Garis Merah
Saat ini, Eja dan Ina tengah asik menikmati kembang api di atas rooftop hotel dengan segelas Mojito di tangan Ina dan segelas Fanta merah di tangan Eja, karena seperti yang kita tau, Eja tak minum minuman beralkohol. Sesekali Eja menatap Ina dan merasa takjub akan ciptaan tuhan satu itu. Mata Eja menelisik setiap kulit putih yang Ina pamerkan, hingga mata Eja tak sengaja melihat nipple Ina dari sela sela baju yang kancing atasnya sengaja Ina buka.
'Astaghfirullahaladzim, Eja! Mikitin apa lo?'
Setelah menyadarkan dirinya Eja kembali menatap pemandangan malam pulau Bali yang indah itu, dengan semilir angin yang begitu sejuk.
Suara dentuman musik DJ menjadi semakin riuh dengan teriakan bule-bule yang tengah berpesta merayakan malam tahun baru kali ini.
“Lima menit lagi?” Ucap Ina sambil menyesap Mojitonya. Eja yang kurang jelas mendengar ucapan Ina karena suara musik yang kencang, langsung menoleh ke arah Ina dan memasang wajah bertanya apa yang Ina katakan sebelumnya.
Bukannya jawaban untuk mengulang kata-katanya, Ina justru menggeleng dan menatap Eja dengan senyum manis di wajahnya. Sungguh, sungguh berdebar jantung Eja saat melihat senyuman manis itu. Bahkan tangannya yang memegang gelas fanta pun seolah-olah kaku di buat olehnya.
Ina mendekatkan dirinya pada Eja, menarih gelas Mojitonya diatas meja dan menyandarkan kepalanya pada pundak Eja, menatap betapa indahnya kembang api dari atas sana. Eja hanya terdiam kaku, karena jujur saja jantungnya masih tak berhenti goyang dumang. Getaran pada perutnya semakin amburadul saat Ina memeluk lengannya dengan erat.
Pikiran Eja kembali tersadar dengan rencananya untuk menyatakan cinta pada Ina malam ini, tepat saat malam pergantian tahun. Eja langsung melihat jam tangannya dan jarum panjangnya sebentar lagi menunjukan pukul 12.00. Eja menghembuskan nafasnya kasar dan meyakinkan dirinya kembali.
'Bismillahirrahmanirrahim, Ina jadi pacar gue malem ini' Batin Eja sebelum ia kembali menatap Ina yang masih asik bersandar pada lengan kirinya.
“Ina..”
“Eja..”
Panggil mereka bersamaan, dan saling menatap manik yang saling berbicara.
“Lo duluan deh ja,” Ucap Ina.
Eja melepaskan kacamatanya, menyimpannya di saku. Menarik nafasnya panjang. Meletakan gelas Fantanya di meja dan kembali menatap Ina.
“Ina...” Panggil Eja kembali, dan langsung meraih kedua tangan Ina dan menggenggamnya erat.
“Bismillahirrahmanirrahim, atas izin Allah, malam ini Eja ingin menyatakan bahwa Eja telah jatuh cinta kepada Ina, jatuh sejatuhnya. Eja ingin menjaga Ina, Eja ingin menunjukkan sebagian dari hidup Eja kepada Ina, Eja juga ingin memeluk Ina dikala Ina kedinginan, Eja yang selalu Ina bisa andalkan dikala Ina kesusahan. Sekali lagi, atas nama Allah izinkan Eja memiliki Ina sebagai kekasih Eja, ikut berjalan di jalan setapak kehidupan Eja kedepannya. Jika Ina berkenan, tolong berikanlah kesempatan itu untuk Eja. Jadi, teruntuk kamu, Tjokorda Khrisna Maheswara, putra pertama dari pasangan Tjokorda Agung Raka Sriwijaya dan Tjokorda Istri Kemala Maharani, maukah engkau menjadi kekasih saya malam ini?” Jantung Eja benar benar berdetak kencang saat ia selesai mengucapkan, hal itu. Ina masih terdiam membeku, seolah-olah ia menunggu sesuatu hingga suara teriakan menginterupsi mereka.
“Five...”
“Four...”
“Three...”
“Two...”
“One...”
“HAPPY NEW YEAR!!!!”
Suara ratusan kembang api langsung membuncah diudara, Eja yang masih menggenggam erat tangan Ina perlahan mulai meneteskan air matanya. 'Apakah ini artinya Ina menolaknya?' Batin Eja. Wajah Eja tertunduk, tetapi suara musik yang semula kencang, mendadak berubah menjadi suara musik yang melow.
