injunoona


I don't want it, but I have to do it

***

Via's POV

Pukul 10 pagi, aku dan tante Yuna kembali mendatangi tempat yang sama seperti saat pertama kali kami bertemu. Hanya berdua saja, tetap sama seperti kemarin. Namun, hari ini mood tante Yuna tidak baik. Ia terlihat murung dan aku tahu betul penyebabnya adalah aku. Tante belum ingin berpisah denganku.

Om Lee pergi bekerja pagi sekali, pukul 6. Ia bilang ada situasi mendesak yang harus diselesaikan. Hal itu juga menyebabkan tante Yuna semakin murung, ia pikir kita bertiga bisa menghabiskan waktu bersama sebelum aku pergi ke Jeju. Namun suaminya sangat sibuk.

“tante jangan sedih dooong” aku menggenggam kedua tangan tante Yuna dengan kedua tanganku.

“masa tante gak sedih sihh, kan kita pisahh!!” ia menekuk wajahnya.

“oh!! gimana kalo tante ikut aja ke Jeju?!” wajahnya menjadi antusias.

aku hanya mengerutkan dahiku, tak percaya tanteku bisa mengucapkan kalimat tadi dengan begitu mudahnya.

“gak deh, nanti kamu jadi risih” ia menekuk kembali wajahnya.

“tanteee, aku kan tetep bisa main ke Seoul kalau udah selesai penelitian”

“Iyaa, tante cuman sedih aja. semua orang ninggalin tante sendirian” air mata mulai menetes di pipi kananya.

Aku yang tidak tahu harus merespon apa atas kalimatnya, hanya bisa memeluknya. Seolah mengisyaratkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

“kalau sudah sampai Jeju, kabari tante yaaa. tante bakal telfon kamu setiap hari!” ia mengusap-usap punggungku.

“iyaaa”

Sekarang aku percaya atas ucapan Ibu tempo hari, “waktu kamu lahir, kayaknya lebih bahagia tante Yuna dari pada Ayah dan Ibu”. Aku merasakannya sekarang, tante Yuna sangat penyayang. Bahkan dalam waktu singkat, dia bisa sangat menunjukkan rasa sayangnya kepadaku.


Dalam waktu kurang lebih 80 menit, aku telah sampai di Bandara Internasional Jeju. Kali ini aku tidak merasakan apapun, tidak mual dan tidak linglung. Sebuah kemajuan bukan?.

Aku membuka note dari ponselku. Aku telah mengetik intruksi yang diberikan oleh Om Lee malam tadi,

kamu cari gerbang selatan, dan tunggu disana. Nanti ada yang jemput kamu pakai mobil pick up warna hitam”.

Kamu bertanya-tanya kan? kenapa aku dijemput menggunakan mobil pick up? Akupun tak tahu jawabannya. Rasanya terlalu cerewet jika bertanya alasannya, sedangkan aku sudah cukup merepotkan 'Om Korea' ku itu.

south gate mana sih south gate” aku menarik koper hitamku sambil menelusuri sudut bandara untuk menemukan kata south gate. Dan tak butuh waktu lama, aku bisa menemukannya.

Aku berjalan menuju kesana. Entah kenapa jantungku berdegup lebih cepat dari biasanya. Aku rasa ini awal dari semuanya. Aku tidak mengenal siapapun setelah ini. Aku hanya mengandalkan diriku sendiri.

Sekarang aku berdiri tepat di luar south gate. Mataku mencari keberadaan mobil pick up hitam sesuai intruksi dari Om Lee, namun setelah 30 menit pun aku tidak menemukannya.

Angin cukup kencang siang ini, daun-daun kering banyak berserakan di jalanan. Ya, musim gugur sedang berlangsung sekarang.

drrt drrrt ponselku berdering memunculkan notifikasi telfon masuk. Namun bukan dari nomor yang sudah kusimpan.

“Halo” aku membuka suara.

where are you?” suara pria yang melengking dari balik telepon itu sedikit mengejutkanku.

who are you” tanyaku.

I'm the black pick up guy

who?” aku kembali bertanya, memastikan.

I'm the black pick up guy

how can I trust you?” aku tidak ingin langsung percaya, mengingat banyaknya tindak kriminal penipuan belakangan ini.

Your name is Via. Your uncle's name is Donghae Lee. I even have your photo on my phone” dia menjelaskan dengan tegas dan tidak terbata-bata.

where are you” tanyaku.

behind you”.

Dengan spontan aku memutar tubuhku dan benar saja pria itu ada di belakangku.

Aku membelalakkan mataku saat melihat pria berkaos dan bertopi abu-abu itu. Kantung matanya lumayan besar, ia terlihat sangat lelah.

why don't you just call my name if you stand here? right behind me?” tanyaku dengan nada sedikit tinggi.

it's up to me” jawabnya dengan ketus dan kemudian ia mencoba mengambil alih membawa koperku.

stop it! don't touch! are you a thief or something?!” aku menepis tangannya setelah menuduhnya sebagai seorang pencuri.

“ANJIR!” lelaki itu mendengus kesal.

“heh! lo bisa bahasa Indonesia?!” aku terkejut.

what? I can't understand! what are you talking about?” ia menggerakkan bola matanya kesana kemari, sangat jelas kalau dia sedang berbohong.

wanna know what I just said before?” aku mendekatkan wajahku dengan wajahnya “lo jelek”.

