fluctuius

i leave my thoughts here.

— 30 Days OTP Challenge Day 20 —

┉┅━━━━━━━━━

Jika ditanya apa yang membuat Kenma tidak suka menjadi pusat perhatian, alasannya adalah Kenma tidak menyukai ketika ia mendapatkan atensi.

Entahlah, rasanya aneh. Kenma terbiasa hidup tanpa berteman, terbiasa hidup hanya dengan dirinya (dan kedua orang tuanya saja). Teman-teman menjulukinya pemalu.

Padahal, Kenma tidak akan masalah jika ia diminta melakukan sesuatu yang memalukan selama hal itu tidak menjadi sebuah pusat perhatian.

“Namaku Kuroo Tetsurou.”

Sore itu, ketika Kenma dipaksa berkenalan dengan tetangga barunya, baru ia tahu bagaimana dirinya terlihat selama ini di mata teman-temannya. Ia memahami alasan kenapa teman-teman memanggilnya pemalu padahal ia bukanlah orang yang seperti itu.

Kenma menghabiskan setiap harinya bersama Kuroo. Berbagi cemilannya berdua saja. Kadang pergi ke minimarket berduaan untuk membeli beberapa jajanan agar tidak dimarahi orang tua mereka. Terkadang bermain video game bersama hingga larut malam (yang biasanya akan dimarahi orang tua Kenma). Sesekali Kuroo mengajak Kenma untuk bermain voli walau pada ujungnya ketika Kuroo mulai memiliki beberapa teman lainnya, Kenma akan absen karena merasa tidak nyaman akan kehadiran beberapa orang lainnya.

Kuroo paham dan ia menghormati keinginan Kenma.

Kian hari ketika keduanya makin mengenal satu sama lain, baru keduanya sadar. Mereka bukanlah seorang yang pemalu.

Hanya saja, mereka memerlukan pemantik, untuk membangkitkan api yang membara di dalam diri mereka.

┉┅━━━━━━━━━

© fluctuis.

[ seungchan minifict based on prompt by seungchaniverse ]

┉┅━━━━━━━━━

Sudah terhitung lima tahun sejak Byungchan terakhir bertegur sapa dengan Seungwoo. Itu pun ketika si kakak tingkat pada akhirnya terlepas dari belenggu hubungan mereka dan bangku kuliahan.

Alias, sudah lima tahun sejak mereka putus.

Dan sekarang, baru mereka bertegur sapa lagi.

Byungchan memang sudah punya firasat tidak enak ketika mengiyakan ajakan Wooseok untuk makan-makan perihal perayaan ulang tahun Wooseok. Tapi, karena ini Wooseok maka ia berjanji akan datang. Dan di sinilah Byungchan sekarang, duduk di sofa apartment Wooseok dengan sekaleng coca-cola di tangan sementara teman-temannya yang lain mulai meracau tidak jelas dikarenakan menenggak alkohol sedari tadi.

“Seok, aku ke balkon aja ya.” Byungchan pamit, malas melihat orang mabuk. Apalagi Seungyoun yang sudah nangis-nangis sambil memeluk Jinhyuk dan mengoceh soal Sejin yang enggak naksir balik sama dia, padahal mereka sudah tiga tahun berkencan. Malas banget liatnya.

Pada akhirnya Byungchan melangkahkan kakinya menuju balkon unit Wooseok dan memilih menutup pintunya agar kebisingan teman-temannya tidak mengganggu waktu tenangnya di balkon. Sayangnya, saat berbalik lagi ke balkon baru ia sadar ada seseorang di sana.

“Kenapa ke sini?”

“Hehe. Halo Kak Seungwoo. Kakak lagi merokok ya? Butuh sendiri? Aku masuk ke da—”

Tangan Byungchan yang hendak membuka pintu balkon ditahan oleh Seungwoo. Rokok di tangan satunya dibuang sembarang ke luar pagar balkon, Byungchan harap enggak ada orang di bawah sana yang jadi korban puntung rokok Seungwoo yang dibuang sembarangan.

“Jangan. Enggak apa-apa. Di sini aja.”

Akhirnya, dengan atmosfir yang luar biasa canggung, sekaleng cola di tangan Byungchan dan sekaleng bir di tangan Seungwoo, keduanya sama-sama menatap ke kota di malam hari. Hanya ada beberapa mobil dan sepeda motor yang lewat karena ini sudah tengah malam, jalanan sudah lengang. Gedung-gedung tinggi dengan lampu yang menyala menyapa mata. Sesekali Byungchan bergidik karena angin malam berhembus pelan, Byungchan agak tidak tahan dingin dan kemeja kerja yang ia pakai agak tipis hari ini.

“Dingin ya?”

Pertanyaan Seungwoo sukses memecah keheningan di antara keduanya.

“Lumayan, tapi enggak apa-apa kok.”

Namun, Seungwoo adalah orang keras kepala yang maunya harus dituruti dan kemauannya sekarang adalah agar Byungchan mengenakan jaketnya supaya yang lebih muda tidak kedinginan. Byungchan menolak karena ia juga membawa coat dan itu ada di sofa tempatnya tadi duduk. Tapi, sekali lagi, Seungwoo adalah orang yang keras kepala. Jadi, Byungchan terpaksa menuruti kemauannya.

