyai pasangan.” pikirnya


Levi memasuki Great Hall sambil mencari keberadaan Hange di meja Ravenclaw. Ia mencolek bahu Hange, lalu memberi isyarat agar wanita itu mengikuti dirinya. Tanpa bertanya Hange mengikuti langkah kaki milik Levi. Keduanya kini berada di dalam ruangan tak terpakai.

“Apa kau tau kalau perutku sekarang perlu diisi?” ujar Hange sebal karena acara makan malamnya harus terganggu

“Aku akan memberimu makanan nanti.”

“Ada perlu apa?” tanya Hange

Wanita itu cukup penasaran apa yang akan dilakukan Levi sampai harus melewatkan makan malam.

“Kau sudah memiliki pasangan?”

“Maksudmu Yule Ball?”

“Ya”

“Ada beberapa murid yang mengajakku pergi bersama, tetapi aku belum menjawabnya. Kenapa? kau mau membantuku memilih?”

“Tidak”

“Lalu?”

“Tolak mereka semua, lalu pergi denganku”

“Apa aku tidak salah dengar? kau yakin dengan ucapanmu?”

“Kenapa kau selalu meragukan ucapanku?”

“Aku hanya memastikan”

“Sebenarnya aku butuh bantuanmu”

“Benarkah? seorang Levi butuh bantuan?” ucap Hange sambil tertawa

“Berhenti mentertawakanku”

“Oke, jadi apa yang bisa seorang Hange bantu?” tanya Hange

“Berpura-puralah jadi kekasihku”

“KAU GILA?”

“Tidak”

“Kenapa harus berpura-pura?”

“Kau mau sungguhan?”

“Bukan begitu maksudku. Tapi, ada angin apa sampai kau harus bertindak sejauh ini”

“Aku taruhan”

“Temanmu aneh”

“Kau lebih aneh Mata Empat. Kalau kau lupa, aku akan ingatkan bahwa temanku yang kau sebut aneh itu temanmu juga”

“Cerewet.”

“Jadi kau setuju atau tidak?”

“Jika aku katakan tidak pun kau akan memaksaku.”

“Good girl”

Tiba-tiba Levi mengeluarkan kotak dari balik jubahnya, lalu memberikannya pada Hange.

“Untukmu”

Setelah itu Ia beranjak meninggalkan Hange yang sedang menatap kotak tersebut dengan tatapan bingung.

Wanita itu membuka kotak tersebut secara perlahan dan menemukan sebuah dress berwarna hijau tua. Serta sebuah kertas bertuliskan

Pakai ini saat Yule Ball nanti.

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

“Sepertinya rencanamu akan berhasil, Mike.”

Hange Zoe. Seorang murid tahun ke-6 dari asrama Ravenclaw, merupakan salah satu murid kebanggaan semua professor. Pengetahuannya yang luas serta cepat menangkap semua materi pelajaran yang diberikan, membuat Ia menjadi murid terbaik. Selain itu, Hange merupakan anggota Quidditch dan juga Prefek asrama Ravenclaw.


Malam ini merupakan jadwal Hange berpatroli. Dengan berbalut seragam bernuansa biru dan perak. Gadis itu terus berjalan menulusuri koridor, hingga akhirnya sampai di Astronomy Tower.

“Tsk” decih seorang pria bersurai hitam ketika melihat kedatangan Hange

“Kenapa kau masih disini?” tanya Hange saat menyadari pria itu adalah salah satu teman angkatannya yang juga teman dekatnya, Levi Ackerman.

Levi Ackerman. Salah satu murid dari asrama Slytherin tahun ke-6 yang juga menjabat sebagai Kapten Quidditch. Hubungannya dengan Hange mungkin bisa dikategorikan dalam kata rumit. Mereka memang selalu mengejek satu sama lain, tetapi mereka juga saling melindungi. Terutama ketika salah satu dari mereka dalam bahaya.

Mungkin membunuh tindakan yang bisa saja mereka lakukan jika menyangkut keselamatan satu sama lain.

“Apa pedulimu, Mata Empat?”

Hange mendelik malas, lalu Ia berjalan mendekati pria yang lebih pendek darinya itu.

