injunoona

Sunwoo as Kalvin


“gue udah sejuta kali bilang sama lo ya, Kal! udah saatnya lo lupain si Adelia Adelia itu!” ucap Eric setengah berteriak pada Kalvin yang duduk di sampingnya, namun matanya tetap fokus pada layar monitor televisi.

“gak segampang itu, Ric.. lo gak tau seberapa berharganya Adel buat gue” jawabnya beberapa saat kemudian. Kalvin kemudian menyimpan joystick yang ia pegang ke meja di depannya. “gue curiga inti saraf di otak lu tuh bukan nucleus tapi Adelia-us” respon Eric ngasal.

“cocot lu!!!” Kalvin menarik bantal yang asalnya menjadi sandaran punggungnya kemudian memukul wajah Eric dengan itu... “eh iya iya ampun ampun gue bercanda Kalvinnn!!!”

Duel di atas ring tinju [dalam playstation] telah berakhir, kali ini hanya suara detak jam dinding yang memenuhi kamar kost dua sekawan itu di pukul 2 pagi. Seakan tahu arah lamunan Kalvin, Eric cepat-cepat mencairkan suasana.

“kenapa ya, Kal?”

“apanya yang kenapa?”

“kenapa kok lo bisa se-begitu cintanya sama Adelia? bahkan setelah dia udah jadi milik orang lain?”

Kalvin hanya terdiam, tubuhnya membeku. Tak tahu apa yang harus ia ungkapkan pada sahabatnya sebagai jawaban, Ia sendiri pun tak tahu kenapa ia sangat mencintai Adelia...

Apakah karena pertemuan pertama mereka di sekolah menengah enam tahun lalu, ketika mereka sama-sama duduk di kelas sepuluh?. Kalvin melihat Adelia untuk yang pertama kalinya, gadis itu menunduk lesu bersama siswi lain di ruang bimbingan konseling. Entah ada angin dari mana, Kalvin tiba-tiba memusatkan perhatiannya pada Adelia, gadis berambut ikal dan berkulit sawo matang yang memohon agar liptint nya dikembalikan.

Atau mungkin kah karena ambisinya yang sangat menggebu ingin memiliki Adelia kala itu? • Setiap upacara bendera, Kalvin akan mencari Adelia di ramainya baris ratusan siswa. —dan Kalvin selalu bisa menemukannya. • Kemudian entah bagaimana mereka bisa menjadi teman satu kelompok belajar bersama di perpustakaan. —dan agenda ini tak pernah sehari pun membuat Kalvin benar-benar belajar. • Hingga hari-hari Kalvin yang tak hentinya mengungkapkan perasaan pada Adelia. —dan berkali-kali mendapatkan penolakan pula.

Mungkinkah alasan Kalvin begitu mencintai Adelia karena terlalu terbiasa?

Ia melewati masa-masa SMA nya bersama Adelia, hanya Adelia yang paling bersinar di matanya. Bagaimana mereka menghabiskan waktu di jam istirahat makan siang, hingga berpegangan tangan selama kunjungan wisata ke candi borobudur kala itu. “Kalvin, ayo!” , “ayo apa, Del?”, “ayo pacaran”. Hanya dua kata yang Adelia ucapkan, namun berhasil membuat hari itu menjadi hari paling bahagia bagi Kalvin.

Hari-hari setelah kunjungan wisata, juga sama membahagiakannya. Karena ia sudah bisa mengenalkan Adelia kepada seluruh dunia sebagai kekasihnya. Sederhana saja, pada setiap susu kotak yang ia berikan pada Adelia di setiap jam istirahat, akan selalu ada: “buat pacar saya, Bang! Adelia namanya”, ia dengan kekehannya memberi informasi meskipun abang penjaga koperasi tak bertanya sama sekali.

Kebersamaan dua sejoli itu pun sudah menjadi tontonan lumrah bagi warga sekolah.. dimana ada Adelia, disitu pasti ada Kalvin. Kala pembagian buku rapor, Adelia dan Kalvin akan mempertemukan orang tua mereka untuk sekedar saling menyapa. Di hari kelulusan, Adelia dan Kalvin duduk bersebelahan dan menghabiskan detik-detik terakhir masa SMA mereka dengan merekam foto dan video bersama. ya, di dunia Kalvin hanya ada Adelia.

Banyak orang bilang bahwa rasa jenuh akan datang bila sepasang kekasih terlalu lama bersama. Tapi yang Kalvin rasakan adalah cinta yang semakin hari semakin memuncak, menggunung, melangit. Ia hanya akan semakin menyayangi Adelia setiap harinya, hanya akan mendahulukan Adelia di setiap okasi, hanya akan membela Adelia di semua kondisi.

“Kalvin, maaf..” “gapapa sayang, gaperlu minta maaf”.

“Kalvin.. semoga kamu betah kuliah di luar kota nya ya, sayang!” “I'll be fine.. pacarku kan kamu, Adelia baik sedunia, aku pasti semangat selalu!”

Bahkan di hari yang paling menyakitkan bagi dirinya pun.... Kalvin dengan senyumannya, “jadi kapan, Del? kamu jangan nunduk begitu dong!” Kalvin mengangkat dagu Adelia dan menyeka air mata dari wajah wanitanya. “kalo memang kamu lebih pilih dia, aku gapapa... Kalvin gapapa, Del”.

Adelia gagal, Adelia merobohkan cinta yang telah Kalvin bangun setinggi langit. Adelia membakar semua catatan harapan yang Kalvin tulis dalam angannya. Adelia menjatuhkan kepercayaan Kalvin yang digantungkan sepenuhnya padanya.

“rasa cinta aku buat kamu kayanya semakin memudar, Kal.. karena kita tinggal di beda kota dan jarang ketemu. Aku gak tau, aku bingung kenapa bisa jatuh cinta sama dia”

Lagi-lagi Kalvin dibuat ingin mati. Hati yang telah ia isi sepenuhnya dengan cerita bersama Adelia, dalam waktu sepersekian detik retak dan ambruk. Kalvin sama sekali bukan orang yang akan menangis di hadapan orang lain, ia memilih tersenyum untuk meredakan rasa sakitnya.

“Adel.. tapi bolehkah untuk yang terakhir kalinya.. aku peluk kamu?”

kemudian seraya dengan usapan tangan Adelia pada punggung Kalvin, lelaki itu menangis sejadi-jadinya. Ia mempertanyakan pengorbanannya selama ini yang ternyata tak berarti di mata wanitanya sama sekali.. “apa cuma aku disini yang mencintai sepenuh hati?”.

“maaf... Kalvin” and yes with all the sadness and disappointment lelaki itu menjawab.. “aku harap Adel bahagia, gak sama aku pun gapapa..”.

-Hari itu akan ia ingat selamanya.

“kalo lo gamau jawab gapapa sih, Kal.. alesan orang bisa jatuh cinta kan gak selalu bisa diketahui” ucap Eric kembali memecah lamunan Kalvin.

Kalvin hanya mengangguk, setuju dengan pendapat sahabatnya.

“tapi tuh.. yang bisa gue lihat dari lo adalah.. lo sayang sama Adelia dengan segenap hati lo. Lo pikir kisah cinta lo akan berakhir di dia, jadi lo pake semua kuota cinta di diri lo abis-abisan.. buktinya lo sama sekali gak bisa berhenti sayang bahkan setelah dia dinikahin orang”

“ngomong apa sih lo, Ric?”

“cinta lo habis di orang yang sama, dan orangnya adalah Adelia. Dan akibat dari patah hati lo yang luar biasa itu adalah...”

“apa?”

“ada dua kemungkinan. lo akan susah percaya atau lo akan mati rasa! pikir aja tuh lo masuk kategori mana?”

Kalvin terkekeh. Menyadari dirinya yang sangat menutup diri dengan kedatangan orang baru, entah kepada yang ingin menetap atau pun hanya sekedar singgah. Kalvin kira Adelia masih mengisi hatinya.

** Hingga sampai di hari ini.. Adelia yang tiga hari lalu menghubungi Kalvin sambil menangis dibalik sambungan telepon, sekarang berada tepat di hadapannya.

“Kalvin.. suamiku... dia pergi sama wanita lain, aku bingung harus cerita ke siapa lagi kalo bukan ke kamu.. I lost all my friends..” air mata membasahi pipi wanita itu dengan deras.

“Del.. jujur aku bingung harus kaya gimana” —ngasih peluk pun aku udah gak bisa, Del.. gak pantes.

“Kalvin.. aku minta maaf, setelah setahun nikah.. aku jadi tau kalo yang paling sayang aku di dunia ini cuma kamu.. please maafin aku.. terima aku lagi”

Melihat Adelia-nya seperti itu, entah kenapa ia tak merasakan 'sakit' seperti yang ia duga. Ia sama sekali tak merasa marah dan ingin memarahi orang yang membuat Adel menangis. Perasaan apa ini?.. Bertemu dengan Adelia bahkan tak membuatnya menggebu-gebu seperti dahulu.

“Kalvin?”

Kalvin terperanjat dari lamunannya... “Sorry Adel, I can't”

“why?”

“kamu masih nanya kenapa?” Kalvin memberi penekanan pada kalimatnya, membuat Adel menunduk karenanya. “Adel, memang benar I do love you, aku beri semuanya buat kamu dulu and I'm shattered.. kamu yang robohkan semuanya, dan kamu habiskan semuanya” lanjutnya.

“Kalvin....”

“aku gak bisa buka hatiku buat orang lain, dan aku belum bisa sepenuhnya lupain kamu. Tapi bukan berarti aku mau memulai lagi kisah sama kamu, Del... aku sekarang cuma manusia yang lagi berpikir gimana caranya supaya aku bisa jatuh cinta lagi, dan bukan sama orang yang bikin aku trauma sama cinta”

Kalvin menghapus air mata di kedua pipi Adelia “Ini terakhir kali kita ketemu ya, Del.. tolong, aku bukan cuma mau jatuh cinta lagi.. tapi aku juga mau lupain kamu”

end*

#anti

Sunwoo as Kalvin


“gue udah sejuta kali bilang sama lo ya, Kal! udah saatnya lo lupain si Adelia Adelia itu!” ucap Eric setengah berteriak pada Kalvin yang duduk di sampingnya, namun matanya tetap fokus pada layar monitor televisi.

“gak segampang itu, Ric.. lo gak tau seberapa berharganya Adel buat gue” jawabnya beberapa saat kemudian. Kalvin kemudian menyimpan joystick yang ia pegang ke meja di depannya. “gue curiga inti saraf di otak lu tuh bukan nucleus tapi Adelia-us” respon Eric ngasal.

“cocot lu!!!” Kalvin menarik bantal yang asalnya menjadi sandaran punggungnya kemudian memukul wajah Eric dengan itu... “eh iya iya ampun ampun gue bercanda Kalvinnn!!!”

Duel di atas ring tinju [dalam playstation] telah berakhir, kali ini hanya suara detak jam dinding yang memenuhi kamar kost dua sekawan itu di pukul 2 pagi. Seakan tahu arah lamunan Kalvin, Eric cepat-cepat mencairkan suasana.

“kenapa ya, Kal?”

“apanya yang kenapa?”

“kenapa kok lo bisa se-begitu cintanya sama Adelia? bahkan setelah dia udah jadi milik orang lain?”

Kalvin hanya terdiam, tubuhnya membeku. Tak tahu apa yang harus ia ungkapkan pada sahabatnya sebagai jawaban, Ia sendiri pun tak tahu kenapa ia sangat mencintai Adelia...

Apakah karena pertemuan pertama mereka di sekolah menengah enam tahun lalu, ketika mereka sama-sama duduk di kelas sepuluh?. Kalvin melihat Adelia untuk yang pertama kalinya, gadis itu menunduk lesu bersama siswi lain di ruang bimbingan konseling. Entah ada angin dari mana, Kalvin tiba-tiba memusatkan perhatiannya pada Adelia, gadis berambut ikal dan berkulit sawo matang yang memohon agar liptint nya dikembalikan.

Atau mungkin kah karena ambisinya yang sangat menggebu ingin memiliki Adelia kala itu? • Setiap upacara bendera, Kalvin akan mencari Adelia di ramainya baris ratusan siswa. —dan Kalvin selalu bisa menemukannya. • Kemudian entah bagaimana mereka bisa menjadi teman satu kelompok belajar bersama di perpustakaan. —dan agenda ini tak pernah sehari pun membuat Kalvin benar-benar belajar. • Hingga hari-hari Kalvin yang tak hentinya mengungkapkan perasaan pada Adelia. —dan berkali-kali mendapatkan penolakan pula.

