sunshine
!!! contains lovely things yang akan membuat jomblo iri dengki !!!
Pukul delapan pagi, tanggal 31 Desember 2021. Deliana sampai di McDonald’s Simpang Dago diantar oleh Ayahnya.
Ia sudah membuat janji dengan teman-temannya (termasuk pacarnya) di group chat sehari sebelumnya untuk berkumpul di McD jam delapan lebih tiga puluh, namun Deliana datang lebih awal untuk membeli bubur ayam di restoran cepat saji itu sebagai menu sarapannya.
Ia masuk ke dalam restoran yang hanya terdapat beberapa orang saja di dalamnya. Ransel hitam yang cukup besar menambah beban tubuhnya, lebih lagi ditambah dengan tangan kirinya yang menenteng helm. Ia tetap nekat membawa helm itu meski Tsanny menolak untuk memboncengnya di trip pagi ini.
“Bubur ayamnya satu” ucap Deliana sambil mengacungkan jari telunjuknya di depan order table.
“ditambah telurnya, kak?” tanya lelaki bertopi hitam dengan kemeja abu-abu itu pada Deliana.
“gak usah, kak”
“minumnya?”
“air mineral aja”
“saya ulangi pesanannya ya, kak! satu bubur ayam McD dan satu air mineral. Ada tambahan lain?”
Belum juga Deliana membuka bibirnya untuk menjawab, ada suara lain yang memotong di belakangnya,
“dibikin masing-masing dua aja kang pesenannya” ternyata itu Tsanny, entah sejak kapan ia berdiri di belakang Deliana. —kang : ‘kakak laki-laki’ dalam Bahasa Sunda.
Lelaki yang tadi mencatat pesanan di layar monitor menatap Deliana penuh tanya, meminta konfirmasi.
“saya pacarnya, kang!” Tsanny berkata menjelaskan eksistensinya.
“ya udah, kak. Pesen dua aja masing-masing” ucap Deliana tak mau panjang Lebar.
“Baik, saya ulangi lagi pesanannya. Dua bubur ayam McD dan dua air mineral ya, kak! Totalnya jadi lima puluh lima ribu rupiah”
Detik itu juga Deliana membuka resleting tas selempang kecilnya untuk mengambil uang dari sana. Namun Tsanny lebih cekatan, lelaki itu menyerahkan debit card miliknya kepada pegawai sebelum Deliana berhasil mengeluarkan uangnya.
“pake ini aja bayarnya”
“Nanti uangnya aku ganti ya, Tsann” Deliana memasukkan kembali dompetnya ke dalam tas.
Tsanny tak merespon, ia hanya fokus pada pembayaran sarapan mereka dan memasukkan pin kartu debitnya.
“Ditunggu 5-10 menit ya, kak!”
“Makasih” balas kedua sejoli itu bersamaan.
Mereka memutar badan dan kali ini menatap satu persatu meja yang kosong yang akan mereka tempati.
“Mau duduk dimana, Tsann?”
“gimana kamu aja, Del”
Deliana melihat satu-persatu meja yang kosong dan akhirnya memilih meja yang tersinari cahaya matahari paling banyak, sekalian berjemur pikirnya.
“di sana aja, Tsann” ia menunjuk.
“Yuk!”
Belum ada selangkah mereka melaju, “Sini helmnya aku bawain!”. tanpa konfirmasi Deliana, lelaki jangkung itu langsung merebut helm yang dijinjing oleh pacarnya. Tentu saja membuat pacarnya terkaget-kaget. * * *** “kamu kok tiba-tiba ada di belakang aku, Tsann? Gimana ceritanya?”
Tsanny yang hendak menyuapkan satu sendok penuh bubur ke mulutnya, menjauhkan kembali sendoknya. Memilih untuk menjawab pertanyaan wanitanya terlebih dahulu.
“ada sinyal” jawabnya singkat, lalu menyuapkan buburnya yang tadi tertunda.
“sinyal gimana?”
“gak tahu, kayaknya memang aku selalu dapet sinyal keberadaan kamu deh, Del! Jadi aku selalu tahu kamu ada dimana” ucapnya asal.
“ngarang!”
“emang ngarang”
Tsanny berbicara tanpa menatap Deliana sama sekali. Ia melihat ke arah jendela, memperhatikan kendaraan yang lalu lalang di Jalanan yang semakin ramai di sebelah kanannya. Atau singkatnya, Tsanny menghindari kontak mata dengan Deliana.
“Kamu masih marah ya? gara-gara kemarin?” Deliana bertanya dengan ragu, ia khawatir topik ini akan menciptakan suasana canggung, tapi ia akan sangat penasaran jika tidak ditanyakan.
Tsanny hanya diam. Benar-benar diam.
Oh, Tsanny gak mau bahas ini. * *** Sesuai perjanjian, mereka berdelapan akhirnya sudah berkumpul di halaman McD Simpang Dago pada pukul delapan lebih tiga puluh.
“Jadi siapa aja yang ikut mobil gue?” tanya Farhan sambil memasukkan ransel teman-temannya ke dalam bagasi Pajero Sport hitamnya.
“Cewek-cewek tuh!” Jawab Yudha yang sudah ready memegang kemudi motornya.
“Oh berarti Wineu, Gladis sama Kiara, ya? Ya udah langsung masuk aja! Satu orang duduknya di jok depan please!!” perintah Farhan kepada teman-teman perempuannya yang langsung mereka lakukan saat itu juga. Kiara di depan, Wineu dan Gladis di belakang.
“Deliana juga ikut mobil lo, Han!” suara Tsanny terdengar sangat jelas seperti penuh penekanan.
“Lho? Kok gak bareng lo, Tsann?” tanya Gilang yang duduk di motor yang sama dengan Yudha.
Tsanny dan Deliana sama-sama tak menjawab pertanyaan dari Gilang yang tentu saja membuat teman-temannya paham akan situasi ini, sedang ada keributan.
Tanpa membuka suara, Deliana menyimpan helm dan ranselnya di bagasi mobil kemudian masuk ke dalam mobil bergabung dengan Wineu dan Gladis di kursi belakang.
