Bagi Hongseok, Changgu adalah matahari dikala musim salju. Ia bisa mati membeku jika Changgu tak menyinarinya saat itu.
Salju dan musim dingin menjadi penanda bagaimana dua anak manusia yang tak saling mengenal bertemu dalam takdir.
Salju dan musim dingin akan selalu menjadi kebahagiaan dari cerita penjang penuh kasih sayang seorang Yang Hongseok dan Yeo Changgu.
Namanya Yeo Changgu, usianya hanya terpaut dua tahun lebih muda dari Hongseok. Saat pertama kali Hongseok melihatnya, ia sedang menangis disamping jasad kedua orang tuanya. Meracau mengapa monster jahat tega membunuh kedua orang tuanya sendiri.
Jadi Hongseok menghampirinya; dan tanpa aba-aba langsung memeluknya. Saat itu pemuda mungil itu terlihat sangat lemah di pelukan Hongseok, air matanya tak berhenti mengalir, bibirnya gemetar, ia memeluknya dengan erat bahkan ketika mereka tak saling mengenal satu sama lain.
Lalu Hongseok mencoba menanyakan nama pemuda itu. “Yeo Changgu.” nama yang manis.
Namanya Yeo Changgu, usianya 22 tahun ketika untuk yang kedua kalinya mereka bertemu. Dalam keadaan yang sudah lebih baik tentunya.
Kala itu, salju masih turun dengan derasnya. Namun pemuda itu tersenyum hangat sambil mengucapkan terima kasih karena telah menolongnya tempo lalu.
Suaranya halus dengan wajah yang tampan nan menawan, tubuh mungilnya berjalan ke arah Hongseok dengan ceria. Dan senyumnya; senyumnya dapat membawa jutaan kepak sayap kupu-kupu ke dalam hati Hongseok. Menggelitik halus. Membangkitkan tawa renyah Hongseok ke permukaan.
Saat pertama kali Hongseok mendengar tawanya, maka Hongseok telah memutuskan untuk jatuh cinta kepada pemuda mungil itu.
Namanya Yeo Changgu, usianya masih 22 tahun. Hongseok masih ingat jelas bagaimana pemuda itu berlari bersama teman-temannya, guna meghindar dari serangan yang ada di Seoul saat itu. Wajahnya masih tampan, suaranya masih sehalus yang ia dengar, dan senyumnya tetap membuat pemuda Yang itu tergelitik dengan cara yang tak biasa.
Tubuh mungilnya berlari ke arahnya sekuat tenaga dan berteriak memanggil namanya.
“Hongseok-ssi!”
Hongseok menyukai bagaimana pemuda itu memanggil namanya dengan khas. Dengan suara yang mengalun lembut; seperti jiwanya terserap dan terperangkap dalam suara manis itu.
Namanya Yeo Changgu, usianya akan menginjak 23 tahun kala Hongseok membuat perayaan kecil di tenda tempat mereka berlindung dari hantaman salju dan monster di luar.
Changgu bilang ia selalu ingin sebuah boneka besar yang bisa ia peluk saat tidur. Jadi Hongseok memutuskan untuk membelikannya sebuah boneka beruang besar.
Pemuda itu menyukainya, “terima kasih! padahal kau tidak perlu repot-repot membelikanku hadiah.” katanya sambil memeluk boneka beruang berwarna coklat.
Hongseok tersenyum, lalu Hyunggu datang membawa kue ulang tahun sederhana untuk sahabatnya. Tak hanya mereka, teman teman mereka juga ikut merayakannya, bersorak menyanyikan lagu selamat ulang tahun dengan deru tawa.
Dapat Hongseok lihat bagaimana mata coklat pemuda mungil itu berbinar dengan indah, menunjukan afeksi bahagia lewat sorot matanya sampai menangis. Perubahan ekspresi dari sedih, terkejut hingga senang. Begitu indah di mata Hongseok. Seolah setiap inci dari wajah pemuda itu adalah pemandangan yang tak boleh ia lewatkan.
“Hongseok Hyung, terima kasih.”
Ingatkan Hongseok agar tak meleleh saat itu juga.
Namanya Yeo Changgu, usianya sudah menginjak 23 tahun kala jarum jam analog menunjukan angka 12 dan ia yang meniup lilin ulang tahunnya dengan gembira.
Hongseok memeluknya, mendekap pemuda mungil itu seperti saat pertama kali mereka bertemu. Merasakan aroma floral dari tubuh mungil itu menyeruak masuk ke dalam indra penciuman Hongseok, dan membuatnya mabuk.
