You Keep Me Alive: You Are Alive
Chapter 4: Lima Menit
APA PUN BISA TERJADI DALAM 5 MENIT
Vennessa Ragnvindr dibawa oleh petugas kepolisian Teyvat menuju selnya, sorakan dari narapidana lain terus menerus mengganggu perempuan bersurai merah api tersebut. Mereka memang seperti itu, apalagi karena Vennessa adalah perempuan pertama yang masuk ke dalam sel untuk penjahat kelas kakap.
MASUK SEL SAYA AJA, MBA! BIAR NANTI MALAM KAMI HANGATIN!
WOW, REDHEAD! KESUKAAN GUE, NIH!
GILA! MONTOK BANGET, COY! SINI MERAPAT, SAYANG!
PAK, MASUKIN KE SINI AJA BIAR KITA GILIR SATU-SATU!
Vennessa hanya tersenyum tipis mendengar seluruh ucapan yang dilontarkan kepadanya. Ia sama sekali tidak terganggu dengan omongan kotor yang sudah ia rasakan sejak ia kecil.
“Di sini sel-mu,” ujar seorang petugas penjaga sel.
Perempuan itu masuk ke dalam sel yang sempit tersebut, ia bahkan harus menundukkan kepalanya.
Setelah petugas tadi mengunci selnya, Vennessa dengan mudah menghancurkan borgol yang selama ini membelenggu tangannya. Ia terkekeh melihat lemahnya besi buatan kepolisian Teyvat ini.
“Penjara macam apa ini?”
Vennessa mengepalkan tangan lalu mengarahkannya ke depan, lagi-lagi ia tersenyum sebelum memukul dinding sel yang ada di hadapannya.
BOOM
Getaran terus terjadi, akibat dari tinju Vennessa setengah dari lapas narapidana Teyvat Pusat hancur begitu saja. Banyak korban jiwa yang berjatuhan, semua karena perempuan bersurai merah api yang sudah mengeluarkan tenaganya.
“Belum sampai di sini,”
Vennessa memijakkan kaki kanannya berkali-kali sehingga menyebabkan getaran yang hebat di sekelilingnya.
“BELUM SAMPAI DI SINI!”
Secara magis, rambut merahnya mulai menyala. Api yang muncul dari kulit kepalanya membuat Vennessa menyeringai, senyumnya benar-benar sudah merekah setelah kekuatannya kembali.
“TUNGGU PEMBALASANKU, LAKI-LAKI TERBANG!”
Vennessa terus mengobrak-abrik kantor polisi Teyvat Pusat, kebakaran dan gempa bumi terjadi dalam waktu 5 menit. Belum diketahui berapa jumlah korban jiwa atas kejadian tersebut.
“A-Ada apa ini?” Razor tercengang melihat keadaan kantor polisi yang sudah rata dengan tanah semenjak ia tinggal pergi sebentar ke Mondstadt.
Vennessa menghampiri Razor perlahan, kakinya tidak memijak bumi, senyum perempuan itu semakin lebar setelah melihat orang yang menahannya tadi ada di depan matanya.
“KAU!”
“BERSIAPLAH UNTUK MATI!” ujar perempuan dengan rambut api tersebut.
**
Sidang pertama Liyue melawan Jade Chambers sudah dimulai, seluruh hadirin terlihat menunduk untuk memberikan penghormatan kepada orang nomor satu di ruang pengadilan tersebut.
“Hadirin dimohon untuk duduk kembali,”
Sara dan Keqing duduk di kursi terdakwa, walaupun dalam hatinya ragu namun Keqing rasa mereka tidak akan kalah dalam persidangan ini karena bukti yang mereka miliki cukup kuat untuk melawan Yelan dan warga Liyue.
“Sebelum kita mulai, apakah dari kedua belah pihak ada yang ingin mengatakan sesuatu?” tanya sang hakim.