“anak orang lo cuekkin! Gimana sih, Tsann!” celetuk Yudha tepat setelah pintu mobil ditutup oleh Deliana dari dalam.
“biasanya lo paling utamain cewek lo, kok sekarang begini?” lanjut Gilang.
“namanya juga hubungan, ya wajar kalo berantem” Farhan yang baru menutup bagasi mobilnya menengahi pernyataan teman-temannya yang seperti menyudutkan Tsanny.
“Tapi kan nanti jadi canggung kalo ada yang berantem, Han!” protes Yudha.
Gilang yang berada di belakang Yudha menepuk punggung temannya, seolah memberi isyarat untuk tidak memperpanjang lagi topik ini.
“udah biarin aja cewek-cewek di mobil biar gak pegel” Tsanny membuka suara dengan ketus.
Tanpa menunggu lagi, mereka memutuskan untuk segera berangkat menuju Ranca Upas yang bertempat di Ciwidey, Bandung Selatan. Butuh waktu selama dua jam di perjalanan untuk bisa sampai ke sana.
“Lagi berantem ya lo sama Tsanny?”
Suara Wineu memecah keheningan dalam mobil setelah beberapa menit melaju. Deliana yang duduk di sebelah kirinya menghela napas kasar.
“ya gitu lah.. salah di gue sih sebenernya, Win”
“lo melakukan kesalahan apa emang?” tanya Gladis tanpa pikir panjang.
“Gladiiiis… you crossed the line!” Kiara yang duduk di kursi depan menatap Gladis dari kaca spion tengah dan langsung membuat Gladis menutup mulutnya.
“sorry sorry hehe”
“santai ajaa” Deliana menengahi.
Farhan terkekeh karena teman-teman perempuannya itu, “udah gak usah dibahas, nanti juga mereka baikan lagi! Lagian kan aneh juga kalo mereka rukun terus selama pacaran.. hambar atuh!” ucapnya.
Kemudian dalam mobil itu kembali hening… Wineu, Deliana dan Gladis satu persatu tertidur di kursi belakang, menyisakan Kiara dan Farhan di jajaran depan yang mau tak mau harus tetap sadar.
“lo jangan tidur, Ra! Nanti gue ngantuk kalo gak ada temen!”
“iyeee! Gue kan memang selalu ada buat lo, Han!”
“Idiiiih gak ikhlas lo?”
Keduanya tertawa lalu kembali fokus pada urusan masing-masing. Farhan menyetir – Kiara menonton video TikTok di ponselnya. * *** Deliana, Tsanny dan teman-temannya merupakan pengurus inti himpunan mahasiswa jurusan pendidikan geografi di kampus mereka. Dalam rangka pelepasan jabatan, diadakan pesta kecil-kecilan dengan kemah satu malam. Bukan kegiatan resmi himpunan, tapi hanya direncanakan oleh mereka sebagai wujud syukur karena sudah tidak akan berurusan lagi dengan kegiatan himpunan yang menyesakkan. Sekaligus tahun baruan juga, sih.
Farhan yang usianya dua tahun lebih tua dari yang lainnya merupakan ketua, dan Kiara sebagai wakilnya. Farhan Kiara terpilih menjadi ketua dan wakil ketua himpunan dengan perolehan suara 92%. Disamping keahlian mereka yang selalu bisa menyelesaikan masalah dengan tenang, mereka juga sama-sama Idola kampus karena wajah mereka yang menawan.
Deliana dan Wineu merupakan sekretaris I dan II, Gilang adalah bendahara, Gladis sebagai ketua departemen kerohanian, Tsanny ketua departemen sosial budaya dan Yudha adalah ketua departemen pendidikan di himpunan mereka.
*
*
Sehari sebelumnya —akhirnya terjadi badai di hubungan kita yang damai— *** Sore hari pukul 5, Deliana menerima panggilan masuk dari Tsanny saat ia sedang mengeringkan rambut ikalnya menggunakan hair dryer. Ia baru selesai mandi.
”Halo, Del! Keluar dulu sebentar doang!”
“mau ngapain? Kamu ada di luar?” Ia mengintip dari kaca jendela kamar di lantai dua rumahnya, dan benar ada Tsanny di depan gerbang rumahnya.
”Iya aku di luar! Bentar aja ih keburu hujan”
“Iyaa!”
Deliana menyisir rambut setengah basahnya asal, kemudian cepat-cepat menghampiri Tsanny.
“Kenapa, Tsann? Kamu habis dari mana? Kok gak bilang mau pergi?”
Tanya Deliana bertubi-tubi pada Tsanny yang masih duduk di motor vario hitamnya dan masih menggunakan helmya. tandanya Tsanny gak akan lama-lama.
“itu tadi nemenin Yudha ke BIP, beli sleeping bag buat besok” Suaranya agak tertahan karena terhalangi oleh masker berwarna hijau yang Tsanny pakai, masker medis 3 lapis sesuai anjuran pemerintah. — BIP : Bandung Indah Plaza, nama mall.
“Iya atuh”
“nih aku beliin ini buat kamu tadi di Indomaret, buat bekel besok camping!” Tsanny menyerahkan satu kantong plastik besar berwarna putih pada Deliana.
“apaan itu?”
“Cemilan, vitamin, lotion nyamuk, koyo, minyak angin”
“sebanyak itu?” Deliana terkejut, kantong plastik di tangan Tsanny masih belum ia terima juga.
“Iya ih ini cepet ambil aja atuh!” Tsanny menjulurkan tangannya agar kantong plastik yang ia pegang segera diambil alih oleh Deliana.
“Kamu beli ini abis berapa? Aku gantiin uangnya” Deliana akhirnya mengambilnya.
“gak usah diganti atuh lah! Kan aku beliin buat kamu, kamu kan pacar aku!”
“iya tapi aku gak enak, ini banyak banget. Nanti uang kamu buat kebutuhan yang lain jadi berkurang gara-gara aku!”
