injunoona

injunoona


“You know you really love someone, when you can't hate them for breaking your heart”

Via's POV *** “gue aja yang bawa, Vi!”

Seungkwan meraih kedua koper yang aku dorong keluar dari rumah ternak. Ia berdiri diambang pintu dengan pakaiannya yang tebal.

Sekarang pukul dua pagi, tentu saja angin berhembus kencang masuk ke dalam rumah ternak dari semenjak kubuka pintunya.

you okay?” Seungkwan melihatku dengan tatapan khawatir.

“eh? oh, gak papa. I'm good!” aku tersenyum menunjukkan gigiku padanya.

srettt— suara resleting mantel yang kupakai terdengar sangat jelas, karena dini hari ini memang sangat sunyi. Bahkan suara semilir angin yang menggerakkan pohon pun terdengar nyaring.

Aku perlahan berjalan keluar, memerhatikan setiap sudut ruangan rumah ternak yang sudah aku bereskan. Melihat rumah yang aku tinggali selama enam bulan ini dengan perasaan yang... hampa? kosong?. Melihat rumah ini, untuk yang terakhir kali....

*** Seungkwan berjalan di depanku sambil mengeret kedua koperku.

Kami berjalan di jalanan desa yang biasa kami lalui. Jalan yang sama seperti yang kami lewati saat kali pertama aku datang ke Jeju, enam bulan lalu.

Sunyi, hanya ada kami. Ya, karena sekarang pukul dua pagi.

Melewati rumah megah Haknyeon, aku hanya menunduk. Tak mau melihat, tak mau mencari tahu lagi apakah Haknyeon sudah pulang atau masih menghilang.

Jika kamu penasaran, aku sudah bertanya dimana keberadaan Haknyeon pada Ibu Kim sehari sebelun hari ini, sambil berpamitan.

Namun nihil, semua orang sudah Haknyeon ajak kerja sama, untuk tidak memberi tahuku dimana dia berada.

“Hei, Vi! lo udah pamit ke Haknyeon?” Seungkwan bertanya tanpa menoleh.

nope. dia bahkan gak baca chat gue”

“gue beneran nggak tau dia ada dimana, asli!”

“Iya, Seungkwan. Udah, gue gak papa!”

Kalau boleh jujur, sekarang aku sangat mengharapkan Haknyeon tiba-tiba muncul dan memanggil namaku out of nowhere. Seperti cerita-cerita romantis di film layar lebar, seperti Cinta yang mengejar Rangga ke Bandara di film AADC.

Tapi tidak, Haknyeon tidak muncul dari mana pun.

Aku menerka-nerka dalam lamunanku. Apakah aku hanya kisah selintas bagi Haknyeon? atau aku memang sudah tak ia anggap ada lagi setelah ia bilang bahwa ia sudah merelakan aku pergi?.

Seburuk itu kah aku bagi Haknyeon, karena aku tidak mau mengiyakan permintaannya? atau....

“Via! Vi! kenapa ngelamun?”

Tangan kanan Seungkwan menepuk bahuku dengan tangan kirinya menggenggam kemudi mobil.

Aku hanya menggelengkan kepalaku, kemudian kembali menyandar ke jendela untuk mengamati lampu jalan.


“Lo pulang aja, Seungkwan. gue take off jam 5, masih lama!”

it's okay, Vi! gue nemenin lo disini sampe masuk pesawat”

Seungkwan kembali membuka ponselnya, dan tak ada obrolan lagi di antara kami.

Yang aku lakukan sambil menunggu adalah tidur. Aku sudah memasang alarm pukul 5 di ponselku, jadi tak perlu khawatir.

masih saja.. isi kepalaku hanya diisi oleh pertanyaan-pertanyaan untuk Haknyeon. Dimana dia? dengan siapa? dia kenapa? apa dia baca semua pesanku? atau dia sama sekali sudah tak peduli? dan rentetan pertanyaan lain.

“Oh bener! Seungkwan, minjem hp lo!”

Seungkwan sedikit terkejut karena aku tiba-tiba membuka mataku dan setengah meneriakinya.

“kaget buset! mau ngapain?” ia menyerahkan ponselnya.

“ini nomor Indonesia gue. Pokoknya nanti lo harus simpen, ya? awas kalo dihapus! awas kalo lo cuekkin chat gue!” kataku sambil mengetik nomor teleponku.

“iyaa gak akan buset galak banget!”

you can tell Haknyeon... if he ask..

Seungkwan lagi-lagi menatapku dengan tatapan iba.

“Vi.. Haknyeon pasti punya alesan kenapa dia kaya begini”

“maksudnya?”

“dia ngilang, dia nggak muncul di sisa waktu lo disini... pasti ada maksud dan tujuannya”

“Gue gak masalah, Seungkwan. Dia juga gak wajib buat selalu ada di sekitar gue kok!”

“maksud gue tuh.... ah, lo paham lah maksud gue. karena gue udah kenal Haknyeon dari sejak dia bayi, gue tau betul kalo dia bukan orang yang bisa bikin skenario jahat... lo paham kan maksud gue? lo jangan jadi benci sama dia..”

ia menunduk, aku tahu betul bahwa ia sangat merasa bersalah atas Haknyeon.

you know..

Seungkwan kembali menoleh ke arahku,

you know you really love someone, when you can't hate them for breaking your heart..” lanjutku.

Sengkwan mengacak rambutnya asal, ia sangat kesal.

“Seungkwan, lo tau kalo gue udah ada ditahap sayang banget sama Haknyeon tapi I'm stuck! gue beneran gak bisa kalo harus menuhin ekspektasi dia!”

Seungkwan menghela napasnya kasar.

“dan gue gak mungkin bisa benci sama Haknyeon. Cause I love him. I really do

“Vi..”

“tadinya gue harap bisa peluk dia buat yang terakhir kali, tapi kayaknya it's too hard for him, for me as well. so... yeah... Kayaknya kalo kita ketemu dulu, dan gue liat Haknyeon, gue bakal semakin gak mau ninggalin Jeju!”

aku tersenyum, “Jadi ya udah, mending kaya begini aja. Kita jadi bisa melepas satu sama lain dengan ikhlas.. semoga aja”

Alarm di ponselku berdering, dan pintu pesawatku telah dibuka.

Thank you Seungkwan, for everything!

Seungkwan menyerahkan koperku, kamudian merentangkan tangannya untuk memberikan pelukan perpisahan.

“Semoga lo bisa mampir lagi kesini, kapan-kapan!”

I wish I could!


Langit pagi yang kulihat dari jendela pesawat, sama sekali tak membuat perasaanku membaik.

Pulau Jeju, peternakan, pantai, pasar, bukit, dan rumah-rumah kecil yang tersusun rapi terlihat sangat kecil dari atas sini.

see you again, Jeju” batinku.

Aku membuka ransel kecil yang kusimpan di pangkuanku. Mengeluarkan buku tebal berwarna merah dari sana —album yang Haknyeon berikan di hari ulang tahunnya.

Ingat kan ia menyelipkan secarik kertas di dalam sana?, akan kubuka sekarang.

*** Dear, Via♡

Gila, waktu nggak kerasa banget ya? tiba-tiba kamu udah 6 bulan aja disini. hehehehe

Vi, aku nulis ini sesudah mandi. Kita baru jalan ke pantai tadi! Rambutku masih basah, tapi isi kepalaku cuma kamu doang. Ini bukan surat aneh-aneh kok, bakal langsung ke inti!

Aku tau, hari itu bakal tiba. Mau sekuat apapun aku menghindar, kita pasti bakal facing that day. Kamu yang pulang ke Indonesia, dan aku yang jadi selebriti..

I don’t know what to do now that we’re apart. I don’t know how to live without you beside me...

Tapi kayaknya kamu akan selalu baik-baik aja. Aku harap gitu..

Don’t put the sadness on your face cause you know that you have me who feels happy by your smile..

Aku gak tau nanti malem kita bakal ngobrol apa, dan ngelakuin apa.. tapi aku tau kita bakal bahas ini, hahaha

aku juga bakal omongin semua yang ada di kepalaku, nanti malem

dan aku yakin... kamu bakal nolak permintaan aku, hehe

Vi, nanti aku bakal minta kamu buat baca ini kalau udah di Indonesia. Sekarang kamu udah di Indonesia? gimana? Semuanya tetep sama, kan?

Be Happy, Via!

Semoga kita bisa ketemu lagi, ya? semoga.

ps: karena aku udah ngasih kamu album, kamu harus join fandom the boyz. namanya deobi♡

ps 2: jangan naksir member lain!!!! ***

Dadaku sesak, pipiku basah. Harusnya aku menuruti permintaan Haknyeon untuk membaca ini di Indonesia.

Sekarang orang yang duduk disebelahku bertanya kenapa aku menangis. Tentu saja aku menangis karena Haknyeon. Bukan, maksudku karena aku dan Haknyeon, dan takdir kita.

We started with a simple hello but ended with a complicated goodbye.


#injunoona


“You know you really love someone, when you can't hate them for breaking your heart”

Via's POV *** “gue aja yang bawa, Vi!”

Seungkwan meraih kedua koper yang aku dorong keluar dari rumah ternak. Ia berdiri diambang pintu dengan pakaiannya yang tebal.

Sekarang pukul dua pagi, tentu saja angin berhembus kencang masuk ke dalam rumah ternak dari semenjak kubuka pintunya.

you okay?” Seungkwan melihatku dengan tatapan khawatir.

“eh? oh, gak papa. I'm good!” aku tersenyum menunjukkan gigiku padanya.

srettt— suara resleting mantel yang kupakai terdengar sangat jelas, karena dini hari ini memang sangat sunyi. Bahkan suara semilir angin yang menggerakkan pohon pun terdengar nyaring.

Aku perlahan berjalan keluar, memerhatikan setiap sudut ruangan rumah ternak yang sudah aku bereskan. Melihat rumah yang aku tinggali selama enam bulan ini dengan perasaan yang... hampa? kosong?. Melihat rumah ini, untuk yang terakhir kali....

*** Seungkwan berjalan di depanku sambil mengeret kedua koperku.

Kami berjalan di jalanan desa yang biasa kami lalui. Jalan yang sama seperti yang kami lewati saat kali pertama aku datang ke Jeju, enam bulan lalu.

Sunyi, hanya ada kami. Ya, karena sekarang pukul dua pagi.

Melewati rumah megah Haknyeon, aku hanya menunduk. Tak mau melihat, tak mau mencari tahu lagi apakah Haknyeon sudah pulang atau masih menghilang.

Jika kamu penasaran, aku sudah bertanya dimana keberadaan Haknyeon pada Ibu Kim sehari sebelun hari ini, sambil berpamitan.

Namun nihil, semua orang sudah Haknyeon ajak kerja sama, untuk tidak memberi tahuku dimana dia berada.

“Hei, Vi! lo udah pamit ke Haknyeon?” Seungkwan bertanya tanpa menoleh.

nope. dia bahkan gak baca chat gue”

“gue beneran nggak tau dia ada dimana, asli!”