Mungkinkah alasan Kalvin begitu mencintai Adelia karena terlalu terbiasa?

Ia melewati masa-masa SMA nya bersama Adelia, hanya Adelia yang paling bersinar di matanya. Bagaimana mereka menghabiskan waktu di jam istirahat makan siang, hingga berpegangan tangan selama kunjungan wisata ke candi borobudur kala itu. “Kalvin, ayo!” , “ayo apa, Del?”, “ayo pacaran”. Hanya dua kata yang Adelia ucapkan, namun berhasil membuat hari itu menjadi hari paling bahagia bagi Kalvin.

Hari-hari setelah kunjungan wisata, juga sama membahagiakannya. Karena ia sudah bisa mengenalkan Adelia kepada seluruh dunia sebagai kekasihnya. Sederhana saja, pada setiap susu kotak yang ia berikan pada Adelia di setiap jam istirahat, akan selalu ada: “buat pacar saya, Bang! Adelia namanya”, ia dengan kekehannya memberi informasi meskipun abang penjaga koperasi tak bertanya sama sekali.

Kebersamaan dua sejoli itu pun sudah menjadi tontonan lumrah bagi warga sekolah.. dimana ada Adelia, disitu pasti ada Kalvin. Kala pembagian buku rapor, Adelia dan Kalvin akan mempertemukan orang tua mereka untuk sekedar saling menyapa. Di hari kelulusan, Adelia dan Kalvin duduk bersebelahan dan menghabiskan detik-detik terakhir masa SMA mereka dengan merekam foto dan video bersama. ya, di dunia Kalvin hanya ada Adelia.

Banyak orang bilang bahwa rasa jenuh akan datang bila sepasang kekasih terlalu lama bersama. Tapi yang Kalvin rasakan adalah cinta yang semakin hari semakin memuncak, menggunung, melangit. Ia hanya akan semakin menyayangi Adelia setiap harinya, hanya akan mendahulukan Adelia di setiap okasi, hanya akan membela Adelia di semua kondisi.

“Kalvin, maaf..” “gapapa sayang, gaperlu minta maaf”.

“Kalvin.. semoga kamu betah kuliah di luar kota nya ya, sayang!” “I'll be fine.. pacarku kan kamu, Adelia baik sedunia, aku pasti semangat selalu!”

Bahkan di hari yang paling menyakitkan bagi dirinya pun.... Kalvin dengan senyumannya, “jadi kapan, Del? kamu jangan nunduk begitu dong!” Kalvin mengangkat dagu Adelia dan menyeka air mata dari wajah wanitanya. “kalo memang kamu lebih pilih dia, aku gapapa... Kalvin gapapa, Del”.

Adelia gagal, Adelia merobohkan cinta yang telah Kalvin bangun setinggi langit. Adelia membakar semua catatan harapan yang Kalvin tulis dalam angannya. Adelia menjatuhkan kepercayaan Kalvin yang digantungkan sepenuhnya padanya.

“rasa cinta aku buat kamu kayanya semakin memudar, Kal.. karena kita tinggal di beda kota dan jarang ketemu. Aku gak tau, aku bingung kenapa bisa jatuh cinta sama dia”

Lagi-lagi Kalvin dibuat ingin mati. Hati yang telah ia isi sepenuhnya dengan cerita bersama Adelia, dalam waktu sepersekian detik retak dan ambruk. Kalvin sama sekali bukan orang yang akan menangis di hadapan orang lain, ia memilih tersenyum untuk meredakan rasa sakitnya.

“Adel.. tapi bolehkah untuk yang terakhir kalinya.. aku peluk kamu?”

kemudian seraya dengan usapan tangan Adelia pada punggung Kalvin, lelaki itu menangis sejadi-jadinya. Ia mempertanyakan pengorbanannya selama ini yang ternyata tak berarti di mata wanitanya sama sekali.. “apa cuma aku disini yang mencintai sepenuh hati?”.

“maaf... Kalvin” and yes with all the sadness and disappointment lelaki itu menjawab.. “aku harap Adel bahagia, gak sama aku pun gapapa..”.

-Hari itu akan ia ingat selamanya.

“kalo lo gamau jawab gapapa sih, Kal.. alesan orang bisa jatuh cinta kan gak selalu bisa diketahui” ucap Eric kembali memecah lamunan Kalvin.

Kalvin hanya mengangguk, setuju dengan pendapat sahabatnya.

“tapi tuh.. yang bisa gue lihat dari lo adalah.. lo sayang sama Adelia dengan segenap hati lo. Lo pikir kisah cinta lo akan berakhir di dia, jadi lo pake semua kuota cinta di diri lo abis-abisan.. buktinya lo sama sekali gak bisa berhenti sayang bahkan setelah dia dinikahin orang”

“ngomong apa sih lo, Ric?”

“cinta lo habis di orang yang sama, dan orangnya adalah Adelia. Dan akibat dari patah hati lo yang luar biasa itu adalah...”

“apa?”

“ada dua kemungkinan. lo akan susah percaya atau lo akan mati rasa! pikir aja tuh lo masuk kategori mana?”

Kalvin terkekeh. Menyadari dirinya yang sangat menutup diri dengan kedatangan orang baru, entah ingin menetap atau pun hanya sekedar singgah. Kalvin kira Adelia masih mengisi hatinya.

** Hingga sampai di hari ini.. Adelia yang tiga hari lalu menghubungi Kalvin sambil menangis dibalik sambungan telepon, sekarang berada tepat di hadapannya.

“Kalvin.. suamiku... dia pergi sama wanita lain, aku bingung harus cerita ke siapa lagi kalo bukan ke kamu.. I lost all my friends..” air mata membasahi pipi wanita itu dengan deras.

“Del.. jujur aku bingung harus kaya gimana” —ngasih peluk pun aku udah gak bisa, Del.. gak pantes.

“Kalvin.. aku minta maaf, setelah setahun nikah.. aku jadi tau kalo yang paling sayang aku di dunia ini cuma kamu.. please maafin aku.. terima aku lagi”

Melihat Adelia-nya seperti itu, entah kenapa ia tak merasakan 'sakit' seperti yang ia duga. Ia sama sekali tak merasa marah dan ingin memarahi orang yang membuat Adel menangis. Perasaan apa ini?.. Bertemu dengan Adelia bahkan tak membuatnya menggebu-gebu seperti dahulu.

“Kalvin?”

Kalvin terperanjat dari lamunannya... “Sorry Adel, I can't”

“why?”

“kamu masih nanya kenapa?” Kalvin memberi penekanan pada kalimatnya, membuat Adel menunduk karenanya. “Adel, memang benar I do love you, aku beri semuanya buat kamu dulu and I'm shattered.. kamu yang robohkan semuanya, dan kamu habiskan semuanya” lanjutnya.

“Kalvin....”

“aku gak bisa buka hatiku buat orang lain, dan aku belum bisa sepenuhnya lupain kamu. Tapi bukan berarti aku mau memulai lagi kisah sama kamu, Del... aku sekarang cuma manusia yang lagi berpikir gimana caranya supaya aku bisa jatuh cinta lagi, dan bukan sama orang yang bikin aku trauma sama cinta”

Kalvin menghapus air mata di kedua pipi Adelia “Ini terakhir kali kita ketemu ya, Del.. tolong, aku bukan cuma mau jatuh cinta lagi.. tapi aku juga mau lupain kamu”

end*

#anti

Sunwoo as Kalvin


“gue udah sejuta kali bilang sama lo ya, Kal! udah saatnya lo lupain si Adelia Adelia itu!” ucap Eric setengah berteriak pada Kalvin yang duduk di sampingnya, namun matanya tetap fokus pada layar monitor televisi.

“gak segampang itu, Ric.. lo gak tau seberapa berharganya Adel buat gue” jawabnya beberapa saat kemudian. Kalvin kemudian menyimpan joystick yang ia pegang ke meja di depannya. “gue curiga inti saraf di otak lu tuh bukan nucleus tapi Adelia-us” respon Eric ngasal.

“cocot lu!!!” Kalvin menarik bantal yang asalnya menjadi sandaran punggungnya kemudian memukul wajah Eric dengan itu... “eh iya iya ampun ampun gue bercanda Kalvinnn!!!”

Duel di atas ring tinju [dalam playstation] telah berakhir, kali ini hanya suara detak jam dinding yang memenuhi kamar kost dua sekawan itu di pukul 2 pagi. Seakan tahu arah lamunan Kalvin, Eric cepat-cepat mencairkan suasana.

“kenapa ya, Kal?”

“apanya yang kenapa?”

“kenapa kok lo bisa se-begitu cintanya sama Adelia? bahkan setelah dia udah jadi milik orang lain?”

Kalvin hanya terdiam, tubuhnya membeku. Tak tahu apa yang harus ia ungkapkan pada sahabatnya sebagai jawaban, Ia sendiri pun tak tahu kenapa ia sangat mencintai Adelia...

Apakah karena pertemuan pertama mereka di sekolah menengah enam tahun lalu, ketika mereka sama-sama duduk di kelas sepuluh?. Kalvin melihat Adelia untuk yang pertama kalinya, gadis itu menunduk lesu bersama siswi lain di ruang bimbingan konseling. Entah ada angin dari mana, Kalvin tiba-tiba memusatkan perhatiannya pada Adelia, gadis berambut ikal dan berkulit sawo matang yang memohon agar liptint nya dikembalikan.

Atau mungkin kah karena ambisinya yang sangat menggebu ingin memiliki Adelia kala itu? • Setiap upacara bendera, Kalvin akan mencari Adelia di ramainya baris ratusan siswa. —dan Kalvin selalu bisa menemukannya. • Kemudian entah bagaimana mereka bisa menjadi teman satu kelompok belajar bersama di perpustakaan. —dan agenda ini tak pernah sehari pun membuat Kalvin benar-benar belajar. • Hingga hari-hari Kalvin yang tak hentinya mengungkapkan perasaan pada Adelia. —dan berkali-kali mendapatkan penolakan pula.

Mungkinkah alasan Kalvin begitu mencintai Adelia karena terlalu terbiasa?

Ia melewati masa-masa SMA nya bersama Adelia, hanya Adelia yang paling bersinar di matanya. Bagaimana mereka menghabiskan waktu di jam istirahat makan siang, hingga berpegangan tangan selama kunjungan wisata ke candi borobudur kala itu. “Kalvin, ayo!” , “ayo apa, Del?”, “ayo pacaran”. Hanya dua kata yang Adelia ucapkan, namun berhasil membuat hari itu menjadi hari paling bahagia bagi Kalvin.

Hari-hari setelah kunjungan wisata, juga sama membahagiakannya. Karena ia sudah bisa mengenalkan Adelia kepada seluruh dunia sebagai kekasihnya. Sederhana saja, pada setiap susu kotak yang ia berikan pada Adelia di setiap jam istirahat, akan selalu ada: “buat pacar saya, Bang! Adelia namanya”, ia dengan kekehannya memberi informasi meskipun abang penjaga koperasi tak bertanya sama sekali.

Kebersamaan dua sejoli itu pun sudah menjadi tontonan lumrah bagi warga sekolah.. dimana ada Adelia, disitu pasti ada Kalvin. Kala pembagian buku rapor, Adelia dan Kalvin akan mempertemukan orang tua mereka untuk sekedar saling menyapa. Di hari kelulusan, Adelia dan Kalvin duduk bersebelahan dan menghabiskan detik-detik terakhir masa SMA mereka dengan merekam foto dan video bersama. ya, di dunia Kalvin hanya ada Adelia.

Banyak orang bilang bahwa rasa jenuh akan datang bila sepasang kekasih terlalu lama bersama. Tapi yang Kalvin rasakan adalah cinta yang semakin hari semakin memuncak, menggunung, melangit. Ia hanya akan semakin menyayangi Adelia setiap harinya, hanya akan mendahulukan Adelia di setiap okasi, hanya akan membela Adelia di semua kondisi.

“Kalvin, maaf..” “gapapa sayang, gaperlu minta maaf”.

“Kalvin.. semoga kamu betah kuliah di luar kota nya ya, sayang!” “I'll be fine.. pacarku kan kamu, Adelia baik sedunia, aku oasti semangat selalu!”