“Del…” mata Tsanny yang bulat menatap ke arah Deliana. walau wajahnya tertutup masker, dari matanya saja Deliana bisa melihat ada kekecewaan.
“Aku ini sebenernya kamu anggep apa sih, Del?”
Deliana benar-benar terkejut dengan pertanyaan Tsanny barusan. Ditambah lagi dengan intonasi suara yang rendah, membuatnya paham bahwa Tsanny sedang sangat serius kali ini.
Selama tujuh bulan berpacaran, tak pernah sekali pun Tsanny seperti ini. Biasanya lelaki itu akan merespon dengan ”ya udah, gimana Deliana aja”, ngalah terus.
Tsanny selalu terima jika pacarnya itu berkata ”biar aku ganti” setelah kencan mereka. Kali ini sepertinya lelaki itu mulai lelah.
“Del, aku kan pacar kamu… wajar aja aku ngasih sesuatu buat kamu kayak gini” intonasi suaranya masih rendah.
“tapi Tsann, aku gak enak”
“mau sampe kapan kamu gak enakkan kayak gini?”
“aku cuma gak mau ngerepotin kamu, Tsanny”
“gak sama sekali! Udah itu ambil aja ya?”
“beneran nanti aku ganti aja uangnya, Tsann!!”
“Del…”
Deliana menatap ke arah Tsanny sambil membuka matanya lebar-lebar,
“ya udah, siniin aja!” Tsanny merebut kembali kantong plastik tadi, “kamu bisa beli sendiri ke Indomaret kalo memang mau bayar mah. Aku pulang”.
Tsanny melajukan motornya tanpa menunggu respon dari Deliana. Wanitanya hanya membatu di gerbang rumahnya, dan ia semakin merasa tidak enak pada pacarnya.
“Siapa tadi? Kok kenceng banget ngegas motornya?” tanya Ibunya Deliana di ambang pintu rumah.
“Tsanny, Bu! buru-buru dia takut hujan” jawabnya bohong sambil berjalan kembali masuk ke rumah.
“Lho kok gak disuruh masuk?”
“kan tadi Del udah bilang, Bu! Tsanny nya buru-buru”
“oh gitu.. kirain lagi marahan”
Deliana tak menggubris dan kembali ke kamarnya, memikirkan apa yang harus ia lakukan setelah ini. Ini pertengkaran pertama mereka dari sejak awal berpacaran.
Malamnya Deliana memberanikan diri untuk bertanya pada pacarnya melalui perantara ponsel, sebagai bentuk usahanya mencairkan suasana.
Deliana : Tsann.. kamu marah ya? Aku minta maaf Tsanny : gak papa, gak usah dibahas lagi Deliana : :’’( kamu lagi ngapain? Tsanny : lagi mikirin gimana caranya biar kamu mau nerima aku Deliana : Ih aku nerima kamu kok!! Tsanny : hahaha bercanda. Tidur aja kamu biar besok gak telat.
Deliana pikir lelakinya sudah benar-benar melupakan kejadian sore hari tadi. Namun nyatanya tidak, keesokan paginya Tsanny tetap menghindar. Bahkan Tsanny menolak kala Deliana meminta untuk memboncenginya menuju Ranca Upas. ini bencana besar. * * *** Karena jalanan yang padat akibat dari liburan akhir tahun, mobil Farhan baru tiba di Ranca Upas pukul 2 siang. Sedangkan Tsanny, Yudha dan Gilang sudah sampai dari pukul 11 karena hambatan yang mereka lalui di jalanan lebih sedikit.
“pegel banget pantat gue!” celetuk Gladis sesaat setelah turun dari mobil.
“lo mah enak bisa tidur, gue dari tadi melek” Kiara protes, adu nasib.
“Yeeeeu! Ngeluh aja bisanya, gue nyetir lebih cape! Pegel kaki gue nih, nanti pijetin awas aja!”
Deliana dan Wineu hanya terkekeh menyaksikan perdebatan ketiga temannya itu.
“eh, Yudha Gilang sama Tsanny telfon dong! Tanyain mereka dimana!” Farhan berkata sambil membuka bagasi mobilnya.
“lo aja telfon Tsanny, Del!” ucap Gladis.
Deliana terdiam.
“Udah udah gue aja yang telfon” Wineu akhirnya mengalah karena tahu bahwa Deliana sedang tak mau mengganggu Tsanny.
- ”Halo? halo Gilang! lo dimana?”
”oh gitu? Ya udah ini kita baru sampe. Masih di parkiran”
”oke” -
“mereka aja yang ke sini katanya, Han! Mereka udah sewa tenda sama kompor, jadi udah booking tempat di camping ground nya”
“ohh, syukur kalo gitu” ucap Farhan merasa lega, “nih bawa barang kalian masing-masing!” lanjutnya. Yang lainnya otomatis menngambil barang bawaan mereka.
“Han, helm gue taro disini aja ya?” izin Deliana.
“Iya simpen aja”
“Tuh mereka datang juga!” Kiara menunjuk ke arah ketiga teman lelakinya yang berjalan mendekat.
“lama banget kalian, anjir!” protes Yudha.
“Lo protes mulu, nyet! Nanti pulangnya gue yang bawa motor, lo naik mobil mau?” balas Gladis.
“GAKKKKK!”
“ya udah gak usah ngomel yeeeeeu!”
Yang lainnya hanya geleng-geleng kepala karena perkelahian Gladis dan Yudha sudah sangat sering terjadi. * * ** “Han, tolong dong! ini tanahnya agak keras, susah nancepnya!” Wineu setengah berteriak ke arah Farhan.
Farhan yang mendengar itu tentu saja langsung menghentikan kegiatannya yang sedang mengeluarkan barang-barang dari ranselnya di dalam tendanya.
Tenda milik Farhan dan ketiga teman lelakinya sudah tegak berdiri lebih dulu.
“gue aja, Han! Lo istirahat aja, dari tadi lo mulu!” ucap Tsanny yang kepalanya tiba-tiba muncul dari luar.
“ANJING KAGET GUA!! Kenapa lu nongol begitu Tsanny gelo!”
