HeavenKyoong

image

Saat ini, Eja dan Ina tengah asik menikmati kembang api di atas rooftop hotel dengan segelas Mojito di tangan Ina dan segelas Fanta merah di tangan Eja, karena seperti yang kita tau, Eja tak minum minuman beralkohol. Sesekali Eja menatap Ina dan merasa takjub akan ciptaan tuhan satu itu. Mata Eja menelisik setiap kulit putih yang Ina pamerkan, hingga mata Eja tak sengaja melihat nipple Ina dari sela sela baju yang kancing atasnya sengaja Ina buka.

'Astaghfirullahaladzim, Eja! Mikitin apa lo?'

Setelah menyadarkan dirinya Eja kembali menatap pemandangan malam pulau Bali yang indah itu, dengan semilir angin yang begitu sejuk.

Suara dentuman musik DJ menjadi semakin riuh dengan teriakan bule-bule yang tengah berpesta merayakan malam tahun baru kali ini.

“Lima menit lagi?” Ucap Ina sambil menyesap Mojitonya. Eja yang kurang jelas mendengar ucapan Ina karena suara musik yang kencang, langsung menoleh ke arah Ina dan memasang wajah bertanya apa yang Ina katakan sebelumnya.

Bukannya jawaban untuk mengulang kata-katanya, Ina justru menggeleng dan menatap Eja dengan senyum manis di wajahnya. Sungguh, sungguh berdebar jantung Eja saat melihat senyuman manis itu. Bahkan tangannya yang memegang gelas fanta pun seolah-olah kaku di buat olehnya.

Ina mendekatkan dirinya pada Eja, menarih gelas Mojitonya diatas meja dan menyandarkan kepalanya pada pundak Eja, menatap betapa indahnya kembang api dari atas sana. Eja hanya terdiam kaku, karena jujur saja jantungnya masih tak berhenti goyang dumang. Getaran pada perutnya semakin amburadul saat Ina memeluk lengannya dengan erat.

Pikiran Eja kembali tersadar dengan rencananya untuk menyatakan cinta pada Ina malam ini, tepat saat malam pergantian tahun. Eja langsung melihat jam tangannya dan jarum panjangnya sebentar lagi menunjukan pukul 12.00. Eja menghembuskan nafasnya kasar dan meyakinkan dirinya kembali.

'Bismillahirrahmanirrahim, Ina jadi pacar gue malem ini' Batin Eja sebelum ia kembali menatap Ina yang masih asik bersandar pada lengan kirinya.

“Ina..”

“Eja..”

Panggil mereka bersamaan, dan saling menatap manik yang saling berbicara.

“Lo duluan deh ja,” Ucap Ina.

Eja melepaskan kacamatanya, menyimpannya di saku. Menarik nafasnya panjang. Meletakan gelas Fantanya di meja dan kembali menatap Ina.

“Ina...” Panggil Eja kembali, dan langsung meraih kedua tangan Ina dan menggenggamnya erat.

“Bismillahirrahmanirrahim, atas izin Allah, malam ini Eja ingin menyatakan bahwa Eja telah jatuh cinta kepada Ina, jatuh sejatuhnya. Eja ingin menjaga Ina, Eja ingin menunjukkan sebagian dari hidup Eja kepada Ina, Eja juga ingin memeluk Ina dikala Ina kedinginan, Eja yang selalu Ina bisa andalkan dikala Ina kesusahan. Sekali lagi, atas nama Allah izinkan Eja memiliki Ina sebagai kekasih Eja, ikut berjalan di jalan setapak kehidupan Eja kedepannya. Jika Ina berkenan, tolong berikanlah kesempatan itu untuk Eja. Jadi, teruntuk kamu, Tjokorda Khrisna Maheswara, putra pertama dari pasangan Tjokorda Agung Raka Sriwijaya dan Tjokorda Istri Kemala Maharani, maukah engkau menjadi kekasih saya malam ini?” Jantung Eja benar benar berdetak kencang saat ia selesai mengucapkan, hal itu. Ina masih terdiam membeku, seolah-olah ia menunggu sesuatu hingga suara teriakan menginterupsi mereka.

“Five...”

“Four...”

“Three...”

“Two...”

“One...”

“HAPPY NEW YEAR!!!!”

Suara ratusan kembang api langsung membuncah diudara, Eja yang masih menggenggam erat tangan Ina perlahan mulai meneteskan air matanya. 'Apakah ini artinya Ina menolaknya?' Batin Eja. Wajah Eja tertunduk, tetapi suara musik yang semula kencang, mendadak berubah menjadi suara musik yang melow.

NP: Justin Bieber – Lifetime

Ina mengangkat wajah Eja, menghapus air matanya yang mebasahi pipi Eja dengan ibu jarinya.

“Hey, kenapa nangis?” Tanya Ina yang masih mengelus pipi tembam milik Eja dengan jari jemari lentiknya.

“Ina nolak Eja kan? Maaf ya kalo Eja belum pantes—”

“Hey, gue belum jawab ja.” Ucap Ina dan berhenti mengelus pipinya, kini Ina menatap manik Eja yang sudah sembam itu dengan senyuman yang begitu manis, membuat jantung Eja kembali bergetar.

“Jadi??” Tanya Eja untuk memastikannya kembali. Bukan sebuah jawaban kata-kata yang Eja terima.

Ina meraih tengkuk Eja, membawanya sedikit menunduk dengan kakinya yang sedikit menjinjit. Ina semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Eja, mengikis jarak kedua bibir itu hingga saat nafas Eja Ina bisa rasakan, disitulah Ina membisikan jawabannya.

“Iya, aku terima. Aku mau jadi pacar kamu.” Jawabnya dan langsung mencium bibir Eja. Bule-bule yang menyaksikan hal itu langsung bersorak sorai ikut berbahagia melihat kedua pasangan yang tengah jatuh cinta itu.

Jantung Eja benar benar sudah tak karuan, kupu-kupu di perutnya sudah berantakan. Perasaan meletup-letup bak kembang api memenuhi tubuhnya.

Ejapun menarik tengkuk Ina dan menciumnya semakin dalam. Melumat setiap inchi kulit bibir Ina yang begitu manis yang candu.

Bagaikan dunia milik berdua, mereka tetap berciuman hingga perlahan para tamu disana mulai mengabaikan mereka.

“Mppphhhh Ina, kayaknya Eja sange.” Seketika itu juga Ina langsung melepaskan ciumannya dan tertawa garing melihat reaksi Eja yang polos itu. Dengan seduktif, Ina mendekatkan dirinya pada telinga Eja membisikan sesuatu yang membuat bulu kuduk Eja langsung merinding.

“Ejahh..” Ucap Ina sembari menyentuh dada bidang Eja.

“Malam inih, ayo kita ngewe, sampe pagi. Gimanah?? Hmm??” Bisik Ina seduktif, benar benar kepalang Eja langsung merinding mendengar ajakan Ina. Eja hanya mengangguk saja, seberti bayi lima tahun yang ditawari permen coklat.

“Tapi, Eja mau sesuatu dulu dari Ina sebelum itu.” Pinta Eja pada Ina.

Inapun menjaukan wajahnya, mentap Eja dengan wajah yang kebingungan.

“Eja mau apa?” Tanya Ina. Eja tak menjawab, ia langsung menggerogoh saku celannya mengambil sebuah spidol merah yang ia bawa sedari tadi. Ina semakin kebingungan, apa yang akan dilakukan kekasihnya itu dengan spidol merah tersebut.

Eja tersenyum singkat menatap Ina sebelum ia meraih tangan kanan Ina, menggambarkan garis merah pada jari telunjuk Ina dengan spidol merah permanen itu.

“Garis merah ini, tanda kepemilikan Eja. Artinya, mulai malam ini sampai seterusnya, Ina bakalan tetep jadi milik Eja. Cuma Eja yang boleh sentuh Ina dan sayang sama Ina. Pokoknya, kalo sampe ada yang nyakitin milik Eja, Eja bakal hukum orangnya. Eja bakal jaga Ina sampe cuma kematian yang misahin Eja sama Ina.” Ucap Eja tersenyum menatap manik terang Ina.

“Jadi, malem ini Eja bisa puas nyentuh Ina karena Ina udah sah jadi milik Eja.” Sambung Eja dan mencium jari jemari Ina. Ina hanya tersenyum melihat tingkah kekasihnya itu.

Eja benar-benar berbeda dari mantan Ina sebelumnya. Eja selalu memperlakukan dirinya sebagai seorang pangeran. Dan entah mengapa kali ini Ina benar-benar ingin memperjuangkan Eja, walau badai menghadang, walau ia harus melawan restu, yang terpenting ia bisa hidup berdua dengan Eja selamanya dan hanya kematian yang bisa memisahkan mereka seperti janji Eja tadi.

image

Saat ini, Eja dan Ina tengah asik menikmati kembang api di atas rooftop hotel dengan segelas Mojito di tangan Ina dan segelas Fanta merah di tangan Eja, karena seperti yang kita tau, Eja tak minum minuman beralkohol. Sesekali Eja menatap Ina dan merasa takjub akan ciptaan tuhan satu itu. Mata Eja menelisik setiap kulit putih yang Ina pamerkan, hingga mata Eja tak sengaja melihat nipple Ina dari sela sela baju yang kancing atasnya sengaja Ina buka.

'Astaghfirullahaladzim, Eja! Mikitin apa lo?'

Setelah menyadarkan dirinya Eja kembali menatap pemandangan malam pulau Bali yang indah itu, dengan semilir angin yang begitu sejuk.

Suara dentuman musik DJ menjadi semakin riuh dengan teriakan bule-bule yang tengah berpesta merayakan malam tahun baru kali ini.

“Lima menit lagi?” Ucap Ina sambil menyesap Mojitonya. Eja yang kurang jelas mendengar ucapan Ina karena suara musik yang kencang, langsung menoleh ke arah Ina dan memasang wajah bertanya apa yang Ina katakan sebelumnya.

