injunoona

anti


Seperti malam-malam sebelumnya, Sunwoo ingin menghabiskan waktu hanya dengan gitar dan pena. Sunwoo berencana untuk menulis apa saja yang ada di benaknya, kemudian ia lantunkan satu persatu kalimat itu sambil diiringi alunan dari gitarnya.

Helaan napasnya panjang, bahunya terasa berat.

Beberapa menit yang lalu Sunwoo sempat membuka laman twitter dan mengetik namanya di kolom pencarian, ramai, ia sedang berulang tahun.

Tapi ia tak bereaksi apapun. Entah apa yang sedang terjadi padanya, entah apa yang diinginkan egonya.

Once upon a time when I was a little boy I was so happy, I was so brave all my wishes were granted hahaha, my parents made it all happen by the way I wanted a toy I wanted a lot of ice cream everything I was the happiest back then

Sampai disitu, tangannya melemah. Ia simpan kembali penanya, ia tatap bait itu beberapa menit.. Sunwoo menghela lagi napasnya yang entah sudah ke berapa kali “Hhhhhh~~”

Dengan seluruh tenaganya yang tersisa, ia kembali mengangkat pena hitamnya.

anyway, now I have a lot of things I can buy anything I want but where's the happiness though? I feel so... empty? like there's a giant wall blocking me like being carried by a huge wave that has nowhere to go

“apa ini yang selama ini gue cari?”

Ia simpan gitar yang sedari tadi berada dipangkuannya di tepian kursi kemudian bangkit, berjalan menuju monitor yang terletak 3 meter di depannya.

Beberapa saat dari itu, ia terkekeh.. karena gambar dirinya sendiri.

Sunwoo kecil yang tinggi badannya belum meraih 170 centi meter, dibalut kostum futsal warna merah kebanggaan sekolah menengah pertamanya. “gue emang ganteng dari dulu ya ternyata”.

Kemudian foto selanjutnya adalah ia yang tersenyum bangga sambil mengangkat tinggi piala kejuaraan sepak bola, masih dengan kostum yang sama. Lalu ada foto dirinya bersama seluruh anggota keluarganya di luar lapangan. Benar, ia sangat bahagia di masa itu.

Tanpa Sunwoo sadari, matanya sudah basah sedari tadi. Ia rindu, ia sangat rindu dirinya yang dulu.

Dirinya yang bisa bebas berekspresi, dirinya yang bisa melakukan banyak hal tanpa dibatasi, dirinya yang bahagia oleh caranya sendiri. Tanpa peduli pandangan orang lain, tanpa takut dicibir oleh ketikan tangan jahil.

Renungan memilukan itu terhenti karena bunyi notifikasi ponselnya tiba-tiba datang membombardir

“ah, udah waktunya ya?”

“Happy birthday Sunwoo-yaa!” “hbd sunwoo!” “bro pibesdey y” Pesan-pesan yang ia baca lewat bar notifikasi dari lock screen nya, di bawah penanda waktu yang menunjukkan 00:00, April 12.

Sesuai ekspektasinya, itu grup The Boyz. Mereka selalu mengucapkan tepat waktu. Jika tidak, biasanya ketiduran.

Tentu saja ucapan terima kasih disertai beberapa emoji yang ia ketik sebagai jawaban. Namun setelah itu.. tak ada apa-apa lagi, hatinya kembali sunyi lagi.

Lagi dan lagi, ia menghela napasnya, kali ini lebih panjang dari sebelumnya.

*** “kenapa?” suara itu tepat di belakang telinga Sunwoo.

Satu kata itu cukup membuat Sunwoo terperanjat. kaget banget anjir kalo masuk kamar orang tuh bilang-bilang napa!!!!.

Yang diomeli malah tertawa tanpa rasa bersalah. Itu Younghoon.

“kenapa? lagi banyak pikiran ya?” Younghoon tetap penasaran.

“nope. enggak. gausah sotoy. enggak tau deh bingung”

“aneh”

“emang”

Younghoon tertawa lagi, “ditungguin tuh di depan.. udah pada kumpul nungguin lo” lanjutnya.

Tak ada respon, Sunwoo diam beberapa saat.

“lagi kangen keluarga?” Younghoon sebisa mungkin mencairkan suasana.

“eh? hah? oh.. engga ini tadi lagi bersihin file foto aja” tangan Sunwoo dengan cekatan menekan tombol “x” merah untuk menutup foto yang masih terbuka di monitor.

“lagi kangen main bola?” tanpa pikir panjang, Younghoon ingin menuntaskan.

“dikit”

“kepikiran lagi?”

Sunwoo kesulitan menjawab, dan Younghoon tak mau mengorek lebih dalam lagi.

“yaudah kalo udah siap lo nyusul aja ya ke ruang depan” Younghoon sudah melangkah menuju keluar.

“bang”

“oit” Younghoon menahan langkahnya di ambang pintu.

“dulu cita-cita gue pengen jadi atlet sepak bola”

“kita semua tau itu, Nu”

“tapi bukan berarti gue orang yang gagal kan bang?”

“maksudnya?”

“orang yang ga berhasil raih cita-cita kan orang yang gagal”

“lo sadar ga sih lo itu siapa? lo Sunwoo! lo The Boyz!” Younghoon kembali masuk ke dalam kamar dan duduk di sofa dekat gitar milik Sunwoo. “lo boleh aja gagal raih impian lo, tapi lo berhasil di bidang yang lain! liat diri lo sekarang!”

Sunwoo menunduk, air matanya jatuh ke kain celananya. “gue ngerasa akhir-akhir ini semakin capek.. gak ada space sama sekali buat diri sendiri”

“liat gue” ucap Younghoon, dan Sunwoo menuruti. “lo bisa terus bahagia, ngerasain ketenangan, saat lo bisa mengontrol diri sendiri..”

“iya bang, gue cuma gelisah.. kangen dikit sama masa lalu”

“terus lo nyesel jadi penyanyi?”

“gak sama sekali. Justru gue jadi belajar, kalo gue pasti bisa kalo mau terus nyoba dan yakin”

“lo sukses, Nu! lo udah berhasil.. lo itu Sunwoo, penyanyi hebat! lo tuh—”

“iya iyaaa! udah gue paham” Sunwoo memotong.

Younghoon berdiri kemudian menghampiri Sunwoo lagi, “Udah buruan keluar, ditungguin”

Younghoon menepuk bahu Sunwoo dua kali sebelum akhirnya ia benar-benar keluar.

Sunwoo kembali termenung.

Belakangan ini ia pikir dirinya tidak bahagia, padahal ia hanya kebingungan. apa aku memilih jalan yang benar? atau aku gagal?.

Namun setelah percakapan singkatnya dengan Younghoon dan tentu setelah ia mau berdamai dengan keadaan dan takdir, Sunwoo menjadi sadar.. Apa yang telah ia pilih adalah memang sudah jalan yang seharusnya.

Ia mungkin tidak mencetak gol pada jaring gawang tim lawan, namun ia berhasil mencetak rekor di banyak chart musik bahkan sekelas billboard sekalipun.

Ia mungkin tidak mendapat sorakan GOLLLL atas tendangannya, namun namanya akan diteriakkan dengan meriah oleh ribuan manusia kala ia bernyanyi dan menari di atas panggung.

Benar, tak ada gunanya merenungi apakah yang sedang ia jalani adalah benar atau salah. Dengan terus berusaha melakukan yang terbaik pun, ia ternyata mampu mencapai versi terbaik dari dirinya. Dirinya yang sekarang.

Pemuda yang baru saja menginjak usia 23 itu, akhirnya melangkahkan kaki menuju ruang tengah. Ia berjalan sambil menatap layar ponselnya yang masih saja dihujani pesan selamat.

“lama banget lo Sunwoo abis ngapain sih?”

Suara nyaring Chanhee berhasil membuat Sunwoo melepas fokus pada ponselnya, “sorry kak, itu tadi balesin chat dulu-”

Belum selesai Sunwoo beralasan, kalimatnya terputus karena ia terkejut...

“SURPRISEEEEE!!!!” sepuluh orang di depannya serentak berteriak.

Sunwoo menutup mulutnya dengan kedua tangan, tanda tak percaya.

Teman-temannya kini menggunakan pakaian futsal lengkap dengan sepatunya.

“ayo buruan, jam sewa lapangannya udah kepotong 10 menit!” protes Haknyeon.

“lapangan?” Sunwoo semakin bingung.

“ayo kita main sebagai bentuk perayaan ulang tahun rapper kita!” Sangyeon mendekat pada Sunwoo lalu memasang topi kerucut kertas berwarna merah di kepalanya.

Sunwoo terkekeh bukan main, “ngapain sih?!!”

“ayo ah cepet!!” kini Changmin yang protes sambil menyerahkan baju yang sama dengan yang ia pakai pada Sunwoo, “pake nya pas nyampe disana aja!”

“Yuk?” Sangyeon merangkul Sunwoo agar segera berjalan keluar, diikuti oleh yang lain.

*** Sepanjang permainan, Sunwoo tak henti berdebar. Ia bahagia, rasa bahagianya masih sama seperti dulu. Ah tidak, mungkin lebih.

Bersama dengan semua anggota keluarga barunya, di atas rumput hijau, berlari berebut bola tanpa memikirkan skor dan apapun. Ia bahagia.

Meski Chanhee terus-terusan mengomel karena lelah. Meski Changmin yang tak henti berteriak karena hal kecil. Meski Hyunjae, Eric dan Haknyeon hanya tertawa tanpa bermain mengikuti aturan. Lalu ada Sangyeon yang terus menghela napas karena bosan menegur mereka yang usil. Di sisi lain ada Juyeon yang gawangnya selalu kebobolan kemudian diomeli oleh Younghoon. Meskipun begitu, Sunwoo tetap bahagia dan bersyukur atas momen ini. Kalau kalian bertanya-tanya bagaimana permainan Kevin dan Jacob... Tak perlu khawatir, karena mereka bermain dengan serius.

Usai permainan, maksudnya setelah waktu sewa lapangan habis, mereka bersebelas berkumpul di tengah. Berpelukan atas dasar memberikan ucapan selamat ulang tahun pada Sunwoo.

Lagi-lagi, Sunwoo bersyukur. Ia sama sekali tidak menyesal telah memilih jalan menjadi seorang penyanyi dan tak akan pernah menyesal telah berada di lingkaran yang sama bersama ke-sepuluh sahabatnya.

“Happy birthday ya, Sunwoo! makasih udah jadi versi diri lo yang terbaik” gumam Sunwoo pada dirinya sendiri, di 12 April ke 23.


#anti


“adekk!! bangun adekk!!!” Younghoon baru saja melangkahkan kaki keluar dari kamar kami. Ia berteriak, menggema di seisi rumah.

“udah biarin aja adek istirahat. Nanti siang adek kan ada les berenang” ucapku sambil membalik telur dadar di atas teflon berwarna ungu muda pada Younghoon yang tetap kekeh pada pendiriannya. Lelaki yang sudah menjadi suamiku selama lima tahun itu masuk ke dalam kamar anak kami, Youngwoo.

“YOUNGHOON!!!!!” kini aku yang teriak.

“mana anak ayah? mana anak ayah?!” suara nyaring dari kamar Youngwoo terdengar jelas oleh indra pendengarku di dapur sini... Younghoon pasti sedang menjahili putranya sendiri dengan tingkah konyolnya.

“ya gusti...” aku merasa kesal, namun tetap cekikikan.


“bangun sayaaang ayoo banguuun” wajah Younghoon dan Youngwoo kini hanya berjarak beberapa sentimeter saja, ia menguyel-uyel pipi putranya yang masih terpejam di atas kasur.

Tubuh kecil yang meringkuk di atas kasur ukuran nomor 3 itu beberapa kali menggeliat, memukul kecil ayahnya, memunggunginya lalu bergumam kecil “ayah ih!!!” dengan pelafalan yang masih kurang jelas. Ia kesal karena tidurnya terganggu.

Namun, Younghoon sangat menyukai itu. Adalah hal favorit baginya ketika sang anak merengek karena ulahnya.

Aku tak dapat menahan rasa menggelitik di perutku kala menyaksikan tingkah mereka dari ambang pintu, sangat lucu. “udah sayang, udah nanti dia malah rewel” ujarku.

Namun Younghoon.....

“Ayah geli tauuw yah...” Younghoon menggerakkan jemari tangannya di telapak kaki Youngwoo.

Tawa Younghoon tetap sama seperti tujuh tahun lalu. Hal yang menjadi sebab kenapa aku bisa jatuh dan menaruh hati padanya. Ah, mari kembali lagi ke cerita utama.

Semakin anaknya dibuat kesal, tawa Younghoon semakin menggelegar. Semakin ia dihujani dengan pukulan kecil dari tangan-tangan mungil itu, semakin ia bersemangat menjahili.