Yang diomeli hanya tertawa dan kemudian berlari ke arah tenda teman-teman perempuannya.
Ramai sekali orang yang datang untuk berkemah di Camping ground yang sangat luas ini, terlebih hari ini adalah hari terakhir di tahun 2021.
Tenda Tsanny, Deliana dan teman-temannya berdiri di ujung dekat ke arah parkiran. Yudha yang memilih, biar gak nyasar dan gak jauh ngangkat barang, katanya.
Tsanny setengah berlari ke arah tenda teman-teman wanitanya. Jarak tendanya dan tenda yang akan dihuni pacarnya itu tak terlalu jauh, hanya sekitar lima meter. Mereka setting kedua tenda itu untuk saling berhadapan agar memudahkan jika terjadi hal yang tidak terduga.
“loh kok malah lo yang kesini, Tsann?” tanya Kiara.
“Kasian Farhan kerja mulu, hahaha” jawabnya diikuti dengan tawa teman-temannya.
“Ih rame banget di toiletnya, jadi lama!” ucap Deliana, yang langsung terhenti kala melihat Tsanny yang sedang sibuk menolong Wineu memasang tenda.
“bersih gak toiletnya, Del?” tanya Gladis penasaran.
“Lumayan” jawab Deliana singkat.
“nahhh, kelar! Selamat beristirahat di istana kalian!” celetuk Tsanny setelah berhasil menancapkan frame dan pasak terakhir di tanah yang wineu bilang keras itu. Yang mendengarnya sontak tertawa.
“*Thanks, Tsann” ucap Kiara.
Melihat tenda telah berdiri tegak, Deliana berinisiatif untuk memasukkan ranselnya dan milik teman-temannya ke dalam tenda. Tapi langsung diinterupsi oleh Tsanny. Lelaki itu selalu mengambil alih setiap barang yang Deliana angkat. tanpa obrolan dan bahkan Tsanny tak menoleh ke arah Deliana sama sekali. Yang lain hanya geleng-geleng kepala, padahal kedua sejoli itu sedang saling putus asa.
“Nah sekarang udah, kan? Gue balik ke tenda gue lagi ya!” ucap Tsanny setelah semua barang sudah masuk ke dalam tenda.
“Aman!! makasih ya, Tsann!” ucap Wineu.
“Thank you, tsann!” Gladis dan Kiara bersamaan.
Sebelum kembali ke tendanya, Tsanny mendekati Deliana yang sedang merapikan barang dalam tenda. Ia mengusap pucuk kepala wanitanya itu pelan lalu benar-benar kembali ke tenda miliknya. Yang diusap kepalanya terheran-heran.
Kejadian barusan sangat jelas dapat disaksikan oleh teman-temannya, karena tenda tidak ditutup.
“apa-apaan sih! Yang uwu-uwu dilarang kelihatan oleh mataku!” celetuk Gladis yang sedang menyapu daun-daun kering yang berserakan di depan tenda.
“iri lo, Dis? Hahaha” balas Kiara yang sedang memeriksa kekuatan tancapan frame tendanya.
Wineu yang sedang mengambil foto untuk kenang-kenangan di ponselnya hanya terkekeh. * ** “eh, liat rusa yuk disana!!” ajak Gladis bersemangat setelah mereka selesai dengan urusan membangun tenda dan beres-beresnya. Kini mereka sedang berjejer merebahkan tubuh mereka di dalam tenda.
“mager ah!” jawab Kiara.
“mager juga! Cape guee!” tambah Wineu.
“kalo lo gimana, Del? Ayo dong please!! Kapan lagi kita kesini coba? Masa Cuma mau goleran doang!” ia menatap ke arah Deliana penuh harap.
“Ya udah, ayooo!” Deliana dan sifat gak enakkan nya.
Mereka berdua akhirnya bangkit, keluar dari tenda merah itu kemudian berjalan menuju penangkaran rusa yang tak jauh dari sana.
“eh mau kemana lo berdua?” teriak Gilang di depan tendanya pada Gladis dan Deliana.
“Mau liat rusa!!” jawab Gladis yang juga berteriak.
“dasar cewek! Rusa doang diliatin!” celetuknya. **
BUGHH
“aw sakit anjir, Tsann! Lo mau kemana lagian rusuh amat, jadi nubruk gue!” Gilang meringis kesakitan mengusap-usap bahunya.
“sorry hehehe!” Tsanny yang berjalan sambil memakai hoodie nya jelas membuat ia tak bisa melihat jalan di depannya dengan baik.
“mau kemana gue tanya?! Liat rusa juga?”
“Liat cewek cakep yang lagi liat rusa!” ucapnya sambil berlalu menjauh dari hadapan Gilang.
“gelo aing merinding! Bucin ih amit-amit!”
Pukul tiga sore di penangkaran rusa tidak terlalu ramai. Maksudnya tidak seramai di camping ground. Gladis dan Deliana membeli wortel terlebih dulu seharga lima ribu per-ikatnya. Yang kemudian akan masuk ke perut rusa-rusa yang Gladis bilang cute di dalam penangkaran sana.
“Eh, Del! Pacar lo tuh!” Gladis menyenggol Deliana dan berbisik saat melihat Tsanny yang tiba-tiba ada di sana juga, membeli wortel untuk makan rusa.
“Cuek aja, dia nya juga pasti bakal cuekkin gue”
“cuekkin gimana? Orang tadi ngusap-ngusap kepala gitu!”
“dia mah memang gitu! Mau semarah apa pun tetep kayak gitu”
“ah anjir, salah nih gue malah membuka topik ini”
“lah emang kenapa?”
“iri dengki nih, darah gue mulai panas”
“ngasal banget!” keduanya terkekeh. * ** Meskipun mereka berada di tempat yang sama dan melakukan kegiatan yang sama, Tsanny tetap terlihat jelas menghindar dari Deliana.
Deliana berkali-kali memergoki iris mata pacarnya yang sedang tertuju ke arahnya, namun setelah ketahuan, Tsanny akan berpura-pura melihat ke arah lain seolah sedang tidak memerhatikan wanitanya. Padahal jelas banget lagi ngeliatin.