Wajahnya berseri, terlihat sekali sedang dalam euforia bahagia. “Terima kasih Hyung, aku tak menyangka akan ada yang merayakan ulang tahunku.” katanya masih memeluk Hongseok.
“Kau berhak mendapatkannya Chang.”
Sejak detik itu, Hongseok berjanji pada dirinya sendiri untuk terus mendekap pemuda itu, untuk terus menjaganya dari dinginnya dunia, dan tidak akan pernah membiarkan kesedihan menghampiri pemuda mungil ini.
Namanya Yeo Changgu, usianya 23 tahun. Dalam balutan mantel coklat yang melahap torsa dan lengannya, pemuda itu nampak seperti bocah umur 5 tahun yang tengah berlindung dari dinginnya salju.
Hari itu, tanpa aba-aba Changgu mulai menceritakan tentang kejadian apa yang di lihat Hongseok saat pertama kali mereka bertemu. Di jalanan yang tampak tertutup oleh bulir-bulir salju.
“Monster itu jahat.”
Hongseok mengangguk. “Memang.”
Wajah manisnya menengadah ke langit. Kumpulan memori terputar bagaikan film yang sedang di mainkan di kepalanya.
Pemuda itu menghela nafas lagi; sebelum melanjutkan omongannya. “Saat itu aku tak tahu apa yang terjadi. Aku bersembunyi di dalam lemari, dan saat aku keluar. Ayah dan ibuku sudah mati di makan monster entah apa itu.”
Hongseok meringis, kata-kata mati itu terdengar sangat kejam di telinga. Walau ia akui perbuatan monster itu lebih kejam.
“Lalu tiba-tiba kau datang, aku fikir kau adalah monster! tapi ternyata bukan, kau menolongku Hyung!”
“Jika kau tidak datang saat itu mungkin saja aku sudah di makan oleh monster yang lain juga.” lanjutnya sambil tersenyum.
Senyuman Changgu membuat Hongseok tanpa sadar menarik kedua sudut bibirnya ke arah yang bersebrangan.
“Hei Changgu.”
“Ya?”
“Orang tua-mu melindungimu dengan berani disana, menjagamu agar kau tetap hidup. Dan sekarang adalah tugasku untuk menggantikan perjuangan mereka.”
Iris coklat Changgu melembut, lebih lembut dan manis dari gulali yang pernah Hongseok makan.
Changgu menatapnya, dari sorot matanya Hongseok dapat melihat jutaan kata yang tak bisa terucap ada disana. Namun penuh dengan kekaguman dan rasa terima kasih.
“Terima kasih, Hongseok Hyung. Aku menyayangimu.”
Namanya Yeo Changgu usianya masih 23 tahun ketika ia berjalan menghampiri Hongseok dengan sebuket bunga sambil mengucapkan selamat ulang tahun pada pemuda yang lebih tua itu.
Betapa bahagainya Hongseok ketika tahu bahwa pemuda Yeo itu ingat tanggal lahirnya bahkan ketika si empu tidak mengingatnya lagi.
“Maaf aku hanya bisa memberikanmu ini, tadinya aku ingin membuat kue. Namun tak ada toko bahan makanan yang buka.”
“Tidak apa, ini sudah lebih dari cukup.”
“Ah, tunggu sebentar!” katanya, kemudian jemarinya mulai mengobrak tasnya mengambil kotak korek api kayu lalu digosokan agar tercipta api kecil.
Hongseok tertawa kecil melihat sikap pemuda dihadapannya.
“Make a wish?” tanya Hongseok.
“Make a wish!” jawab Changgu.
Hongseok memejamkan mata, kedua tangannya terpaut; dalam hati ia berdoa semoga musim dingin akan selalu menjadi warna dalam hidupnya dan semoga Changgu juga selalu mewarnai hidupnya dalam sisa-sisa tahun kedepan.
Hongseok meniup lilinya dan saat ia membuka mata ia di sambut oleh senyuman si manis; yang sampai sekarang tetap membuatnya terasa di awang.
Namanya Yeo Changgu, usianya 23 tahun. Suaranya serak khas orang yang sedang menangis. Dengan raut wajah panik berlari kearahnya; memekik sambil bercurai air mata saat melihat pergelangan kaki kiri Hongseok yang terluka.
“Kau bilang tidak akan pergi keluar sendirian?! Kenapa kau pergi?!” murkanya.
Hongseok masih tersenyum sambil mengusap lembut kepala si mungil, nyeri di pergelangan kaki masih ia rasakan. Namun rasanya menjadi hangat ketika pemuda itu menghampirinya.
“Maaf, aku harus mencari obat untuk Wooseok.”
“Kau seharusnya mengajak ku, kita bisa mencarinya bersama hyung.”
