ismura

You Keep Me Alive: You Are Alive

Chapter 4: Lima Menit

APA PUN BISA TERJADI DALAM 5 MENIT

Vennessa Ragnvindr dibawa oleh petugas kepolisian Teyvat menuju selnya, sorakan dari narapidana lain terus menerus mengganggu perempuan bersurai merah api tersebut. Mereka memang seperti itu, apalagi karena Vennessa adalah perempuan pertama yang masuk ke dalam sel untuk penjahat kelas kakap.

MASUK SEL SAYA AJA, MBA! BIAR NANTI MALAM KAMI HANGATIN!

WOW, REDHEAD! KESUKAAN GUE, NIH!

GILA! MONTOK BANGET, COY! SINI MERAPAT, SAYANG!

PAK, MASUKIN KE SINI AJA BIAR KITA GILIR SATU-SATU!

Vennessa hanya tersenyum tipis mendengar seluruh ucapan yang dilontarkan kepadanya. Ia sama sekali tidak terganggu dengan omongan kotor yang sudah ia rasakan sejak ia kecil.

“Di sini sel-mu,” ujar seorang petugas penjaga sel.

Perempuan itu masuk ke dalam sel yang sempit tersebut, ia bahkan harus menundukkan kepalanya.

Setelah petugas tadi mengunci selnya, Vennessa dengan mudah menghancurkan borgol yang selama ini membelenggu tangannya. Ia terkekeh melihat lemahnya besi buatan kepolisian Teyvat ini.

“Penjara macam apa ini?”

Vennessa mengepalkan tangan lalu mengarahkannya ke depan, lagi-lagi ia tersenyum sebelum memukul dinding sel yang ada di hadapannya.

BOOM

Getaran terus terjadi, akibat dari tinju Vennessa setengah dari lapas narapidana Teyvat Pusat hancur begitu saja. Banyak korban jiwa yang berjatuhan, semua karena perempuan bersurai merah api yang sudah mengeluarkan tenaganya.

“Belum sampai di sini,”

Vennessa memijakkan kaki kanannya berkali-kali sehingga menyebabkan getaran yang hebat di sekelilingnya.

“BELUM SAMPAI DI SINI!”

Secara magis, rambut merahnya mulai menyala. Api yang muncul dari kulit kepalanya membuat Vennessa menyeringai, senyumnya benar-benar sudah merekah setelah kekuatannya kembali.

“TUNGGU PEMBALASANKU, LAKI-LAKI TERBANG!”

Vennessa terus mengobrak-abrik kantor polisi Teyvat Pusat, kebakaran dan gempa bumi terjadi dalam waktu 5 menit. Belum diketahui berapa jumlah korban jiwa atas kejadian tersebut.

“A-Ada apa ini?” Razor tercengang melihat keadaan kantor polisi yang sudah rata dengan tanah semenjak ia tinggal pergi sebentar ke Mondstadt.

Vennessa menghampiri Razor perlahan, kakinya tidak memijak bumi, senyum perempuan itu semakin lebar setelah melihat orang yang menahannya tadi ada di depan matanya.

“KAU!”

“BERSIAPLAH UNTUK MATI!” ujar perempuan dengan rambut api tersebut.

**

Sidang pertama Liyue melawan Jade Chambers sudah dimulai, seluruh hadirin terlihat menunduk untuk memberikan penghormatan kepada orang nomor satu di ruang pengadilan tersebut.

“Hadirin dimohon untuk duduk kembali,”

Sara dan Keqing duduk di kursi terdakwa, walaupun dalam hatinya ragu namun Keqing rasa mereka tidak akan kalah dalam persidangan ini karena bukti yang mereka miliki cukup kuat untuk melawan Yelan dan warga Liyue.

“Sebelum kita mulai, apakah dari kedua belah pihak ada yang ingin mengatakan sesuatu?” tanya sang hakim.

Yelan mengangkat tangannya, ia beranjak dari kursinya dan menunduk ke arah hakim. Seluruh wartawan yang hadir di sidang itu terperanjat melihat sikap pengacara narsis dari Liyue tersebut, belum pernah sekali pun mereka melihat Yelan tunduk dan hormat kepada hakim.

“Saya mengundurkan diri dari kasus ini, tidak ada bukti yang saya dapatkan dan saya hanya menuduh Jade Chambers atas dasar ego saja,”

Perkataan Yelan justru mendapat respon buruk dari hadirin yang berada di ruang sidang, saking tidak kondusifnya ruangan itu mereka berusaha memberontak untuk menyerang perempuan bersurai pendek tersebut.

“DASAR JALANG!”

“KAMI SUDAH PERCAYAKAN SEMUA KEPADAMU!”

“KATAMU DARI LIYUE UNTUK LIYUE!”

Sara menatap Yelan dengan aneh, ia masih menundukkan kepalanya namun Yelan terlihat sedang terkekeh mendengar seluruh ocehan warga Liyue.

“Sara?” tanya Keqing heran.

“Jangan bergerak,”

“Maksudnya?”

“JANGAN BERGERAK—”

SLASH

SLASH

SLASH

SLASH

SLASH

Banyak kepala yang berterbangan, darah yang mencuat ke sana kemari dari tubuh para hadirin memenuhi ruangan sidang. Kaki Sara dan Keqing sudah tergenang oleh banjir darah segar manusia.

Kini hanya Yelan, Keqing dan Kujou Sara yang masih hidup di ruang sidang.

“Cerdas,” ujar Yelan sambil tersenyum.

Sara beranjak dari kursinya diikuti oleh Keqing, mereka berada di situasi yang tidak menguntungkan. Seketika Sara sadar bahwa ada benang tipis yang sudah terpasang di seluruh ruang sidang.

“Hati-hati, jangan terlalu banyak bergerak,” ujar Sara kepada Keqing.

Darah di pipi Sara sudah mengalir karena terkena benang tipis nan tajam itu.

“Cerdas juga kau,”

Yelan perlahan naik dan berdiri di atas benang-benang miliknya, kalau tidak dilihat dengan jeli mungkin Yelan terlihat seperti sedang terbang.

“Jade Chambers...”

“Menyerahlah sebelum semuanya terlambat,”

Sara tak gentar sedikit pun mendengar ucapan dari Yelan, namun kaki Keqing sudah lemah melihat darah yang semakin lama semakin menggenangi kakinya.

“Menyerah tidak ada di dalam kamusku,” balas Kujou Sara tegas.

“Jika nyawaku cukup untuk mengalahkanmu, Jade Chambers tidak akan menyerah begitu saja!”

Keqing membisikkan sesuatu dengan pelan, ia benar-benar tak kuat lagi dengan darah dan baunya.

Sara, aku tak kuat lagi. Kuserahkan semuanya padamu,

Keqing memejamkan matanya, tubuhnya sudah goyah sejak tadi. Ia pingsan namun benang-benang milik Yelan mulai melukai tubuhnya.

SLASH

SLASH

SLASH

Yelan terjatuh dari udara, matanya terbelalak melihat perempuan bersurai putih dengan tatapan tajamnya.

“Mama! Sini cepat!” seru Yun Jin kepada Sara dan Keqing.

Kuki Shinobu mulai melesat dan menyerang Yelan yang masih tersungkur di lantai.

“Tolol,”

Dengan cepat juga benang-benang tadi mengikat tubuh Kuki Shinobu hingga darahnya mencuat dari sisi mana pun.

“AGH! SIAL!” maki Kuki Shinobu setelah tubuhnya tak dapat digerakkan sama sekali.

“Berani-beraninya kau menyerang—”

“Jurus ninjanya Narji!” seru Sayu melemparkan batu kerikil ke arah Yelan.

Batu-batu tadi berhasil membuat Yelan lengah dan melepaskan perangkap Kuki Shinobu.

“Sayu, pergilah,” ujar Shenhe dengan suara beratnya.

Gadis berusia 15 tahun itu bergidik setelah mendengar suara Shenhe, ia langsung mengajak yang lainnya untuk lari dari ruang sidang.

Shenhe berdiri membelakangi Kuki Shinobu yang terluka parah, aura milik Shenhe mulai menekan tubuh Yelan dengan keras.

“Jadi ini kekuatan pahlawan nasional kita,” kata Yelan tersenyum tipis.

“Bocah kemarin sore tak selayaknya bermain-main di ruangan suci ini,” balas Shenhe dengan tatapan yang bengis.

**

Di bawah pohon biru yang menerangi Chasm, terdengar suara gesekan besi dengan intens. Tak ada jeda, tak ada suara tambahan, hanya mereka dengan kedua senjatanya berbicara tentang siapa yang lebih pantas untuk menang.

“Kenapa kau malah berpihak kepada Celestia Kuno, Dainsleif?!” seru Rhinedottir dengan nafas terengah-engah.

Dainsleif tak menjawab ucapan perempuan yang ada di hadapannya itu, ia berusaha mencari titik lemah salah satu Abyss Order tersebut.

“DENGAN KEHADIRANMU SAJA KITA BISA MENGUASAI TEYVAT! TAPI KENAPA KAU MALAH MENGKHIANATI KAMI?!”

Dainsleif melepaskan serangannya, mereka berdua terdorong ke belakang akibat kekuatan dan aura milik mereka masing-masing.

“Maafkan saya, Rhinedottir. Dunia tak lagi indah semenjak bunga itu gugur di medan perang,”

Rhinedottir terkekeh mendengar ucapan Dainsleif, “Kalau begitu, akan kuwujudkan mimpimu untuk bertemu dengan gadis itu, apa kau mau?”