Bukannya jawaban untuk mengulang kata-katanya, Ina justru menggeleng dan menatap Eja dengan senyum manis di wajahnya. Sungguh, sungguh berdebar jantung Eja saat melihat senyuman manis itu. Bahkan tangannya yang memegang gelas fanta pun seolah-olah kaku di buat olehnya.

Ina mendekatkan dirinya pada Eja, menarih gelas Mojitonya diatas meja dan menyandarkan kepalanya pada pundak Eja, menatap betapa indahnya kembang api dari atas sana. Eja hanya terdiam kaku, karena jujur saja jantungnya masih tak berhenti goyang dumang. Getaran pada perutnya semakin amburadul saat Ina memeluk lengannya dengan erat.

Pikiran Eja kembali tersadar dengan rencananya untuk menyatakan cinta pada Ina malam ini, tepat saat malam pergantian tahun. Eja langsung melihat jam tangannya dan jarum panjangnya sebentar lagi menunjukan pukul 12.00. Eja menghembuskan nafasnya kasar dan meyakinkan dirinya kembali.

'Bismillahirrahmanirrahim, Ina jadi pacar gue malem ini' Batin Eja sebelum ia kembali menatap Ina yang masih asik bersandar pada lengan kirinya.

“Ina..”

“Eja..”

Panggil mereka bersamaan, dan saling menatap manik yang saling berbicara.

“Lo duluan deh ja,” Ucap Ina.

Eja melepaskan kacamatanya, menyimpannya di saku. Menarik nafasnya panjang. Meletakan gelas Fantanya di meja dan kembali menatap Ina.

“Ina...” Panggil Eja kembali, dan langsung meraih kedua tangan Ina dan menggenggamnya erat.

“Bismillahirrahmanirrahim, atas izin Allah, malam ini Eja ingin menyatakan bahwa Eja telah jatuh cinta kepada Ina, jatuh sejatuhnya. Eja ingin menjaga Ina, Eja ingin menunjukkan sebagian dari hidup Eja kepada Ina, Eja juga ingin memeluk Ina dikala Ina kedinginan, Eja yang selalu Ina bisa andalkan dikala Ina kesusahan. Sekali lagi, atas nama Allah izinkan Eja memiliki Ina sebagai kekasih Eja, ikut berjalan di jalan setapak kehidupan Eja kedepannya. Jika Ina berkenan, tolong berikanlah kesempatan itu untuk Eja. Jadi, teruntuk kamu, Tjokorda Khrisna Maheswara, putra pertama dari pasangan Tjokorda Agung Raka Sriwijaya dan Tjokorda Istri Kemala Maharani, maukah engkau menjadi kekasih saya malam ini?” Jantung Eja benar benar berdetak kencang saat ia selesai mengucapkan, hal itu. Ina masih terdiam membeku, seolah-olah ia menunggu sesuatu hingga suara teriakan menginterupsi mereka.

“Five...”

“Four...”

“Three...”

“Two...”

“One...”

“HAPPY NEW YEAR!!!!”

Suara ratusan kembang api langsung membuncah diudara, Eja yang masih menggenggam erat tangan Ina perlahan mulai meneteskan air matanya. 'Apakah ini artinya Ina menolaknya?' Batin Eja. Wajah Eja tertunduk, tetapi suara musik yang semula kencang, mendadak berubah menjadi suara musik yang melow.

NP: James Arthur – Falling Like The Stars

Ina mengangkat wajah Eja, menghapus air matanya yang mebasahi pipi Eja dengan ibu jarinya.

“Hey, kenapa nangis?” Tanya Ina yang masih mengelus pipi tembam milik Eja dengan jari jemari lentiknya.

“Ina nolak Eja kan? Maaf ya kalo Eja belum pantes—”

“Hey, gue belum jawab ja.” Ucap Ina dan berhenti mengelus pipinya, kini Ina menatap manik Eja yang sudah sembam itu dengan senyuman yang begitu manis, membuat jantung Eja kembali bergetar.

“Jadi??” Tanya Eja untuk memastikannya kembali. Bukan sebuah jawaban kata-kata yang Eja terima.

Ina meraih tengkuk Eja, membawanya sedikit menunduk dengan kakinya yang sedikit menjinjit. Ina semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Eja, mengikis jarak kedua bibir itu hingga saat nafas Eja Ina bisa rasakan, disitulah Ina membisikan jawabannya.

“Iya, aku terima. Aku mau jadi pacar kamu.” Jawabnya dan langsung mencium bibir Eja. Bule-bule yang menyaksikan hal itu langsung bersorak sorai ikut berbahagia melihat kedua pasangan yang tengah jatuh cinta itu.

Jantung Eja benar benar sudah tak karuan, kupu-kupu di perutnya sudah berantakan. Perasaan meletup-letup bak kembang api memenuhi tubuhnya.

Ejapun menarik tengkuk Ina dan menciumnya semakin dalam. Melumat setiap inchi kulit bibir Ina yang begitu manis yang candu.

Bagaikan dunia milik berdua, mereka tetap berciuman hingga perlahan para tamu disana mulai mengabaikan mereka.

“Mppphhhh Ina, kayaknya Eja sange.” Seketika itu juga Ina langsung melepaskan ciumannya dan tertawa garing melihat reaksi Eja yang polos itu. Dengan seduktif, Ina mendekatkan dirinya pada telinga Eja membisikan sesuatu yang membuat bulu kuduk Eja langsung merinding.

“Ejahh..” Ucap Ina sembari menyentuh dada bidang Eja.

“Malam inih, ayo kita ngewe, sampe pagi. Gimanah?? Hmm??” Bisik Ina seduktif, benar benar kepalang Eja langsung merinding mendengar ajakan Ina. Eja hanya mengangguk saja, seberti bayi lima tahun yang ditawari permen coklat.

“Tapi, Eja mau sesuatu dulu dari Ina sebelum itu.” Pinta Eja pada Ina.

Inapun menjaukan wajahnya, mentap Eja dengan wajah yang kebingungan.

“Eja mau apa?” Tanya Ina. Eja tak menjawab, ia langsung menggerogoh saku celannya mengambil sebuah spidol merah yang ia bawa sedari tadi. Ina semakin kebingungan, apa yang akan dilakukan kekasihnya itu dengan spidol merah tersebut.

Eja tersenyum singkat menatap Ina sebelum ia meraih tangan kanan Ina, menggambarkan garis merah pada jari telunjuk Ina dengan spidol merah permanen itu.

“Garis merah ini, tanda kepemilikan Eja. Artinya, mulai malam ini sampai seterusnya, Ina bakalan tetep jadi milik Eja. Cuma Eja yang boleh sentuh Ina dan sayang sama Ina. Pokoknya, kalo sampe ada yang nyakitin milik Eja, Eja bakal hukum orangnya. Eja bakal jaga Ina sampe cuma kematian yang misahin Eja sama Ina.” Ucap Eja tersenyum menatap manik terang Ina.

“Jadi, malem ini Eja bisa puas nyentuh Ina karena Ina udah sah jadi milik Eja.” Sambung Eja dan mencium jari jemari Ina. Ina hanya tersenyum melihat tingkah kekasihnya itu.

Eja benar-benar berbeda dari mantan Ina sebelumnya. Eja selalu memperlakukan dirinya sebagai seorang pangeran. Dan entah mengapa kali ini Ina benar-benar ingin memperjuangkan Eja, walau badai menghadang, walau ia harus melawan restu, yang terpenting ia bisa hidup berdua dengan Eja selamanya dan hanya kematian yang bisa memisahkan mereka seperti janji Eja tadi.

image

Setelah menyusuri lorong yang gelap itu akhirnya Eja menemukan juga pintu yang Ina maksud.

“Wawwww” begitulah kesan pertama Eja ketika melihat ruang mainan milik Deva jika Senja dan Ina kembali ke Jakarta.

Eja mengedarkan pandangannnya menelisik setiap Inchi ruangan itu hingga sudut matanya menatap Ina yang tengah terduduk dan asik memainkan stik bola sodok itu.

“Lo bisa main kan? Ajarin gue!” Ucap Ina dan melempar stik bola sodok yang ia pegang tadi, dengan reflek Eja langsung menangkapnya dan tersenyum lebar.

“Jangan remehin Eja, dulu dikampung Eja paling jago main billiard.” Ucapnya dengan senyum miring andalannya.

“Jangan banyank cingcong, tunjukin ke gue coba.” Ina menyilangkan tangan didadanya, memperhatikan bagaimana Eja menyodok bola bola billiard itu hingga masuk satu per satu.

image

“Tuhkan Eja bilang apa? Jago kan?” Ucap Eja saat ia berhasil memasukan bola dengan trik triknya.

“Coba ajarin gue.” Ina meraih salah satu stik bola sodok itu dan mulai mancari posisi yang tepat.

“Gimana sih tangannya? Gini ya?” Ina memperagakan tangannya saat memegang stik itu, tetapi Eja langsung menggeleng karena itu cara yang salah.

“Ga gitu Ina, sini Eja ajarin.” Ejapun mendekatkan tubuhnya dan memperbaiki posisi tangan Ina yang salah.

Jantung Eja berdetak kencang saat ia mencium aroma rambut Ina yang manis, begitu juga saat tangannya menyentuh jari-jari lentik Ina.

“Jadi, ekhmmm bentuk jarinya kayak gini, nanti Ina fokusin stiknya ke bola sasaran, nah biar tembakannya bagus, Ina harus kerahin tenaga Ina di tangan yang ini, yang buat ngedorong stiknya.” Jantungnya semakin berdetak kencang saat Eja menjelaskan cara menggunakan stik billiard yang benar, menuntun tangan serta jari-jari Ina dari belakang tubuhnya.

“Ohhh gitu ya,” Sahut Ina dan langsung menolehkan kepalanya kebelakang, menatap manik Eja yang tak henti menatap dirinya.

Jantung Eja semakin tak karuan saat Ina menatap dirinya, sangat lekat. Ribuan kupu-kupu seolah-olah sedang berterbangan bebas diperutnya.