“Iya, Seungkwan. Udah, gue gak papa!”

Kalau boleh jujur, sekarang aku sangat mengharapkan Haknyeon tiba-tiba muncul dan memanggil namaku out of nowhere. Seperti cerita-cerita romantis di film layar lebar, seperti Cinta yang mengejar Rangga ke Bandara di film AADC.

Tapi tidak, Haknyeon tidak muncul dari mana pun.

Aku menerka-nerka dalam lamunanku. Apakah aku hanya kisah selintas bagi Haknyeon? atau aku memang sudah tak ia anggap ada lagi setelah ia bilang bahwa ia sudah merelakan aku pergi?.

Seburuk itu kah aku bagi Haknyeon, karena aku tidak mau mengiyakan permintaannya? atau....

“Via! Vi! kenapa ngelamun?”

Tangan kanan Seungkwan menepuk bahuku dengan tangan kirinya menggenggam kemudi mobil.

Aku hanya menggelengkan kepalaku, kemudian kembali menyandar ke jendela untuk mengamati lampu jalan.


“Lo pulang aja, Seungkwan. gue take off jam 5, masih lama!”

it's okay, Vi! gue nemenin lo disini sampe masuk pesawat”

Seungkwan kembali membuka ponselnya, dan tak ada obrolan lagi di antara kami.

Yang aku lakukan sambil menunggu adalah tidur. Aku sudah memasang alarm pukul 5 di ponselku, jadi tak perlu khawatir.

masih saja.. isi kepalaku hanya diisi oleh pertanyaan-pertanyaan untuk Haknyeon. Dimana dia? dengan siapa? dia kenapa? apa dia baca semua pesanku? atau dia sama sekali sudah tak peduli? dan rentetan pertanyaan lain.

“Oh bener! Seungkwan, minjem hp lo!”

Seungkwan sedikit terkejut karena aku tiba-tiba membuka mataku dan setengah meneriakinya.

“kaget buset! mau ngapain?” ia menyerahkan ponselnya.

“ini nomor Indonesia gue. Pokoknya nanti lo harus simpen, ya? awas kalo dihapus! awas kalo lo cuekkin chat gue!” kataku sambil mengetik nomor teleponku.

“iyaa gak akan buset galak banget!”

you can tell Haknyeon... if he ask..

Seungkwan lagi-lagi menatapku dengan tatapan iba.

“Vi.. Haknyeon pasti punya alesan kenapa dia kaya begini”

“maksudnya?”

“dia ngilang, dia nggak muncul di sisa waktu lo disini... pasti ada maksud dan tujuannya”

“Gue gak masalah, Seungkwan. Dia juga gak wajib buat selalu ada di sekitar gue kok!”

“maksud gue tuh.... ah, lo paham lah maksud gue. karena gue udah kenal Haknyeon dari sejak dia bayi, gue tau betul kalo dia bukan orang yang bisa bikin skenario jahat... lo paham kan maksud gue? lo jangan jadi benci sama dia..”

ia menunduk, aku tahu betul bahwa ia sangat merasa bersalah atas Haknyeon.

you know..

Seungkwan kembali menoleh ke arahku,

you know you really love someone, when you can't hate them for breaking your heart..” lanjutku.

Sengkwan mengacak rambutnya asal, ia sangat kesal.

“Seungkwan, lo tau kalo gue udah ada ditahap sayang banget sama Haknyeon tapi I'm stuck! gue beneran gak bisa kalo harus menuhin ekspektasi dia!”

Seungkwan menghela napasnya kasar.

“dan gue gak mungkin bisa benci sama Haknyeon. Cause I love him. I really do

“Vi..”

“tadinya gue harap bisa peluk dia buat yang terakhir kali, tapi kayaknya it's too hard for him, for me as well. so... yeah... Kayaknya kalo kita ketemu dulu, dan gue liat Haknyeon, gue bakal semakin gak mau ninggalin Jeju!”

aku tersenyum, “Jadi ya udah, mending kaya begini aja. Kita jadi bisa melepas satu sama lain dengan ikhlas.. semoga aja”

Alarm di ponselku berdering, dan pintu pesawatku telah dibuka.

Thank you Seungkwan, for everything!

Seungkwan mebyerahkan koperku, kamudian merentangkan tangannya untuk memberikan pelukan perpisahan.

“Semoga lo bisa mampir lagi kesini, kapan-kapan!”

I wish I could!


Langit pagi yang kulihat dari jendela pesawat, sama sekali tak membuat perasaanku membaik.

Pulau Jeju, peternakan, pantai, pasar, bukit, dan rumah-rumah kecil yang tersusun rapi terlihat sangat kecil dari atas sini.

see you again, Jeju” batinku.

Aku membuka ransel kecil yang kusimpan di pangkuanku. Mengeluarkan buku tebal berwarna merah dari sana —album yang Haknyeon berikan di hari ulang tahunnya.

Ingat kan ia menyelipkan secarik kertas di dalam sana?, akan kubuka sekarang.

*** Dear, Via♡

Gila, waktu nggak kerasa banget ya? tiba-tiba kamu udah 6 bulan aja disini. hehehehe

Vi, aku nulis ini sesudah mandi. Kita baru jalan ke pantai tadi! Rambutku masih basah, tapi isi kepalaku cuma kamu doang. Ini bukan surat aneh-aneh kok, bakal langsung ke inti!

Aku tau, hari itu bakal tiba. Mau sekuat apapun aku menghindar, kita pasti bakal facing that day. Kamu yang pulang ke Indonesia, dan aku yang jadi selebriti..

I don’t know what to do now that we’re apart. I don’t know how to live without you beside me...

Tapi kayaknya kamu akan selalu baik-baik aja. Aku harap gitu..

Don’t put the sadness on your face cause you know that you have me who feels happy by your smile..

Aku gak tau nanti malem kita bakal ngobrol apa, dan ngelakuin apa.. tapi aku tau kita bakal bahas ini, hahaha

aku juga bakal omongin semua yang ada di kepalaku, nanti malem

dan aku yakin... kamu bakal nolak permintaan aku, hehe

Vi, nanti aku bakal minta kamu buat baca ini kalau udah di Indonesia. Sekarang kamu udah di Indonesia? gimana? Semuanya tetep sama, kan?

Be Happy, Via!

Semoga kita bisa ketemu lagi, ya? semoga.

ps: karena aku udah ngasih kamu album, kamu harus join fandom the boyz. namanya deobi♡

ps 2: jangan naksir member lain!!!!


#injunoona


“mix it all in one!”

tw // kiss *** Via terburu-buru setelah keluar dari kamar mandi karena Haknyeon sudah memanggil namanya sedari tadi.

“haduh itu anak cepet amat baliknya” batinnya.

“Iyaaa bentar!!”

Ia segera menggunakan pakaiannya dan kemudian membukakan pintu untuk Haknyeon.

Lelaki itu masih sama sepertinya, selesai mandi sore. Rambutnya basah, wajahnya sudah segar kembali. Tak seperti saat terakhir Via melihatnya sepulang dari pantai tadi.

Haknyeon tersenyum, menampakkan giginya. Sedangkan Via menggelengkan kepala.

“gue kira lo kesini nya mau malem? gue bahkan belum keringin rambut!” Ia menunjuk ke atas kepalanya yang dibalut handuk.

Haknyeon cengar-cengir.

“Vi, lo liat rambut gue juga masih basah”

“lah terus kenapa buru-buru kesini?!”

Haknyeon mengangkat kedua tangannya yang menggenggam dua kantong besar yang entah apa isinya.

“gue nggak sabar bawa ini buat lo!”

“ya udah sini dulu!”

Via menarik Haknyeon masuk ke dalam rumah. Dan kemudian....


“aww! Vi jangan ke telinga ih!”

Via cekikikan,

“Iya!! maaf maaf, abisnya itu masih basah!”

“panas bgt hair dryer nya apa gak bisa dikecilin apa anginnya?”

Via lagi-lagi hanya tertawa.

“Ini bentar lagi kelar Haknyeon! jangan protes muluuu!” lalu mengacak-acak rambut pria bermarga Ju itu.

Haknyeon tersenyum. Tak pernah ia bayangkan sebelumnya bahwa mengeringkan rambut bisa membuatnya menjadi se-bahagia ini.

“Nah, udah selesai! lo tunggu dulu disini. Sekarang giliran gue yang keringin rambut”

“lho... sekarang gue bantuin lo! biar adil, Vi!”

“nggak! gue bisa sendiri, lo diem aja duduk!”

Padahal Via tahu.. kalau Haknyeon membantunya, detak jantungnya akan semakin tak karuan.

*** “nih liat deh, Vi! sinii!”

Haknyeon terlihat sangat bersemangat, melambai ke arah Via.

Via mendekat dan kemudian duduk di sebelah Haknyeon.

Ia mengeluarkan banyak makanan dari dalam bungkusan yang satu, sedangkan dalam kantong yang lain berisi buku-buku berwarna mencolok yang Haknyeon bilang itu adalah albumnya.

“gue bawa album-album ini khusus buat lo! dan udah gue kasih tanda tangan”

Via tersenyum, Haknyeon tampak sangat menggemaskan di matanya saat ini. Ingin mencubit pipinya namun ia tak berani.

“Oh!! dan ini ada lagi!!”

Via memperhatikan gerakkan Haknyeon yang kembali merogoh sesuatu dalam bungkusan besar tadi,

“ini lightstick The Boyz, Vi! lo juga harus punya ini! biar nanti kalo lo udah pulang ke Ind...”

Haknyeon menghentikan ucapannya.

Ia menghela napas,

“Vi, jangan pulang...”

tukk —Via memukul lengan Haknyeon yang sedikit membuatnya mengernyit.

“kenapa gue dipukul?”

“jangan bahas itu!!”

Haknyeon menunduk, helaan napasnya terdengar jelas oleh telinga Via.

Happy Birthday!!

Kepala yang menunduk perlahan terangkat kemudian menatap Via lekat-lekat.

“Vi? lo tau hari ini my birthday?

“tau dong!”

“kenapa gak ngucapin dari tadi?! tau gak sih, Via?”

Via terkejut karena sekarang kedua tangan Haknyeon memegang bahunya.

“tadi, gue nangis di pantai, itu gak semata-mata gue takut lo pulang. Tapi, gue juga mau diucapin selamat ulang tahun!”

Haknyeon cemberut. Via tak merespon apa-apa setelah beberapa detik. Kemudian ia tertawa.

“ih kenapa? lo ngetawain gue?”

Via menutup wajahnya dengan kedua telapaknya.

“Haknyeon, lo lucu banget!”

“hah? apa Via? gue gak bisa denger jelas suara lo! lepas dulu tangan lo nya!!!”

Via melepaskan tangannya, namun tetap kembali tertawa.

“Ih! Viaaa!!!!”

Lelaki yang lebih tua satu tahun darinya itu melipat kedua tangannya di dadanya. Yang semakin membuat Via gemas dibuatnya.

“Bukan apa-apa, Haknyeon! sekarang, ayo jelasin itu apa yang lo bawa!” ia mengacak-acak rambut Haknyeon yang ia bantu keringkan beberapa saat lalu.