“emang feeling gue dari awal udah gak enak. gue dari awal juga gak mau jemput orang Indonesia di bandara” laki-laki itu membalas menatapku.

“KANNN! LO ORANG INDONESIA ANJIRRR! GUE MAU NANGIS AJA!!!” aku merasa lega, sangat lega. Aku mengkhawatirkan bahasa Korea ku yang sangat buruk. Ditambah desas desus kalau di Korea masih sedikit yang terbiasa berbahasa Inggris.

“biasa aja kaliii! lagian gue bukan orang Indonesia. gue juga gak pernah ke Indonesia” jawabnya.

“terus?” aku terheran.

“siniin koper lo, biar gue yang bawa. kita ngobrol di mobil aja. gue pegel anjir”

“Idihhhh. yaudah nihhh!” aku akhirnya memberikan koperku padanya.


Selama perjalanan dari bandara menuju peternakan, lelaki yang kini mengemudikan mobil pick up hitam, yang duduk di sebelahku tidak berhenti bercerita.

Ia bilang, ia adalah anak dari penanggungjawab peternakan sapi yang akan aku teliti. Namanya Boo Seungkwan Permana.

Ayahnya adalah orang Indonesia, yang merantau ke Korea di usianya yang masih sangat muda dulu dan berakhir berkeluarga disini. Ia bilang ayahnya tidak akan kembali ke Indonesia, karena memang beliau tidak mempunyai siapa pun disana.

“soal tadi yang gue bilang lo pencuri, gue minta maaf. gue cuman takut aja, takut dihipnotis or something” aku meminta maaf padanya karena khawatir jika ia akan menyimpan dendam.

“santai aja, gue ngerti kok. gue juga bohong waktu tadi bilang punya foto lo” jawabnya singkat dan dibalas dengan anggukan singkat olehku.

Seungkwan berusia 2 tahun lebih tua dariku, tapi saat aku memanggilnya 'kak' ia tidak mau. “aneh banget anjir” katanya.

Perjalanan selama 3 jam tentu saja sangat panjang. Tidak heran banyak hal yang bisa aku dan Seungkwan ceritakan.

Aku jadi tahu, Seungkwan adalah anak yang sangat patuh kepada kedua orang tuanya. Ia bilang, ia bekerja di peternakan setelah lulus dari SMA karena Ayahnya tidak memiliki biaya yang cukup untuk kuliah. “gue gak mau kayak gini, tapi gue harus” katanya sambil sedikit tertawa. mendengar kisahnya, membuatku bersyukur masih bisa diberi kesempatan duduk di bangku kuliah.


Aku dan Seungkwan turun dari mobil pick up hitam setelah mobil itu terparkir di basemen yang cukup luas. Aku bisa tebak, ini adalah tempat parkir umum penduduk yang tinggal disini.

Seungkwan menurunkan koperku yang disimpan di bak mobil. Wajahnya memang terlihat lelah, tapi aku yakini tenaganya masih sangat kuat.

“lo liat tangga disana?” Seungkwan menujuk ke arah sebelah kananku, aku mengangguk.

“kita kesana, gak ada akses jalan buat mobil” lanjutnya, “kita ke peternakan jalan kaki, naik tangga”.

“okeey” kataku sambil berjalan mendahului Seungkwan menuju tangga yang tadi ia tunjuk.

Karena waktu sudah menunjukkan kurang lebih pukul 4 sore, udaranya cukup dingin. Aku memeluk diriku sendiri saat angin berhembus melewati tubuhku yang sedang menaiki anak tangga demi anak tangga.

“mau istirahat dulu?” tanya Seungkwan dibelakangku.

“gak usah, ngapain” jawabku.

Saat berjalan semakin ke atas, aku bisa melihat pemandangan pedesaan dan pegunungan. Terlihat sangat tenang, oksigen yang kuhirup terasa lebih bersih. Ya, dibandingkan dengan oksigen Kota Bandung yang penuh polusi.

Tak lama, kita akhirnya sampai. Bukan di peternakan, tapi di rumah yang aku yakini sebagai rumah pemilik peternakan.

“Eh nak Via sudah sampai!” seseorang menyapaku seketika aku dan Seungkwan membuka gerbang.

aku hanya tersenyum, “bokap gue” kata Seungkwan. Aku hanya mengangguk.

“kenalin, nama bapak Jodi. Jodi Permana” beliau mengulurkan tangan padaku.

“Via, pak” aku menerima uluran tangannya.

“ayo masuk, udah ditungguin sama Ibu Kim” Pak Jodi menunjukkan arah masuk dengan jari jempolnya. sangat sopan.

Aku dan Pak Jodi berjalan menuju rumah Ibu Kim, halamannya sangat luas. Aku lihat beberapa hewan di halamannya. Seperti kelinci, anak babi, bahkan kancil. Pak Jodi Bilang itu semua hewan liar.

Aku dan Pak Jodi bertemu dengan Ibu Kim di ruang tamu rumah mewah ini. Tak banyak yang kami bicarakan. Intinya Ibu Kim memberikan semangat padaku dan jangan sungkan jikalau membutuhkan sesuatu (menggunakan bahasa Korea yang diterjemahkan oleh Pak Jodi).