Entah setan apa yang ada di kepala Eja saat itu, Eja perlahan mendekatkan wajahnya ke wajah Ina. Bibirnya berusaha menggapai bibir Ina yang tampak manis dilihat itu. Tak ada penolakan dari Ina saat itu, Ina justru ikut memajukan wajahnya dan ikut berusaha meraih bibir Eja.

Jantungnya juga ikut berdetak kencang sehingga Ina tak sadar sudah melepas stik billiard itu dan menumpu tubuhnya pada pinggiran meja Billiard begitu juga Eja yang langsung menurukan tangannya dan ikut menumpu tubuhnya di meja Billiard itu.

Eja mulai memejamkan matanya saat ia merasa kulit kenyal itu perlahan menyentuh miliknya. Mengecup singkat bibir kenyal Ina hingga akhirnya Ina memilih untuk memulai duluan, menyesap bibir bawah Eja dan mengulumnya.

Melihat reaksi Ina yang saat ini tak ada penolakan, Eja lantas dengan reflek ikut mengulum bibir atas Ina, menyesap manisnya rasa strawberry dari lip balm Ina. Hisap, kulum, lepas begitu terus ritme mereka bercium hingga kupu-kupu dalam perut mereka semakin berontak.

Perlahan-lahan Ina memainkan lidahnya di bibir Eja, berusaha memberi Eja kode agar juga ikut memaikan lidahnya. Eja yang mulai mengertipun langsung mengeluarkan lidahnya, menjilat lidah milik Ina hingga kembali ia mengulum bibir Ina dan memasukan lidahnya, menukar saliva satu sama lain.

Suara decakan terdengar nyaring memenuhi ruang kedap suara itu, Eja yang masih asik memainkan lidahnya di dalam mulut Ina sedangkan tangan Ina diam diam menggesekan penisnya di meja billiard.

“Mppphhhhhh” Ina tak sengaja melenguh saat ia merasa sebuah gundukan besar tengah menggesek di pantatnya yang masih terlapisi celana jeans.

Ciuman mereka semakin dalam dan liar, hingga beberapa kali saliva mereka harus keluar dari mulut Ina. Eja yang memimpin permainan pun masih asik menukar salivanya sembari menggigit gigit kecil bibir bawah Ina.

Tanpa Eja sadari, Eja semakin menggesekan penisnya yang sudah mengeras semakin kencang. Ina tau Eja sedang ereksi, tetapi Ina biarkan saja karena dirinya juga merasa bergairah ketika Eja menciumnya semakin dalam dan kasar.

Tangan Ina mulai meraba-raba kebelakang, mencari letak dimana resleting Eja berada. Bibir mereka masih bertautan karena mereka enggan melepas kenikmatan ini. Hingga akhirnya Ina berhasil menemukan resleting celana Eja, dan perlahan membukanya. Belum sempat ia membukanya sebuah suara menginterupsi kegiatannya.

BRAGGGGGGG

“KAK INA!!!! DICARI KAK SENJA, DIAJAK MAIN PS DI KAMAR—”

Itu adalah Deva yang masuk ke dalam ruangan tanpa mengetuk pintu dahulu. Ina dan Eja yang kaget, langsung melepas ciumannya dan Eja langsung berbalik kebelakang memunggungi Deva.

“MAMIIIIIIIIIIIII!!!! KAK INA NGE-GAY!!!!!!!MMMPPHHH” Ina dengan sigap langsung membekap mulut adiknya yang berisik seperti toa itu.

“Bisa gak sih mulut khe ga usah teriak-teriak gitu? Mau minta berapa bilang jak!” Deva berhenti berontak ketika Ina mengatakan hal itu. Saat Ina melepas bekapannya, senyum lebar Deva langsung terukir di wajahnya.

“500 ribu.” Sahut Deva sembari menaik turunkan kedua alisnya.

“Kle banyak kali, buat beli apa sih?”

“Dikit tu, buat aku jajanlah sama temen-temenku. Buat apalagi?”

“Yaudah, neh! Awas ya khe bilang-bilang sama siapa-siapa ya!”

“Tenang aja, mulutku ke kunci kalo ada duitnya. Dah ya bye, kalo mau dilanjutin jangan lupa kunci pintunya.” Ucap Deva dan akhirnya pergi dari ruangan itu dengan bersenandung ria karena baru saja berhasil memalak kakaknya sendiri.

Ina yang sedih melihat isi dompetnya yang kosong akhirnya memilih berbalik untuk menghampiri Eja, tetapi betapa bingungnya Ina saat Eja berusaha menutupi area kemaluannya.

“Kenapa?” Tanya Ina yang penasaran.

“Ina, kayaknya Eja ngompol deh.” Dengan wajah yang merah tomat menahan malu, Eja semakin merapatkan kakinya.

“Hah ngompol? Coba liat??” Ucap Ina dan berusaha menarik tangan Eja agar Ina bisa melihat apakah benar Eja mengompol.

“Ihhh ga mau, Eja malu.” Ina yang pasrah pun akhirnya memilih cara lain yaitu mengecek celana jeansnya yang dibelakang.

Sebuah cairan kental bening tengah mengotori jeans Ina bagian belakangnya. Inapun mencium cairan kental itu dan ternyata.

“Eja, jauhin ga tangan lo!”

“Ga mau malu,”

“Jauhin atau gue pukul nih, pke bola sodok?”

“Iya, iya nih. Tuh kan Eja ngompol, celana Eja basah.” Eja akhirnya melepas tangannya dan memberlihatkan celananya yang sedikit basah.

Ina hanya menggeleng kepalanya, bener-bener si Eja. Eja ini sok suci atau oon sih? Masak di cum aja ga tau?

“Ja, itu lo bukan ngompol, tapi cum. Lo ga pernah cum ya?”

“Hah cum? Cum itu apa?” Ina menepuk dahinya, rasanya ia ingin mengajak Eja ke jalan yang sesat.

“Kalo crot tau?”

“Ohhh kalo itu Eja tau, itu kan yang kata orang-orang klo spermanya keluar pas lagi gituan?”

“Nah itu lo tau, itu lo namanya crot ja, bukan ngompol.”

“Oohhh jadi ini Eja crot, tapi Eja kan ga lagi kawinin Ina, Eja cuma cium Ina aja.”

“Astaga ja, capek bener gue. Lo tau hal hal ngeres tapi lo ga tau gimana. Lo pernah coli ga sih?”

“Eja tau kok coli, mainin titit itu kan? Tapi Eja ga pernah coli. Dosa.”

“Ya lo pikir, ciuman sama gue kagak dosa?”

“Kalo berbuat dosanya sama Ina, Eja mah mau. Hehehe”

“Haha hehe, bersihin dulu noh kecebong lo.”

image

Setelah usai mengganti bajunya dan juga baju Ina, Eja langsung mempersilahkan Pak Dokter untuk masuk memeriksa keadaan Ina.

“Ja, lo tunggu diluar ya.” Pinta Senja pada Eja. Eja hanya mengangguk dan langsung menutup pintu kamar Ina.

Diluar kamar Ina, Eja duduk sembari menenangkan pikirannya. Ia ingin sekali menguping percakapan di dalam sana tetapi menurut Eja itu tindakan yang tidak benar. Jadi Eja memilih untuk duduk dan sesekali menyesap teh hangat yang sudah disediakan oleh Senja.

Selang beberapa menit kemudian, Pak Dokter dan juga Senja akhirnya keluar dari ruangan itu, tetapi Eja bisa melihat aura ke khawatiran pada wajah Senja. Eja yang ikut merasa khawatirpun langsung menghampiri Senja dan pak dokter.

“Gimana dok, nja? Ina gapapa kan?” Tanya Eja langsung tanpa basa-basi.

“Ke—”

“Ina gapapa kok Ja, dia cuma kecapean aja.” Ucap Senja menyela Pak Dokter.

Eja hanya mengangguk dan sekaligus merasa bersalah atas perbuatannya. Lagi-lagi Eja menyesalinya dan mengutuk dirinya sendiri.

“Gue boleh liat Ina ga?” Tanya Eja pada Senja. Senja hanya mengangguk dan membiarkan Eja masuk ke kamar Ina, tetapi sesaat Eja masuk, Senja langsung mengunci kamar Ina.

Entah apa maksudnya tetapi Eja tak mempermasalahkan itu, karena saat ini matanya tengah menangkap sosok mungil yang tertidur pulas dengan hembusan nafas yang teratur.

Eja duduk dibawah ranjang Ina, mengelus pipinya yang tembam dan memperhatikan bibirnya yang pucat itu. Bahkan, jari jemari Ina yang lentik serta telapak tangannya begitu pucat seolah-olah tak setetes darahpun menggenang disana. Hati Eja benar-benar tersayat melihat keadaan Ina yang seperti ini. Dengan setetes air mata yang mengalir, Eja menciumi jari jemari Ina dan mengucapkan seribu maafnya didalamnya.

Eja benar-benar gundah, seolah yang terjadi hari ini adalah awal dari bencana besar dalam hidupnya. Tetapi, dikala hatinya yang gundah seperti ini Eja selalu mengingat Allah, Eja benar-benar ingin berkeluh kesah pada Yang Maha Kuasa saat ini.

Dengan segera, Eja beranjak dari duduknya dan menggulung celana serta lengan bajunya. Berjalan kearah kamar kecil yang memang Ina khususkan untuk tempat wudhu teman-temannya yang main kesini.

Setelah usai berwudhu, Eja langsung meraih ranselnya, mengeluarkan alat sholat yang ia selalu bawa kemana-mana. Mulai dari Sajadah, Al-qur'an serta Tasbihnya. Walaupun bentukannya urakan, Eja tak pernah meninggalkan sholatnya seharipun.

Eja mengeluarkan ponselnya, untuk mencari letak dimana arah kiblat berada karena jujur saja tata letak kamar Ina cukup berbeda dengannya, jadi Eja harus memastikan kembali. Setelah menemukannya, Eja langsung menggelar sajadahnya disamping tempat tidur Ina sembari mempersiapkan dirinya untuk memulai Sholat Isya.

Dipertengahan Sholatnya tanpa Eja sadari perlahan-lahan Ina mulai membuka matanya, menatap sesosok lelaki tengah bersujud disamping tempat tidurnya. Perlahan Ina mulai menyadari lelaki itu adalah Eja.