“Oh, ini!!”

Haknyeon menyerahkan album-albumnya pada Via.

“Gue udah siapin ini dari jauh-jauh hari. Semoga ini bisa jadi kenang-kenangan, dari gue.. buat lo!”

Via tersenyum, “kenang-kenangan?”

Haknyeon mengangguk.

“eh! gue nulis sesuatu di albumnya, tapi lo jangan baca sekarang!”

“kenapa jangan baca sekarang?” Via menatap Haknyeon dengan tatapan meledek.

Ia mengusili Haknyeon, berpura-pura akan membuka albumnya agar Haknyeon panik.

“gue baca sekarang, ahh!!”

“jangan!!!”

“ya udah nggak.. nggak!”

“lo baca nya kalo udah di Indonesia aja, ya?”

Via terdiam. Ia tahu bahasan ini akan selamanya menjadi menyedihkan diantara dirinya dan Haknyeon.

“eh, itu makanan nya boleh dimakan sekarang nggak?” Via mengalihkan topik pembicaraan.

“boleh.. makan aja!”

Via mengambil asal makanan yang Haknyeon bawa.

“pelan-pelan, Vi! gue nggak akan minta kok!”

Perempuan itu hanya terkekeh.


Langit sudah gelap, Haknyeon dan Via menyalakan tungku di depan rumah ternak dan membakar jagung bersama.

Ingat, kan? Haknyeon ingin menghabiskan waktu di hari ulang tahunnya bersama Via?.

“kalo kaya begini udah mateng belum, sih?”

“belum, Vi! itu masih mentah!”

“Ih lama banget perasaan!”

“pokoknya kalo yang mateng itu cirinya biji jagungnya mengkilat!”

“tapi ini udah ada gosongnya, Haknyeon! gimana mau dimakan?!!”

“itu gapapa, Via! ih!”

Diskusi kecil kedua pembakar jagung di pulau Jeju itu menjadi satu-satunya suara manusia. Sisanya hanya semilir angin dan derik jangkrik.

*** “kok rasanya aneh ya, Hak?”

Haknyeon terkekeh namun tetap melanjutkan mengunyah jagungnya.

“gara-gara kelamaan gak sih ngebakar jagungnya?”

“Udah, Via.. makan aja udah!”

“Ya udah, ini dimakan”

Mereka ujung-ujungnya tetap menertawakan jagung bakar hasil karya mereka.

“Oh iya, Vi! lo pulang ke Indonesia 10 hari lagi, kan?”

no, seminggu lagi”

Haknyeon hanya mengangguk-angguk. Memahami situasi, mengontrol emosi.

“kenapa?”

“seminggu masih lama.. I guess

Via tersenyum.

“lo mau ikut, ke Indonesia?”

Can I

you must be kidding me!” Via terkekeh lalu kemudian mengigit beberapa biji jagung bakar yang ia pegang.

“gue serius!” ucap Haknyeon yang refleks membuat Via berhenti mengunyah. “gue bisa pergi kemana aja asal ada lo! atau lo aja yang disini! kita bangun bisnis keluarga gue sama-sama!”

“Haknyeon...”

“gue bisa kok berhenti jadi idol, asal bisa bareng sama lo!”

“heii...”

“gue bisa ngelakuin apa pun, Vi!”

“Haknyeon! stop!”

“oh... I see karena dia ya, Vi?”

no! udah stop jangan kaya gini! it's your day! you must be happy, okay?!

“Via... kalo gue bisa, gue akan berhenti dari lama. Tapi gue gak pernah bisa kontrol diri gue!”

Haknyeon menghela napasnya,

“gue tau... gue sadar betul... gue sama lo itu nggak bisa.. tapi, gue ngeyel! gue nggak pernah berhenti buat jatuh lagi sama lo!”

Via mengusap punggung Haknyeon untuk menenangkannya.

“Udah malem, lo sebaiknya pulang!”

Haknyeon bangkit dari duduknya,

“Via, can I tell you something?

sure” Via mendongak untuk melihat ke arah Haknyeon.

I Love you!” I really do

Via ikut berdiri lalu tersenyum pada Haknyeon.

I already knew, Hak!” ucap Via yang spontan membuat Haknyeon membisu, “cause I also do love you” lanjutnya.

Deg— Haknyeon tak berkutik sama sekali setelah mendengarnya langsung dari Via. Terlebih Via yang tiba-tiba mengecup pipinya, membuatnya kehilangan akal.

Ia mematung beberapa saat sambil memegang pipinya yang mulai memerah.

Via yang sudah memasuki rumah lebih dulu hanya cengengesan.

“eh, ini albumnya gue simpen dulu ya ke lemari!”

Via mengambil tiga album yang terletak di atas meja lipat di ruang tengah rumah ternak dengan tangan kirinya.

Dan tergelincir. Satu album yang berwarna merah terjatuh, dan mengeluarkan secarik kertas putih yang dilipat.

“eh itu jangan dibuka!”

Haknyeon melompat ke arah Via yang membuat mereka terjatuh bersamaan.

“Via.. you love me.. since when?” tanya Haknyeon sambil terengah-engah.

Sekarang mereka berdua tak berjarak. Keduanya terbaring menyamping dan saling berhadapan.

“udah lama kok..”

Mata mereka menatap dan saling mengunci.

thank you.. Via

for what

“kukira selama ini aku cuma suka kamu sendirian!”

Via tersenyum.

our stories through three seasons are sooooo precious for me, Haknyeon!

Haknyeon mengusap puncak kepala Via lembut, tersenyum dengan penuh arti. entah ia bahagia, entah ia sudah rela.

actualy, if I'm with you... waktu kerasa singkat banget, Vi! Jujur, tiga musim aku lewati nggak pernah terasa sesingkat ini!”

you can say it as one season then!

what do you mean?” Haknyeon mengernyitkan dahinya.

we met in auntumn, and being friends.. then we fell in love in winter.. then we making memories in spring!

“terus?”

you can mix it all in one! it's 'our season'!” ucap Via yang matanya tak lepas dari milik Haknyeon.

Haknyeon tersenyum dan mengiyakan semua yang Via ucapkan.

“Via..”

“hmm?”

Haknyeon kembali mengusap puncak kepala Via dan tatapan mereka tak lepas satu sama lain, namun kali ini, Haknyeon menarik Via mendekat padanya.

Sekarang mereka berhenti menatap, mata mereka berdua tertutup.

Dengan lembut, Haknyeon mencium bibir Via. Tak ada penolakan, Via pun melakukan hal yang sama.

Deru napas mereka berdua berat, detak jantung mereka terasa satu sama lain.

Kedua tangan Via berada pada pipi Haknyeon dan ia sesekali mengusapnya dengan lembut.

Setelah beberapa saat, Haknyeon membuka matanya dan melepas tautannya dengan Via. Ia menjauhkan Via darinya.

“Via.. kamu nangis?”

Via hanya terdiam.

“udah malem, Vi! aku, eh gue pulang dulu!”

Haknyeon tergesa-gesa membawa ponselnya, menggunakan sepatunya kemudian setengah berlari meninggalkan Via sendirian.


#injunoona


“mix it all at one!”

tw // kiss *** Via terburu-buru setelah keluar dari kamar mandi karena Haknyeon sudah memanggil namanya sedari tadi.

“haduh itu anak cepet amat baliknya” batinnya.

“Iyaaa bentar!!”

Ia segera menggunakan pakaiannya dan kemudian membukakan pintu untuk Haknyeon.

Lelaki itu masih sama sepertinya, selesai mandi sore. Rambutnya basah, wajahnya sudah segar kembali. Tak seperti saat terakhir Via melihatnya setelah pulang dari pantai tadi.

Haknyeon tersenyum, menampakkan giginya. Sedangkan Via menggelengkan kepala.

“gue kira lo kesini nya mau malem? gue bahkan belum keringin rambut!” Ia menunjuk ke atas kepalanya yang dibalut handuk.

Haknyeon cengar-cengir.

“Vi, lo liat rambut gue juga masih basah”

“lah terus kenapa buru-buru kesini?!”

Haknyeon mengangkat kedua tangannya yang menggenggam dua kantong besar yang entah apa isinya.

“gue nggak sabar bawa ini buat lo!”

“ya udah sini dulu!”

Via menarik Haknyeon masuk ke dalam rumah. Dan kemudian....


“aww! Vi jangan ke telinga ih!”

Via cekikikan,

“Iya!! maaf maaf, abisnya itu masih basah!”

“panas bgt hair dryer nya apa gak bisa dikecilin apa anginnya?”

Via lagi-lagi hanya tertawa.

“Ini bentar lagi kelar Haknyeon! jangan protes muluuu!” lalu mengacak-acak rambut pria bermarga Ju itu.

Haknyeon tersenyum. Tak pernah ia bayangkan sebelumnya bahwa mengeringkan rambut bisa membuatnya menjadi se-bahagia ini.

“Nah, udah selesai! lo tunggu dulu disini. Sekarang giliran gue yang keringin rambut”

“lho... sekarang gue bantuin lo! biar adil, Vi!”

“nggak! gue bisa sendiri, lo diem aja duduk!”

Padahal Via tahu.. kalau Haknyeon membantunya, detak jantungnya akan semakin tak karuan.

*** “nih liat deh, Vi! sinii!”

Haknyeon terlihat sangat bersemangat, melambai ke arah Via.

Via mendekat dan kemudian duduk di sebelah Haknyeon.

Ia mengeluarkan banyak makanan dari dalam bungkusan yang satu, sedangkan dalam kantong yang lain berisi buku-buku berwarna mencolok yang Haknyeon bilang itu adalah albumnya.

“gue bawa album-album ini khusus buat lo! dan udah gue kasih tanda tangan”

Via tersenyum, Haknyeon tampak sangat menggemaskan di matanya saat ini. Ingin mencubit pipinya namun ia tak berani.

“Oh!! dan ini ada lagi!!”

Via memperhatikan gerakkan Haknyeon yang kembali merogoh sesuatu dalam bungkusan besar tadi,

“ini lightstick The Boyz, Vi! lo juga harus punya ini! biar nanti kalo lo udah pulang ke Ind...”

Haknyeon menghentikan ucapannya.

Ia menghela napas,

“Vi, jangan pulang...”

tukk —Via memukul lengan Haknyeon yang sedikit membuatnya mengernyit.

“kenapa gue dipukul?”

“jangan bahas itu!!”

Haknyeon menunduk, helaan napasnya terdengar jelas oleh telinga Via.

Happy Birthday!!

Kepala yang menunduk perlahan terangkat kemudian menatap Via lekat-lekat.

“Vi? lo tau hari ini my birthday?

“tau dong!”

“kenapa gak ngucapin dari tadi?! tau gak sih, Via?”

Via terkejut karena sekarang kedua tangan Haknyeon memegang bahunya.

“tadi, gue nangis di pantai, itu gak semata-mata gue takut lo pulang. Tapi, gue juga mau diucapin selamat ulang tahun!”