Beliau juga bilang, selama disini aku akan diberikan tempat tinggal sendiri (Pak Jodi menyebutnya 'Rumah Ternak') atau dengan kata lain rumah peternak. Beberapa peneliti sebelum aku dari berbagai negara juga tinggal disana.


#injunoona


can I survive?

***

Via berjalan sempoyongan ke luar pesawat dan memasuki bandara sambil menarik koper hitamnya. Bisa dibilang ia mengalami jet lag.

Ia memperhatikan semua sudut Bandara Internasional Incheon untuk mencari keberadaan toilet. setelah menemukannya, ia setengah berlari untuk menuju kesana.

“anjir ini gue harus kemana”

“oh nyalain hp dulu”

“loh wifi airport langsung nyambung? korea gak medit wifi ternyata”

“tarik napas... buang napas...”

kalimat-kalimat tadi Via ucapkan dalam bilik toilet, ia duduk di atas kloset sambil menenangkan dirinya.

Setelah sekian menit, ia rasa tubuhnya sudah mulai stabil. Via berjalan ke luar dan membuka room chat dari tante Yuna.

“loh kok gak dibales terus”

Rasa khawatir mulai merasuki dirinya. Ia takut, tak tahu harus melangkahkan kakinya kemana. Ini bukan wilayahnya, ia tak tahu apa-apa. Via menghampiri kursi tunggu yang paling dekat dengannya dari posisi sebelumnya, “duduk dulu sampe ada balesan dari tante Yuna”

Memang benar Via sudah melakukan research mengenai Korea Selatan terlebih dahulu. seperti bagaimana tata cara transportasi, pembayaran dan lain sebagainya. Namun begitu ia sampai, pengetahuannya luntur seketika dikalahkan oleh rasa paniknya.

drrt drrrt

“ehh!” notifikasi telfon masuk membuyarkan rasa khawatirnya. Kontak bernamakan “Kak Yohan💛” muncul pada layar.

“Hai Vi. gimana perjalanannya?”

“aku agak pusing ih kak”

“yaudah aku temenin. bangun dong kamunya, nyari tante Yuna nya sambil aku temenin di call

“Iya kak” Via bangkit dari duduknya dan kembali berjalan mencari keberadaan tantenya.

Tangan kanan Via diberatkan oleh koper, tangan kirinya disibukkan pula dengan ponselnya yang sedang menampilkan wajah tampan pacarnya. Ia terlihat sangat kelelahan, ditambah backpack kecil yang menggantung di pundaknya.

“coba kamu cari orang-orang yang lagi nunggu, siapa tau ada tantemu disana”

Via tidak merespon.

“maksud aku tuh yang berdiri”

Via tetap tidak merespon.

“OH ITU TANTE YUNA KAK!!” Via menyipitkan matanya untuk memastikan, apakah wanita yang memegang white board kecil bertuliskan “Via Cantik” adalah tantenya atau bukan.

“aku matiin dulu yaa”

“okaay! hati-hati Vi!”


Tante Yuna terlihat sangat kebingungan sambil mengangkat white board nya. Wanita yang sekarang berjarak kurang lebih 50 meter dari Via juga sesekali melihat layar ponselnya, yang Via yakini sedang menunggu notifikasi darinya.

Via setengah berlari menghampiri tantenya, wajah kelelahannya sedikit berkurang karena sekarang ia tersenyum cerah. Merasa lega karena telah menemukan tantenya.

“Tante!!” panggil Via setelah berjarak kurang lebih 10 meter dari Yuna.

Bukannya menjawab, Yuna hanya menampakkan wajah haru. Kornea nya membesar seperti melihat harta karun yang sudah lama ia cari.

Yuna membuka lengannya lebar mengisyaratkan agar Via masuk ke pelukannya.

“ya ampun, tante khawatir banget tadi! kok kamu gak bisa dihubungi?”

“aku gak tahu tante, soalnya sinyalnya putus-putus. aku pake wifi airport”

“lohh, iya bener. ayo beli dulu sim card. ke sana yuk”

Yuna mengambil alih menarik koper milik Via. Keponakannya menolak, tapi Yuna tetap tidak mengizinkan Via-nya kelelahan.


Cukup melelahkan dari mulai saling mencari keberadaan masing-masing, kemudian membeli sim card, dan mereka juga menyempatkan sarapan bersama di salah satu restoran yang berada di bandara.

Kini mereka berdua berada dalam Hyundai Tucson milik Yuna. yang Via yakini mobil ini berharga sangat tinggi.

Di perjalanan menuju rumah Yuna, ia tak henti-hentinya bercerita. Mulai dari ia yang tadi pagi bangun dari pukul 3 karena tak sabar ingin bertemu Via, hingga membahas objek-objek yang mereka lewati di jalanan kota Seoul. Via hanya mengangguk-angguk. bukan tidak tertarik atas cerita tantenya, namun ia hanya terlalu lelah.

Kurang lebih 45 menit perjalanan, mereka akhirnya sampai di rumah yang cukup besar. Yang Via yakini, ini adalah rumah tantenya. Halamannya luas, bersih dan tertata dengan rapi. Membuat Via menulis skenario-skenario kecil di otaknya.

suami tante Yuna kaya banget

waduh ini gue gak bakal diusir nih masuk ke rumah mewah

TANTE GUE TAJIRR WOYY

dan lain sebagainya.


“Ayo masuk sayang” Yuna membuka seat belt nya dan kemudian keluar dari mobil. Via pun melakukan hal yang sama.