Suasana hening kembali dan Byungchan menenggak habis minumannya untuk mengusir kegugupan yang melanda. Karena, siapa yang enggak gugup ketika sedang berdua dengan mantan?

“Kakak apa kabar?” tanya Byungchan akhirnya.

“Baik. Walau agak pusing karena kerjaan, sih. Kamu?”

Byungchan tertawa sebelum menjawab, “Duh iya tau deh yang sekarang pegang perusahaan. Aku juga sama kok, baik.”

Seungwoo diam sebentar lalu berceletuk. “Kamu masih sama, ya?”

“Maksudnya?” Byungchan kali ini menatap Seungwoo lurus di matanya, mencari maksud ucapan mantan kekasihnya tersebut.

“Ketawa kamu masih sama. Aku suka tawamu.”

“... oke, aku enggak menduga kakak bakal ngomong gitu.”

Kali ini giliran Seungwoo yang tertawa sementara Byungchan memberengut kesal karena ditertawakan.

“Bener masih sama, ternyata.”

“Emang Kakak mau aku berubah? Kayak power ranger? Apa ultraman?”

Seungwoo tertawa lalu mengusak rambut Byungchan, “Enggak. Kakak malah seneng kamu masih sama.”

“Kak, kalau aku bilang aku kangen gimana?”

Pertanyaan tiba-tiba Byungchan pas sekali ketika Seungwoo tengah mencoba menghabiskan sisa bir pada kalengnya. Salah-salah, mungkin Seungwoo sudah tersedak karena pertanyaan tiba-tiba Byungchan.

“Tapi kadang emang ada baiknya enggak usah diomongin, ya?” ledek Byungchan karena Seungwoo hampir tersedak minumannya sendiri.

Seungwoo menanggapi dengan tawa canggung sebelum keduanya kembali masuk ke dalam keheningan malam, minus suara tawa Seungyoun yang terdengar sampai balkon.

Lalu, ucapan Seungwoo setelahnya memecah keheningan malam itu.

“Enggak papa sih sesekali diomongin.”

“Enggak takut keselek?” tanya Byungchan, setengah meledek.

“Soalnya aku juga kangen.”

Ya sudahlah. Move on bisa kapan-kapan.

┉┅━━━━━━━━━

© fluctuius. [ seyra — selmriie on twt ]

[ seungchan minifict ]

[ tw: semesta semi-lokal, kata-kata kasar, ada sedikit sexual harassment (bukan seungchan-nya), kehidupan perkuliahan, dan ujungnya dangdut bau ]

┉┅━━━━━━━━━

Seungwoo yakin, seyakin-yakinnya, seratus persen yakin, bahwa ia tidak mabuk sedikit pun. Ia biasanya yang memiliki kemampuan minum paling baik di antara teman-temannya. Bahkan, ia baru menyentuh sedikit minuman beralkohol yang disediakan, jadi Seungwoo benar-benar yakin ia masih seratus persen sadar dan memiliki nyawa seorang Han Seungwoo ketika ia memutuskan untuk melayangkan satu tinju ke wajah teman seangkatannya malam itu.

Keadaan menjadi hening sesaat sementara suara Seungwoo (yang biasanya lembut menenangkan) terdengar mencekam berucap, “Sekali lagi tangan lo coba sentuh satu sentimeter saja bagian tubuh Byungchan, gue enggak segan abisin lo malam ini.” Lalu menarik tangan Byungchan yang kebingungan setengah mati (walau agak lega) keluar dari ruangan.

Malam ini adalah acara pelepasan para pengurus dan anggota BEM angkatan Seungwoo dan mereka melakukan ini di rumah salah satu anggota BEM (Seungwoo lupa siapa) dan Byungchan yang merupakan adik tingkatnya di BEM ini pun ikut mengurus acara ini karena namanya juga melepas kakak tingkat mereka.

Ketika malam semakin tinggi, Byungchan yang kala itu sedang bercanda dengan Seungyoun dan Soonyoung yang merupakan kakak tingkatnya di BEM dan juga pernah menjadi kakak kelasnya semasa sekolah menengah atas, tiba-tiba terpenjarat ketika ada seorang kakak tingkat yang secara gamblang merangkulnya dan berucap, “Lo available, 'kan?”

“Woi, Bang, maksud lo apa ngomong gitu ke Byungchan?” ini Soonyoung yang bereaksi pertama dan Seungyoun turut menjauhkan lengan orang itu yang merangkul Byungchan dengan santainya.

Si kakak tingkat yang dipanggil bang oleh Soonyoung meyakinkan Byungchan kalau orang ini adalah salah satu orang dari angkatan yang dilepas malam ini, karena cuman angkatan ini yang minta dipanggil bang buat setiap anak cowoknya.

“Maaf nih, gue bukan barang, Bang.” Byungchan berusaha melepaskan diri dari rangkulan tersebut, berusaha berucap baik-baik karena masih menghormati orang ini sebagai kakak tingkatnya walau Byungchan yakin orang ini sedang di bawah pengaruh alkohol dan tingkah 'baik-baik' enggak bakal digubris.