Bahkan di hari yang paling menyakitkan bagi dirinya pun.... Kalvin dengan senyumannya, “jadi kapan, Del? kamu jangan nunduk begitu dong!” Kalvin mengangkat dagu Adelia dan menyeka air mata dari wajah wanitanya. “kalo memang kamu lebih pilih dia, aku gapapa... Kalvin gapapa, Del”.

Adelia gagal, Adelia merobohkan cinta yang telah Kalvin bangun setinggi langit. Adelia membakar semua catatan harapan yang Kalvin tulis dalam angannya. Adelia menjatuhkan kepercayaan Kalvin yang digantungkan sepenuhnya padanya.

“rasa cinta aku buat kamu kayanya semakin memudar, Kal.. karena kita tinggal di beda kota dan jarang ketemu. Aku gak tau, aku bingung kenapa bisa jatuh cinta sama dia”

Lagi-lagi Kalvin dibuat ingin mati. Hati yang telah ia isi sepenuhnya dengan cerita bersama Adelia, dalam waktu sepersekian detik retak dan ambruk. Kalvin sama sekali bukan orang yang akan menangis di hadapan orang lain, ia memilih tersenyum untuk meredakan rasa sakitnya.

“Adel.. tapi bolehkah untuk yang terakhir kalinya.. aku peluk kamu?”

kemudian seraya dengan usapan tangan Adelia pada punggung Kalvin, lelaki itu menangis sejadi-jadinya. Ia mempertanyakan pengorbanannya selama ini yang ternyata tak berarti di mata wanitanya sama sekali.. “apa cuma aku disini yang mencintai sepenuh hati?”.

“maaf... Kalvin” and yes with all the sadness and disappointment lelaki itu menjawab.. “aku harap Adel bahagia, gak sama aku pun gapapa..”.

-Hari itu akan ia ingat selamanya.

“kalo lo gamau jawab gapapa sih, Kal.. alesan orang bisa jatuh cinta kan gak selalu bisa diketahui” ucap Eric kembali memecah lamunan Kalvin.

Kalvin hanya mengangguk, setuju dengan pendapat sahabatnya.

“tapi tuh.. yang bisa gue lihat dari lo adalah.. lo sayang sama Adelia dengan segenap hati lo. Lo pikir kisah cinta lo akan berakhir di dia, jadi lo pake semua kuota cinta di diri lo abis-abisan.. buktinya lo sama sekali gak bisa berhenti sayang bahkan setelah dia dinikahin orang”

“ngomong apa sih lo, Ric?”

“cinta lo habis di orang yang sama, dan orangnya adalah Adelia. Dan akibat dari patah hati lo yang luar biasa itu adalah...”

“apa?”

“ada dua kemungkinan. lo akan susah percaya atau lo akan mati rasa! pikir aja tuh lo masuk kategori mana?”

Kalvin terkekeh. Menyadari dirinya yang sangat menutup diri dengan kedatangan orang baru, entah ingin menetap atau pun hanya sekedar singgah. Kalvin kira Adelia masih mengisi hatinya.

** Hingga sampai di hari ini.. Adelia yang tiga hari lalu menghubungi Kalvin sambil menangis dibalik sambungan telepon, sekarang berada tepat di hadapannya.

“Kalvin.. suamiku... dia pergi sama wanita lain, aku bingung harus cerita ke siapa lagi kalo bukan ke kamu.. I lost all my friends..” air mata membasahi pipi wanita itu dengan deras.

“Del.. jujur aku bingung harus kaya gimana” —ngasih peluk pun aku udah gak bisa, Del.. gak pantes.

“Kalvin.. aku minta maaf, setelah setahun nikah.. aku jadi tau kalo yang paling sayang aku di dunia ini cuma kamu.. please maafin aku.. terima aku lagi”

Melihat Adelia-nya seperti itu, entah kenapa ia tak merasakan 'sakit' seperti yang ia duga. Ia sama sekali tak merasa marah dan ingin memarahi orang yang membuat Adel menangis. Perasaan apa ini?.. Bertemu dengan Adelia bahkan tak membuatnya menggebu-gebu seperti dahulu.

“Kalvin?”

Kalvin terperanjat dari lamunannya... “Sorry Adel, I can't”

“why?”

“kamu masih nanya kenapa?” Kalvin memberi penekanan pada kalimatnya, membuat Adel menunduk karenanya. “Adel, memang benar I do love you, aku beri semuanya buat kamu dulu and I'm shattered.. kamu yang robohkan semuanya, dan kamu habiskan semuanya” lanjutnya.

“Kalvin....”

“aku gak bisa buka hatiku buat orang lain, dan aku belum bisa sepenuhnya lupain kamu. Tapi bukan berarti aku mau memulai lagi kisah sama kamu, Del... aku sekarang cuma manusia yang lagi berpikir gimana caranya supaya aku bisa jatuh cinta lagi, dan bukan sama orang yang bikin aku trauma sama cinta”

Kalvin menghapus air mata di kedua pipi Adelia “Ini terakhir kali kita ketemu ya, Del.. tolong, aku bukan cuma mau jatuh cinta lagi.. tapi aku juga mau lupain kamu”

end*

#anti

Sunwoo as Kalvin


“gue udah sejuta kali bilang sama lo ya, Kal! udah saatnya lo lupain si Adelia Adelia itu!” ucap Eric setengah berteriak pada Kalvin yang duduk di sampingnya, namun matanya tetap fokus pada layar monitor televisi.

“gak segampang itu, Ric.. lo gak tau seberapa berharganya Adel buat gue” jawabnya beberapa saat kemudian. Kalvin kemudian menyimpan joystick yang ia pegang ke meja di depannya. “gue curiga inti saraf di otak lu tuh bukan nucleus tapi Adelia-us” respon Eric ngasal.

“cocot lu!!!” Kalvin menarik bantal yang asalnya menjadi sandaran punggungnya kemudian memukul wajah Eric dengan itu... “eh iya iya ampun ampun gue bercanda Kalvinnn!!!”

Duel di atas ring tinju [dalam playstation] telah berakhir, kali ini hanya suara detak jam dinding yang memenuhi kamar kost dua sekawan itu di pukul 2 pagi. Seakan tahu arah lamunan Kalvin, Eric cepat-cepat mencairkan suasana.

“kenapa ya, Kal?”

“apanya yang kenapa?”

“kenapa kok lo bisa se-begitu cintanya sama Adelia? bahkan setelah dia udah jadi milik orang lain?”

Kalvin hanya terdiam, tubuhnya membeku. Tak tahu apa yang harus ia ungkapkan pada sahabatnya sebagai jawaban, Ia sendiri pun tak tahu kenapa ia sangat mencintai Adelia...

Apakah karena pertemuan pertama mereka di sekolah menengah enam tahun lalu, ketika mereka sama-sama duduk di kelas sepuluh?. Kalvin melihat Adelia untuk yang pertama kalinya, gadis itu menunduk lesu bersama siswi lain di ruang bimbingan konseling. Entah ada angin dari mana, Kalvin tiba-tiba memusatkan perhatiannya pada Adelia, gadis berambut ikal dan berkulit sawo matang yang memohon agar liptint nya dikembalikan.

Atau mungkin kah karena ambisinya yang sangat menggebu ingin memiliki Adelia kala itu? • Setiap upacara bendera, Kalvin akan mencari Adelia di ramainya baris ratusan siswa. —dan Kalvin selalu bisa menemukannya. • Kemudian entah bagaimana mereka bisa menjadi teman satu kelompok belajar bersama di perpustakaan. —dan agenda ini tak pernah sehari pun membuat Kalvin benar-benar belajar. • Hingga hari-hari Kalvin yang tak hentinya mengungkapkan perasaan pada Adelia. —dan berkali-kali mendapatkan penolakan pula.

Mungkinkah alasan Kalvin begitu mencintai Adelia karena terlalu terbiasa?

Ia melewati masa-masa SMA nya bersama Adelia, hanya Adelia yang paling bersinar di matanya. Bagaimana mereka menghabiskan waktu di jam istirahat makan siang, hingga berpegangan tangan selama kunjungan wisata ke candi borobudur kala itu. “Kalvin, ayo!” , “ayo apa, Del?”, “ayo pacaran”. Hanya dua kata yang Adelia ucapkan, namun berhasil membuat hari itu menjadi hari paling bahagia bagi Kalvin.

Hari-hari setelah kunjungan wisata, juga sama membahagiakannya. Karena ia sudah bisa mengenalkan Adelia kepada seluruh dunia sebagai kekasihnya. Sederhana saja, pada setiap susu kotak yang ia berikan pada Adelia di setiap jam istirahat, akan selalu ada: “buat pacar saya, Bang! Adelia namanya”, ia dengan kekehannya memberi informasi meskipun abang penjaga koperasi tak bertanya sama sekali.

Kebersamaan dua sejoli itu pun sudah menjadi tontonan lumrah bagi warga sekolah.. dimana ada Adelia, disitu pasti ada Kalvin. Kala pembagian buku rapor, Adelia dan Kalvin akan mempertemukan orang tua mereka untuk sekedar saling menyapa. Di hari kelulusan, Adelia dan Kalvin duduk bersebelahan dan menghabiskan detik-detik terakhir masa SMA mereka dengan merekam foto dan video bersama. ya, di dunia Kalvin hanya ada Adelia.

Banyak orang bilang bahwa rasa jenuh akan datang bila sepasang kekasih terlalu lama bersama. Tapi yang Kalvin rasakan adalah cinta yang semakin hari semakin memuncak, menggunung, melangit. Ia hanya akan semakin menyayangi Adelia setiap harinya, hanya akan mendahulukan Adelia di setiap okasi, hanya akan membela Adelia di semua kondisi.

“Kalvin, maaf..” *“gapapa sayang, gaperlu minta maaf”.

“Kalvin.. semoga kamu betah kuliah di luar kota ya, sayang!” “I'll be fine.. orang pacarku kamu, Adelia baik sedunia”

Bahkan di hari yang paling menyakitkan bagi dirinya pun.... Kalvin dengan senyumannya, “jadi kapan, Del? kamu jangan nunduk begitu dong!” Kalvin mengangkat dagu Adelia dan menyeka air mata dari wajah wanitanya. “kalo memang kamu lebih pilih dia, aku gapapa... Kalvin gapapa, Del”.

Adelia gagal, Adelia merobohkan cinta yang telah Kalvin bangun setinggi langit. Adelia membakr semua catatan harapan yang Kalvin tulis dalam angannya. Adelia menjatuhkan kepercayaan Kalvin yang digantungkan sepenuhnya padanya.

“rasa cinta aku buat kamu kayanya semakin memudar, Kal.. karena kita tinggala di beda kota dan jarang ketemu. Aku gak tau, aku bingung kenapa bisa jatuh cinta sama dia”

Lagi-lagi Kalvin dibuat ingin mati. Hati yang telah ia isi sepenuhnya dengan cerita bersama Adelia, dalam waktu sepersekian detik retak dan ambruk. Kalvin sama sekali bukan orang yang akan menangis di hadapan orang lain, ia memilih tersenyum untuk meredakan rasa sakitnya.

“Adel.. tapi bolehkah untuk yang terakhir kalinya.. aku peluk kamu?”

kemudian seraya dengan usapan tangan Adelia pada punggung Kalvin, lelaki itu menangis sejadi-jadinya. Ia mempertanyakan pengorbanannya selama ini yang ternyata tak berarti di mata wanitanya.. “apa cuma aku disini yang mencintai sepenuh hati?”.

“maaf... Kalvin” and yes with all the sadness and disappointment.. “aku harap Adel bahagia, gak sama aku pun gapapa..”.

-Hari itu akan ia ingat selamanya.

“kalo lo gamau jawab gapapa sih, Kal.. alesan orang bisa jatuh cinta kan gak selalu bisa diketahui” ucap Eric kembali memecah lamunan Kalvin.

Kalvin hanya mengangguk, setuju dengan pendapat sahabatnya.

“tapi tuh.. yang bisa gue lihat dari lo adalah.. lo sayang sama Adelia dengan segenap hati lo. Lo pikir cinta lo akan berakhir di dia, jadi lo pake semua kuota cinta di diri lo abis-abisan.. buktinya lo sama sekali gak bisa berhenti sayang bahkan setelah dia dinikahin orang”

“ngomong apa sih lo, Ric?”

“cinta lo habis di orang yang sama, dan orangnya adalah Adelia. Dan akibat dari patah hati lo yang luar biasa itu adalah...”

“apa?”

“ada dua kemungkinan. lo akan susah percaya atau lo akan mati rasa! pikir aja tuh lo masuk kategori mana?”