“Eh awas, Del! Lo mau ditubruk!” Gladis setengah berteriak saat melihat ada satu rusa yang tiba-tiba mendekat ke arah Deliana.
“aaaaa” Deliana refleks berlari sambil tertawa.
Dari kejauhan, Tsanny hanya tersenyum melihat kejadian tadi. Sebenernya sih mau ngehalangin rusa itu supaya gak usah deket-deket sama pacarnya. Tapi gengsi.
“Coba ajakin si Tsanny gabung deh, Del! Dia merhatiin mulu dari tadi, tapi gak mau gabung”
“hahaha, ya udah gue chat dia nih sekarang!”
Gladis hanya mangut-mangut dan kembali melanjutkan kegiatan memberi makannya.
“ah tetep gak mau orangnya!” ucap Deliana sambil menekuk wajahnya dan kemudian memasukkan ponselnya ke dalam kantong jaketnya kembali.
“Ya udah, sabar aja yaa anak muda!”
Deliana menghela napas kasar. Pasrah. * * ** Pukul 5 sore mereka bertiga kembali lagi ke tenda. Dengan formasi yang sama. Gladis dan Deliana berjalan terlebih dahulu dan Tsanny mengekori mereka.
Saat mereka sudah hampir sampai, Tsanny berlari mendahului Gladis dan Deliana karena melihat Farhan dan Yudha sedang bermain bulu tangkis di halaman tenda, ditonton oleh Gilang dari dalam tenda yang terbuka. Tsanny mau bergabung.
Deliana dan Gladis tentu saja kembali ke tenda mereka. **
“dapet raket dari mana?” Tsanny bingung karena memang tak ada yang membawa raket dari rumah.
“nyewa” jawab Gilang singkat.
“mau ikutan dong, gue!!”
“nyewa aja sepasang lagi! Jadi kita main ganda putera!” ucap Gilang.
“males ah! Giliran aja ah elah!” protes Tsanny.
“yeeeu lo mah gak mau ngemodal!” Yudha kali ini yang bersuara.
“gak gitu ya anjir!”
“ya udah nih nih pake punya gue, Tsann!” Farhan menyerahkan raketnya kepada Tsanny.
“lo memang teman aing yang paling baik, Han!”
Dari dalam tenda, Deliana tersenyum mendengar percakapan barusan. Yudha salah besar kalau bilang Tsanny orang yang ‘gak modal’, karena faktanya kebalikannya.
Sejak hari pertama pacaran, bahkan sebelum pacaran pun Tsanny adalah orang yang selalu rela menggunakan uangnya. Sebanyak apa pun, asal dirinya bisa membuat orang disekitarnya tidak kesulitan, ia akan rela.
Pernah satu waktu, ada anggota departemen Tsanny yang ditugaskan mencetak spanduk acara himpunan dan orang tersebut melakukan kesalahan. Tsanny lah yang rela mengeluarkan uang untuk mengganti kerugian kas himpunan atas kesalahan anggotanya.
Di waktu berbeda, ketika ia melihat kakek-kakek rentan penjual koran melintas di hadapannya yang sedang memesan nasi goreng di pinggir jalan. Tsanny dengan hati-hati bertanya apakah kakek tersebut sudah makan atau belum. Dengan hati yang ikhlas, Tsanny memberikan makanannya kepada sang kakek padahal hanya itu bekal uangnya yang tersisa.
Itu Love language nya, giving gifts dan act of service.
Dan yang terakhir tentu saja yang ia rasakan sendiri. Tsanny yang selalu siap sedia memberikan apa pun yang ia kira dibutuhkan oleh Deliana. Padahal wanitanya tak pernah meminta, dan berujung uangnya diganti karena Deliana merasa merepotkannya.
Itulah mengapa Tsanny dan love languagenya selalu kewalahan ketika harus menghadapi Deliana yang tidak enakkan. * * ** Pukul 11 malam, api unggun sudah menyala selama 3 jam. Ke-8 rekan himpunan sekaligus sahabat itu telah banyak berbincang, tentu saja setelah mereka makan malam.
“Inget banget gue waktu awal masuk hima, si Farhan nangis waktu diospek sama kating kita yang galak itu, tuh!” Yudha kembali membuka kenangan mereka di masa lalu.
Semuanya tertawa, bahkan Farhan juga tertawa.
“gak kerasa banget ya, udah 3 tahun” kata Gilang, justru membuat mereka semua menjadi terharu.
“eh eh, jangan pada nangis, dong!!” Kiara menatap satu persatu temannya.
“ENGGAK!” semuanya serentak mengelak.
“iya sih 3 tahun, tapi yang cinlok Cuma sepasang!” celetuk Gladis.
“Ya udah, sekarang kita main jujur-jujuran aja!” usul Wineu.
“maksudnya gimana?”
“ya apaa gitu.. main truth or dare kek, apa kek!”
“basi ah” protes Tsanny.
“jangan gitu ah! Kasih kesan-kesan aja masing-masing.. selama kabinet kerja gue sama Kiara, kesan kalian gimana?” Farhan menengahi.
Semuanya terdiam, memproses ingatan mereka masing-masing. Mengingat kembali kenangan masa-masa selama mengabdi di himpunan.
“gue mah gak bisa merangkai kata!” celetuk Gilang.
“ya udah yang mau ngomong aja, siapa?”
“gak ada!” ucap semuanya serentak.
“ah gue mah nyerah aja dah, capek banget ngadepin lo semua!” ucap Farhan yang membuat semuanya tertawa.
“nyanyi aja nyanyi buru!”
“nyanyi tanpa alat musik?” tanya Tsanny.
“gak papa, pake rekaman musik di hp gue aja, Tsann!” kata Kiara.
“ya udah, puter sekarang”
“Asiiiiik!!” Gilang dan Yudha bersorak, pun yang lainnya. Akhirnya api unggun malam ini tak hening lagi.
Malam tahun baru terasa sangat panjang.