Haknyeon cemberut. Via tak merespon apa-apa setelah beberapa detik. Kemudian ia tertawa.

“ih kenapa? lo ngetawain gue?”

Via menutup wajahnya dengan kedua telapaknya.

“Haknyeon, lo lucu banget!”

“hah? apa Via? gue gak bisa denger jelas suara lo! lepas dulu tangan lo nya!!!”

Via melepaskan tangannya, namun tetap kembali tertawa.

“Ih! Viaaa!!!!”

Lelaki yang lebih tua satu tahun darinya itu melipat kedua tangannya di dadanya. Yang semakin membuat Via gemas dibuatnya.

“Bukan apa-apa, Haknyeon! sekarang, ayo jelasin itu apa yang lo bawa!” ia mengacak-acak rambut Haknyeon yang ia bantu keringkan beberapa saat lalu.

“Oh, ini!!”

Haknyeon menyerahkan album-albumnya pada Via.

“Gue udah siapin ini dari jauh-jauh hari. Semoga ini bisa jadi kenang-kenangan, dari gue.. buat lo!”

Via tersenyum, “kenang-kenangan?”

Haknyeon mengangguk.

“eh! gue nulis sesuatu di albumnya, tapi lo jangan baca sekarang!”

“kenapa jangan baca sekarang?” Via menatap Haknyeon dengan tatapan meledek.

Ia mengusili Haknyeon, berpura-pura akan membuka albumnya agar Haknyeon panik.

“gue baca sekarang, ahh!!”

“jangan!!!”

“ya udah nggak.. nggak!”

“lo baca nya kalo udah di Indonesia aja, ya?”

Via terdiam. Ia tahu bahasan ini akan selamanya menjadi menyedihkan diantara dirinya dan Haknyeon.

“eh, itu makanan nya boleh dimakan sekarang nggak?” Via mengalihkan topik pembicaraan.

“boleh.. makan aja!”

Via mengambil asal makanan yang Haknyeon bawa.

“pelan-pelan, Vi! gue nggak akan minta kok!”

Perempuan itu hanya terkekeh.


Langit sudah gelap, Haknyeon dan Via menyalakan tungku di depan rumah ternak dan membakar jagung bersama.

Ingat, kan? Haknyeon ingin menghabiskan waktu di hari ulang tahunnya bersama Via?.

“kalo kaya begini udah mateng belum, sih?”

“belum, Vi! itu masih mentah!”

“Ih lama banget perasaan!”

“pokoknya kalo yang mateng itu cirinya biji jagungnya mengkilat!”

“tapi ini udah ada gosongnya, Haknyeon! gimana mau dimakan?!!”

“itu gapapa, Via! ih!”

Diskusi kecil kedua pembakar jagung di pulau Jeju itu menjadi satu-satunya suara manusia. Sisanya hanya semilir angin dan derik jangkrik.

*** “kok rasanya aneh ya, Hak?”

Haknyeon terkekeh namun tetap melanjutkan mengunyah jagungnya.

“gara-gara kelamaan gak sih ngebakar jagungnya?”

“Udah, Via.. makan aja udah!”

“Ya udah, ini dimakan”

Mereka ujung-ujungnya tetap menertawakan jagung bakar hasil karya mereka.

“Oh iya, Vi! lo pulang ke Indonesia 10 hari lagi, kan?”

no, seminggu lagi”

Haknyeon hanya mengangguk-angguk. Memahami situasi, mengontrol emosi.

“kenapa?”

“seminggu masih lama.. I guess

Via tersenyum.

“lo mau ikut, ke Indonesia?”

Can I

you must be kidding me!” Via terkekeh lalu kemudian mengigit beberapa biji jagung bakar yang ia pegang.

“gue serius!” ucap Haknyeon yang refleks membuat Via berhenti mengunyah. “gue bisa pergi kemana aja asal ada lo! atau lo aja yang disini! kita bangun bisnis keluarga gue sama-sama!”

“Haknyeon...”

“gue bisa kok berhenti jadi idol, asal bisa bareng sama lo!”

“heii...”

“gue bisa ngelakuin apa pun, Vi!”

“Haknyeon! stop!”

“oh... I see karena dia ya, Vi?”

no! udah stop jangan kaya gini! it's your day! you must be happy, okay?!

“Via... kalo gue bisa, gue akan berhenti dari lama. Tapi gue gak pernah bisa kontrol diri gue!”

Haknyeon menghela napasnya,

“gue tau... gue sadar betul... gue sama lo itu nggak bisa.. tapi, gue ngeyel! gue nggak pernah berhenti buat jatuh lagi sama lo!”

Via mengusap punggung Haknyeon untuk menenangkannya.

“Udah malem, lo sebaiknya pulang!”

Haknyeon bangkit dari duduknya,

“Via, can I tell you something?

sure” Via mendongak untuk melihat ke arah Haknyeon.

I Love you!” I really do

Via ikut berdiri lalu tersenyum pada Haknyeon.

I already knew, Hak!” ucap Via yang spontan membuat Haknyeon mebisu, “cause I also do love you” lanjutnya.

Deg— Haknyeon tak berkutik sama sekali setelah mendengarnya langsung dari Via. Terlebih Via yang tiba-tiba mengecup pipinya, membuatnya kehilangan akal.

Ia mematung beberapa saat sambil memegang pipinya yang mulai memerah.

Via yang sudah memasuki rumah lebih dulu hanya cengengesan.

“eh, ini albumnya gue simpen dulu ya ke lemari!”

Via mengambil tiga album yang terletak di atas meja lipat di ruang tengah rumah ternak dengan tangan kirinya.

Dan tergelincir. Satu album yang berwarna merah terjatuh, dan mengeluarkan secarik kertas putih yang dilipat.

“eh itu jangan dibuka!”

Haknyeon melompat ke arah Via yang membuat mereka terjatuh bersamaan.

“Via.. you love me.. since when?” tanya Haknyeon sambil terengah-engah.

Sekarang mereka berdua tak berjarak. Keduanya terbaring menyamping dan saling berhadapan.

“udah lama kok..”

Mata mereka menatap dan saling mengunci.

thank you.. Via

for what

“kukira selama ini aku cuma suka kamu sendirian!”

Via tersenyum.

our stories through three seasons are sooooo precious for me, Haknyeon!

Haknyeon mengusap puncak kepala Via lembut, tersenyum dengan penuh arti. entah ia bahagia, entah ia sudah rela.

actualy, if I'm with you... waktu kerasa singkat banget, Vi! Jujur, tiga musim aku lewati nggak pernah terasa sesingkat ini!”

you can say it as one season then!

what do you mean?” Haknyeon mengernyitkan dahinya.

we met in auntumn, and being friends.. then we fell in love in winter.. then we making memories in spring!

“terus?”

you can mix it all at one! it's 'our season'!” ucap Via yang matanya tak lepas dari milik Haknyeon.

Haknyeon tersenyum dan mengiyakan semua yang Via ucapkan.

“Via..”

“hmm?”

Haknyeon kembali mengusap puncak kepala Via dan tatapan mereka tak lepas satu sama lain, namun kali ini, Haknyeon menarik Via mendekat padanya.

Sekarang mereka berhenti menatap, mata mereka berdua tertutup.

Dengan lembut, Haknyeon mencium bibir Via. Tak ada penolakan, Via pun melakukan hal yang sama.

Deru napas mereka berdua berat, detak jantung mereka terasa satu sama lain.

Kedua tangan Via berada pada pipi Haknyeon dan ia sesekali mengusapnya dengan lembut.

Setelah beberapa saat, Haknyeon membuka matanya dan melepas tautannya dengan Via. Ia menjauhkan Via darinya.

“Via.. kamu nangis?”

Via hanya terdiam.

“udah malem, Vi! aku, eh gue pulang dulu!”

Haknyeon tergesa-gesa membawa ponselnya, menggunakan sepatunya kemudian setengah berlari meninggalkan Via sendirian.


#injunoona

#Our Season


“mix it all at one!”

tw // kiss *** Via terburu-buru setelah keluar dari kamar mandi karena Haknyeon sudah memanggil namanya sedari tadi.

“haduh itu anak cepet amat baliknya” batinnya.

“Iyaaa bentar!!”

Ia segera menggunakan pakaiannya dan kemudian membukakan pintu untuk Haknyeon.

Lelaki itu masih sama sepertinya, selesai mandi sore. Rambutnya basah, wajahnya sudah segar kembali. Tak seperti saat terakhir Via melihatnya setelah pulang dari pantai tadi.

Haknyeon tersenyum, menampakkan giginya. Sedangkan Via menggelengkan kepala.

“gue kira lo kesini nya mau malem? gue bahkan belum keringin rambut!” Ia menunjuk ke atas kepalanya yang dibalut handuk.

Haknyeon cengar-cengir.

“Vi, lo liat rambut gue juga masih basah”

“lah terus kenapa buru-buru kesini?!”

Haknyeon mengangkat kedua tangannya yang menggenggam dua kantong besar yang entah apa isinya.

“gue nggak sabar bawa ini buat lo!”

“ya udah sini dulu!”

Via menarik Haknyeon masuk ke dalam rumah. Dan kemudian....


“aww! Vi jangan ke telinga ih!”

Via cekikikan,

“Iya!! maaf maaf, abisnya itu masih basah!”

“panas bgt hair dryer nya apa gak bisa dikecilin apa anginnya?”

Via lagi-lagi hanya tertawa.

“Ini bentar lagi kelar Haknyeon! jangan protes muluuu!” lalu mengacak-acak rambut pria bermarga Ju itu.

Haknyeon tersenyum. Tak pernah ia bayangkan sebelumnya bahwa mengeringkan rambut bisa membuatnya menjadi se-bahagia ini.

“Nah, udah selesai! lo tunggu dulu disini. Sekarang giliran gue yang keringin rambut”

“lho... sekarang gue bantuin lo! biar adil, Vi!”

“nggak! gue bisa sendiri, lo diem aja duduk!”

Padahal Via tahu.. kalau Haknyeon membantunya, detak jantungnya akan semakin tak karuan.

*** “nih liat deh, Vi! sinii!”

Haknyeon terlihat sangat bersemangat, melambai ke arah Via.

Via mendekat dan kemudian duduk di sebelah Haknyeon.

Ia mengeluarkan banyak makanan dari dalam bungkusan yang satu, sedangkan dalam kantong yang lain berisi buku-buku berwarna mencolok yang Haknyeon bilang itu adalah albumnya.

“gue bawa album-album ini khusus buat lo! dan udah gue kasih tanda tangan”

Via tersenyum, Haknyeon tampak sangat menggemaskan di matanya saat ini. Ingin mencubit pipinya namun ia tak berani.

“Oh!! dan ini ada lagi!!”

Via memperhatikan gerakkan Haknyeon yang kembali merogoh sesuatu dalam bungkusan besar tadi,

“ini lightstick The Boyz, Vi! lo juga harus punya ini! biar nanti kalo lo udah pulang ke Ind...”

Haknyeon menghentikan ucapannya.

