permintaan ketiga.
Eric menatap hasil jerih payahnya dengan puas. Untuk seseorang yang hanya handal memasak mi instan, sup rumput laut buatan Eric ini terlihat oke. Meng saja mengakui dengan mengendus masakan Eric hingga akhirnya Eric terpaksa harus mengusir kucing itu sebelum masakannya habis dimakan oleh Meng.
“Oke, sekarang gue harus apa, nih?” Eric kebingungan.
“Dimakan, Ric.”
“BAJINGAN!” Eric memasang gestur hendak menonjok Sunwoo saking terkejutnya, “permisi dulu kenapa, sih. Kaget gue anjir.”
Sunwoo tertawa, “yaelah gue kira lo udah terbiasa.”
“Ya jangan tiba-tiba gitu, dong,” balas Eric, “btw ini beneran boleh gue makan?”
“Ya boleh, lah, kan lo yang masak,” Sunwoo duduk di seberang Eric, “met makan.”
Eric mengangguk kemudian mulai menyuap supnya. Rasanya rupanya tidak mengecewakan dan Eric tambah merasa puas. Mungkin lain kali ia harus mencoba memasak makanan selain mi instan. Siapa tahu skill memasaknya bisa meningkat drastis.
“Ngomong-ngomong, kenapa lo tiba-tiba nyuruh gue masak ini?” Eric bertanya dengan mulut penuh.
“Telen dulu tuh isi mulut lo,” balas Sunwoo sebelum berjalan menuju kulkas.
Eric menerka-nerka ketika Sunwoo kembali membawa sebuah kotak. Kegiatan makannya seketika berhenti ketika Sunwoo mengeluarkan sebuah kue dari dalam kotak tersebut. Ditatapnya Sunwoo yang sibuk memasang lilin dan kini berusaha menyalakannya.
“Kue ini dikirim dari Han,” Sunwoo menyodorkan kue tersebut, “selamat ulang tahun ke dua puluh tiga, Ric_.”
Eric masih terpaku di tempatnya, tidak percaya dengan matanya sendiri. Ia kemudian tersenyum kecil. Astaga, ia bahkan lupa dengan ulang tahunnya sendiri saking lamanya ia tidak merayakannya.
Dengan cepat, Eric menangkupkan tangannya, berdoa sebelum meniup lilin, berharap semua keinginannya bisa terwujud.
“Semoga semua yang lo inginkan bisa terwujud ya, Ric,” ucap Sunwoo setelah lilin padam, “semoga permintaan ketiga gue juga bisa terwujud.”
“Lah iya,” Eric baru teringat, “permintaan ketiga lo apa?”
Sunwoo tersenyum, “gak muluk-muluk, kok. Gue cuma minta mulai sekarang, di umur lo yang ke dua puluh tiga ini, lo makan yang teratur, jangan mi instan terus. Dulu lo selalu marah-marah ke gue karena gue jarang banget makan makanan sehat. Nah, sekarang giliran gue yang marahin lo. Mumpung gue masih dikasih kesempatan buat ketemu lo, gue pingin lo lebih merhatiin badan lo sendiri karena kalau bukan lo, siapa lagi? Jadi gue harap, lo bisa kabulin permintaan gue yang ketiga ini.”
Eric terdiam sejenak, “oke. Gue bakal berusaha atur pola makan gue lagi, demi lo.”
“Jangan demi gue,” Sunwoo menggeleng, “lakuin ini demi diri lo sendiri baru gue bisa bahagia.”
Kalimat Sunwoo membuat Eric tak bisa berkata-kata lagi. Hanya anggukan dengan tatapan mantap yang Eric berikan kepada Sunwoo sebagai jawaban. Lagipula sebenarnya ia sedang amat terharu sampai mau menangis rasanya. Selama beberapa tahun belakangan ini, setelah ia memutuskan pindah dari rumah bahkan kota tempat ia menghabiskan masa-masa SMA-nya, Eric selalu merasa kesepian. Namun dengan keberadaan Sunwoo, sedikit demi sedikit rasa sepi itu hilang meski Eric tidak tahu akan bertahan sampai kapan.