Yelan mengangkat tangannya, ia beranjak dari kursinya dan menunduk ke arah hakim. Seluruh wartawan yang hadir di sidang itu terperanjat melihat sikap pengacara narsis dari Liyue tersebut, belum pernah sekali pun mereka melihat Yelan tunduk dan hormat kepada hakim.
“Saya mengundurkan diri dari kasus ini, tidak ada bukti yang saya dapatkan dan saya hanya menuduh Jade Chambers atas dasar ego saja,”
Perkataan Yelan justru mendapat respon buruk dari hadirin yang berada di ruang sidang, saking tidak kondusifnya ruangan itu mereka berusaha memberontak untuk menyerang perempuan bersurai pendek tersebut.
“DASAR JALANG!”
“KAMI SUDAH PERCAYAKAN SEMUA KEPADAMU!”
“KATAMU DARI LIYUE UNTUK LIYUE!”
Sara menatap Yelan dengan aneh, ia masih menundukkan kepalanya namun Yelan terlihat sedang terkekeh mendengar seluruh ocehan warga Liyue.
“Sara?” tanya Keqing heran.
“Jangan bergerak,”
“Maksudnya?”
“JANGAN BERGERAK—”
SLASH
SLASH
SLASH
SLASH
SLASH
Banyak kepala yang berterbangan, darah yang mencuat ke sana kemari dari tubuh para hadirin memenuhi ruangan sidang. Kaki Sara dan Keqing sudah tergenang oleh banjir darah segar manusia.
Kini hanya Yelan, Keqing dan Kujou Sara yang masih hidup di ruang sidang.
“Cerdas,” ujar Yelan sambil tersenyum.
Sara beranjak dari kursinya diikuti oleh Keqing, mereka berada di situasi yang tidak menguntungkan. Seketika Sara sadar bahwa ada benang tipis yang sudah terpasang di seluruh ruang sidang.
“Hati-hati, jangan terlalu banyak bergerak,” ujar Sara kepada Keqing.
Darah di pipi Sara sudah mengalir karena terkena benang tipis nan tajam itu.
“Cerdas juga kau,”
Yelan perlahan naik dan berdiri di atas benang-benang miliknya, kalau tidak dilihat dengan jeli mungkin Yelan terlihat seperti sedang terbang.
“Jade Chambers...”
“Menyerahlah sebelum semuanya terlambat,”
Sara tak gentar sedikit pun mendengar ucapan dari Yelan, namun kaki Keqing sudah lemah melihat darah yang semakin lama semakin menggenangi kakinya.
“Menyerah tidak ada di dalam kamusku,” balas Kujou Sara tegas.
“Jika nyawaku cukup untuk mengalahkanmu, Jade Chambers tidak akan menyerah begitu saja!”
Keqing membisikkan sesuatu dengan pelan, ia benar-benar tak kuat lagi dengan darah dan baunya.
Sara, aku tak kuat lagi. Kuserahkan semuanya padamu,
Keqing memejamkan matanya, tubuhnya sudah goyah sejak tadi. Ia pingsan namun benang-benang milik Yelan mulai melukai tubuhnya.
SLASH
SLASH
SLASH
Yelan terjatuh dari udara, matanya terbelalak melihat perempuan bersurai putih dengan tatapan tajamnya.
“Mama! Sini cepat!” seru Yun Jin kepada Sara dan Keqing.
Kuki Shinobu mulai melesat dan menyerang Yelan yang masih tersungkur di lantai.
“Tolol,”
Dengan cepat juga benang-benang tadi mengikat tubuh Kuki Shinobu hingga darahnya mencuat dari sisi mana pun.
“AGH! SIAL!” maki Kuki Shinobu setelah tubuhnya tak dapat digerakkan sama sekali.
“Berani-beraninya kau menyerang—”
“Jurus ninjanya Narji!” seru Sayu melemparkan batu kerikil ke arah Yelan.
Batu-batu tadi berhasil membuat Yelan lengah dan melepaskan perangkap Kuki Shinobu.