“eh, gak usah! nanti aja diambilin sama Goo Ahjussi” Yuna mencegah Via yang akan membuka bagasi mobil untuk mengambil kopernya.

“Oh, hehehe. iya tantee” Via langsung mengerti, kalau Goo Ahjussi adalah seseorang yang tantenya pekerjakan di rumah ini. Kalimat lain muncul dipikirannya “di rumah mah gue ngangkat galon aja sendiri, tan”.

“Ayo sayang” Yuna membuka pintu utama rumah dan mereka bersama masuk, dengan sepatu yang tetap dipakai. “waduh masuk rumah pake sepatu. kalo di rumah Ibu, udah abis gue”.

“tunggu disini yaa” Yuna memberikan intruksi kepada Via untuk menunggu di kursi ruangan TV nya. Via hanya terkagum-kagum dengan interior rumah yang serba hitam putih. tema monokrom.

“yeobo!! yeoboo!” Yuna meneriakkan kata yang sama sekali tidak Via mengerti.

Tak lama, seorang lelaki datang bersama Yuna menghampiri Via. Perawakannya sangat tinggi, wajahnya cerah dengan kulit yang sehat. “omg, ini om korea gue”.

“Hai Viaa!!” lelaki itu datang dan tiba-tiba mengusap kepala Via lembut. Ia tersenyum kepada Via, membuatnya merasa sangat disambut di rumah ini.

Via hanya mangut-mangut karena tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

“Tante kamu udah cerita banyak soal Via, jadi gak usah kenalan lagi” Ia sedikit tertawa setelah kalimatnya itu.

“loh aku kira om gak bisa Bahasa Indonesia” Via terkejut.

I spent my 23 years with your aunt, masa gak bisa” ia lagi-lagi mengusap kepala Via.

“jadi gimana? Via mau penelitian dimana??” lelaki itu mengakhiri basa-basinya.

“apa gak terlalu cepet? kok kamu udah nanya gitu ih!. aku kan mau kangen-kangenan dulu sama ponakanku!” Yuna memutar bola matanya.

Pria bernama Lee Donghae itu tersenyum. “Iya kan aku cuma nanya ajaa. yaudah deh jangan dulu bahas itu”, ia kemudian mengusap kepala istrinya.

“maaf tadi om gak ikut jemput, tiba-tiba ada telfon penting. Padahal udah ambil cuti hari ini khusus buat jemput Via”

“gak papa om!! Via gak mau repotin” Via merasa tidak enak akan ucapan omnya itu.

“tapi tante, om, Via memang gak bisa lama-lama. Via harus cepat-cepat mulai penelitiannya” lanjutnya.

“Yahhhhh” Yuna merebahkan badannya di sofa dan menampakkan wajah kecewanya.

“Udah disampaikan kan sama tantemu soal 3 pilihan peternakan rekomendasi dari om?. Peternakan Sapi di Seoul, dekat dari sini tapi tidak terlalu besar. Yang kedua di Jeju yang terbesar, dan yang terakhir di Daegu. kamu mutusin milih yang mana?”

“Aku pilih yang di Jeju om. aku lihat di website yang tante kirim, ternyata disana ada peternakan babi sama ayam juga. Via mungkin bisa teliti semuanya”

“hah?! semuanya??” Yuna menegakkan badannya karena terkejut, “apa kamu gak cape?!”

“Kamu jangan gitu doong, harusnya kasih semangat keponakannya” Donghae terkekeh atas tingkah istrinya.

“gak papa tante, justru kalau gak diteliti semuanya Via yang rugi. kesempatan bagus soalnya”


#injunoona

I said, everything is gonna be ok


no matter what happen, I will always stay by your side

Yohan's POV

Aku membuka pintu gerbang rumah Via dengan tangan kananku, dan tangan kiriku menenteng plastik hitam berisikan roti bakar yang kubeli di depan gang komplek rumah Via. aku harap beberapa potong roti bakar bisa sedikit meningkatkan mood nya.

Saat aku membuka sepatuku, pintu rumah Via terbuka, dan aku melihat wanitaku dibaliknya. Wajahnya muram, tapi tetap berusaha tersenyum untuk menyambut kedatanganku.

“apa itu kak?” tanya Via dimaksudkan kepada plastik hitam yang kubawa.

“roti bakar, nih” aku mengulurkan tanganku untuk memberikannya pada Via.

Tanpa basa basi, Via mengambil plastik itu dan memutar badannya untuk kembali masuk ke dalam rumah.

“dih, akunya dicuekkin. rotinya doang yang dipeduliin”

Via terlihat sedikit tertawa setelah mendengar ucapanku.

“yaudah si tinggal masuk aja, kayak presiden aja harus dipersilahkan masuk” Via duduk di kursi ruang tamu yang masih bisa kulihat dari teras.

Aku sedikit merasa lega. ternyata Via tidak se-sedih itu. Buktinya dia tetap bisa menanggapi candaanku dengan santai.

“Ibu kemana?” tanyaku, aku duduk di sebelah Via

“di toko” jawabnya kemudian ia melahap roti bakar yang kubawa.

“ohh okee.. jadi kita cuma berdua nih”

Mendengar ucapanku tadi, Via langsung melotot ke arahku yang diikuti oleh kekehan kita berdua.