Dainsleif menggelengkan kepalanya, namun Rhinedottir dengan cepat berlari dan menghantam pohon kehidupan yang berdiri kokoh di tengah-tengah Chasm.

Rhinedottir menghantam pohon itu dengan keras, namun tidak ada reaksi apa-apa.

“Bodoh sekali,” ledek Dainsleif dengan tatapan sinis.

“Pohon itu diberikan nama Pohon Kehidupan karena di sana adalah tempat Tsaritsa melahirkan dua bunga terindah di Teyvat. Kau pikir dengan menghantam pohon itu kau akan mendapatkan kekuatan magis?”

Wajah Rhinedottir terlihat memerah karena malu, tatapan Dainsleif begitu mengintimidasi dirinya.

“Semua bisa terjadi dalam waktu 5 menit, Rhinedottir.” ujar Dainsleif dengan suara beratnya.

“Ya, memang benar apa katamu,”

Di sekeliling mereka mulai terlihat manusia-manusia misterius dengan jubah hitam yang menutupi seluruh tubuhnya. Jumlahnya tidak main-main, mereka mengepung Dainsleif di tengah seorang diri.

“Kalau kau tidak berada di pihak kami, lebih baik kau mati di sini, Dain.”

Rhinedottir menghunuskan pedangnya sebelum memberikan perintah kepada bawahannya.

“Aku sendiri cukup untuk mengalahkan kalian semua,” balas Dainsleif penuh percaya diri.

Ratusan manusia berjubah hitam itu mulai menyerang Dainsleif, mereka membabi buta menyerang pria bersurai pirang tersebut.

Dainsleif tidak dapat menahan serangan mereka satu persatu, satu serangan yang diberikan oleh Dainsleif dibalas dengan 10 pukulan dari musuhnya.

BOOM

Ratusan bawahan Rhinedottir tersungkur ke tanah, cahaya putih dengan hembusan angin kencang menerpa beberapa anggota Abyss Order jauh ke belakang.

“Kau terlambat,” ujar Dainsleif sambil berdiri dari tanah.

“Ya, lalu lintas di udara sedang padat-padatnya,” balas Xiao sambil tersenyum.

You Keep Me Alive: You Are Alive

Ending Chapter 3: Alam Baka

Klee tiba di pemakaman khusus pahlawan nasional Teyvat, seperti biasa gadis itu membawakan bunga kesukaan ayah dan ibunya. Kaeya hanya menunggu di depan area pemakaman karena sedang menelepon seseorang, ia sengaja tidak masuk ke dalam setelah mendengar desas desus orang-orang misterius yang kerap menyerang area pemakaman khususnya makam Celestia Kuno, namun ia belum tahu bahwa makam para Celestia Kuno sudah dibongkar dan hilang.

“Mama! Papa! Klee balik lagi bawa kabar gembira!” seru Klee sambil meletakkan bunga kesukaan orang tuanya tersebut.

Ia menunduk serta memejamkan matanya, berdoa untuk Jean dan Diluc atas semua perjuangan mereka yang telah dilakukan untuk Klee.

Ma, sebentar lagi Klee akan wisuda. Klee baru saja lulus sidang skripsi di Universitas Teyvat, Bunda Lisa seperti biasa akan memindahkan tali toga Klee. Sayang banget Mama gak bisa lihat Klee wisuda, tapi gak apa-apa. Mama sama Papa baik-baik aja, kan, di sana?

Pa, Klee rindu sama Papa. Sekarang Klee mengerti kenapa orang tua banyak menyimpan rahasia, karena sepertinya Klee sudah berubah wujud menjadi Papa yang dingin, dan cuek! Ha-ha-ha! Rasanya Klee seperti tersenyum, tapi siapa yang mau melihat senyum Klee di pemakaman ini? Gak ada, kan?

Oh, iya! Klee gak mau jadi akademisi, Ma! Klee gak mau, gak mau banget ngerjain makalah yang berpuluh-puluh halaman atau penelitian sampai kepala Klee hampir botak atau ubanan kayak Om Kaeya. Klee mau meneruskan mimpi Mama untuk jadi anggota Knight of Favonius! Klee mau berjasa untuk Teyvat sama seperti Mama dan Papa. Tenang saja, Om Kaeya sudah pensiun jadi gak ada pakai orang-orang dalam! Klee akan berusaha sekuat tenaga untuk masuk ke Knight of Favonius, beberapa bulan lagi Klee akan masuk akademi dan mengharumkan nama keluarga kita seperti janji Klee 10 tahun yang lalu. Tunggu, ya, Ma, Pa! Klee akan selalu membuat kalian bangga!

Klee membuka matanya perlahan, angin yang meniup surai pirangnya seakan berkata bahwa Jean dan Diluc mengamini seluruh doa yang telah diucapkan oleh Klee. Gadis berusia 23 tahun itu tersenyum, menikmati seluruh perkataan orang tuanya melalui angin yang datang menghampirinya.

Kaeya datang menghampiri Klee, ia menunduk sebentar lalu menepuk pundak keponakannya untuk mengajaknya ke Knight of Favonius.

“Ayo, Klee. Kita ke markas KoF,” ajak Kaeya sambil tersenyum.

“Hah? Kenapa kita ke sana?”

Kaeya mengambil selembar kertas yang telah usang dari tas selempangnya lalu menunjukkan kepada Klee.

Teruntuk anakku, Klee Gunnhildr-Ragnvindr. Papa sengaja menuliskan ini untukmu namun tidak yakin akan memberikanmu di masa depan, maka dari itu Papa menitipkan surat ini kepada si Mata Satu Kaeya.

Klee terkekeh membaca surat wasiat yang dituliskan oleh mendiang ayahnya, dan di sana Kaeya tahu bahwa julukan yang diberikan oleh Diluc sudah terbaca olehnya.

Seperti yang kamu sendiri tahu, atau mungkin tidak, ya? Papa dan Mama tidak pernah sejalan jika sudah berurusan dengan masa depan kamu, Mama selalu ingin kamu menjadi seseorang yang bekerja di balik meja seperti beliau dan Papa ingin kamu mengembara serta menikmati seluruh keindahan yang ada di Teyvat sebelum kamu memutuskan untuk berkeluarga nantinya. Namun semuanya akan menjadi pilihan kamu sendiri nantinya, Papa harap kamu sudah bisa membaca ini di usiamu yang ke 21 tahun, atau bahkan lebih atau mungkin lebih cepat? Siapa yang tahu?

Klee, percayalah bahwa Papa akan selalu sayang sama kamu. Absennya Papa selama ini bukan hanya untuk bersenang-senang di luar sana, Ragnvindr bukanlah klan yang bisa duduk diam menikmati perubahan yang perlahan memaksa kita untuk patuh dengan keadaan. Papa bukanlah orang yang sempurna, seluruh penghargaan dan medali yang berjejer di rumah kita tidak bisa dijadikan bukti bahwa Papa adalah orang yang berpengaruh di Mondstadt.

Jalan hidupmu adalah hakmu untuk menentukannya, Mama dan Papa akan menerima seluruh keputusan kamu di masa depan nanti, karena kami yakin kalau itu adalah yang terbaik untukmu, dan yang terbaik untukmu adalah yang terbaik untuk kami juga.

Maafkan Papa kalau selama ini selalu terlihat dingin atau tidak peduli di matamu, Papa hanya berharap Klee bisa paham dan mengerti maksud Papa. Si Mata Satu akan memberikan warisan satu-satunya yang Papa miliki. Papa ingin kamu menerima dan menggunakannya sebaik mungkin, dan kalau misalnya Mama tidak setuju dengan warisan yang Papa berikan, peluk saja Mama dan yakinkan beliau, Papa yakin Mama akan mempertimbangkannya karena beliau adalah wanita yang paling bijaksana yang pernah Papa temui.

Klee, Papa selalu berdoa yang terbaik untuk kamu. Papa sayang sama kamu!

Tak terasa air mata Klee menetes perlahan, ia meletakkan surat wasiat dari Diluc di atas makamnya. Klee kembali tersenyum, kali ini senyumnya tulus. Rasanya ia mendapatkan kekuatan yang besar setelah membaca kata demi kata yang dituliskan oleh mendiang ayahnya.

“Klee,” panggil Kaeya.

Klee mendongak ke arah Kaeya, di tangannya sudah ada sebilah pedang yang pernah digunakan oleh Jean saat Perang Archon kedua.

Gadis bersurai pirang itu menggelengkan kepalanya, ia kembali menancapkan pedang peninggalan ayahnya di atas makam Diluc.

Klee berbalik dan menatap Kaeya dengan tajam, “Klee akan berusaha sendiri, Kak! Biarkan pedang ini beristirahat dengan Papa,”

Garis bibir Kaeya ikut naik setelah mendengar ucapan Klee, ia menepuk lembut pucuk rambut keponakannya lalu memegang tangannya sebelum pamit dari makam Jean dan Diluc.

“Ih! Rese banget! Gak usah pegang-pegang!” omel Klee berusaha melepas genggaman Kaeya.

“Gak boleh gitu, nanti gak ada cowok yang mau sama kamu,” ledek Kaeya dengan senyum sinisnya.

“Aura Mama diturunkan ke Klee! Jadi cowok mana pun pasti kesemsem sama Klee!”

“Ho-ho! Kayak teman kuliah kamu si Iwao?” ledek Kaeya semakin menjadi.

“IH, APAAN?! GAK ADA!” sentak Klee kesal namun wajahnya memerah karena malu.