“Jangan sok jual mahal gitu, lah. Lo pasti pernah dipake juga 'kan?”

Di titik ini rasanya Byungchan mendidih, rangkulan si kakak tingkat dilepas kasar, matanya berkilat emosi, tangannya sudah terkepal. Gatal banget mau nonjok orangnya.

“Bisa enggak jangan kurang ajar mulutnya?” Byungchan berujar menahan emosi.

Si kakak tingkat bukannya menyingkir malah mencoba menarik tangan Byungchan yang akhirnya mengambil langkah mundur, berusaha menarik lengannya agar terlepas dari cengkraman si kakak tingkat kurang ajar.

Seungyoun sudah maju mau nonjok orangnya, tapi kalah cepat sama Seungwoo yang tiba-tiba ada di sana dan nonjok si tersangka.

Kejadiannya cepat banget, Byungchan enggak tau lagi apa yang terjadi setelah si kakak tingkat kurang ajar itu dihajar Seungwoo sekali dan tangannya ditarik keluar ruangan buat dibawa ke halaman belakang rumah. Byungchan enggak mau noleh ke belakang karena dia takut dan di depannya sekarang ada Seungwoo—karena, siapa Byungchan berani menoleh ke belakang ketika Seungwoo berada di depannya?

“Enggak apa-apa 'kan? Ada yang luka? Tangannya yang dicengkram tadi sakit?”

Begitu sampai di halaman belakang, Seungwoo dengan ribut langsung melepaskan jaketnya dan menyampirkannya ke Byungchan karena Byungchan malam ini cuman pakai kemeja garis-garis kebanggaannya itu dan Seungwoo tahu betul kemeja itu bahannya tipis.

“Perlu gue hajar lagi enggak orangnya?”

“Kak....” Byungchan memanggil lalu menangkup wajah Seungwoo. “Gue enggak apa-apa. Jangan dihajar lagi orangnya, lagian kayaknya itu lagi dihajar sama Seungyoun.”

Seungwoo menghela napasnya lega.

“Kenapa sih kakak panik banget padahal gue bisa hajar sendiri aja orangnya tadi.”

“Enggak, lo jangan berantem. Enggak suka kakak liatnya. Kakak juga enggak suka berantem-berantem.”

Cuman Byungchan yang diperbolehkan untuk memanggil Seungwoo pakai Kakak bukan Abang. Alasan khusus aja sih dari Seungwoo ke yang lain karena katanya Byungchan lucu kalau panggil dia pakai Kakak.

“... Tapi, kakak tadi nonjok dia.”

“Itu tadi pengecualian, dia pegang-pegang punya kakak soalnya.”

Byungchan diam, ucapan tiba-tiba Seungwoo sukses membungkamnya.

Mereka berdua memang dekat. Banget. Bahkan pernah Byungchan ditanyain kakak tingkatnya yang naksir Seungwoo tentang apakah mereka berdua pacaran apa enggak. Yang tentu saja dijawab Byungchan dengan, “Enggak. Santai. Temenan doang.”

Karena memang benar seperti itu.

“Gimana, Kak?” tanya Byungchan bingung setelah berhasil lepas dari kagetnya. Tubuhnya yang duduk pada kursi taman di halaman belakang bergerak untuk memakai jaket Seungwoo dengan benar (karena ternyata dingin banget, Byungchan enggak tahan dingin).

“Gue naksir lo, Byungchan. Kurang jelas apa sih sebenarnya selama ini?” tanya Seungwoo frustrasi. Karena, demi Tuhan, bahkan Wooseok yang notabene sangat tidak peka dengan perasaan orang bisa membaca gelagat Seungwoo yang memang naksir Byungchan.

“Kakak suka sama gue? Sama Choi Byungchan?”

“Iya. Suka banget. Banget.”

Byungchan terdiam sebentar seraya menatap lurus Seungwoo di kedua netranya sebelum berceletuk lagi.

“Wow.”

Seungwoo mengangkat satu alisnya bingung.

Wow, gue kira selama ini gue mengalami cerita cinta dangdut kayak drama-drama dengan trope kesukaan gue itu yang unrequited love.”

Seungwoo yang tadinya gugup setengah mati karena takut Byungchan tidak nyaman dengan pernyataan tiba-tiba itu menjadi menghela napas lalu tertawa karena jawaban tidak terduga—khas Byungchan sekali.

“Beneran naksir enggak nih?”

“Iya, Byungchan. Beneran.”

Kali ini Byungchan nyengir, “Wow. Gue seneng banget.”

“Kenapa?”

Jawaban Byungchan sederhana, tapi Seungwoo suka sekali mendengarnya. Bahkan, Seungwoo sampai tertawa lalu dengan gemas bubuhi wajah Byungchan dengan kecupan-kecupan ringan.

“Soalnya ternyata gue sama Kak Seungwoo sama-sama naksir.”