“Apa kau lupa? aku seorang Prefek” ujarnya

“Lalu?”

“Kau melanggar jam malam, bodoh.”

“Kau yang bodoh. Kita beda asrama, kau tak bisa melakukan apapun” balasnya datar

“Tapi aku bisa memberitahu Erwin.”

“Lakukan sesukamu, aku tidak peduli”

Setelah itu Levi kembali memusatkan perhatiannya pada langit luas yang bertaburan bintang-bintang.

“Kenapa kau masih disini?” tanya Levi saat menyadari sang Prefek Ravenclaw ikut duduk di sampingnya memandangi langit.

“Anggap saja malam ini aku tidak melihatmu. Aku akan menutup mulutku rapat-rapat.”

Keduanya kini terdiam menikmati keheningan malam ditemani sinar rembulan dan indahnya pemandangan langit.

Levi tidak pernah takut jika berpapasan dengan Hange pada jam malam, karena Ia yakin wanita itu tak akan memberitahu siapapun.

Terkadang, Ia sendiri tidak tahu apa yang dirasakannya kepada wanita berkacamata itu. Tetapi satu hal yang pasti, Hange adalah satu-satunya orang yang masuk dalam daftar prioritasnya.

Pluk

Kepala Hange terjatuh tepat di bahu bidang milik Levi. Ia membiarkan posisi itu dengan waktu yang cukup lama.


“Oi, Mata Empat” panggil Levi sambil menepuk-nepuk pipi wanita itu.

Hange mengedip-ngedipkan matanya, lalu menoleh ke arah Levi. Pria itu menatapnya dengan tanpa ekspresi.

“Tidurku lama?” tanya Hange

“Cukup untuk membuat bahuku merasakan kejang otot” sindirnya membuat Hange merasa bersalah

“Maaf”

“Ya”

“Kau mau kemana?” tanya Hange saat melihat pria di sebelahnya itu berdiri sambil merapihkan seragamnya

“Kau pikir aku akan disini sampai pagi? tentu saja aku akan kembali ke dorm. Kau tidak akan turun bersamaku?”

“Biar aku yang mengantarmu” lanjutnya sebelum Hange sempat menjawab

“Aku bisa sendiri”

“Aku tidak yakin kau bisa sendiri”

“Kau menghinaku?”

“Tidak, aku hanya membicarakan fakta”

“Cih”

Dan akhirnya Pria itu mengantar Hange yang jelas-jelas berbeda asrama dengan dirinya.

Burung dan Seafood.

Kedua bola mata Pieck melebar saat melihat Jean membawa kandang burung di belakang motornya. Laki-laki itu juga bahkan membawa plastik berukuran besar.

Jean kemudian menghampiri Pieck yang masih terdiam bingung, laki-laki itu kini sudah berdiri di hadapannya.

“Heh malah bengong”

“Hah”

“Siapa Pieck?” tanya seorang pria paruh baya yang tiba tiba keluar

“Jean Pa”

Dengan sigap Jean menyimpan barang bawaannya lalu memberi salam.

“Malam om” sapa Jean sambil tersenyum lebar

“Malam Jean, itu kamu bawa burung buat apa?” tanyanya

“Buat om, katanya om hobi koleksi burung kicau? jadi saya bawain burung murai batu sama seafood kesukaan om juga” jelas Jean

Pieck kembali memandang Jean dengan pandangan tak percaya.

“Jadi kemarin nanyain tuh buat ini.” batin Pieck

“Kamu serius ini buat om?”

“Iya om”

“Pieck buatin minum. Masa pacar dateng ga dikasih apa-apa.” sahut sang Papa sambil menyuruh anak gadisnya untuk segera menuju dapur

“Ayo masuk dulu, jangan malu-malu, anggap aja rumah sendiri”

“Siap om mertua” balas Jean cengengesan

“Hahahaha”

Sedangkan Pieck buru-buru masuk ke dalam untuk menyembunyikan rona pipinya yang memerah.

Untitled.

Untuk kesekian kalinya Hange terpaksa tidak bisa menghadiri acara sekolah Udo, anak semata wayangnya.