**

Kujou Sara tiba di puncak Narukami Shrine, Yae Miko sudah menunggunya di bawah pohon sakura yang meneduhi hampir seluruh wilayah kuil tersebut.

“Mba Miko,” sapa Sara seraya menundukkan kepalanya.

Yae Miko tersenyum lalu mempersilakan Sara untuk duduk di bawah pohon sakura tersebut.

“Apa kabar, Sara?”

Melihat senyum Miko tak lagi membuat Sara atau orang lain kesal, kali ini senyumnya tulus. Sara mendapati jahitan di pergelangan tangan Yae Miko, walaupun luka itu sudah berumur 10 tahun tapi bekasnya tetap terlihat oleh matanya.

“Sara baik-baik saja, Mba.” jawab Sara tersenyum.

Yae Miko menuangkan teh di atas cangkir kecil yang sudah tersedia di atas meja kayu khusus perjamuan. Hari ini Inazuma terlihat cerah, angin bertiup halus dan kelopak bunga sakura bertebaran di mana-mana.

“Silakan,”

Sara langsung mengambil cangkirnya lalu meminum teh yang masih panas tersebut, satu kelopak bunga sakura jatuh ke dalam cangkirnya setelah itu.

“Sepertinya keberuntungan berpihak kepadamu, Sara.”

“Bagaimana Mba Miko bisa tahu?”

“Memangnya di kuil ini tidak ada televisi atau internet? Kami ikut perkembangan jaman juga, kok!” canda Yae Miko sambil tertawa.

“Saya tahu bahwa sidangmu akan digelar siang atau sore ini? Nah, mumpung kamu ada waktu saya ingin menjamumu dengan teh ini untuk memberikan semangat dan dukungan untuk Jade Chambers,” ujar Yae Miko terdengar tulus.

Sara tak bisa menyembunyikan senyumnya, pikirannya jauh kembali ke masa lalu, masa di mana ia masih bersama Ei, Makoto dan Yae Miko di Panti Asuhan Euthymia.

“Saya yakin kamu tidak akan kalah begitu saja dengan Yelan,” lanjut Yae Miko dengan tatapan yang serius.

Sara mengangguk pelan, ia pun berpikir demikian.

“Jadi? Bagaimana kabar keluarga kamu? Hmm, anak, ya? Siapa namanya?”

“Yun Jin, Mba.”

“Jangan bilang namanya Arataki Yun Jin?” ledek Yae Miko sambil tertawa kecil.

“Hanya Yun Jin, Ibu Ningguang yang memberikan namanya,”

Mendengar nama Ningguang kembali membuat Yae Miko terkejut, namun ia berhasil menyembunyikan ekspresinya di depan Sara.

“Inazuma tidak pernah berubah, ya?” ujar Sara sambil melihat sekeliling.

“Ya, Klan Kamisato menjaga Inazuma dengan sangat baik,”

Sara tersenyum untuk kesekian kalinya, “Sara kangen sama semuanya, Mba.”

“Iya, saya juga demikian, Sara.”

Suara langkah kaki mulai terdengar dari belakang, Sara selalu berharap bahwa orang yang datang menghampirinya adalah Raiden Ei.

“Lady Guuji, ada seseorang yang ingin bertemu denganmu,” ujar seorang perempuan.

“Saya sedang menjamu seseorang di sini, ada perlu apa, Hitomi?”

“Ah, maaf. Tuan Ayato sudah menunggu di depan,”

Yae Miko menghela nafasnya lalu beranjak untuk menemui Pelaksana Pemerintah Inazuma, Kamisato Ayato.

“Sara, bisakah kamu menunggu sebentar? Atau kamu akan pergi sekarang?”

Sara ikut beranjak dan berjalan di samping Yae Miko, “Sara pamit saja, Mba.”

Yae Miko menangguk dengan anggun, mereka berpisah di kuil kuci Inazuma itu. Sara akan kembali ke Liyue untuk sidang pertama Jade Chambers sementara Yae Miko menyelesaikan urusannya dengan Kamisato Ayato.

**

“Zhenyu?” gumam Yelan ragu.

Perempuan itu tak sengaja menemukan berkas peninggalan orang tuanya di rumah lamanya, sebelum sidang Yelan selalu mengunjungi rumah orang tuanya untuk meminta restu.

“Oh...”

Yelan tersenyum tipis, ia meremas dokumen penting itu sampai rusak, kedua bagian giginya bertemu hingga menciptakan bunyi akibat gesekan yang terjadi.

“Dunia ini sungguh sempit. Siapa yang mengira kalau aku masih punya tanggungan di dunia ini?”

Yelan membuang berkas itu ke lantai, sebuah foto seorang anak bersurai biru yang sedang tersenyum terlihat rusak akibat ulah tangan perempuan tersebut.

“Aku bertaruh pada takdir, kalau lelaki manis itu adalah adikku,” ujar Yelan sambil menyeringai.

-to be continued

You Keep Me Alive: You Are Alive

Chapter 3.1: Alam Baka

Hu Tao masih mencari keberadaan Rhinedottir, ia rasa lawannya itu belum terlalu jauh memisahkan diri setelah pertarungannya dibantu oleh Albedo beberapa waktu lalu.

Sial! runtuk Hu Tao kesal.

Mengingat minim-nya petunjuk tentang keberadaan Rhinedottir, perempuan bersurai hitam itu memutuskan untuk kembali menjemput Albedo yang tak sengaja ia tinggalkan di dalam domain.

“Apa-apaan ini?!”

Albedo terlihat sedang mengangkat setengah tubuh manusia yang masih hidup, ia bersurai hijau dan saat itu juga Hu Tao langsung menyimpulkan bahwa orang yang sedang digendong oleh Albedo adalah Baizhu.

Baizhu dibawa ke Wangsheng untuk penanganan lebih lanjut, di sana Albedo membuka seluruh peralatannya yang terlihat canggih di mata seluruh karyawan Wangsheng.

“Hebat sekali kau, Al.” ujar Baizhu meringis.

Pujian yang dilontarkan oleh pria berusia 65 tahun itu tak dihiraukan oleh Albedo, ia mengeluarkan laser dan mengganti modenya ke daya lebih besar.

Laser milik Albedo menyenterum tubuh Baizhu sampai membuatnya kejang-kejang, tubuh Baizhu terlihat sedang bereaksi dengan laser nano milik Albedo, beberapa saat kemudian Baizhu seperti lahir kembali.

“Kamu dapat dari mana laser regenerasi itu?” tanya Baizhu penasaran.

“Saya mendapatkan ini saat ekspedisi di Snezhnaya pasca Perang Archon,” balas Albedo singkat.

“Perang Archon?” tanya Baizhu lagi.

Albedo hanya mengangguk, namun ada yang janggal di pikirannya. Tak mungkin Baizhu bisa hidup dengan setengah tubuh selama 10 tahun lamanya.

“Bagaimana bisa Anda hidup seperti ini selama 10 tahun? Kalau tanpa makanan atau minuman, seminggu saja Anda pasti sudah mati?”

Baizhu mengangguk, Hu Tao mengalihkan pandangannya karena geli melihat gumpalan yang membentuk setengah tubuh Baizhu yang hilang.

“Mungkin kamu tidak akan percaya, atau bahkan kamu juga, Nona.” ujar Baizhu.

“Maaf, saya sudah naik status menjadi Nyonya!” sentak Hu Tao kesal.

Baizhu hanya terkekeh pelan mendengar reaksi spontan dari Hu Tao, tatapannya kini kosong setelah mengingat kejadian yang sebenarnya tak mau ia ingat kembali.

“Jauh sebelum saya menjadi dokter, saya pergi ekspedisi sendiri menelusuri Liyue, namun ada yang janggal di sana. Sebuah area terlarang yang ditutupi oleh pemerintah Liyue, saat itu nenek kamu adalah pelaksana pemerintahnya,”

“Wilayah itu kini disebut sebagai Chasm, bagi orang awam daerah itu terkenal mistis. Namun bagi saya, Chasm sudah membuat saya menjadi seperti ini,”

“Di sana ada Pohon Kehidupan yang memiliki akar dari zat nano, itu adalah zat yang sangat berbahaya karena saat kamu terkena sedikit saja zat tersebut maka tubuhmu akan rusak sampai ke bagian paling dalam,” lanjut Baizhu dengan tatapannya yang masih kosong.

“Setiap orang tentu beda dalam merespon zat nano tersebut, dan saya termasuk orang yang paling sial,”

“Kenapa begitu?” tanya Hu Tao ikut penasaran.

“Zat nano telah membuat saya menjadi immortal,”

Hu Tao terkejut mendengar seluruh penjelasan dari Baizhu, apa yang ia ketahui selama ini tentang Abyss Order seperti berhubungan dengan Zat Nano dan Chasm yang telah ia ketahui sejak lama.

“Dan Chasm adalah pintu gerbang masuk para Abyss Order menuju Teyvat,” gumam Hu Tao pelan.

Baizhu hanya mengangguk, Albedo ikut terkejut setelah mendengarkan perkataan Hu Tao.

“Kenapa aku marah saat kau membantuku tadi? Karena musuh kita kebal terhadap nano, aku pernah melawannya sekali di masa lalu. Rhinedottir adalah salah satu dari sekian banyak Abyss Order yang ingin mencuri jasad para Celestia Kuno,” jelas Hu Tao kepada Albedo.

Albedo tak bisa berkata apa-apa, namun bukan karena merasa bersalah tentang Hu Tao, ia memikirkan hal lain.

“Jadi yang digunakan oleh Rhinedottir adalah teleportasi?”