Kalvin terkekeh. Menyadari dirinya yang sangat menutup diri dengan kedatangan orang baru, entah ingin menetap atau pun hanya sekedar singgah. Kalvin pikir Adelia masih mengisi hatinya.

Hingga sampai di saat ini.. Adelia yang tiga hari lalu menghubungi Kalvin sambil menangis dibalik sambungan telepon, sekarang berada tepat di hadapannya.

“Kalvin.. suamiku... dia pergi sama wanita lain, aku bingung harus cerita ke siapa lagi kalo bukan ke kamu.. I lost all my friends..” air mata membasahi pipi wanita itu dengan deras.

“Del.. jujur aku bingung harus kaya gimana” —*ngasih peluk pun aku udah gak bisa, Del.. gak pantes.

“Kalvin.. aku minta maaf, setelah empat bulan nikah.. aku jadi tau kalo yang paling sayang aku di dunia ini cuma kamu.. please maafin aku.. terima aku lagi”

Melihat Adelia-nya seperti itu, entah kenapa ia tak merasakan 'sakit' seperti yang ia duga. Ia sama sekali tak merasa marah dan ingin memarahi orang yang membuat Adel menangis.

“Kalvin?”

Kalvin terperanjat dari lamunannya... “Sorry Adel, I can't”

“why?”

“kamu masih nanya kenapa?” Kalvin memberi penekanan pada kalimatnya, membuat Adel menunduk karenanya. “Adel, memang benar I do love you, aku beri semuanya buat kamu dulu and I'm shattered.. kamu yang robohkan semuanya, dan kamu habiskan semuanya” lanjutnya.

“Kalvin....”

“aku gak bisa buka hatiku buat orang lain, dan aku belum bisa sepenuhnya lupain kamu. Tapi bukan berarti aku mau memulai lagi kisah sama kamu, Del... aku sekarang cuma manusia yang lagi berpikir gimana caranya supaya aku bisa jatuh cinta lagi, dan bukan sama orang yang bikin aku trauma sama cinta”

Kalvin menghapus air mata di kedua pipi Adelia “Ini terakhir kali kita ketemu ya, Del.. tolong, aku bukan cuma mau jatuh cinta lagi.. tapi aku juga mau lupain kamu”

end*

#anti

Sunwoo as Kalvin


“gue udah sejuta kali bilang sama lo ya, Kal! udah saatnya lo lupain si Adelia Adelia itu!” ucap Eric setengah berteriak pada Kalvin yang duduk di sampingnya, namun matanya tetap fokus pada layar monitor televisi.

“gak segampang itu, Ric.. lo gak tau seberapa berharganya Adel buat gue” jawabnya beberapa saat kemudian. Kalvin kemudian menyimpan joystick yang ia pegang ke meja di depannya. “gue curiga inti saraf di otak lu tuh bukan nukleus tapi Adelia-us” respon Eric ngasal.

“cocot lu!!!” Kalvin menarik bantal yang asalnya menjadi sandarannya ke wajah Eric... “eh iya iya ampun ampun gue bercanda Kalvinnn!!!”

Duel di atas ring tinju [dalam playstation] telah berakhir, kali ini hanya suara detak jam dinding yang memenuhi kamar kost dua sekawan itu di pukul 2 pagi. Seakan tahu arah lamunan Kalvin, Eric cepat-cepat mencairkan suasana.

“kenapa ya, Kal?”

“apanya yang kenapa?”

“kenapa kok lo bisa se-begitu cintanya sama Adelia? bahkan setelah dia udah jadi istri orang?”

Kalvin hanya terdiam, tubuhnya membeku. Tak tahu apa yang harus ia ungkapkan pada sahabatnya sebagai jawaban, Ia sendiri pun tak tahu kenapa ia sangat mencintai Adelia...

Apakah karena pertemuan pertama mereka di sekolah menengah enam tahun lalu, ketika mereka sama-sama duduk di kelas sepuluh?. Kalvin melihat Adelia untuk yang pertama kalinya, gadis itu menunduk lesu bersama siswi lain di ruang bimbingan konseling. Entah ada angin dari mana, Kalvin tiba-tiba memusatkan perhatiannya pada Adelia, gadis berambut ikal dan berkulit sawo matang yang memohon agar liptint nya dikembalikan.

Atau mungkin kah karena ambisinya yang sangat menggebu ingin memiliki Adelia kala itu? • Setiap upacara bendera, Kalvin akan mencari Adelia di ramainya baris ratusan siswa. —dan Kalvin selalu bisa menemukannya. • Kemudian entah bagaimana mereka bisa menjadi teman satu kelompok belajar bersama di perpustakaan. —dan agenda ini tak pernah sehari pun membuat Kalvin benar-benar belajar. • Hingga hari-hari Kalvin yang tak hentinya mengungkapkan perasaan pada Adelia. —dan berkali-kali mendapatkan penolakan.

Kalvin rasa itu bukan jawaban dari pertanyaan Eric.


  • cw family conflict, kiss, blood, death
  • 3 words
  • bahasa indonesia
  • a fiction
  • please be wise —- ◇ ◇ ◇ “There will always be many points of view. I don't care what other people think of me, the important thing is that I've become the best version of me for you”. ◇ ◇ ◇ ◇

“Aku mohon jangan bunuh aku.. aku mohon...!” Medusa memegang erat kaki kiri prajurit yang mencengkram pedang bermata dua di tangannya. Prajurit itu sama sekali tak membuka mata karena menghindari kutukan dari 'monster' berambut ular itu, sang prajurit tak mau berakhir menjadi batu jika matanya dan mata Medusa bertemu.

“memangnya salah jika aku mengakui perasaan cintaku? memangnya sebuah dosa jika aku jatuh cinta pada orang yang merupakan musuh dari tuanku?”

Tetap saja, prajurit itu tanpa ampun memenggal kepala Medusa dengan pedang yang ia genggam hingga sang monster berambut ular itu tak bersua lagi..... . . . . . “AAAAAAAA-uhukkk” teriakkan lantang itu membawa Elyna kembali ke dunia nyata... keluar dari alam mimpinya.

Gadis itu dengan terengah-engah mengatur napasnya. Ia merasa lega karena tragisnya kematian Medusa yang baru saja ia saksikan hanyalah bunga tidurnya belaka, “oh gosh I almost jumped out my skins..” ia menyandarkan tubuhnya pada headboard tempat tidurnya yang mewah.

Putri berusia 19 tahun itu melirik ke arah buku rangkuman kisah mitologi Yunani yang terletak di atas nakasnya. Kisah Medusa yang tertulis di buku itu dan yang terjadi di mimpinya berbeda 180°... “harusnya aku gak baca buku-buku ginian kalo malem..” kemudian ia menghela napas panjang sebelum akhirnya beranjak untuk berjalan menuju balkon kamarnya.

Daun-daun yang menari serta kicauan burung-burung yang saling bersautan seolah menyapa sang putri di pagi yang kebetulan sangat cerah ini. What a beautiful morning..

Biasanya, tepat setelah bangun tidur, Elyna harus bergegas mempersiapkan diri untuk menjadi seorang putri yang semestinya. Mandi, mengenakan gaun cantik dan mahal, duduk di meja rias sambil membaca buku sementara para pelayannya menata rambut dan riasannya kemudian memasang mahkotanya. Karena mimpi buruknya, ia memutuskan untuk menghirup udara segar sejenak..

“Tuan putri, air untuk mandi sudah kami siapkan..” suara seorang pelayan di balik pintu kamarnya entah kenapa begitu mengejutkan, hingga kedua tangan yang sedang mengikat rambut coklat terang miliknya itu terlgelincir.

“Iyaaa! sebentar!!” sang putri berteriak memberi jawaban pada pelayan, namun matanya fokus kepada pita rambutnya yang jatuh dari balkon. “yahhhh...”.

