-Backstreet-
“Heeseung ganteng banget”
Jay menoleh kearah pria blasteran yang tengah berjalan beriringan dengannya. Lalu mengalihkan pandangannya pada lapangan out door yang cukup ramai karena sedang diadakan pertandingan basket. Bukan pertandingan resmi memang, tapi siapa yang mau melewatkan kesempatan menonton pria tampan primadona sekolah itu? Siapaun rela menghabiskan waktu istirahat demi menonton nya—
“Apaan, gantengan juga gua”
—kecuali Jay.
“Hidih, ngaca dulu sana lo. Masa secakep Heeseung dibilang jelek” Jake —si pria blasteran— mencibir.
“Gua gak bilang dia jelek” Jay memutar bola matanya.
Memang benar kan? Heeseung tidak jelek, tapi menurutnya dibanding tampan Heeseung lebih cocok disebut imut. Bahkan dimata Jay, pria manis itu tetap terlihat menggemaskan meskipun dengan rambut yang basah karena keringat yang juga bercucuran sampai ke leher nya.
“Tuan putri nya udah nyamperin tuh”
Bahkan sebelum Jake mengatakan itu pun Jay sudah melihatnya. Seperti biasanya, Sunghoon disana, pria berkulit seputih susu yang dikenal baik oleh warga sekolah karena prestasi nya dalam bidang ice skating.
Tepat setelah pertandingan selesai, Sunghoon menghampiri Heeseung, memberikan handuk kecil dan minuman isotonik yang pria itu bawa. Dan Heeseung, yang memang tidak bisa berkata “tidak” pasti menerima nya sambil tersenyum hangat, juga berterimakasih tentunya.
Ekspresi Jay tetap datar, seperti biasanya.
“Kayanya bener deh gosip nya” ucap Jake.
“Gosip apaan?” jawab Jay malas.
“Mereka berdua pacaran”
“Kata siapa?” Jay mengangkat sebelah alisnya.
“Semua orang juga pada bilang gitu njir, kudet lo”
“Bukan kudet, tapi ngapain juga gua kurang kerjaan amat dengerin gosip, gaada waktu”
“Iya dah pak ketos, ngambis mulu” Jake mencibir.
Jay hanya mendengung sebagai jawaban.
Aneh, Heeseung dan Sunghoon itu sama-sama menggemaskan. Bagaimana bisa banyak yang menganggap mereka berpacaran? Ah oke, dimata orang lain Heeseung tampan dan gentle, tapi dimata Jay, Heeseung tetaplah menggemaskan. Walau begitu tak bisa dipungkiri jika ia juga sering merasa jengkel dan cemburu saat melihat kedekatan dua makhluk manis itu.
Jay kembali menatap kearah lapangan, matanya terfokus pada gerak-gerik Heeseung, lalu ia mengernyitkan dahinya. Entah tak ada yang menyadari atau memang Heeseung yang hebat dalam menyembunyikan ekspresi, yang jelas Jay bisa melihat Heeseung sedikit meringis saat berjalan, dan satu tangannya memegang pinggang nya.
Jay melirik Heeseung yang masih fokus pada laptop didepannya. Keduanya saat ini tengah berada di ruang OSIS, hanya berdua, karena yang lain sudah pulang beberapa menit lalu.
Jay menghela nafas lalu beranjak dari tempatnya. Ia menarik kursi disebelah Heeseung dan duduk disana. Pergerakan itu membuat Heeseung mengalihkan pandangannya ke samping, reflek ia membelalak lalu mengedarkan matanya menelusuri ruangan.
“Tenang aja udah pada pulang” Jay membuka suaranya, seakan tau apa yang Heeseung pikirkan.
Heeseung menghela nafas lega. Ia baru akan kembali melanjutkan tugasnya, namun urung karena Jay menahan tangannya.
“Kenapa diem aja?” tanya Jay.
“Hah?” Heeseung mengedipkan matanya.
Jay menghela nafas, satu tangannya terulur kearah perut Heeseung dan sedikit menyingkap seragam nya. Dan terpampang lah bagian pinggang Heeseung yang terdapat memar kecil disana. Heeseung membelalak, antara malu dan terkejut.