Hu Tao mengangguk, ia masih terlihat kesal dengan kejadian tadi.

Sekarang semuanya jadi rumit, gumam Albedo dalam hati.

“Sekarang apa yang harus kita lakukan?” tanya Albedo kepada Baizhu.

“Saya harus tahu rencanamu, Albedo. Karena tak mungkin kamu mencari saya sampai ke sana tanpa tujuan yang jelas dan matang,”

Albedo berdeham, mau tak mau ia harus jujur kepada sesepuhnya di bidang teknologi dan kedokteran tersebut.

**

Sayu terlihat gusar, ia terus memandangi jendela rumahnya, gadis itu sedang menunggu kepulangan ayahnya. Walaupun ia kadang risih dengan Albedo, Sayu tidak pernah jauh dari sang ayah lebih dari satu hari.

Yun Jin yang tak bisa tidur terus memandangi Sayu tanpa sepengetahuannya, kini ia pun ikut khawatir kalau terjadi apa-apa dengan Albedo.

“Kamu kenapa, Sayu?” tanya Yun Jin memecahkan lamunan Sayu.

Setelah kaget mendengar suara Yun Jin, Sayu langsung masuk ke dalam selimut dan berpura-pura tidur.

Yun Jin tertawa melihat tingkah saudaranya, ia lalu beranjak dari kasurnya dan berjalan ke tempat tidur Sayu.

“Kangen Ayah?”

Sayu hanya mengangguk dari dalam selimut, terpaksa Yun Jin harus menarik selimutnya sampai wajah Sayu terlihat.

“Cerita, dong! Yuyun siap mendengarkan, kok!”

Sayu menghela nafas panjang, matanya sudah berkaca-kaca sejak tadi. Ia ragu harus menceritakan keluh kesahnya kepada Yun Jin atau tidak.

“Sayu gak enak mau cerita,”

“Memangnya kenapa?”

“Karena Yuyun gak pernah ngerasain rasanya memiliki ayah,” jawab Sayu pelan.

Mendengar jawaban Sayu membuat gadis bersurai ungu itu terdiam, karena setelah dipikir-pikir ia hanya melihat Itto lewat foto-foto saja.

“Gak pernah bukan berarti gak bisa, kan?” ujar Yun Jin sambil tersenyum.

Namun tiba-tiba senyumnya pudar, Yun Jin ikut menangis setelah mengingat bahwa ia belum pernah merasakan hangatnya kebersamaan dengan keluarga yang lengkap.

“Ih, kok nangis? Maafin Sayu,”

Sayu langsung memeluk Yun Jin yang sedang menahan tangisnya, ia menepuk lembut punggung kecil saudaranya dan berharap ucapannya barusan tidak terlalu menyakiti hatinya.

“Sayu minta maaf,” ucap Sayu dengan lembut.

“Gak apa-apa, Yuyun aja yang alay! Ha-ha-ha!” balas Yun Jin sambil menyeka air matanya.

“Sayu gak berani cerita tentang ayah sama Yun Jin, karena takut menyakiti perasaan kamu, Yun.”

Netra mereka bertemu, Yun Jin berterima kasih dari dalam hatinya kepada Sayu yang telah berusaha sebisa mungkin untuk menjaga perasaannya.

“Yuyun punya banyak ayah! Om Albedo, Om Thoma, Om Kaeya, Om Venti, dan juga Angli!”

Raut wajah Yun Jin tak bisa disembunyikan, ia masih terlihat sedih di mata Sayu. Kini gadis bersurai hijau itu merasa bersalah karena sudah menyinggung masalah ayah dengan Yun Jin.

“Sayu boleh nanya? Kepo aja, sih?”

Yun Jin hanya mengangguk sebagai jawaban.

“Kalau Yuyun dikasih kesempatan untuk ketemu sama Ayah Itto, Yuyun mau ngapain?”

Pertanyaan Sayu justru membuat Yun Jin bingung, karena ia tak pernah memikirkan tentang itu sama sekali.

“Hmm? Apa, ya?” gumam Yun Jin sambil menggaruk tengkuk kepalanya.

“Biasanya Sayu sama Om Bedo ngapain kalau lagi berdua?”

Kini Sayu yang terlihat bingung dengan pertanyaan Yun Jin, karena ia selalu menikmati setiap detik bersama ayahnya sehingga ia tak pernah bisa memilih momen yang berharga dengan Albedo karena semuanya sangat spesial di hatinya.

“Sayu—”

Tiba-tiba pintu kamar Sayu dan Yun Jin terbuka, kepala Sara muncul untuk memastikan apakah anak-anaknya sudah tidur malam ini.

“Lho? Kenapa kalian belum tidur? Sudah jam 11, Nak.” ujar Sara lalu berjalan mendekati Sayu dan Yun Jin.

Sayu hanya membalasnya dengan tawa yang terpaksa, sementara Yun Jin berusaha untuk pura-pura tidur di pangkuan Sayu.

“Yuyun, jangan bohongin Mama, ih! Mama tahu kamu belum tidur,”

Yun Jin membuka matanya perlahan, sosok Sara membuatnya sadar bahwa ia juga memiliki sosok 'ayah' dalam hidupnya. Lagi-lagi air mata Yun Jin menetes, melihat hal itu sontak membuat Sara memeluknya dengan erat.

“Kamu kenapa, Sayang?” tanya Sara panik.

Yun Jin tak menjawab pertanyaan ibunya, ia terus menangis agar rasa rindu kepada ayahnya dapat sedikit berkurang dan di saat yang sama ia bersyukur bahwa Sara selalu memberikan yang terbaik kepada Yun Jin selama hidupnya.

“Kami lagi curhat tadi, Tante.” balas Sayu sambil menempelkan kedua jari telunjuknya dengan mulut yang sengaja ia mencongkan.

“Oalah! Tante ganggu, ya?” Sara terkekeh mendengar jawaban Sayu, ia terus mengelus surai halus milik anaknya yang masih menangis.

“Padahal ini lagi deep talk gitu! Kayak di podcast!” seru Sayu memecahkan suasana.

“Aduhh! Maaf! Tante gak tahu. Iya, ya, Nak? Kalian lagi deep talk, ya?” tanya Sara kepada Yun Jin.

Yun Jin menangis dan tertawa di saat yang bersamaan, lendir yang tertembak dari dalam hidungnya tepat sasaran mengenai baju tidur Sayu.

“IH! YUN JIN UDAH REMAJA PUBERTAS MASIH INGUSIN!” pekik Sayu histeris.

“INGUSAN!” balas Sara memperbaiki ucapan Sayu.

“Oh, udah diganti?”

Mereka bertiga pun tertawa terbahak-bahak, menikmati setiap detik kebersamaannya bersama orang terkasih. Kini tak ada lagi alasan bagi Yun Jin untuk tidak bersyukur dengan nikmat berlimpah yang diberikan oleh Tuhan kepadanya.

You Keep Me Alive: You Are Alive

Chapter 3: Alam Baka

Hu Tao dan Albedo kembali ke Wangsheng Funeral Parlor, nampaknya Albedo sudah mengetahui banyak tentang kemampuan Hu Tao yang memiliki kemampuan berkomunikasi dengan alam baka. Seluruh keluarga Hu Tao memiliki kemampuan tersebut, mereka layaknya penjaga gerbang menuju alam baka.

Care to explain?” tanya Albedo dengan wajah serius.

Hu Tao tidak bisa berbuat apa-apa, mau tak mau ia harus menjelaskan semuanya kepada Albedo.

“Baiklah, karena kau sudah tahu tentang hal ini,”

“Aku merupakan keturunan penjaga perbatasan Teyvat dengan alam baka, tidak ada ritual aneh seperti Celestia yang kalian tahu, kami hanya memiliki kemampuan itu,”

“Saya tak pernah menyinggung Celestia, Hu Tao.” potong Albedo sinis.

Lagi-lagi Hu Tao bergidik, aura yang dipancarkan oleh Albedo begitu besar sehingga membuatnya gugup tak tentu arah. Kini perempuan bersurai hitam itu hanya bisa menunduk setiap kali Albedo menatapnya tajam.

“Begini...”

“Apakah kau mendengarkan pembicaraanku di Qingce?” tanya Hu Tao pelan.

Albedo menggelengkan kepalanya, bagaimana ia bisa tahu kalau Hu Tao berbicara dengan arwah dari dalam hatinya?

“Tentu saja, karena aku berbicara dengan mereka dalam hati,”

“Aku sengaja menghalangi para Celestia Kuno untuk pergi ke alam baka, sudah 10 tahun lebih aku menemani mereka sejak prosesi pemakaman hingga kini jasad mereka dicuri,” jelas Hu Tao kepada Albedo.

“Bagaimana kau bisa menghalangi mereka? Seajaib itukah kekuatanmu?” tanya Albedo memastikan.

Kali ini Hu Tao menggelengkan kepalanya, “Kami memiliki kuasa penuh atas perginya arwah menuju alam baka,”

“Jadi maksudmu? Mereka bisa hidup kembali?”

“Kau pikir ini dunia film?!” sentak Hu Tao kesal.

“Siapa pun yang mati, tak akan bisa kembali,” lanjut Hu Tao tegas.

Albedo mengelus dagunya sambil berpikir, apa yang direncanakan olehnya bisa jadi gagal dilaksanakan.

“Baik, apakah kau bisa mengantarkanku keliling Qingce?” pinta Albedo kepada Hu Tao.

“Semalam ini?”

Albedo mengangguk, lalu beranjak pergi tanpa persetujuan dari Hu Tao.