Ia menghela napas,

“Vi, jangan pulang...”

tukk —Via memukul lengan Haknyeon yang sedikit membuatnya mengernyit.

“kenapa gue dipukul?”

“jangan bahas itu!!”

Haknyeon menunduk, helaan napasnya terdengar jelas oleh telinga Via.

Happy Birthday!!

Kepala yang menunduk perlahan terangkat kemudian menatap Via lekat-lekat.

“Vi? lo tau hari ini my birthday?

“tau dong!”

“kenapa gak ngucapin dari tadi?! tau gak sih, Via?”

Via terkejut karena sekarang kedua tangan Haknyeon memegang bahunya.

“tadi, gue nangis di pantai, itu gak semata-mata gue takut lo pulang. Tapi, gue juga mau diucapin selamat ulang tahun!”

Haknyeon cemberut. Via tak merespon apa-apa setelah beberapa detik. Kemudian ia tertawa.

“ih kenapa? lo ngetawain gue?”

Via menutup wajahnya dengan kedua telapaknya.

“Haknyeon, lo lucu banget!”

“hah? apa Via? gue gak bisa denger jelas suara lo! lepas dulu tangan lo nya!!!”

Via melepaskan tangannya, namun tetap kembali tertawa.

“Ih! Viaaa!!!!”

Lelaki yang lebih tua satu tahun darinya itu melipat kedua tangannya di dadanya. Yang semakin membuat Via gemas dibuatnya.

“Bukan apa-apa, Haknyeon! sekarang, ayo jelasin itu apa yang lo bawa!” ia mengacak-acak rambut Haknyeon yang ia bantu keringkan beberapa saat lalu.

“Oh, ini!!”

Haknyeon menyerahkan album-albumnya pada Via.

“Gue udah siapin ini dari jauh-jauh hari. Semoga ini bisa jadi kenang-kenangan, dari gue.. buat lo!”

Via tersenyum, “kenang-kenangan?”

Haknyeon mengangguk.

“eh! gue nulis sesuatu di albumnya, tapi lo jangan baca sekarang!”

“kenapa jangan baca sekarang?” Via menatap Haknyeon dengan tatapan meledek.

Ia mengusili Haknyeon, berpura-pura akan membuka albumnya agar Haknyeon panik.

“gue baca sekarang, ahh!!”

“jangan!!!”

“ya udah nggak.. nggak!”

“lo baca nya kalo udah di Indonesia aja, ya?”

Via terdiam. Ia tahu bahasan ini akan selamanya menjadi menyedihkan diantara dirinya dan Haknyeon.

“eh, itu makanan nya boleh dimakan sekarang nggak?” Via mengalihkan topik pembicaraan.

“boleh.. makan aja!”

Via mengambil asal makanan yang Haknyeon bawa.

“pelan-pelan, Vi! gue nggak akan minta kok!”

Perempuan itu hanya terkekeh.


Langit sudah gelap, Haknyeon dan Via menyalakan tungku di depan rumah ternak dan membakar jagung bersama.

Ingat, kan? Haknyeon ingin menghabiskan waktu di hari ulang tahunnya bersama Via?.

“kalo kaya begini udah mateng belum, sih?”

“belum, Vi! itu masih mentah!”

“Ih lama banget perasaan!”

“pokoknya kalo yang mateng itu cirinya biji jagungnya mengkilat!”

“tapi ini udah ada gosongnya, Haknyeon! gimana mau dimakan?!!”

“itu gapapa, Via! ih!”

Diskusi kecil kedua pembakar jagung di pulau Jeju itu menjadi satu-satunya suara manusia. Sisanya hanya semilir angin dan derik jangkrik.

*** “kok rasanya aneh ya, Hak?”

Haknyeon terkekeh namun tetap melanjutkan mengunyah jagungnya.

“gara-gara kelamaan gak sih ngebakar jagungnya?”

“Udah, Via.. makan aja udah!”

“Ya udah, ini dimakan”

Mereka ujung-ujungnya tetap menertawakan jagung bakar hasil karya mereka.

“Oh iya, Vi! lo pulang ke Indonesia 10 hari lagi, kan?”

no, seminggu lagi”

Haknyeon hanya mengangguk-angguk. Memahami situasi, mengontrol emosi.

“kenapa?”

“seminggu masih lama.. I guess

Via tersenyum.

“lo mau ikut, ke Indonesia?”

Can I

you must be kidding me!” Via terkekeh lalu kemudian mengigit beberapa biji jagung bakar yang ia pegang.

“gue serius!” ucap Haknyeon yang refleks membuat Via berhenti mengunyah. “gue bisa pergi kemana aja asal ada lo! atau lo aja yang disini! kita bangun bisnis keluarga gue sama-sama!”

“Haknyeon...”

“gue bisa kok berhenti jadi idol, asal bisa bareng sama lo!”

“heii...”

“gue bisa ngelakuin apa pun, Vi!”

“Haknyeon! stop!”

“oh... I see karena dia ya, Vi?”

no! udah stop jangan kaya gini! it's your day! you must be happy, okay?!

“Via... kalo gue bisa, gue akan berhenti dari lama. Tapi gue gak pernah bisa kontrol diri gue!”

Haknyeon menghela napasnya,

“gue tau... gue sadar betul... gue sama lo itu nggak bisa.. tapi, gue ngeyel! gue nggak pernah berhenti buat jatuh lagi sama lo!”

Via mengusap punggung Haknyeon untuk menenangkannya.

“Udah malem, lo sebaiknya pulang!”

Haknyeon bangkit dari duduknya,

“Via, can I tell you something?

sure” Via mendongak untuk melihat ke arah Haknyeon.

I Love you!” I really do

Via ikut berdiri lalu tersenyum pada Haknyeon.

I already knew, Hak!” ucap Via yang spontan membuat Haknyeon mebisu, “cause I also do love you” lanjutnya.

Deg— Haknyeon tak berkutik sama sekali setelah mendengarnya langsung dari Via. Terlebih Via yang tiba-tiba mengecup pipinya, membuatnya kehilangan akal.

Ia mematung beberapa saat sambil memegang pipinya yang mulai memerah.

Via yang sudah memasuki rumah lebih dulu hanya cengengesan.

“eh, ini albumnya gue simpen dulu ya ke lemari!”

Via mengambil tiga album yang terletak di atas meja lipat di ruang tengah rumah ternak dengan tangan kirinya.

Dan tergelincir. Satu album yang berwarna merah terjatuh, dan mengeluarkan secarik kertas putih yang dilipat.

“eh itu jangan dibuka!”

Haknyeon melompat ke arah Via yang membuat mereka terjatuh bersamaan.

“Via.. you love me.. since when?” tanya Haknyeon sambil terengah-engah.

Sekarang mereka berdua tak berjarak. Keduanya terbaring menyamping dan saling berhadapan.

“udah lama kok..”

Mata mereka menatap dan saling mengunci.

thank you.. Via

for what

“kukira selama ini aku cuma suka kamu sendirian!”

Via tersenyum.

our stories through three seasons are sooooo precious for me, Haknyeon!

Haknyeon mengusap puncak kepala Via lembut, tersenyum dengan penuh arti. entah ia bahagia, entah ia sudah rela.

actualy, if I'm with you... waktu kerasa singkat banget, Vi! Jujur, tiga musim aku lewati nggak pernah terasa sesingkat ini!”

you can say it as one season then!

what do you mean?” Haknyeon mengernyitkan dahinya.

we met in auntumn, and being friends.. then we fell in love in winter.. then we making memories in spring!

“terus?”

you can mix it all at one! it's 'our season'!” ucap Via yang matanya tak lepas dari milik Haknyeon.

Haknyeon tersenyum dan mengiyakan semua yang Via ucapkan.

“Via..”

“hmm?”

Haknyeon kembali mengusap puncak kepala Via dan tatapan mereka tak lepas satu sama lain, namun kali ini, Haknyeon menarik Via mendekat padanya.

Sekarang mereka berhenti menatap, mata mereka berdua tertutup.

Dengan lembut, Haknyeon mencium bibir Via. Tak ada penolakan, Via pun melakukan hal yang sama.

Deru napas mereka berdua berat, detak jantung mereka terasa satu sama lain.

Kedua tangan Via berada pada pipi Haknyeon dan ia sesekali mengusapnya dengan lembut.

Setelah beberapa saat, Haknyeon membuka matanya dan melepas tautannya dengan Via. Ia menjauhkan Via darinya.

“Via.. kamu nangis?”

Via hanya terdiam.

“udah malem, Vi! aku, eh gue pulang dulu!”

Haknyeon tergesa-gesa membawa ponselnya, menggunakan sepatunya kemudian setengah berlari meninggalkan Via sendirian.


#injunoona


“can't we just stay like this for awhile?”

*** Via's POV

Tanpa kata, Haknyeon datang hanya dengan suara motornya yang nyaring. Oh, tentu saja dengan senyuman lebarnya dibalik kaca helm yang tak berwarna itu.

Aku yang menunggunya sambil duduk di teras rumah ternak refleks bangkit dan melambaikan tangan ke arahnya. Sangat menunjukkan kebahagiaan. Sedetik kemudian aku menyadari bahwa tindakanku barusan mungkin berlebihan, terlalu exited, mungkin akan membuat Haknyeon risih.

“ngapain, sih! ngapain dadah-dadah segala?!” batinku.

Haknyeon turun dari motornya kemudian mengangkat kaca helmnya.

Morning, Vi!”

Aku hanya membalas dengan senyum.

“nih, pake helm demi keamanan”

Ia menyodorkan helm padaku, tapi ketika aku mengulurkan tanganku..

“mau pake helm di tangan?” ucapnya.

“di kepala, lah!”

“ya udah, siniin kepalanya!”

Aku hanya terdiam, aku tahu betul apa maksud Haknyeon. Namun aku memilih tak berkutik.

Haknyeon berjalan mengitari motor birunya agar bisa berdiri tepat di depanku tanpa terhalangi.

Ia menyimpan helm di atas jok motornya, kemudian merogoh kantong celananya, aku tak tahu apa yang hendak ia ambil.

Ia tiba-tiba merapikan rambutku yang terurai ke belakang telingaku. Tentu saja organ dalam tubuhku tak baik-baik saja diperlakukan seperti itu.

“lo, hari ini gak iket rambut? biasanya rambut lo selalu diiket?”

“eh, oh.. itu anu”

Aku mendadak sangat sulit bicara. Bayangkan saja, bagaimana otakku bisa mengirim sinyal pada bibirku untuk berucap jika...

“eh? lo ngapain?”

Mataku terbelalak, Haknyeon melingkarkan kedua tangannya di leherku. Ia mengikat rambutku saat itu juga, dengan ikat rambut yang ia ambil di kantong celananya.

“kalo gak diiket, nanti gerah, Vi!”

Setelah itu ia memasangkan helm di kepalaku. Mataku melirik kearahnya, dan berakhir dengan kita yang saling bertatapan.

klikk— helm sudah sepenuhnya Haknyeon pasang di kepalaku.

“lo cantik!” matanya tetap menatap ke arahku.

