musik-musikmu dan dia
[#hikanoo dari pov hika, soulmate au: lagu yang kamu nyanyiin dalam hati akan terdengar di pikiran soulmate kamu]
Hikaru tidak terlalu percaya akan konsep cinta sejati. Atau belahan jiwa dirinya yang ada di luar sana, terhubung dengannya dalam batin.
Dia mendengar banyak cerita dari teman-temannya. Katanya, katanya, teman-temannya dapat mendengar lagu dalam pikiran mereka. TIba-tiba saja muncul, tanpa mereka pikirkan. Bahkan beberapa belum pernah mendengar lagu yang terputar dalam pikiran mereka, disenandungkan dengan suara yang terdengar sangat familiar sekaligus asing.
Tentu dia tidak percaya. Seringkali pikiran manusia bosan, memutar lagu secara acak yang tidak sengaja pernah didengar, tapi kini beberapa menganggap hal tersebut sebagai suatu takhyul.
“Kau akan tahu, nanti.” Yabu selalu menanggapinya dengan kalimat yang sama. “Bisa saja belahan jiwamu itu lebih tua darimu, jadi kau bisa mendengar suaranya lebih dulu.”
Berbeda dengannya, Yabu suka dengan konsep ini. Menarik baginya membayangkan kemungkinan seseorang dapat berbagi musik dengan jiwa lainnya. Walau sama-sama bergelut di bidang musik, Hikaru tidak merasa se-spesial itu untuk berbagi hanya dengan satu orang di luar sana.
Lagipula, sejak lama, dia sudah membagikan musiknya dengan orang banyak.
Bersama dengan Yabu, Yuto—adik kelasnya berbeda satu tingkat, dan Yamada—setingkat dengan Yuto, mereka membentuk sebuah grup band. Mereka memang baru punya pengalaman naik panggung beberapa kali di tempat umum, lebih banyak tampil dalam pentas sekolah dan kafe, tapi Hikaru merasa grup mereka cukup bisa dibanggakan.
Lagu-lagu mereka banyak ditulis oleh Yabu dan Hikaru. Sesekali, Yamada dan Yuto juga memberikan lagu mereka sendiri. Namun kedua adik kelasnya itu lebih aktif dalam menarik perhatian penggemar baru, membawakan mereka penonton yang lebih banyak ketika naik ke panggung berikutnya.
Yamada dan Yuto memiliki opini yang sama dengan Yabu terkait konsep belahan jiwa dan ikatan batin. Ketika topik tersebut dibicarakan, keduanya pasti akan melirik Hikaru dengan tatapan bertanya, menunggu adanya perubahan opini darinya. Jika sudah seperti itu, biasanya dia akan mengalihkan topik atau pergi dari tempat, membuat Yuto menyahutinya sesuatu yang sudah tidak lagi dia dengar dan mendapat cibiran dari Yamada.
Tidak masalah juga untuknya.
Sampai suatu hari, dia merasakannya sendiri.
Dia ingat hari itu, suatu hari di bulan Juni, pada tanggal 22. Kamarnya berantakan diisi kertas-kertas lirik yang setengah ditulis, beberapa diremat, lebih banyak disobek, dan tidak ada upaya darinya untuk membereskan. Dia terkenal sebagai orang yang rapi, kecuali ketika dihadapi tenggat untuk membuat lagu baru.
Jarinya memetik senar, tidak lagi menggenggam pena, buku yang sedari tadi dia pakai untuk menulis terlempar entah ke mana. Pandangannya tertuju pada langit-langit kamar, mencoba mengingat-ingat kejadian aneh atau lucu yang dapat membuatnya kembali tertawa, dan membayangkan skenario bohongan untuk lirik lagunya nanti.
Ketika itu, sebuah suara familiar yang asing muncul di pikirannya.
Hikaru peka akan suara. Dia mudah mengenali suara orang walau hanya dua atau tiga kali mendengarnya berbicara. Dia selalu hapal suara yang dia dengar sebelumnya. Namun dia tidak dapat membayangkan wajah pemilik suara di pikirannya ini.
Suara itu bersenandung. Kalau Hikaru ingin jujur, suaranya tidak bagus-bagus amat. Namun mungkin karena suara ini hanya bersenandung sesukanya, tidak benar-benar memikirkan nada baik atau buruk. Unik, sebenarnya, suaranya mudah diingat, seharusnya jika Hikaru benar-benar pernah bertemu dengan si pemilik suara, dia pasti akan ingat. Lucunya, setelah beberapa detik dia mendengarkan senandung itu, dia baru tersadar.
Suara itu menyanyikan lagunya.
Kedua alisnya bertaut. Jemarinya berhenti memetik senar. Pikirannya fokus mendengarkan suara senandung itu, tanpa sadar ikut menggumamkan liriknya. Rasanya lagu ini dia buat ketika awal-awal baru membentuk grup. Mereka butuh tiga sampai empat lagu untuk bisa dimainkan bergiliran di acara pentas. Jadi, masing-masing dari mereka membuat lagu.
Ini lagu yang Hikaru buat.
Bibirnya melengkung, membentuk sebuah senyum yang menyampai matanya. Lagu ini sudah jarang dimainkan, mereka lebih suka membawakan lagu baru, menyesuaikan dengan selera pasar. Kalau tidak salah, mereka sempat merekam lagu ini walau tidak secara resmi, hanya berupa video dari acara pentas yang mereka hadiri.
Dia tidak akan ingat lagu ini jika bukan karena senandung itu.
Tidak sampai akhir, senandung itu berhenti di pertengahan. Hikaru merasa kehilangan.
Aneh, rasanya. Padahal hanya senandung. Dia bisa saja mendengarkan senandung Yamada yang mungkin lebih enak didengar, tentu karena adik kelasnya itu vokalis mereka. Namun dia lebih ingin mendengar suara itu lagi, bahkan mungkin menemuinya jika ada kesempatan.
“Mana mungkin, kan,” Hikaru bergumam, suaranya tidak yakin, “belahan jiwa seperti ini tidak ada, ... kan?”