“Bunda ga bisa dateng lagi?”

“Maaf sayang, kerjaan Bunda masih banyak. Ga bisa ditinggal gitu aja.”

Hange hendak mengusap rambut Udo, namun anak laki-laki itu dengan cepat menepisnya.

“Bunda emang ga sayang sama Udo kan? Bunda cuma sayang sama kertas-kertas itu. Bunda ga peduli sama Udo ya? padahal Udo cuma pengen Bunda dateng.”

“Tapi-”

“Udo ngantuk.”

“Udo!” tegur Levi

Wanita itu memandang sendu saat Udo membanting pintu kamarnya keras.

“Sini” Levi menarik tubuh wanita itu ke dalam pelukannya.

“Jangan nangis”

“Udo benci sama aku, gimana mungkin aku ga nangis?” ujar Hange dengan terisak

“Dia ga benaran benci sama kamu. Udo cuma sedih kamu ga bisa hadir.”

“Apa aku berhenti aja? mendingan aku kehilangan pekerjaan daripada dibenci sama Udo. Lagian aku bisa bantu kamu di cafe”

“Hange. Kamu lanjutin pekerjaan kamu dulu ya? biar aku yang ngomong sama Udo”

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ “Udo, Ayah boleh ajak kamu ngobrol sebentar?”

Udo hanya mengangguk, lalu Levi duduk di sebelah anaknya itu.

“Udo kenapa kaya gitu ke Bunda?”

“Udo marah sama Bunda.”

“Ga boleh gitu ke Bunda. Kamu boleh marah-marah sama Ayah, tapi jangan ke Bunda. “

“Bunda bukan ga mau dateng ke sekolah Udo” lanjutnya

“Terus?”

“Bunda banyak kerjaan, Udo kan tau tugas Bunda ga gampang. Banyak orang jahat yang harus Bunda tangkep.”

“Tapi Udo mau Bunda dateng, Yah.”

“Sini, ikut Ayah”

Levi menuntun anaknya ke ruangan kerja milik Hange. Dimana wanita itu kini sedang sibuk dengan berbagai dokumen penting.

“Liat, jam segini aja Bunda masih kerja. Udo liat ga kantong matanya udah segede apa? itu semua buat Udo. Ayah sama Bunda kerja mati-matian buat masa depan Udo, karna Ayah sama Bunda mau Udo hidup enak, bisa sekolah tinggi, mau apa aja kebeli.”

“Walaupun Bunda jarang ada waktu buat nemenin Udo, tapi Bunda orang yang pertama dukung Udo. Sesibuk apapun Bunda, dia ga pernah ga nanyain Udo.”

“Maafin Udo”

“Bukan ke Ayah, bilang ke Bunda”

Udo langsung berlari sebelum akhirnya memeluk Hange erat, anak laki-laki itu menangis tersedu-sedu. Sedangkan Hange terkejut, lalu melihat Levi yang tersenyum sambil mengedikkan bahunya.

“Bunda, maafin Udo” ujar Udo sambil terisak

Hange diam-diam menahan air matanya agar tidak ikut terjatuh.

“Iya sayang, jagoan Bunda ga boleh sering nangis dong. Maafin Bunda juga ya, besok Bunda usahain buat ke sekolah kamu”

“Gapapa Bunda, kalau sibuk jangan dipaksain. Udo ga mau Bunda capek. Nanti biar Udo suruh Ayah video call Bunda.”

“Lucunya anak Bunda” ujar Hange sambil memeluk gemas Udo, lalu melirik Levi yang masih berdiri disana menyaksikan keduanya

“Ga mau ikut pelukan juga?”

Tanpa menjawab, kini Levi telah memeluk istri dan anaknya dengan penuh rasa bahagia.

Harapan.

“Levi lihat, ada bintang jatuh. Ayo buat permintaan!”

“Apa yang harus aku lakukan?”

“Itu sangat mudah. Kamu hanya perlu menutup mata sebelum membuat harapan. Setelah itu ucapkan seperti ini Cahaya bintang, bintang yang bersinar, bintang pertama yang aku lihat malam ini. Aku memohon, lalu lanjutkan dengan harapanmu”

“Aku tidak mengerti kenapa manusia meminta harapan pada bintang.”