Author's POV

Bisnis yang dijalankan oleh keluarga Via adalah toko telur ayam. Ibu Yuni mempekerjakan 5 karyawan di toko itu.

Dulu ketika orang tua Via berada di puncak kejayaan, Ayah Via memiliki peternakan ayam petelur. Telur yang dijual di toko keluarga, berasal dari peternakan keluarga juga.

Namun beberapa tahun yang lalu, setelah Ayah Via meninggal, peternakan itu dengan terpaksa ditutup dan membuat Ibu susah payah mencari supplier telur lain.

Masa-masa sulit itu telah terlewati. Sekarang Ibu Yuni telah sukses menjalankan bisnisnya.


Yohan dan Via sedari tadi hanya saling diam, fokus kepada ponselnya masing-masing.

Suasana hati Via sedang tak baik-baik saja. Bagaimana tidak, ia banting tulang berhari-hari namun mendapatkan hasil yang tidak memuaskan.

Disamping itu, Yohan kebingungan membuka topik pembicaraan. Ia takut jika perkataannya mungkin akan menyinggung perasaan Via yang sedang sensitif.

“Via” Yohan mulai membuka suara.

Via hanya menoleh sehingga membuat mereka berdua saling menatap.

“apa?”

Yohan membuka kedua tangannya lebar, mengisyaratkan agar Via masuk ke dalam pelukannya.

Via terkekeh, “oh jadi bawa roti bakar tuh buat sogokan?”

“ih gak gitu!” Yohan kembali melipat tangannya,

“bercandaaa!” Via akhirnya melepas lipatan tangan Yohan dan kemudian memeluk lelakinya itu.

“Makasih ya” ucap Yohan sambil mengusap-usap surai hitam wanitanya.

“kok bilang makasih?” Via mengerutkan dahinya,

“ya makasih, kamu udah mau berjuang. gak nyerah”

because I have to” tegas Via

“gak ada yang salah kok, kamu gak terpilih buat berangkat ke Korea juga itu bukan salahmu. gak perlu nyalahin diri sendiri. perjuangan kamu gak sia-sia kok” Yohan berusaha keras menenangkan Via.

“Makasih kak, karena selalu ada buat aku”

“aku bakal selalu ada buat kamu, Vi. apapun yang terjadi”

Via menjauhkan diri dari Yohan untuk melihat wajah pacarnya itu.

“geli banget ngomong begitu”

“hahahahaha, gak papa. yang penting kamu tau kalo semuanya bakal baik-baik aja!”

Via tersenyum dan kembali memeluk Yohan-nya.

ting ting ting

ponsel Via berdenting berkali-kali yang membuat dia melepaskan pelukannya dari Yohan.

“bentar kak, aku baca dulu”

Via membuka matanya lebar-lebar setelah memeriksa ponselnya, sehingga membuat Yohan terheran.

“kenapa??”

“AAAAAAAAAAAAAAA” Via berteriak dan melompat memeluk Yohan tanpa memberi tahu apa yang terjadi. Sehingga lelakinya itu semakin heran.

“KAK AKU KETERIMAAA!!!” Via berteriak tepat di depan wajah Yohan.

sore itu berakhir dengan dua sejoli yang berpelukan sambil meloncat-loncat karena bahagia.


#injunoona


your happiness is my happiness as well

Pukul delapan pagi, Yohan bergegas berjalan menuju parkiran rumah kost nya. Berjalan sambil melingkarkan jam tangan di tangan kirinya seolah-olah ia sedang dikejar waktu.

Sebelum menancap pedal gas mobilnya, ia memilih beberapa lagu di ponselnya yang untuk menemani perjalanan 30 menitnya hari ini menuju rumah Via.

the first song is... 'Panah Asmara' by Afgan” ia menyimpan ponselnya di kursi kosong sebelahnya, “musiiiic!”.

Honda Jazz putih itu melaju dengan kecepatan rendah meninggalkan rumah kost ber-cat warna oranye dengan alunan musik dari ponsel pemiliknya.

Jika kamu bertanya-tanya kenapa Yohan tidak memutar musik dari radio mobilnya, jawabannya adalah radionya sudah lama tidak berfungsi. “Yaudah gak perlu di service, orang lebih enak denger pake spotify. Udah premium ini” jawabannya setiap Via menyarankan untuk memperbaiki radio mobilnya.

melepas panah asmara, tet terereret teterereret!” Yohan mengangguk-angguk sambil menggerakkan bahunya seirama dengan alunan lagu milik Afgan itu.

Iya, betul. suasana hatinya sedang berada di puncak kasmaran. padahal sudah lebih dari 500 hari ia lewati bersama Via, namun rasa bahagianya tetap sama seperti saat hari pertama ia diizinkan menjemput wanitanya itu. Kisah remaja, berasa dunia milik berdua.


“Viaaa, banguun!” Suara Ibu Yuni dibalik pintu kamar Via terdengar setengah berteriak, karena yang berada di dalam kamarnya sama sekali tidak merespon setelah dipanggil berkali-kali. “Viaaa!” suara kali ini terdengar sangat nyaring di telinga Via hingga membuat gadis virgo itu terperanjat dari tidurnya.

Via duduk sambil mengumpulkan kesadarannya dengan mengucek kedua matanya kasar. “kenapa buuu?” Via berjalan sempoyongan membuka pintu kamar.