Mau tak mau... suka tak suka... ia kembali menuruni balkon dengan tali tambang besar yang selalu ia gunakan —Kamar Elyna berada di bagian belakang istana. Tak akan ada yang tahu jika ia sebetulnya bukan putri anggun yang santun dan selalu menjunjung norma dimana pun dan kapan pun. Dirinya yang asli adalah Elyna yang suka memanjat pohon dan membaca buku di atas dahan, Elyna yang mengganti gaun mewahnya dengan baju prajurit kemudian melarikan diri menunggangi kuda putihnya, Elyna yang turun dari balkon kamar menggunakan tali layaknya pelatihan militer kerajaan —seperti yang ia lakukan sekarang.

``` “looking for this?” suara dari arah belakang Elyna jelas mengejutkannya, biasanya tak ada orang lain di halaman belakang. Ia hampir tergelincir ketika kakinya menyentuh tanah, namun ia bisa mengatur keseimbangannya kembali.

Elyna mengambil secara sepihak pita berwarna merah muda itu dari lelaki yang baru saja menyapanya. “oh, yea.... yes it's mine” dan bersikap se-anggun mungkin.

“and?” dia menatap Elyna yang sedang mengikat pita di rambutnya.

“and what?”

“harusnya kamu bilang terima kasih, kan?”

Gadis itu terdiam. Ia memprediksi apa yang ada di pikiran lelaki berkemeja putih ini. he doesn't even said “selamat pagi tuan putri” or else.. dia juga berani menatap mataku dan menagih ucapan terima kasih?? dia gak tahu kalo aku putri Elyna? WHO'S HE?!.

Sedetik kemudian Elyna menunduk, melihat kakinya yang telanjang dan baju tidur putih polos yang menutupi tubuhnya... oh.. aku sama sekali tak terlihat seperti seorang putri. Mengingat selama ini tak pernah ada yang berani menatap wajahnya, semua orang hanya akan menunduk ketika bertemu dengannya (kecuali ayahnya dan jajaran petinggi kerajaan). Semua orang hanya mengetahui namanya, mengetahui kedudukannya serta gaun mewah dan mahkotanya, tidak dengan wajahnya.

“hello?” pria bertubuh tinggi itu tetap menagih jawaban dari Elyna.

“eh? oh.. thank you!” sang putri tersenyum dan direspon dengan senyuman pula sedetik kemudian.

“I'm Kevin” ia menggosok tangan kanannya ke celana coklatnya sebelum mengulurkan tangan pada Elyna.

Something she'd never experienced before is happening.. (Shaking hands for knowing each other's name). Ia mengerjapkan matanya lalu menerima jabatan tangan Kevin, “aku..... Anna“—tentu saja ia tak memberi tahu nama aslinya pada Kevin. “what a pretty name, Anna!” balas Kevin, “so do yours, Kevin”.

Atmosfer menjadi canggung beberapa saat hingga Kevin kembali bersuara “kamu bukannya harus kembali ke kamar putri? untuk membantunya bersiap?”

“eh? hah? oh.. iya!!.. iya benar aku harus kembali melayani putri Elyna..” Elyna salah tingkah, ia memunggungi Kevin kemudian menoleh lagi, kemudian memunggungi Kevin lagi, kemudian menoleh lagi.

“kenapa, Anna?”

“can we... be friends?” jantungnya berdegup kencang, for someone who's never had a friend and never started a relationship like this... such a thrilling moment.

“sure! aku bekerja di sekitar istana putri, karena kita sama-sama bekerja untuknya, setelah ini semoga kita jadi lebih sering bertemu dan menyapa!“.

Elyna tersenyum lebar, puas dengan apa yang baru saja ia dengar —jawaban yang sangat diharapkan.

“again... thank you, Kevin!”

“you already said that??”

“bukan soal pita, tapi thank you karena udah mau temenan....”

Kevin tersenyum, baginya itu sama sekali bukan hal besar yang layak mendapat ucapan terima kasih. Ia berteman dengan siapa saja dan pertemanan yang baru saja ia setujui bersama Anna pun sama sekali bukan hal yang istimewa. “that's not a big deal!” matanya membentuk sabit ketika ia tersenyum.

“anyway, Kevin.. jujur ini pertama kalinya aku lihat kamu.. are you a new gardener? or?” Elyna sedikit memelankan suaranya, yang langsung dijawab oleh Kevin tanpa berpikir panjang “it's my first day”.

pantas saja...

“aaah, I see! I have to go now, Kevin! see you again super soon!” ucap Elyna meskipun ia ingin berbincang lebih lama dengan Kevin.

“hahahahaha aight!” Kevin membungkuk seperti menghormati raja, Lagi-lagi membuat gadis itu salah tingkah.

Elyna dengan tergesa meraih tali yang akan membawa dirinya kembali ke kamarnya. Ia menggenggam tali besar itu dengan berat hati karena ia masih ingin berbincang lebih banyak dengan Kevin.

Hanya raganya yang benar-benar menapak di lantai granit ruangan bernuansa putih itu... separuh nyawanya masih berada di bawah sana, bercengkrama bersama Kevin tanpa beban di bahunya. Elyna menghela napas ketika mengintip Kevin lewat jendela kamarnya, lelaki itu berlalu dan perlahan menghilang....... “kapan ya bisa ketemu lagi?”.

*** Benar yang Kevin bilang bahwa Elyna akan sering melihat Kevin setelah pertemuan itu. Namun, hanya Elyna saja yang menyadari eksistensi Kevin.

Seminggu setelah perkenalan, Elyna tidak mendapat balasan senyuman dari Kevin.

Sebulan setelah perkenalan, Elyna tidak dikenali oleh Kevin.

Elyna tidak pernah disapa sebagai Anna.... yang Kevin lihat selama ini hanyalah Elyna sang putri yang tidak boleh ditatap, yang harus diberi hormat. Pernah beberapa kali Kevin melihatnya sebagai Anna yang sedang berdiri di balkon kamar putri, namun mereka hanya sekedar berbalas lambaian tangan lalu diakhiri dengan Kevin yang kembali mengurus bunga-bunga di taman istana.

“Elyna?... melamun?” bisikan tiba-tiba dari sang ratu membuatnya kembali fokus pada obrolan di pertemuan dua keluarga ini —keluarga inti kerajaan dan keluarga perdana menteri. “kamu harus fokus, pembahasan kali ini tentang pernikahan kamu” lanjut sang ratu. Ia hanya mengangguk kemudian menghela napasnya.

“Putri Elyna bersedia menjadi seorang istri secepatnya. Jika Tuan Wilson sudah siap menikahi Elyna, maka akan segera kami siapkan pesta pernikahan nya” ucap sang raja kepada keluarga perdana menteri yang ia tatap satu persatu, kemudian berakhir menatap Elyna yang duduk di belakangnya.. “betul kan, putri Elyna?”

“what the fuck? kapan aku bilang udah siap??? lagian aku gak pernah ingin menikah?!!!!!”... —”iya benar, yang mulia”.

Seiring bertambahnya usia, Elyna tahu bahwa beban di pundaknya akan semakin bertambah pula. Dari hal sederhana seperti menyalin buku sejarah dengan pena, mempelajari hukum kerajaan yang membosankan, hingga rencana pernikahan —terutama soal pernikahan. Semakin dewasa ia semakin tahu, bahwa ia sangat membenci dirinya yang terlahir menjadi seorang putri —Putri yang kesepian, putri yang dikekang.

Hanya satu yang ia syukuri, memiliki kamar mewah dengan halaman belakang yang asri dan sunyi, sehingga ia bisa melepas penatnya dengan menjadi diri sendiri.

“huaaaa.....” entah helaan napasnya yang ke berapa di hari ini, ia lepaskan sambil membaringkan tubuhnya di atas rumput yang dingin kemudian menatap langit malam tanpa bintang.

Elyna hanya memperhatikan awan yang bergerak tertiup angin, diiringi suara jangkrik dan hembusan napasnya. Ia hampir tertidur karena terbuai dengan kenyamanan yang ia ciptakan sendiri.... bukan hampir, tapi ia tidur sungguhan. . . . “Anna... Anna!...”

Elyna membuka matanya perlahan lalu menjadi terbuka lebar, karena yang ia lihat kali ini bukan langit malam namun wajah Kevin yang menunduk memperhatikannya dari jarak satu meter di atasnya.

“OH MY GOD, KEVIN!!!!” Elyna bangkit menjadi posisi duduk.

“ngapain?” kini Kevin duduk di sampingnya.

“kayaknya barusan ketiduran” jawab Elyna singkat sambil mengusak kedua matanya.. “how about you? ngapain disini malam-malam begini, Kev?”

“cari kunang-kunang.. wanna join me?”, Kevin tersenyum memamerkan giginya yang rapi dan membenamkan matanya. Walau terlihat samar-samar karena gelapnya malam, Elyna tetap dapat merasakan ketulusan dari senyum pria itu. Tanpa harus pikir panjang, tentu saja sure yang Elyna ucap sebagai jawaban.

“aku dengar ada sungai besar di selatan istana, dan malam ini waktu yang tepat buat lihat kunang-kunang” Kevin mempercepat langkahnya di depan Elyna, “kok tahu malam ini waktu yang tepat, Kev?” Elyna penasaran sambil susah payah menyamakan kecepatan langkahnya dengan Kevin.

“Karena malam ini gak ada bintang”.

Tak ada lagi obrolan di antara keduanya setelah itu. Elyna tak bertanya dan Kevin hanya mempercepat langkahnya seiring dengan semakin jelas suara aliran sungai yang deras. “we're getting closer, Ann”. Elyna tersenyum dan merasakan sedikit pegal di kedua pipinya, karena sedari tadi ia tak lepas dari senyuman, dan eksistensi Kevin adalah sebab utamanya.

“kamu tahu, di desaku kunang-kunang dijuliki sebagai si egois?” Kevin memecah keheningan, ia mengajak Elyna berbicara namun kedua matanya tetap menatap binar ribuan kunang-kunang di hadapan mereka.

“kenapa egois?” Elyna membenarkan posisi duduknya untuk sedikit menoleh ke arah Kevin.

“karena mereka cuma mau bersinar di tempat yang gelap, mereka takut kalah terang sama lampu dan cahaya bintang.. hahaha.. makanya kalau di sekitar istana kita gak bisa bertemu mereka, terlalu banyak lampu disana”

Elyna lagi-lagi tersenyum, “so cute”.

“pardon?”

kamu lucu, Kev... I wanna stay longer with you. Thank you for existing.. “oh itu, Kev.. ceritamu lucu.. hehehe”.

“dan ada lagi cerita soal kunang-kunang, Ann.. banyak orang menganggap bahwa kunang-kunang terlahir dari kuku orang yang udah mati..”

“really???” Elyna membuka matanya lebar seolah tak percaya.

“beneran, hahaha. I just love that kind of thing.. tentang perilaku hewan, tentang cerita-cerita di balik itu... kalau kamu, Ann? kamu tertarik dengan apa?”

“love myths”

Kevin akhirnya mengalihkan pandangan dari kelap-kelip ribuan kunang-kunang menuju wajah Elyna yang teriluminasi cahaya kuning oranye.

“oh my god... we're at the same stage, Ann!!” intonasi suara Kevin meninggi mengekspresikan antusiasme nya.

“good then.. kamu mau baca buku-buku ceritaku? aku punya- I mean buku-buku di perpustakaan istana... aku kadang suka pinjam lewat perantara putri Elyna”

“boleh?”

Gadis itu mengangguk tanpa keraguan “boleh dong!”, lalu direspon oleh Kevin dengan senyuman.

Malam itu terasa panjang sekaligus menyenangkan bagi Elyna. Bagaimana ia bisa bertukar banyak cerita dengan Kevin, serta janji yang mereka buat untuk bertemu setiap hari di bawah balkon kamar putri setelah matahari terbenam. Elyna menganggap malam itu sebagai malam terindah dalam hidupnya. Meskipun ia diomeli sang ayah begitu kembali ke kamarnya.

“ingat Elyna, jangan melakukan hal bodoh. kamu akan menikah dalam waktu dekat”

“bersikaplah sewajarnya”

“Baik, yang mulia”

Ia tak ambil pusing dengan ucapan menyebalkan dari ayahnya karena kebahagiaan yang baru saja ia lalui bersama Kevin jauh lebih penting.

*** “kisah Romeo dan Juliet, kisah valentine, kisah Medusa.. adalah contoh cerita cinta yang dikemas dengan tragis..” ucap Kevin seraya membuka lembaran buku di tangannya, yang spontan menghentikan gerak mata Elyna pada buku zoologi yang sedang ia baca.

“tau gak sih, Kev? karena cerita-cerita mereka.. aku jadi gak percaya cinta” Elyna membuat Kevin menghentikan kegiatan membacanya. “kenapa? itu kan hanya mitos, Ann?”

Elyna menghela napas panjang yang helaan nya bisa Kevin rasakan karena punggung mereka yang saling nenempel (untuk bersandar).

“gak tau Kev, rasanya kayak.... do you even believe there's somebody out there who will love you? duh susah jelasinnya”

Kevin menaruh lentera yang ia genggam dengan tangan kirinya (untuk pencahayaan membaca) di sampingnya, kemudian menutup bukunya.

“Anna, sebetulnya arti cinta buatmu itu apa sih?... kalau buatku... cinta itu tumbuh karena terbiasa, karena saling peduli, karena saling bergantung.. kalau kamu dan dia gak berusaha saling mengenal dan terbiasa satu sama lain, gak akan ada yang namanya love or whatever you named it.. kalau kamu cuma duduk diam dan berharap ada yang secretly in love with you tanpa mengenal kamu, itu namanya penggemar. Kalau pun memang ada yang bilang I love you ke kamu tanpa kalian terbiasa satu sama lain... itu namanya obsesi.”

Elyna terdiam cukup lama, begitu pun Kevin.

“aaaaah.. okay, so what about us, Kev?”

Kevin sedikit terkejut dengan pertanyaan itu, namun sebisa mungkin ia berusaha menutupi.

“menurut kamu?”

“I don't know... tapi aku cukup nyaman ada di sekitar kamu, Kev!”

“so do I”

“can I call it Love?”

“not yet, Ann..”

“why? I thought we are”

just.. not yet. you don't even believe in love....?”

Elyna tertohok bukan main.