Setelah Tsanny menyanyikan satu lagu, akhirnya yang lain pun ikut bergabung dan tak terasa mereka bernyanyi sepanjang malam sambil sesekali diselipkan obrolan ringan.
Di tenda yang lain pun sama, semuanya bercengkrama. Menanti pergantian tahun dengan suka cita bersama orang-orang tercinta.
Suara ledakan kembang api menjadi backsound di pukul 00.00 malam itu. Langit menjadi warna-warni, semua orang tersenyum seri.
Tsanny yang duduk di sebelah kekasihnya tiba-tiba mendekat dan berbisik “Happy new year, Del” di telinga kiri Deliana. Wanitanya menoleh ke arahnya dan tersenyum. Tsanny hanya mengangguk-angguk, mengisyaratkan bahwa setelah ini semuanya akan baik-baik saja.
Lelaki itu tiba-tiba menggenggam tangan Deliana,
“dingin ya?”
“dikit”
“banyak, ah”
“ih maksa”
Tsanny terkekeh, “coba tangannya deketin ke api! Kayak gini” ia membuka kedua telapak tangannya dan mendekatkannya ke api unggun. Deliana mengikuti.
“kalo nanti di dalem tenda dingin, tiup aja telapak tangannya, Del!”
“tau aku juga, atuh!”
“tiupnya jangan ‘HUUUUU’, tapi ‘HAHHH HAHHH’” ucapnya sambil meniup telapak tanyannya.
Deliana hanya menertawakannya.
“kalo kayak gini tuh jadi inget waktu aku pertama kali ke rumah kamu!”
“loh emang kamu ngapain waktu itu?”
“aku gak ngapa-ngapain, sih! Inget aja we atuh!”
“ih random banget kamu!!”
“aku kan memang ingetnya tentang kamu terus, Del!” * *
Hari pertama Tsanny ke Rumah Deliana —Tarawih Buddy— *** Malam itu pukul 8 malam, di pertengahan bulan ramadhan.
“Assalamualaikum!” Tsanny mengucap salam setengah berteriak di depan gerbang rumah Deliana.
Namun setelah sekian lama mengucap salam, tetap tak ada respon.
“Ih belegug pisan Tsanny! Ini ada bel padahal!” ucapnya memaki diri sendiri kemudian langsung memencet bel nya.
Seorang Ibu yang menggunakan jilbab warna coklat keluar dari dalam rumah dan membukakan pintu untuk Tsanny. “siapa?” tanya Ibu tersebut.
Tsanny tersenyum memperlihatkan gummy smile nya kemudian salim kepada wanita paruh baya itu, Ibunya Deliana.
“kenalin tante, saya Tsanny!”
“iya Tsanny, ada keperluan apa ya? Ayo masuk dulu!” wanita itu tersenyum ramah menyambut Tsanny.
“ini saya bawa kurma, buat takjil” ucapnya sambil menyerahkan satu kantong plastik yang berisi tiga boks kurma yang ia beli di super market di perjalanan tadi.
“Alhamdulillah, terima kasih ya, nak! Ayo masuk masuk!”
“gak papa tante disini aja, Deliana nya ada?”
“ohh kamu temannya Deliana? Anaknya lagi buka puasa bersama di luar, belum pulang”
Tsanny hanya mangut-mangut mendengar penjelasan dari Ibu Deliana.
“Ayo masuk dulu atuh sambil nungguin!, nah duduk di kursi teras aja!”
Akhirnya Tsanny menurut dan benar-benar duduk di teras rumah Deliana, perempuan yang ia kagumi selama 2 tahun ke belakang.
“kayaknya Del masih lama deh, Tsanny. Kamu udah coba telfon?”
“gak papa deh tante, Tsanny pulang aja sekarang! Niatnya saya kesini memang mau ketemu sama tante”
“loh? Ada apa memangnya?”
“gini tante… saya temen Deliana di himpunan. Dari awal saya kenal sama Del, saya selalu kagum sama dia. Dia selalu bantuin saya di himpunan, bantuin tugas kuliah saya juga, dan banyak lagi”
“Alhamdulillah kalau Deliana baik ke temannya” sambil diiringi dengan senyuman.
“Saya sekalian silaturahmi kesini, mau minta izin ke tante.. boleh gak kalau saya mendekati Deliana?”
Lawan bicara Tsanny saat ini membeku. Beliau terkejut atas kalimat yang diucapkan pemuda berusia dua puluh tahun di hadapannya itu. ”kenapa gak tanya langsung aja ke anaknya?”, batinnya.
“Nak Tsanny… saya memang Ibunya Deliana, tapi yang lebih berhak buat kasih izin kamu itu anak tante sendiri. Tante gak akan larang-larang kalian, kalian boleh berteman dan saling mengenal satu sama lain. Tapi tetap ingat batasannya ya, nak!”
Tsanny mendengarkan kalimat itu dengan seksama sambil mengangguk-angguk.
“kamu habis dari mana? Sengaja datang kesini, nak?”
“enggak tante, tadi saya habis pulang dari rumah temen, buka puasa bersama disana”
“ohh gitu… rumah kamu di mana?”
“deket tante, di blok sebelah. Jadi saya mampir dulu sebentar buat ngasih kurma, hehe”
Ibu Deliana hanya mangut-mangut sambil tersenyum kepada Tsanny, membuat Tsanny tidak merasa canggung sama sekali.
“Ya sudah tante, saya pamit pulang aja! Kasian Mama saya nunggu!” ucapnya sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman lagi.
“Anak baik kamu, nak!”
“hehe, makasih tan! Saya pamit, Assalamualaikum!”
“Waalaikumsalam”
Tsanny berjalan menuju gerbang dengan hati yang setengah bahagia dan setengah khawatir. Ia senang karena diterima dengan baik oleh Ibu dari wanita impiannya, namun di sisi lain ia khawatir jika tindakannya kali ini tidak tepat. Tapi ia bersungguh-sungguh, kala berkata bahwa ia mau mendekati Deliana.
Ia kembali duduk di atas motornya yang masih terparkir di depan gerbang rumah Deliana dan menggunakan helmnya.
