30
warning. contains suicide attempt, kissing, fall, height. please skip if you might be triggered
This is the night where one of us die, dan salah satu dari kita mati di challenge gue, Zidan.
Mahesa masuk ke kamar Dewa tadi habis Simon selesai ngomong. Yang lain masih di meja makan, Baram kayaknya lagi susun strategi biar gaada yang mati hari ini. Tapi keknya gabisa. One of us will definitely die
Gue ditarik Xavi ke kamar yang gue tempatin sama Esa buat tidur beberapa hari ini.
I don't know what's going on her mind right now, Tapi dia tiba dorong gue, kissing me like she never ate before. Sampe akhirnya gue dorong dia ngejauh
“What the fuck is wrong with you“
Dia berdecak, “doing what Simon says we need to do. Make love“
Kalau lo pikir gue cuma cowok petakilan gaada adab yang kalau disuruh ngelakuin sesuatu yang enak langsung iya-iya aja, well you're absolutely right. Tapi hal itu gak berlaku sekarang, not when I'm sleeping with my bestfriend's crush
“Calm the fuck down“ gue ngasih jarak diantara kita, “we're not doing that, okay“
“Jangan bego, Zidan” Dia berdiri, ngacak rambutnya frustasi “please, gue gak bisa kehilangan salah satu diantara kita. So do it. Sleep with me“
“Mahesa suka sama lo, Vi. AND WE'RE SIXTEEN“ gue gak kalah frustasi sama Xavi. Gila. Gue ga pernah sepusing ini seumur hidup. Yaiyalah, 16 tahun hidup gue becanda doang
“I know, and what about it“ dia maju lagi, “You're way hotter anyway“
“He's my fucking bestfriend, dan lo juga sahabat gue. I-“ gue teriak. Marah. Takut. Semuanya berusaha gue keluarin tapi sama aja. Dada gue rasanya kayak dipukul seratus kali semenit. Air mata keluar dari sudut mata gue, “Gue gak bisa khianatin Esa gitu aja, Vi.”
“Jadi lo milih buat bunuh diri? Loncat dari lantai tiga? Letting yourself die?“
“Why not?“
Gue keluar dari kamar. Ngebiarin Xavi teriak manggilin gue. Ngatain gue gila dan sebagainya, naik ke balkon paling tinggi di rumah Kenzi. Balkon lantai Tiga. Pemandangannya bagus disini. Well atleast i died with a good view of stars
“Lo bego ya?” gue balik badan. Esa, didepan gue, natap gue kayak singa belum makan. “Balik. Tidur sama Xavi” dia nyekal tangan gue
“Gak”
Mahesa nonjok pipi gue, “Balik.”
“Enggak, Sa”
“Jangan goblok Zidan” pertama kali gue liat Mahesa nangis, dan dia nangisin gue “Tidur sama Xavi. Gapapa gue sakit hati daripada lo harus dealing with death kayak gini” dia berlutut di depan gue
“Please, Zi. Gue gak bisa kehilangan lagi. Cukup bokap yang ninggalin gue, lo jangan”
“Esa, lo tau gue gasuka penghianat” gue nuntun Mahesa buat berdiri, terus senyum. Ngeyakinin Mahesa kalau gue bakal baik-baik aja
Dibawah gue bisa denger ada suara mesin mobil. Ah, kayaknya Baram mau nyoba buat nyelamatin gue. Sama kayak yang dia lakuin ke Kaluna
Gue mundur perlahan, “gue gabisa ingkarin janji yang gue bikin sama diri gue sendiri”
This is it. Tumit gue nyentuh ke pembatas, “Ntar bawain marlboro merah ya ke surga” gue ketawa sebelum jatuhin diri ke belakang
I can see the stars, I can feel the wind. Mahesa diatas ngulurin tangannya, coba buat ngeraih tangan gue. Bodoh, lo tau tangan lo gaakan sampe Sa.
Mau tau gak rasanya jatuh? Rasanya kayak terbang, the power to fly. Something that you might be dreaming of
Tapi sebenernya, lo cuma terbang selama 2 atau 4 detik. Sampe akhirnya gravitasi ngalahin lo. They take back what you want to steal
Gue gak bego. Gue tau gue sebenernya bisa nempatin orang lain sekarang buat ngegantiin gue, but hey. There's no fun of doing that
At the end, when your body reaches the ground. When all you see is dark, and you can't hear a single thing. That's when you know, gravity is the winner
Mahesa, you better bring me a good ciggs when you reach heaven my brother