Via membuka matanya sambil menguap di depan Ibunya. “kamu! kalo nguap itu ditutup! malu sama Yohan!” Ibu Yuni menepuk lengan anak gadis satu-satunya itu untuk menyadarkannya.

Via membelalakkan matanya untuk mencari keberadaan Yohan. Dan benar saja, lelakinya berdiri di belakang Ibunya sambil menertawakannya.

“Kakak kok udah kesini sih?!!!” Via setengah berteriak dan kembali masuk ke dalam kamarnya, lalu menutup pintu dengan kasar. Ia bersandar di balik pintu dan kembali membuka suara “aku kira mau sore perginya!”. Yang diajak bicara hanya terkekeh tidak menjawab apapun.

“yaudah kakak tunggu di ruang tamu aja! aku mandi duluu” lanjutnya lagi dengan nada tinggi.

Ibu Yuni hanya menggeleng dan tertawa melihat tingkah anaknya itu.

“nak Yohan tunggu di ruang tamu aja dulu yaa, biar Ibu buatin minum”.

“Iya bu, terima kasih”


Setelah menunggu lebih dari 20 menit, Yohan sama sekali tidak merasa keberatan menunggu Via-nya. Ia menunggu sambil membaca berita-berita terbaru di internet untuk menambah wawasannya.

Kak Yohan💛 : masih ngapain? lama banget ih! gak usah cantik-cantik

Via yang sedang mengikat rambutnya tersenyum saat melihat notifikasi itu muncul.

Via : sini aja masuk, aku udah mau selesai kok.

Yohan langsung bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamar Via.

tok tok tok

“masuk aja kak”

Yohan masuk ke dalam kamar Via, tanpa menutup pintunya kembali. Ia lihat wanitanya sedang berdiri di depan cerimin sambil memutar-mutar kan badannya, memastikan apakah pakaian yang digunakannya telah rapi.

“Udah Vi, cantik!” kata Yohan sambil menatap Via dari cermin.

“hehehehe. yaudah, sekarang kita kemana kak?”

“ayo ikut aja” Yohan mengululurkan tangannya sebagai isyarat agar Via menggenggamnya.

Setelah berpamitan dengan Ibu, mereka pun akhirnya pergi. Entah kemana, Via belum tahu.


Waktu menunjukkan tepat pukul 10 pagi ketika mereka sampai di mall, termasuk salah satu mall yang terbesar di Bandung.

“kenapa sih kak ke mall sepagi ini? emang mau ngapain?”

“sengaja, biar masih kosong. biar leluasa”

“emangnya mau ngapain? kakak belum jawab dari tadi!”

“belanja”

“ih? tiba-tiba belanja?” Via agak terkejut.

“iya, aku mau beliin kamu sesuatu”

“apa?”

“udah deh gak usah banyak nanya, Vi. sekarang buka seat belt nya, terus kita masuk ke dalem”

“Ih Yohan Anggadireja”

“kenapa Zauza Siivia Hartono?”

Via memutar bola matanya dan kemudian membuka seat belt nya. Yohan sudah melakukannya terlebih dahulu, ia turun lebih awal kemudian membukakan pintu untuk wanitanya.

“sini” lelaki itu mengulurkan tangannya

“kak, aku juga bisa turun sendiri” Via sedikit terkekeh atas perlakuan pacarnya itu. “kamu selalu deh nganggep aku gak bisa”

“loh, aku tau kok kamu bisa. tapi I just wanna keep u safe” Yohan tetap menarik tangan Via karena tidak mau kalah.

***

Yohan tidak melepaskan genggaman tangannya selama mereka berjalan menelusuri toko demi toko.

“sinii” Yohan menarik Via-nya memasuki salah satu toko pakaian.

“pilih aja, bebas kamu mau yang mana” kata Yohan setelah keduanya berada di depan jajaran pakaian-pakaian berkain tebal.

“Jadi kakak mau beliin aku mantel, gitu?”

“iyaa, aku yakin kamu belum punya kan?” Yohan tersenyum

“kamu berangkat ke Korea bulan oktober dan kamu disana bakal stay 6 bulan. Berarti kamu harus prepare buat winter” lanjutnya.

Via melotot tidak percaya atas apa yang diucapkan pacarnya. “kamu mikir sejauh itu? aku juga belum tentu diterima”

Yohan mengangguk “gak bakal ada waktu kalo kamu belanja-belanja gini setelah pengumuman diterima. Jadi ayo pilih aja, biar aku yang bayar”

Via menghela napas, ia jelas tahu sikap pacarnya yang begini. Tapi ia tetap saja terkejut oleh setiap hal kecil yang Yohan lakukan untuknya.

“senyum doong! as long as my Via happy, I'm happy as well


#injunoona


everything will be just fine

Via's POV

Aku membuka pager gerbang rumah dan sedikit berlari sore itu, karena tak sabar ingin segera memeluk Ibu.

kamu tahu rasanya ketika satu masalahmu selesai dan kamu merasa lega, bahumu menjadi ringan tanpa beban. ya, begitu yang aku rasakan sekarang saat satu dari penyebab kegelisahanku akhirnya selesai.

“Ibuuu” aku berteriak sedikit berlari dan kemudian membuka pintu kamar Ibuku, menemukannya sedang duduk di atas tempat tidurnya dan tersenyum padaku.