“Dan membiarkan kau yang terluka?” Hongseok menggeleng, “Tidak akan.”
Tangisan Changgu semakin deras ketika menyadari ia tak bisa berbuat apa apa untuk menolong cowok itu.
“Hei Changgu, berhentilah menangis kaki ku butuh di obati.” ujar Hongseok lembut.
Pemuda di hadapannya itu langsung tersadar, sepersekon kemudian ia mengelap air matanya dan dengan cepat mengambil kotak obat. “Maaf.” katanya.
Hongseok bergeming, merasakan bagaimana tangan kecil itu menyentuh permukaan kulitnya; dengan lihai membalutkan perban di kakinya.
Hongseok bersyukur, setidaknya di saat ia terluka seperti ini masih ada Changgu yang akan mengobati lukanya. Tidak hanya luka di pergelangan kakinya, namun juga di dalam hatinya.
Mengobati dengan hangat dan membalutnya dengan perban berbentuk perasaan bahagia.
Namanya Yeo Changgu dan usianya masih 23 tahun. Sambil menatap salju yang terus turun di langit Seoul, sambil bersandar di bahu lebar Hongseok. Malam itu pemuda manis itu terlihat berjuta kali lebih bercahaya dari sebelumnya.
Alunan lagu dari handphone Hongseok yang bertajuk as the world caves in milik Matt Maltese mengalun lembut menemani sepasang muda mudi yang tengah menatap buliran salju turun di bawah pohon kering yang tak akan lagi tumbuh; berbunga ataupun berdaun.
Sambil mensenangdungkan lagu tersebut, tangan kecil Changgu mencoba untuk menangkap salju yang langsung pecah saat mengenai tangannya.
“Hyung boleh kah aku bertanya?”
“Tentu saja.”
“Apa musim favoritmu?”
Hongseok terdiam sejenak, menatap pemuda yang sedikit lebih kecil darinya. “Musim dingin.”
“Kenapa?”
“Karena aku bertemu denganmu.”
“Bagaimana jika kita bertemu di musim yang lain?”
Hongseok mengedikan bahu, “Entahlah, ku fikir apapun musimnya ketika aku bisa bersamamu aku akan selalu menyukainya.”
Changgu terkekeh mendengar jawaban yang lebih tua. “Itu menggelikan!” candanya.
Bola mata Hongseok berotasi, “itu memang benar.”
“Hey, mau berfoto?” tanya Hongseok.
“Lagu ini lebih cocok di gunakan untuk berdansa daripada berfoto Hongseok-ssi.”
“Jadi kau ingin berdansa denganku ya?”
“Jika kau mengajak, aku tidak akan menolak.”
Dan tawa renyah menguar dari mulut kedua pemuda itu. Ketika masing masing dari mereka saling merasakan permukaan kulit yang menyatu.
Hongseok menarik pinggang kecil Changgu, sedang tangan Changgu bertumpu di antara kedua bahunya.
“Kaki mu sudah tidak sakit?”
Hongseok menggeleng.
Kali ini ia tak ingin banyak bicara, bola mata Hongseok menelisik masuk ke dalam iris cokelat indah milik pemuda di hadapannya.
Kakinya bergerak sesuai irama, dan senyumnya. Senyumnya tak pudar mengekspresikan seberapa bahagianya pemuda itu saat ini. Meski mereka berdua hanya berbalut syal dan mantel tebal, namun rasanya begitu hangat ketika saling bersama.
Dan ketika wajah mereka semakin lama samakin dekat, perinci memotong jarak di antara mereka, dan ketika Hongseok menangkap wajah pemuda itu, saat hidungnya saling bergesakan, ia bisa dengan jelas merasakan bagaimana lembutnya bibir seorang Yeo Changgu yang menempel di permukaan bibirnya.
Hongseok semakin merasakan perutnya yang tergelitik, terasa ingin muntah namun begitu menyenangkan.
Ini pertama kalinya Hongseok menciumnya. Ciuman itu halus, sangat halus hingga rasanya jika Hongseok bergerak salah sedikit ia bisa merusak kehalusan itu. Rasanya manis. Dan juga lembut.
“Seharusnya ku lakukan dari dulu.”
“Seharusnya kita Melakukannya dari dulu.” balas Changgu.
Hongseok tertawa mengecup pemuda itu sekali lagi, “kita tetap harus berfoto.”
“Oh ayolaahh!”
Namanya Yeo Changgu, usianya 23 tahun dan kini sudah genap setahun pula Hongseok menemani hari hari pemuda ini.
