fluctuius

i leave my thoughts here.

“Do you ever love me?”

Jiwa Serenata memperhatikan bagaimana obsidianmu bergetar dalam ragu.

Sehingga ia mencoba meraih dirimu dengan melangkah kepadamu dengan tangan yang dicoba untuk diulur meraih milikmu.

Akan tetapi, kamu pun memilih melangkah mundur menjauhinya, coba hindari bagaimana Jiwa Serenata tengah coba meraih dirimu.

“Juwan?”

“Seren.”

Kali ini Jiwa Serenata bergeming lagi pada tempat kedua kakinya berpijak.

“Do you ever love me, Seren?”

“Semuanya.”

Jiwa Serenata bergeming di tempatnya, menatap air wajahmu yang mengeruh, yang bukan seperti dirimu biasanya—meskipun seacak-acakan apapun isi kepalamu.

14 Februari 2022

“Sekarang aku yang enggak mengerti maksud kamu, Juwan.”

Jiwa Serenata tidak berminat memangkas sedikit pun jarak di antara kalian sekarang ini. Ia tengah meniti setiap ekspresimu, menghitung kerutan pada keningnya, juga memperhatikan bagaimana postur tubuhnya yang berubah.

“Mengerti soal apa sih?”

Jiwa Serenata menatapmu dengan kerutan di keningnya. Jelas, tidak mengerti tentang kamu dan segala ribut di dalam kepalamu.

“Aku enggak pernah mengerti kamu.”

14 Februari 2022

Jiwa Serenata menghentikan langkahnya sehingga kali ini kamu harus berbalik untuk menatapnya yang tertinggal di belakangmu.

Jiwa Serenata yang lahir di musim panas jelas punya caranya sendiri dalam menekuni sesuatu.

10 Februari 2022

Caranya dalam menekuni sesuatu cukup unik. Buat kamu sanggup habiskan berpuluh-puluh menit pandangi Jiwa Serenata yang tengah belajar di hadapanmu.

Rutin kalian adalah setiap kali Jiwa Serenata akhirnya bebas dari jadwal les tingkat akhirnya, maka kamu akan habiskan waktu di ruang tamu rumahnya untuk pandangi Jiwa Serenata yang sibuk ketuk-ketukkan pulpen ke pelipisnya.

“Kalau capek, berhenti dulu,” tegurmu.

Jawabannya adalah tawa yang meluncur kemudian senyuman tipis di ujung tawa tersebut dan kalimat, “kamu kali yang capek, aku sih masih sanggup.”

Maka selanjutnya Jiwa Serenata akan biarkan kamu habiskan waktu pandangi dirinya dengan seribu pertanyaan di benakmu.

Memangnya, kamu akan sampai di titik capai kah dengan dirinya?


Jiwa Serenata yang lahir di musim panas jelas punya caranya sendiri dalam mengagumi sesuatu.

11 Februari 2022

Caranya dalam mengagumi sesuatu cukup unik. Buat kamu sanggup melangkah ribuan banyaknya untuk mengekorinya berkeliling galeri yang penuh dengan tanda tanya bagimu.

Rutin kalian adalah Jiwa Serenata tidak akan banyak bicara dalam setiap petualangan kalian, alih-alih kamu yang akan lebih banyak buka mulut untuk bercerita tentang semua hal padanya, dimulai dari fakta—hingga yang hanya kamu buat-buat untuk mendengar tawanya.

“Kalau yang ini maksudnya apa?” tanyamu, menunjuk satu lukisan yang belum pernah kamu lihat sebelumnya.

Jawabannya adalah sebuah senyuman dan penjelasan, “kalau yang ini—” yang dengan senang hati kamu dengarkan celotehnya sepanjang acara jalan-jalan itu.

Maka selanjutnya, Jiwa Serenata akan biarkan kamu mendengarkan dirinya sepanjang hari dengan seribu pertanyaan di benakmu.

Memangnya, setelah ini apakah ia akan kembali diam dan telan semua bicaranya seperti biasa?


Jiwa Serenata yang lahir di musim panas jelas punya seleranya sendiri dalam bermusik.

12 Februari 2022

Caranya dalam menikmati musik persis seperti namanya—dengan jiwanya. Buat kamu sanggup lewatkan bermalam-malam menikmati alunan musik yang seolah-olah sudah menjadi bagian dari dirinya.