┉┅━━━━━━━━━

© fluctuius. [ seyra — selmriie on twt ]

— 30 Days OTP Challenge Day 19 —

┉┅━━━━━━━━━

Gymnasium seperti biasa dipenuhi suara decitan sepatu yang beradu dengan lantai. Sesekali suara bola voli mengaduh ketika dipukul juga terdengar. Seperti biasa, benar-benar seperti biasa, gymnasium ramai seperti biasa.

Tidak ada yang aneh, setidaknya.

Menurut Daichi, hal aneh terjadi apabila:

  1. Tobio dan Shoyo tidak saling meneriaki satu sama lain menggunakan kata-kata umpatan menyedihkan dan tidak beragam.
  2. Yuu dan Ryu tidak berteriak dan tidak berusaha mencari perhatian Shimizu.
  3. Koushi tidak mencoba mengganggu Asahi yang berusaha berlatih servis miliknya.
  4. Kei tidak memasang wajah malas dan sesekali mendumel mengomel perihal duo freak mereka yang ribut sekali dan Kei tentu saja tidak bisa menolerir keributan ini.
  5. Yachi tidak panik atas hal yang dilakukan para pemain.

Setidaknya, mungkin itu menurut Daichi karena menurut Shimizu, rasanya hari ini ada yang berbeda.

Karena, sesekali dirinya memergoki seorang Tsukishima Kei terkadang tersenyum kecil ketika berbicara dengan Shoyo (walau lebih tepatnya Kei hanya diam dan Shoyo melakukan sesuatu yang meledak-ledak).

Atau ketika Kei tiba-tiba melemparkan handuk kecil milk Shoyo ke kepala si oranye yang kemudian mendapat dumelan sebal dengan ucapan terima kasih di ujung.

Atau ketika Kei, hanya diam seperti biasa namun senyuman kecil dipatri di wajahnya seraya memperhatikan Shoyo yang bersemangat berlatih serangan barunya bersama Tobio, walau sesekali mendecih tidak suka, tapi itu khas Kei jadi Shimizu tidak akan protes.

“Hitoka-chan,” panggilnya.

“Ya?”

Shimizu melirik para pemain mereka sebelum kembali pada Yachi yang sedang sibuk mengisi botol air.

“Tsukishima hari ini banyak tersenyum, ya?”

Padahal, Yachi tidak meminum air yang ia isi ke botol, namun tetap saja ia tersedak karena terkejut. Lebih kaget lagi ketika menyadari bahwa ucapan Shimizu benar.

Kei banyak tersenyum hari ini.

┉┅━━━━━━━━━

© fluctuius.

— 30 Days OTP Challenge Day 18 —

[ domestic ya ini tuh ]

┉┅━━━━━━━━━

“Banguuun!”

Koushi menyibak selimut, “Ayo Tooru, bangun!”

“Enggak mauuuuu! Yang bangunin galak banget!”

Malah protes. Masih dengan wajah mengantuk dan kedua tangan dan kaki memeluk guling seraya berguling untuk mencari posisi yang nyaman dan cukup hangat karena pendingin ruangan masih menyala dan selimut sudah disingkirkan Koushi dari kasur mereka.

“Tooru bangun sih cepet!”

Koushi menggoyang tubuh suaminya, sambil marah-marah, soalnya Tooru selalu susah dibangunin setiap minggu pagi. Pasti manja. Manja banget malah. Ujungnya Koushi malah harus habiskan hari minggunya di kasur—pegal pinggangnya.

Bukannya menurut Tooru malah menarik tangan Koushi yang langsung oleng dan jatuh di atas tubuh Tooru, dengan cepat Tooru mengunci tubuh yang sedikit lebih kecil darinya itu menggunakan lengannya dan menggulingkannya ke samping.

“10 menit lagi, aku bangun.”

“Aku tidak mau ya kalau pinggangku berakhir jadi korban,” tutur Koushi dengan nada sebal.

Tooru tertawa dengan suara mengantuknya. “Iyaaa, Koushi.”

“Kamu sudah mandi?” Tooru mempererat pelukannya seraya menghirup dalam-dalam aroma surai Koushi yang sekarang tidak bisa bergerak ke mana-mana dan memilih untuk menyamankan diri di dalam sergapan Tooru.

“Sudah, lah. Memangnya kamu?”

“Aku enggak mandi juga harum, 'kan.” Tooru menjawab, perlahan mulai mengumpulkan nyawanya untuk bersiap bangun yang dalam hitungan kasarnya, waktunya bermalas-malasan sisa 4 menit lagi.

“Hueh. Dusta.”

“Hei!” protes Tooru, kini sudah bangun sepenuhnya lalu melonggarkan pelukannya pada Koushi. Suaminya sendiri sudah bersiap untuk menyeretnya turun dari ranjang. Ketika Koushi sudah duduk di ranjang dan bersiap menariknya, Tooru berujar lagi, “Satu kecup baru aku semangat.”

“Tidak percaya. Suamiku penipu.”

“Oke, dua.”

“Makin menipu ini.”

Tooru mengerang sementara Koushi tertawa lalu dengan buru-buru turun dari kasur dan membubuhkan satu kecupan di bibir Tooru. Lalu buru-buru berlari ke dapur sebelum Tooru mampu memproses semuanya, karena biasanya Koushi pelit sekali.