Mereka pun pergi menuju Qingce Village berdua, Hu Tao hanya mengikuti Albedo dari belakang tanpa tahu maksud dan tujuannya kemari.

“Aku harus tahu, apa alasanmu ke sini?” tanya Hu Tao penasaran.

“Aku ingin mencari sesuatu yang telah lama hilang,” jawab Albedo santai.

Rumor tentang Albedo yang telah berubah menjadi konyol kini hilang begitu saja, pria itu tampak sangat serius dari sisi mana pun. Tatapannya selalu tajam, auranya selalu meledak-ledak, jadi siapa sebenarnya Albedo yang kita kenal 10 tahun terakhir?

“Sesuatu? Apakah aku boleh tahu?”

“Tentu saja, aku mencari markas tersembunyi Baizhu,” jawab Albedo tanpa keraguan.

Hu Tao terus berpikir siapa orang yang dimaksud oleh Albedo, pikirannya buntu karena ia tidak mengenali pria yang bernama Baizhu tersebut.

“Dia adalah seorang dokter,” lanjut Albedo.

“Kenapa tidak cari di rumah sakit—”

“Kabarnya dia sudah mati,”

Hu Tao terkejut mendengar penjelasan Albedo, mungkin Albedo membutuhkan bantuannya untuk mencari Baizhu di alam baka atau semacamnya.

Kalau cuma minta tolong ini, sih, mudah! seru Hu Tao dalam hati.

Akhirnya mereka tiba di perbatasan Liyue dan Sumeru, Hu Tao beristirahat di sebuah pohon dekat hamparan bunga yang dulunya sering dijadikan bahan untuk obat herbal sementara Albedo terus meneliti bebatuan di sekitar sana.

“Di sinilah tempat terakhir sebelum menuju Sumeru lewat jalur utara,” ujar Hu Tao kepada Albedo.

Albedo tidak menanggapi ucapan Hu Tao sama sekali, ia terus mencari tahu kunci rahasia tempat persembunyian—tempat kerja rahasia milik Baizhu.

Batu ini terlihat aneh,

Albedo menekan batu kecil di antara reruntuhan batu di sekitarnya, setelah batu kecil itu masuk ke dalam, batu-batu besar yang mengelilinginya terbuka perlahan dan membentuk sebuah pintu.

“K-kau tahu dari mana tempat ini?” tanya Hu Tao terkejut, ia langsung beranjak dari tempat istirahatnya lalu menyusul Albedo yang sudah masuk lebih dulu.

DOMAIN OF THE EXPERIMENT

Albedo dan Hu Tao terus menyusuri jalanan kecil yang diduga menjadi tempat persembunyian Baizhu, banyak bercak darah di lorong kecil tersebut, bau bangkai pun amat terasa di hidung mereka berdua.

Sampailah mereka ke ruang utama, Albedo melihat beberapa potongan baju zirah anggota geng abangnya, Arataki Itto dan tengkorak yang tergeletak di sekitarnya.

“Berarti benar di sini,” ujar Albedo pelan.

Hu Tao menoleh ke arah pria bersurai krem tersebut, pikirannya dipenuhi oleh pertanyaan tentang apa yang sebenarnya terjadi.

“Coba bantu aku, apakah ada arwah di sekitar sini?” suruh Albedo kepada Hu Tao.

“Aku tak mendengar siapa pun, kalau mereka ada di sekitar sini aku pasti sudah mendengarnya,” jawab Hu Tao hati-hati.

Mereka terus menelusuri setiap ruangan dari tempat tersembunyi itu. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana pun arwah gentayangan.

“Banyak sekali mayat di—”

“Sebentar! Ke sini sebentar!” suruh Hu Tao ketika sampai di meja prosedur.

“Ini potongan kain dari baju Lumine,” ucap Hu Tao lalu mengambil potongan kain tersebut.

Albedo mengambil kain yang diberikan oleh Hu Tao, lalu mengeluarkan alat kecil yang disinyalir sebagai alat pendeteksi.

“Baik, aku akan masukkan ini ke dalam kantung plastik barang bukti,”

Hu Tao mengangguk saat Albedo memasukkan kain itu ke dalam sebuah plastik kecil yang tak tahu gunanya untuk apa.

“Apakah benar-benar tidak ada arwah di sekitar sini?”

Kali ini Hu Tao memejamkan matanya, terlihat jelas banyak sekali arwah yang meminta bantuannya namun tidak bisa karena mulutnya terjahit oleh benang kematian.

Kalian kenapa?! seru Hu Tao dalam hatinya.

Albedo masih memperhatikan Hu Tao yang nampaknya sedang berbicara dengan seseorang, Hu Tao berjalan perlahan menuju suatu tempat dan Albedo mengawasinya agar konsentrasi Hu Tao tidak pecah.

Hu Tao melepaskan benang kematian itu dari mulut arwah yang tak dapat mengeluarkan suaranya.

TOLONG KAMI, KEEPERS!

KAMI DIJEBAK OLEH AJAX!

DIA ANGGOTA HARBINGERS!

APAKAH DUNIA SUDAH BERAKHIR? KENAPA KAMI TIDAK PERGI DARI SINI?

KAMI INGIN MENUJU SINGGASANA MENYUSUL BOS ITTO!

Hu Tao mencoba menelaah satu-persatu perkataan dari anggota Arataki Gang, mereka hanya bertiga namun Hu Tao merasakan ada hawa lain di sekitarnya.

Apakah hanya kalian di sini? tanya Hu Tao yang masih menutup erat matanya.

Mereka menggelengkan kepalanya, setelah tahu ada arwah lain di sekitarnya Hu Tao langsung menoleh ke sana kemari untuk mencari tahu apakah ada arwah lain yang tak nampak olehnya.

“Hu Tao,” panggil Albedo terbata-bata.

Albedo sudah tersungkur ke tanah namun Hu Tao masih belum bisa membuka matanya.

“Hu Tao!” seru Albedo keras.

Seketika konsentrasi Hu Tao buyar, di depannya sebuah pedang sudah mengarah kepadanya. Dengan refleknya Hu Tao berhasil menghindari serangan dadakan itu.

Ia melihat tubuh Albedo sudah terluka oleh serangan seseorang misterius itu.

“Wah! Ternyata ada Keepers di sini!” seru perempuan bersurai putih itu.

“K-kau?!”

“Rhinedottir?!” seru Hu Tao tak percaya.

Garis bibir perempuan bernama Rhinedottir itu perlahan naik, ia terus memutar pedang kecil miliknya di kedua tangan perempuan tersebut.

“Padahal tempat ini sudah ditutup, tapi kenapa kalian berhasil masuk begitu saja?”

Tanpa basa-basi lagi Rhinedottir langsung melesat ke arah Hu Tao, dengan cepat pula Albedo mengeluarkan perisai berbentuk bunga yang keluar dari tangannya.

“Oh? Nano?” ujar Rhinedottir tampak terkejut.

Albedo berhasil menahan serangan Rhinedottir kepada Hu Tao, namun mereka benar-benar terpojokkan karena pintu keluar dari Domain tersebut lumayan jauh.

“Terima kasih! Sekarang giliranku,” ucap Hu Tao lalu menghilang dalam sekejap.

Hu Tao berdiri di belakang Rhinedottir sedetik kemudian lalu memukulnya, namun pukulan itu dapat ditangkis dengan mudah oleh perempuan bersurai putih tersebut.

Setelah Hu Tao menyibukkan Rhinedottir, Albedo mengeluarkan segaris laser lalu mengarahkan ke tubuhnya, dengan cepat laser yang membentuk ikan-ikan kecil itu menyembuhkan serta menjahit lukanya.

Albedo menghunuskan pedang dari dalam sarung tangannya lalu menyerang Rhinedottir dari belakang. Perempuan itu menghilang begitu saja setelah tertusuk oleh senjata berkekuatan nano milik Albedo.

“Hilang?!”

Hu Tao terlihat kesal setelah dibantu oleh Albedo, ia menghampiri pria tersebut lalu mendorongnya hingga terjatuh.

“Kenapa kau malah membantuku?!” sentak Hu Tao emosi.

“A-apa salahnya?” tanya Albedo heran.

“Kau benar-benar tidak tahu siapa Rhinedottir itu?!”

Albedo hanya menggeleng ragu, wajah Hu Tao begitu merah seiring dengan emosinya yang sudah meledak-ledak.

“Dia salah satu Abyss Order, aku saja—ah sudahlah! Kenapa kau harus membantuku?!”

Hu Tao berlari menuju pintu keluar Domain of the Experiment, meninggalkan Albedo begitu saja di dalam. Beberapa saat setelah pikirannya kembali seperti biasa, Albedo menyusul Hu Tao keluar dari sana.

Abyss Order? Apa kekuatan mereka? tanya Albedo dalam hati.

“Al-Albedo!” seru seseorang dari belakang.

Albedo menoleh ke sumber suara, melihat sosok pria bersurai hijau sedang melata menuju arahnya.

“Baizhu?” seru Albedo tak percaya.

Baizhu dengan tubuhnya yang tinggal sebelah berusaha sekuat tenaga meraih Albedo.

“Tolong, bantu aku!” pinta pria bersurai hijau tersebut.

You Keep Me Alive: You Are Alive

Ending Chapter 2: Angin Kebebasan

Sucrose dan Sara tiba di fasum (fasilitas umum) perumahannya, mereka sudah ditunggu oleh Eula, Lisa, dan Venti. Sementara anak-anak yang lain bermain bersama Razor di ujung lapangan.