Rutin kalian adalah Jiwa Serenata akan memberikan segudang rekomendasi kafe-kafe maupun resto yang akan menampilkan live music, sama seperti Februari yang lalu ketika pertama kali kamu mengenal Jiwa Serenata sebagai penutur melodi di sore hari. Kamu akan berdiri di sampingnya menikmati bagaimana Jiwa Serenata sesekali akan bersenandung mengikuti alunan lagu yang mengudara isi setiap atmosfir.

“Aku penasaran deh, kalau live music kayak gini, kalau jazz gimana ya?”

Jawabannya adalah sebuah tolehan melalui pundaknya dan kalimat, “yuk nanti aku kasih lihat.”

Maka selanjutnya Jiwa Serenata akan biarkan kamu menikmati musik yang belum pernah kamu kenal sebelumnya sementara ia sudah merasuk dan berkawan baik dengan setiap bagian lagu tersebut dan lagi-lagi kamu akan miliki seribu pertanyaan di benakmu.

Memangnya, apabila musik ini bukan bagian dari dirinya, mungkinkah caramu mencintainya akan tetap sama?


Jiwa Serenata yang lahir di musim panas jelas punya pilihannya sendiri dalam memilih rasa es krim di malam hari.

13 Februari 2022

Caranya dalam merunduk untuk perhatikan etalase kaca di hadapannya adalah seperti ia dihadapkan pada pilihan paling rumit di dunia ini. Buat kamu yang sudah memilih akan berdiri di sisinya dan memperhatikan bagaimana ia menimang-nimang antara setiap rasa yang dipajang di sana.

Rutin kalian adalah Jiwa Serenata akan memilih sebuah rasa—pada akhirnya, kemudian kalian akan duduk di halte bus untuk menikmati kudapan dingin tersebut, bahkan apabila angin malam buat tubuh bergidik karena dinginnya menyapa kulit kalian. Kamu akan menyantap es krim-mu sementara Jiwa Serenata akan sesekali menyendok miliknya ke dalam gelasmu agar kamu juga bisa menyicip apa yang dipilihnya.

“Kenapa kamu selalu lama memilih, tapi yang kamu pesan selalu Stroberi?” tanyamu.

Jawabannya adalah sebuah senyuman yang kemudian sendok es krim itu digigit sebelum ia menjawab dengan kalimat, “karena kamu pada akhirnya juga selalu pilih rasa coklat.”

Maka selanjutnya Jiwa Serenata akan biarkan kamu menyantap habis es krim milikmu, sementara ia akan habiskan miliknya setelah itu, dan kali ini kamu buat konklusi dari seribu pertanyaan yang muncul di benakmu.

Memangnya, kenalkah kamu dengan Jiwa Serenata dan caranya mencintaimu tanpa kata seperti ini?

Jiwa Serenata adalah sebaik-baiknya teka-teki manusia yang tidak pernah bisa kamu pecahkan.

01 Februari 2022

Dan kalau kamu perhatikan lamat-lamat setiap pergerakannya, kamu akhirnya akan menyadari bahwa pria itu punya kebiasaan untuk mengerucutkan bibirnya setiap kali berfokus pada sesuatu.

Itu yang kamu lihat ketika ia berusaha mengancingkan kunci pengaman pada pelindung kepalanya. Yang kemudian tanganmu berbaik hati terulur untuk membantunya, yang buat senyuman kecil dikulum oleh Jiwa Serenata.

Tidak ada kata terima kasih yang mengudara, tapi kamu tahu pria itu berterima kasih dari caranya memeluk pinggangmu dengan erat selama perjalanan pulang.


Jiwa Serenata adalah sebaik-baiknya kumpulan kerlap-kerlip lampu malam hari yang bisa kamu lihat melalui binar matanya.

02 Februari 2022

Dan kalau kamu perhatikan lamat-lamat setiap kerjap matanya, kamu akhirnya akan menyadari bahwa manik hazelnut manis itu selalu miliki binar yang berbeda setiap kali ia menatap pada titik tertentu.

Itu yang kamu lihat di malam kamu mengendarai sepeda motormu membelah jalanan malam, tidak peduli kalau besok kalian masih harus masuk sekolah. Namun, tentang bagaimana Jiwa Serenata menatap setiap kerlap-kerlip kota malam itu melalui rooftop favorit kalian, kamu perhatikan bagaimana binarnya kembali menerang di bawah langit malam.

Tidak banyak percakapan yang ditukar, kamu malam ini kembali ragu dan bertanya-tanya.

Bagaimanakah binar pada kedua manik Jiwa Serenata ketika sedang menatapmu?


Jiwa Serenata adalah sebaik-baiknya genangan air yang tenang dan hanya meriak ketika disentuh dengan hal paling lembut sekalipun.