Demi Tuhan, aku merasa seperti diterbangkan tiada henti. Ini bahkan belum 15 menit dari sejak pertemuan kita hari ini. Masih ada sisa waktu 15 jam menuju pergantian hari, semoga jiwa dan ragaku kuat.

Aku hanya tersenyum. karena memang tak tahu harus bagaimana menanggapinya, terlanjur melebur.


Semilir angin menghembus ke arah kami yang duduk berdua di atas motor, Haknyeon sesekali bernyanyi lagu yang tak aku ketahui. Namun aku tetap ikut mengangguk-anggukkan kepalaku mengikuti irama nyanyian Haknyeon.

Haknyeon bercerita tentang gambaran pantai nanti, bagaimana ombaknya, bagaimana aromanya. Ia sangat banyak berbicara. Aku suka mendengarnya.

Aku merentangkan kedua tanganku meresapi semilir angin. Jalanan sangat sepi, hanya ada kami. Jadi Haknyeon tak protes saat aku melakukan itu.

Entah kenapa, hari ini Haknyeon sangat berbeda dari hari-hari biasanya. Oh! tidak, Maksudku ia tetap Haknyeon, tapi ia hari ini lebih berani dan penuh kejutan.

Sepertinya jika aku punya riwayat sakit jantung, hari ini aku akan meninggal di tempat karena terkejut tanpa henti.


Sepeda motor kami tinggalkan di sebuah garasi kecil dipinggir jalan raya yang memang disewakan untuk pengunjung pantai. Untuk menuju ke pantai, kami harus berjalan menurun melewati jalanan pemukiman. Haknyeon bilang jalanan itu sangat sejuk dan aku pasti akan menyukainya.

Benar saja! udaranya sangat sejuk. Sepertinya kualitas oksigen disini adalah yang terbaik, dibandingkan dengan oksigen yang telah kuhirup sebelumnya.

Aku bahkan tak jarang berjalan sambil melompat-lompat karena terlalu bahagia. Dengan Haknyeon yang terus-terusan mengomeli

“awas jatoh!”

Dan aku selalu tersenyum mendengar kepeduliannya.

Suara ombak semakin jelas terdengar. Bukan ombak yang besar dan tinggi. Namun ombak kecil yang tenang.

Senyumku merekah kala menyadari bahwa kakiku sudah berpijak di atas pasir, tandanya pantai semakin dekat.

Aku berlari menuju perbatasan daratan dan lautan itu. Air laut yang dibawa oleh gelombang ombak menyapa kedua kakiku yang sudah tak beralas.

Pantai ini sepi.. tak ada orang lain selain aku dan Haknyeon. Ini bukan pantai yang merupakan destinasi wisata favorit, bukan pantai dimana kapal-kapal berlabuh. Pantai ini menyatu dengan pemukiman, di ujung pulau Jeju.

Haknyeon benar soal aroma pantai yang menyegarkan, karena nyatanya demikian. Aku tak henti-henti menarik napas dan kemudian menghembuskannya kembali dengan sengaja.

*** “gimana Jeju, sejauh ini?” tanya Haknyeon.

Aku menghela napasku sambil merangkai kalimat di kepalaku.

“gue suka, selalu suka”

Haknyeon yang duduk di sebelahku sambil memeluk kedua kakinya yang ditekuk, menoleh,

including me?

of course. always

Haknyeon tersenyum.

“dulu, pas minggu awal gue di Jeju, gue sempet mau banget pulang ke Indonesia!”

Aku memainkan pasir di dekat kakiku, melukis asal dengan jari telunjuk.

“dan itu karena lo!”

“lo mau pulang ke Indonesia, karena gue?”

Ia meletakkan telapak tangannya di dadanya. Suara seraknya sangat lantang, ia seperti memarahiku.

Aku mengangguk.

I'm so sorry

“eh, gak kok! gak usah minta maaf” aku terkekeh, “dan semenjak lo waktu itu nolongin gue... lo inget waktu itu...”

“oh waktu lo berdarah”

“ih!” aku menepuk lengannya pelan.

“iya kan waktu itu?, semenjak itu apa?”

“iya.. semenjak itu gue sadar. Kalo lo bukan orang yang judes dan galak kayak stereotipe yang gue ciptain sendiri!”

Haknyeon terkekeh, “padahal gue kan aslinya baik!”

“Iya, Haknyeon! gue kan udah klarifikasi barusan”

“iya iyaaa!”

“nah, mulai dari situ lah.. gue punya alesan buat tetep stay disini! tetep kuat disini! karena ternyata ada yang peduli sama gue!”

Haknyeon merapikan rambutku yang terkena angin. Lagi-lagi aku terkejut.

so am I, Vi!

Aku menatapnya lekat-lekat, membaca raut wajahnya yang menjadi agak murung.

“lo?..”

“sebenernya gue bukan tipe orang yang suka pulang kampung! gue bisa bertahan tinggal di Jeju, biasanya paling lama cuma sebulan! sometimes gue liburan panjang juga gak pernah balik ke Jeju dan tetep stay di asrama grup gue!”

seriously?

Ia mengangguk.

“karena ada lo disini, gue jadi betah!”

“Haknyeon...”

Haknyeon terdiam cukup lama, hanya menyisakan suara deru ombak danburung laut, sesekali suara semilir angin juga ikut menjadi backsound.

Ia meraih tangan kananku dan kemudian menggenggamnya dengan kedua tangannya.

because of this warmth, I can get the happiest version of me! because of you...

Ia menatap ke arahku dan tak melanjutkan lagi ucapannya. Matanya mulai berair, dan kini tak terbendung lagi. Haknyeon menangis, sambil menggenggam tanganku.

can't you just stay here a little bit longer? can't we just stay like this, for awhile?

Ia menunduk, air matanya jatuh lagi menitik di pasir putih bawah kakinya.

three seasons have passed since I met you..

Ia terisak, tangan kirinya mengusap air mata di pipinya.

and I'm in love with you every single day

“Haknyeon..”

Haknyeon tak berkutik, ia tetap menunduk.

Aku menarik tubuhnya untuk kemudian memeluknya. Kemudian menangis bersamanya.

Menyebalkan memang. Sangat menyebalkan. Seolah-olah kita adalah dua sejoli yang tidak diizinkan sama sekali untuk bersama. Benteng pembatas kami terlalu kokoh.

Sorry, Haknyeon

“Via, jangan pulang!”

Ia mengeratkan pelukannya dan bisa kurasakan isakkannya.

But I have to!

Hening sesaat hingga akhirnya Haknyeon melepaskan pelukan kami.

“Via, hari ini aku mau seharian bareng kamu!”

Aku mengusap pelan kedua pipi Haknyeon, pipi yang basah itu kini sudah tak terlalu basah. Setidaknya Haknyeon tak terlihat sudah menangis.

Aku tersenyum dan mengangguk, meng-iyakan ajakannya.

“oke! ayo kita sama-sama sampe pergantian hari!”

Haknyeon akhirnya tersenyum. Aku tak yakin senyum itu menghapus sisa rasa sedih sepenuhnya atau tidak, namun tak apa asal aku bisa melihat ia tersenyum kembali.


by the way, Hak! lo sadar gak sih kalo baju kita mirip?”

“sadar!” ia tersenyum.

“lo ngikutin gue, ya?!”

“engga ih kebetulan doang!!”

Aku hanya terkekeh,

“kalo tiba-tiba ada papparazzi gimana, Hak?”

“maksud lo?”

“iya, kalo tiba-tiba kesebar gosip kalo lo jalan sama cewe dan pelukan di pantai... gimana?”

“gak gimana-gimana”

“loh?”

“soalnya gue gak peduli. gue tetep bakal ada di pihak lo, dan ngebela lo!”

freeze— terkejut dan blushing untuk ke-192728 kali.


#injunoona


“can't we just stay like this for awhile?”

*** Via's POV

Tanpa kata, Haknyeon datang hanya dengan suara motornya yang nyaring. Oh, tentu saja dengan senyuman lebarnya dibalik kaca helm yang tak berwarna itu.

Aku yang menunggunya sambil duduk di teras rumah ternak refleks bangkit dan melambaikan tangan ke arahnya. Sangat menunjukkan kebahagiaan. Sedetik kemudian aku menyadari bahwa tindakanku barusan mungkin berlebihan, terlalu exited, mungkin akan membuat Haknyeon risih.

“ngapain, sih! ngapain dadah-dadah segala?!” batinku.

Haknyeon turun dari motornya kemudian mengangkat kaca helmnya.

Morning, Vi!”

Aku hanya membalas dengan senyum.

“nih, pake helm demi keamanan”

Ia menyodorkan helm padaku, tapi ketika aku mengulurkan tanganku..

“mau pake helm di tangan?” ucapnya.

“di kepala, lah!”

“ya udah, siniin kepalanya!”

Aku hanya terdiam, aku tahu betul apa maksud Haknyeon. Namun aku memilih tak berkutik.

Haknyeon berjalan mengitari motor birunya agar bisa berdiri tepat di depanku tanpa terhalangi.

Ia menyimpan helm di atas jok motornya, kemudian merogoh kantong celananya, aku tak tahu apa yang hendak ia ambil.

Ia tiba-tiba merapikan rambutku yang terurai ke belakang telingaku. Tentu saja organ dalam tubuhku tak baik-baik saja diperlakukan seperti itu.

“lo, hari ini gak iket rambut? biasanya rambut lo selalu diiket?”

“eh, oh.. itu anu”

Aku mendadak sangat sulit bicara. Bayangkan saja, bagaimana otakku bisa mengirim sinyal pada bibirku untuk berucap jika...

“eh? lo ngapain?”

Mataku terbelalak, Haknyeon melingkarkan kedua tangannya di leherku. Ia mengikat rambutku saat itu juga, dengan ikat rambut yang ia ambil di kantong celananya.

“kalo gak diiket, nanti gerah, Vi!”

Setelah itu ia memasangkan helm di kepalaku. Mataku melirik kearahnya, dan berakhir dengan kita yang saling bertatapan.

klikk— helm sudah sepenuhnya Haknyeon pasang di kepalaku.

“lo cantik!” matanya tetap menatap ke arahku.

Demi Tuhan, aku merasa seperti diterbangkan tiada henti. Ini bahkan belum 15 menit dari sejak pertemuan kita hari ini. Masih ada sisa waktu 15 jam menuju pergantian hari, semoga jiwa dan ragaku kuat.

Aku hanya tersenyum. karena memang tak tahu harus bagaimana menanggapinya, terlanjur melebur.


Semilir angin menghembus ke arah kami yang duduk berdua di atas motor, Haknyeon sesekali bernyanyi lagu yang tak aku ketahui. Namun aku tetap ikut mengangguk-anggukkan kepalaku mengikuti irama nyanyian Haknyeon.

Haknyeon bercerita tentang gambaran pantai nanti, bagaimana ombaknya, bagaimana aromanya. Ia sangat banyak berbicara. Aku suka mendengarnya.

Aku merentangkan kedua tanganku meresapi semilir angin. Jalanan sangat sepi, hanya ada kami. Jadi Haknyeon tak protes saat aku melakukan itu.