Tentang Elyna yang selalu berdebar setiap kali menemui Kevin di bawah balkon kamarnya, tentang bagaimana mereka berpegangan tangan kala diam-diam memasuki perpustakaan istana, tentang kunang-kunang yang mereka bawa dari tepian sungai dan kini tersimpan dalam toples bening di atas nakas kamar Elyna, tentang Elyna yang memeluk erat Kevin ketika kuda yang mereka tunggangi berlari kencang, tentang Kevin yang membantu Elyna mengikat pita rambutnya, tentang mereka yang bertukar cerita di atas sampan sambil mendayung mengelilingi danau, dan masih banyak kisah bahagia mereka ciptakan —yang tanpa mereka sadari... Ternyata mereka sudah terbiasa dan saling bergantung satu sama lain.

Lantas apakah kebersamaan mereka sudah layak dilabeli sebagai cinta?.

Perasaan dilema itu tak keluar dari pikiran Elyna selama berhari-hari dan membuatnya kehilangan fokus. Ketika berlatih ballet, ia sering tergelincir karena tiba-tiba berhalusinasi melihat eksistensi Kevin pada cermin. Ketika membaca buku, ia mengerjapkan mata beulang kali karena tiba-tiba tulisan pada bukunya berubah menjadi “do I love Kevin? do I love Kevin?”.

Sangat menyebalkan, namun Elyna menikmatinya... ia terkekeh setiap halusinasi nya terulang. Yes, I do love him.

*** “Princess Elyna, look at this.. I bought a diamond hairpin for you” suara Wilson yang duduk di samping Elyna membuatnya merinding bukan main

Elyna menoleh ke arah jepit rambut berbentuk bunga tulip yang di atasnya bertabur berlian berwarna pink, “kamu gak perlu sampai sejauh ini, Wilson...”

“coba aja dulu, pasti cantik kalau kamu pakai” ia menyodorkan jepit rambut itu setengah memaksa hingga Elyna dengan berat hati mengambilnya “terima kasih”.

Sang putri merasa sangat tidak nyaman karena dipaksa oleh ayahnya untuk duduk berduaan di kursi taman bersama Wilson, anak perdana menteri yang dijodohkan dengan Elyna. Ia sedari tadi terus-terusan menoleh ke arah istana berharap ada seseorang memanggilnya agar ia segera berpisah dengan Wilson.

“kamu gak nyaman ya?” pemuda itu rupanya menyadari.

Elyna hanya tersenyum kikuk.

“maaf ya, Putri.. kita memang mau gak mau harus seperti ini”

“maksudnya?”

“ya kita yang sekarang? dipaksa bersama oleh keadaan”

“kamu terima gitu aja, Wilson?”

“ya.. ya aku sih terima aja? toh ini permintaan raja, kan? nanti juga kita terbiasa dan bisa menerima”

shit!.. lagi lagi 'terbiasa'.

Ini sama sekali bukan terbiasa yang Elyna harapkan. Ini namanya pemaksaan, dan Elyna benci itu.

“nanti juga kalau kita sudah menikah, aku yakin bisa buat kamu bahagia”

Elyna memejamkan matanya selama tiga detik.... mau muntahhhh.

Entah apa yang merasuki gadis itu, ia merasa tergelitik kala melihat Wilson dengan pakaian nya yang super rapi bahkan lelaki itu mengenakan tuksedo dan rambut kelimis mengkilat, hanya untuk menemuinya di taman? pemuda itu pun bahkan menyiapkan hadiah super mahal?... Elyna juga menahan tawanya mati-matian kala Wilson seolah meyakinkannya tentang perjodohan ini.

Padahal Kevin dengan kemeja putihnya selalu sukses membuat Elyna terpana. Padahal Kevin yang membuatkannya mahkota dari ranting dan bunga berhasil membuat Elyna bahagia.

Tuhkan? Kevin lagi? do I love him that much?.

“ya... kita gak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan kan, Wilson?”

*** Sore hari yang entah pertemuan Elyna dan Kevin yang ke berapa ratus... seperti biasa, Kevin sudah bersandar pada batang pohon sambil membaca buku untuk menunggu Elyna.

Putri yang kini berpakaian seadanya itu berlari menghampirinya, kemudian mendapat senyum setelah sang pemuda menyadari eksistensinya.

“baca apa?” tanya Elyna membuka obrolan.

“filosofi ikan salmon”

“I read that last year!!!”

“really?”

Elyna mengangguk antusias, “hidup itu jangan hanya mengalir seperti air sungai, tapi harus seperti ikan salmon yang berjuang melawan arus demi mencapai targetnya” lanjutnya melafalkan sinopsis dari buku itu.

Kevin tersenyum kemudian mengacungkan jempolnya pada Elyna yang kemudian mereka tertawa bersama.

“Anna, dua minggu ke depan, sepertinya kita jangan ketemu dulu”

“lho?? kenapaa??”

“kita kan harus fokus buat persiapan pernikahan putri?”

Elyna membeku, wajahnya menjadi pucat seketika.... pernikahan? dua minggu?. Dirinya sendiri bahkan tidak tahu soal ini, tapi para pegawai istana sudah harus bersiap?? It's a nightmare.

“ah... oh, bener!”

“karena bahas itu jadi kepikiran deh, Ann”

“apa?”

“filosofi ikan salmon gak bisa diterapin sama keluarga kerajaan, karena mau gak mau mereka harus mengikuti perintah raja.. mengikuti arus dan gak bisa melawan”

BUGHHHH —dada Elyna seperti dihamtam oleh pukulan super keras.

“Kevin...”

Kevin menoleh pada Elyna, “kenapa?”

“I love you”

Kevin tersentak, matanya terbuka lebar dan kebingungan.

“aku takut gak punya kesempatan lain untuk bilang, yang jelas I do love you, I really love you!”

“Anna... kamu nangis?”

“I did not believe in love before, but after I met you... I just, I just falling deeper and deeper”

Elyna bersimpuh, air matanya jatuh... mengalir deras seperti menumpahkan seluruh stok cairan dari kelopak matanya. Ia tak memikirkan apa pun selain dirinya dan Kevin. Ia kelimpungan tak tahu arah, ia ketakutan dan tak tahu harus menunjuk siapa sebagai pihak yang salah.

Skenario buruk berlalu lalang. Setelah menikah, aku takkan bisa bertemu Kevin lagi. Setelah menikah, aku takkan bisa tertawa lagi. Setelah menikah, aku takkan bisa menjadi diri sendiri lagi... memikirkannya saja sudah sesakit ini.

Kevin dengan raut wajah khawatir mengusap punggung Elyna untuk menenangkannya.

“hey what's wrong? kita kan bakal ketemu lagi setelah pernikahan putri?”

Elyna terisak bukan main, membuat Kevin semakin khawatir.

“Kevin... how about you?”

Kevin tertunduk... “likewise... I adore you, I do love you too”

Bukannya berhenti, tangis Elyna malah semakin menjadi.

“why??” Kevin melanjutkan kalimatnya, “I said I love you too, why are you still crying?”

Tanpa menjawab pertanyaan Kevin, Elyna berdiri dengan kedua lututnya kemudian memeluk Kevin dengan erat. “I'm so sorry Kevin for realizing that too late”.

Kevin tertegun dengan kalimat Elyna, “hey hey, it's alright.. “

Mereka melepas pelukannya kemudian saling menatap lamat-lamat. Kevin dengan lembut mengusap air mata di kedua pipi Elyna, “it's all fine.. we'll be fine”

Sang putri tersenyum kemudian menelusuri setiap inchi wajah Kevin dengan matanya, berharap bahwa ini bukan yang terakhir kalinya mereka bisa seperti ini. Dan Kevin tak bergerak sedikit pun kala Elyna menatapnya.

“Kevin, I have to tell you something...”

“apa?”

“tapi sebelum itu, can you kiss me first?”

Kalau ditanya bagaimana kondisi Kevin sekarang, tentu saja ia kacau. Namun tetap, Kevin selalu bisa mengontrol ekspresinya agar situasi tidak menjadi canggung.

Ia tatap mata Elyna dan mendekat hingga mereka bisa merasakan hembusan napas satu sama lain. Jemari Kevin menyentuh halus kedua pipi Elyna dan ibu jarinya mengusap bibir Elyna dengan lembut.

“I was so confused back then, I didn't even thought you will say it first... padahal aku mau jadi the first one yang bilang I love you

Elyna tersenyum namun tak terlihat oleh Kevin karena jarak mereka yang terlampau dekat.

“I'll do it gently” bisik Kevin sebelum akhirnya ia menyentuh bibir Elyna dengan miliknya, yang dengan sekejap memejamkan mata mereka.

Benar saja, Kevin melakukannya dengan tempo pelan dan Elyna sama sekali tak protes. Mereka hanya saling berikatan tanpa ada hal lain di pikiran, sekedar menyalurkan kasih sayang.

Dengan napas yang berat dan suhu tubuh yang sudah meningkat, Kevin melepas tautan mereka hingga Elyna membuka matanya.

“I love you, Anna”

Elyna lagi-lagi tersenyum, rasanya ingin berteriak dan memberi tahu seisi dunia jika ia juga mencintai Kevin. “me too”

“tadi katanya mau bilang sesuatu? apa?” lanjut Kevin sambil membenarkan rambut coklat Elyna yang jatuh menutupi wajahnya.

Namun belum sempat ia memberi tahu Kevin tentang rahasianya (bahwa ia adalah Putri Elyna dan bukan Anna), teriakkan pelayannya terdengar nyaring memanggil.. “Putri Elyna!! raja datang!”, dan dengan refleks membuatnya berlari kembali masuk ke dalam kamar, “Kevin I'll tell you later!!!”.

Dan Kevin hanya mengiyakan, dan Kevin belum mengantongi kebenaran.

Elyna menutup kembali pintu kamar putri dengan rapat hingga Kevin tak bisa melihatnya lagi...

***

Ini malam ke-10 setelah kali terakhir sang putri melihat Kevin, dan setiap harinya ia tak henti memikirkan pemuda itu.

Kerlap-kerlip hiasan mewah di sekeliling istana yang telah disiapkan sedemikian rupa, sangat mengganggu bagi Elyna. Terlebih hal itu semakin membuatnya harus menerima kenyataan bahwa waktu dimana dirinya akan 'hilang' telah dekat. Nyawanya bak telah dicabut dua per tiga bagian, dan ia yakin satu per tiganya akan lenyap pada hari ia resmi dinikahi Wilson.

Gadis itu berjalan menyusuri koridor istana bersama sang ratu —ibu tirinya untuk menemui calon suaminya pada jamuan minum teh siang itu. Namun netranya menangkap lelaki yang sangat ia rindukan, Kevin sedang menata buket bunga di koridor istana.. Lelaki itu menunduk ketika Elyna melewatinya, Kevin look at me, Kev! I'm Anna!. Tapi Kevin mana mungkin dapat mendengar suara hatinya.

Bohong kalau ia bilang tidak ingin melompat dan memeluk Kevin lalu mengajaknya kabur dari 'penjara' ini, bohong kalau ia pikir dirinya akan baik-baik saja tanpa Kevin setelah ini dan seterusnya.

“selamat siang, sweetheart” sapa Wilson tepat setelah Elyna duduk disampingnya, *

mentioning: royal life in castle, family conflict, discrimination, kiss, blood, death


[[Is't possible if my life story becomes something that'll forever be remembered as a symbol of history?]] ◇ ◇ ◇ ◇ ◇ ◇ ◇

“Aku mohon jangan bunuh aku.. aku mohon...!” Medusa memegang erat kaki kiri prajurit yang mencengkram pedang bermata dua di tangannya. Prajurit itu sama sekali tak membuka mata karena menghindari kutukan dari 'monster' berambut ular itu, ia tak mau berakhir menjadi batu jika mata mereka bertemu.

“memangnya salah jika aku mengakui perasaan cintaku? memangnya sebuah dosa jika aku jatuh cinta pada orang yang merupakan musuh dari tuanku?”

Tetap saja, prajurit itu tanpa ampun memenggal kepala Medusa dengan pedang yang ia genggam hingga sang monster tak bersua lagi..... ` “AAAAAAAA-uhukkk” teriakkan lantang itu membawanya kembali ke alam nyata... dari mimpinya.

Elyna dengan terengah-engah mengatur napasnya. Ia merasa lega karena tragisnya kematian Medusa yang ia saksikan barusan hanyalah bunga tidurnya belaka, “oh gosh I almost jumped out my skins..” ia menyandarkan tubuhnya pada headboard tempat tidurnya yang mewah.

Gadis 19 tahun itu melirik ke arah buku rangkuman kisah mitologi Yunani yang terletak di atas meja di samping nakasnya. Kisah Medusa yang tertulis di buku itu dan yang terjadi di mimpinya berbeda 180°... “harusnya aku gak baca buku-buku ginian kalo malem..” kemudian ia menghela napas panjang sebelum akhirnya beranjak untuk berjalan menuju balkon kamarnya.

Daun-daun yang menari serta kicauan burung-burung yang saling bersautan seolah menyapa dirinya di pagi yang kebetulan sangat cerah. What a beautiful morning..

Biasanya, tepat setelah bangun tidur, Elyna harus bergegas mempersiapkan diri untuk menjadi seorang putri yang semestinya. Mandi, mengenakan gaun cantik dan mahal, duduk di meja rias sambil membaca buku sementara para pelayannya menata rambut dan riasannya. Karena mimpi buruknya, ia memutuskan untuk menghirup udara segar sejenak..

“Tuan putri, air untuk mandi sudah kami siapkan..” suara seorang pelayan di balik pintu kamarnya entah kenapa begitu mengejutkan, hingga kedua tangan yang sedang berkegiatan mengikat rambut coklat terang itu terlepas.

“Iyaaa! sebentar!! aku masih belum bisa keluar dari kamar!” sang putri berteriak memberi jawaban pada pelayan, namun matanya fokus kepada pita rambutnya yang jatuh dari balkon. “yahhhh...”.

Mau tak mau... suka tak suka... ia kembali menuruni balkon dengan tali besar yang selalu ia gunakan. Ya, kamar Elyna berada di bagian belakang istana. Tak akan ada yang tahu jika ia sebetulnya bukan putri anggun yang santun dan selalu menjunjung norma dimana pun dan kapan pun. Dirinya yang asli adalah Elyna yang suka memanjat pohon dan membaca buku di atas dahan, Elyna yang mengganti gaun mewahnya dengan baju prajurit kemudian melarikan diri menggunakan kuda putihnya, Elyna yang turun dari balkon kamar menggunakan tali layaknya pelatihan militer kerajaan —seperti yang ia lakukan sekarang.