“udah ah udah.. kamu too much! liat muka si adek udah bete” aku bergegas membawa Youngwoo ke pangkuanku. Memeluknya dan mengusap punggungnya. Aku tahu Youngwoo ingin menangis, namun ia urungkan karena ayahnya yang tiba-tiba merengek meminta maaf.

“ayah kira adek gak akan semarah ini.. maaf ya sayang.. huhuuu” ia mengusap rambut Youngwoo pelan —jelas-jelas ia mengusili anaknya setiap hari, mana mungkin tidak tahu.

Younghoon berusaha melakukan kontak mata dengan buah hatinya, sambil memasang wajah memelas. Tapi kini Youngwoo memelukku erat sambil membenamkan wajah di ceruk leherku sebagai bentuk usaha untuk menghindar dari ayahnya.

“udah Younghoon, udah! kamu mandi sana sayang... udah jam berapa ini? mana belom sarapan!”

Younghoon sambil cekikikan melangkah keluar kamar. Membebankan Youngwoo yang murung padaku sepenuhnya. Menyebalkan.


“buka mulutnya sayang, aaaaa” sudah lima kali aku membujuk, namun Youngwoo yang duduk di sebelahku tetap menutup mulutnya, tak mengizinkan telur dadar yang telah kutusuk dengan garpu masuk. Ia masih kesal pada Ayahnya.

Aku memicingkan mata pada Younghoon yang duduk di depanku, menuntut pertanggungjawabannya. Tapi Younghoon malah terlihat menikmati scene ini. Bahu lebarnya bergetar sebagai akibat dari menahan tawa. Ia kemudian melanjutkan kegiatan menyuap telur dadar ke dalam mulutnya seolah tak bersalah.

“kamu sih!” protesku yang membuat Younghoon bergetar lagi.

“udah yaaa.. Ayah berangkat kerja dulu!”

Younghoon bangkit kemudian mengencangkan ikatan dasi biru dongkernya. Tak ada yang menggubris.

“masa semua orang disini musuhin ayah sih? kamu juga ikutan ngambek ya, sayang?” ia mengusak rambutku sengaja.

“kamu kalo bertingkah lagi bisa telat ke kantor, Younghoon!”

“ah masih ada sepuluh menit lagi” matanya melirik penunjuk waktu berwarna silver yang melingkar di tangan kirinya.

Sekarang Younghoon berdiri tepat di belakangku dan Youngwoo, ia membuka lebar tangannya yang panjang untuk merangkul kami berdua ke dalam pelukannya.

“sun dulu dong, ayah kan mau berangkat!” Ia mengecup pipiku tanpa aba-aba. Namun ketika wajahnya mendekati Youngwoo, anak itu menepisnya.

Younghoon kini merengek, seperti biasanya. Ia menghentak-hentak kakinya berulang demi mencuri perhatian Youngwoo.

“HELLOOOOO ADEKK?”

“rasain” kataku.

“eh ayo ini udah tinggal lima menit lagi!!! sun dulu Ayahnya sebelum berangkat!”

Youngwoo masih menekuk wajahnya, tak mau melirik ke sang ayah sama sekali.

“Ayah nangis nih, dek!” template.

“udah sana berangkat aja sayang.. nanti telat!”

“tapi adek belum sun aku” suaranya gemetaran. Ia cemberut saat aku menoleh padanya.

“yaampun.. nanti juga dia lupa pas kamu pulang. Sekarang emang masih ngantuk aja kayaknya sayang”

“Tapi, Bun”

“udah”

Younghoon menekuk wajahnya, ini terlalu menyedihkan. Ia menghela napas panjang, merasa tidak dimaafkan, merasa ada yang kurang jika tak mendapat cium dari Youngwoo.

Apa boleh buat, Younghoon akhirnya berangkat juga. Tanpa cium, tanpa dadah dari sang buah hati.

Message 10:21AM Ayahnya Youngwoo

sayang, aku ga fokus kerja aku susulin kalian ke tempat les adek shareloc sekarang pokoknya harus di sun dulu sama adek


#anti.

from Sunwoo pacar brondong universe.


“cepetan mandi dulu!” Kakak melepas pelukannya dengan Sunwoo setelah beberapa menit.

“lho? kakak bilang mau peluk aku ih!!!”

“ya gak cuma itu doang!”

“terus mau ngapain lagi, kak?”

“mandi aja cepet!! kita makan ke perempatan jalan dadali”

“Kakak gak bosen apa makan disana mulu?”

“BURUAN AHH!!!”

Tanpa perlawanan lain, Sunwoo melangkah ke arah kamar mandi meninggalkan Kakak yang kini duduk di atas kasur untuk menunggunya.

Tak membutuhkan waktu lama, Sunwoo akhirnya keluar sambil mengusak rambut basahnya dengan handuk kering.

“ih ini kalo aku menggigil kamu yang tanggung jawab ya, Kak!”

“tinggal kupeluk lagi aja!”

“idiiiih”

“gamau?”

“ya mau, hehehe” barisan gigi kecilnya ia pamerkan.

“aku tungguin di luar ya! cepetan pake jaketnya!”

Sunwoo tak merespon apa pun selain dehaman. Pemuda 23 tahun itu sudah membulatkan niat untuk menuruti apa saja yang diinginkan pacarnya.

Dengan mata yang setengah mengantuk, Sunwoo tetap menggumamkan lirik Tutur Batin dari Yura Yunita yang terputar shuffle dari ponsel kakak. Matanya menelisik ke arah jalanan yang terang karena gemerlap cahaya lampu jalan digabung dengan lampu kendaraan. Kakak yang duduk di kursi kemudi tidak membuka obrolan sama sekali.. ia hanya membiarkan Sunwoo yang sedang kacau menikmati waktunya.

Meski netranya fokus untuk mengemudikan Honda Brio merah miliknya, namun Kakak menyadari ada beberapa isakkan dari Sunwoo-nya. Tidak mau bertanya, Kakak paham betul dan mewajarkan situasi pacarnya sekarang.. Ia mengusap lengan Sunwoo sekilas kemudian kembali menggenggam setir.

Sunwoo juga tak bicara. Ia beberapa kali menghapus air mata di pipinya. sebetulnya ia coba menahan itu agar tak jatuh, namun tak bisa.

aku tak sempurna, tak perlu sempurna.. akan kurayakan apa adanya..

Begitu tutur Yura Yunita yang menusuk tepat pada pusat rasa sakit dan jengkel Sunwoo. Dunia dan society seakan tak adil dan tak pernah sama sekali memihak padanya.

Mengunjungi rumah sanak saudara seolah menjadi hal yang akan membunuh karena ia tak bisa menghindar dari pertanyaan paman dan bibi nya, “gimana Sunwoo, sekarang kerja dimana?”, “loh belum dapat kerja? bukannya wisuda mu itu udah 6 bulan?”, yang pada akhirnya hanya akan ia respon dengan senyum terpaksa dan hati yang tergores oleh kata.

Tak hanya itu, membuka sosial media dan melihat kehidupan teman-temannya yang bak jalanan baru diaspal alias mulus tanpa celah.. membuatnya menciut bukan main. Menerima banyak undangan pernikahan bagaikan mendapat teguran tak langsung, temanmu yang A sudah bisa menggelar pesta mewah, temanmu yang B sudah bekerja hingga memberangkatkan anggota keluarganya umrah.. kamu udah punya apa, Sunwoo? kamu udah memberi dampak apa, Sunwoo?.

Ratusan pesan terkirim dari surel nya seakan tak berharga bagi staff personalia, padahal ia susah payah serasa mau mati demi menambah 3 huruf di belakang namanya dan mengantongi selembar kertas bernama ijazah.

Bohong jika ia bilang bahwa dirinya baik-baik saja dan menerima keadaan pahit yang menimpanya. Ia marah, frustasi dan benci dirinya sendiri seolah tak ada manusia yang lebih payah darinya.

“liat aku!”

Setelah menepikan mobilnya, Kakak meraih tangan kanan Sunwoo lalu menggenggamnya. Sekarang wajah kacau Sunwoo menoleh ke arah kakak.

Ia hapus beberapa titik air mata di kedua pipi Sunwoo, “nah udah, sekarang udah balik ganteng”

Sunwoo tak dapat menahan senyumnya, “lebay deh!” katanya.

“kemarin aku beli lagi tuh somay yang di deket kantorku, terus si abangnya nanya apa coba?” tanya kakak.

“apa?”

“kok sendirian mbak? pacarnya YANG BAIK itu kemana?”

Sunwoo tersenyum lagi, “terus kakak jawab gimana?”

“aku jawab gini 'pacarku lagi interview kerja bang, doain yaa!”

Sunwoo menunduk, kata 'interview kerja' itu terdengar sangat menyedihkan di telinganya.

“terus abangnya bilang 'iya abang doain, kan pacar mbak udah baik mau borong somay kemaren!'... Sunwoo, jangan nunduk! liat aku!”

Kakak menangkup wajah Sunwoo dengan kedua tangannya kemudian ia tatap.

“kamu itu berguna” ucapnya yang membuat Sunwoo mengerjap, “kamu boleh istirahat, kamu boleh capek, kamu boleh nangis! tapi kamu ga boleh ngerasa gak berguna dan gak layak”

Mata Sunwoo kembali berair, namun ia tahan sebisa mungkin agar tak kembali membasahi kedua pipinya.

“kamu inget waktu malam minggu beberapa bulan yang lalu, kamu bantuin nenek tua nyebrang jalan?”

Sunwoo mengangguk.

“terus kamu inget dulu jam satu pagi keliling kota nyari tempat cetak spanduk buat acara club musik kampus? karena kamu gak tega kalo ngasih tugas itu ke anggota yang lain?”

Sunwoo mengangguk lagi.

“inget gak tempo hari waktu kita makan malem, kamu pesen nasi goreng 3 porsi.. ternyata satu porsinya kamu kasihin ke ibu-ibu yang pake kostum badut doraemon di sebrang jalanan. Terus kita berakhir makan malam bertiga satu meja?” Kakak terkekeh karena memori itu sangat lucu bagi dia.

Sunwoo tersenyum, “inget”.

“oh dan nenekmu, yang selalu telfon setiap hari cuma demi denger suara kamu.. cuma demi tau kabar kamu. Apa kamu sehat, apa kamu makan banyak”

Kakak mengusap perlahan rambut sunwoo yang belum kering sepenuhnya,

“dan aku.. aku yang selalu ngerasa nyaman di sekitar kamu, aku yang gak pernah ngebayangin gimana jadinya kalo gaada kamu”

Sunwoo menatap Kakak, air di pelupuk matanya kini lolos dari pertahanan.. “makasih kak”.

“kamu itu udah jadi orang yang berguna.. hal-hal kecil yang kamu lakuin itu bisa berarti besar buat orang lain tanpa kamu sadari dan tanpa mereka bilang. Mungkin mereka diem-diem doain kamu? doain kesuksesan kamu, kebahagiaan kamu.. yang penting kamu udah usaha, kamu udah ngelakuin sekuat yang kamu mampu. Sisanya biar Tuhan yang tolong, lewat kekuatan doa. Aku doain kamu, nenek doain kamu, orang-orang yang kamu bantu juga doain kamu... tinggal tunggu waktu yang tepat aja. Capek gapapa, istirahat aja.. asal jangan menyerah”

Sunwoo menyeka air matanya yang selama Kakak berbicara tak henti meluncur di kedua pipinya.

“gapapa kalo nangis ya nangis aja sayang”

“aku nih letoy banget ya kak? untung aku punya kamu” ia terkekeh sambil masih berkutik dengan mata basahnya.

“engga, kamu jagoan.” kakak tersenyum memamerkan giginya, membuat Sunwoo tergelitik karena entah kenapa pemandangan itu sangat menggemaskan buatnya.

Tanpa meminta izin, Sunwoo kembali memeluk Kakak. Kekasihnya, penguatnya, pendampingnya, dunianya, untuk menyalurkan rasa terima kasih dan memberi tahu Kakak bahwa dirinya sekarang baik-baik saja tanpa memberi tahunya secara langsung.

“aku sayang banget sama Kakak”

“aku tau, aku juga”

*** “ayam kremes sambel ijo nya 2 ya, bang!”

Ucap Sunwoo sebelum dia dan kakak sepenuhnya duduk di kursi plastik di dalam kios kecil di jalan dadali. Sedang ada pengamen jalanan yang Sunwoo prediksi berusia belasan..

“kamu udah makan malam?” tanya Sunwoo pada anak itu, dan gelengan yang ia dapat sebagai jawaban.

“bang, ayam kremes nya tambah satu porsi!” Sunwoo setengah berteriak kemudian mengajak pengamen kecil itu duduk bersama dengannya dan kakak.

Kakak yang sudah terbiasa pun hanya terkekeh kecil, baru aja dibahas.