“Kalian kenapa menangis?!” ujar Lisa terkejut.

Perempuan bersurai coklat itu spontan berlari menghampiri mereka, Sucrose masih jelas terlihat menangis sedangkan Sara sudah bisa menahan dirinya dan berlagak tegar seperti biasa.

“Noelle sama Thoma tadi ribut,” balas Sara yang justru membuat kesalahpahaman bagi semuanya.

“Hah? Tumben mereka ribut?” tanya Eula heran.

“Ah... bukan, maksudnya...” Sara bingung harus menjawab seperti apa.

Memang tidak ada yang tahu selama ini bahwa Noelle sudah berusaha untuk mengandung, keluarganya saja justru baru tahu malam ini. Lisa masih sibuk menenangkan Sucrose, sementara Sara menjelaskan kepada Venti dan Eula sejelas-jelasnya.

“Astaga! Duh, kasihan banget,” ujar Eula lirih.

Venti pun hanya terdiam mendengar seluruh penjelasan dari Sara, tiba-tiba dari arah rumahnya Barbara datang membawa cemilan dan minuman dibantu oleh putrinya, Jean.

“Ini Rara bawain—”

“Mba Sucrose kenapa menangis?!” seru Barbara panik.

Perempuan bersurai pirang itu meletakkan cemilannya di meja tempat mereka duduk lesehan, ikut membantu Lisa menenangkan Sucrose yang masih terisak sejak tadi.

“Karena suasananya lagi buruk, mungkin kita—”

“Gak ada penundaan,” potong Eula kepada Venti dengan cepat.

“Kamu sudah banyak menyimpan rahasia selama ini, Barbatos.” lanjut Eula tegas.

Sara langsung duduk di antara Eula dan Venti, mungkin lebih baik memang mereka saja yang berdiskusi malam ini.

“Rara, kamu temani Sucrose sebentar, ya?” permintaan Lisa pun disanggupi oleh Barbara.

Barbara dan Sucrose pergi menuju toilet umum di daerah fasum untuk membasuh wajahnya.

Lisa bergabung dengan yang lain untuk mendengarkan pengakuan dari Celestia Mondstadt tersebut.

“Mau dimulai dari mana?” tanya Venti ragu.

Eula hanya menatapnya tajam, namun Sara dan Lisa belum tahu apa-apa tentang apa yang sudah terjadi hari ini.

“Sebenarnya ada apa, Eula?”

“Jadi, tadi ada kejadian di Mondstadt. Seorang perempuan yang mengaku sebagai anggota keluarga Ragnvindr menyerang Mondstadt bersama dua orang misterius lainnya,”

Mendengar nama Ragnvindr justru membuat Lisa geleng-geleng kepala, ia sudah muak berurusan dengan anggota keluarga Ragnvindr sejak dulu.

“Namanya Vennessa Ragnvindr, ia masih ditahan di Mondstadt. Razor sudah menginterogasinya, dan perempuan itu juga menjawab sejelas-jelasnya,” lanjut Eula dengan tegas.

“Lalu? Kenapa dia menyerang Mondstadt?” tanya Sara bingung

“Dia datang mencari Fischl,” jawab Eula.

“Bukankah dia sudah menghilang 10 tahun lalu?” timpal Lisa sama herannya dengan Sara.

Venti berdeham, ia mulai membuka suara, lelaki itu masih tersenyum lebar namun hal itu justru membuat Eula semakin kesal karenanya.

“Fischl masih ada,” jawab Venti sambil tersenyum.

“Dia bersama Bennett selama ini,” lanjutnya.

Lisa justru semakin heran karena Venti terlihat tahu lebih banyak dari yang lain, kecurigaannya mulai muncul apalagi setelah Eula meminta warga Teapod untuk rapat malam ini.

“Satu hal tentang Celestia yang tidak akan kalian ketahui kecuali memang dijelaskan oleh mereka—”

“Sebentar,” potong Lisa dengan cepat.

“Eula sempat menyinggung nama Barbatos, saya pikir ia memanggil nama panggungmu di drama?”

“Iya, Bu. Nama asli saya adalah Barbatos, dan saya adalah seorang Celestia,” jawab Venti lembut.

Mata Sara terbelalak setelah mengetahui hal ini, setiap kali Venti menyebutkan nama aslinya angin kencang mulai menghampiri Teapod.

“Saya tak pernah tahu kalau Barbatos adalah kamu,”

“Maksud saya, saya pernah mendengar dan sempat meneliti tentang Barbatos, ia dikenal sebagai dewa yang jahil dan sesukanya menurut mitologi Teyvat,” ujar Lisa terbata-bata.

“Jadi, Venti yang mengalahkan Vennessa dan menendang kedua anak buahnya ke danau dengan kekuatannya,” Eula ikut menimpali pembicaraan mereka.

“Iya, maafkan saya karena selama ini selalu menutupi identitas saya,”

Venti menunduk dan meminta maaf kepada semua yang hadir di fasum tersebut.

“Alasan saya menahan diri selama ini karena memang semuanya belum berbahaya,” lanjut Venti tersenyum tipis.

“Belum berbahaya katamu?!” sentak Lisa kesal.

“Kakak iparmu mati di medan perang dan kamu bilang semuanya belum berbahaya?!”

“Kita sudah melewati satu Perang Archon lagi karena kamu tidak berhasil mengalahkan Harbingers dengan cepat 10 tahun yang lalu!” seru Lisa yang sudah naik pitam akibat ucapan Venti.

“Iya, Bu.” hanya itu yang keluar dari mulut lelaki berusia 31 tahun tersebut.

Lisa menyilangkan tangannya di dada, rasanya ia akan meledak jika tidak menahan diri. Masih banyak yang harus didengar dari Venti ketimbang marah-marah tak jelas.

“Hanya Bang Albedo yang tahu kalau saya adalah seorang Celestia,” lanjut Venti.

“Makanya dia memutuskan untuk pergi ekspedisi setelah proyek nano teknologinya berhasil beberapa waktu lalu,”

Eula menghela nafasnya, ia sepemikiran dengan Lisa, bisa-bisanya Venti berpikir bahwa Perang Archon kedua di masa lalu belum terlalu berbahaya.

“Jadi maksudmu, kedatangan Vennessa Ragnvindr adalah salah satu gerbang menuju kehancuran Teyvat?” ujar Sara memastikan.

Venti mengangguk setuju, “Bu, Ibu pasti pernah mendengar Khaenri'ah?”

Lisa hanya mengangguk, ia pun sudah lama tidak mendengar nama bangsa yang sudah punah tersebut.

“Vennessa diculik oleh Abyss Order saat masih kecil, makanya selama ini Diluc selalu pergi tanpa memberikan kabar, ia mencari Khaenri'ah,”

“Tadi Khaenri'ah, sekarang Abyss Order? Kamu benar-benar pandai mendongeng, ya?” sindir Lisa yang masih terlihat kesal.

Venti mengangguk sekali lagi, ia paham bahwa Lisa tidak akan percaya dengan seluruh omongannya karena Abyss Order dan Khaenri'ah adalah sejarah yang tak pernah dianggap oleh dunia.

“Sebagai seorang akademisi, saya paham kalau Bu Lisa tidak akan percaya dengan apa yang saya bicarakan. Para peneliti di Teyvat sudah menyerah sejak lama untuk mencari tahu lebih tentang Khaenri'ah, kan?”

Lisa hanya mengangguk setelah itu, namun perlahan ia mulai percaya dengan apa yang dibicarakan oleh Venti.

“Bukti tentang Khaenri'ah dan Abyss Order tidak pernah tercatat di dalam sejarah, mungkin pahlawan negara seperti Pak Zhongli juga tidak tahu menahu tentang hal ini karena semuanya terjadi di jaman Celestia Kuno,”

“Celestia Kuno berbondong-bondong membantu Tuhan untuk menghidupkan bumi, sampai akhirnya Abyss Order menjajahnya di masa lalu. Khaenri'ah adalah tempat pertama yang berhasil mereka jajah sampai wilayah itu rata dengan tanah,”

“Satu-satunya yang berhasil kabur dari Khaenri'ah adalah keturunan dari Tsaritsa,”

Lisa dibuat tercengang oleh penjelasan Venti, sekarang semuanya masuk akal baginya.

“Tapi bukankah Celestia Kuno sudah tidak ada lagi di dunia ini?” tanya Eula penasaran.

“Iya, memang. Tapi Celestia Kuno tidak benar-benar mati,”

**

Seluruh karyawan Wangsheng Funeral Parlor heboh setelah melihat kuburan para Celestia Kuno sudah terbongkar habis. Hu Tao yang baru saja tiba di pekarangan tersebut langsung berlari menuju makam teman-temannya.

“Bagaimana bisa? Siapa yang menjaga di sini?!” sentak Hu Tao emosi.

“Seluruh penjaganya—”

Hu Tao melihat ke sekeliling, karyawannya sudah tak lagi bernyawa. Ia memeriksa satu persatu makam para Celestia Kuno dengan teliti.

Memang dibongkar oleh manusia,

Tapi kenapa?

Hu Tao mendengar suara bisik-bisik dari atas gubuk tempat penjaga pemakaman, sosok itu benar-benar membuatnya kaget bukan main.

Hu Tao!

Perempuan bersurai hitam itu mendongak ke sumber suara, namun ia tak melihat siapa pun di sana.

Hu Tao! Aku di sini!

Hu Tao terus mencari suara yang terus memanggilnya sampai ke daerah Qingce. Perdesaan itu terlihat gelap karena aliran listrik belum sampai ke wilayah kampung tua tersebut.