Ina memperhatikan bagaimana Eja sholat, begitu tenang, damai dan sejuk. Sungguh sangat sejuk menatap Eja ketika sedang sholat apalagi suara beratnya yang mengucap beberapa bait doa dalam yang membuat Ina kembali memejamkan matanya dengan tenang.

Walaupun mata Ina tertutup, telinganya tetap bisa mendengar, bahkan Ina bisa mendengar bagaimana Eja menyebut namanya didalam doanya.

'YaAllah, hari ini hamba tak sengaja melakukan kesalahan, sehingga Ina, orang yang hamba kasihi harus merasakan sakit. YaAllah, tolong jauhkanlah Ina dari segala bencana, dari segala kesakitan, jika Ina harus menerima rasa sakit, maka biarkanlah hamba yang menanggung rasa sakitnya.'

Sesaat Ina mendengar ucapan doa itu, Ina langsung meneteskan air matanya, melihat begitu tulusnya Eja mencintai dirinya.

Hingga akhirnya kata Amin Eja ucapkan dan Eja langsung mengambil Al-Qur'annya. Tetapi sesaat ia ingin mengambilnya, sorot mata Eja langsung menangkap mata Ina yang sudah terbuka dibalik selimutnya.

image

“Hai.” Ucap Ina sesaat mata Eja berhasil menangkap matanya.

Eja hanya tersenyum dan menempelkan telapak tangannya di jidat Ina, memeriksa kembali suhu badan Ina.

“Sudah mendingan?” Tanya Eja kepada Ina. Ina hanya mengangguk merespon jawaban Eja.

“Ya sudah, kamu istirahat dulu ya.” Ucap Eja sembari tersenyum dan beranjak merapikan Sajadahnya.

Ina hanya mengangguk patuh dan kembali menutup matanya, tetapi tangannya ia gelantungi di pinggir ranjang. Hingga beberapa menit kemudian Ina merasakan tangannya hangat, ada seseorang yang tengah menggenggam tangannya. Ina kembali membuka matanya dan melihat Eja yang menggenggam tangannya sembari tertidur dipinggir ranjangnya.

Wajahnya yang sejuk membuat Ina ingin melihatnya lebih dekat dan lekat, memperhatikan setiap lekuk wajah itu dan ikut tertidur didekatnya, merasakan hembusan nafas Eja yang hangat menyentuh kulitnya.

Give me time to see how deep i'm falling for you.

image

NP: Harry Styles – Falling

Sedari tadi Eja berlari mengelilingi gedung kampus untuk mencari keberadaan Ina. Dirinya seperti Deja Vu saat ia khawatir dengan kedaan Ina tetapi kali ini hatinya lebih tersayat mengingat ia bisa melihat rasa kecewa didalam diri Ina.

Hujan mulai turun gerimis, tetapi dirinya belum juga bisa menemukan keberadaan Ina, beberapa kali Eja kembali menghubungi nomor HPnya tetapi tetap saja nihil. Dalam hatinya Eja mengutuk dirinya yang bodoh.

Setelah kejadian salah paham itu, Eja hanya memberikan tangkai bunga mawar itu kepada Mawar dan meminta Kak Jelita langsung menutup acaranya. Beberapa kali Eja meminta maaf atas salah paham ini kepada Mawar, tetapi beberapa mahasiswa dan penghuni kampus sudah terlanjur salah paham dengan hubungan yang terjalin antara Eja dan Mawar.

“Sial, sial, sial!!!” Dibawah gerimis itu Eja memukul kepalanya berkali-kali merasakan penyesalan atas tindakan yang ia perbuat. Eja terlalu memikirkan perasaan Mawar pada saat itu, hingga kini ia tak bisa memaafkan dirinya sendiri.

Tubuhnya yang sudah basah karena hujan ia tak hiraukan, Eja terus berlari mengelilingi halaman kampus dan meneriaki nama Ina. Hingga dirinya teringat satu tempat yang ia belum telusuri. Rooftop Kampus

Dengan sisa tenaga yang tersisa Eja langsung berlari menuju kearah rooftop kampus.

Benar saja, laki-laki mungil itu tengah terduduk didekat pintu sebuah gudang penyimpanan meja bekas sembari menatap hujan yang turun kian deras. Air matanya perlahan mengalir membasahi pipinya, seakan ribuan kecewa ia sedang tumpahkan. Bagaimana ia tak kecewa, bayangkan saja belakangan ini ada seseorang yang membuat hatimu bergetar hebat tetapi selanjutnya kau mengetahui fakta bahwa ia tengah mempermainkan perasaanmu.

Ina hanya menatap kosong kearah air hujan yang kian deras turun, merasa dirinya begitu hina hingga seorang Eja yang ia taruh harapan yang besarpun bisa mengecewakannya, dalam benaknya Ina selalu bertanya. 'Apa Eja melakukan ini untuk menjadikannya bahan ledekan suatu hari nanti? Mengetahui dirinya yang suka dengan Eja tetapi begitu mudah untuk dipermainkan?'. Ina hanya tersenyum tipis betapa bodoh dirinya yang cepat jatuh cinta kepada Eja.

Disisi lain, Eja yang berdiri dedekat gudang itu hanya menatap perih, melihat betapa rapuhnya Ina saat ini. Dirinya ingin sekali memeluk Ina saat ini, mengucap seribu kata maaf atas kesalahannya. Tetapi, Eja juga takut jika Ina menolak untuk menatap matanya, bahkan bagi Eja ia tak pantas untuk dimaafkan. Ia bukanlah lelaki sejati, selalu menjadi lelaki cupu yang tak tau harus berbuat apa, dan masih mementingkan perasaan orang lain. Bahkan untuk menyatakan cinta saja Eja harus membuat sebuah kesalah pahaman.

Eja masih berdiri dibawah hujan yang kian deras, bibirnya kelu ingin mengucapkan nama Ina. Rasanya ingin muntah, karena ia tahan untuk memanggil nama Ina, tetapi ia berfikir kembali, jika malam ini ia tak memanggil nama Ina, maka hari esok hingga seterusnya ia tak akan pernah bisa menyebutkan nama itu kembali. Dengan bibir yang bergetar, Eja mengucap nama Ina dengan penuh penyesalan.

“I—Ina.” Ucap Eja yang air matanya mengalir, tapi tak bisa terlihat karena tertutup oleh hujan.

Ina yang mendengar suara parau itu langsung menoleh kearah sumber suara, melihat sosok tinggi yang tengah menatapnya penuh kata maaf. Ina langsung bangun dari duduknya dan mendekati Eja, membawa tubuh lemahnya kebawah lebatnya rintik hujan malam itu.

Eja langsung bersimpuh di hadapan Ina, menundukan kepalanya mengucap maaf dalam penyesalan.

“Ina—aku minta maaf, aku tak tahu kenapa semua ini terjadi. Ini semuanya salah paham, orang special itu kamu dan selalu kamu.” Ucap Eja yang masih menunduk menatap sepatu Ina yang perlahan mulai basah.

Ina hanya terdiam melihat Eja, ia takut jika ini juga salah satu permainan prank yang Eja buat untuk dirinya. Tetapi hatinya menolak berasumsi seperti itu. Belum pernah Ina melihat seseorang yang sudi berlutut di depannya hanya karena salah paham yang bisa dibilang sepele ini.

“Eja bangun—” pinta Ina pada Eja. Tetapi Eja enggan bangun dan masih berlutut didepannya.

“Ja—”

“Aku ga akan bangun selama aku belum mendapatkan hukuman darimu karena kesalahanku ini.” Ucap Eja.

Ina sadar, ia terlalu singkat menyimpulkan bahwa Eja tengah mempermainkan perasaannya. Tangan Ina berusaha meraih pundak Eja yang mulai bergetar. Ina tau, Eja tengah menangis dan Ina berusaha meraih pundak Eja agar ia bangun, tetapi Eja menepis tangannya.

“Hukum aku Na!! Pukul aku!! Tampar aku!! Tendang aku!! Aku pantas dapat semuanya, karena aku telah membuat air matamu terjatuh malam ini!!. Pukul aku Inaa!!!” Tubuh Eja semakin bergetar, tangisnya semakin menderu, hatinya sungguh lembut. Sungguh, Eja memiliki hati yang sungguh lembut.

Ina langsung berjongkok mensejajarkan dirinya dengan Eja. Ina meraih dagu Eja, menatap bagaimana lelaki itu menangis. Mata mereka bertaut satu sama lain, Ina bisa melihat ribuan penyesalan pada manik kelam Eja. Satu sisi lembut Eja yang jarang ia perlihatkan kepada orang-orang disekitarnya. Eja yang selalu mementingkan perasaan orang lain, dan akan menyesal jika ia menyakiti hati seseorang yang tengah ia cintai.

Ina mengangkat tangannya bersiap untuk menampar Eja. Eja yang reflekpun langsung menutup matanya tetapi bukannya sebuah tamparan yang ia rasakan. Bibirnya yang bergetar itu merasakan sentuhan kulit kenyal lainnya, kulit kenyal yang selalu ia ingin sentuh dengan bibirnya. Eja yang tersadar langsung membuka matanya, betapa kagetnya ia ketika melihat Ina sudah menempelkan bibirnya dengan bibir Eja.

Eja sontak ingin menjauh tetapi Ina langsung menahan tengkuk Eja, mencium lelaki itu lebih dalam. Eja tak tau harus bagaimana, tetapi bibir itu sungguh candu baginya. Jadi Eja membalas ciuman Ina, menyesap bibir manis itu dengan penuh rasa sayang dan cinta.

Ibu jari Ina perlahan menyentuh pipi Eja, membersihkan air matanya walaupun sudah dibersihkan oleh air hujan tetapi Ina ingin menyentuh air mata itu.

Ciuman yang semula kecupan berubah menjadi lumatan manis yang membuat keduanya lupa bahwa mereka tengah bercumbu dibawah derasnya hujan.

“Maafkan aku—” Ucap Eja dan melepas ciuman mereka.