“Sayu, pergilah,” ujar Shenhe dengan suara beratnya.
Gadis berusia 15 tahun itu bergidik setelah mendengar suara Shenhe, ia langsung mengajak yang lainnya untuk lari dari ruang sidang.
Shenhe berdiri membelakangi Kuki Shinobu yang terluka parah, aura milik Shenhe mulai menekan tubuh Yelan dengan keras.
“Jadi ini kekuatan pahlawan nasional kita,” kata Yelan tersenyum tipis.
“Bocah kemarin sore tak selayaknya bermain-main di ruangan suci ini,” balas Shenhe dengan tatapan yang bengis.
**
Di bawah pohon biru yang menerangi Chasm, terdengar suara gesekan besi dengan intens. Tak ada jeda, tak ada suara tambahan, hanya mereka dengan kedua senjatanya berbicara tentang siapa yang lebih pantas untuk menang.
“Kenapa kau malah berpihak kepada Celestia Kuno, Dainsleif?!” seru Rhinedottir dengan nafas terengah-engah.
Dainsleif tak menjawab ucapan perempuan yang ada di hadapannya itu, ia berusaha mencari titik lemah salah satu Abyss Order tersebut.
“DENGAN KEHADIRANMU SAJA KITA BISA MENGUASAI TEYVAT! TAPI KENAPA KAU MALAH MENGKHIANATI KAMI?!”
Dainsleif melepaskan serangannya, mereka berdua terdorong ke belakang akibat kekuatan dan aura milik mereka masing-masing.
“Maafkan saya, Rhinedottir. Dunia tak lagi indah semenjak bunga itu gugur di medan perang,”
Rhinedottir terkekeh mendengar ucapan Dainsleif, “Kalau begitu, akan kuwujudkan mimpimu untuk bertemu dengan gadis itu, apa kau mau?”
Dainsleif menggelengkan kepalanya, namun Rhinedottir dengan cepat berlari dan menghantam pohon kehidupan yang berdiri kokoh di tengah-tengah Chasm.
Rhinedottir menghantam pohon itu dengan keras, namun tidak ada reaksi apa-apa.
“Bodoh sekali,” ledek Dainsleif dengan tatapan sinis.
“Pohon itu diberikan nama Pohon Kehidupan karena di sana adalah tempat Tsaritsa melahirkan dua bunga terindah di Teyvat. Kau pikir dengan menghantam pohon itu kau akan mendapatkan kekuatan magis?”
Wajah Rhinedottir terlihat memerah karena malu, tatapan Dainsleif begitu mengintimidasi dirinya.
“Semua bisa terjadi dalam waktu 5 menit, Rhinedottir.” ujar Dainsleif dengan suara beratnya.
“Ya, memang benar apa katamu,”
Di sekeliling mereka mulai terlihat manusia-manusia misterius dengan jubah hitam yang menutupi seluruh tubuhnya. Jumlahnya tidak main-main, mereka mengepung Dainsleif di tengah seorang diri.
“Kalau kau tidak berada di pihak kami, lebih baik kau mati di sini, Dain.”
Rhinedottir menghunuskan pedangnya sebelum memberikan perintah kepada bawahannya.
“Aku sendiri cukup untuk mengalahkan kalian semua,” balas Dainsleif penuh percaya diri.
Ratusan manusia berjubah hitam itu mulai menyerang Dainsleif, mereka membabi buta menyerang pria bersurai pirang tersebut.
Dainsleif tidak dapat menahan serangan mereka satu persatu, satu serangan yang diberikan oleh Dainsleif dibalas dengan 10 pukulan dari musuhnya.
BOOM
Ratusan bawahan Rhinedottir tersungkur ke tanah, cahaya putih dengan hembusan angin kencang menerpa beberapa anggota Abyss Order jauh ke belakang.
“Kau terlambat,” ujar Dainsleif sambil berdiri dari tanah.
“Ya, lalu lintas di udara sedang padat-padatnya,” balas Xiao sambil tersenyum.