“Kamu hanya perlu mempercayainya, Levi. Seperti kalimat yang aku sukai You don't have to understand, you just have to believe”

“Hm”

“Ayo tutup matamu, lalu berdoa bersamaku!”

Levi hanya memandang lekat Hange yang sedang menutup mata sambil menyatukan kedua tangannya untuk berdoa. Gadis itu tersenyum cantik sekali.

“Levi, lihat!”

“Apa?”

“Ada bunga Dandelion disini.”

“Lalu?”

“Ga asik. Kamu tahu makna bunganya?”

“Tidak”

“Biar aku ceritakan sedikit. Bunga Dandelion memang bukan bunga yang indah, abadi atau pun bunga yang wangi. Tetapi bunga ini sangat hebat dan kuat. Mereka bisa hidup dimana saja, sesuai angin yang membawa mereka. Bunga Dandelion bahkan bisa hidup dalam tempat yang curam dan gersang sekali pun. Bunga ini punya banyak manfaat dan makna.”

“Salah satunya?”

“Harapan. Kau tahu? sejak kecil aku selalu mengahabiskan musim panasku mencari Bunga Dandelion, aku selalu meniup bunga tersebut untuk menaruh harapan. Terkadang aku selalu menyimpan bunga tersebut di dalam toples sebagai bentuk rinduku kepada orang tuaku.”

“Aku tidak mengerti.”

“Kamu ingat apa yang kukatakan soal bintang jatuh kemarin?”

”...”

“You don't have to understand Levi, you just have to believe. Ketika semua terasa tidak mungkin, kamu hanya perlu mempercayainya.”

“Levi, bantu aku.”

“Buat apa kertas origami sebanyak ini”

“Aku mau membuat origami bintang keberuntungan. Jadi kalau tidak ada bintang jatuh, kita bisa pakai ini.”

“Apa itu dapat mengabulkan permohanan juga?

“Tentu. Jika kita membuat 1000 origami bentuk bintang sambil mengucapkan atau memikirkan harapan kita, maka harapan tersebut akan terkabul.”

“Aku tidak mengerti”

“Levi-”

“Ya, aku tidak perlu mengerti kan? aku hanya perlu mempercayainya?”

“Kau ingat?”

“Tentu saja. Itu kalimat yang sering sekali kamu ucapkan”

“Jadi, kamu mau membantuku membuat seribu bintang?”

“Hm”

“Terima kasih Levi”

Dengan senyuman lebar Hange memeluk tubuh Levi.

Levi memandangi toples berisi bunga Dandelion dan origami bintang keberuntungan dengan senyuman miring.

“Jika kamu ada disini, aku yakin kamu akan tertawa. Apakah bunga Dandelion yang aku tiup sampai padamu, Mata Empat?” batinnya

Levi memandang ke luar jendela dengan penuh harapan. Setiap malam Ia selalu menunggu ada bintang jatuh. Hingga akhirnya saat-saat yang Ia tunggu datang. Ia melihat sebuah bintang jatuh.

“Ayah lihat, ada bintang jatuh” sahut seorang anak laki-laki di sampingnya.

“Make a wish, Udo”

Dalam waktu bersamaan Ia dan anak laki-laki itu menyatukan kedua tangannya masing-masing, lalu menunduk sambil menutup kedua mata mereka untuk berdoa.

“Cahaya bintang, bintang yang bersinar, bintang pertama yang aku lihat malam ini. Aku memohon padamu, tolong sampaikan rinduku pada Hange. Katakan padanya untuk menungguku di sana.”

“Cahaya bintang, bintang yang bersinar, bintang pertama yang aku lihat malam ini. Aku memohon padamu, katakan pada Bunda kalau aku ingin mendengar cerita tentang bintang, dandelion dan origami versinya. Jadi, tolong sampaikan padanya untuk datang ke mimpiku dan juga Ayah.”

Levi menolehkan kepalanya menatap anak satu-satunya itu. Ia tersenyum lembut, sambil mengusap rambut Udo penuh kasih sayang.

