Blue Sky
“Aku kesepian, Rav. Aku rindu momen itu, aku rindu kita.”
“Mungkin cerita kita sudah usai sampai di sini ya. Mungkin bagimu, hadirku yang sekilas itu sudah cukup mengobati lukamu.”
“Tapi, kenapa aku tidak merasakan hal yang sama, Rav? Mengapa Tuhan berlaku tak adil dengan kita? Ah, denganku lebih tepatnya.”
“Mengapa Tuhan membiarkan rasa itu bersemayam di hatiku, tapi tidak di hatimu, Rav?”
Langit biru dengan pemandangan laut menjadi saksi bisu keluh kesah seorang Seoho. Hembusan angin yang menerpa rambut hitam pria berparas tampan itu membelainya lembut, seolah ia sedang berusaha menenangkan gusar hati Seoho.
Semburat oranye mulai terlihat di antara birunya langit namun Seoho masih belum juga beranjak dari tempatnya. Rasa hati masih enggan meninggalkan tempat penuh memori bersama Ravn, seseorang yang pernah menghangatkan hari-hari kelabunya.
5 years ago ...
Hembusan angin dingin yang lolos dari rapatnya jendela kamar apartemen Seoho membuat si pemilik lebih merapatkan tubuhnya dengan tubuh seseorang di depannya.
Sudut bibir Ravn tertarik ke atas melihat kekasihnya itu mendusel manja di pelukannya. Ia kemudian menarik tubuh Seoho merapat dengan tubuhnya sembari menaikkan selimut untuk menutupi sempurna tubuh mereka.
Hari ini adalah hari ketujuh mereka sepakat untuk tinggal bersama. Setelah melewati sengketa yang lumayan sengit, akhirnya perdebatan itu dimenangkan oleh Seoho yang memang keukeuh meminta Ravn untuk tinggal bersamanya. Bukan tanpa alasan, tetapi lelaki itu hanya tak tega melihat kekasihnya yang sudah penat karena kerjaan harus bertambah lelah karena harus pulang mengendarai mobil dengan jarak yang tidak dekat.
Ya, mereka adalah CEO dan Co-CEO perusahaan ONUS. Hubungan itulah yang mereka tunjukkan ke semua staff dan karyawan. Namun status itu akan otomatis berubah menjadi lover ketika mereka hanya berdua.
Sebuah rasa bernama cinta itu memang tak pernah mengenal siapa dan kenapa. Cinta memiliki cara unik untuk mengetuk hati siapa saja yang mengizinkannya. Seperti cara cinta mempertemukan hati dua insan tampan itu.
Atensi-atensi kecil yang diberikan satu sama lain ketika kelelahan. Kehadiran mereka ketika hanya tersisa penat di tubuh keduanya. Sebuah tepukan ringan di punggung untuk menguatkan yang tak jarang kini berubah menjadi belaian dan pelukan.
Semua rutinitas itu tanpa mereka sadari telah menjadi candu. Kini dua insan itu akan merasakan kekosongan, bahkan hanya karena netra mereka tak bertatap dalam satu jam.
Kata orang tak ada hubungan yang tak mencicipi pahitnya ujian. Mau tak mau setiap pasangan harus melewati fase menyebalkan itu. Hasil ujian tersebut akan menjadi penentu hubungan mereka. Lulus kah? Atau malah gagal? Semua itu tergantung bagaimana setiap pasangan menyikapinya. Sayangnya pilihan pertama bukanlah untuk Seoho dan Ravn.
Seorang sekretaris pribadi CEO di rekrut oleh perusahaan beberapa waktu lalu. Namanya Rina, gadis berparas cantik dengan tubuh proposional itu dalam sekejap menyita perhatian orang kantor, tak terkecuali Ravn. Rina adalah gadis yang cekatan, tak ada cela di semua tugasnya. Sikapnya yang ramah dan murah senyum berhasil mengambil hati semua orang.
Akhir-akhir ini ada kabar angin berhembus di perusahaan ONUS, 'hanya kesempurnaan Rina yang bisa bersanding dengan kesempurnaan Ravn'. Dan dari situlah terdengar desas-desus tentang hubungan mereka. Melihat dua muda-mudi itu berdiskusi dalam jarak dekat bak melihat dua orang kekasih sedang bercengkerama.
Tak ada yang tak menyetujui hubungan mereka berdua. Para staff memberikan dukungan penuh, bahkan tak jarang dari mereka terang-terang menanyakan pada Rina 'kapan tanggal nikahnya'. Sebuah pertanyaan yang selalu sukses membuat wajah manis gadis itu bersemu merah. Staff dan karyawan kantor makin gencar melancarkan aksi 'jodoh-jodohan' mereka, bahkan saat kedua korban perjodohan itu belum kunjung memberikan sebuah konfirmasi.