“via kenapaaa??, kok nangis?” tanya Ibu ketika aku memeluknya sambil menangis.

“gak tau, padahal gak kenapa-kenapa. Via belum tentu pergi ke Korea juga. tapi kok Via bahagia banget yaa?” jawabku diikuti dengan kekehan kecil di wajah Ibu.

“ih kok Ibu malah ketawa?”

“ya lucu aja, kamu selalu panik dan selalu lebay hahaha”

“ih Ibuu!!”

“oh iyaa, selamat ulang tahun yaa anak Ibu” Ibu mengencangkan pelukannya padaku. “Ibu gak bisa kasih hadiah apa-apa. nanti malem kita bikin kue aja yuk?”

“ayooook”

Ibu tersenyum tepat setelah aku menanggapi ajakannya dengan positif.

“oh iya bu! aku penasaran deh”

“tentang apa?” Ibu melepas pelukan kami dan sedikit menjauh untuk memberi jarak agar bisa melihatku saat berbicara.

“Tante Yuna” aku menatap mata Ibu. “kok Ibu atau Ayah gak pernah cerita?”

Ibu menghela napas kasar, lalu memegang tanganku.

“biar Ibu ceritakan semuanya..” aku hanya menatapnya tanpa membuka suara.

“Dulu Ibu dan tante Yuna itu berteman. kita sahabatan dimasa kuliah. seperti kamu dan Lia, dan Aisha”

aku hanya tersenyum, berimajinasi membayangkan kedekatan Ibu dan tante Yuna.

“lucu dong yaa! nama Ibu kan Yuni, sahabatan sama tante Yuna. hehee”

Ibu hanya tersenyum “iyaa! bahkan banyak yang bilang kita ini kembar beda Ibu. hahaha”

“terus terus bu”

“Iya begitu.. karena Ibu sering main ke rumah Yuna, akhirnya ayahmu itu naksir Ibu hahaha” Ibu menyamankan duduknya dengan melipat kedua kakinya dan menghadap padaku.

“Ibu sama Yuna jadi semakin gak bisa dipisahkan, apalagi sesudah ayah sama ibu nikah. Pas kamu lahir, kayaknya Yuna jauh lebih bahagia dari pada Ibu! hahahaha. sampai akhirnya Yuna ketemu sama suaminya sekarang”

aku mengerutkan dahiku, “suami korea nya” aku tertawa

“Iyaa” Ibu menghela napas lagi. “tapi Ayahmu gak setuju, semua keluarga nya gak setuju”

aku membelalakkan mataku, tak percaya atas apa yang telah aku dengar.

“Yuna selalu berusaha yakinkan Ayahmu, kakak satu-satunya. tapi Ayahmu yang keras kepala sama sekali gak mau terima. Keluarga Ayahmu kental banget sama tradisi dan budaya”

aku mengangguk-angguk seolah mengerti sebab kenapa tante Yuna tidak direstui.

“terus gimana bu?”

“Yuna pun sama keras kepala nya. tante mu itu tetap memilih lelakinya. dia pergi ke Korea”

aku bingung harus menanggapi bagaimana terhadap kalimat terakhir yang Ibu ucapkan.

“Yuna pergi ke korea tanpa pamit ke Ayahmu, ke nenekmu ke kakekmu” mata Ibu mulai berkaca-kaca.

“Ibuu..” aku mengusap paha Ibu pelan mengisyaratkan padanya untuk tetap tegar.

“Tetakhir kali Ibu ketemu Yuna ya saat itu, seminggu sebelum dia mutusin buat pergi ke Korea. saat itu usia kamu masih 5 bulan lohh” Ibu mencolek ujung hidungku.

“terus.. kenapa waktu nenek, kakek dan ayah meninggal tante Yuna gak datang kesini”

“semuanya rumit nak, suami Yuna merasa tidak terima atas perlakuan keluarha Yuna terutama Ayahmu yang selalu merendahkan dia” Ibu lagi-lagi menghela napasnya.

“Seolah-olah hubungan kita putus selamanya. untung aja ada temen Ibu yang lain yang masih simpen kontak Yuna. Eh ternyata Ibu lihat fotonya masih baru, kamu bisa hubungi dia”

“makasih ya buu” aku memeluk Ibu lagi.

“Sama-sama sayang. sekarang mandi, ganti baju”

“Iya buu” aku melepas pelukanku dengan Ibu dan kemudian berjalan keluar kamar dengan banyak pertanyaan muncul di kepalaku.

ayah kok tega banget

memangnya suami pilihan tante Yuna orangnya kayak gimana si?

orang dewasa memang menyeramkan

yang tidak kutanyakan kepada Ibu karena aku yakin Ibu akan kesulitan menjawabnya.


injunoona

Love solves my problem

it all starts from here

*** Via cepat-cepat melahap bulatan cilok terakhirnya tepat setelah membaca pesan dari Aisha yang ia rasa cukup menyeramkan “buset dah galak amatt!” ucapnya dalam hati.

Wanita bersurai hitam sebahu itu kemudian berdiri, membuang plastik bekas ciloknya ke tempat sampah tepat di samping ia duduk. Ia mengencangkan ikat rambutnya, kemudian berjalan menelusuri koridor gedung fakultas peternakan dan menuju perpustakaan.