“makasih ya kak, semoga kakak rejeki nya dilancarkan”

Anak itu berlalu sambil menenteng dua kantong plastik berisikan makanan yang Sunwoo belikan untuk adiknya, kak boleh ga aku makannya di rumah aja? adikku juga mau makan ayamkamu abisin aja dulu, nanti adikmu kakak beliin lagi!.

Sunwoo dan kakak berjalan berdampingan menuju ke parkiran, dengan tubuh kakak yang tak lepas dari rangkulan Sunwoo. Malam semakin larut, namun jalan dadali semakin ramai.

Gedung-gedung pencakar langit yang terlihat dari jalan pinggiran kota ini semakin menampakkan tingkat kesenjangan.

Orang-orang dengan ekonomi menengah seperti ayah bergaji umr yang mengajak keluarga kecilnya makan malam, pemuda berusia akhir 20an yang baru pulang bekerja, serta pacar pengangguran yang masih belum mampu membelikan pasangannya makan malam mewah di hotel berbintang [termasuk Sunwoo] meramaikan jalan dadali setiap malamnya.

Berbeda dengan orang-orang di dalam gedung sana yang bayangannya dapat Sunwoo lihat dari bawah sini. Mengenakan pakaian formal seperti akan menghadiri konferensi antar negara.. Ia tahu betul bahwa tak sembarang orang bisa masuk dan makan disana.

“Kak”

Kakak mendongak untuk menatap mata Sunwoo, “hm?”

“nanti aku ajak kamu makan disana” tangannya menunjuk ke arah gedung tadi.

“harus lah”

“loh kirain bakal mencegah terus bilang 'aku seneng makan angkringan juga'?”

“mau juga kesana sekali-kali”

“waduhhh.. harus masukin lamaran kemana lagi ya aku?”

Keduanya tertawa lepas karena candaan yang tak seberapa itu.

“aku bakal tagih terus ya!” metanya menyipit seolah mengancam pada Sunwoo, dan Sunwoo hanya mengiya-iyakan.

Momen seperti ini akan selalu sunwoo syukuri. Berbagi cerita dengan kakak, bertukar pikiran bersama kakak, saling memberi afeksi dengan kakak, menjadi cintanya kakak.

Semakin hari ia semakin ingin. Ingin cepat melangkah menjadi dirinya yang benar-benar manusia, agar bisa selamanya menggenggam tangan kekasihnya yang selalu ada disampingnya bahkan disaat ia berada di titik terendahnya.

Jangankan makan doang, kamu minta aku belikan gedungnya pun bakal aku kasih, Kak.

-end


#anti

from Sunwoo pacar brondong universe.


“cepetan mandi dulu!” Kakak melepas pelukannya dengan Sunwoo setelah beberapa menit.

“lho? kakak bilang mau peluk aku ih!!!”

“ya gak cuma itu doang!”

“terus mau ngapain lagi, kak?”

“mandi aja cepet!! kita makan ke perempatan jalan dadali”

“Kakak gak bosen apa makan disana mulu?”

“BURUAN AHH!!!”

Tanpa perlawanan lain, Sunwoo melangkah ke arah kamar mandi meninggalkan Kakak yang kini duduk di atas kasur untuk menunggunya.

Tak membutuhkan waktu lama, Sunwoo akhirnya keluar sambil mengusak rambut basahnya dengan handuk kering.

“ih ini kalo aku menggigil kamu yang tanggung jawab ya, Kak!”

“tinggal kupeluk lagi aja!”

“idiiiih”

“gamau?”

“ya mau, hehehe” barisan gigi kecilnya ia pamerkan.

“aku tungguin di luar ya! cepetan pake jaketnya!”

Sunwoo tak merespon apa pun selain dehaman. Pemuda 23 tahun itu sudah membulatkan niat untuk menuruti apa saja yang diinginkan pacarnya.

Dengan mata yang setengah mengantuk, Sunwoo tetap menggumamkan lirik Tutur Batin dari Yura Yunita yang terputar shuffle dari ponsel kakak. Matanya menelisik ke arah jalanan yang terang karena gemerlap cahaya lampu jalan digabung dengan lampu kendaraan. Kakak yang duduk di kursi kemudi tidak membuka obrolan sama sekali.. ia hanya membiarkan Sunwoo yang sedang kacau menikmati waktunya.

Meski netranya fokus untuk mengemudikan Honda Brio merah miliknya, namun Kakak menyadari ada beberapa isakkan dari Sunwoo-nya. Tidak mau bertanya, Kakak paham betul dan mewajarkan situasi pacarnya sekarang.. Ia mengusap lengan Sunwoo sekilas kemudian kembali menggenggam setir.

Sunwoo juga tak bicara. Ia beberapa kali menghapus air mata di pipinya. sebetulnya ia coba menahan itu agar tak jatuh, namun tak bisa.

aku tak sempurna, tak perlu sempurna.. akan kurayakan apa adanya..

Begitu tutur Yura Yunita yang menusuk tepat pada pusat rasa sakit dan jengkel Sunwoo. Dunia dan society seakan tak adil dan tak pernah sama sekali memihak padanya.

Mengunjungi rumah sanak saudara seolah menjadi hal yang akan membunuh karena ia tak bisa menghindar dari pertanyaan paman dan bibi nya, “gimana Sunwoo, sekarang kerja dimana?”, “loh belum dapat kerja? bukannya wisuda mu itu udah 6 bulan?”, yang pada akhirnya hanya akan ia respon dengan senyum terpaksa dan hati yang tergores oleh kata.

Tak hanya itu, membuka sosial media dan melihat kehidupan teman-temannya yang bak jalanan baru diaspal alias mulus tanpa celah.. membuatnya menciut bukan main. Menerima banyak undangan pernikahan bagaikan mendapat teguran tak langsung, temanmu yang A sudah bisa menggelar pesta mewah, temanmu yang B sudah bekerja hingga memberangkatkan anggota keluarganya umrah.. kamu udah punya apa, Sunwoo? kamu udah memberi dampak apa, Sunwoo?.

Ratusan pesan terkirim dari surel nya seakan tak berharga bagi staff personalia, padahal ia susah payah serasa mau mati demi menambah 3 huruf di belakang namanya dan mengantongi selembar kertas bernama ijazah.

Bohong jika ia bilang bahwa dirinya baik-baik saja dan menerima keadaan pahit yang menimpanya. Ia marah, frustasi dan benci dirinya sendiri seolah tak ada manusia yang lebih payah darinya.

“liat aku!”

Setelah menepikan mobilnya, Kakak meraih tangan kanan Sunwoo lalu menggenggamnya. Sekarang wajah kacau Sunwoo menoleh ke arah kakak.

Ia hapus beberapa titik air mata di kedua pipi Sunwoo, “nah udah, sekarang udah balik ganteng”

Sunwoo tak dapat menahan senyumnya, “lebay deh!” katanya.

“kemarin aku beli lagi tuh somay yang di deket kantorku, terus si abangnya nanya apa coba?” tanya kakak.

“apa?”

“kok sendirian mbak? pacarnya YANG BAIK itu kemana?”

Sunwoo tersenyum lagi, “terus kakak jawab gimana?”

“aku jawab gini 'pacarku lagi interview kerja bang, doain yaa!”

Sunwoo menunduk, kata 'interview kerja' itu terdengar sangat menyedihkan di telinganya.

“terus abangnya bilang 'iya abang doain, kan pacar mbak udah baik mau borong somay kemaren!'... Sunwoo, jangan nunduk! liat aku!”

Kakak menangkup wajah Sunwoo dengan kedua tangannya kemudian ia tatap.

“kamu itu berguna” ucapnya yang membuat Sunwoo mengerjap, “kamu boleh istirahat, kamu boleh capek, kamu boleh nangis! tapi kamu ga boleh ngerasa gak berguna dan gak layak”

Mata Sunwoo kembali berair, namun ia tahan sebisa mungkin agar tak kembali membasahi kedua pipinya.

“kamu inget waktu malam minggu beberapa bulan yang lalu, kamu bantuin nenek tua nyebrang jalan?”

Sunwoo mengangguk.

“terus kamu inget dulu jam satu pagi keliling kota nyari tempat cetak spanduk buat acara club musik kampus? karena kamu gak tega kalo ngasih tugas itu ke anggota yang lain?”

Sunwoo mengangguk lagi.

“inget gak tempo hari waktu kita makan malem, kamu pesen nasi goreng 3 porsi.. ternyata satu porsinya kamu kasihin ke ibu-ibu yang pake kostum badut doraemon di sebrang jalanan. Terus kita berakhir makan malam bertiga satu meja?” Kakak terkekeh karena memori itu sangat lucu bagi dia.

Sunwoo tersenyum, “inget”.

“oh dan nenekmu, yang selalu telfon setiap hari cuma demi denger suara kamu.. cuma demi tau kabar kamu. Apa kamu sehat, apa kamu makan banyak”

Kakak mengusap perlahan rambut sunwoo yang belum kering sepenuhnya,

“dan aku.. aku yang selalu ngerasa nyaman di sekitar kamu, aku yang gak pernah ngebayangin gimana jadinya kalo gaada kamu”

Sunwoo menatap Kakak, air di pelupuk matanya kini lolos dari pertahanan.. “makasih kak”.

“kamu itu udah jadi orang yang berguna.. hal-hal kecil yang kamu lakuin itu bisa berarti besar buat orang lain tanpa kamu sadari dan tanpa mereka bilang. Mungkin mereka diem-diem doain kamu? doain kesuksesan kamu, kebahagiaan kamu.. yang penting kamu udah usaha, kamu udah ngelakuin sekuat yang kamu mampu. Sisanya biar Tuhan yang tolong, lewat kekuatan doa. Aku doain kamu, nenek doain kamu, orang-orang yang kamu bantu juga doain kamu... tinggal tunggu waktu yang tepat aja. Capek gapapa, istirahat aja.. asal jangan menyerah”

Sunwoo menyeka air matanya yang selama Kakak berbicara tak henti meluncur di kedua pipinya.

“gapapa kalo nangis ya nangis aja sayang”

“aku nih letoy banget ya kak? untung aku punya kamu” ia terkekeh sambil masih berkutik dengan mata basahnya.

“engga, kamu jagoan.” kakak tersenyum memamerkan giginya, membuat Sunwoo tergelitik karena entah kenapa pemandangan itu sangat menggemaskan buatnya.

Tanpa meminta izin, Sunwoo kembali memeluk Kakak. Kekasihnya, penguatnya, pendampingnya, dunianya, untuk menyalurkan rasa terima kasih dan memberi tahu Kakak bahwa dirinya sekarang baik-baik saja tanpa memberi tahunya secara langsung.

“aku sayang banget sama Kakak”

“aku tau, aku juga”

*** “ayam kremes sambel ijo nya 2 ya, bang!”

Ucap Sunwoo sebelum dia dan kakak sepenuhnya duduk di kursi plastik di dalam kios kecil di jalan dadali. Sedang ada pengamen jalanan yang Sunwoo prediksi berusia belasan..

“kamu udah makan malam?” tanya Sunwoo pada anak itu, dan gelengan yang ia dapat sebagai jawaban.

“bang, ayam kremes nya tambah satu porsi!” Sunwoo setengah berteriak kemudian mengajak pengamen kecil itu duduk bersama dengannya dan kakak.

Kakak yang sudah terbiasa pun hanya terkekeh kecil, baru aja dibahas.

“makasih ya kak, semoga kakak rejeki nya dilancarkan”

Anak itu berlalu sambil menenteng dua kantong plastik berisikan makanan yang Sunwoo belikan untuk adiknya, kak boleh ga aku makannya di rumah aja? adikku juga mau makan ayam -kamu abisin aja dulu, nanti adikmu kakak beliin lagi!.

Sunwoo dan kakak berjalan berdampingan menuju ke parkiran, dengan tubuh kakak yang tak lepas dari rangkulan Sunwoo. Malam semakin larut, namun jalan dadali semakin ramai.

Gedung-gedung pencakar langit yang terlihat dari jalan pinggiran kota ini semakin menampakkan tingkat kesenjangan.

Orang-orang dengan ekonomi menengah seperti ayah bergaji umr yang mengajak keluarga kecilnya makan malam, pemuda berusia akhir 20an yang baru pulang bekerja, serta pacar pengangguran yang masih belum mampu membelikan pasangannya makan malam mewah di hotel berbintang [termasuk Sunwoo] meramaikan jalan dadali setiap malamnya.

Berbeda dengan orang-orang di dalam gedung sana yang bayangannya dapat Sunwoo lihat dari bawah sini. Mengenakan pakaian formal seperti akan menghadiri konferensi antar negara.. Ia tahu betul bahwa tak sembarang orang bisa masuk dan makan disana.

“Kak”

Kakak mendongak untuk menatap mata Sunwoo, “hm?”

“nanti aku ajak kamu makan disana” tangannya menunjuk ke arah gedung tadi.