Hampir semua staff menunggu diresmikannya hubungan Ravn-Rina. Hampir semua staff memberikan restu dan dukungannuya. Ya, hampir. Karena di tengah panasnya isu itu, diam-diam ada hati yang juga semakin panas mendengar celotehan yang sama setiap harinya.
Firasat Seoho sudah tak nyaman sejak diumumkan akan ada sekretaris baru untuk perusahaannya. Dan sekarang semua firasatnya terbukti nyata. Semenjak Rina menjadi sekretaris pribadi Ravn, interaksi Ravn-Seoho menjadi semakin jarang terlihat. Mereka juga sudah tidak tinggal satu atap lagi, karena Ravn memutuskan untuk membeli apartemen yang berjarak tak jauh dari perusahaan.
Percikan-percikan api yang biasanya muncul di hati ketika netra mereka bertemu, sepertinya sudah tak mereka rasakan lagi. Bukan, bukan mereka. Lebih tepatnya hati Ravn, lelaki itu seperti melupakan keberadaan Seoho dan semua momen yang telah mereka lalui bersama. Seoho lelah, ia benar-benar harus segera mendapatkan kepastian untuk ini semuanya.
Tok ... tok ... tok
“Masuk!” sahut Ravn yang masih sibuk dengan dokumennya. Ia mendengar langkah kaki mendekat ke arahnya. Bukan suara sepatu high heels, berarti itu bukan Rina, sekretarisnya. Lelaki itu mendongakkan kepalanya. Manik matanya membesar melihat siapa kini yang berada di depannya. Namun, secepat kilat ia segera menormalkan kembali reaksinya.
“Ehem, ada apa, Ho? Ada sesuatu yang perlu dilaporkan?”
“Enggak. Kerjaan kantor semuanya terkendali, Rav.”
“Good job. Lalu, ada perlu apa kamu kemari?”
Deg!
Ah, sakit itu masih saja terasa sama walaupun Seoho sudah berkali-kali mendapat perlakuan seperti itu.
Aku hanya rindu, Rav
Sebuah ungkapan jujur yang sekarang ini hanya bisa Seoho katakan dalam hati. Ia hanya rindu. Rindu sapaan hangat Ravn tiap kali ia masuk ruangan itu. Rindu sambutan manis Ravn melulu sambutan pertanyaan interogasi tentang keperluan menemuinya.
“Aku ingin bicara tentang kita, Rav,” ucap Seoho pada akhirnya ketika ia sudah duduk di seberang Ravn. CEO muda itu kini benar-benar menghentikan kegiatannya. Ia menegakkan kepalanya, membuat netranya bertemu dengan manik hitam milih Seoho.
“Apa maksud kamu, Ho?”
“Aku hanya ingin memastikan ... dan meminta kepastian, Rav,” Seoho mengambil jeda sebelum ia melanjutkan perkataannya, “sebenernya ... kita ini apa?”
Hening. Mereka hanya menatap satu sama lain selama beberapa detik. Sebuah tatapan yang bisa diartikan banyak makna.
“Seharusnya kamu sudah tahu jawabannya, Ho.”
“Maksud kamu?”
Ravn membuka laci lalu mengeluarkan sebuah kotak beludru merah dari dalamnya. Ia membukanya, dan di sana terpampang cincin bermata berlian nan indah.
“Ya, desas-desus itu benar. Aku menjalin hubungan dengan Rina. Dan malam ini aku berencana melamarnya.”
“O-oh.” Hanya itu respon yang Seoho berikan. Ia sudah tak tahu lagi harus merespon bagaimana.
“Maaf, Ho.”
Seoho kali ini menelan ludah sebelum ia mengucapkan kalimat terakhirnya.
“It's okay. I think we're not meant to be together at first place. Be happy with her, Rav.“
Seoho segera membalikkan badan tanpa menunggu balasan dari Ravn. Ia meninggalkan ruangan CEO dan semua memori tentang mereka di sana. Kini semuanya sudah jelas, jawaban singkat itu sudah mewakili semuanya.
Ia tidak perlu tahu bagaimana awal mula hubungan Ravn dengan Rina terjalin. Terlalu sakit. Terlalu sakit, mengetahui bahwa hanya dirinya yang merasakan euforia itu. Terlalu sakit, mengingat bahwa ternyata eksistensi dirinya tak pernah begitu berarti untuk Ravn. Terlalu sakit mengetahui bahwa Ravn bahkan sepertinya menganggap hubungan mereka tak pernah ada.
Di ruangan CEO
Ravn merogoh saku jasnya, mengeluarkan ponsel lalu meletakkan benda pipih itu di atas meja. Manik hitamnya menerawang kosong sebuah chat room whatsapp lalu menghembuskan napas berat.
“I'm sorry, Ho.“