“Ada bonus kalau segera bangun dan pergi sarapan!” teriak Koushi dari dapur.

Padahal, bukan kecupan yang buat Tooru semangat menjalani akhir pekannya.

┉┅━━━━━━━━━

© fluctuius.

— 30 Days OTP Challenge Day 17 —

┉┅━━━━━━━━━

Ketika semua orang bilang bahwa seorang Atsumu Miya akan memperlakukan kekasihnya dengan cara paling baik yang bisa ia lakukan, maka semua orang salah.

Shoyo bisa membuktikannya.

Ketika ia yang berstatus sebagai kekasih dari pemuda itu, bukan ia yang mendapatkan kasih sayang yang seharusnya ia dapat. Tetapi, orang lain lah yang mendapatkannya. Ketika seharusnya dirinya yang diajak makan malam, malah orang lain yang berada di sana. Ketika seharusnya ia yang dipuja dalam setiap hembusan napas Atsumu, lagi-lagi bukanlah ia orangnya.

Shoyo bukanlah siapa-siapa.

Dulu memang benar, di masa manis mereka ketika belum ada suatu penghubung apapun di antara keduanya, Atsumu memperlakukannya begitu baiknya. Mulutnya manis. Memuja Shoyo adalah pekerjaan nomor satunya di kala itu. Semuanya masih sama ketika hubungan mereka seumur jagung. Lantas, kandas begitu saja ketika suatu hari Atsumu berhenti memberikannya perhatian yang seperti biasa.

Kadang, Shoyo bertanya-tanya. Apakah ia melakukan kesalahan atau tidak. Apakah ia tidak memberikan timbal balik yang pantas atas segala perilaku Atsumu padanya. Atau apa. Shoyo tidak tahu.

Shoyo benar-benar tidak tahu.

Jadi, ketika Atsumu lebih banyak menghabiskan waktu bersama Shinsuke yang kini mendapatkan segala dunianya, Shoyo lebih memilih mundur teratur bersembunyi pada bayang-bayang.

Tidak berharap Atsumu akan mengulurkan tangannya—karena Shoyo tahu, untuk meliriknya saja Atsumu tidak akan sudi.

“Shoyo— betul Shoyo?

Shoyo membalik tubuhnya begitu namanya disebut, langsung ditangkap matanya sosok yang sangat mirip (copy paste) dengan wajah kekasihnya—yang sebenarnya Shoyo tidak tahu apakah sekarang orang itu masih kekasihnya atau bukan.

“Halo, Osamu-san.”

“Kenapa sendirian di sini? Seingatku tadi Atsumu pamit untuk ber— oh.” Suara Osamu menghilang di ujung kalimat ketika menyadari pertanyaannya sendiri sementara Shoyo tertawa.

“Nanti aku hajar brengsek satu itu.” Osamu berucap sekali lagi sebelum mengusak rambut oranye Shoyo. “Bagaimana kalau sekarang kamu temani aku pergi membeli beberapa bahan untuk membuat onigiri?”

Shoyo terlihat menimang-nimang tawaran Osamu. Lumayan. Lagipula, ia sedang galau.

“Setelahnya kita mampir ke kedai dan aku buatkan onigiri khusus untukmu.”

Dengan cepat, Shoyo mengangguk lalu berdiri dari tempatnya duduk dan berjalan beriringan keluar dari kafe tempatnya sedang menguntit (yah, terdengar payah) Atsumu sore itu.

“Osamu-san?” panggilnya.

“Ya?”

“Tolong titip satu pukulan untuk Atsumu.”

Osamu tertawa sebelum mengusak rambut Shoyo lagi.

┉┅━━━━━━━━━

© fluctuius.

[ seungchan minifict based on prompt by seungchaniverse ]

┉┅━━━━━━━━━

“Kak! Maaf banget!” Byungchan berseru panik setelah dirinya menabrak seseorang dan melihat pin berwarna biru di dada laki-laki yang ditabrak. “Enggak sengaja! Maaf banget, Kak! Aku enggak maksud!” panik Byungchan seraya menyerahkan gelas yang isinya sudah kosong ke Eunwoo yang menatap Byungchan kasihan. Baru juga satu minggu sejak mereka selesai MPLS, Byungchan sudah buat masalah dengan kakak kelas.

“Enggak apa. Serius, enggak apa.” Si kakak kelas tidak kalah panik karena Byungchan yang panik sendiri. “Dek, serius enggak apa ini, kalem dong, jangan panik.”

“Kak, ini enggak tertolong lagi seragamnya, mau pakai seragam cadangan aku aja?”

Si kakak kelas mengangguk lalu dengan cepat Byungchan menyeretnya seraya berucap ke Eunwoo, “Kamu ke kelas duluan aja yaaaaa!”

Dengan cekatan (masih dengan gelagat agak panik) Byungchan menyeret si kakak kelas menuju toilet terdekat lalu memintanya diam di sana sementara kaki jenjangnya dibawa berlari menuju loker miliknya untuk mengambil seragam cadangan miliknya yang syukurlah selalu berada di sana karena belum pernah digunakan karena sebelumnya Byungchan tidak pernah mengalami insiden seperti ini.