NP: Justin Bieber – Lifetime
Ina mengangkat wajah Eja, menghapus air matanya yang mebasahi pipi Eja dengan ibu jarinya.
“Hey, kenapa nangis?” Tanya Ina yang masih mengelus pipi tembam milik Eja dengan jari jemari lentiknya.
“Ina nolak Eja kan? Maaf ya kalo Eja belum pantes—”
“Hey, gue belum jawab ja.” Ucap Ina dan berhenti mengelus pipinya, kini Ina menatap manik Eja yang sudah sembam itu dengan senyuman yang begitu manis, membuat jantung Eja kembali bergetar.
“Jadi??” Tanya Eja untuk memastikannya kembali. Bukan sebuah jawaban kata-kata yang Eja terima.
Ina meraih tengkuk Eja, membawanya sedikit menunduk dengan kakinya yang sedikit menjinjit. Ina semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Eja, mengikis jarak kedua bibir itu hingga saat nafas Eja Ina bisa rasakan, disitulah Ina membisikan jawabannya.
“Iya, aku terima. Aku mau jadi pacar kamu.” Jawabnya dan langsung mencium bibir Eja. Bule-bule yang menyaksikan hal itu langsung bersorak sorai ikut berbahagia melihat kedua pasangan yang tengah jatuh cinta itu.
Jantung Eja benar benar sudah tak karuan, kupu-kupu di perutnya sudah berantakan. Perasaan meletup-letup bak kembang api memenuhi tubuhnya.
Ejapun menarik tengkuk Ina dan menciumnya semakin dalam. Melumat setiap inchi kulit bibir Ina yang begitu manis yang candu.
Bagaikan dunia milik berdua, mereka tetap berciuman hingga perlahan para tamu disana mulai mengabaikan mereka.
“Mppphhhh Ina, kayaknya Eja sange.” Seketika itu juga Ina langsung melepaskan ciumannya dan tertawa garing melihat reaksi Eja yang polos itu. Dengan seduktif, Ina mendekatkan dirinya pada telinga Eja membisikan sesuatu yang membuat bulu kuduk Eja langsung merinding.
“Ejahh..” Ucap Ina sembari menyentuh dada bidang Eja.
“Malam inih, ayo kita ngewe, sampe pagi. Gimanah?? Hmm??” Bisik Ina seduktif, benar benar kepalang Eja langsung merinding mendengar ajakan Ina. Eja hanya mengangguk saja, seberti bayi lima tahun yang ditawari permen coklat.
“Tapi, Eja mau sesuatu dulu dari Ina sebelum itu.” Pinta Eja pada Ina.
Inapun menjaukan wajahnya, mentap Eja dengan wajah yang kebingungan.
“Eja mau apa?” Tanya Ina. Eja tak menjawab, ia langsung menggerogoh saku celannya mengambil sebuah spidol merah yang ia bawa sedari tadi. Ina semakin kebingungan, apa yang akan dilakukan kekasihnya itu dengan spidol merah tersebut.
Eja tersenyum singkat menatap Ina sebelum ia meraih tangan kanan Ina, menggambarkan garis merah pada jari telunjuk Ina dengan spidol merah permanen itu.
“Garis merah ini, tanda kepemilikan Eja. Artinya, mulai malam ini sampai seterusnya, Ina bakalan tetep jadi milik Eja. Cuma Eja yang boleh sentuh Ina dan sayang sama Ina. Pokoknya, kalo sampe ada yang nyakitin milik Eja, Eja bakal hukum orangnya. Eja bakal jaga Ina sampe cuma kematian yang misahin Eja sama Ina.” Ucap Eja tersenyum menatap manik terang Ina.
“Jadi, malem ini Eja bisa puas nyentuh Ina karena Ina udah sah jadi milik Eja.” Sambung Eja dan mencium jari jemari Ina. Ina hanya tersenyum melihat tingkah kekasihnya itu.
Eja benar-benar berbeda dari mantan Ina sebelumnya. Eja selalu memperlakukan dirinya sebagai seorang pangeran. Dan entah mengapa kali ini Ina benar-benar ingin memperjuangkan Eja, walau badai menghadang, walau ia harus melawan restu, yang terpenting ia bisa hidup berdua dengan Eja selamanya dan hanya kematian yang bisa memisahkan mereka seperti janji Eja tadi.