“I already forgive you. But—” Ina menyentuh bibir plum Eja yang basah, entah karena hujan atau air liurnya.

“Give me time to see how deep i'm falling for you.” Lanjut Ina sebelum ia kembali mencium bibir Eja. Menyesap setiap inchi bibir plum itu.

Eja langsung saja membalas ciuman itu, memainkan lidah mereka dan saling bertukar saliva. Eja menangkup wajah Ina dengan kedua tangannya yang besar membawa ciumannya menjadi lebih bergairah. Sesekali Eja mengigit bibir Ina hingga Ina tak sengaja melenguh tipis yang tak bisa didengarkan karena suara rintik hujan mulai deras.

Ciuman itu masih berlanjut dengan nafas hangat yang mereka saling salurkan satu sam alain, hingga akhirnya pandangan Ina kabur dan semua terasa gelap begitu saja.

image

Setelah usai memesan 2 buah jagung bakar, Eja mengajak Ina duduk dipinggir sebuah danau dengan lampu kerlap-kerlip yang menghiasi petang itu. Jagung bakar yang masih hangat menemani mereka menikmati suasana danau yang sepi dan damai.

Angin malam itu bertiup begitu kencang, membuat sekujur tubuh Ina bergetar kedinginan. Sesekali Ina menggosokan tangannya untuk memercikan rasa hangat dalam tubuhnya, tapi hasilnya tetap sama ia tetap kedinginan karena angin malam itu.

'Sial gue lupa pake jaket' Gerutunya dalam hati.

Eja yang melihat hal itupun langsung melepaskan jaket tebalnya dan memasangkannya pada tubuh Ina. Ina hanya melirik Eja, memperhatikan bagaimana pria tinggi itu menautkan jaket miliknya ke tubuh mungil Ina.

“Lo ga kedinginan?” Tanya Ina dan mengikuti arahan gerak tangan Eja yang menuntunnya untuk memasukan lengan jaketnya ke kedua tangan Ina.

“Engga, gue udah biasa mah. Gue kan anak dataran tinggi.” Begitulah sahut Eja mengingat kampung halaman Eja di Lembang yang suhunya tak kalah dingin.

“Sorry ya, gue lupa bawa jaket.” Sambung Ina sembari merapatkan jaket kebesaran milik Eja.

“Permisi.. Ini mas kopinya, dan ini susu jahe punya adiknya.” Ucap penjual minuman hangat dipinggir danau itu.

“Nuhun mas,” Sahut Eja sambil sedikit terkekeh mengingat apa yang dikatakan si mas penjual minuman tadi. Ina yang melihat Eja tengah menahan tawanya, memutar bola matanya kesal.

“Puas lo gue dikatain adik?” Ina yang kesal hanya menyeruput susu jahenya yang hangat.

“Siapa suruh muka lo kayak bayi... Ihh gemes gue.” Eja geregetan melihat pipi tembam Ina yang sudah melumer-lumer. Iapun mencubit gemas pipi Ina sampai berwarna merah.

Tapi apa iya? Pipi Ina berwarna merah karena dicubit Eja atau karena ia tengah tersipu ya?

“Ja! Sakit tolol!” Sahut Ina dan berusaha menepis tangan Eja agar berhenti mencubiti pipinya.

Eja hanya terkekeh dan mengusak kembali rambut Ina. Jujur saja, setiap kali Eja mengusak rambutnya, jantung Ina tak berhenti berdendang layaknya gendang soneta yang tengah berirama didalam tubuhnya.

Tapi Ina selalu menyangkal bahwa dirinya tengah kasmaran. Dalam hatinya ia selalu bertanya 'Masak iya sih gue suka sama yang modelan kayak Eja gini?'

Eja menyeruput kopinya lalu menyuarakan suara “Ahhhhh” menandakan betapa ia menikmati kopi hitam itu sembari ia menelisik setiap sudut pemandangan indahnya danau di petang hari.

“Tumben banget lo niat ikut acara mufes ?” Tanya Ina di sela-sela ia menikmati jagung bakarnya.

Eja yang ditanyapun langsung menoleh kearah Ina. Bukannya langsung menjawab pertanyaan Ina, Eja justru membersihkan ujung bibir Ina yang penuh remahan jagung bakar dengan ibu jarinya sembari terkekeh ringan.

“Gara-gara lo.” Sahut Eja dan kembali mengarahkan pandangannya kedepan, memperhatikan sepasang kekasih tengah asik bermain bebek-bebekan di tengah danau itu.

“Gara-gara gue?” Tanya Ina kembali memastikan maksud dari jawaban Eja.

“Iya, gara-gara lo. Lo bilang suara gue bagus jadi gue makin PD deh.” Ucap Eja dan kembali menyeruput kopinya, tak lupa ber suara “Ahhhhh” mungkin agar si penjual kopi tau bahwa kopi hitam buatannya sungguh nikmat.

Ina: “Gue ga pernah bilang suara lo bagus—”

Eja: “Pernah.”

Ina: “Kapan?”

Eja: “Waktu kita selesai video call itu, lo bilang suara gue bagus.”

Ina: “Gue bilang not bad—”

Eja: “Not bad artinya apa?”

Ina: “Tidak buruk?”

Eja: “Persamaan dari kata tidak buruk apa?”

Ina: “Ba— Auk ah”

Eja gemas melihat Ina yang kalah dalam penelaahan maksud dari kata 'Not Bad' itu, ia terkekeh dan melirik kearah Ina yang tengah memanyunkan bibir manisnya karena kesal.

Eja meraih gitarnya yang sedari pagi ia bawa kemana-mana. Semenjak ia mendaftarkan diri untuk ikut andil dalam acara mufes kampusnya itu, Eja semakin giat melatih kemampuannya bermusik terutama bermain alat musik gitar. Soal suara tak usah diragukan lagi, suara Eja sudah terlatih merdu sejak kecil.

Sedikit cerita tentang masa kecil Eja. Dulu waktu Eja kecil, Eja dikenal sebagai anak dari seorang Ustad yang nakalnya bukan main. Hampir setiap hari orang-orang didesanya selalu mengeluh karena ulah nakal Eja yang sudah tak tertolong lagi. Hingga akhirnya saat Eja akan memasuki masa sekolah menengah pertama, Umi dan Abinya memakasakan Eja untuk masuk pesantren. Di pesantren inilah Eja yang nakal itu mulai belajar ilmu agama, selain itu Eja juga pernah ditunjuk sebagai Mu'adzin di desanya. Mendengar pujian dari orang-orang desanya yang mengatakan suara Eja bagus saat mengumandangkan Azan, membuat Eja menjadi lebih giat dalam melatih suaranya. Hingga akhirnya masa SMPnya berakhir, Eja memilih untuk merantau ke ibu kota, meninggalkan kedua orang tuanya untuk mencari ilmu yang lebih pantas lagi. Kurang lebih begitulah bagaimana Eja akhirnya tertarik dalam seni tarik suara dan musik.

Tapi sayang sekali, tuntutan orang tuanya yang memaksanya untuk masuk sekolah Arsitekturpun, harus mengubur mimpinya dalam-dalam untuk menjadi seorang musisi yang terkenal. Sekian dulu kisah masa lalu Eja, mari kita lanjut ke masa sekarang.

Eja memetik satu persatu gitarnya, untuk menyesuaikan nada yang tepat. Ina yang masih asik menyeruput susu jahenya hanya memandangi Eja. Dalam pikirannya ribuan tanda tanya yang seolah-olah tengah berlari mengelilingi isi kepalanya.

Pertanyaan- pertanyaan itu yang selalu menganggunya seperti. 'Eja beneran suka sama gue? Karena apa? Karena dia ngeliat gue lemah? Gara-gara kejadian dikunciin itu? Atau semua ini hanya prank dari Eja?' Dan dari semua pertanyaan itu, jawabannya selalu 'Entahlah.' karena sejatinya secara lambat laun, Inapun mulai memiliki perasaan pada setiap tingkah lembut dan manis Eja pada dirinya.

“Gue bakal nyanyi satu lagu, dan tugas lo cuma dengerin. Ok? Dilarang berkomentar.” Pinta Eja pada Ina. Ina hanya memutar bola matanya dan kembali menatap Eja dan gitarnya, tetapi diam-diam Ina meraih ponselnya dan mulai menekan tombol rekam suara.

NP: Kerispatih – Lagu Rindu

Petikan gitar itu mengalun indah, Ina yang masih menyesap susu jahenya langsung memperhatikan bagaimana jari-jemari Eja memetik senar-senar gitar itu.

Bintang malam katakan padanya Aku ingin melukis sinarmu di hatinya

Eja menatap bintang-bintang yang mulai tampak dilangit, memejamkan matanya seolah-olah ia benar-benar meminta pada bintang untuk mengabuli keinginannya.

Ina diam-diam tersenyum melihat bagaimana tampannya Eja saat menghayati setiap lirik dari lagu itu. Ada getaran aneh dalam dirinya yang membuat Ina merasa bahagia sekaligus ingin berteriak.

Lirik demi lirik Eja lantunkan, memejamkan kedua matanya, menyampaikan isi dari lirik lagu itu dengan tulus, berharap seseorang yang tengah mendengarnya tahu isi hatinya. Begitulah cara Eja berbicara saat ia tak mampu mengungkapkan isi hatinya dengan kata-kata manis yang mungkin saja membuat Ina tak nyaman. Tapi setidaknya dengan berkedok menyanyi, Eja dapat menyampaikan perasaannya kepada Ina.

Tahukah engkau wahai langit Aku ingin bertemu membelai wajahnya Kan ku pasang hiasan angkasa yang terindah Hanya untuk dirinya

Saat lirik itu dilantunkan, Eja langsung menatap Ina. Menatap pria mungil yang belakangan ini sudah berhasil membuat jantungnya berdetak kencang. Tatapan Eja pada Ina bagaikan tatapan seorang laki-laki yang tengah memuja begitu indahnya ciptaan Tuhan.