“Yang basah masukin aja ke sini, Kak. Nanti aku cuci baru balikin, enggak ada penolakan ya! Aku merasa bersalah banget ini,” ujarnya seraya menyerahkan kantung kresek berwarna putih (tidak bening) ke si kakak kelas ketika dirinya sudah kembali ke toilet.

“Nama kamu siapa?”

“Byungchan, Kak,” jawabnya ragu-ragu. “Kak jangan dendam sama aku ya, huhu, tolong banget aku baru satu minggu di sini masa di-bully huhu.”

“Aku Seungwoo,” ucap si kakak kelas seraya membuka kancing seragam sekolahnya lalu tertawa. “Enggak lah, kamu juga enggak sengaja. Lain hal kalau kamu sengaja.”

Byungchan menghela napasnya lega lalu mengangkat pandangannya dari lantai memandang Seungwoo yang sudah melepaskan seragamnya dan lapisan dalamnya yang turut basah terkena siraman es teh milik Byungchan yang bahkan belum diminum satu teguk.

Wajah Byungchan langsung memanas sehingga dengan paniknya lagi ia berbalik untuk tidak melihat pemandangan di depannya.

Badannya bagus banget.

“Dek?”

“I-iya? A—aku enggak liat apa-apa kok!” paniknya

Seungwoo tertawa lagi. “Apanya? Ini sudah selesai.”

Berbalik lagi Byungchan ke arah Seungwoo. “Untung badan kita kayaknya seukuran, ya,” ucapnya menghela napas lalu menerima uluran kantung kresek putih dari Seungwoo, karena Byungchan berjanji akan mencuci seragamnya untuk Seungwoo.

“Nanti aku balikin ya, Kak. Sampai ketemu lagi,” cengirnya canggung.

Satu tangan Seungwoo mendarat di kepala Byungchan, “Mau ketemu tapi enggak balikin baju, aku juga mau kok.” Lalu tertawa dan melangkah keluar toilet. “Duluan ya, Byungchan. Aku guru killer, nih.”

Sementara, Byungchan yang ditinggal di toilet menatap bingung punggung Seungwoo yang semakin jauh lalu menghilang dari pandangannya.

Maksudnya apa?

┉┅━━━━━━━━━

catatan kecil: di semesta ini, tempat seungwoo dan byungchan bersekolah setiap siswa diwajibkan memakai pin untuk menunjukkan identitas mereka duduk di bangku kelas berapa. pink untuk kelas 10. (Byungchan yang ini). hijau untuk kelas 11. biru untuk kelas 12. (Seungwoo yang ini).

┉┅━━━━━━━━━

© fluctuius. [ seyra – selmriie on twt ]

[ a seungchan minifict, prompt by: seungchaniverse ]

┉┅━━━━━━━━━

Pernah sekali Wooseok bilang bahwa yang paling parah dalam hal percintaan di antara mereka berlima adalah Seungwoo.

Mendengar pernyataan Wooseok kala itu, Byungchan tertawa hebat, turut menggoda Seungwoo yang wajahnya memerah sampai telinga karena digoda teman-temannya.

“Byungchan 'kan juga belum punya pacar!” protes Seungwoo saat itu. Memang benar, Seungyoun sudah berkencan dengan Sejin sejak awal kuliah, Wooseok dan Jinhyuk sendiri sudah menjalin kasih sejak duduk di bangku putih abu-abu. Tinggal dirinya sendiri dan Byungchan yang belum memiliki kabar perihal gandengan.

“Beda laaaah!” protes Byungchan balik. “Seenggaknya ya, aku enggak desperate kayak Kakak yang selalu curhat soal gebetan gini,” ledeknya.

Jinhyuk berdecak sementara Seungyoun tertawa.

“Byungchan ternyata enggak kalah tololnya.”

┉┅━━━━━━━━━

“Byungchan, kalau gue bilang gebetan gue selama ini tuh lo gimana?”

Ucapan kedua Wooseok kala itu tidak sepenuhnya salah.

Secara tolol-nya, dia yang ke mana-mana dan kalau ada apa-apa selalu bareng sama Seungwoo tuh enggak sadar kalau dia adalah gebetan yang selama ini dimaksud oleh Seungwoo.

“Wah, Kak, kayaknya lo beneran desperate banget sama gebetan lo ya? Sampai gini ke gue?”

Adalah ucapan Byungchan malam ini ketika Seungwoo mengantarnya pulang sesudah acara kumpul-kumpul mereka karena Seungyoun baru saja dipromosikan jabatannya (senang sekali mendengar mereka masih bersahabat bahkan setelah semuanya memiliki pekerjaan masing-masing).

Sepenangkap Byungchan, setiap Seungwoo bercerita (dengan kejunya) perihal si pemikat hati Kakak tertua di antara lingkaran pertemanan mereka ini orangnya ceria, kalau senyum manis, orangnya enggak peduli pendapat orang lain soal dirinya karena menurutnya apa yang ada di dirinya itu urusan dirinya sendiri, percaya diri, baik, dan segala macam hal positif lainnya.