“harus lah”

“loh kirain bakal mencegah terus bilang 'aku seneng makan angkringan juga'?”

“mau juga kesana sekali-kali”

“waduhhh.. harus masukin lamaran kemana lagi ya aku?”

Keduanya tertawa lepas karena candaan yang tak seberapa itu.

“aku bakal tagih terus ya!” metanya menyipit seolah mengancam pada Sunwoo, dan Sunwoo hanya mengiya-iyakan.

Momen seperti ini akan selalu sunwoo syukuri. Berbagi cerita dengan kakak, bertukar pikiran bersama kakak, saling memberi afeksi dengan kakak, menjadi cintanya kakak.

Semakin hari ia semakin ingin. Ingin cepat melangkah menjadi dirinya yang benar-benar manusia, agar bisa selamanya menggenggam tangan kekasihnya yang selalu ada disampingnya bahkan disaat ia berada di titik terendahnya.

Jangankan makan doang, kamu minta aku belikan gedungnya pun bakal aku kasih, Kak.

-end


#anti

—— from sunwoo pacar brondong universe


“janji takkan kemana-mana” ▪︎ ▪︎ ▪︎ Sunwoo mengerjap karena kakak mengetuk kaca jendela mobilnya. Pemuda itu dalam sedetik langsung membuka matanya lebar dan menoleh ke arah sumber suara... Ia hampir tertidur di bangku kemudi. Dengan nyawa yang masih belum terkumpul, Sunwoo bergegas membuka kunci agar pacarnya bisa masuk.

“aku ngagetin yaa? maaf..” ucap kakak dengan rasa bersalahnya, ia bahkan mengucapkan itu sebelum sepenuhnya duduk di samping Sunwoo.

Setelah duduk, ia menatap pacarnya yang sedang mengucek mata dengan tatapan kasihan.

“udah kak jangan liatin muluu! akunya jelek!”

“aku bilang juga apaa.. aku bisa pergi sendiri pake taksi sayaang, kamu kan cape abis ngerjain tugas sampe begadang berhari-hari” ia mengusak rambut Sunwoo yang sudah berantakkan dari sebelum ia acak-acak.

“kak....” matanya membulat, tubuhnya menyamping ke kiri dan memusatkan seluruh atensi pada kakak yang duduk di passenger seat, “aku kan udah bilang ribuan kali kalo kakak tuh harus ngerepotin aku? aku suka kakak repotin, aku suka kakak mintain tolong... tandanya kakak mengandalkan aku!”.

“lucu bangettt siiiih!” Kakak mengusap pipi kiri Sunwoo dengan gemas kemudian meraih kedua tangan pacarnya itu, menggenggamnya lalu memberi kecupan disana “yaudah sekarang biar kakak yang nyetir.. kamu tidur aja, sini tukeran duduknya”.

“bentar, aku mau gini dulu” ucap Sunwoo sambil mengusap tangan kakak yang kini balik ia genggam.. sekarang posisi mereka saling berhadapan, dan tatapan mata mereka saling mengunci “aku mimpi apa yaa sampe bisa jadi pacar kakak”.

Yang lebih tua hanya tersenyum, karena tahu Sunwoo belum selesai dengan kalimatnya.

“kakak pinter, mandiri, pekerja keras... kok bisa ya aku menembus benteng pertahanan kakak? aku gak pake pelet kok, sumpah deh!”

Kakak terkekeh sepersekian detik setelah ucapan ngasal itu, “apa sih??? hahahaha.. ya kamu ga ngapa-ngapain juga akunya udah naksir..”.

“kak....”

“apa?”

“jangan kemana-mana dulu, ya?”

“loh aku ga kemana-mana ini ada di sebelah kamuuuu”

“maksud aku tuh.. ya kakak tau maksud aku! jangan pergi kemana-mana dulu, aku belum bisa kasih apa-apa buat kakak... selain eksistensi aku”

“itu juga udah cukup kok buat aku, sayang”

“tapi buat aku belum, kak.. aku mau kakak repotin kan tadi kubilang”

“repotin gimana contohnya?”

“repotin aku dengan cara abisin duitku? pake duitku buat beliin kakak rumah, buat beliin kakak perhiasan yang buanyaaaak, buat beliin anak kita popok”

Kakak terkekeh lagi setelah mendengar itu sampai Sunwoo bisa merasakan getarannya.

“aku serius lho kakkk!!! jangan sepele-in”

“iyaaa, emang siapa yang anggep kamu gak serius?”

Sunwoo mengedipkan matanya beberapa kali sambil menekuk bibir tebalnya, yang dengan otomatis membuat tangan kakak tergerak mendaratkan cubitan di hidung mancung lelaki itu. Biasanya Sunwoo akan protes “ihhh stop cubit-cubit”, tapi kali ini dia diam, tidak seperti biasanya.

“kamu tuh kenapaaa tiba-tiba gini? lagi cape, ya?”, Sunwoo menggelengkan kepalanya... “aku gak cape.. cuma gak ingin kakak pergi aja”.

Sunwoo dengan sengaja menjatuhkan kepalanya di bahu kakak, menghela napas kemudian diam beberapa detik hingga bersuara lagi.

“kalau lagi sama kakak, gatau kenapa kaya tentraaaam banget.. aku yang sekarang lagi cape nugas pun malah nawarin diri buat anter kakak kesini, ya itu karena obat capeknya aku tuh kamu”

“tadi katanya gak cape?” ucapnya dengan usil.

“iiiiiih kak!” Sunwoo mengusak kepalanya dibahu sang pacar dengan sengaja sebagai bentuk protes.

“hahahaha iyaaa sayang... bilang ke aku ya kalo cape. nanti aku obatin” Kakak mengusap surai Sunwoo pelan dan membiarkan pacarnya bersandar di bahunya selama yang ia mau.

Sunwoo memang anak usil dan memiliki aura menyenangkan, namun ia beri izin kakak untuk mengetahui sisi dirinya yang lain. Sunwoo yang mengeluh, Sunwoo yang menangis, Sunwoo yang haus afeksi..... Pun sebaliknya, Sunwoo akan selalu ada dikala kakak sedang berada di titik terendahnya. Mereka saling melengkapi dan mengisi satu sama lain, makanya Sunwoo sering bilang “sekarang aku udah ada ditahap gak bisa kalau tanpa kakak...”. Terdengar klise namun ia sungguh-sungguh mengatakannya.

Sunwoo mendongak menatap mata kakak, dan yang lebih tua hanya fokus menatap ke luar mobil sambil memainkan rambut Sunwoo yang masih bersandar di bahunya.

“Kak..”

“hm?” Kakak menoleh dan mata mereka bertemu

“Sunwoo ih!” mata yang lebih tua melotot karena terkejut bukan main setelah kecupan singkat mendarat di bibirnya. Memang ini bukan kali pertama, namun tetap saja sensasi kejutnya masih sama.

Sunwoo hanya terkekeh kemudian mencubit gemas kedua pipi kakak, “cape ku langsung ilaaaaang”

“iiih! lepaaahs” suara kakak menjadi tak jelas karena pipinya yang ditarik tanpa ampun, dan pelakunya sangat puas melihat itu.

“udahhhh ih! ayo pulang!... sini kamu pindah, biar aku yang nyetir”

“kakak aja yg pindah, sini” lelaki itu menepuk-nepuk pahanya yang tak tertutup.

“jangan macem-macem, Sunwoo!” lagi-lagi Sunwoo dipelototi.

Sunwoo terbahak, pacarnya yang seperti itu terlihat sangat lucu di matanya. Pacarnya yang seperti itu membuatnya ingin lebih mengusilinya.

“sini ah cepet!!”

Tanpa persetujuan orang yang duduk di sebelah kirinya, Sunwoo menariknya hingga kini wanita itu duduk di pangkuannya. Sedetik setelah itu Sunwoo memundurkan kursi sehingga kakak tidak terlalu sesak berada di pangkuannya.

“kamu ih!!!” Kakak terkekeh dan menyembunyikan wajahnya di bahu Sunwoo yang dilapisi katun combed hitam, wanginya menyeruak membuatnya tersenyum karena ia selalu suka Sunwoo yang beraroma citrus.

“geli kak!!” Sunwoo mendorong kakak menjauh dan kini mereka saling menatap, hening beberapa saat hingga Sunwoo menangkup kedua pipi kakak dengan ke-sepuluh jemarinya yang lentik.

“cantik banget...”

Meski sudah ada rona pink di atas pipi kakak karena cream blush yang ia pakai sore tadi, namun Sunwoo bisa tahu persis bahwa ada rona alami muncul karena kakak merasa malu setelah ia puji.

“padahal aku udah sering bilang kalo kakak cantik.. kok masih malu?”

“ya gatau... kok aku malu ya?”

“kakak cantik banget banget banget sedunia gak ada yang lebih cantik dari kakak!.. malu gak?”

“itu mah lebayyyyyy!”

Kembali hening.. hanya mereka yang saling mengunci tatap dan suara deru napas yang saling bersautan, kemudian detak jantung yang sama-sama mereka rasakan. Entah kenapa atmosfer menjadi sangat mendebarkan.

Sunwoo membelai halus pipi kakak kemudian menarik wajah wanitanya itu mendekat kepadanya, keduanya memejamkan mata seraya semakin dekatnya jarak antara mereka dan akhirnya mereka bertaut tanpa ada spasi.

Ditengah momen itu, kakak dengan sebelah pihak melepas ciuman Sunwoo karena kesadarannya, “emang gapapa kalo kita ciuman disini?”, dan Sunwoo terkekeh sepersekian detik setelahnya. Terlebih melihat pewarna pink plum di bibir pacarnya kini belepotan kesana kemari, ibu jari Sunwoo mengusap pelan bibir bawah kakak untuk sedikit merapikan kekacauan yang telah ia perbuat.

“jangan ketawa aja ihhh!”

Tanpa pedulikan protes sang pacar, Sunwoo merangkul pinggang kakak untuk lebih mendekatkan wanitanya padanya.. “gapapa kakak, tanggung tauuu”, dan keduanya terkekeh bersamaan.

Dengan napas yang masih terengah, kakak mengalungkan tangan di leher lelakinya hingga kain satin berwarna biru electric yang membalut tangannya sedikit menggelitik Sunwoo.

Tanpa membuang waktu, mereka kembali melanjutkan aktivitas menyenangkan tadi. Saling mengecup, mengecap, meraba dan bertukar cinta.

Momen mendebarkan ini adalah salah satu bagaimana mereka mengekspresikan kasih, selalu berkesan karena keduanya meluapkan sayang satu sama lain dengan saling memberi afeksi.

Setelah berselang lama, Sunwoo membuka matanya kemudian memelankan temponya menciumi kakak, dan kakak sadar akan hal itu.. “kenapa sayang?”

“kakak suka?”

Jangankan menjawab pertanyaan Sunwoo, bernapas dengan normal saja dia masih kesulitan..

“kok diem?”

“aku malu tauuuu” —bugh tangan kanannya memukul pelan dada bidang Sunwoo.

“aku cuma tanya ajaaa kakak sayaang... suka engga ciuman sama aku?”

“bodo amat ih aku gamau jawaaaab!!!”

Belum merespon protes dari kakak, mata Sunwoo mengerjap karena ada sinar menusuk matanya. “kak, peluk aku ya.. pegangan yang kenceng”

“hah kenapa?” kakak kebingungan bukan main.

“KITA HARUS KABUR INI KETAUAN SECURITY!!!”

Sunwoo tanpa pikir panjang menancap gas dan melaju kencang keluar dari basement dengan kakak yang masih duduk dipangkuannya dan memeluknya dengan erat. Gak usah dibayangin gimana repotnya... intinya Sunwoo hah heh hoh banget nyalain mesin, ngatur gigi dll sebelum security di ujung basement nyamperin.

Tawa mereka pecah setelah berhasil keluar dari basement dan lepas dari jangkauan security.

“kamu sihhh.. kata aku jangan disana ih!!” kini kakak sudah kembali duduk di kursi penumpang.

“yaudah lah kak, udah terjadi ini hahahaha”

“by the way aku suka..”

“apa kak?... OH. UDAH GAUSAH DIBAHAS SEKARANG IH AKUNYA JADI SALTINGGG!!!”


#anti

—— from sunwoo pacar brondong universe


“janji takkan kemana-mana” ▪︎ ▪︎ ▪︎ Sunwoo mengerjap karena kakak mengetuk kaca jendela mobilnya. Pemuda itu dalam sedetik langsung membuka matanya lebar dan menoleh ke arah sumber suara... Ia hampir tertidur di bangku kemudi. Dengan nyawa yang masih belum terkumpul, Sunwoo bergegas membuka kunci agar pacarnya bisa masuk.

“aku ngagetin yaa? maaf..” ucap kakak dengan rasa bersalahnya, ia bahkan mengucapkan itu sebelum sepenuhnya duduk di samping Sunwoo.