“Siapa kamu?!”
Suara berat itu mengagetkan Tsanny yang akan melajukan motornya. Tsanny terkejut dan kedua tangannya refleks menutup mulutnya.
“kenapa kamu nutup mulut begitu? Kaget?”
“eh? Bukan om, ini dingin jadi saya tiup-tiup telapak tangan saya! HAHHH HAHHH” ia berbohong. —ini yang tadi Tsanny bilang “kalo kayak gini tuh jadi inget waktu aku pertama kali ke rumah kamu!”.
“kamu siapa? Kenapa parkir di depan rumah saya?”
Oh, ini ayahnya Deliana.
“iya om, tadi habis mampir”
“gak shalat tarawih kamu?”
“hehehe, enggak om”
“besok-besok kalo mau bertamu itu, harus tahu waktu! Jam segini itu waktunya Ibadah!”
Tsanny hanya terdiam, tak tahu harus merespon seperti apa.
“ya sudah, saya masuk! Assalamualaikum!”
“iya om, Waalaikumsalam”
“celaka, kayaknya Ayah dia gak suka sama gue”. ** Setelah Deliana kembali ke rumahnya,
“tadi ada temenmu tuh, bawa kurma banyak banget!” ucap Ibunya yang sedang mengupas wortel di meja makan.
“lho? Siapa? Gak ada yang bilang mau datang, kok!”
“Tsanny namanya! Mau dekati kamu, katanya!”
“HAHHHH? Tsanny? Yang idungnya mancung?”
“iya, yang pake anting-anting tuh!” jelas sang Ibu.
“HAHAHAHA! tiba-tiba banget!” Deliana masih terkejut dengan kenyataan yang sedang ia hadapi ini, padahal Tsanny dan dirinya sama sekali belum membicarakan hal yang menjurus ke arah pendekatan.
“Ayah mana, Bu?”
“udah tidur, Del”
Sang anak hanya mengangguk-angguk.
“kalau Tsanny anaknya baik, dan kamu memang suka dia. Terima saja, nak!”
“Ih Ibu!! Jadi malu akuuu”
“Tuh kan berarti kamu juga naksir!!”
“Dikit, sih! Soalnya anaknya perhatian banget… tapi Del kira dia baik ke semua orang gitu loh, Bu! Makanya Del gak baper”
“Ganteng juga, ya?”
“Ibuuuu ih!”
Ibunya menertawakan tingkah anaknya yang jelas-jelas salah tingkah itu. ** Hari setelah Tsanny datang ke rumah Deliana, Ayah Deliana pulang tarawih dengan wajah yang ceria.
“Kenapa sih, Ayah?” tanya anaknya.
“Itu tadi orang di sebelah Ayah lucu banget”
“Gimana emang, yah?”
“Dia bilang, Ayah mirip Dude Herlino!”
Istri dan anaknya menahan tawa mendengar pernyataan barusan.
“Terus dia bisa nebak jumlah cicak di dalem masjid, dong! dan jumlahnya bener!”
“Ayah ih gak merhatiin yang ceramah!” ucap Deliana.
“Itu ngobrol bentar doang, atuh!”
“Siapa emangnya, Yah?” tanya sang Istri.
“Tsanny namanya”
Deliana dan Ibunya terkejut.
“kemarin teh Ayah liat dia di depan rumah, katanya abis mampir. Terus barusan pas di jalan pulang, dia Ayah ajakin mampir lagi, tapi gak mau!”
“Oh iya, Ibu lupa bilang! Itu loh, Yah. Kurma yang tiga boks itu tuh dari dia”
“oooh”
“kok gak mau mampir dia, Yah? Kenapa katanya?” tanya Deliana.
“belum siap katanya”
Diakhiri dengan tawa dari ketiganya.
Sebetulnya, Deliana memang sudah tertarik oleh Tsanny sejak awal. Namun, bukan ketertarikan yang menjurus ke arah pacaran. Hanya sekedar menyukai kepribadiannya saja.
Tsanny yang ramah kepada siapa saja, Tsanny yang selalu bisa mencairkan suasana, Tsanny yang punya seribu cara untuk mendapatkan apa yang dia mau, Tsanny yang memiliki rasa peduli yang tinggi pada orang lain.
Walau penampilannya yang nyentrik (anting-anting yang tak pernah ia lepas, kalung rantai yang selalu melingkar di lehernya dan rambut panjang yang tumbuh hingga melewati matanya). Tetap saja, Tsanny adalah orang yang sangat baik di mata Deliana.
Di hari yang sama saat Tsanny membawakan kurma ke rumah Deliana, lelaki itu meminta izin padanya.
Tsanny : Del? Deliana : Iya Tsann? Makasih ya, kurmanya! Tsanny : Sama-sama, gimana Del? Deliana : gimana apanya? Tsanny : boleh gak, aku jadi orang yang setiap hari ngucapin “selamat pagi” ke kamu?
Tepat setelah membaca pesan itu, Deliana terkekeh geli. ”cringe bangeeet!”, tapi tetap saja, ia merasa salah tingkah.
Namun pertanyaan Tsanny tak ia jawab saat itu juga, Deliana tetap meminta waktu untuk berpikir. ** Hari-hari setelahnya, Ayah Deliana dan Tsanny selalu pergi tarawih bersama. Kedua orang tua Deliana perlahan mulai menyukai Tsanny karena kepribadiannya yang menyenangkan.
Hari-hari itu juga, Deliana semakin jatuh dan jatuh kepada Tsanny karena elaki itu bersungguh-sungguh padanya. Hingga akhirnya.. setelah pertanyaan Tsanny digantung selama satu minggu,
Deliana : aku mau, Tsann. Tsanny : mau? Deliana : Iya! mulai besok, ucapin selamat pagi buat aku setiap hari, ya?!
* *
Pukul empat pagi, Deliana terbangun karena perlu buang air kecil. Ketiga temannya tertidur dan ia tak mungkin membangunkan mereka untuk mengantarnya ke toilet, terlebih mereka baru 3 jam yang lalu kembali ke tenda untuk beristirahat. Ia sama sekali tak masalah pergi ke toilet sendirian karena di luar tenda masih ramai orang-orang yang berkeliaran.