03 Februari 2022

Dan kalau kamu perhatikan lamat-lamat, kamu akhirnya akan menyadari kalau ia bukanlah pria yang tenang perangainya, kerutan pada keningnya—juga sejuta ekspresi di wajahnya akan selalu tunjukkan apapun yang menjadi isi hatinya.

Itu yang kamu lihat ketika dayung perahu kayakmu tidak sengaja bertabrakan dengan miliknya, yang timbulkan gerik panik dan wajah yang tampilkan ekspresi takut—disusul dengan tawa ketika disadarinya bahwa kamu telah pegangi perahunya, seperti sebuah usaha minta maaf yang terucap melalui sebuah gerik yang menyatakan bahwa kamu akan pegangi ia untuk tidak jatuh.

Tidak ada protes yang meluncur terhadap hal tersebut dari bilah bibirnya. Sinar mentari sore terpa manik hazelnutnya dan ekspresi itu kembali menjadi setenang air danau yang tidak tersentuh. Kembali kamu semakin bertanya kepada dirimu.

Bagaimanakah ekspresi Jiwa Serenata setiap kali ucapkan kata cinta padanya?


Jiwa Serenata adalah sebaik-baiknya tawa anak-anak yang mengudara yang tidak pernah mengganggu sama sekali bagimu.

04 Februari 2022

Dan kalau kamu perhatikan lamat-lamat, kamu akhirnya akan menyadari bahwa pria itu akan selalu memastikan orang-orang di sekitarnya tidak terganggu dengan kegiatannya.

Itu yang kamu lihat ketika ia membuat tempat agar anak-anak lain bisa ikut memberi makan bebek di pinggir kolam. Menggeser sedikit tempat kalian agar anak-anak yang lain bisa capai bebek-bebek yang berkumpul lebih banyak daripada yang berkumpul di sekitar kaki-kaki kalian. Yang buat kamu mengulurkan makanan yang akan diberikan, kemudian dihadiahi gelengan dan senyuman olehnya seraya ia perlihatkan porsi makanan bebek yang sudah ada di dalam genggamannya, seakan-akan tidak ingin merepotkan kamu untuk membantunya memberi makan bebek-bebek tersebut.

Tidak ada rengekan ketakutan ketika bebek-bebek tersebut sentuh tangannya seperti pertama kali. Kamu rasa, ia sudah belajar mengatasi rasa takutnya agar kamu tidak perlu lagi membantunya menyingkir dari bebek-bebek tersebut. Karena itu, kamu kembali bertanya pada dirimu.

Bagaimana jika Jiwa Serenata tidak akan pernah meminta tolong kepadamu lagi setelah ini?


Dalam empat hari pertamamu di Februari keduamu bersamanya, Jiwa Serenata adalah asing bagimu, seakan empat belas hari itu bukan ruang yang cukup untuk mengenal cintanya.

Jiwa Serenata bukan seorang yang mudah kamu pahami cara kerja hidupnya.

12 November 2021

Terhitung sembilan bulan sejak Jiwa Serenata mengalun masuk ke dalam hidupmu dan kamu yang perangkap ia ke dalam hidupmu dengan serta merta.

Namun baru kali ini kamu menyadari bahwa banyak bagian dari Jiwa Serenata yang sulit dimengerti bagimu.

Jiwa Serenata bukan tipikal anak SMA biasa yang bisa kamu senangkan hanya dengan makan siang bersama di kantin sekolah. Bukan juga tipikal anak SMA yang akan secara gamblang nyatakan cemburunya dan seribu larangan lain terhadap kekasih hatinya.

Jiwa Serenata yang datang kepadamu di bawah terik mentari sore itu, terlihat jauh seperti bulan yang lebih banyak sembunyikan dirinya dalam pendar yang berbeda-beda setiap kali ia harus mengudara.

Pikirmu, Jiwa Serenata itu semudah lagu yang biasa kamu senandungkan setiap kali jalan-jalan sore dengannya. Ataupun semudah lagu yang biasa kamu senandungkan sembari bawa kedua kakinya meniti di pinggiran danau tempat kalian biasa habiskan waktu bersama di akhir pekan.

Pikirmu, Jiwa Serenata itu sama seperti banyaknya lagu yang bisa secara nyata kamu lihat maksudnya—artinya, dan seluruh yang ingin disampaikan.

Namun, dalam sembilan bulan bersamamu dengan Jiwa Serenata—melalui belasan titik yang selalu berbuah menjadi pertanyaan besar di dalam kepalamu, maka yang berujung di kepalamu adalah apakah kamu mengenal Jiwa Serenata sebagaimana kamu ingin mengenalnya di sore hari kala itu?