“Kenapa?” Jay bertanya lembut sambil menatap tepat kearah matanya.
Heeseung menggigit bibir bawahnya. Ia tau maksud dari pertanyaan Jay, ia hanya ragu untuk menjawabnya.
“Jawab, Hee” satu tangan Jay yang lain terangkat untuk mengusap bibir Heeseung, seakan menyuruh nya untuk berhenti menggigit bibirnya sendiri.
“Eung.. tadi gak sengaja ke-sikut pas lagi tanding”
“Sama siapa?”
“Dia udah minta maaf kok.. lagian juga gak sengaja”
“Bilang aja siapa..? Aku gak bakal aneh-aneh, paling nyuruh dia buat lebih hati-hati kalo main. Seenggaknya kalo emang gak sengaja, dia harusnya tetep bertanggung jawab, bawa kamu ke uks misalnya atau ambil es batu dikantin buat ngompres ini” Jay berucap lembut namun tegas.
“Aku gapapa Jay, ini gak sakit kok..”
Jay berdecak, lalu sedikit menekan luka memar itu. Heeseung meringis pelan.
“Katanya gak sakit” ucap Jay dengan nada yang agak menyebalkan di telinga Heeseung.
“Ih tapi jangan di teken juga” ucap Heeseung sambil mengerucutkan bibirnya.
Jay terkekeh. Gemas dengan kekasihnya yang benar-benar menggemaskan. Jay yang tidak tahan pun akhirnya mencubit pipi yang belakangan tambah chubby itu. Heeseung mengaduh dan malah makin mengerucutkan bibirnya.
“Yaudah kalo kamu gak mau ngasih tau aku, tapi lain kali jangan gini ya. Kalo kenapa-napa langsung ke uks. Aku tuh nahan diri banget buat gak nyamperin kamu, karena kalo aku nyamperin yang ada kamu marah sama aku seminggu”
“Aku kan takut orang-orang curiga..”
Jay menghela nafas.
“Ketua osis deket sama seketaris nya itu wajar, Hee”
Ya, alasan mereka backstreet adalah karena mereka berada dalam satu organisasi yang sama, alasan profesionalitas. Bukan peraturan resmi memang, hanya peraturan turun temurun OSIS.
Heeseung sempat menolak saat Jay mengungkapkan perasaannya, namun Jay adalah orang yang keras kepala dan pantang menyerah. Hingga akhirnya Heeseung tak bisa berkata “tidak” karena sebenarnya dia juga memiliki perasaan yang sama untuk si ketua OSIS.
Hubungan mereka sudah berjalan hampir 10 bulan, dan sama sekali tak ada yang menyadarinya. Semua orang tau Heeseung dan Jay dekat, namun yang mereka tau keduanya dekat karena jabatannya sebagai ketua dan seketaris OSIS.
“Ke dokter aja ya? Udah sampe biru gini, aku takut organ vital kamu kenapa-napa” ucap Jay menatap luka memar itu sebentar sebelum mendongakkan kepalanya.
Heeseung bisa melihat kekhawatiran dalam mata setajam elang itu. Dalam hati merasa senang karena menyadari Jay begitu memperhatikan nya.
“Gak usah, di kompres es batu aja, paling besok udah mendingan” tolak Heeseung lembut.
Jay menghela nafas. Tau jika kekasihnya pasti akan menolak.
“Yaudah, tapi kalo besok masih kayak gini harus ke dokter ya” Jay sedikit memicingkan matanya, untuk memberi kesan mengancam yang sayangnya tak membuat Heeseung takut.
“Iya iyaa” jawab Heeseung sambil terkekeh.
“Ayo pulang, proposal nya lanjut besok aja. Jangan kerjain dirumah, kamu harus istirahat” ucap Jay sambil memasukkan barang-barang Heeseung kedalam tas nya dengan telaten.
Heeseung hanya berdehem, ia mengulas senyum melihat perlakuan sederhana Jay yang menurutnya sangat manis.