Sambil berjalan, ia membuka notifikasi yang muncul di layar handphone nya. Bar pesan dari pacar yang sudah ia kencani selama 2 tahun muncul dan ia membalasnya saat itu juga.

Kak Yohan💛: aku baru selesai kelas, mau makan siang bareng?

Via: aku juga baru selesai kak. sorry kayaknya hari ini aku gak bisa:(. aku mau diskusi sama ai dan lia di perpus masalah fakultasku kak. nanti malem deh aku ceritain. kalau pulang hati-hati yaa! selamat hari sabtu! <3

Kak Yohan💛: okay kalau begitu, kamu juga hati-hati. I'll text you later. love you <3

Via tersenyum tepat setelah membaca pesan itu, ia memasukkan handphone nya ke dalam tote bag putihnya.


Aisha melambaikan tangannya saat melihat Via yang celingukan mencari keberadaannya dan Lia sehingga yang orang dimaksud pun menghampiri mereka.

“ada tugas apa emang kalian? enak bener sekelas mah bisa ngerjain bareng” celetuk Via bahkan sebelum ia duduk.

Jika kalian bertanya-tanya kenapa mereka bertiga tidak satu kelas walau satu fakultas, jawaban nya adalah mereka tidak memilih program studi yang sama.

Aisha dan Lia memilih prodi Manajemen peternakan, sedangkan Via memilih Prodi Industri olahan hasil ternak. Pasti sudah terbayang kan apa saja yang mereka pelajari dan apa saja bedanya?

metlit ih, pusing anjir dosen nya kagak masuk mulu. tugas terus ngajar kagak” Aisha menjawab kesal. *metodologi penelitian

“hush! ngomong jgn kenceng-kenceng tar ada yang denger” kata Lia.

“bodo” Aisha menanggapi.

“ih gue mau nanya soal yang tadi” kata Via

“yang mana?”

“tweet fakultas”

“ikut aja kata gue mah” Aisha bersuara.

“kata gue juga. soalnya lo kan pasti perlu banget terjun ke lapangan buat nambah-nambah wawasan program stiudi lo” Lia berpendapat dengan alasan.

“hooh” Aisha mengangguk-angguk dengan earphone yang menempel di telinganya.

“yaudah deh, gue pikirin lagi. gue pulang duluan ya, takut ujan” ujar Via yang masih belum menemukan keyakinan tentang kebimbangan nya.

“loh udah balik lagi” Aisha melepas satu earphone nya “gak nunggu Kak Yohan?”

“enggak, dia udah gue suruh balik duluan ke kost. kasian ibu gue kalo hujan terus sendirian. udah ya gue pulang, lo berdua hati-hati”

Via bangkit disertai anggukan kedua temannya.


Benar saja prediksi Via, hujan mulai turun saat dia berjalan menuju gerbang kampus untuk kemudian pulang.

“ANJIRRRRRRR” dia mendongak ke langit melampiaskan kekesalannya. Iya benar, Via tidak suka hujan. “becek kotor bikin Ibu takut” katanya.

Ia berlari kecil sambil menutupi kepala dengan kedua tangannya, berharap ia tidak basah kali ini. Via berteduh di jajaran toko pinggir jalan depan kampusnya, menunggu angkot yang biasa ia tumpangi untuk pulang ke rumahnya.

“yaaaahhh, baju gue basaahhhh”

Karena hujan semakin lebat, Via yakin tak akan ada angkot yang lewat dan itu semakin menambah kekesalannya.

Via mengamati titik demi titik air hujan yang jatuh ke jalan raya tepat didepannya. Beberapa mobil melaju dengan cepat membuat cipratan-cipratan tak beraturan, dan banyak pengendara sepeda motor menepi ke tempat yang sama dengannya untuk berteduh atau hanya sekedar untuk menggunakan jas hujan dan kembali ke jalan.

“pake dulu” suara itu membuat Via terkaget dan dengan refleks mengangkat bahunya.

Sumber suara tadi adalah dari Yohan, laki-laki 181 cm itu sekarang tepat berada di depan Via menyodorkan jaket berwarna abu-abu.

“Kak??” Via keheranan.

“katanya mau pulang?”

“aku nungguin kamu tadi sambil ngopi disana” Yohan menunjuk warung kopi kecil di seberang mereka sekarang.

“tau aku disini dari?”

“Via, denger” Yohan duduk disamping Via sambil menempelkan jaket dipunggung wanitanya itu karena dari tadi Via malah mewawancarainya tanpa mengambil jaket yang ia bawa.

“bahkan dikeramaian yang ada 1 juta orang pun, aku tetep bisa ngenalin kamu” katanya sambil terkekeh dengan candaannya sendiri.

“lo pikir keren kayak begitu?”

“hhaahahaha” Yohan melanjutkan kegiatan tertawanya. “yaudah kamu tunggu disini dulu ya, aku ke parkiran dulu ambil mobil”

“ih hujannya masih gede”

“gak papa, nanti kamu masuk angin itu bajunya udah basah”

tanpa menunggu jawaban dari Via, lelaki itu tetap berlari menerobos hujan hanya dengan hoodie hitamnya. Via hanya bisa menggelengkan kepala dibuatnya.

“lo pikir lo gak akan masuk angin?” lanjutnya sambil menghela napas kasar. Ia kemudian memasangkan jaket yang tadi Yohan tempelkan dipunggungnya. “dasar Yohan cowo bucin”


injunoona