Setelah duduk, ia menatap pacarnya yang sedang mengucek mata dengan tatapan kasihan.

“udah kak jangan liatin muluu! akunya jelek!”

“aku bilang juga apaa.. aku bisa pergi sendiri pake taksi sayaang, kamu kan cape abis ngerjain tugas sampe begadang berhari-hari” ia mengusak rambut Sunwoo yang sudah berantakkan dari sebelum ia acak-acak.

“kak....” matanya membulat, tubuhnya menyamping ke kiri dan memusatkan seluruh atensi pada kakak yang duduk di passenger seat, “aku kan udah bilang ribuan kali kalo kakak tuh harus ngerepotin aku? aku suka kakak repotin, aku suka kakak mintain tolong... tandanya kakak mengandalkan aku!”.

“lucu bangettt siiiih!” Kakak mengusap pipi kiri Sunwoo dengan gemas kemudian meraih kedua tangan pacarnya itu, menggenggamnya lalu memberi kecupan disana “yaudah sekarang biar kakak yang nyetir.. kamu tidur aja, sini tukeran duduknya”.

“bentar, aku mau gini dulu” ucap Sunwoo sambil mengusap tangan kakak yang kini balik ia genggam.. sekarang posisi mereka saling berhadapan, dan tatapan mata mereka saling mengunci “aku mimpi apa yaa sampe bisa jadi pacar kakak”.

Yang lebih tua hanya tersenyum, karena tahu Sunwoo belum selesai dengan kalimatnya.

“kakak pinter, mandiri, pekerja keras... kok bisa ya aku menembus benteng pertahanan kakak? aku gak pake pelet kok, sumpah deh!”

Kakak terkekeh sepersekian detik setelah ucapan ngasal itu, “apa sih??? hahahaha.. ya kamu ga ngapa-ngapain juga akunya udah naksir..”.

“kak....”

“apa?”

“jangan kemana-mana dulu, ya?”

“loh aku ga kemana-mana ini ada di sebelah kamuuuu”

“maksud aku tuh.. ya kakak tau maksud aku! jangan pergi kemana-mana dulu, aku belum bisa kasih apa-apa buat kakak... selain eksistensi aku”

“itu juga udah cukup kok buat aku, sayang”

“tapi buat aku belum, kak.. aku mau kakak repotin kan tadi kubilang”

“repotin gimana contohnya?”

“repotin aku dengan cara abisin duitku? pake duitku buat beliin kakak rumah, buat beliin kakak perhiasan yang buanyaaaak, buat beliin anak kita popok”

Kakak terkekeh lagi setelah mendengar itu sampai Sunwoo bisa merasakan getarannya.

“aku serius lho kakkk!!! jangan sepele-in”

“iyaaa, emang siapa yang anggep kamu gak serius?”

Sunwoo mengedipkan matanya beberapa kali sambil menekuk bibir tebalnya, yang dengan otomatis membuat tangan kakak tergerak mendaratkan cubitan di hidung mancung lelaki itu. Biasanya Sunwoo akan protes “ihhh stop cubit-cubit”, tapi kali ini dia diam, tidak seperti biasanya.

“kamu tuh kenapaaa tiba-tiba gini? lagi cape, ya?”, Sunwoo menggelengkan kepalanya... “aku gak cape.. cuma gak ingin kakak pergi aja”.

Sunwoo dengan sengaja menjatuhkan kepalanya di bahu kakak, menghela napas kemudian diam beberapa detik hingga bersuara lagi.

“kalau lagi sama kakak, gatau kenapa kaya tentraaaam banget.. aku yang sekarang lagi cape nugas pun malah nawarin diri buat anter kakak kesini, ya itu karena obat capeknya aku tuh kamu”

“tadi katanya gak cape?” ucapnya dengan usil.

“iiiiiih kak!” Sunwoo mengusak kepalanya dibahu sang pacar dengan sengaja sebagai bentuk protes.

“hahahaha iyaaa sayang... bilang ke aku ya kalo cape. nanti aku obatin” Kakak mengusap surai Sunwoo pelan dan membiarkan pacarnya bersandar di bahunya selama yang ia mau.

Sunwoo memang anak usil dan memiliki aura menyenangkan, namun ia beri izin kakak untuk mengetahui sisi dirinya yang lain. Sunwoo yang mengeluh, Sunwoo yang menangis, Sunwoo yang haus afeksi..... Pun sebaliknya, Sunwoo akan selalu ada dikala kakak sedang berada di titik terendahnya. Mereka saling melengkapi dan mengisi satu sama lain, makanya Sunwoo sering bilang “sekarang aku udah ada ditahap gak bisa kalau tanpa kakak...”. Terdengar klise namun ia sungguh-sungguh mengatakannya.

Sunwoo mendongak menatap mata kakak, dan yang lebih tua hanya fokus menatap ke luar mobil sambil memainkan rambut Sunwoo yang masih bersandar di bahunya.

“Kak..”

“hm?” Kakak menoleh dan mata mereka bertemu

“Sunwoo ih!” mata yang lebih tua melotot karena terkejut bukan main setelah kecupan singkat mendarat di bibirnya. Memang ini bukan kali pertama, namun tetap saja sensasi kejutnya masih sama.

Sunwoo hanya terkekeh kemudian mencubit gemas kedua pipi kakak, “cape ku langsung ilaaaaang”

“iiih! lepaaahs” suara kakak menjadi tak jelas karena pipinya yang ditarik tanpa ampun, dan pelakunya sangat puas melihat itu.

“udahhhh ih! ayo pulang!... sini kamu pindah, biar aku yang nyetir”

“kakak aja yg pindah, sini” lelaki itu menepuk-nepuk pahanya yang tak tertutup.

“jangan macem-macem, Sunwoo!” lagi-lagi Sunwoo dipelototi.

Sunwoo terbahak, pacarnya yang seperti itu terlihat sangat lucu di matanya. Pacarnya yang seperti itu membuatnya ingin lebih mengusilinya.

“sini ah cepet!!”

Tanpa persetujuan orang yang duduk di sebelah kirinya, Sunwoo menariknya hingga kini wanita itu duduk di pangkuannya. Sedetik setelah itu Sunwoo memundurkan kursi sehingga kakak tidak terlalu sesak berada di pangkuannya.

“kamu ih!!!” Kakak terkekeh dan menyembunyikan wajahnya di bahu Sunwoo yang dilapisi katun combed hitam, wanginya menyeruak membuatnya tersenyum karena ia selalu suka Sunwoo yang beraroma citrus.

“geli kak!!” Sunwoo mendorong kakak menjauh dan kini mereka saling menatap, hening beberapa saat hingga Sunwoo menangkup kedua pipi kakak dengan ke-sepuluh jemarinya yang lentik.

“cantik banget...”

Meski sudah ada rona pink di atas pipi kakak karena cream blush yang ia pakai sore tadi, namun Sunwoo bisa tahu persis bahwa ada rona alami muncul karena kakak merasa malu setelah ia puji.

“padahal aku udah sering bilang kalo kakak cantik.. kok masih malu?”

“ya gatau... kok aku malu ya?”

“kakak cantik banget banget banget sedunia gak ada yang lebih cantik dari kakak!.. malu gak?”

“itu mah lebayyyyyy!”

Kembali hening.. hanya mereka yang saling mengunci tatap dan suara deru napas yang saling bersautan, kemudian detak jantung yang sama-sama mereka rasakan. Entah kenapa atmosfer menjadi sangat mendebarkan.

Sunwoo membelai halus pipi kakak kemudian menarik wajah wanitanya itu mendekat kepadanya, keduanya memejamkan mata seraya semakin dekatnya jarak antara mereka dan akhirnya mereka bertaut tanpa ada spasi.

Ditengah momen itu, kakak dengan sebelah pihak melepas ciuman Sunwoo karena kesadarannya, “emang gapapa kalo kita ciuman disini?”, dan Sunwoo terkekeh sepersekian detik setelahnya. Terlebih melihat pewarna pink plum di bibir pacarnya kini belepotan kesana kemari, ibu jari Sunwoo mengusap pelan bibir bawah kakak untuk sedikit merapikan kekacauan yang telah ia perbuat.

“jangan ketawa aja ihhh!”

Tanpa pedulikan protes sang pacar, Sunwoo merangkul pinggang kakak untuk lebih mendekatkan wanitanya padanya.. “gapapa kakak, tanggung tauuu”, dan keduanya terkekeh bersamaan.

Dengan napas yang masih terengah, kakak mengalungkan tangan di leher lelakinya hingga kain satin berwarna biru electric yang membalut tangannya sedikit menggelitik Sunwoo.

Tanpa membuang waktu, mereka kembali melanjutkan aktivitas menyenangkan tadi. Saling mengecup, mengecap, meraba dan bertukar cinta.

Momen mendebarkan ini adalah salah satu bagaimana mereka mengekspresikan kasih, selalu berkesan karena keduanya meluapkan sayang satu sama lain dengan saling memberi afeksi.

Setelah berselang lama, Sunwoo membuka matanya kemudian memelankan temponya menciumi kakak, dan kakak sadar akan hal itu.. “kenapa sayang?”

“kakak suka?”

Jangankan menjawab pertanyaan Sunwoo, bernapas dengan normal saja dia masih kesulitan..

“kok diem?”

“aku malu tauuuu” —bugh tangan kanannya memukul pelan dada bidang Sunwoo.

“aku cuma tanya ajaaa kakak sayaang... suka engga ciuman sama aku?”

“bodo amat ih aku gamau jawaaaab!!!”

Belum merespon protes dari kakak, mata Sunwoo mengerjap karena ada sinar menusuk matanya. “kak, peluk aku ya.. pegangan yang kenceng”

“hah kenapa?” kakak kebingungan bukan main.

“KITA HARUS KABUR INI KETAUAN SECURITY!!!”

Sunwoo tanpa pikir panjang menancap gas dan melaju kencang keluar dari basement dengan kakak yang masih duduk dipangkuannya dan memeluknya dengan erat. Gak usah dibayangin gimana repotnya... intinya Sunwoo hah heh hoh banget.

Tawa mereka pecah setelah berhasil keluar dari basement dan lepas dari jangkauan security.

“kamu sihhh.. kata aku jangan disana ih!!” kini kakak sudah kembali duduk di kursi penumpang.

“yaudah lah kak, udah terjadi ini hahahaha”

“by the way aku suka..”

“apa kak?... OH. UDAH GAUSAH DIBAHAS SEKARANG IH AKUNYA JADI SALTINGGG!!!”


#anti

—— from sunwoo pacar brondong universe


“janji takkan kemana-mana” ▪︎ ▪︎ ▪︎ Sunwoo mengerjap karena kakak mengetuk kaca jendela mobilnya. Pemuda itu dalam sedetik langsung membuka matanya lebar dan menoleh ke arah sumber suara... Ia hampir tertidur di bangku kemudi. Dengan nyawa yang masih belum terkumpul, Sunwoo bergegas membuka kunci agar pacarnya bisa masuk.

“aku ngagetin yaa? maaf..” ucap kakak dengan rasa bersalahnya, ia bahkan mengucapkan itu sebelum sepenuhnya duduk di samping Sunwoo.

Setelah duduk, ia menatap pacarnya yang sedang mengucek mata dengan tatapan kasihan.

“udah kak jangan liatin muluu! akunya jelek!”

“aku bilang juga apaa.. aku bisa pergi sendiri pake taksi sayaang, kamu kan cape abis ngerjain tugas sampe begadang berhari-hari” ia mengusak rambut Sunwoo yang sudah berantakkan dari sebelum ia acak-acak.

“kak....” matanya membulat, tubuhnya menyamping ke kiri dan memusatkan seluruh atensi pada kakak yang duduk di paseenger seat, “aku kan udah bilang ribuan kali kalo kakak tuh harus ngerepotin aku? aku suka kakak repotin, aku suka kakak mintain tolong... tandanya kakak mengandalkan aku!”.

“lucu bangettt siiiih!” Kakak mengusap pipi kiri Sunwoo dengan gemas kemudian meraih kedua tangan pacarnya itu, menggenggamnya lalu memberi kecupan disana “yaudah sekarang biar kakak yang nyetir.. kamu tidur aja, sini tukeran duduknya”.

“bentar, aku mau gini dulu” ucap Sunwoo sambil mengusap tangan kakak yang kini balik ia genggam.. sekarang posisi mereka saling berhadapan, dan tatapan mata mereka saling mengunci “aku mimpi apa yaa sampe bisa jadi pacar kakak”.

Yang lebih tua hanya tersenyum, karena tahu Sunwoo belum selesai dengan kalimatnya.

“kakak pinter, mandiri, pekerja keras... kok bisa ya aku menembus benteng pertahanan kakak? aku gak pake pelet kok, sumpah deh!”