``` “looking for this?” suara dari arah belakang Elyna jelas mengejutkannya, biasanya tak ada orang lain di halaman belakang. Ia hampir tergelincir ketika kakinya menyentuh tanah, namun ia bisa mengatur keseimbangannya kembali.

Elyna mengambil secara sepihak pita berwarna merah muda itu dari lelaki yang baru saja menyapanya. “oh, yea.... yes it's mine” dan bersikap se-anggun mungkin.

“and?” dia menatap Elyna yang sedang mengikat pita di rambutnya.

“and what?”

“harusnya kamu bilang terima kasih, kan?”

Gadis itu terdiam. Ia memprediksi apa yang ada di pikiran lelaki berkemeja putih ini. he doesn't even said “selamat pagi tuan putri” or else.. dia juga berani menatap mataku dan menuntut ucapan terima kasih?? dia gak tahu kalo aku putri Elyna? WHO'S HE?!.

Sedetik kemudian Elyna menunduk, melihat kakinya yang telanjang dan baju tidur putih polosnya... oh.. aku sama sekali tak terlihat seperti seorang putri. Mengingat selama ini tidak pernah ada yang menatap wajahnya, semua orang hanya akan menunduk setiap kali bertemu dengannya. Semua orang hanya mengetahui nama dan kedudukannya serta gaun mewah dan mahkotanya, tidak dengan wajahnya.

“hello?” pria tinggi itu tetap menagih jawaban dari Elyna.

“eh? oh.. thank you!” sang putri tersenyum dan langsung direspon dengan senyuman pula.

“I'm Kevin” ia menggosok tangan kanannya ke celana coklatnya sebelum mengulurkan tangan pada Elyna.

Something she'd never experienced before happen.. Shaking hands for knowing each other's name. Ia mengerjapkan matanya lalu menerima jabatan tangan Kevin, “aku..... Anna“—tentu saja ia tak mungkin memberi tahu nama aslinya pada Kevin. “what a pretty name, Anna!” balas Kevin, “so do yours, Kev”.

Atmosfer menjadi canggung beberapa saat hingga Kevin kembali bersuara “kamu bukannya harus balik ke kamar putri? untuk membantu sang putri bersiap?”

“eh? hah? oh.. iya!!.. iya benar aku harus kembali kerja sebagai pelayan..” Elyna salah tingkah, ia memunggungi Kevin kemudian menoleh lagi, kemudian memunggungi Kevin lagi, kemudian menoleh lagi.

“kenapa, Anna?”

can we... be friends?” jantungnya berdegup kencang, for someone who's never had a friend and never started a relationship like this... such a thrilling moment.

sure! aku bekerja di sekitar istana putri dan I think we can meet more often than before since we know each other now, Ann!

Elyna tersenyum lebar, puas dengan apa yang baru saja ia dengar —jawaban yang sangat diharapkan.

again... thank you, Kevin!

you already said that??

“bukan soal pita, tapi thank you karena udah mau temenan....”

Kevin tersenyum, baginya itu sama sekali bukan hal besar yang layak mendapat ucapan terima kasih. Ia berteman dengan siapa saja dan pertemanan yang baru saja ia setujui bersama Anna pun sama sekali bukan hal yang istimewa. “that's not a big deal!” matanya membentuk sabit ketika ia tersenyum.

anyway, Kevin.. jujur ini pertama kalinya aku lihat kamu.. are you a new gardener? or?” Elyna sedikit memelankan suaranya, yang langsung dijawab oleh Kevin tanpa berpikir panjang “it's my third day”.

pantas saja...

aaah, I see! I have to go now, Kevin! hope see you again super soon!” ucap Elyna meskipun ia ingin berbincang lebih lama dengan Kevin.

“hahahahaha aight!” Kevin membungkuk layaknya seperti menghormati raja, Lagi-lagi membuat gadis itu salah tingkah.

Elyna dengan tergesa kembali meraih tali yang akan membawa dirinya kembali ke kamarnya.

mentioning: royal life in castle, family conflict, discrimination, kiss, blood, death


Is't possible if my life story becomes something that'll forever be remembered as a symbol of history?

“Aku mohon jangan bunuh aku.. aku mohon...!” Medusa memegang erat kaki kiri prajurit yang mencengkram pedang bermata dua di tangannya. Prajurit itu sama sekali tak membuka mata karena menghindari kutukan dari 'monster' berambut ular itu, ia tak mau berakhir menjadi batu jika mata mereka bertemu.

“memangnya salah jika aku mengakui perasaan cintaku? memangnya sebuah dosa jika aku jatuh cinta pada orang yang merupakan musuh dari tuanku?”

Tetap saja, prajurit itu tanpa ampun memenggal kepala Medusa dengan pedang yang ia genggam hingga sang monster tak bersua lagi..... ` “AAAAAAAA-uhukkk” teriakkan lantang itu membawanya kembali ke alam nyata... dari mimpinya.

Elyna dengan terengah-engah mengatur napasnya. Ia merasa lega karena tragisnya kematian Medusa yang ia saksikan barusan hanyalah bunga tidurnya belaka, “oh gosh I almost jumped out my skins..” ia menyandarkan tubuhnya pada headboard tempat tidurnya yang mewah.

Gadis 19 tahun itu melirik ke arah buku rangkuman kisah mitologi Yunani yang terletak di atas meja di samping nakasnya. Kisah Medusa yang tertulis di buku itu dan yang terjadi di mimpinya berbeda 180°... “harusnya aku gak baca buku-buku ginian kalo malem..” kemudian ia menghela napas panjang sebelum akhirnya beranjak untuk berjalan menuju balkon kamarnya.

Daun-daun yang menari serta kicauan burung-burung yang saling bersautan seolah menyapa dirinya di pagi yang kebetulan sangat cerah. What a beautiful morning..

Biasanya, tepat setelah bangun tidur, Elyna harus bergegas mempersiapkan diri untuk menjadi seorang putri yang semestinya. Mandi, mengenakan gaun cantik dan mahal, duduk di meja rias sambil membaca buku sementara para pelayannya menata rambut dan riasannya. Karena mimpi buruknya, ia memutuskan untuk menghirup udara segar sejenak..

“Tuan putri, air untuk mandi sudah kami siapkan..” suara seorang pelayan di balik pintu kamarnya entah kenapa begitu mengejutkan, hingga kedua tangan yang sedang berkegiatan mengikat rambut coklat terang itu terlepas.

“Iyaaa! sebentar!! aku masih belum bisa keluar dari kamar!” sang putri berteriak memberi jawaban pada pelayan, namun matanya fokus kepada pita rambutnya yang jatuh dari balkon. “yahhhh...”.

Mau tak mau... suka tak suka... ia kembali menuruni balkon dengan tali besar yang selalu ia gunakan. Ya, kamar Elyna berada di bagian belakang istana. Tak akan ada yang tahu jika ia sebetulnya bukan putri anggun yang santun dan selalu menjunjung norma dimana pun dan kapan pun. Dirinya yang asli adalah Elyna yang suka memanjat pohon dan membaca buku di atas dahan, Elyna yang mengganti gaun mewahnya dengan baju prajurit kemudian melarikan diri menggunakan kuda putihnya, Elyna yang turun dari balkon kamar menggunakan tali layaknya pelatihan militer kerajaan —seperti yang ia lakukan sekarang.

``` “looking for this?” suara dari arah belakang Elyna jelas mengejutkannya, biasanya tak ada orang lain di halaman belakang. Ia hampir tergelincir ketika kakinya menyentuh tanah, namun ia bisa mengatur keseimbangannya kembali.

Elyna mengambil secara sepihak pita berwarna merah muda itu dari lelaki yang baru saja menyapanya. “oh, yea.... yes it's mine” dan bersikap se-anggun mungkin.

“and?” dia menatap Elyna yang sedang mengikat pita di rambutnya.

“and what?”

“harusnya kamu bilang terima kasih, kan?”

Gadis itu terdiam. Ia memprediksi apa yang ada di pikiran lelaki berkemeja putih ini. he doesn't even said “selamat pagi tuan putri” or else.. dia juga berani menatap mataku dan menuntut ucapan terima kasih?? dia gak tahu kalo aku putri Elyna? WHO'S HE?!.

Sedetik kemudian Elyna menunduk, melihat kakinya yang telanjang dan baju tidur putih polosnya... oh.. aku sama sekali tak terlihat seperti seorang putri. Mengingat selama ini tidak pernah ada yang menatap wajahnya, semua orang hanya akan menunduk setiap kali bertemu dengannya. Semua orang hanya mengetahui nama dan kedudukannya serta gaun mewah dan mahkotanya, tidak dengan wajahnya.

“hello?” pria tinggi itu tetap menagih jawaban dari Elyna.

“eh? oh.. thank you!” sang putri tersenyum dan langsung direspon dengan senyuman pula.

“I'm Kevin” ia menggosok tangan kanannya ke celana coklatnya sebelum mengulurkan tangan pada Elyna.

Something she'd never experienced before happen.. Shaking hands for knowing each other's name. Ia mengerjapkan matanya lalu menerima jabatan tangan Kevin, “aku..... Anna“—tentu saja ia tak mungkin memberi tahu nama aslinya pada Kevin. “what a pretty name, Anna!” balas Kevin, “so do yours, Kev”.

Atmosfer menjadi canggung beberapa saat hingga Kevin kembali bersuara “kamu bukannya harus balik ke kamar putri? untuk membantu sang putri bersiap?”

“eh? hah? oh.. iya!!.. iya benar aku harus kembali kerja sebagai pelayan..” Elyna salah tingkah, ia memunggungi Kevin kemudian menoleh lagi, kemudian memunggungi Kevin lagi, kemudian menoleh lagi.

“kenapa, Anna?”

can we... be friends?” jantungnya berdegup kencang, for someone who's never had a friend and never started a relationship like this... such a thrilling moment.

sure! aku bekerja di sekitar istana putri dan I think we can meet more often than before since we know each other now, Ann!

Elyna tersenyum lebar, puas dengan apa yang baru saja ia dengar —jawaban yang sangat diharapkan.

again... thank you, Kevin!

you already said that??

“bukan soal pita, tapi thank you karena udah mau temenan....”

Kevin tersenyum, baginya itu sama sekali bukan hal besar yang layak mendapat ucapan terima kasih. Ia berteman dengan siapa saja dan pertemanan yang baru saja ia setujui bersama Anna pun sama sekali bukan hal yang istimewa. “that's not a big deal!” matanya membentuk sabit ketika ia tersenyum.

anyway, Kevin.. jujur ini pertama kalinya aku lihat kamu.. are you a new gardener? or?” Elyna sedikit memelankan suaranya, yang langsung dijawab oleh Kevin tanpa berpikir panjang “it's my third day”.

pantas saja...

aaah, I see! I have to go now, Kevin! hope see you again super soon!” ucap Elyna meskipun ia ingin berbincang lebih lama dengan Kevin.

“hahahahaha aight!” Kevin membungkuk layaknya seperti menghormati raja, Lagi-lagi membuat gadis itu salah tingkah.

Elyna dengan tergesa kembali meraih tali yang akan membawa dirinya kembali ke kamarnya.

mentioning: royal life in castle, family conflict, discrimination, kiss, blood, death


Is't possible if my life story becomes something that'll forever be remembered as a symbol of history?


“Aku mohon jangan bunuh aku.. aku mohon...!” Medusa memegang erat kaki kiri prajurit yang mencengkram pedang bermata dua di tangannya. Prajurit itu sama sekali tak membuka mata karena menghindari kutukan dari 'monster' berambut ular itu, ia tak mau berakhir menjadi batu jika mata mereka bertemu.

“memangnya salah jika aku mengakui perasaan cintaku? memangnya sebuah dosa jika aku jatuh cinta pada orang yang merupakan musuh dari tuanku?”

Tetap saja, prajurit itu tanpa ampun memenggal kepala Medusa dengan pedang yang ia genggam hingga sang monster tak bersua lagi..... ` “AAAAAAAA-uhukkk” teriakkan lantang itu membawanya kembali ke alam nyata... dari mimpinya.

Elyna dengan terengah-engah mengatur napasnya. Ia merasa lega karena tragisnya kematian Medusa yang ia saksikan barusan hanyalah bunga tidurnya belaka, “oh gosh I almost jumped out my skins..” ia menyandarkan tubuhnya pada headboard tempat tidurnya yang mewah.

Gadis 19 tahun itu melirik ke arah buku rangkuman kisah mitologi Yunani yang terletak di atas meja di samping nakasnya. Kisah Medusa yang tertulis di buku itu dan yang terjadi di mimpinya berbeda 180°... “harusnya aku gak baca buku-buku ginian kalo malem..” kemudian ia menghela napas panjang sebelum akhirnya beranjak untuk berjalan menuju balkon kamarnya.

Daun-daun yang menari serta kicauan burung-burung yang saling bersautan seolah menyapa dirinya di pagi yang kebetulan sangat cerah. What a beautiful morning..

Biasanya, tepat setelah bangun tidur, Elyna harus bergegas mempersiapkan diri untuk menjadi seorang putri yang semestinya. Mandi, mengenakan gaun cantik dan mahal, duduk di meja rias sambil membaca buku sementara para pelayannya menata rambut dan riasannya. Karena mimpi buruknya, ia memutuskan untuk menghirup udara segar sejenak..

“Tuan putri, air untuk mandi sudah kami siapkan..” suara seorang pelayan di balik pintu kamarnya entah kenapa begitu mengejutkan, hingga kedua tangan yang sedang berkegiatan mengikat rambut coklat terang itu terlepas.

“Iyaaa! sebentar!! aku masih belum bisa keluar dari kamar!” sang putri berteriak memberi jawaban pada pelayan, namun matanya fokus kepada pita rambutnya yang jatuh dari balkon. “yahhhh...”.

Mau tak mau... suka tak suka... ia kembali menuruni balkon dengan tali besar yang selalu ia gunakan. Ya, kamar Elyna berada di bagian belakang istana. Tak akan ada yang tahu jika ia sebetulnya bukan putri anggun yang santun dan selalu menjunjung norma dimana pun dan kapan pun. Dirinya yang asli adalah Elyna yang suka memanjat pohon dan membaca buku di atas dahan, Elyna yang mengganti gaun mewahnya dengan baju prajurit kemudian melarikan diri menggunakan kuda putihnya, Elyna yang turun dari balkon kamar menggunakan tali layaknya pelatihan militer kerajaan —seperti yang ia lakukan sekarang.