Musim salju masih berlangsung begitu lama, suara tembakan di luar masih tetap terdengar. Begitu memekikan namun terasa menjadi biasa seperti santapan sehari-hari.
Entahlah, meskipun disini sangat berbahaya. Namun baik Hongseok dan Changgu tetap merasa aman satu sama lain ketika mereka tetap bersama.
Changgu masih setia memeluk Hongseok, menempel bagai koala yang tak bisa jauh dari induknya. Mencari kehangatan di tubuh pemuda besar yang kini merangkap sebagai kekasihnya.
“Jika kau memelukku sekencang ini lebih lama lagi mungkin tulangku akan patah.”
“Salahkan saja salju ini kenapa begitu dingin! aku harus memelukmu agar tetap hangat.”
“Ku rasa yang mencari kesempatan dalam kesempitan tuan Yeo.”
Tawa Changgu menguar, tak menyangkal omongan pemuda Yang itu namun tetap bergelayut manja di lengan Hongseok.
“Omong-omong berapa lama lagi kita sampai?”
Sekarang Hongseok dan Changgu sedang berkelana guna mencari tempat perlindungan yang baru.
Rumah yang mereka tinggali minggu lau sudah tak layak di huni, selain karena monster-monster sudah banyak menyerang, persediaan obat dan makanan juga semakin menipis.
Makanya mereka sekarang akan pergi ke rumah kerabat Hongseok yang dengan sukarela akan menampung mereka.
“Kau lelah?” tanya Hongseok.
Changgu mengangguk, “Sedikit.”
“Tempatnya sudah tak jauh lagi, mau ku gendong?”
Pemuda mungil itu otomatis menggeleng, mana mungkin ia memberikan beban lagi pada kekasihnya. pikir Changgu.
“Tidak perlu, aku masih kuat kok.”
“Kau yakin?”
“Ya!”
“Tidak ingin ku gendong?”
“Hei tuan Yang, aku tau kau kuat tapi bukan berarti kau bisa seenak itu menggendongku!” serunya sambil menukik alis dan bibirnya mengerucut.
Hongseok tertawa gemas melihat ekspresi wajah dari si manis, maka mendekatkan diri dan mencium bibir pemuda itu membuatnya justru tertawa lebih keras karena respon yang di berikan si manis.
Changgu justru menatapnya sebal dan berkata Hongseok mencuri kesempatan dalam kesempitan.
Baiklah mereka memang saling mencuri kesempatan dalam kesempitan saat ini.
Namanya Yeo Changgu, minggu depan usianya akan berganti menjadi 24 tahun. Semakin lama semakin menyusul Hongseok.
Wajahnya masih tampan berseri, tawanya masih khas, dan senyumnya masih semanis dulu. Dan akan selalu manis selama-lamanya.
Mungkin pula musim dingin masih menjadi favoritenya, atau mungkin tidak lagi. Karena pemuda Yeo itu mulai merindukan musim panas tatkala sinar mentari menyoroti kulitnya, menghadirkan rasa hangat yang menjalar ke seluruh tubuh.
Pemuda itu masih sehangat biasanya, walaupun kini tubuhnya bertambah dingin.
Pemuda itu masih tersenyum manis, meskipun ia hanya bisa terkulai lemas di atas tempat tidur. Karena penyakit perlahan menggerogoti tubuhnya.
Disini, di rumah tempat mereka berlindung dari bahaya di luar. Yang Hongseok masih tetap berada di sisi Changgu, menemaninya dan terus menghangatkannya.
Pipinya yang dulu setebal mochi kini perlahan terlihat semakin tirus. Namun biar begitu Hongseok masih menyukainya, dan akan selalu menyukai Changgu entah bagaimana bentuk Changgu nantinya.
“Hongseok hyung.”
“Ya?”
“Menurutmu, kapan salju akan berakhir?”
Hongseok mengedikan bahu tak tahu, ia mengelus kepala Changgu. “Kau tidak lagi menyukai salju?”
Changgu menggeleng, “Aku menyukainya, hanya ketika bersamamu.”
“Aku tidak tahu kapan salju akan berakhir. Namun jika begitu, aku akan tetap bersamamu.”
“Ya, tetaplah bersamaku hyung.”
Namanya Yeo Changgu, usianya akan 24 tahun saat nanti jarum jam di arloji menunjuk angka 12. Tubuh Changgu kian lama kian melemas, namun ia tetap bertahan sekuat tenaga. Dengan berani melawan penyakitnya.
“Kira-kira” Changgu menjilat bibirnya, “Kira-kira, apa yang sedang di lakukan kedua orang tuaku?” tanyanya
“Menatapmu dari langit.” jawab Hongseok.
