Their.
Sunghoon berjalan lebih dulu ke arah parkiran, sementara Jake di belakangnya sibuk mendumel karena Sunghoon tadi menarik tangannya tanpa ampun. Harusnya yang Sunghoon geret itu koper besar warna merahnya bukan malah tangan dia di geret kesana kesini. Terus sekarang Sunghoon dengan cuek justru jalan mendahulukan Jake yang kesusahan bawa dua koper gedenya.
“Bantuin gua kek.” seru Jake.
Sunghoon menoleh, “Lemah.” kemudian mengambil alih satu koper Jake.
Mata Jake terbelalak di katai lemah. Tapi mau ngomel-ngomel juga dia capek, nanti aja di mobil dia bakal semprot Sunghoon dengan rentetan kata amarah. Kan gak etis marah marah di parkiran sambil nenteng-nenteng koper.
“How's life, hoon?” tanya Jakw ketika pantatnya baru saja duduk di kursi penumpang.
“Life's fine, how about you?” Sunghoon mulai menyalakan mesin mobilnya.
“As ussual, i always do the same things everyday. Anyway gua baru aja ikut organisasi sains gitu di kampus gua and..”
Lalu suasana mobil Sunghoon diisi oleh ocehan Jake tentang perkuliahannya dan cowok yang lagi dia taksir akhir-akhir ini.
Sunghoon cuma ngangguk-ngangguk aja, sesekali dia bertanya seadanya yang di balas Jake dengan detail sedetail-detailnya. Jake juga bertanya tentang hubungannya dengan Wooyeon yang di balas oleh Sunghoon * that hes happy with her, * dan Sunghoon nanya balik tentang relationship Jake.
Udah gitu, sampai Jake capek sendiri ngoceh sampai dia diem karena kehausan. Sampe akhirnya dia nyeletuk lagi, “Gua mau makan.”
“Hm, nanti cari makan.” Sunghoon mulai melajukan mobilnya keluar dari area bandara.
“Mau nasi padang dong, hoon.” ujar Jake yang di balas anggukan oleh Sunghoon.
Dari sebelum berangkat ke Indo, Jake udah punya plan kalau nasi padang adalah makanan pertama yang harus dia makan pas balik ke Indo. Ya maklum, di Australia kan gak ada nasi padang. Kangen sama rasa rendang katanya.
“Nasi padang yang deket SMA dong.”
“Jauh.”
“Pleaseee, itu naspad terenak yang pernah gua makan.”
“Jauh dari rumah lo, Jake. Ntar di cariin nyokap lo—”
”—lagian semua nasi padang mah sama aja.” lanjut Sunghoon.
“Beda! ini enak. Emang siapa yang bilang gua mau pulang?”
Sunghoon mengernyit, “lo mau tidur di hotel?”
Jake menyeringai jail, “sama lo?” tangan Jake mengelus pucuk kepala Sunghoon.
“Serius nyet.” katanya, menepis tangan Jake.
“Gua mau balik ke kondo aja.”
Sunghoon melirik Jake sekilas, “Lah kenapa?”
“Kondo kan rumah gua juga. Ayo ah ke naspad deket smabe.” rengek Jake.
“Ck, bawel.”
Tapi tetap saja Sunghoon banting stir ke arah rumah nasi padang yang dulu suka mereka kunjungi waktu masih SMA.
It's been a long time tho semenjak dia sama Jake makan disitu bareng. Kayanya terakhir kali itu sebelum Jake pindah ke Aussie buat ngelanjutin kuliahnya—dan Sunghoon yang males kalau harus makan sendiri— berarti udah setahun mereka gak kesana lagi.
“Gua mau mandi, lo mau ikut?” tanya Jake sembari melepas sepatunya.
“Ha, you wish.” sahut Sunghoon lalu langsung menuju ke kamarnya.
Jake mengedikan bahu, dan masuk ke kamar mandi.
Sedangkan Sunghoon merebahkan diri di kasur berukuran one size milik Jake. Di kondominum Jake ada dua kamar, Jake sengaja bikin dua kamar karena teman-temannya kadang suka nginep disini. Dan Jake yang anaknya suka ngajak minum tiap seminggu sekali; kamar dua di butuhin banget buat temen-temennya yang teler alias gak kuat pulang.
Selagi Jake mandi, Sunghoon menyalakan handphonenya; nontonin vlog Jerome Polin di Youtube, sambil sesekali balas chat Wooyeon yang tadi dia tinggal di studio tari temannya; karena Jake bilang minta jemput.
Sambil rebahan nonton Youtube lama-lama bikin Sunghoon ngantuk, lama-kelamaan handphonenya yang nontonin dia tidur, lama-kelamaan dia hampir larut kedalam alam mimpi; before he eyes suddenly open when he feels something tickling around his meat rod. He really knew it was Jake, giving him a really good blow.
“Shit.” Jake tidak menjawab, ia fokus melakukan apa yang tadi ia mulai; apa yang ia inginkan malam ini.
Sunghoon menahan nafasnya, pemandangan di depan wajahnya membuat ia semakin merasa terangsang.
Damn, this is the best view he could ask for.
Tangan lelaki itu membenahi rambut Jake yang agak panjang sampai melewati alisnya, agar tidak menutupi wajah si manis. Ia memegangi kepala Jake, memastikan cowok itu tidak pergi dari tempatnya, mengikuti ritme yang Jake ciptakan.
Ia tidak banyak bicara, sesekali menahan erangannya. “Right there.” ujarnya ketika dirasa Jake mengenai titik sensitifnya.
And with that, he came all over his face.
Jake mengambil beberapa lembar tissue, dirinya menengadah. “Your turn, hoonie.”
Dan tanpa pikir panjang ia langsung menarik badan Jake. Mengubah posisi mereka yang semula Jake berada di atasnya, kini ia terlentang disana; tertangkap dalam kukungan protektif Sunghoon.
On his cheek,
On his lips,
On his neck,
And all over his body.
Sunghoon missed this. He missed the feeling of touching him, he missed to explore his body, to feel his skin, to leave a mark between his thighs, to give him a good blow.
And to hear Jake shout his name peacefully.
His moan was a melody to him.
None of them love each other, but they choose to stay together; only for this.