Tatapan yang berhasil membuat seluruh tubuh Ina membeku, jantungnya berdetak sungguh cepat. Desiran darahnya mendadak berhenti ditempat saat kedua manik Eja menatap lekat maniknya. Seolah-olah Eja mengisyaratkan bahwa lagu ini untuknya.

Tapi mengapa Eja harus melakukan hal ini padanya? Kemana larinya Eja yang dulu? yang suka usil padanya? Lagi-lagi jawaban untuk pertanyaan itu hanyalah sebuah kata 'Entahlah'. Karena sepertinya mulai detik ini Ina sudah mulai merasakan getaran indah pada dirinya. Getaran yang hanya ia bisa rasakan saat dekat dengan Eja, saat kedua mata itu menatap miliknya.


Setelah usai bernyanyi Eja kembali menaruh gitarnya, mengedarkan pandangannya ke ujung danau, menatap lampu kota diujung sana dengan perasaan yang campur aduk antara senang dan takut.

Ina yang sedari tadi hanya terdiam, berusaha menenangkan jantungnya yang tak hentinya berdetak dengan kencang. Mengingat kembali bagaimana tatapan Eja yang menatap dirinya seolah-olah Eja tengah jatuh cinta padanya.

Tetapi saat Ina menatap kebawah, Ina menyadari sesuatu. Jari jemari Eja perlahan meraih jarinya yang ia letakan diantara rerumputan untuk menyangga tubuhnya.

Jari-jari itu perlahan merayap untuk mendekati jarinya, tetapi tatapan Eja jauh memandang indahnya pemandangan di danau. Hingga akhirnya ujung jari tengah Eja berhasil menyentuh ujung jari tengah Ina, dan saat itu juga jari-jemari Eja berhenti merayap mendekat. Ina yang melihatnya hanya tersenyum sambil terkekeh apalagi saat Ina tau Eja tengah tersenyum dengan lebar hingga lesung pipinya bisa terlihat jelas.

“Kalau mau pegang, pegang aja.” Ucap Ina yang sontak membuat Eja juga ikut kaget.

“Boleh?” Tanya Eja.

“Boleh.” Sahut Ina dan menganggukan kepalanya. Mendapatkan persetujuan dari Ina, Eja langsung menggenggam jari jemari Ina yang ramping.

“Jari kamu lentik tau ga.” Kata Eja yang masih anteng menggenggam jari jemari Ina diantara rerumputan itu.

“Semua orang bilang gitu, katanya jari aku mirip sama jari mami aku.” Sahut Ina.

“Oh ya? Kapan-kapan aku pengen deh ketemu mami kamu.”

“Hmmm boleh, tapi nanti pas aku sama senja pulang ke Bali.”

“Beneran boleh?”

Ina hanya mengangguk sembari tersenyum. Jantungnya semakin berdetak dengan kencang saat tangannya merasakan kehangatan dari genggaman tangan Eja. 'Ternyata begini rasanya jatuh cinta.' begitulah batin Ina. Tapi sesaat ia membatin seperti itu, ada perasaan mengganjal yang tiba-tiba datang entah darimana. Perasaan mengganjal yang Ina sendiripun tak tau apa itu, tetapi ia biarkan saja karena degupan jantungnya berdetak lebih kencang dari perasaan yang mengganjal itu.

Akhirnya malam itu mereka habiskan dengan menautkan jari jemari mereka, menyalurkan kehangatan masing-masing sembari menikmati suasana malam yang indah di pinggir danau.

image

Saat itu traffic light sedang memancarkan warna merah. Cahaya matahari yang lumayan panas membias, menyentuh kulit Eja dan Ina yang tengah pura-pura tertidur dan Eja tau itu. Eja yang isengpun segera meraih ponselnya dan mengabadikan beberapa gambar manis Ina, hingga akhirnya Ina tersadar dirinya tengah diabadikan.

“Hapus ga!” Bentak Ina berusaha meraih ponsel Eja.

“Ga! Lumayan buat jadi bahan ledekan.” Setidaknya begitulah ucapan yang keluar dari mulut Eja, padahal dalam hatinya Eja mengabadikan gambar itu agar ia bisa mengagumi ketenangan dalam diri Ina saat ia tertidur.

“Ckkk! Hapus anjir!” Bentak Ina dan masih berusaha meraih ponsel Eja yang sengaja Eja jauhkan.

“Ga!” Sahut Eja dan semakin menjauhkan ponselnya, hingga pada saat pipi tembam Ina tepat di depan wajahnya, Eja reflek mengecup pipi tembam bak mochi itu.

Cupppp

“Duduk yang bener! Lampunya udah Ijo!” Perintah Eja pada Ina. Ina yang masih kaget dengan kelakuan Eja hanya menurut dan langsung menggosokan pipinya kasar, berusaha menghilangkan bekas kecupan Eja.

“Iiiiiii apaansiii mulut bauk jigong cium-cium pipi gue!” Ucap Ina yang masih anteng menggosok pipinya hingga memerah.

Eja hanya menggeleng sembari tersenyum simpul, jantungnya tak berhenti berdetak dengan kencang hingga rasa geli berterbangan memenuhi perutnya.

“Let's go somewhere.” Ucap Ina saat sedang menatap jalanan kota melalui jendela mobil Eja.

“Kemana?” Sahut Eja yang masih fokus menyetir mobilnya.

“Somewhere far away, i want to spent my time. Gue bosen dirumah.”

“Okay,”

Ejapun langsung melesatkan mobilnya membelah jalanan kota yang begitu padat dan ramai.


NP: NIKI – Every Summertime

Kini mobil Eja tengah melaju disebuah jalanan bukit yang tampak sepi, jauh dari kerumunan manusia, hanya ditemani tebing-tebing yang indah.

Ina menurunkan kaca jendelanya, membiarkan angin-angin jalanan yang sepi itu meniup helaian rambutnya.

image

Sesaat Ina memejamkan kedua matanya, mengulurkan tangannya dan ikut merasakan hembusan angin yang menyentuh kulitnya. Alunan lagu pada radio saat itu sungguh membangkitkan suasana di dalam mobil Eja.

Diam-diam Eja curi pandang sembari tersenyum, melirik Ina yang tengah damai menikmati perjalanan mereka, entah kemana Eja akan mengajak Ina, itu masih rahasia.

Didalam hatinya, Eja bertanya-tanya mengapa Ina ingin menghabiskan waktunya? Eja paham saat Ina mengatakan “Gue bosen dirumah.” hanyalah sebuah excuse agar Ina bisa menetralkan pikirannya, tetapi karena apa? Apa iya Ina masih merasa trauma dengan kejadian kemarin? Entahlah, Eja belum memiliki hak untuk menanyakan hal itu, tetapi Eja akan selalu belajar bagaimana memahami Ina.

Ina melepaskan sabuk pengamannya dan perlahan mengeluarkan separuh badannya ke jendela mobil sehingga membuat Eja panik dan hampir saja oleng kalau saja saat itu Ina tak langsung berteriak.

“WAAAAAAAAAAAAAAAAAA” Teriak Ina.

Tangannya ia lambaikan dan menari mengikuti alunan angin yang menyisir. Mata ia pejamkan dan senyumnya ia lebarkan, menikmati bagaimana rasa kebebasan yang Ina ingin rasakan. Rasa kebebasan akan ketakutan, ketakutan yang selalu menjadi rasa sakitnya selama ini.

Eja yang melihatnya kembali tersenyum lebar, degup jantungnya semakin berdetak kencang saat ia melihat senyuman yang lebar terbit indah diwajah Ina. Rasanya ribuan kembang api tengah meletup-letup di dadanya membuatnya ingin ikut berteriak menimpali teriakan Ina.

Eja pun ikut menuruni kaca jendelanya, mendongakan kepalanya dan ikut berteriak.

“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAA” Teriak Eja. Ina yang melihatnya pun ikut terseyum lebar menatap bagaimana Eja yang ikut menemaninya merasakan sebuah kebebasan.

Eja dan Inapun saling menatap satu sama lain hingga keduanya tertawa ringan, mengingat bagaimana memalukannya hal itu, tetapi disisi lain itu sungguh menyenangkan.

Matahari yang semulanya panas, kini perlahan condong kearah barat dan membiaskan cahaya jingga yang indah. Ejapun perlahan melambatkan kendaraannya untuk mencari tempat parkir.

“Dah sampai.” Ucap Eja pada Ina.

Sebuah hamparan lautan yang luas dan pasir putih yang menghiasi dipinggirnya. Yaps, Eja mengajak Ina pergi kepantai, sebuah pantai yang terletak cukup jauh dari pusat kota dan sepi, hanya ada beberapa nelayan yang tengah bersiap untuk melaut.

Ina melihat sekeliling pantai itu dan langsung berlari dengan kaki terlanjangnya. Ejapun ikut menyusul Ina, berlari mengejar Ina sembari melemparkan pasir-pasir putih itu ke arah Ina.

Ina yang merasa mendapatkan perlawanan, membalas Eja dengan melemparinya air-air asin di tepi pantai. Ejapun ikut membalasnya dengan ikut menyemburkan air asin itu kearah Ina.

image

“Awwwww.” Hingga semburan air asin yang bercampur pasir itu tak sengaja masuk kedalam mata Ina. Eja yang melihatnya langsung berlari mendekati Ina, menjauhkan tangan Ina dan wajahnya. Eja menangkup wajah mungil Ina dengan tangannya yang besar, membuka kelopak matanya perlahan dan meniupnya agar agar pasir-pasir yang masuk itu bisa keluar.

“Udah? Masih berasa janggal ga?” Ucap Eja saat dirasanya pasir-pasir itu sudah semua ia keluarkan. Ina langsung mengerjapkan beberapa kali matanya untuk memastikan bahwa tak ada pasir lagi didalmnya.

Ina mengangguk dan membuat Eja sedikit tenang, tetapi tak lama kemudian Ina menendang kaki Eja dan berlari sekencang mungkin.

“Awwww shhh.”

“Catch me if you can!!!” teriak Ina sembari berlari menjauh. Eja yang berasa ditantangpun menyusul Ina, berlarian dipinggir pantai dan ditemani matahari terbenam.

