raka sudah berada sama lama dengan gilang diantara pengunjung lain. namun tampaknya mereka tak sama resah. sebab yang satu lagi gugup setengah mati dan yang satu lagi asyik makan nasi goreng mang ujang.
kalau jantung raka dicolokin ke speaker masjid pasti sekarang satu kampung bisa denger saking keras dan cepatnya ia berpacu. tapi nampaknya pemuda didepannya ini santai aja tuh makanin nasgor seperti bukan dia yang bawa raka malem-malem begini.
“kenapa ngajak makan dulu?” tanya raka.
“gua laper.” jawab gilang seadanya.
raka menghela nafas, sedikit lega karena mengira gilang gak tau menahu perihal kejadian di base beberapa jam yang lalu.
“lo gak dimakan?” tanya gilang ketika melihat nasgor raka masih utuh.
raka menggeleng, “gak laper.”
BOHOONGG aslinya raka laper banget, tapi saking groginya ia sampai gak kuat sekedar mengangkat sendok. iya, segrogi itu. padahal kalau di kelas dia biasa aja tuh tiap ketemu gilang.
lagian gilang juga aneh banget, mereka gak pernah jalan bareng, ngobrol aja bisa dihitung dengan jari. tiba tiba ngajakin keluar dengan alasan bayar kas.
“gak laper atau grogi?”
skakmat.
mampus.
ayo raka ucapkan kata-kata perpisahan dulu sebelum seluruh perasaanmu diacak-acak oleh oknum bernama gilang ini.
“hahaha, emang gak laper kok. gua bungkus aja ya. mau pulang.” ucap raka.
“jangan.”
“hah?”
“kalo lu pulang, kita gak bisa pacaran sekarang.”
APA LAGI INI SEMESTAA??? benar gak sih kalimat tadi keluar dari mulut gilang? atau hanya raka yang berhalusinasi sebab rasa sukanya yang kelebihan muatan.
“kenapa gak bilang langsung aja ka?”
“maksud lu?”
gilang melihat sekitar, “perihal yang dibase.”
ada jeda sebentar diantara dua anak manusia yang perasaannya sama-sama sedang di uji oleh nabastala. pilihannya cuma dua, jujur atau berbohong. keduanya sama-sama memiliki konsekuensi yang besar, sedangkan raka—ia tak seberani itu sedari dulu.
“maaf.” raka menunduk, tak mau melihat wajah gilang. takut-takut jatuh terlalu dalam.
gilang terkekeh, “kok jadi minta maaf sih?”
“maaf udah nyimpen perasaan buat lu. gua tau yang suka sama lu banyak, dan banyak juga yang better than me. lo boleh nolak gua kok.”
hening merayap dari celah udara milik jakarta, suara-suara dari para pengunjung yang lain serta mang ujang yang sedang melayani pengunjung menjadi satu-satunya yang didengar rungu.
ini sudah malam, pukul setengah sembilan malam. bukan waktu yang tepat memang untuk membahas topik perasaan yang gak ada matinya. tapi kalau bukan sekarang, kapan lagi?
raka sudah hampir putus asa ketika dilihat gilang tak memberi respon apa-apa. tenggorokannya terasa dicekat, mereka tersekat.
“jangan minta maaf buat hal yang gak salah.” ujar gilang.
gilang menghela nafas, sebelum berkata. “kalau menurut lu nyimpen perasaan sama orang lain itu salah, berarti gua juga ngelakuin kesalahan yang sama kaya lu.”
ah, jadi gilang suka sama yang lain ya? pantes saja balesnya lama.
yang lebih pendek tersenyum getir, “gua tau, semang—”
“—karena gua juga suka sama lu.” gilang memotong ucapannya.
tunggu– apa tadi katanya? suka? suka dalam artian yang bagaimana? suka yang sama kaya ia menyukainya atau suka yang—
“iya, suka yang sama kaya lu. i have crush on you too, ka.”
“sejak kapan?”
“dua tahunan? sorry, gua cupu banget ya. gua cuma gak tau gimana harus deketin lo.”
astagaaa plot twist macam apa lagi ini? orang yang dia suka ternyata menyukainya lebih lama darinya? dan ia baru tahu sekarang?
siapapun tolong bangunkan raka kalau ini mimpi.
“lo... gak lagi bercanda kan?”
gilang menggeleng, “enggak ka, gua beneran suka sama lo. dan kalau boleh, gua mau suk—enggak, gua mau sayangin semua yang ada diri lo.”
raka mengerjap berkali-kali, “lo... lagi nembak gua?”
“apa gua harus bilang di base juga biar lu percaya sama perasaan gua?”
“ENGGAK! JANGAN!”
gilang terkekeh, “so?”
“lo harusnya udah tau jawabannya.” jawab raka yang ditanggapi senyum lebar milik gilang.
kalimat itu gak berisi iya atau tidak, tapi lebih dari itu; gilang tau kalau perasaannya terbalaskan. atau mereka yang saling balas perasaan masing-masing.
“tapi lo gak romantis, nembak gua di tukang nasgor.” ucap raka.
dan setelahnya hanya ada tawa mereka yang menguar dibalik udara dingin malam.
gak romantis memang, terkesan terburu-buru. gapapa, asalkan perasaannya ini sudah ada lama disatu sudut relung hatinya.
lagipula, asalkan ia bersama satu sama lain, semuanya juga terasa romantis dan menyenangkan.