Byungchan yang enggak merasa dirinya kayak begitu tentu saja bingung abis kenapa malam ini ketika Seungwoo mengantarnya pulang kembali ke apartment-nya, pengakuan ini didapatnya. Karena, segala hal yang diceritakan Seungwoo (setidaknya menurut Byungchan) sangatlah bukan dirinya.

“Kapan aku ngaco, coba?”

Langkah keduanya berhenti di depan unit milik Byungchan, sebelum masuk ke dalam unit-nya Byungchan menatap Seungwoo lurus di matanya, “Kenapa bisa?”

“Kalau ditanya kenapa, gue bingung jawabnya, serius.” Seungwoo mengusap tengkuknya canggung, tinggi keduanya yang hampir sama membuat wajah keduanya bertatapan secara langsung tanpa perlu mendongak ataupun menunduk.

“Tapi, gue jelas tau gue kenapa ketika jantung gue ribut banget perihal mau ngomong gue antar lo pulang atau setiap duduk di sebelah lo ketika kita ngumpul sama yang lain.”

“Kak—”

“Gue jelas tau, sih—” Seungwoo menjeda kalimatnya setelah memotong ucapan Byungchan, “—kalau gue jatuh cinta sama lo.”

“Gue selalu menikmati waktu di mana ketika kita cuman berdua sewaktu jalan pulang ke kosan setelah ngumpul.” Seungwoo menyambung. “Secara umum, sebenarnya setiap langkah yang gue ambil bareng sama lo selalu jadi hal kesukaan gue.”

“Kak, aku tolol ya?”

Seungwoo tertawa, “Enggak.” Seungwoo melangkah maju sedikit, “Kalau kata Wooseok, memang paling payah aja dalam percintaan.”

Giliran Byungchan yang tertawa walau sedetik kemudian bungkam karena terkejut ketika bibir Seungwoo menyentuh sisi bibirnya lembut dan diakhiri dengan seringai (yang mau Byungchan cubit bibir Seungwoo saat itu).

“Kalau gitu, gue balik ya.”

Byungchan yang masih mematung karena otaknya berusaha memproses segala kejadian yang begitu cepat terjadi hari ini pengakuan dan ciuman itu hanya dapat mengangguk dengan tatapan kosong.

“Kak.” Byungchan memanggil ketika Seungwoo sudah berbalik untuk kembali ke dalam lift agar membawanya turun menuju lobby apartment.

“Ya?” sahut Seungwoo seraya berbalik.

“Besok giliran gue yang antar lo pulang ya. Biar gue tau juga rasanya jantung diskoan waktu nganter pulang gebetan.”

Benar kata Wooseok. Baik Byungchan maupun Seungwoo, keduanya sama-sama yang paling payah dalam percintaan.

┉┅━━━━━━━━━

© fluctuius [ seyra — selmriie on twt ]

— 30 Days OTP Challenge Day 16 —

┉┅━━━━━━━━━

“Lama banget!”

Kiyoomi memutar bola matanya sebelum berujar, “Sekarang bahkan belum jam untuk tukar jaga, Atsumu.”

Cengiran yang menurut Kiyoomi menyebalkan dipatri di wajah Atsumu.

“Mau cepat-cepat ketemu kasur! Ngantuk!” Atsumu membereskan segala macam benda miliknya lalu membiarkan Kiyoomi duduk (setelah melakukan prosedur panjang tentang kebersihan) di tempatnya tadi sementara dia menyengir seraya berucap, “Semoga jaganya enggak bau, ya!” Lalu pergi begitu saja dari IGD.

Kiyoomi mendecak sebal, malas banget kalau jaganya tiba-tiba kedatangan pasien banyak banget dan tempatnya jaga langsung serame festival peringatan ulang tahun kota. Dan ucapan Atsumu biasanya membuahkan doa yang dikabulkan, buru-buru Kiyoomi mengajak iship di sana untuk berdoa yang lain, misalnya semoga malam ini semua orang sehat selalu.

Sayangnya, doa itu terkabul kalah cepat dengan doa Atsumu. Baru sekitar dua puluh menit sejak mengaminkan doa bersama anak iship yang jaga bersamanya malam itu, pintu ruangan terbuka dan kasur sudah mulai dipenuhi orang.

“Dokter Ushijima!”

Ketika sedang kewalahan, si anak iship (seingat Kiyoomi namanya Shoyo) meneriakkan nama yang familiar di telinganya. Shoyo langsung memasang wajah penuh syukur sementara Kiyoomi menghela napasnya diam-diam seraya lanjut memeriksa pasien lainnya. Dokter Ushijima Wakatoshi merupakan dokter spesialis bedah di rumah sakit ini sementara Kiyoomi sendiri masih berstatus sebagai dokter umum.

“Di sini bagaimana?” tanya Wakatoshi, menghampiri bed terakhir yang Kiyoomi periksa sementara bed lain sudah ditangani oleh nurse dan Shoyo.

“Perlu operasi, sepertinya.”

“Kalau begitu cepat.”