Eja semakin kencang berlari, hingga ia berhasil menangkap tubuh mungil Ina, memeluknya kencang dan sedikit memutarnya.

“Ketangkep!!!”

“Anjir! Lepasin gue! Ja!” Ejapun melepas pelukannya dan menurunkan Ina. Ina langsung sempoyongan karena diputar cukup kencang oleh Eja, membuatnya sedikit limbung dan hampir saja terjatuh kalau saja Eja tak langsung merangkulnya.

Kini mata Eja menatap manik Ina secara lekat, begitupula manik Ina menatap Eja secara mendalam. Tanpa eja sadari, ibu jarinya kembali menyentuh bibir Ina yang sedikit terbuka, merasakan kulit kenyal itu kembali. Jantungnya kembali berdegup kencang, perasaan yang meletup itu kembali terjadi memenuhi perutnya.

Wajah Eja perlahan mulai mendekati wajah Ina. Bibirnya yang sedikit terbuka mengisyaratkan bahwa Eja ingin sekali mencium bibir itu kembali, merasakan bagaimana bibir plumnya menyesap tiap inci kulit kenyal itu.

Sesaat bibirnya hampir menyentuh bibir Ina, Ina langsung memalingkan wajahnya, menjauhi wajah Eja. Menelan ludahnya secara kasar lalu berdeham cukup keras.

Eja langsung mengurungkan niatnya untuk mencium kembali Ina, dan memilih untuk mengacak rambutnya dan tersenyum, melepas tubuh Ina dari rangkulannya.

Didalam dirinya, Eja sedikit sakit hati, tetapi ia juga mewajari hal itu. Mungkin saja Ina belum siap untuk menerima sikap perhatiannya yang secara tiba-tiba ini, mungkin juga Ina belum siap untuk jatuh hati padanya.

Tetapi setidaknya Eja akan berusaha secara perlahan untuk mengenali rasa sukanya kepada Ina, Eja juga ingin secara perlahan Ina menerima semuanya dan mulai membuka pintu hatinya untuk Eja. Semua itu butuh proses dan Eja akan menikmati setiap prosesnya.

Langit sudah mulai gelap dan menyurutkan sinarnya, tetapi Eja dan Ina masih asik bermain pasir untuk menghabisi waktu mereka bersama, berdua. Hanya ditemani angin, suara deburan ombak dan nyamannya pijakan kaki diatas pasir putih ini.

Bagi Eja, walaupun angin laut yang bertiupan cukup kencang dan membuat tubuhnya kedinginan, tetapi hatinya tetap hangat saat ia melihat senyuman yang merekah dari wajah Ina. Sungguh, itu sungguh hangat, bagaikan angin di musim panas.

Setelah mendapatkan pesan dari kekasihnya itu, Chanyeol langsung berlari menuju basement tempt ia memarkirkan mobilnya.

Dengan kecepatan yang kencang, Chanyeol membelah kota Seoul untuk bertemu kekasihnya itu, meminta hadiah ulang tahun special dari kekasihnya.


Sesampainya di apartemen Baekhyun, Chanyeol langsung saja menekan passcode pada pintunya, berjalan cepat menuju kamar kekasih hatinya.

Sesaat Chanyeol membuka pintu kamar Baekhyun, betapa terkejutnya ia melihat penampakan kekasihnya yang tengah bermain dengan mainan kesayangan yang Chanyeol belikan untuk Baekhyun beberapa bulan lalu saat ulang tahunnya.

image

Diambang pintu Chanyeol menonton kekasihnya yang tengah mendesah hebat itu, menelisik tubuh indah kekasihnya. Tetapi satu hal yang Chanyeol sadari, ternyata ponsel Baekhyun tengah merekam adegan panasnya.

image

'Ternyata ada hadiah tambahan huh?' Begitulah batin Chanyeol.

“Ahhhh—Chanyeolahhh—mppphhh” Begitulah desah Baekhyun saat ia mengocok lubangnya dengan dildo berbentuk bunga mawar itu.

Chanyeol mulai mendekati Baekhyun, meraba pantatnya yang sintal dan sesekali ia tampar membuat pantatnya memantul lucu seperti jelly. Chanyeol yang gemas juga mulai meremas pantat kekasihnya hingga membuat empunya mendesis kenikmatan.

image

“Agiya—” Itulah sapaan Baekhyun pada kekasihnya.

“Kapan kau sampai??” Ucap Baekhyun membalikkan badannya, tetapi Chanyeol mehanannya dan langsung mengukungnya.

“Baru saja —cuppp” Sahut Chanyeol sembari menciumi tengkuk kekasihnya.

Tanganya Chanyeol gunakan untuk memainkan pentil dibalik baju sekolah yang Baekhyun gunakan.

“Ahhhh—Chanyeolahhh—mppphhh” Baekhyun semakin mendesah saat Chanyeol melepaskan dildo bunga mawar itu dari lubang kekasihnya.

Chanyeol mengangkat pantat Baekhyun semakin tinggi hingga ia bisa melihat lubang kekasihnya yang berkedut manja. Dengan lapar Chanyeol menjilat lubang itu, memasukan lidahnya kedalam dan memainkannya diarea lubang itu. Sesekali Chanyeol menghisap lubang manis Baekhyun dan menggigit manja pipi pantat kekasihnya.

image

Setelah selesai memakan lubang kekasihnya, jari-jarinya yang besar mulai masuk bermain di lubang Baekhyun, mencari cari titik nikmat kekasihnya.

“Akhhhhh mppphhhh shibal!!”

Akhirnya Chanyeol menemukan dimana titik itu berada, dengan sekali gerak Chanyeol merebanhkan kembali tubuh Baekhyun.

Chanyeol membuka resleting celananya, dan melepaskan kejantannya yang sudah menegang itu. Dikocoknya penis Chanyeol hingga spermanya keluar, dan mengoleskannya pada lubang Baekhyun untuk dijadikannya lube alami.

image

Setelah ia rasa spermanya cukup untuk melumasi lubang Baekhyun, secara perhalan Chanyeol memasukan kejantannya kedalam lubang kekasihnya.

image

“Akhhhh agiyaa— nikmattt mphhhhh” Desah Baekhyun saat penis Chanyeol berhasil masuk seluruhnya kedalam lubang Baekhyun.

Chanyeol langsung menghantam lubang Baekhyun dengan ganas. Suara decakan penyatuan kulit itu terdengar nyaring memenuhi kamar Baekhyun.

image

“Ahhh—-ahhh—-ahhhh mppphhh Chanyeol ahhhh—”

“Enak sayang???”

“Enak Agi, Baek suka mppphhhhhh ahhhh”

Chanyeol semakin menggenjot lubang Baekhyun secara brutal.

Untuk meraih pelepasan yang maksimal, beberapa gaya mereka lakukan, mulai dari gaya baringan. Hingga gaya mengukung. Semua gaya mereka lakukan agar mendapatkan pelepasan yang maksimal.

image Full video di akun NSFW

image Full video di akun NSFW

“Ahhh—-ahhh—-ahhhh Agiyaa— aku akn keluar” ucap Baekhyun.

Belum selesai Baekhyun menuntaskan pelepasannya ternyata kekasihnya lebih dulu memuntahkan sperma yang melimpah di dalam lubangnya.

“Wahhhhh, ini pertama kalinya aku cum lebih dulu daripada kamu” Ucap Chanyeol saat ia melihat betapa bnyaknya sperma yang ia muntahkan di dalam lubang Baekhyun.

“Harusnya aku crossdresser aja dari dulu biar sesekali kau yang crot duluan.” Ucap Baekhyun dengan nafas yang masih terengah-engah.

“Round 2??” Tanya Chanyeol. Baekhyun yang antusias langsung saja mengangguk.

Belum sempat Chanyeol menyentuh Baekhyun, suara handphonenya bergetar. Itu adalah managernim yang memanggil. Dengan berat hati Chanyeol harus mengangkat telepon itu.

“Yaaa!!! Kau dimana? Kau lupa hari ini ada photoshoot dengan Pasific???” Begitulah teriak managernim dari seberang telepon yang Baekhyun bisa dengar.

“Aku sedang otw hyung, jadi bersabarlah.” Ucap Chanyeol dengan nada melemas.

“Cepatlah, team dari Pasific sudah menunggumu.”

“Hmmmm” Hanya itu jawaban Chanyeol sebelum menutup teleponnya.

“Baby, aku harus pergi. Round keduanya kita lanjut nanti mmh???” Ucap Chanyeol dan mengelus surai Baekhyun.

“No need aku akan bermain dengan mainanku.” Ucap Baekhyun dan kembali meraih dildo bunga mawarnya.

“Baiklah kalau begitu, jangan lupa kirim kadonya ya. I Love you” Ucap Chanyeol sembari mengecup pipi gembul kekasihnya.

“I love you too. Hati-hati dijalan Agiiiii”

“Eooooo Bye bye.” Pamit Chanyeol pada Baekhyun.

Setelah mendapatkan pesan dari kekasihnya itu, Chanyeol langsung berlari menuju basement tempt ia memarkirkan mobilnya.

Dengan kecepatan yang kencang, Chanyeol membelah kota Seoul untuk bertemu kekasihnya itu, meminta hadiah ulang tahun special dari kekasihnya.


Sesampainya di apartemen Baekhyun, Chanyeol langsung saja menekan passcode pada pintunya, berjalan cepat menuju kamar kekasih hatinya.

Sesaat Chanyeol membuka pintu kamar Baekhyun, betapa terkejutnya ia melihat penampakan kekasihnya yang tengah bermain dengan mainan kesayangan yang Chanyeol belikan untuk Baekhyun beberapa bulan lalu saat ulang tahunnya.

image

Diambang pintu Chanyeol menonton kekasihnya yang tengah mendesah hebat itu, menelisik tubuh indah kekasihnya. Tetapi satu hal yang Chanyeol sadari, ternyata ponsel Baekhyun tengah merekam adegan panasnya.

image

'Ternyata ada hadiah tambahan huh?' Begitulah batin Chanyeol.