Kakak terkekeh sepersekian detik setelah ucapan ngasal itu, “apa sih??? hahahaha.. ya kamu ga ngapa-ngapain juga akunya udah naksir..”.

“kak....”

“apa?”

“jangan kemana-mana dulu, ya?”

“loh aku ga kemana-mana ini ada di sebelah kamuuuu”

“maksud aku tuh.. ya kakak tau maksud aku! jangan pergi kemana-mana dulu, aku belum bisa kasih apa-apa buat kakak... selain eksistensi aku”

“itu juga udah cukup kok buat aku, sayang”

“tapi buat aku belum, kak.. aku mau kakak repotin kan tadi kubilang”

“repotin gimana contohnya?”

“repotin aku dengan cara abisin duitku? pake duitku buat beliin kakak rumah, buat beliin kakak perhiasan yang buanyaaaak, buat beliin anak kita popok”

Kakak terkekeh lagi setelah mendengar itu sampai Sunwoo bisa merasakan getarannya.

“aku serius lho kakkk!!! jangan sepele-in”

“iyaaa, emang siapa yang anggep kamu gak serius?”

Sunwoo mengedipkan matanya beberapa kali sambil menekuk bibir tebalnya, yang dengan otomatis membuat tangan kakak tergerak mendaratkan cubitan di hidung mancung lelaki itu. Biasanya Sunwoo akan protes “ihhh stop cubit-cubit”, tapi kali ini dia diam, tidak seperti biasanya.

“kamu tuh kenapaaa tiba-tiba gini? lagi cape, ya?”, Sunwoo menggelengkan kepalanya... “aku gak cape.. cuma gak ingin kakak pergi aja”.

Sunwoo dengan sengaja menjatuhkan kepalanya di bahu kakak, menghela napas kemudian diam beberapa detik hingga bersuara lagi.

“kalau lagi sama kakak, gatau kenapa kaya tentraaaam banget.. aku yang sekarang lagi cape nugas pun malah nawarin diri buat anter kakak kesini, ya itu karena obat capeknya aku tuh kamu”

“tadi katanya gak cape?” ucapnya dengan usil.

“iiiiiih kak!” Sunwoo mengusak kepalanya dibahu sang pacar dengan sengaja sebagai bentuk protes.

“hahahaha iyaaa sayang... bilang ke aku ya kalo cape. nanti aku buat ga cape lagi” Kakak mengusap surai Sunwoo pelan dan membiarkan pacarnya bersandar di bahunya selama yang ia mau.

Sunwoo memang anak usil dan memiliki aura menyenangkan, namun ia beri izin kakak untuk mengetahui sisi dirinya yang lain. Sunwoo yang mengeluh, Sunwoo yang menangis, Sunwoo yang haus afeksi..... Pun sebaliknya, Sunwoo akan selalu ada dikala kakak sedang berada di titik terendahnya. Mereka saling melengkapi dan mengisi satu sama lain, makanya Sunwoo sering bilang “sekarang aku udah ada ditahap gak bisa kalau tanpa kakak...”. Terdengar klise namun ia sungguh-sungguh mengatakannya.

Sunwoo mendongak menatap mata kakak, dan yang lebih tua hanya fokus menata ke arah luar mobil sambil memainkan rambut Sunwoo yang masih bersandar di bahunya.

“Kak..”

“hm?” Kakak menoleh dan mata mereka bertemu

“Sunwoo ih!” mata yang lebih tua melotot karena terkejut bukan main setelah kecupan singkat mendarat di bibirnya. Memang ini bukan kali pertama, namun tetap saja sensasi kejutnya masih sama.

Sunwoo hanya terkekeh kemudian mencubit gemas kedua pipi kakak, “cape ku langsung ilaaaaang”

“iiih! lepaaahs” suara kakak menjadi tak jelas karena pipinya yang ditarik tanpa ampun, dan pelakunya sangat puas melihat itu.

“udahhhh ih! ayo pulang!... sini kamu pindah biar aku yang nyetir”

“kakak aja yg pindah, sini” lelaki itu menepuk-nepuk pahanya yang tak tertutup.

“jangan macem-macem, Sunwoo” lagi-lagi Sunwoo dipelototi.

Sunwoo terbahak, pacarnya yang seperti itu sangat terlihat lucu di matanya. Pacarnya yang seperti itu membuatnya ingin lebih mengusilinya.

“sini ah cepet!!”

Tanpa persetujuan orang yang duduk di sebelah kirinya, Sunwoo menarik dia hingga kini wanita itu duduk di pangkuannya. Sedetik setelah itu Sunwoo memundurkan kursi sehingga kakak tidak terlalu sesak berada di pangkuannya.

“kamu ih!!!” Kakak terkekeh dan menyembunyikan wajahnya di bahu Sunwoo yang dilapisi katun combed hitam, wanginya menyeruak membuatnya tersenyum karena ia selalu suka Sunwoo yang beraroma citrus.

“geli kak!!” Sunwoo mendorong kakak menjauh dan kini mereka saling menatap, hening beberapa saat hingga Sunwoo menangkup kedua pipi kakak dengan ke-sepuluh jemarinya yang lentik.

“cantik banget...”

Meski sudah ada rona pink di atas pipi kakak karena cream blush yang ia pakai sore tadi, namun Sunwoo bisa tahu persis bahwa ada rona alami muncul karena kakak merasa malu setelah ia puji.

“padahal aku udah sering bilang kalo kakak cantik.. kok masih malu?”

“ya gatau... kok aku malu ya?”

“kakak cantik banget banget banget sedunia gak ada yang lebih cantik dari kakak!.. malu gak?”

“itu mah lebayyyyyy!”

Kembali hening.. hanya mereka yang saling mengunci tatapan dan suara deru napas yang saling bersautan, kemudian detak jantung yang sama-sama mereka rasakan. Entah kenapa atmosfer menjadi sangat mendebarkan.

Sunwoo membelai halus pipi kakak kemudian menarik wajah wanitanya itu mendekat kepadanya, keduanya memejamkan mata seraya semakin dekatnya jarak antara mereka dan akhirnya mereka bertaut tanpa ada spasi.

Ditengah momen itu, kakak dengan sebelah pihak melepas ciuman Sunwoo karena kesadarannya, “emang gapapa kalo kita ciuman disini?”, dan Sunwoo terkekeh sepersekian detik setelahnya. Terlebih melihat pewarna pink plum di bibir pacarnya kini belepotan kesana kemari, ibu jari Sunwoo mengusap pelan bibir bawah kakak untuk sedikit merapikan kekacauan yang telah ia perbuat.

“jangan ketawa aja ihhh!”

Tanpa pedulikan protes sang pacar, Sunwoo merangkul pinggang kakak untuk lebih mendekatkan wanitanya padanya.. “gapapa kakak, tanggung tauuu”, dan keduanya terkekeh bersamaan.

Dengan napas yang masih terengah, kakak mengalungkan tangan di leher lelakinya hingga kain satin berwarna biru electric yang membalut tangannya sedikit menggelitik bagi Sunwoo.

Tanpa membuang waktu, mereka kembali melanjutkan aktivitas menyenangkan tadi. Saling mengecup, mengecap, meraba dan bertukar cinta.

Sunwoo membuka matanya kemudian memelankan temponya menciumi kakak, dan kakak sadar akan hal itu.. “kenapa sayang?”

“kakak suka?”

Jangankan menjawab pertanyaan Sunwoo, bernapas dengan normal saja dia masih kesulitan..

“kok diem?”

“aku malu tauuuu” —bugh tangan kanannya memukul pelan dada bidang Sunwoo.

“aku cuma tanya ajaaa kakak sayaang... suka engga ciuman sama aku?”

“bodo amat ih aku gamau jawaaaab!!!”

Belum merespon protes dari kakak, mata Sunwoo mengerjap karena ada sinar menusuk matanya. “kak, peluk aku ya.. pegangan yang kenceng”

“hah kenapa?” kakak kebingungan bukan main.

“KITA HARUS KABUR INI KETAUAN SECURITY!!!”

Sunwoo tanpa pikir panjang menancap gas dan melaju kencang keluar dari basement dengan kakak yang masih duduk dipangkuannya dan memeluknya dengan erat. Gak usah dibayangin gimana repotnya... intinya Sunwoo hah heh hoh banget.

Tawa mereka kembali pecah setelah berhasil keluar dari basement dan lepas dari jangkauan security.

“kamu sihhh.. kata aku jangan disana ih!!” kini kakak sudah kembali duduk di kursi penumpang.

“yaudah lah kak, udah terjadi ini hahahaha”

“by the way aku suka..”

“apa kak?... OH. UDAH GAUSAH DIBAHAS SEKARANG IH AKUNYA JADI SALTINGGG!!!”


#anti

Sunwoo as Kalvin


“gue udah sejuta kali bilang sama lo ya, Kal! udah saatnya lo lupain si Adelia Adelia itu!” ucap Eric setengah berteriak pada Kalvin yang duduk di sampingnya, namun matanya tetap fokus pada layar monitor televisi.

“gak segampang itu, Ric.. lo gak tau seberapa berharganya Adel buat gue” jawabnya beberapa saat kemudian. Kalvin kemudian menyimpan joystick yang ia pegang ke meja di depannya. “gue curiga inti saraf di otak lu tuh bukan nucleus tapi Adelia-us” respon Eric ngasal.

“cocot lu!!!” Kalvin menarik bantal yang asalnya menjadi sandaran punggungnya kemudian memukul wajah Eric dengan itu... “eh iya iya ampun ampun gue bercanda Kalvinnn!!!”

Duel di atas ring tinju [dalam playstation] telah berakhir, kali ini hanya suara detak jam dinding yang memenuhi kamar kost dua sekawan itu di pukul 2 pagi. Seakan tahu arah lamunan Kalvin, Eric cepat-cepat mencairkan suasana.

“kenapa ya, Kal?”

“apanya yang kenapa?”

“kenapa kok lo bisa se-begitu cintanya sama Adelia? bahkan setelah dia udah jadi milik orang lain?”

Kalvin hanya terdiam, tubuhnya membeku. Tak tahu apa yang harus ia ungkapkan pada sahabatnya sebagai jawaban, Ia sendiri pun tak tahu kenapa ia sangat mencintai Adelia...

Apakah karena pertemuan pertama mereka di sekolah menengah enam tahun lalu, ketika mereka sama-sama duduk di kelas sepuluh?. Kalvin melihat Adelia untuk yang pertama kalinya, gadis itu menunduk lesu bersama siswi lain di ruang bimbingan konseling. Entah ada angin dari mana, Kalvin tiba-tiba memusatkan perhatiannya pada Adelia, gadis berambut ikal dan berkulit sawo matang yang memohon agar liptint nya dikembalikan.

Atau mungkin kah karena ambisinya yang sangat menggebu ingin memiliki Adelia kala itu? • Setiap upacara bendera, Kalvin akan mencari Adelia di ramainya baris ratusan siswa. —dan Kalvin selalu bisa menemukannya. • Kemudian entah bagaimana mereka bisa menjadi teman satu kelompok belajar bersama di perpustakaan. —dan agenda ini tak pernah sehari pun membuat Kalvin benar-benar belajar. • Hingga hari-hari Kalvin yang tak hentinya mengungkapkan perasaan pada Adelia. —dan berkali-kali mendapatkan penolakan pula.

Mungkinkah alasan Kalvin begitu mencintai Adelia karena terlalu terbiasa?

Ia melewati masa-masa SMA nya bersama Adelia, hanya Adelia yang paling bersinar di matanya. Bagaimana mereka menghabiskan waktu di jam istirahat makan siang, hingga berpegangan tangan selama kunjungan wisata ke candi borobudur kala itu. “Kalvin, ayo!” , “ayo apa, Del?”, “ayo pacaran”. Hanya dua kata yang Adelia ucapkan, namun berhasil membuat hari itu menjadi hari paling bahagia bagi Kalvin.

Hari-hari setelah kunjungan wisata, juga sama membahagiakannya. Karena ia sudah bisa mengenalkan Adelia kepada seluruh dunia sebagai kekasihnya. Sederhana saja, pada setiap susu kotak yang ia berikan pada Adelia di setiap jam istirahat, akan selalu ada: “buat pacar saya, Bang! Adelia namanya”, ia dengan kekehannya memberi informasi meskipun abang penjaga koperasi tak bertanya sama sekali.

Kebersamaan dua sejoli itu pun sudah menjadi tontonan lumrah bagi warga sekolah.. dimana ada Adelia, disitu pasti ada Kalvin. Kala pembagian buku rapor, Adelia dan Kalvin akan mempertemukan orang tua mereka untuk sekedar saling menyapa. Di hari kelulusan, Adelia dan Kalvin duduk bersebelahan dan menghabiskan detik-detik terakhir masa SMA mereka dengan merekam foto dan video bersama. ya, di dunia Kalvin hanya ada Adelia.