Tak lama, hanya 10 menit waktu yang ia butuhkan hingga kembali lagi ke tenda. Ia merebahkan tubuhnya kembali untuk kembali tidur, namun tertahan ketika mendapatkan pesan dari Tsanny yang memintanya untuk menunggu di depan tenda.
“Kenapa, Tsann?” tanya Deliana saat Tsanny sudah ada di hadapannya.
“kan tadi aku bilang, aku mau ngobrol”
“Iyaa.. ayoo!”
“di sana aja!” Ia menunjuk ke arah belakang tenda milik Deliana. Posisinya di pojok camping ground. Jangan salah paham, bukan tempat yang gelap dan tinggi semak-semak, kok!.
“Sini!” kata Tsanny setelah ia duduk di tanah, mengajak Deliana duduk di sampingnya. Dan wanitanya menurut.
Hening beberapa menit. Tsanny bingung harus memulai obrolannya dari mana.
“Kenapa, Tsann”
“Gak papa… aku rasa kita emang jarang banget kayak gini. Iya gak, sih?”
“Iyaaa..”
“Aku minta maaf yaa, Del”
“kenapa?”
“kita jarang banget tukeran cerita, kita cuma sibuk himpunan aja setiap hari”
“kamu kenapa kok jadi overthinking, Tsann?”
“aku seharian kemarin mikirin ini loh… apa Deliana udah gak mau kali ya sama aku?”
“hus! Kok gitu bilangnya!!”
“ya kan itu cuma ada di otakku aja, Del!”
“aku selama ini cuma apa ya, Tsann…”
“kamu gak enakkan!”
“aku takut banget ngerepotin kamu, beneran deh. Kamu itu baik banget, Tsanny!!”
“terus aku harus jadi jahat, gitu?”
“Ih gak gituuuuu!” keduanya tertawa.
“Namaku kan Tsanny”
“Iya aku tahu nama kamu Tsanny!”
“tapi kalo diucapin, itu bakal jadi kayak sunny. Aku suka namaku. artinya cerah, bercahaya!”
“Iyaaaa Tsann, aku juga suka nama kamu!”
“kayak matahari! Cerahh!”
Deliana tersenyum mendengarkan ocehan pacarnya dengan seksama.
“coba kamu anggap aku matahari!”
“kenapa matahari?”
“Matahari setiap hari ngasih cahaya buat bumi, apa dia capek?”
“enggak lah, kan bumi yang mengelilingi matahari! Masa kamu kuliah geografi gak paham, Tsann!”
“Nahhh.. justru itu!”
“gimana?”
“Aku gak akan pernah capek ngasih semua yang aku punya buat kamu, kayak matahari yang gak pernah capek ngasih cahayanya buat bumi” Ucapnya sambil menatap mata Deliana, “Asalkan kamu selalu ada di sekitar aku, kayak bumi yang selalu berotasi mengelilingi matahari” lanjutnya.
Degggg! Jantung Deliana berdetak menjadi lebih cepat, walau sudah sering kata-kata seperti itu diucapkan oleh Tsanny, namun kali ini ia rasa berbeda. Lelakinya itu sangat bersungguh-sungguh.
Katakanlah Deliana bucin alias budak cinta karena mudah terayu oleh kata-kata puitis buatan pacarnya, memang iya. Deliana luluh lantak, melebur, hatinya berantakkan.
Untung saja saat itu hari masih gelap, Tsanny tak akan melihat pipi pacarnya yang memerah bagai tomat yang siap dilahap.
“kamu bisa berhenti gak enakkan mulai sekarang!”
Deliana hanya terdiam, ia masih tersipu.
“aku minta maaf, gak boncengin kamu kemarin..” Tsanny tiba-tiba meraih kedua tangan Deliana kemudian menggenggamnya. “padahal aku pengen banget boncengin kamu, tapi aku gengsi”.
“Ih nyebelin bangett! Padahal aku udah bawa helm”
“iyaa, maaf! Nanti pulangnya kamu bareng aku, jangan ikut Farhan!”
“beneran?” tanyanya memastikan dengan intonasi yang tinggi, kesenengan.
“Iyaa” lelaki itu mengusap-usap lengan Deliana sambil tersenyum.
Dini hari di tahun baru, mereka habiskan berdua. Berbincang tentang banyak hal dan meluruskan selisih paham dalam hubungan mereka.
Saat matahari mulai sedikit demi sedikit menampakkan dirinya, kedua sejoli itu masih duduk di tempat yang sama. ”duduk aja disini, kita liat sunrise”, kata Tsanny satu jam yang lalu.
“Del..”
“apa?”
“aku tahu ini bakal jadi bencana”
“apa yang bencana?” Deliana terkejut mendengar ucapan Tsanny yang tiba-tiba.
“Kalo matahari bertabrakkan sama bumi, kan bakal jadi bencana besar!”
“terus?!” Deliana masih belum paham.
“Eh lo berdua ngapain disitu?!” Suara Yudha berteriak dan berniat menghampiri sepasang kekasih itu.
“Jangan liat ke sini Yudh!” teriak Tsanny. Yudha langsung memutar tubuhnya dan kembali ke tenda.
Saat itu juga, tiba-tiba saja Tsanny mengecup pucuk kepala Deliana singkat.
“Itu, Del! Barusan matahari tabrakkan sama bumi! let me be your sun from now on!” ia mengusap kepala Deliana dengan lembut.
Matahari mulai menampakkan seluruh bagiannya, sudah bulat sempurna keluar dari persembunyiannya. Di hari pertama tahun baru, Deliana dan Tsanny memulai hari yang baru. Sudah sepakat untuk saling terbuka satu sama lain dan saling membantu satu sama lain layaknya sepasang kekasih.
Memang mereka tak bisa memprediksi masa depan, bisa saja ada badai lain menerjang. Namun selama matahari dan bumi tidak lelah, keduanya tak akan pernah menyerah.