Ruangan kembali sibuk sementara pasien di bed terakhir dibawa ke dalam ruang operasi sementara Wakatoshi sendiri sedang bersiap-siap untuk melakukan operasi dan berbincang dengan cepat kepada beberapa perawat di sana sementara Kiyoomi menghela napasnya, agak lelah.

“Dokter Sakusa?”

“Ya dok?”

“Temani saya operasi. Sekarang.”

Kiyoomi tidak mengerti kenapa. Bukankah seharusnya ada beberapa dokter lain yang bisa diajak ke dalam ruang operasi?

“Dokter Sugawara sedang melakukan visite di rumah sakit xx, hanya ada kamu sekarang. Ayo cepat.”

Mau tidak mau Kiyoomi dengan cepat menyiapkan dirinya sendiri dan ikut melangkah masuk ke dalam ruang operasi bersama dokter senior di rumah sakit tempatnya jaga sekarang. Operasi bersama Dokter Ushijima memang sudah biasa, bahkan mungkin sudah banyak dokter lain yang turut ikut, mahasiswa/i koas juga.

Namun, Kiyoomi tidak mengerti kenapa besoknya semua orang heboh berkata padanya.

“Cie yang operasi bareng.”

┉┅━━━━━━━━━

maaf, jika ada kesalahan atau bagaimana, mohon untuk diberitahu saja biar saya bisa perbaiki.

┉┅━━━━━━━━━

© fluctuius.

— 30 Days OTP Challenge Day 15 —

┉┅━━━━━━━━━

Jika ditanya kenapa Seijuro lebih menyukai berdiam diri di rumah daripada pergi mengurusi perusahaannya, dengan yakin Daiki akan menjawab “Apa lagi selain mengurus Tetsuya?”.

Dibilang budak cinta, rasanya juga tidak pantas karena kata Ryota ini hal normal yang dilakukan oleh pasangan jika pasangannya yang lain sakit. Dikatakan Tetsuya manja pun sebenarnya tidak karena dia tidak pernah meminta Seijuro meninggalkan pekerjaannya untuk mengurusi dirinya yang sedang sakit. Apalagi, sakitnya hanya ringan, kadang sekadar flu atau demam biasa.

Tapi, Seijuro luar biasa ributnya.

“Demamnya sudah turun?” tanya Seijuro seraya melangkah masuk ke dalam kamar tidur Tetsuya (apartment ini punya tiga kamar, jangan tanya kenapa mereka memutuskan berpisah kamar) dan berjalan mendekat ke sisi ranjang.

“Iya. Sudah tidak pusing juga.”

Seijuro tersenyum tipis yang mana jarang-jarang dilakukannya, Ryota sangat ribut perihal senyuman Seijuro ketika Tetsuya pada akhirnya menerima pernyataan cinta Seijuro malam itu. Padahal, seingat Seijuro ia memang sering tersenyum, kok.

“Bagus.” Seijuro merapikan rambut yang menutupi mata Tetsuya. “Mau libur lebih lama lagi? Biar aku bilang ke kantormu.”

Tetsuya menggeleng, “Tidak, ah. Lusa juga sepertinya aku sudah bisa beraktifitas lagi.”

Helaan napas keluar dari kedua belah bibir Seijuro sebelum tubuhnya dibawa masuk ke dalam selimut Tetsuya. Dengan senang hati Tetsuya membiarkan kekasihnya naik ke kasurnya sehingga ia bergeser sedikit untuk memberi Seijuro tempat.

“Padahal, aku sudah bilang kamu tidak usah kerja. Uangku lebih dari cukup untuk menghidupi kita berdua.” Seijuro menarik Tetsuya ke dalam pelukan. “Dan Nigou tentu saja.”

“Dan hanya Sei yang bekerja? Oh, tidak. Terima kasih.” Tetsuya menjawab cepat. Membuat Seijuro terkekeh pelan. “Aku tidak mau menjadi beban.”

“Siapa yang bilang begitu?”

“... Tidak ada.”

“Kalau begitu, Tetsuya bukan beban.”

Tetsuya menyamankan posisinya di pelukan Seijuro, sebenarnya ia ingin protes karena takut Seijuro tertular demamnya, tapi Seijuro tidak mengenal apa itu penolakan di dalam hidupnya (yang mana Tetsuya ingin mengerjainya dengan cara menolak pernyataan cinta Seijuro, tapi tidak sampai hati).

“Tapi, enggak apa sih.” Seijuro berujar lagi, menaruh dagunya di atas kepala Tetsuya. “Aku suka orang pekerja keras,” lanjutnya.

“Orang pekerja keras atau aku?”

“Orang pekerja keras yang namanya Kuroko Tetsuya.”

Tetsuya tertawa, “Kamu enggak cocok gombal.”

“Hargai aku, dong.”

Lagi, Tetsuya tertawa. Keberadaan Seijuro selalu membuatnya hangat, membuatnya semangat, Seijuro seperti vitamin pribadinya. Hanya milik Kuroko Tetsuya.

Setidaknya, sekarang semua orang mengerti mengapa Seijuro lebih memilih Tetsuya daripada pekerjaannya.

┉┅━━━━━━━━━

© fluctuius.