“Ayah meminta apa?”

“Rahasia”

“Ish.”

“Ayah yakin kamu tau”

“Melihat puluhan toples berisi dandelion dan origami bintang di ruangan ini, Udo tau Ayah rindu Bunda.”

Rumit.

“Hari ini kau boleh pulang, kenapa wajahmu murung? kau tak senang?” tanya Hange bingung melihat Levi yang hanya diam merenung

“Aku tidak punya rumah dan uang untuk membayar tagihan ini.” balasnya pelan

Hange menganggukkan kepalanya paham “Kau mau tinggal di rumahku? kau bisa tinggal denganku untuk sementara waktu, sampai kau menemukan rumah dan pekerjaan. Biar biaya Rumah Sakit aku yang membayar”

Levi memandang Hange dengan tatapan sulit dimengerti, Pria itu cukup sulit ditebak.

“Itu pun kalau kau mau” tambah Hange

“Kau selalu seperti ini terhadap orang asing?”

“Tidak juga”

“Lalu?”

“Kau tidak takut kalau aku orang berbahaya? kau bahkan sama sekali tidak mengenalku”

Hange tertawa lepas, membuat Levi menatapnya bingung.

“Entahlah, aku hanya menuruti instingku mungkin? aku rasa kau orang yang baik dan tentu saja aku mengenalmu, kau Levi Ackerman. Salah satu pasienku. Jadi bagaimana?”

“Bahkan di dunia yang tak aku kenali pun, kau masih sama. Selalu berprasangka baik pada orang asing.” batin Levi

“Baiklah”

“Levi bolehkah aku bertanya?”

“Tentang?”

“Seseorang yang mirip denganku”

Levi cukup terdiam lama, hingga Hange harus kembali membuka mulutnya.

“Maaf”

“Namanya Hange Zoe”

“Namanya benar-benar sama denganku?” potong Hange

“Ya. Bahkan secara fisik pun kalian terlihat seperti orang yang sama, bedanya dia seorang prajurit sepertiku.” jelas Levi

“Lalu apa yang terjadi padanya?”

“Saat melakukan misi, dia mengorbankan nyawanya agar kami bisa melangkah lebih jauh. Padahal dia belum lama ini menjadi seorang komandan.”

“Sebelum pergi, Dia sempat berpamitan padaku. Ia memintaku untuk merelakannya, tetapi rasanya hatiku terlalu berat. Ingin sekali aku menahannya untuk tetap bersamaku dan mencari jalan keluar lain. Tetapi, aku menghormatinya. Apapun keputusan yang Ia pilih, aku selalu mendukungnya.”

“Walaupun kau terluka?”

Levi mengangguk

“Hanya saja ada satu hal yang selalu aku sesali.” lanjutnya

“Tentang perasaanmu?”

“Ya. Harusnya aku mengatakan padanya lebih awal, bahwa aku sangat mencintainya”

Cklek

Suara pintu terbuka membuat keduanya mengalihkan pandangan.

“Professor, bisakah kita bicara sebentar?” ujar seorang laki-laki bernama Moblit

Hange mengangguk lalu menatap Levi sejenak “Nanti setelah urusanku selesai, kita pulang bersama.”

Mobilt menyerahkan berkas pada Hange, membuat kening Wanita itu mengkerut.

“Namanya benar Levi Ackerman, seorang pembunuh bayaran kelas kakap. Dia meninggal sekitar tiga tahun lalu dan sampai detik ini mayatnya belum pernah ditemukan.”

“Bagaimana bisa?”

“Dia ditembak tepat pada jantungnya, lalu terjatuh dari tebing yang sangat tinggi. Hanya dua jarinya saja yang ditemukan.”

“Kepolisian memutuskan untuk menganggap Levi meninggal dan menutup kasusnya.” tambah Moblit

“Kau yakin?” tanya Hange memastikan

“Tentu”

“Levi, setelah pulang nanti bisakah kau ceritakan semua tentangmu? termasuk bagaimana bisa kau ada disini?”

Levi kembali bingung, namun tetap mengangguk menyetujui permintaan Hange.