Setelah selesai merapihkan barang-barang Heeseung, Jay mengambil tas miliknya lalu menyampirkan nya didepan dadanya. Ia sedikit berjongkok didepan Heeseung, membuat kekasihnya itu mengernyitkan dahinya.
“Kamu ngapain?”
“Ayo naik. Kamu lagi sakit, dan ruang OSIS ada dilantai 2. Daripada nanti kamu kenapa-napa mending aku gendong aja”
“Jangan bercanda”
Jay menghela nafas.
“Sekolah udah kosong Hee, tenang aja. Paling tinggal Pak Mamat, jam segini biasa dia lagi nyiram tanaman dibelakang” Jay berucap seakan tau apa yang Heeseung pikirkan.
“Y-ya tapi kan aku masih bisa jalan, yang sakit bukan kaki aku, Jay” entah kenapa ia tiba-tiba merasa gugup.
“Naik, atau aku gendong kamu didepan?”
Heeseung membelalak.
“I-iya ini naik!” Heeseung perlahan melingkarkan tangannya dileher Jay, dan Jay dengan cekatan menahan kedua lutut Heeseung.
Heeseung bisa mencium aroma yang menguar dari tubuh Jay. Bahkan saat hampir seharian berada disekolah, aroma itu masih tidak hilang. Aromanya selalu menenangkan, ia menyukainya. Seperti dihipnotis, Heeseung membenamkan wajahnya dileher Jay.
Jay sama sekali tak keberatan, ia malah tersenyum. Menikmati aliran listrik menyenangkan yang menyalur dari leher ke seluruh tubuhnya. Ia selalu ingin berada sedekat ini dengan Heeseung-nya. Ingin semua tau hubungan mereka. Ingin seluruh dunia tau kalau Heeseung adalah miliknya.
“Kamu wangi, aku suka” gumam Heeseung.
Jay hanya terkekeh pelan menanggapinya.
Ia berjalan menyusuri koridor dan tangga tanpa terburu-buru, seakan menikmati setiap detik yang berjalan. Hingga perlahan ia merasakan nafas teratur Heeseung menerpa lehernya. Jay menoleh sedikit, dan benar saja kekasih manisnya itu tertidur.
Jay tersenyum, Heeseung-nya pasti kelelahan. Selain seharian belajar, pria manis itu juga ikut tanding basket siang tadi, belum lagi ia masih harus mengerjakan proposal kegiatan OSIS sepulang sekolah. Jay terkadang khawatir dengan kekasihnya, ia pernah meminta pria manis itu untuk berhenti saja dari ekskul basket, namun sama seperti dirinya, Heeseung adalah orang yang keras kepala. Jadi tidak ada yang bisa Jay lakukan selain memberikan support dan perhatian penuh padanya.
Jay membuka pintu mobilnya, dan mendudukkan Heeseung di samping kursi kemudi perlahan. Berusaha tak membuat banyak gerakan agar tidur kekasihnyanya tidak terganggu. Jay melepas jaket yang dikenakannya untuk menyelimuti tubuh Heeseung, dan kemudian ia memasangkan seatbeltnya.
Sebelum menutup pintu ia menyempatkan untuk menatap wajah terlelap Heeseung. Tangannya terulur, menyingkap perlahan helaian rambut yang menutupi dahi kekasihnya.
“Sebentar lagi ya, Hee.. beberapa bulan lagi, saat kita udah lepas dari semua jabatan ini, aku pastiin semua orang tau kalo kamu cuma punya aku dan juga sebaliknya”
Jay menaruh jari telunjuk dan jari tengahnya diatas bibirnya sebentar, lalu setelahnya ia menempelkan kedua jari itu diatas bibir kekasihnya.
Jatuh cinta tidak pernah salah. Kau tidak bisa memilih kepada siapa hatimu akan jatuh. Namun terkadang, keadaan memaksamu jatuh pada tempat atau waktu yang salah. Pilihanmu, terus terjerumus dalam kesalahan atau menyerah dan mencari cinta yang lain. Dan setiap pilihan pasti memiliki resiko masing-masing.