“Ahhhh—Chanyeolahhh—mppphhh” Begitulah desah Baekhyun saat ia mengocok lubangnya dengan dildo berbentuk bunga mawar itu.

Chanyeol mulai mendekati Baekhyun, meraba pantatnya yang sintal dan sesekali ia tampar membuat pantatnya memantul lucu seperti jelly. Chanyeol yang gemas juga mulai meremas pantat kekasihnya hingga membuat empunya mendesis kenikmatan.

image

“Agiya—” Itulah sapaan Baekhyun pada kekasihnya.

“Kapan kau sampai??” Ucap Baekhyun membalikkan badannya, tetapi Chanyeol mehanannya dan langsung mengukungnya.

“Baru saja —cuppp” Sahut Chanyeol sembari menciumi tengkuk kekasihnya.

Tanganya Chanyeol gunakan untuk memainkan pentil dibalik baju sekolah yang Baekhyun gunakan.

“Ahhhh—Chanyeolahhh—mppphhh” Baekhyun semakin mendesah saat Chanyeol melepaskan dildo bunga mawar itu dari lubang kekasihnya.

Chanyeol mengangkat pantat Baekhyun semakin tinggi hingga ia bisa melihat lubang kekasihnya yang berkedut manja. Dengan lapar Chanyeol menjilat lubang itu, memasukan lidahnya kedalam dan memainkannya diarea lubang itu. Sesekali Chanyeol menghisap lubang manis Baekhyun dan menggigit manja pipi pantat kekasihnya.

image

Setelah selesai memakan lubang kekasihnya, jari-jarinya yang besar mulai masuk bermain di lubang Baekhyun, mencari cari titik nikmat kekasihnya.

“Akhhhhh mppphhhh shibal!!”

Akhirnya Chanyeol menemukan dimana titik itu berada, dengan sekali gerak Chanyeol merebanhkan kembali tubuh Baekhyun.

Chanyeol membuka resleting celananya, dan melepaskan kejantannya yang sudah menegang itu. Dikocoknya penis Chanyeol hingga spermanya keluar, dan mengoleskannya pada lubang Baekhyun untuk dijadikannya lube alami.

image

Setelah ia rasa spermanya cukup untuk melumasi lubang Baekhyun, secara perhalan Chanyeol memasukan kejantannya kedalam lubang kekasihnya.

image

“Akhhhh agiyaa— nikmattt mphhhhh” Desah Baekhyun saat penis Chanyeol berhasil masuk seluruhnya kedalam lubang Baekhyun.

Chanyeol langsung menghantam lubang Baekhyun dengan ganas. Suara decakan penyatuan kulit itu terdengar nyaring memenuhi kamar Baekhyun.

image

“Ahhh—-ahhh—-ahhhh mppphhh Chanyeol ahhhh—”

“Enak sayang???”

“Enak Agi, Baek suka mppphhhhhh ahhhh”

Chanyeol semakin menggenjot lubang Baekhyun secara brutal.

Untuk meraih pelepasan yang maksimal, beberapa gaya mereka lakukan, mulai dari gaya baringan. Hingga gaya mengukung. Semua gaya mereka lakukan agar mendapatkan pelepasan yang maksimal.

image Full video di aku NSFW

image Full video di aku NSFW

“Ahhh—-ahhh—-ahhhh Agiyaa— aku akn keluar” ucap Baekhyun.

Belum selesai Baekhyun menuntaskan pelepasannya ternyata kekasihnya lebih dulu memuntahkan sperma yang melimpah di dalam lubangnya.

“Wahhhhh, ini pertama kalinya aku cum lebih dulu daripada kamu” Ucap Chanyeol saat ia melihat betapa bnyaknya sperma yang ia muntahkan di dalam lubang Baekhyun.

“Harusnya aku crossdresser aja dari dulu biar sesekali kau yang crot duluan.” Ucap Baekhyun dengan nafas yang masih terengah-engah.

“Round 2??” Tanya Chanyeol. Baekhyun yang antusias langsung saja mengangguk.

Belum sempat Chanyeol menyentuh Baekhyun, suara handphonenya bergetar. Itu adalah managernim yang memanggil. Dengan berat hati Chanyeol harus mengangkat telepon itu.

“Yaaa!!! Kau dimana? Kau lupa hari ini ada photoshoot dengan Pasific???” Begitulah teriak managernim dari seberang telepon yang Baekhyun bisa dengar.

“Aku sedang otw hyung, jadi bersabarlah.” Ucap Chanyeol dengan nada melemas.

“Cepatlah, team dari Pasific sudah menunggumu.”

“Hmmmm” Hanya itu jawaban Chanyeol sebelum menutup teleponnya.

“Baby, aku harus pergi. Round keduanya kita lanjut nanti mmh???” Ucap Chanyeol dan mengelus surai Baekhyun.

“No need aku akan bermain dengan mainanku.” Ucap Baekhyun dan kembali meraih dildo bunga mawarnya.

“Baiklah kalau begitu, jangan lupa kirim kadonya ya. I Love you” Ucap Chanyeol sembari mengecup pipi gembul kekasihnya.

“I love you too. Hati-hati dijalan Agiiiii”

“Eooooo Bye bye.” Pamit Chanyeol pada Baekhyun.

image

Vinyl yang tengah berputar itu ternyata hanya berisi satu lagu yang dimainkan secara loop. Eja, tak tau ternyata Ina jika tidur harus mendengarkan sebuah musik untuk menenangkan tidurnya. Dan satu hal lagi yang Eja baru tau tentang Ina. Dibalik senyum dan keusilannya, ternyata Ina memiliki trauma yang cukup menyayat hati Eja. Rasanya Eja ingin melindungi Ina, lelaki mungil itu selamanya.

NP: Justin Bieber – Off My Face

Sesaat Eja selesai mengkompres Ina, dan dirasanya suhu tubuh Ina sudah kembali normal, Eja merebahkan dirinya disebelah Ina, mengusapkan kedua tangan Ina yang berada didalam cakupan tangannya yang besar. Sesekali Eja meniup-niup tangannya untuk menyalurkan kehangatan dalam tubuhnya . Sudah dirasanya tangan Ina mulai menghangat, Eja menyimpan tangan Ina di dalam dekapannya.

Eja kembali menatap Ina yang tampak tenang tertidur dengan nafas yang teratur. Dalam hatinya Eja merasa kagum melihat sisi kalem sosok Ina yang ia biasa kenal sebagai musuh bebuyutannya itu.

“Entah kenapa, kalo lo tenang gini, gue berasa lagi nyentuh ubin Masjid. Adem banget” Begitulah Ucap Eja sembari tersenyum.

Eja masih menatap lelaki mungil itu dengan dalam. Menelisik setiap inchi kulit Ina yang mulus.

Tangannya perlahan menyentuh surai Ina memainkan beberapa helai sembari menatap nafasnya yang masih teratur. Perlahan tangan Eja turun, menyentuh pelipis, lalu pipinya yang gembul hingga jari-jarinya menuntun, membawanya untuk menyentuh bibir Ina.

Ibu jarinya yang besar, perlahan mengusap bibir Ina yang setengah terbuka saat tertidur itu. Pikiran Eja melayang jauh saat ia menyentuh kulit yang kenyal itu.

'Bagaimana rasanya mencium bibir ini?' Begitulah isi pikiran Eja saat itu.

“Eja! No! Apaan sih lo? Inget ja, haram!” Eja menggeleng menangkis isi pikirannya.

Tetapi Eja kembali menatap Ina yang masih pulas tertidur tak berkisik sedikitpun. Jari-jarinya kembali menyentuh bibir Ina, mengusapnya dengan halus memajamkan matanya, membayangkan bagaimana rasanya mencium bibir itu. Tanpa Eja sadari, wajahnya perlahan mendekati wajah Ina, hingga akhirnya ia tersadar dan membuka matanya.

“Is it okay? To Fall in love with you? Bahkan aku ingin menciumu saat ini.” Ucapnya dengan jari jemari masih mengusap halus bibir Ina.

Jantungnya berdetak sungguh kencang saat ia memikirkan bahwa dirinya tengah jatuh cinta saat ini. Tapi apa iya ini yang dinamakan cinta? Apa iya Eja telah luluh pada Ina? Apa iya Eja sudah melabuhkan hatinya? Apa iya? Hanya ada satu jawaban untuk memastikan semua pertanyaan yang bergeming dikepala Eja itu.

Eja mendekatkan wajahnya ke wajah Ina, menempelkan bibir plumnya dengam milik Ina, merasakan bagaimana hangatnya nafas Ina yang berhembusan. Eja memejamkan matanya menghayati bagaimana kulit kenyal dari bibir Ina itu menempel pada miliknya. Kupu-kupu diperutnya berterbangan tak beraturan saat ia merasakan kehangatan tersebut, tetapi tanpa Eja sadari, Ina tengah membuka matanya.

Samar-samar Ina melihat sosok laki-laki berambut hitam tengah mencium bibirnya, dengan keadaan setengah sadar, Ina membalas ciuman itu dengan mencium bibir atas Eja, mengulumnya secara singkat.

Eja yang masih memejamkan matanya, merasakan bibirnya mendapatkan sebuah balasan ciuman. Iapun langsung ikut membalasnya dengan menautkan bibir bawahnya dengan bibir bawah Ina, menyesap setiap inchi bibir Ina yang lembut secara perlahan. Sungguh candu jika Eja membatin saat ini.

Niatnya Eja ingin memperdalam ciumannya, tetapi ia mengurungkan niatnya itu saat ia sadar Ina kembali terlelap dalam tidurnya. Tetapi dalam hatinya, Eja merasakan kebahagian yang selama ini ia cari-cari. Kebahagian dalam mencintai seseorang.

Eja kembali menjauhkan wajahnya, menatap Ina yang tertidur pulas sembari tersenyum manis hingga lesung pipinya tampak terlihat jelas. Mengusap surai Ina dan mencium keningnya, lalu tangannya ia lingkarkan pada tubuh Ina, menyalurkan kengahatan dari tubuhnya sembari berbisik.

“Na, aku ingin menjagamu.”