Kalian di mana?! runtuk Hu Tao dalam hati.

Kami di sini!

Hu Tao menutup mata perlahan, di balik kelopak matanya ia berhasil melihat teman-temannya yang tengah panik sambil melambai-lambai ke arahnya.

Tolong kami, Tao! seru Lumine.

Jasad kami dicuri oleh Abyss Order! Aether pun ikut menimpali seruan adiknya.

Si kembar itu terlihat nyata di balik kelopak matanya, Hu Tao berjalan perlahan ke arah Aether dan Lumine yang terus memanggilnya ke tempat mereka.

BRUK

Hu Tao menabrak seseorang hingga terjatuh, pandangannya kepada Aether dan Lumine seketika buyar saat ia membuka matanya.

“Aku butuh bantuanmu, Hu Tao.” ujar Albedo sambil mengulurkan tangannya.

-to be continued

You Keep Me Alive: You Are Alive

Chapter 2.1: Angin Kebebasan

Noelle terduduk di kursi toiletnya, lagi-lagi ia membaca hal yang sama di alat tes kehamilannya. Air matanya tak dapat dibendung, kini ia benar-benar harus merelakan mimpinya untuk menjadi seorang ibu.

Dering telepon perempuan bersurai merah muda itu terus berdering, ia tahu bahwa itu panggilan dari Thoma karena Noelle memasang notifikasi khusus bila ada pesan atau panggilan dari sang suami.

Aku gak bisa hamil, ujar Noelle dalam hati sambil terisak.

10 tahun penantiannya seakan sia-sia, ia tak pernah membicarakan hal ini kepada siapa pun termasuk Thoma. Noelle sudah berjanji kepada diri sendiri bahwa ini adalah kali terakhirnya berusaha untuk memiliki momongan.

Aku gak bisa bahagiain Thoma,

Pintu kamar mandinya diketuk beberapa kali dari luar, namun Noelle tetap kekeuh untuk menahan pintu kamar mandi itu dengan badannya.

“Sayang?” panggil Thoma dari ruangan yang berbeda.

Semakin ia mendengar suara suaminya, semakin sakit hati Noelle ketika harus memberikan kabar buruk ini untuk kesekian kalinya kepada Thoma.

“Sayang, aku buka, ya?”

Pintu kamar mandi itu sedikit terdorong karena Thoma memaksa masuk, Noelle hanya bisa memeluk alat tes kehamilannya dengan erat. Namun Thoma sudah tahu akan hal itu, ia langsung memeluk sang istri erat-erat, tak peduli dengan air di bak mandi yang sudah banjir dan membasahi tubuh mereka.

“Hey, hey? Kamu kenapa, Sayang?”

Thoma melihat sekilas alat tes kehamilan milik Noelle yang masih didekap erat oleh istrinya.

“Gak apa-apa, Say—”

“APANYA YANG GAK APA-APA, THOMA?!”

Noelle mendorong paksa tubuh Thoma hingga tubuhnya mengenai bak kamar mandi mereka, tubuh suaminya kini sudah basah total namun Thoma masih tetap berusaha meraih Noelle yang enggan untuk dipeluk olehnya.

“Gak apa-apa, Sayang.” ujar Thoma lembut.

“Aku gak bisa kasih keturunan sama kamu, Mas!”

“Aku gak tega lihat kamu main sama anak-anak lain dengan senyum kamu itu! Aku tahu kamu pasti pengen punya anak, kan, Mas?!” sentak Noelle keras.

“Iya, tapi—”

“AKU GAK BISA HAMIL, MAS THOMA!”

Suara teriakan Noelle terdengar hingga keluar, Sara dan Sucrose langsung berlari ke kamar Noelle dan Thoma yang letaknya di lantai 2 rumah Keluarga Geo.

“Sayu sini aja, itu urusan orang dewasa,” ujar Yun Jin sambil menahan lengan Sayu.

“Oh, gitu? Kok Tante Noelle teriak-teriak, ya?” tanya Sayu heran dengan suara yang lirih.

Belum pernah sekali pun mereka mendengar Noelle menaikkan suaranya, pasalnya perempuan berusia 32 tahun itu selalu terlihat sopan dan terdengar lembut.

“Kita ke fasum duluan aja, yuk?” ajak Yun Jin sedikit memaksa.

Sara dan Sucrose membuka pintu kamar Noelle dan Thoma, ruangan mereka sudah menggenang akibat arus air dari kamar mandi.

“AKU GAK—”

“AKU GAK BISA JADI ISTRI YANG SEMPURNA UNTUK MAU, MAS!” sentak Noelle putus asa.

Thoma pun tak dapat menahan air matanya, semakin ia mendekat semakin banyak barang yang dilempar oleh Noelle dari kamar mandi.

“Noelle! Kamu kenapa?!” seru Sara berjalan perlahan mendekati kamar mandi.

Saat Noelle menoleh ke arah Sara dan Sucrose, di situlah tangisnya semakin histeris.

“AKU GAK BISA HAMIL, KAK!” balas Noelle sambil menangis histeris.

Thoma masih terduduk dan meringis kesakitan karena wajahnya dilempar pisau cukur oleh Noelle. Air matanya ikut mengalir deras walaupun ia tak terlihat sesenggukan.

“Noelle, kamu tenang dulu, ya?” bujuk Sucrose.

Perempuan bersurai hijau itu mengelus lembut punggung Noelle yang sudah ada di dekapan Kujou Sara.

“Salahnya di aku! Mas Thoma gak ada masalah, memang salahnya ada di aku! Memang pada dasarnya aku gak bisa hamil!” seru Noelle semakin keras dibarengi dengan tangis lirihnya.

Thoma beranjak lalu mendekati Noelle, istrinya tidak sadar bahwa Thoma sudah memeluknya. Isak tangis pria itu mulai terdengar oleh Noelle.

“Maafin Mas, ya, Sayang?” ujar Thoma lirih.

“Kita sudah berusaha selama 10 tahun tapi belum diberikan apa-apa sama Tuhan,” lanjut Thoma terisak.

Noelle tak membalas ucapan suaminya, perempuan itu masih menangis histeris sambil memukul tubuh Thoma karena semakin erat memeluk tubuhnya.

Sucrose pun tak kuasa menahan tangisnya, ia benar-benar paham perjuangan Noelle karena iparnya itu adalah orang pertama yang menerima Sucrose sebagai bagian dari keluarganya. Mengingat Sucrose takut tidak akan diterima oleh Ningguang di masa lalu, Noelle selalu ada di dekatnya saat itu.

Berbeda dengan Sara yang masih memiliki benteng pertahanan, ia sudah terbiasa menahan seluruh perasaan di hatinya. Namun melihat keluarganya seperti ini berhasil membuatnya meneteskan air mata.

Thoma mendongak ke arah Sucrose dan Sara lalu mengisyaratkan mereka untuk meninggalkan Thoma dan Noelle sementara waktu. Sara yang sadar lebih dulu langsung mengajak Sucrose keluar dari kamar adiknya.

“Sayang?”

“Hmm?”

“Aku tak begitu peduli kalau memang kita tidak dapat memiliki momongan, selama aku bersama kamu, itu sudah lebih dari cukup,” ujar Thoma yang masih terisak.

“Mas Thoma akan selalu ada untuk kamu, Sayang. Jadi jangan memendam semuanya sendiri, ya? Mas jadi sedih tahu,”

Lagi-lagi, Thoma menangis untuk kesekian kalinya. Noelle semakin erat mencengkram lengan Thoma namun rasa sakit itu sudah tak terasa lagi oleh Thoma.

“Kalau kamu mau—”

“Hey, aku tak pernah bermimpi memiliki momongan selain dengan kamu, aku tak pernah menyayangi seseorang lebih dari kamu, jangan ngomong kayak gitu, ya, Sayang?” potong Thoma cepat.

“Tapi aku—”

Thoma melepas pelukannya dan menatap Noelle dengan wajahnya yang sudah memerah.

“Kalau tidak di dunia, di singgasana nanti kita akan bangun kerajaan Noelle dan Thoma, ya? Jadi pastikan kamu mencariku di sana, oke?”

Noelle kembali memeluk suaminya, merasakan hangat tubuhnya walaupun baju mereka sudah basah oleh air. Tak ada tempat yang lebih nyaman selain dekapan Thoma.

Bagi Noelle, Thoma adalah orang yang kuat. Dan bagi Thoma, Noelle adalah satu-satunya dalam hidupnya.

“Aku sayang sama Mas, jangan pergi!” pinta Noelle terbata-bata.

“Mas pun begitu, Sayang.” balas Thoma semakin erat memeluk Noelle.

You Keep Me Alive: You Are Alive

Chapter 2: Angin Kebebasan

Perempuan bersurai merah api berjalan di sekitar Mondstadt, auranya terasa sangat mengerikan. Tidak ada seorang pun yang berani menatap perempuan bengis tersebut. Ia berjalan bersama dua pria berjubah hitam nan misterius, Hu Tao pernah bertarung melawannya, namun siapakah mereka?

“Hey!” seru perempuan bersurai merah itu.

“I-iya?” ujar Anthony, warga Mondstadt.

“Kau tahu Celestia yang bernama Fischl?”

Perempuan itu mendekat ke arah Anthony, pria itu langsung tersungkur karena aura yang dimiliki oleh orang misterius tadi.

“Sa-saya tidak tahu! Sungguh!” seru Anthony ketakutan.