Entah kenapa, hari ini Haknyeon sangat berbeda dari hari-hari biasanya. Oh! tidak, Maksudku ia tetap Haknyeon, tapi ia hari ini lebih berani dan penuh kejutan.

Sepertinya jika aku punya riwayat sakit jantung, hari ini aku akan meninggal di tempat karena terkejut tanpa henti.


Sepeda motor kami tinggalkan di sebuah garasi kecil dipinggir jalan raya yang memang disewakan untuk pengunjung pantai. Untuk menuju ke pantai, kami harus berjalan menurun melewati jalanan pemukiman. Haknyeon bilang jalanan itu sangat sejuk dan aku pasti akan menyukainya.

Benar saja! udaranya sangat sejuk. Sepertinya kualitas oksigen disini adalah yang terbaik, dibandingkan dengan oksigen yang telah kuhirup sebelumnya.

Aku bahkan tak jarang berjalan sambil melompat-lompat karena terlalu bahagia. Dengan Haknyeon yang terus-terusan mengomeli

“awas jatoh!”

Dan aku selalu tersenyum mendengar kepeduliannya.

Suara ombak semakin jelas terdengar. Bukan ombak yang besar dan tinggi. Namun ombak kecil yang tenang.

Senyumku merekah kala menyadari bahwa kakiku sudah berpijak di atas pasir, tandanya pantai semakin dekat.

Aku berlari menuju perbatasan daratan dan lautan itu. Air laut yang dibawa oleh gelombang ombak menyapa kedua kakiku yang sudah tak beralas.

Pantai ini sepi.. tak ada orang lain selain aku dan Haknyeon. Ini bukan pantai yang merupakan destinasi wisata favorit, bukan pantai dimana kapal-kapal berlabuh. Pantai ini menyatu dengan pemukiman, di ujung pulau Jeju.

Haknyeon benar soal aroma pantai yang menyegarkan, karena nyatanya demikian. Aku tak henti-henti menarik napas dan kemudian menghembuskannya kembali dengan sengaja.

*** “gimana Jeju, sejauh ini?” tanya Haknyeon.

Aku menghela napasku sambil merangkai kalimat di kepalaku.

“gue suka, selalu suka”

Haknyeon yang duduk di sebelahku sambil memeluk kedua kakinya yang ditekuk, menoleh,

including me?

of course. always

Haknyeon tersenyum.

“dulu, pas minggu awal gue di Jeju, gue sempet mau banget pulang ke Indonesia!”

Aku memainkan pasir di dekat kakiku, melukis asal dengan jari telunjuk.

“dan itu karena lo!”

“lo mau pulang ke Indonesia, karena gue?”

Ia meletakkan telapak tangannya di dadanya. Suara seraknya sangat lantang, ia seperti memarahiku.

Aku mengangguk.

I'm so sorry

“eh, gak kok! gak usah minta maaf” aku terkekeh, “dan semenjak lo waktu itu nolongin gue... lo inget waktu itu...”

“oh waktu lo berdarah”

“ih!” aku menepuk lengannya pelan.

“iya kan waktu itu?, semenjak itu apa?”

“iya.. semenjak itu gue sadar. Kalo lo bukan orang yang judes dan galak kayak stereotipe yang gue ciptain sendiri!”

Haknyeon terkekeh, “padahal gue kan aslinya baik!”

“Iya, Haknyeon! gue kan udah klarifikasi barusan”

“iya iyaaa!”

“nah, mulai dari situ lah.. gue punya alesan buat tetep stay disini! tetep kuat disini! karena ternyata ada yang peduli sama gue!”

Haknyeon merapikan rambutku yang terkena angin. Lagi-lagi aku terkejut.

so am I, Vi!

Aku menatapnya lekat-lekat, membaca raut wajahnya yang menjadi agak murung.

“lo?..”

“sebenernya gue bukan tipe orang yang suka pulang kampung! gue bisa bertahan tinggal di Jeju, biasanya paling lama cuma sebulan! sometimes gue liburan panjang juga gak pernah balik ke Jeju dan tetep stay di asrama grup gue!”

seriously?

Ia mengangguk.

“karena ada lo disini, gue jadi betah!”

“Haknyeon...”

Haknyeon terdiam cukup lama, hanya menyisakan suara deru ombak danburung laut, sesekali suara semilir angin juga ikut menjadi backsound.

Ia meraih tangan kananku dan kemudian menggenggamnya dengan kedua tangannya.

because of this warmth, I can get the happiest version of me! because of you...

Ia menatap ke arahku dan tak melanjutkan lagi ucapannya. Matanya mulai berair, dan kini tak terbendung lagi. Haknyeon menangis, sambil menggenggam tanganku.

can't you just stay here a little bit longer? can't we just stay like this, for awhile?

Ia menunduk, air matanya jatuh lagi menitik di pasir putih bawah kakinya.

three seasons have passed since I met you..

Ia terisak, tangan kirinya mengusap air mata di pipinya.

and I'm in love with you every single day

“Haknyeon..”

Haknyeon tak berkutik, ia tetap menunduk.

Aku menarik tubuhnya untuk kemudian memeluknya. Kemudian menangis bersamanya.

Menyebalkan memang. Sangat menyebalkan. Seolah-olah kita adalah dua sejoli yang tidak diizinkan sama sekali untuk bersama. Benteng pembatas kami terlalu kokoh.

Sorry, Haknyeon

“Via, jangan pulang!”

Ia mengeratkan pelukannya dan bisa kurasakan isakkannya.

But I have to!

Hening sesaat hingga akhirnya Haknyeon melepaskan pelukan kami.

“Via, hari ini aku mau seharian bareng kamu!”

Aku mengusap pelan kedua pipi Haknyeon, pipi yang basah itu kini sudah tak terlalu basah. Setidaknya Haknyeon tak terlihat sudah menangis.

Aku tersenyum dan mengangguk, meng-iyakan ajakannya.

“oke! ayo kita sama-sama sampe pergantian hari!”

Haknyeon akhirnya tersenyum. Aku tak yakin senyum itu menghapus sisa rasa sedih sepenuhnya atau tidak, namun tak apa asal aku bisa melihat ia tersenyum kembali.


“*by the way, Hak! lo sadar gak sih kalo baju kita mirip?”

“sadar!” ia tersenyum.

“lo ngikutin gue, ya?!”

“engga ih kebetulan doang!!”

Aku hanya terkekeh,

“kalo tiba-tiba ada papparazzi gimana, Hak?”

“maksud lo?”

“iya, kalo tiba-tiba kesebar gosip kalo lo jalan sama cewe dan pelukan di pantai... gimana?”

“gak gimana-gimana”

“loh?”

“soalnya gue gak peduli. gue tetep bakal ada di pihak lo, dan ngebela lo!”

freeze— terkejut dan blushing untuk ke-192728 kali.


#injunoona


“it feels like there's a new me inside myself”

*** Malam-malam yang dingin sudah terlewati. Tak ada lagi hot pack bekas menumpuk di tempat sampah rumah ternak. Memasuki musim semi di awal bulan maret, Via sudah bisa tidur dengan nyaman karena udara mulai menghangat.

Selama lima bulan tinggal di Jeju, Via telah melewati banyak hal. Mulai dari pertemuannya dengan Seungkwan di bandara yang ia anggap keajaiban, kejadian-kejadian seru di peternakan, makan malamnya di rumah keluarga Seungkwan, dan ia yang mulai berteman dengan beberapa pegawai peternakan walau berkomunikasi dengan bahasa isyarat. Tak lupa, dirinya yang semakin hari semakin jatuh hati pada sosok Haknyeon yang merupakan idola para remaja.

Haknyeon semakin hari semakin menjadi. Maksudnya, tak sehari pun ia menghilang dari pandangan Via. Selama musim dingin....

Haknyeon selalu ada di depan pintu rumah ternak setiap pagi, menunggu Via untuk berjalan bersama menuju peternakan. Padahal Via tahu, Haknyeon kedinginan.

Haknyeon yang selalu membawakan bekal makan siang, dan tak jarang ia sengaja menunggu Via menyelesaikan tugasnya terlebih dahulu agar bisa makan bersama. Yang berakhir mereka makan siang di jam mendekati sore. Via tahu Haknyeon menahan lapar, namun Haknyeon tak pernah mengeluh.

Haknyeon yang selalu menggenggam tangan Via saat berjalan pulang menuju rumah ternak.

Haknyeon yang selalu menanyakan persediaan hot pack yang Via miliki, untuk kemudian membelikannya lagi.

Haknyeon yang setiap malam menanyakan keadaan Via lewat telepon kabel yang ia pasang. “malem ini dingin banget, gak? jangan lupa mantelnya dipake ya, Vi! “Iya bawel!”

Haknyeon yang selalu menjaga Via.

Haknyeon yang tak pernah mau membahas tentang kepulangan Via ke Indonesia...

Udara musim dingin memang terasa menusuk tubuh Via, namun rasa dinginnya sangat berkurang karena kehadiran Haknyeon. Memang terasa klise, namun faktanya demikian.


“Viaaa!!! Viaaa!!”

Suara husky yang sudah sangat Via kenal membangunkannya di pagi hari minggu.

“Via bangunnn!!!”

bugh bugh bugh!—lelaki itu mengetuk pintu rumah ternak dengan sekuat tenaga.

Tentu saja Via kesal. Hari minggu nya sangat terganggu, padahal ia berencana tidur seharian.

“kenapa sih?!!!!” Protesnya sambil bangkit dan bergegas membukakan pintu.

“kenapa, Haknyeon? this is sunday!!!!

Haknyeon hanya tersenyum lebar ketika Via mengomelinya sambil mengucek matanya yang belum sepenuhnya terbuka itu.

“malah ketawa! ada apa?”

“lo lucu banget”

“hah?”

“lo lucu banget, Via!”

“ya... oke.. makasih! tapi LO MAU NGAPAIN PAGI-PAGI DI HARI MINGGU GEDOR-GEDOR PINTU KAYA BARUSAN?!”

“gue mau liat lo!”

“hah?”

“iya.. mau liat lo aja... gak boleh?”

Via menghela napasnya kasar, kemudian menutup kembali pintu dan membiarkan Haknyeon berdiri di tempatnya.

“Via!!!”

“pulang aja Haknyeon! gue mau tidur lagi!!!”

Tak ada jawaban.

Via tahu betul, Haknyeon sudah menyimpan rasa padanya dari sejak lama. Namun ia sama sekali tak mau mendengar ungkapan dan validasi apapun dari Haknyeon. Ia selalu menghindar setiap kali Haknyeon memulai pembahasan percintaan.

Seperti kala itu, di akhir bulan Januari. Saat salju turun dengan lebat dan Haknyeon tertahan di rumah ternak.

“Vi, it's so cold! can I borrow your jacket?” “sure” “what if your hugs?” “sure!” “what if your heart-” “eh liat deh saljunya udah agak reda! lo bisa pake payung gue aja!” sigh

Via tak mau segalanya malah menjadi berantakan. Via tak mau Haknyeon yang sekarang, Haknyeon yang sudah sedekat nadi dengannya, akan kembali menjauh.