Dalam sembilan bulan bersamamu dengan Jiwa Serenata, kamu dapati bahwa ia bukanlah lagu yang mudah untuk kamu interpretasi maksudnya.

Dalam sembilan bulan bersamamu dengan Jiwa Serenata, kamu dapati bahwa sebetulnya kamu tidak mengenalnya sebaik itu.

Yang kemudian, cintakah Jiwa Serenata kepadamu yang tidak mengenalnya?

Kepada embun-embun yang menitik di ujung daun, Jiwa Serenata tersenyum ketika kamu menjemputnya kembali di depan rumah.

Pelindung kepala kuningmu bertengger dengan nyaman di kepalamu sementara tubuhnya sendiri dibawa sedikit merunduk supaya kamu bisa pakaikan miliknya dan dikunci dengan nyaman.

Kepada bagaimana kucing-kucing liar mengeong minta diberi makan, sepeda motormu dinyalakan untuk membelah jalanan lenggang pagi itu.

15 Februari 2021

Aku juga tidak akan percaya, kalau ada yang bilang cinta pada pandangan pertama itu eksis di dunia ini.

Maksudnya, siapa pula yang bisa tiba-tiba tahu kalau orang itu yang kamu inginkan untuk seumur hidupmu?

Namun, dari bagaimana Jiwa Serenata kamu bantu lepaskan pelindung kepalanya kemudian diperbaiki surai hitam legamnya. Mungkin, memang cinta pandangan pertama itu bisa eksis dalam cara paling lembut dalam proses menjemput cinta di penghujung hari.

Buat kalian, mungkin penghujungnya adalah hari ke-14 yang dipakai untuk rekonsiliasi terhadap perasaan-perasaan yang meletup-letup di dalam dada. Yang Jiwa Serenata analogikan seperti ada kembang api yang siap meledak kapan saja setiap kali kamu hadir di depan matanya.

Akan tetapi, yang tidak kamu ketahui adalah, bahwa Jiwa Serenata pun tidak sama sepertti orang kebanyakan.

Caranya jatuh cinta, bukanlah pada perangaimu tengilmu, bukanlah juga pada bagaimana kamu perlakukan dia selembut-lembutnya manusia bisa diperlakukan.

Caranya jatuh cinta adalah seperti bagaimana sebuah lagu ditulis. Perlahan, tanpa kesan yang langsung merujuk bahwa ia cinta padamu.

Caranya jatuh cinta adalah seperti bagaimana ia berjalan meniti di pinggiran pantai, berjingkit-jingkit di ujung jemarinya setiap kali ombak menyentuh kakinya.

Caranya jatuh cinta kepadamu adalah tentang bagaimana kamu ciptakan ruang dan waktu baginya.

14 hari.

14 hari adalah rentang yang cukup untuk Jiwa Serenata menelisik masuk ke dalam hatimu. Yang mungkin kalau-kalau ada yang bilang ini cinta monyet, alih-alih Jiwa Serenata manfaatkan 14 hari itu sebagai sebuah ruang dan waktunya untuk mengenalmu.

Maka di penghujung empat belas hari itu, uluran tanganmu disambutnya dalam sebuah genggam.

Kamu mengenal Jiwa Serenata dan caranya menjejaki hidup dalam sebuah tangga nada.

Jiwa Serenata yang kamu kenal, mungkin terkesan berbeda dari yang aku kenal. Sebab, kamu bisa menelisik lebih dalam banyak hal yang tidak ditunjukkan Jiwa Serenata ke orang-orang lain.

09 Februari 2021

Hari itu biasa saja.

Kamu menjemput Jiwa Serenata pagi-pagi di rumahnya, kemudian pergi ke sekolah dan menjalani hari seperti biasa.

Ini adalah hari ke-9 Bulan Februari dan hari ulang tahunmu.

Jiwa Serenata jelas enggak tahu-menahu soal itu. Sebab, kamu pun baru datang dalam hidupnya 9 hari kebelakang, yang datang tiba-tiba berkata bahwa kamu akan menghabiskan 14 hari bersamanya. Jiwa Serenata jelas enggak tahu-menahu kalau Februari adalah bulan yang semestinya bahagia untuk dirimu.

Baru ia ketahui ketika kamu menunggunya di depan kelas dan ia curi dengar ada yang menyapamu dan menuturkan selamat ulang tahun kepadamu.