``` “looking for this?” suara dari arah belakang Elyna jelas mengejutkannya, biasanya tak ada orang lain di halaman belakang. Ia hampir tergelincir ketika kakinya menyentuh tanah, namun ia bisa mengatur keseimbangannya kembali.

Elyna mengambil secara sepihak pita berwarna merah muda itu dari lelaki yang baru saja menyapanya. “oh, yea.... yes it's mine” dan bersikap se-anggun mungkin.

“and?” dia menatap Elyna yang sedang mengikat pita di rambutnya.

“and what?”

“harusnya kamu bilang terima kasih, kan?”

Gadis itu terdiam. Ia memprediksi apa yang ada di pikiran lelaki berkemeja putih ini. he doesn't even said “selamat pagi tuan putri” or else.. dia juga berani menatap mataku dan menuntut ucapan terima kasih?? dia gak tahu kalo aku putri Elyna? WHO'S HE?!.

Sedetik kemudian Elyna menunduk, melihat kakinya yang telanjang dan baju tidur putih polosnya... oh.. aku sama sekali tak terlihat seperti seorang putri. Mengingat selama ini tidak pernah ada yang menatap wajahnya, semua orang hanya akan menunduk setiap kali bertemu dengannya. Semua orang hanya mengetahui nama dan kedudukannya serta gaun mewah dan mahkotanya, tidak dengan wajahnya.

“hello?” pria tinggi itu tetap menagih jawaban dari Elyna.

“eh? oh.. thank you!” sang putri tersenyum dan langsung direspon dengan senyuman pula.

“I'm Kevin” ia menggosok tangan kanannya ke celana coklatnya sebelum mengulurkan tangan pada Elyna.

Something she'd never experienced before happen.. Shaking hands for knowing each other's name. Ia mengerjapkan matanya lalu menerima jabatan tangan Kevin, “aku..... Anna“—tentu saja ia tak mungkin memberi tahu nama aslinya pada Kevin. “what a pretty name, Anna!” balas Kevin, “so do yours, Kev”.

Atmosfer menjadi canggung beberapa saat hingga Kevin kembali bersuara “kamu bukannya harus balik ke kamar putri? untuk membantu sang putri bersiap?”

“eh? hah? oh.. iya!!.. iya benar aku harus kembali kerja sebagai pelayan..” Elyna salah tingkah, ia memunggungi Kevin kemudian menoleh lagi, kemudian memunggungi Kevin lagi, kemudian menoleh lagi.

“kenapa, Anna?”

can we... be friends?” jantungnya berdegup kencang, for someone who's never had a friend and never started a relationship like this... such a thrilling moment.

sure! aku bekerja di sekitar istana putri dan I think we can meet more often than before since we know each other now, Ann!

Elyna tersenyum lebar, puas dengan apa yang baru saja ia dengar —jawaban yang sangat diharapkan.

again... thank you, Kevin!

you already said that??

“bukan soal pita, tapi thank you karena udah mau temenan....”

Kevin tersenyum, baginya itu sama sekali bukan hal besar yang layak mendapat ucapan terima kasih. Ia berteman dengan siapa saja dan pertemanan yang baru saja ia setujui bersama Anna pun sama sekali bukan hal yang istimewa. “that's not a big deal!” matanya membentuk sabit ketika ia tersenyum.

anyway, Kevin.. jujur ini pertama kalinya aku lihat kamu.. are you a new gardener? or?” Elyna sedikit memelankan suaranya, yang langsung dijawab oleh Kevin tanpa berpikir panjang “it's my third day”.

pantas saja...

aaah, I see! I have to go now, Kevin! hope see you again super soon!” ucap Elyna meskipun ia ingin berbincang lebih lama dengan Kevin.

“hahahahaha aight!” Kevin membungkuk layaknya seperti menghormati raja, Lagi-lagi membuat gadis itu salah tingkah.

Elyna dengan tergesa kembali meraih tali yang akan membawa dirinya kembali ke kamarnya.


Is't possible if my life story becomes something that'll forever be remembered as a symbol of history?


“Aku mohon jangan bunuh aku.. aku mohon...!” Medusa memegang erat kaki kiri prajurit yang mencengkram pedang bermata dua di tangannya. Prajurit itu sama sekali tak membuka mata karena menghindari kutukan dari 'monster' berambut ular itu, ia tak mau berakhir menjadi batu jika mata mereka bertemu.

“memangnya salah jika aku mengakui perasaan cintaku? memangnya sebuah dosa jika aku jatuh cinta pada orang yang merupakan musuh dari tuanku?”

Tetap saja, prajurit itu tanpa ampun memenggal kepala Medusa dengan pedang yang ia genggam hingga sang monster tak bersua lagi..... ` “AAAAAAAA-uhukkk” teriakkan lantang itu membawanya kembali ke alam nyata... dari mimpinya.

Elyna dengan terengah-engah mengatur napasnya. Ia merasa lega karena tragisnya kematian Medusa yang ia saksikan barusan hanyalah bunga tidurnya belaka, “oh gosh I almost jumped out my skins..” ia menyandarkan tubuhnya pada headboard tempat tidurnya yang mewah.

Gadis 19 tahun itu melirik ke arah buku rangkuman kisah mitologi Yunani yang terletak di atas meja di samping nakasnya. Kisah Medusa yang tertulis di buku itu dan yang terjadi di mimpinya berbeda 180°... “harusnya aku gak baca buku-buku ginian kalo malem..” kemudian ia menghela napas panjang sebelum akhirnya beranjak untuk berjalan menuju balkon kamarnya.

Daun-daun yang menari serta kicauan burung-burung yang saling bersautan seolah menyapa dirinya di pagi yang kebetulan sangat cerah. What a beautiful morning..

Biasanya, tepat setelah bangun tidur, Elyna harus bergegas mempersiapkan diri untuk menjadi seorang putri yang semestinya. Mandi, mengenakan gaun cantik dan mahal, duduk di meja rias sambil membaca buku sementara para pelayannya menata rambut dan riasannya. Karena mimpi buruknya, ia memutuskan untuk menghirup udara segar sejenak..

“Tuan putri, air untuk mandi sudah kami siapkan..” suara seorang pelayan di balik pintu kamarnya entah kenapa begitu mengejutkan, hingga kedua tangan yang sedang berkegiatan mengikat rambut coklat terang itu terlepas.

“Iyaaa! sebentar!! aku masih belum bisa keluar dari kamar!” sang putri berteriak memberi jawaban pada pelayan, namun matanya fokus kepada pita rambutnya yang jatuh dari balkon. “yahhhh...”.

Mau tak mau... suka tak suka... ia kembali menuruni balkon dengan tali besar yang selalu ia gunakan. Ya, kamar Elyna berada di bagian belakang istana. Tak akan ada yang tahu jika ia sebetulnya bukan putri anggun yang santun dan selalu menjunjung norma dimana pun dan kapan pun. Dirinya yang asli adalah Elyna yang suka memanjat pohon dan membaca buku di atas dahan, Elyna yang mengganti gaun mewahnya dengan baju prajurit kemudian melarikan diri menggunakan kuda putihnya, Elyna yang turun dari balkon kamar menggunakan tali layaknya pelatihan militer kerajaan —seperti yang ia lakukan sekarang.

``` “looking for this?” suara dari arah belakang Elyna jelas mengejutkannya, biasanya tak ada orang lain di halaman belakang. Ia hampir tergelincir ketika kakinya menyentuh tanah, namun ia bisa mengatur keseimbangannya kembali.

Elyna mengambil secara sepihak pita berwarna merah muda itu dari lelaki yang baru saja menyapanya. “oh, yea.... yes it's mine” dan bersikap se-anggun mungkin.

“and?” dia menatap Elyna yang sedang mengikat pita di rambutnya.

“and what?”

“harusnya kamu bilang terima kasih, kan?”

Gadis itu terdiam. Ia memprediksi apa yang ada di pikiran lelaki berkemeja putih ini. he doesn't even said “selamat pagi tuan putri” or else.. dia juga berani menatap mataku dan menuntut ucapan terima kasih?? dia gak tahu kalo aku putri Elyna? WHO'S HE?!.

Sedetik kemudian Elyna menunduk, melihat kakinya yang telanjang dan baju tidur putih polosnya... oh.. aku sama sekali tak terlihat seperti seorang putri. Mengingat selama ini tidak pernah ada yang menatap wajahnya, semua orang hanya akan menunduk setiap kali bertemu dengannya. Semua orang hanya mengetahui nama dan kedudukannya serta gaun mewah dan mahkotanya, tidak dengan wajahnya.

“hello?” pria tinggi itu tetap menagih jawaban dari Elyna.

“eh? oh.. thank you!” sang putri tersenyum dan langsung direspon dengan senyuman pula.

“I'm Kevin” ia menggosok tangan kanannya ke celana coklatnya sebelum mengulurkan tangan pada Elyna.

Something she'd never experienced before happen.. Shaking hands for knowing each other's name. Ia mengerjapkan matanya lalu menerima jabatan tangan Kevin, “aku..... Anna“—tentu saja ia tak mungkin memberi tahu nama aslinya pada Kevin. “what a pretty name, Anna!” balas Kevin, “so do yours, Kev”.

Atmosfer menjadi canggung beberapa saat hingga Kevin kembali bersuara “kamu bukannya harus balik ke kamar putri? untuk membantu sang putri bersiap?”

“eh? hah? oh.. iya!!.. iya benar aku harus kembali kerja sebagai pelayan..” Elyna salah tingkah, ia memunggungi Kevin kemudian menoleh lagi, kemudian memunggungi Kevin lagi, kemudian menoleh lagi.

“kenapa, Anna?”

can we... be friends?” jantungnya berdegup kencang, for someone who's never had a friend and never started a relationship like this... such a thrilling moment.

sure! aku bekerja di sekitar istana putri dan I think we can meet more often than before since we know each other now, Ann!

Elyna tersenyum lebar, puas dengan apa yang baru saja ia dengar —jawaban yang sangat diharapkan.

again... thank you, Kevin!

you already said that??

“bukan soal pita, tapi thank you karena udah mau temenan....”

Kevin tersenyum, baginya itu sama sekali bukan hal besar yang layak mendapat ucapan terima kasih. Ia berteman dengan siapa saja dan pertemanan yang baru saja ia setujui bersama Anna pun sama sekali bukan hal yang istimewa. “that's not a big deal!” matanya membentuk sabit ketika ia tersenyum.

anyway, Kevin.. jujur ini pertama kalinya aku lihat kamu.. are you a new gardener? or?” Elyna sedikit memelankan suaranya, yang langsung dijawab oleh Kevin tanpa berpikir panjang “it's my third day”.

pantas saja...

aaah, I see! I have to go now, Kevin! hope see you again super soon!” ucap Elyna meskipun ia ingin berbincang lebih lama dengan Kevin.

“hahahahaha aight!” Kevin membungkuk layaknya seperti menghormati raja, Lagi-lagi membuat gadis itu salah tingkah.

Elyna dengan tergesa kembali meraih tali yang akan membawa dirinya kembali ke kamarnya.