Banyak orang bilang bahwa rasa jenuh akan datang bila sepasang kekasih terlalu lama bersama. Tapi yang Kalvin rasakan adalah cinta yang semakin hari semakin memuncak, menggunung, melangit. Ia hanya akan semakin menyayangi Adelia setiap harinya, hanya akan mendahulukan Adelia di setiap okasi, hanya akan membela Adelia di semua kondisi.

“Kalvin, maaf..” “gapapa sayang, gaperlu minta maaf”.

“Kalvin.. semoga kamu betah kuliah di luar kota nya ya, sayang!” “I'll be fine.. pacarku kan kamu, Adelia baik sedunia, aku pasti semangat selalu!”

Bahkan di hari yang paling menyakitkan bagi dirinya pun.... Kalvin dengan senyumannya, “jadi kapan, Del? kamu jangan nunduk begitu dong!” Kalvin mengangkat dagu Adelia dan menyeka air mata dari wajah wanitanya. “kalo memang kamu lebih pilih dia, aku gapapa... Kalvin gapapa, Del”.

Adelia gagal, Adelia merobohkan cinta yang telah Kalvin bangun setinggi langit. Adelia membakar semua catatan harapan yang Kalvin tulis dalam angannya. Adelia menjatuhkan kepercayaan Kalvin yang digantungkan sepenuhnya padanya.

“rasa cinta aku buat kamu kayanya semakin memudar, Kal.. karena kita tinggal di beda kota dan jarang ketemu. Aku gak tau, aku bingung kenapa bisa jatuh cinta sama dia”

Lagi-lagi Kalvin dibuat ingin mati. Hati yang telah ia isi sepenuhnya dengan cerita bersama Adelia, dalam waktu sepersekian detik retak dan ambruk. Kalvin sama sekali bukan orang yang akan menangis di hadapan orang lain, ia memilih tersenyum untuk meredakan rasa sakitnya.

“Adel.. tapi bolehkah untuk yang terakhir kalinya.. aku peluk kamu?”

kemudian seraya dengan usapan tangan Adelia pada punggung Kalvin, lelaki itu menangis sejadi-jadinya. Ia mempertanyakan pengorbanannya selama ini yang ternyata tak berarti di mata wanitanya sama sekali.. “apa cuma aku disini yang mencintai sepenuh hati?”.

“maaf... Kalvin” and yes with all the sadness and disappointment lelaki itu menjawab.. “aku harap Adel bahagia, gak sama aku pun gapapa..”.

-Hari itu akan ia ingat selamanya.

“kalo lo gamau jawab gapapa sih, Kal.. alesan orang bisa jatuh cinta kan gak selalu bisa diketahui” ucap Eric kembali memecah lamunan Kalvin.

Kalvin hanya mengangguk, setuju dengan pendapat sahabatnya.

“tapi tuh.. yang bisa gue lihat dari lo adalah.. lo sayang sama Adelia dengan segenap hati lo. Lo pikir kisah cinta lo akan berakhir di dia, jadi lo pake semua kuota cinta di diri lo abis-abisan.. buktinya lo sama sekali gak bisa berhenti sayang bahkan setelah dia dinikahin orang”

“ngomong apa sih lo, Ric?”

“cinta lo habis di orang yang sama, dan orangnya adalah Adelia. Dan akibat dari patah hati lo yang luar biasa itu adalah...”

“apa?”

“ada dua kemungkinan. lo akan susah percaya atau lo akan mati rasa! pikir aja tuh lo masuk kategori mana?”

Kalvin terkekeh. Menyadari dirinya yang sangat menutup diri dengan kedatangan orang baru, entah kepada yang ingin menetap atau pun hanya sekedar singgah. Kalvin kira Adelia masih mengisi hatinya.

** Hingga sampai di hari ini.. Adelia yang tiga hari lalu menghubungi Kalvin sambil menangis dibalik sambungan telepon, sekarang berada tepat di hadapannya.

“Kalvin.. suamiku... dia pergi sama wanita lain, aku bingung harus cerita ke siapa lagi kalo bukan ke kamu.. I lost all my friends..” air mata membasahi pipi wanita itu dengan deras.

“Del.. jujur aku bingung harus kaya gimana” —ngasih peluk pun aku udah gak bisa, Del.. gak pantes.

“Kalvin.. aku minta maaf, setelah setahun nikah.. aku jadi tau kalo yang paling sayang aku di dunia ini cuma kamu.. please maafin aku.. terima aku lagi”

Melihat Adelia-nya seperti itu, entah kenapa ia tak merasakan 'sakit' seperti yang ia duga. Ia sama sekali tak merasa marah dan ingin memarahi orang yang membuat Adel menangis. Perasaan apa ini?.. Bertemu dengan Adelia bahkan tak membuatnya menggebu-gebu seperti dahulu.

“Kalvin?”

Kalvin terperanjat dari lamunannya... “Sorry Adel, I can't”

“why?”

“kamu masih nanya kenapa?” Kalvin memberi penekanan pada kalimatnya, membuat Adel menunduk karenanya. “Adel, memang benar I do love you, aku beri semuanya buat kamu dulu and I'm shattered.. kamu yang robohkan semuanya, dan kamu habiskan semuanya” lanjutnya.

“Kalvin....”

“aku gak bisa buka hatiku buat orang lain, dan aku belum bisa sepenuhnya lupain kamu. Tapi bukan berarti aku mau memulai lagi kisah sama kamu, Del... aku sekarang cuma manusia yang lagi berpikir gimana caranya supaya aku bisa jatuh cinta lagi, dan bukan sama orang yang bikin aku trauma sama cinta”

Kalvin menghapus air mata di kedua pipi Adelia “Ini terakhir kali kita ketemu ya, Del.. tolong, aku bukan cuma mau jatuh cinta lagi.. tapi aku juga mau lupain kamu”

end


#anti

Sunwoo as Kalvin


“gue udah sejuta kali bilang sama lo ya, Kal! udah saatnya lo lupain si Adelia Adelia itu!” ucap Eric setengah berteriak pada Kalvin yang duduk di sampingnya, namun matanya tetap fokus pada layar monitor televisi.

“gak segampang itu, Ric.. lo gak tau seberapa berharganya Adel buat gue” jawabnya beberapa saat kemudian. Kalvin kemudian menyimpan joystick yang ia pegang ke meja di depannya. “gue curiga inti saraf di otak lu tuh bukan nucleus tapi Adelia-us” respon Eric ngasal.

“cocot lu!!!” Kalvin menarik bantal yang asalnya menjadi sandaran punggungnya kemudian memukul wajah Eric dengan itu... “eh iya iya ampun ampun gue bercanda Kalvinnn!!!”

Duel di atas ring tinju [dalam playstation] telah berakhir, kali ini hanya suara detak jam dinding yang memenuhi kamar kost dua sekawan itu di pukul 2 pagi. Seakan tahu arah lamunan Kalvin, Eric cepat-cepat mencairkan suasana.

“kenapa ya, Kal?”

“apanya yang kenapa?”

“kenapa kok lo bisa se-begitu cintanya sama Adelia? bahkan setelah dia udah jadi milik orang lain?”

Kalvin hanya terdiam, tubuhnya membeku. Tak tahu apa yang harus ia ungkapkan pada sahabatnya sebagai jawaban, Ia sendiri pun tak tahu kenapa ia sangat mencintai Adelia...

Apakah karena pertemuan pertama mereka di sekolah menengah enam tahun lalu, ketika mereka sama-sama duduk di kelas sepuluh?. Kalvin melihat Adelia untuk yang pertama kalinya, gadis itu menunduk lesu bersama siswi lain di ruang bimbingan konseling. Entah ada angin dari mana, Kalvin tiba-tiba memusatkan perhatiannya pada Adelia, gadis berambut ikal dan berkulit sawo matang yang memohon agar liptint nya dikembalikan.

Atau mungkin kah karena ambisinya yang sangat menggebu ingin memiliki Adelia kala itu? • Setiap upacara bendera, Kalvin akan mencari Adelia di ramainya baris ratusan siswa. —dan Kalvin selalu bisa menemukannya. • Kemudian entah bagaimana mereka bisa menjadi teman satu kelompok belajar bersama di perpustakaan. —dan agenda ini tak pernah sehari pun membuat Kalvin benar-benar belajar. • Hingga hari-hari Kalvin yang tak hentinya mengungkapkan perasaan pada Adelia. —dan berkali-kali mendapatkan penolakan pula.

Mungkinkah alasan Kalvin begitu mencintai Adelia karena terlalu terbiasa?

Ia melewati masa-masa SMA nya bersama Adelia, hanya Adelia yang paling bersinar di matanya. Bagaimana mereka menghabiskan waktu di jam istirahat makan siang, hingga berpegangan tangan selama kunjungan wisata ke candi borobudur kala itu. “Kalvin, ayo!” , “ayo apa, Del?”, “ayo pacaran”. Hanya dua kata yang Adelia ucapkan, namun berhasil membuat hari itu menjadi hari paling bahagia bagi Kalvin.

Hari-hari setelah kunjungan wisata, juga sama membahagiakannya. Karena ia sudah bisa mengenalkan Adelia kepada seluruh dunia sebagai kekasihnya. Sederhana saja, pada setiap susu kotak yang ia berikan pada Adelia di setiap jam istirahat, akan selalu ada: “buat pacar saya, Bang! Adelia namanya”, ia dengan kekehannya memberi informasi meskipun abang penjaga koperasi tak bertanya sama sekali.

Kebersamaan dua sejoli itu pun sudah menjadi tontonan lumrah bagi warga sekolah.. dimana ada Adelia, disitu pasti ada Kalvin. Kala pembagian buku rapor, Adelia dan Kalvin akan mempertemukan orang tua mereka untuk sekedar saling menyapa. Di hari kelulusan, Adelia dan Kalvin duduk bersebelahan dan menghabiskan detik-detik terakhir masa SMA mereka dengan merekam foto dan video bersama. ya, di dunia Kalvin hanya ada Adelia.

Banyak orang bilang bahwa rasa jenuh akan datang bila sepasang kekasih terlalu lama bersama. Tapi yang Kalvin rasakan adalah cinta yang semakin hari semakin memuncak, menggunung, melangit. Ia hanya akan semakin menyayangi Adelia setiap harinya, hanya akan mendahulukan Adelia di setiap okasi, hanya akan membela Adelia di semua kondisi.

“Kalvin, maaf..” “gapapa sayang, gaperlu minta maaf”.

“Kalvin.. semoga kamu betah kuliah di luar kota nya ya, sayang!” “I'll be fine.. pacarku kan kamu, Adelia baik sedunia, aku pasti semangat selalu!”

Bahkan di hari yang paling menyakitkan bagi dirinya pun.... Kalvin dengan senyumannya, “jadi kapan, Del? kamu jangan nunduk begitu dong!” Kalvin mengangkat dagu Adelia dan menyeka air mata dari wajah wanitanya. “kalo memang kamu lebih pilih dia, aku gapapa... Kalvin gapapa, Del”.

Adelia gagal, Adelia merobohkan cinta yang telah Kalvin bangun setinggi langit. Adelia membakar semua catatan harapan yang Kalvin tulis dalam angannya. Adelia menjatuhkan kepercayaan Kalvin yang digantungkan sepenuhnya padanya.

“rasa cinta aku buat kamu kayanya semakin memudar, Kal.. karena kita tinggal di beda kota dan jarang ketemu. Aku gak tau, aku bingung kenapa bisa jatuh cinta sama dia”

Lagi-lagi Kalvin dibuat ingin mati. Hati yang telah ia isi sepenuhnya dengan cerita bersama Adelia, dalam waktu sepersekian detik retak dan ambruk. Kalvin sama sekali bukan orang yang akan menangis di hadapan orang lain, ia memilih tersenyum untuk meredakan rasa sakitnya.

“Adel.. tapi bolehkah untuk yang terakhir kalinya.. aku peluk kamu?”

kemudian seraya dengan usapan tangan Adelia pada punggung Kalvin, lelaki itu menangis sejadi-jadinya. Ia mempertanyakan pengorbanannya selama ini yang ternyata tak berarti di mata wanitanya sama sekali.. “apa cuma aku disini yang mencintai sepenuh hati?”.

“maaf... Kalvin” and yes with all the sadness and disappointment lelaki itu menjawab.. “aku harap Adel bahagia, gak sama aku pun gapapa..”.

-Hari itu akan ia ingat selamanya.

“kalo lo gamau jawab gapapa sih, Kal.. alesan orang bisa jatuh cinta kan gak selalu bisa diketahui” ucap Eric kembali memecah lamunan Kalvin.

Kalvin hanya mengangguk, setuju dengan pendapat sahabatnya.