Terlebih, ia harus teguh dengan komitmen nya bersama kak Yohan yang setia menunggunya setiap hari di Indonesia. Yang setia menjaga Ibunya dengan penuh cinta.

Semuanya terasa rumit.

Ia juga sebenarnya tak mau berbohong pada dirinya sendiri. Ia menyukai Haknyeon. Namun, ia tak pernah sama sekali membayangkan jika ia dan Haknyeon akan menjadi lebih dari sebatas teman. Sayangnya, Haknyeon menginginkan kebalikannya.

“Via!!! ih malah dikunci pintunya!”

“ya lo nya gak jelas! lo mau ngapain?”

“nanti hari rabu, kita ke pantai yuuu!”

Langkah Via menuju tempat tidurnya terhenti setelah mendengar ucapan Haknyeon.

Ia memutar tubuhnya dan membukakan kembali pintu untuk Haknyeon.

“ke pantai?”

Haknyeon mengangguk.

“Ayo!”

“hari minggu, lo mau ngapain?” Haknyeon tersenyum.

“mau tidur!!!”

Sekarang Haknyeon terkekeh, “ya udah! sleep well, then!

Haknyeon mengusap pelan kedua pipi Via dengan kedua tangannya, kemudian pergi meninggalkan pelataran rumah ternak.

Yang ditinggalkan mematung beberapa detik. Wajah Via memerah. Ia salah tingkah.


#injunoona


“it feels like there's a new me inside myself”

*** Malam-malam yang dingin sudah terlewati. Tak ada lagi hot pack bekas menumpuk di tempat sampah rumah ternak. Memasuki musim semi di awal bulan maret, Via sudah bisa tidur dengan nyaman karena udara mulai menghangat.

Selama lima bulan tinggal di Jeju, Via telah melewati banyak hal. Mulai dari pertemuannya dengan Seungkwan di bandara yang ia anggap keajaiban, kejadian-kejadian seru di peternakan, makan malamnya di rumah keluarga Seungkwan, dan ia yang mulai berteman dengan beberapa pegawai peternakan walau berkomunikasi dengan bahasa isyarat. Tak lupa, dirinya yang semakin hari semakin jatuh hati pada sosok Haknyeon yang merupakan idola para remaja.

Haknyeon semakin hari semakin menjadi. Maksudnya, tak sehari pun ia menghilang dari pandangan Via. Selama musim dingin....

Haknyeon selalu ada di depan pintu rumah ternak setiap pagi, menunggu Via untuk berjalan bersama menuju peternakan. Padahal Via tahu, Haknyeon kedinginan.

Haknyeon yang selalu membawakan bekal makan siang, dan tak jarang ia sengaja menunggu Via menyelesaikan tugasnya terlebih dahulu agar bisa makan bersama. Yang berakhir mereka makan siang di jam mendekati sore. Via tahu Haknyeon menahan lapar, namun Haknyeon tak pernah mengeluh.

Haknyeon yang selalu menggenggam tangan Via saat berjalan pulang menuju rumah ternak.

Haknyeon yang selalu menanyakan persediaan hot pack yang Via miliki, untuk kemudian membelikannya lagi.

Haknyeon yang setiap malam menanyakan keadaan Via lewat telepon kabel yang ia pasang. “malem ini dingin banget, gak? jangan lupa mantelnya dipake ya, Vi! “Iya bawel!”

Haknyeon yang selalu menjaga Via.

Haknyeon yang tak pernah mau membahas tentang kepulangan Via ke Indonesia...

Udara musim dingin memang terasa menusuk tubuh Via, namun rasa dinginnya sangat berkurang karena kehadiran Haknyeon. Memang terasa klise, namun faktanya demikian.


“Viaaa!!! Viaaa!!”

Suara husky yang sudah sangat Via kenal membangunkannya di pagi hari minggu.

“Via bangunnn!!!”

bugh bugh bugh!—lelaki itu mengetuk pintu rumah ternak dengan sekuat tenaga.

Tentu saja Via kesal. Hari minggu nya sangat terganggu, padahal ia berencana tidur seharian.

“kenapa sih?!!!!” Protesnya sambil bangkit dan bergegas membukakan pintu.

“kenapa, Haknyeon? this is sunday!!!!

Haknyeon hanya tersenyum lebar ketika Via mengomelinya sambil mengucek matanya yang belum sepenuhnya terbuka itu.

“malah ketawa! ada apa?”

“lo lucu banget”

“hah?”

“lo lucu banget, Via!”

“ya... oke.. makasih! tapi LO MAU NGAPAIN PAGI-PAGI DI HARI MINGGU GEDOR-GEDOR PINTU KAYA BARUSAN?!”

“gue mau liat lo!”

“hah?”

“iya.. mau liat lo aja... gak boleh?”

Via menghela napasnya kasar, kemudian menutup kembali pintu dan membiarkan Haknyeon berdiri di tempatnya.

“Via!!!”

“pulang aja Haknyeon! gue mau tidur lagi!!!”

Tak ada jawaban.

Via tahu betul, Haknyeon sudah menyimpan rasa padanya dari sejak lama. Namun ia sama sekali tak mau mendengar ungkapan dan validasi apapun dari Haknyeon. Ia selalu menghindar setiap kali Haknyeon memulai pembahasan percintaan.

Seperti kala itu, di akhir bulan Januari. Saat salju turun dengan lebat dan Haknyeon tertahan di rumah ternak.

“Vi, it's so cold! can I borrow your jacket?” “sure” “what if your hugs?” “sure!” “what if your heart-” “eh liat deh saljunya udah agak reda! lo bisa pake payung gue aja!” sigh

Via tak mau segalanya malah menjadi berantakan. Via tak mau Haknyeon yang sekarang, Haknyeon yang sudah sedekat nadi dengannya, akan kembali menjauh.

Terlebih, ia harus teguh dengan komitmen nya bersama kak Yohan yang setia menunggunya setiap hari di Indonesia. Yang setia menjaga Ibunya dengan penuh cinta.

Semuanya terasa rumit.

Ia juga sebenarnya tak mau berbohong pada dirinya sendiri. Ia menyukai Haknyeon. Namun, ia tak pernah sama sekali membayangkan jika ia dan Haknyeon akan menjadi lebih dari sebatas teman. Sayangnya, Haknyeon menginginkan kebalikannya.

“Via!!! ih malah dikunci pintunya!”

“ya lo nya gak jelas! lo mau ngapain?”

“nanti hari rabu, kita ke pantai yuuu!”

Langkah Via menuju tempat tisurnya terhenti setelah mendengar ucapan Haknyeon.

Ia memutar tubuhnya dan membukakan kembali pintu untuk Haknyeon.

“ke pantai?”

Haknyeon mengangguk.

“Ayo!”

“Sekarang hari minggu, lo mau ngapain?” Haknyeon tersenyum.

“mau tidur!!!”

Sekarang Haknyeon terkekeh.

“ya udah! sleep well, then!”

Haknyeon mengusap pelan pipi Via dengan kedua tangannya, kemudian pergi meninggalkan pelataran rumah ternak.

Yang ditinggalkan mematung beberapa detik. Wajah Via memerah. Ia salah tingkah.


#injunoona

*** “lagi ngapain lo?” tanya Via saat kebetulan berjalan melewati Haknyeon yang sedang berjongkok di sudut peternakan.

“Ngasih susu”

“Ini babi yang waktu itu?”

“Iya, yang waktu itu dikasih ke mama gue, dihari kita pertama ketemu”

“lucu juga”

“gue kasih nama Via”

“IDIHHHH”

“gapapa kali, lucu!! gue kan suka babi”

“terus korelasinya apa? lo suka babi jadi lo kasih nama Via? lo suka sama gue yaaa?”

Via berkata tanpa berpikir. Setelah itu ia terdiam. Ia menyadari kalimatnya sangat sensitif dan menjadikan atmosfer menjadi canggung.

“hah?”

Haknyeon tentu saja 100% bisa mendengar jelas ucapan Via tadi, namun ia bersikap seolah tidak mendengarnya.

“bercanda!!”

“hehehe oke, Vi”

Lelaki yang memakai jaket tebal berwarna hitam itu menggaruk tengkuknya walau tak terasa gatal.

“lo mau terus di sini? mau bantuin gue gak?”

“lo mau ngapain emangnya, Vi?”

“mau ngedata babi-babi yang udah bisa ditransfer ke perusahaan pengolah”

“boleh deh! gue aja yang nulisnya, Vi!”

“beneran?”

Haknyeon mengangguk tanpa ragu, kemudian Via menyerahkan beberapa lembar kertas dan pena pada Haknyeon.

***

“Nah yang itu kayaknya udah bisa, Vi! Soalnya gendut!” Haknyeon menunjuk ke arah babi yang ia pikir sudah bisa ditransfer.

“Gak bisa! itu masih terlalu muda, terus dia lambat!”

“lambat gimana, Vi?”

“lo liat, deh! gerakkannya lemah! Dia lagi kurang fit”

“loh? gue kira semua babi rasanya bakal sama aja, lagian kan yang diambil dagingnya”

“tetep aja, kebahagiaan babi itu berpengaruh ke kualitas dagingnya”

complicated juga yaa”

“lo yang lebay, Haknyeon!”

“Kayaknya sekarang kualitas daging gue lagi bagus deh, Vi!!”

“dih ngomongnya ngasal banget”

“iya soalnya gue lagi bahagia”

Haknyeon cekikikan, namun Via hanya menggeleng heran. “hadehh kumat”.


Sore hari di akhir November, salju turun tak terlalu lebat. Hanya sedikit demi sedikit.

“gue bisa pulang sendirian, Haknyeon. lo dari tadi ngekorin gue terus!”

“Kan gue bilang gue bakal jadi tour guide lo, Via!”

“tapi kan kalo dari peternakan ke rumah ternak gue hapal jalan!”

“tapi kan..”

“apa?”

nothing

Hening beberapa saat.

Tak terasa Via dan Haknyeon sudah menyusuri setengah jalan menuju rumah ternak, dengan keheningan.

“Via..”

Haknyeon mengeluarkan suara dengan terbata-bata, membuat Via langsung mengetahui bahwa temannya sedang ragu.

“kenapa?”

can I.... hold your hand?

Via menatap Haknyeon beberapa saat tanpa berucap.

Sure!

Via menjulurkan tangannya yang dilapisi sarung tangan pada Haknyeon. Tentu saja Haknyeon bergetar inside out.

“Serius?”

“Serius!”

Haknyeon akhirnya menggenggam tangan kiri Via dengan tangan kanannya yang sama-sama dibalut sarung tangan.

so.. It called.. a friend hold?

“*yes! a friend hold**

Udara sore itu memang sangat dingin. Namun genggaman tangan Via dan Haknyeon mampu menghangatkannya.

Mereka akhirnya sama-sama tersadar, tak ada salahnya saling menunjukkan kasih sayang, kepada seorang teman.


#injunoona