“Aku tak yakin kau akan percaya, tapi aku akan memberitahu semuanya padamu dengan jujur.”

“Aku percaya padamu”

resmi.

Dengan hanya memakai kaos hitam polos dan celana pendek, Jean memarkirkan motor miliknya di halaman rumah Pieck. Laki-laki itu menarik napasnya perlahan sebelum berteriak

“PAKET PAKET. MBA PAKETNYA MBA”

“NASGORNYA NASGORNYA”

Mendengar teriakan Jean, gadis mungil itu buru-buru turun. Ia membuka pintu dan langsung menemukan Jean yang tersenyum lebar.

“Hi” sapa Jean

“Hi” balas Pieck

Keduanya kini saling menatap sambil menahan senyum salah tingkah, bahkan pipi mereka pun telah berubah warna menjadi merah jambu.

“Kamu naik motor ga pake jaket?” tanya Pieck mencoba mengalihkan pandangannya dari Jean

“Lupa soalnya buru-buru”

“Emang kenapa harus buru-buru?”

“Kan kamu yang nyuruh cepet”

“Ohehehehe”

“Tapi karna kangen sih hehehehe”

“Hehehehehe”

“Jadi gimana?”

“Gimana apanya?”

“Kita”

“Kita kenapa?”

“Pacaran ga?”

“Iya”

“Iya apa?”

“Yang tadi kamu sebutin”

“Iya?”

“Pacaran”

“Siapa pacaran?”

“IH”

“Yang jelas makanya”

“AKU SAMA KAMU PACARAN” sahut Pieck dengan suara cukup keras

Jean tertawa gemas, lalu mendekati Pieck.

“Boleh peluk ga?” tanya Jean

Pieck mengangguk malu

“Cium jidat boleh?”

Lagi-lagi Pieck mengangguk dengan pipi yang semakin memerah

“Kalau pipi?”

“JEAN IH GAUSAH TANYA TANYA AKU MALU”

Dengan itu Jean langsung memeluk Pieck, mencium puncak kepala gadis itu dengan lembut.

“Makasih ya, udah percaya sama aku”

“Harusnya aku yang bilang makasih, karna kamu bikin aku seneng terus. Walaupun banyak nyebelinnya tapi sayang hehehehe” balas Pieck sambil menatap Jean dengan senyuman lebar

Jean menutup wajah gadis itu dengan kedua tangannya “JANGAN LIATIN AKU KAYA GITU GA KUAT GEMES BANGET PENGEN CULIK”

“ADUH CULIK ANAK GADIS ORANG BOLEH GA” sahut Jean

“PIECK ADA SIAPA”

Jean diam mematung saat mendengar suara berat dari dalam rumah..

“JEAN, YAH”

Detik itu juga rasanya Jean ingin menghilang dari dunia.

here.

Setelah kematian orang yang sangat Ia cintai, Hange Zoe. Pria bernama Levi Ackerman itu hidup tanpa arah. Hidupnya menjadi gelap, seolah seluruh cahaya di dunia ikut hilang bersamaan dengan kepergian Hange.

Hari demi hari Ia lewati dengan hampa, bahkan terkadang Ia berpikir untuk menyusul wanita itu. Tetapi, sebagai seorang prajurit Levi tidak mungkin melakukan itu.

Sekarang setelah tujuannya tercapai, Levi hanya ingin beristirahat di tempat Hange berada.

“Hei” sapa Levi sambil menyimpan sebuket bunga forget-me-not dan mawar putih.

Pria itu mengusap lembut batu nisan di hadapannya dengan senyuman getir. Tanpa sadar air matanya mengalir deras.

“I miss you.”

“Malam ini aku ingin bersamamu. Kau tidak keberatan kan?”

Pria itu kini tertidur pulas bersandar pada batu nisan milik Hange. Tiba-tiba sebuah cahaya terlihat begitu terang, membuat Levi membuka matanya lalu mendekati cahaya tersebut dengan waspada. Ia terus berjalan hingga sebuah benda bergerak cepat dan menabrak dirinya. Setelah itu semuanya menjadi gelap.