“tapi tuh.. yang bisa gue lihat dari lo adalah.. lo sayang sama Adelia dengan segenap hati lo. Lo pikir kisah cinta lo akan berakhir di dia, jadi lo pake semua kuota cinta di diri lo abis-abisan.. buktinya lo sama sekali gak bisa berhenti sayang bahkan setelah dia dinikahin orang”

“ngomong apa sih lo, Ric?”

“cinta lo habis di orang yang sama, dan orangnya adalah Adelia. Dan akibat dari patah hati lo yang luar biasa itu adalah...”

“apa?”

“ada dua kemungkinan. lo akan susah percaya atau lo akan mati rasa! pikir aja tuh lo masuk kategori mana?”

Kalvin terkekeh. Menyadari dirinya yang sangat menutup diri dengan kedatangan orang baru, entah kepada yang ingin menetap atau pun hanya sekedar singgah. Kalvin kira Adelia masih mengisi hatinya.

** Hingga sampai di hari ini.. Adelia yang tiga hari lalu menghubungi Kalvin sambil menangis dibalik sambungan telepon, sekarang berada tepat di hadapannya.

“Kalvin.. suamiku... dia pergi sama wanita lain, aku bingung harus cerita ke siapa lagi kalo bukan ke kamu.. I lost all my friends..” air mata membasahi pipi wanita itu dengan deras.

“Del.. jujur aku bingung harus kaya gimana” —ngasih peluk pun aku udah gak bisa, Del.. gak pantes.

“Kalvin.. aku minta maaf, setelah setahun nikah.. aku jadi tau kalo yang paling sayang aku di dunia ini cuma kamu.. please maafin aku.. terima aku lagi”

Melihat Adelia-nya seperti itu, entah kenapa ia tak merasakan 'sakit' seperti yang ia duga. Ia sama sekali tak merasa marah dan ingin memarahi orang yang membuat Adel menangis. Perasaan apa ini?.. Bertemu dengan Adelia bahkan tak membuatnya menggebu-gebu seperti dahulu.

“Kalvin?”

Kalvin terperanjat dari lamunannya... “Sorry Adel, I can't”

“why?”

“kamu masih nanya kenapa?” Kalvin memberi penekanan pada kalimatnya, membuat Adel menunduk karenanya. “Adel, memang benar I do love you, aku beri semuanya buat kamu dulu and I'm shattered.. kamu yang robohkan semuanya, dan kamu habiskan semuanya” lanjutnya.

“Kalvin....”

“aku gak bisa buka hatiku buat orang lain, dan aku belum bisa sepenuhnya lupain kamu. Tapi bukan berarti aku mau memulai lagi kisah sama kamu, Del... aku sekarang cuma manusia yang lagi berpikir gimana caranya supaya aku bisa jatuh cinta lagi, dan bukan sama orang yang bikin aku trauma sama cinta”

Kalvin menghapus air mata di kedua pipi Adelia “Ini terakhir kali kita ketemu ya, Del.. tolong, aku bukan cuma mau jatuh cinta lagi.. tapi aku juga mau lupain kamu”

end*

#anti

Sunwoo as Kalvin


“gue udah sejuta kali bilang sama lo ya, Kal! udah saatnya lo lupain si Adelia Adelia itu!” ucap Eric setengah berteriak pada Kalvin yang duduk di sampingnya, namun matanya tetap fokus pada layar monitor televisi.

“gak segampang itu, Ric.. lo gak tau seberapa berharganya Adel buat gue” jawabnya beberapa saat kemudian. Kalvin kemudian menyimpan joystick yang ia pegang ke meja di depannya. “gue curiga inti saraf di otak lu tuh bukan nucleus tapi Adelia-us” respon Eric ngasal.

“cocot lu!!!” Kalvin menarik bantal yang asalnya menjadi sandaran punggungnya kemudian memukul wajah Eric dengan itu... “eh iya iya ampun ampun gue bercanda Kalvinnn!!!”

Duel di atas ring tinju [dalam playstation] telah berakhir, kali ini hanya suara detak jam dinding yang memenuhi kamar kost dua sekawan itu di pukul 2 pagi. Seakan tahu arah lamunan Kalvin, Eric cepat-cepat mencairkan suasana.

“kenapa ya, Kal?”

“apanya yang kenapa?”

“kenapa kok lo bisa se-begitu cintanya sama Adelia? bahkan setelah dia udah jadi milik orang lain?”

Kalvin hanya terdiam, tubuhnya membeku. Tak tahu apa yang harus ia ungkapkan pada sahabatnya sebagai jawaban, Ia sendiri pun tak tahu kenapa ia sangat mencintai Adelia...

Apakah karena pertemuan pertama mereka di sekolah menengah enam tahun lalu, ketika mereka sama-sama duduk di kelas sepuluh?. Kalvin melihat Adelia untuk yang pertama kalinya, gadis itu menunduk lesu bersama siswi lain di ruang bimbingan konseling. Entah ada angin dari mana, Kalvin tiba-tiba memusatkan perhatiannya pada Adelia, gadis berambut ikal dan berkulit sawo matang yang memohon agar liptint nya dikembalikan.

Atau mungkin kah karena ambisinya yang sangat menggebu ingin memiliki Adelia kala itu? • Setiap upacara bendera, Kalvin akan mencari Adelia di ramainya baris ratusan siswa. —dan Kalvin selalu bisa menemukannya. • Kemudian entah bagaimana mereka bisa menjadi teman satu kelompok belajar bersama di perpustakaan. —dan agenda ini tak pernah sehari pun membuat Kalvin benar-benar belajar. • Hingga hari-hari Kalvin yang tak hentinya mengungkapkan perasaan pada Adelia. —dan berkali-kali mendapatkan penolakan pula.

Mungkinkah alasan Kalvin begitu mencintai Adelia karena terlalu terbiasa?

Ia melewati masa-masa SMA nya bersama Adelia, hanya Adelia yang paling bersinar di matanya. Bagaimana mereka menghabiskan waktu di jam istirahat makan siang, hingga berpegangan tangan selama kunjungan wisata ke candi borobudur kala itu. “Kalvin, ayo!” , “ayo apa, Del?”, “ayo pacaran”. Hanya dua kata yang Adelia ucapkan, namun berhasil membuat hari itu menjadi hari paling bahagia bagi Kalvin.

Hari-hari setelah kunjungan wisata, juga sama membahagiakannya. Karena ia sudah bisa mengenalkan Adelia kepada seluruh dunia sebagai kekasihnya. Sederhana saja, pada setiap susu kotak yang ia berikan pada Adelia di setiap jam istirahat, akan selalu ada: “buat pacar saya, Bang! Adelia namanya”, ia dengan kekehannya memberi informasi meskipun abang penjaga koperasi tak bertanya sama sekali.

Kebersamaan dua sejoli itu pun sudah menjadi tontonan lumrah bagi warga sekolah.. dimana ada Adelia, disitu pasti ada Kalvin. Kala pembagian buku rapor, Adelia dan Kalvin akan mempertemukan orang tua mereka untuk sekedar saling menyapa. Di hari kelulusan, Adelia dan Kalvin duduk bersebelahan dan menghabiskan detik-detik terakhir masa SMA mereka dengan merekam foto dan video bersama. ya, di dunia Kalvin hanya ada Adelia.

Banyak orang bilang bahwa rasa jenuh akan datang bila sepasang kekasih terlalu lama bersama. Tapi yang Kalvin rasakan adalah cinta yang semakin hari semakin memuncak, menggunung, melangit. Ia hanya akan semakin menyayangi Adelia setiap harinya, hanya akan mendahulukan Adelia di setiap okasi, hanya akan membela Adelia di semua kondisi.

“Kalvin, maaf..” “gapapa sayang, gaperlu minta maaf”.

“Kalvin.. semoga kamu betah kuliah di luar kota nya ya, sayang!” “I'll be fine.. pacarku kan kamu, Adelia baik sedunia, aku pasti semangat selalu!”

Bahkan di hari yang paling menyakitkan bagi dirinya pun.... Kalvin dengan senyumannya, “jadi kapan, Del? kamu jangan nunduk begitu dong!” Kalvin mengangkat dagu Adelia dan menyeka air mata dari wajah wanitanya. “kalo memang kamu lebih pilih dia, aku gapapa... Kalvin gapapa, Del”.

Adelia gagal, Adelia merobohkan cinta yang telah Kalvin bangun setinggi langit. Adelia membakar semua catatan harapan yang Kalvin tulis dalam angannya. Adelia menjatuhkan kepercayaan Kalvin yang digantungkan sepenuhnya padanya.

“rasa cinta aku buat kamu kayanya semakin memudar, Kal.. karena kita tinggal di beda kota dan jarang ketemu. Aku gak tau, aku bingung kenapa bisa jatuh cinta sama dia”

Lagi-lagi Kalvin dibuat ingin mati. Hati yang telah ia isi sepenuhnya dengan cerita bersama Adelia, dalam waktu sepersekian detik retak dan ambruk. Kalvin sama sekali bukan orang yang akan menangis di hadapan orang lain, ia memilih tersenyum untuk meredakan rasa sakitnya.

“Adel.. tapi bolehkah untuk yang terakhir kalinya.. aku peluk kamu?”

kemudian seraya dengan usapan tangan Adelia pada punggung Kalvin, lelaki itu menangis sejadi-jadinya. Ia mempertanyakan pengorbanannya selama ini yang ternyata tak berarti di mata wanitanya sama sekali.. “apa cuma aku disini yang mencintai sepenuh hati?”.

“maaf... Kalvin” and yes with all the sadness and disappointment lelaki itu menjawab.. “aku harap Adel bahagia, gak sama aku pun gapapa..”.

-Hari itu akan ia ingat selamanya.

“kalo lo gamau jawab gapapa sih, Kal.. alesan orang bisa jatuh cinta kan gak selalu bisa diketahui” ucap Eric kembali memecah lamunan Kalvin.

Kalvin hanya mengangguk, setuju dengan pendapat sahabatnya.

“tapi tuh.. yang bisa gue lihat dari lo adalah.. lo sayang sama Adelia dengan segenap hati lo. Lo pikir kisah cinta lo akan berakhir di dia, jadi lo pake semua kuota cinta di diri lo abis-abisan.. buktinya lo sama sekali gak bisa berhenti sayang bahkan setelah dia dinikahin orang”

“ngomong apa sih lo, Ric?”

“cinta lo habis di orang yang sama, dan orangnya adalah Adelia. Dan akibat dari patah hati lo yang luar biasa itu adalah...”

“apa?”

“ada dua kemungkinan. lo akan susah percaya atau lo akan mati rasa! pikir aja tuh lo masuk kategori mana?”

Kalvin terkekeh. Menyadari dirinya yang sangat menutup diri dengan kedatangan orang baru, entah ingin menetap atau pun hanya sekedar singgah. Kalvin kira Adelia masih mengisi hatinya.

** Hingga sampai di hari ini.. Adelia yang tiga hari lalu menghubungi Kalvin sambil menangis dibalik sambungan telepon, sekarang berada tepat di hadapannya.

“Kalvin.. suamiku... dia pergi sama wanita lain, aku bingung harus cerita ke siapa lagi kalo bukan ke kamu.. I lost all my friends..” air mata membasahi pipi wanita itu dengan deras.

“Del.. jujur aku bingung harus kaya gimana” —ngasih peluk pun aku udah gak bisa, Del.. gak pantes.

“Kalvin.. aku minta maaf, setelah setahun nikah.. aku jadi tau kalo yang paling sayang aku di dunia ini cuma kamu.. please maafin aku.. terima aku lagi”

Melihat Adelia-nya seperti itu, entah kenapa ia tak merasakan 'sakit' seperti yang ia duga. Ia sama sekali tak merasa marah dan ingin memarahi orang yang membuat Adel menangis. Perasaan apa ini?.. Bertemu dengan Adelia bahkan tak membuatnya menggebu-gebu seperti dahulu.

“Kalvin?”

Kalvin terperanjat dari lamunannya... “Sorry Adel, I can't”

“why?”

“kamu masih nanya kenapa?” Kalvin memberi penekanan pada kalimatnya, membuat Adel menunduk karenanya. “Adel, memang benar I do love you, aku beri semuanya buat kamu dulu and I'm shattered.. kamu yang robohkan semuanya, dan kamu habiskan semuanya” lanjutnya.

“Kalvin....”

“aku gak bisa buka hatiku buat orang lain, dan aku belum bisa sepenuhnya lupain kamu. Tapi bukan berarti aku mau memulai lagi kisah sama kamu, Del... aku sekarang cuma manusia yang lagi berpikir gimana caranya supaya aku bisa jatuh cinta lagi, dan bukan sama orang yang bikin aku trauma sama cinta”

Kalvin menghapus air mata di kedua pipi Adelia “Ini terakhir kali kita ketemu ya, Del.. tolong, aku bukan cuma mau jatuh cinta lagi.. tapi aku juga mau lupain kamu”

end*

#anti