“Kenapa enggak bilang, deh?!”

Nada bertanya Jiwa Serenata saat itu terdengar seperti tengah tidak percaya dan setengah merajuk pula, sementara kamu mengulum senyum dan menggigit pipi bagian dalam seraya tertawa setelahnya.

“Bukan sesuatu yang harus diheboh-hebohkan, soalnya. Aku juga enggak suka kejutan, jadi aku rasa setimpal aja kalau orang-orang enggak tahu.”

Sebab adalah benar, bahwa menurutmu ulang tahun hanyalah ulang tahun. Meskipun ulang tahun itu jatuh pada bulan kasih sayang sekalipun, tidak pernah ada di dalam pikiranmu untuk istimewakan tanggal tersebut—yang kemudian membawamu hidup ke dalam arus yang berjalan biasa saja.

Namun, kepada bagaimana Jiwa Serenata memaksamu mampir ke sebuah toko kue kecil, membeli kue yang tersedia di sana, dan mengajakmu mampir untuk membeli lilin ulang tahun sederhana—yang kemudian ditiupkan harapan-harapanmu dan juga doa Jiwa Serenata ke dalam padamnya api lilin tersebut, kamu temukan bahwa ulang tahunmu juga bisa terasa hangat di penghujung hari.

Kuenya berlapis terlalu banyak krim, buat Jiwa Serenata lontarkan protes karena dia merasa mual menelan begitu banyak krim.

Kuenya sekarang sudah habis setengah, sama seperti hitungan harimu bersama Jiwa Serenata.

Malam itu, kamu pandangi Jiwa Serenata seperti kamu baru mengenal cinta pertama kalinya.

Jiwa Serenata tertawa dan menatapmu balik pada obsidian milikmu dan berbisik dengan lembut, “kenapa?” tanyanya.

“Enggak,” jawabmu, “cuman penasaran aja—” kamu ulurkan tanganmu untuk rapikan anak rambut yang jatuh tutupi keningnya, “—tadi kamu berdoa apa buat aku waktu kita tiup lilin?”

“Banyak,” tawa Jiwa Serenata mengudara, “yang utama adalah, supaya kamu tetap bahagia dan sehat selalu, Juwan.”

Kamu mengenal Jiwa Serenata dan caranya menjejaki hidup dalam sebuah tangga nada.

Yang mampu hadirkan nada-nada baru pada bulan Februari yang menurutmu selalu biasa saja dan hanya jadi bagian biasa pada satu tahunmu.

Kamu mengenal Jiwa Serenata dan caranya menghembuskan hal paling baik ke dunia ini.

Yang mampu menghangatkan Bulan Februari, yang kali ini kamu nanti lagi kehadirannya tahun depan.

(“Supaya tahun depan, kita bisa ketemu Februari lagi, dan merayakan lagi dengan lebih banyak doa baik untuk Juwan.”)

Jiwa Serenata bukan tipikal anak SMA yang akan kalian temui sebagaimana Mahardika Juwantya menemukannya di suatu sore yang terik.

29 Januari 2021

Waktu itu aku duduk di bangku kelas tiga. Kegiatan ekstrakurikuler bukanlah keseharianku lagi, tetapi pulang sore itu tetap dilakukan sebab pelajaran tambahan menuju ujian akhir.

“Jeremy mau nengokin anak padus enggak?!”

Tawaran itu aku terima, toh, enggak ada salahnya menengok kabar adik kelas yang sedang sibuk latihan untuk pergi lomba. Itu mengapa sore itu aku mengekor temanku untuk pergi ke gedung ekstrakurikuler dan melongok melalui pintunya, yang disambut lambaian tangan oleh semua yang ada di sana juga sebuah sapaan meriah—termasuk oleh Jiwa Serenata.

Awalnya, aku pikir kunjungan menengok itu hanya akan jadi kunjungan biasa. Namun, mana aku tahu kalau ada seorang adik kelas yang sedang ikut mengintip karena mendengar gaduh-gaduh di ruang paduan suara ketika ia baru saja selesai latihan menari.

Sore itu, pukul lima lewat tiga puluh tujuh, Jiwa Serenata menyanyi sebagai bintang utama.

Sore itu, pukul lima lewat empat puluh, Mahardika Juwantya membisik ke arahku.

“Kak, maaf, tahu enggak kakak yang itu namanya siapa?”

Sore itu, pukul lima lewat empat puluh satu, aku belum tahu bahwa aku baru saja jadi salah satu saksi bagaimana kamu—Mahardika Juwantya—jatuh hati untuk pertama kalinya.