“Kamu sudah bangun?” tanya seorang wanita berkacamata, rambutnya terikat asal-asalan.

“Hange?” sahut Levi terkejut melihat wanita yang sangat Ia rindukan kini sedang berdiri di hadapannya. Namun, ada yang aneh. Wanita itu kini memakai pakaian serba putih, pakaian yang sama sekali belum pernah Ia lihat sebelumnya.

“Kau tau namaku?” tanya Hange lagi

“Tentu saja, bodoh.”

“Tapi aku tidak pernah ingat pernah bertemu denganmu”

“Jangan bercanda.”

“Aku sedang tidak bercanda. Kau tahu? untuk ukuran orang asing, kau itu sangat tidak sopan. Dan aku ini doktermu. “

Levi terdiam sejenak tak menanggapi wanita itu.

“Hange, apa kita sekarang ada di surga?”

“Apa maksudmu? apa kepalamu terbentur sangat keras? walau pun Switzerland sangat indah tapi kau masih ada di dunia bukan surga. Lebih tepatnya kau sedang di rumah sakit akibat kecelakaan. Kau tidak ingat?”

Levi menggeleng lemah.

Hange membaca pesan dari layar ponselnya. Lalu menatap Pria di hadapannya dengan pandangan bingung.

“Namamu Levi Ackerman?”

“Kau ingat?”

“Bukan”

“Lalu?”

“Data penduduk. Tetapi di disana tertulis kau sudah meninggal tiga tahun lalu. Ini aneh sekali.” ujar Hange yang masih tidak bisa memahami apa yang telah terjadi.

Kepala levi terasa pusing, banyak pertanyaan yang muncul dalam otaknya. Seingatnya, Ia kemarin tertidur di makam Hange. Lalu kenapa sekarang Ia bertemu dengan wanita itu, sedangkan mereka bukan di surga. Dan dimana tempat ini, mengapa semuanya terasa berbeda.

Tanpa Levi sadari Ia telah menembus ruang dan waktu.

“Bolehkah aku memelukmu?” tanya Levi tiba-tiba

“Eh?”

“Kau mirip sekali dengan seseorang. Aku merindukannya”

“Kekasihmu?” tanya Hange

Levi menggeleng “Aku bahkan belum sempat mengatakan apapun padanya. Dia lebih dulu pergi karena mengorbankan nyawanya.”

Tanpa berkata apapun Hange memeluk pria yang menjadi paseinnya itu dengan penuh kasih sayang, Levi tersentak kaget namun akhirnya membalas erat pelukan tersebut.

Levi tidak peduli dimana dia sekarang, Ia tidak perlu memahami apa yang terjadi. Selama disana ada Hange Ia akan memilih untuk menetap, walaupun wanita itu tidak mengingat siapa dirinya.

As long as you're here, Hange.

Untitled.

“INI PUNYA GABI” teriak gadis mungil berumur 5 tahun sambil memeluk erat patung berbentuk robot.

“GABI SINIIN.” Udo menarik paksa patung tersebut dari pelukan Gabi, membuat sang adik menangis menjerit.

“Kak pelan-pelan. Jangan kasar sama adeknya” sahut Hange sambil berusaha memisahkan keduanya.

PRANG.

Gabi melempar patung tersebut pada tembok, membuatnya menjadi hancur berkeping-keping.

“GABI.” bentak Udo saat melihat prakarya yang Ia buat seharian hancur begitu saja. Rahangnya mengeras menahan amarah. Ia mendorong Gabi hingga terjatuh.

“UDO” teriak Levi dan Hange bersamaan.

“Siapa yang ajarin kamu jadi kasar? adik kamu masih kecil.” ujar Levi

“Tapi itu tugas Udo, Yah” balas Udo dengan mata berkaca-kaca

“Bukan berarti kamu boleh dorong adik kamu. Ayah ga suka kamu kasar gitu.”

“Belain aja terus, anak Ayah kan cuma Gabi.” sahut Udo lalu berjalan cepat menuju kamarnya, anak laki-laki itu bahkan membanting pintu kamarnya keras.