Changgu terkekeh suaranya parau terdengar di telinga. “terasa romantis.”
“Hongseok hyung.” panggilnya yang mengirimkan jutaan rasa bergejolak seperti bulan-bulan sebelumnya.
“Ya Changgu?”
“Bagaimana jika aku yang menatapmu dari langit?”
Dada Hongseok kembali bergetar, lidahnya mulai terasa keluh. “Jangan berbicara yang aneh-aneh.”
Changgu terdiam, tangan dinginnya menyentuh halus tangan hangat Hongseok. Hongseok membalasnya dengan mengenggam tangan sang adam, membiarkan hangatnya menjalar dan menembus dinding es sedingin kutub.
“Hongseok hyung.” panggil Changgu lagi.
“Ya Changgu? aku disini.” jawab Hongseok.
“Sebentar lagi ulang tahunku, bisakah kau bernyanyi untukku?”
Hongseok tersenyum, di kecupnya kening yang lebih muda. “Tentu saja.”
“Ayo sambil berdansa.” sambung Hongseok.
“Tubuhku sudah tidak kuat jika harus di gunakan berdansa hyung.”
“Tidak apa, aku akan menahannya.”
Hongseok membangunkan tubuh Changgu yang sudah seringan kapas dengan perlahan, di dekapnya erat agar si pemuda tidak terjatuh. Dengan hati-hati menuntun sang kekasih, melangkah perlahan demi perlahan.
Pemandangannya masih sama seperti saat mereka pertama kali berdansa, salju tetap turun dari balik jendela, seolah ikut andil dalam pergerakan kecil mereka.
My feet are aching
And your back is pretty tired
And we've drunk a couple bottles, babe
And set our grief aside
The papers say it's doomsday
The button has been pressed
We're gonna nuke each other up boys
'Til old Satan stands impressed
Tidak ada instrumen musik seperti dulu kala, yang ada hanya deru nafas dan suara lembut Hongseok yang menyanyikan lagu tersebut.
And here it is, our final night alive
And as the earth runs to the ground
Dapat Hongseok lihat kekasihnya yang tersenyum padanya, matanya terpejam sambil menikmati suara Hongseok yang mengalun lembut. Kepalanya bersender pada dada Hongseok, dan mendengar bagaimana jantung Hongseok selalu berdetak yang sama seperti bulan-bulan lalu.
Oh boy, it's you that I lie with
As the atom bomb locks in
Oh, it's you I watch TV with
As the world, as the world caves in
Dan nyanyian itu selesai. Bertepatan dengan jarum jam yang menunjukan angka 12, juga bertepatan dengan tubuh Changgu yang semakin mendingin. Memejam matanya sambil tersenyum manis.
Hongseok memapah tubuh ringan Changgu, dipeluknya sang kekasih yang mungkin kini tak akan lagi bisa merasakan pelukan hangatnya.
Tubuhnya bergetar, nafasnya berderu hebat, jantungnya berdetak kencang dan ketika setetes bulir air mata keluar dari tempatnya. Hongseok runtuh.
Tangisnya menggema memenuhi ruangan yang hanya ada mereka berdua disini.
Ia terkulai lemas, air mata terus turun membajiri sedang nafasnya mulai terasa sesak. Ia masih memeluk kekasihnya, meski kulit sang kekasih sudah sangat dingin ia masih memeluknya.
Mendekapnya; berharap jika ia memberikan kehangatan sedikit, pemuda itu akan terbangun.
Namun menit berlalu, dan Changgu tetap setia dalam pendiriannya untuk memejamkan mata.
Dan dengan bibir bergetar, Hongseok berkata. “Changgu, selamat ulang tahun.”
musim dingin dan salju selalu menjadi musim favorit seorang Yang Hongseok karena dapat bertemu dengan Yeo Changgu. dan juga musim yang ia benci karena telah merengut seorang Yeo Changgu.
“Hai Changgu, lama tak berjumpa.”
“Hyung? Kenapa kau disini?”
“Kau tahu, salju di musim dingin tak lagi terlihat indah ketika kau hanya memandangnya sendirian Chang.”
Changgu tersenyum getir, di peluknya pemuda yang lebih tua dengan erat.
“Aku mencintaimu, maaf karena tak pernah mengucapkannya.”
Hongseok membalas pelukan itu dengan sama eratnya, dengan banyaknya kerinduan yang terkumpul.
“Aku juga mencintaimu, sangat. Dan akan selalu mencintaimu.”
namun, salju dan musim dingin pula yang akan selalu menjadi awal dan akhir dari kisah panjang penuh kasih sayang seorang Yang Hongseok dan Yeo Changgu.