Hange menahan Levi yang hendak buka suara “Biar aku yang samperin Udo dulu, baru nanti kamu”

Hange membuka pintu kamar Udo perlahan dan menemukan anak sulungnya itu menangis diantara kedua lututnya.

“Hei” panggil Hange sambil mengusap lembut rambut Udo.

“Jagoan Bunda ko nangis?”

Udo mendongakkan kepalanya menatap sang Bunda dengan kedua mata memerah.

“Udo bukan anak Ayah sama Bunda ya?” tanya Udo membuat Hange tersentak kaget

“Ko kamu mikirnya gitu? Bunda sedih loh dengernya”

“Ayah selalu belain Gabi, ga pernah bela Udo. Kalau ada apa-apa pasti yang dimarahin Udo. Itu tugas Udo bikin seharian, terus dirusakin sama Gabi. Ayah tetep bela Gabi. Udo bukan anak kandung Ayah sama Bunda kan? makanya Ayah cuma sayang Gabi” jelas Udo dengan terisak

Hange memeluk anaknya dengan penuh kasih sayang, matanya kini ikut memerah. Dengan sekuat tenaga Ia menahan air matanya agar tidak menetes.

“Udo anak Bunda sama Ayah. Udo kakaknya Gabi. Semuanya anak Ayah sama Bunda”

“Tapi kenapa Ayah cuma sayang sama Gabi”

“Kata siapa? Ayah sayang sama Udo juga. Ayah kaya gitu karna Gabi masih kecil, sedangkan Udo udah gede”

“Kalau Ayah ga sayang sama Udo, kenapa Ayah bela-belain kehujanan buat nyusul ke acara sekolah Udo? terus semua kemauan Udo selalu Ayah turutin.”

Udo hanya diam tak menjawab

“Ayah suka bilang ke Bunda, dia bangga punya anak laki-laki yang hebat kaya Udo. Ayah bangga sama Udo yang selalu jagain Gabi. Jadi jangan mikir kaya gitu lagi ya?” ujar Hange sambil mencium puncak kepala Udo

Cklek

Suara pintu terbuka, menampakkan Gabi yang berjalan di belakang tubuh Levi. Gadis itu membawa segelas susu coklat

“Gabi sini” panggil Hange lembut

Sambil menunduk gadis itu melangkah mendekati Hange dan Udo.

“Itu buat kakak?” tanya Hange, gadis mungil itu mengangguk lalu memberikannya pada Udo

“Kak Udo maafin Gabi ya, ini Gabi buatin susu Coklat kesukaan kakak. Kalau kak Udo maafin Gabi, nanti Gabi janji bakal kasih permen Gabi semuanya buat kak Udo”

Udo mengambil gelas susu tersebut dengan senyuman tulus “Maafin kak Udo juga udah bentak sama dorong Gabi”

“Peluknya mana?” tanya Hange

Tanpa menunggu lama Udo memeluk adiknya dengan penuh kasih sayang, membuat Hange dan Levi tersenyum gemas.

“Sekarang Ayah mau ngomong sama Udo berdua, Gabi sama Bunda dulu ya?” ujar Hange

Gadis itu menangguk patuh, lalu beranjak mengikuti sang Bunda.

“Semangat” bisik Hange lalu mencium pipi Levi sebelum akhirnya meninggal Levi dan Udo.

Kini keduanya duduk berdampingan

“Ayah minta maaf” ujar Levi memecah keheningan diantar mereka berdua

“Udo juga minta maaf udah kasar” balas Udo sambil menunduk merasa bersalah telah berprasangka buruk.

“Rasa sayang Ayah ke kalian berdua sama, ga ada bedanya. Ayah bukan belain Gabi karna ga sayang sama kamu, tapi karna Ayah tau kamu udah paham mana yang baik sama buruk. Sedangkan adik kamu masih kecil, belum paham.”

“Maafin Udo, Yah” ujarnya lagi dengan mata berkaca-kaca

Levi tersenyum mengangguk lalu mengusap kepala Udo lembut “Jagoan ko nangis”

“Kan Udo manusia”

“Hahaha”

“Alat-alat buat tugas kamu mana biar Ayah bantuin bikin”