“Benar-benar tak berguna,”

Ia menghentakkan kakinya dan membuat telinga beberapa warga Mondstadt yang ada di sekitar mereka berdegung.

“TOLONG!”

“AMPUNI KAMI!”

Perempuan bersurai merah api itu mendengus kesal, netra merahnya menyala karena tak terima dengan jawaban Anthony. Tentu orang-orang tidak tahu di mana Fischl berada. Beda dengan Raiden Ei, nama Fischl sudah tidak pernah disebutkan atau disinggung lagi di mana pun.

“Ha-ha-ha! Ayah coba pakai bando ini!” seru Jean, anaknya Venti dan Barbara.

Venti memakai bando yang diberikan oleh Jean, bando bertelinga kelinci layaknya boneka Baron milik Amber yang menjadi maskot Negeri Kebebasan tersebut.

“HEY!” seru perempuan tadi, ternyata masih ada orang yang tak takut kepadanya.

“Ya?” jawab Venti ramah.

“BERANI-BERANINYA KAU MASIH BISA TERTAWA DI SAAT SEPERTI INI?!” sentaknya dengan suara yang menggelegar.

Pekikan perempuan itu menyerupai suara ultrasonic yang dapat mengganggu pendengaran orang di sekitarnya, namun Venti dan Jean tampak tidak terpengaruh dengan suara lantang perempuan bersurai merah tadi.

“Kenapa emang?” tanya Venti heran.

“Sayang! Jangan tinggalin Bunda, ih!”

Barbara berlari kecil menyusul Venti dan Jean.

“Ah... kenapa ini?” tanya Barbara pelan.

“Gak tahu,” jawab Venti sambil memegang tangan anak dan istrinya.

Apakah auranya tidak bisa kukalahkan? pikir perempuan bersurai merah itu.

“CEPAT KATAKAN DI MANA FISCHL!”

“Fischl? Teman SMA kita, ya?” bisik Venti ke telinga Barbara.

Barbara hanya mengangguk pelan, ia sedikit ketakutan namun di saat yang sama ia seperti mengenal perempuan yang ada di hadapannya.

“Bunda, Jean takut,” gumam Jean lalu memeluk Barbara.

“Gak apa-apa, Sayang. Dia tidak berbahaya,” balas Venti lembut.

Mendengar perkataan Venti justru membuat darah perempuan itu mendidih, ia benar-benar tak terima reputasinya di Mondstadt diinjak-injak oleh pria bersurai hijau tersebut.

Ia pun berlari untuk menyerang Venti, setiap hentakan kakinya mampu merusak tanah pusat kota Mondstadt. Dua pria misterius itu ikut berlari saat perempuan itu melesat ke arah Venti.

“VEN—”

“TI?”

Dengan cepat Venti mengangkat Barbara dan Jean ke udara, mereka melayang-layang di langit Mondstadt. Semua orang yang melihat kejadian itu sungguh syok setelah mengetahui fakta bahwa Venti bisa terbang di udara.

“AYAH?! KENAPA KITA BISA TERBANG?!” seru Jean panik.

“VENTI?! APA INI?!” pekik Barbara histeris.

“Tolong panggil bala bantuan, ya, Sayang?”

Venti langsung mengarahkan tangannya sehingga membentuk pusaran angin yang dapat menerbangkan Barbara dan Jean menuju markas Knight of Favonius.

“VENTIIIIIII—”

Suara Barbara perlahan hilang dimakan angin, perempuan bersurai merah api tersebut semakin aneh melihat wajah Venti yang sedang tersenyum manis.

“Gak etis rasanya kalau melawan manusia biasa, kan?” ucap Venti sambil berkedip.

Tiba-tiba angin yang kencang menghantam lawannya, ketiga orang itu terlempar jauh ke depan gerbang Mondstadt. Venti pun melesat dengan anginnya menyusul mereka.

Razor dan Eula yang baru saja kembali dari kantor polisi pusat terkejut melihat Venti sedang mengobrak-abrik tiga orang misterius itu.

“Ven—”

“Ti?”

Perempuan bersurai merah itu kembali menghentakkan kakinya sehingga masuk ke tanah, ia masih dapat bertahan sementara bawahannya sudah terjebur ke danau yang mengelilingi Mondstadt.

“Wah, kebetulan. Razor, Mba Eula, tolongin dong!”

“YANG SEHARUSNYA MINTA TOLONG ITU KAMI!” seru Eula dari bawah.

“SIAPA KAU SEBENARNYA?!”

Venti hanya tersenyum, dengan bantuan anginnya ia mendarat ke arah Eula dan Razor.

Pasukan Knight of Favonius keluar dari Mondstadt, mengepung perempuan bersurai merah tadi.

“Sekarang kau sudah terkepung, alangkah baiknya kau memberitahu namamu dan apa perlumu ke Mondstadt?” tanya Eula mendekat ke arah perempuan bersurai merah itu.

“Tch! Vennessa,” jawabnya kesal.

“AKU VENNESSA RAGNVINDR!”

Eula terlihat syok setelah mendengar nama keluarga yang tak pernah didengar olehnya selama bertahun-tahun.

“Baik, kita akan berbincang-bincang di kantor,”

Mata Eula tertuju pada kesatria dari Knight of Favonius, Vennessa Ragnvindr diborgol dengan kencang lalu dibawa ke kantor polisi.

Seluruh warga Mondstadt yang menyaksikan hal itu spontan bertepuk tangan dan berterima kasih kepada Venti yang telah menyelamatkan mereka.

Barbara dan Jean berlari menuju Venti, mereka berdua memeluk orang nomor satu di keluarga mereka. Walaupun masih syok, rasa khawatir Barbara dan Jean perlahan menghilang setelah didekap oleh Venti.

“Maaf, ya? Kamu pasti kaget,” ucap Venti pelan.

Barbara hanya mengangguk di dada suaminya, sementara Jean sudah menangis histerius karena takut terjadi apa-apa dengan ayahnya.

“Razor, tolong bawa Vennessa ke kantor polisi, saya akan menyusul,”

“Baik,”

Rombongan Razor pergi membawa Vennessa Ragnvindr bersama Knight of Favonius, sementara Eula meminta penjelasan kepada Venti tentang hal gila apa yang barusan terjadi.

Mereka berempat tiba di Windrise, Venti masih tertawa sembari menghibur Jean yang masih menangis sejak tadi.

“Tolong jelaskan kepada kami, siapa dirimu sebenarnya?” tanya Eula dengan tegas.

“Tehe!” hanya itu yang keluar dari mulut Venti.

Eula mendengus kesal, namun Barbara lebih murka kepada suaminya.

“Maaf, ya?” ucap Venti sambil merapikan rambut Barbara.

“Jelasin dulu,” balas Barbara yang wajahnya sudah memerah sejak tadi.

“Aku adalah Celestia,” jelas Venti singkat, jelas dan padat.

“Bukannya itu hanya peranmu saja di drayvat?” timpal Eula masih tak percaya.

Venti menggelengkan kepalanya lalu tersenyum. Angin kencang tiba-tiba menggoyangkan pohon besar di Windrise.

“Sejak aku lahir, aku adalah seorang Celestia,” lanjut Venti dengan lembut.

“Dan di sinilah tempatku lahir,” ujar lelaki berusia 31 tahun tersebut.

“Kalau kau seorang Celestia—”

Venti mengangguk, angin kencang tadi hilang dalam sekejap ketika ia mengepalkan tangannya.

“Perkenalkan, namaku adalah Barbatos,” jawab Venti sambil tersenyum.

You Keep Me Alive: You Are Alive

Ending Chapter 1: Tuntutan

“Selamat ulang tahun! Kami ucapkan!”

Selamat panjang umur! Kita, kan, doakan!

Selamat sejahtera! Sehat sentosa!

“Selamat panjang umur, dan bahagia!”

Albedo terlihat sumringah ketika seluruh tetangganya menyanyikan lagi 'Selamat Ulang Tahun', ia sampai lompat-lompat kegirangan karenanya.

Eula dan Rosaria sibuk mencibir ayah dari para jamet itu, sementara Lisa sibuk tertawa sambil siaran langsung untuk menunjukkan kepada seluruh dunia kehebohan yang dibuat oleh Albedo.

Mata Yun Jin masih melihat ke luar rumah, berharap sang ibu datang walaupun terlambat. Ia sudah memakai dress ungu dengan manik-manik yang tersebar acak di sekitar lengannya, kalau bisa dibilang seperti Yun Jin yang sedang ulang tahun jika dandanannya seperti itu.

Yun Jin dan Sara sudah menyiapkan baju itu dari jauh hari, ini semua karena kemauan Sara yang ingin terlihat lebih kompak dengan anaknya setelah melihat Sucrose mewarnai rambutnya agar sama dengan Sayu.

“Yun Jin, ayo makan,” ajak Sayu dari belakang.

Yun Jin hanya menggelengkan kepalanya, ini juga merupakan hal baru bagi Sayu. Belum pernah sekali pun ia melihat saudaranya seperti ini, apa mungkin rasa kecewa itu bisa berdampak besar seperti ini? Pikir gadis berusia 15 tahun tersebut.

“Kamu duluan aja,” balas Yun Jin pelan.

“Oke,”

Sayu meninggalkan Yun Jin setelahnya, air mata gadis bersurai ungu itu perlahan menetes karena tak bisa lagi ia tahan.

Zhongli yang menyadari bahwa Yun Jin tidak ada di tengah pesta langsung mencari keberadaan cucunya tersebut.

“Yun Jin, kenapa masih di sana?” tanya Zhongli heran.

Mendengar suara berat Zhongli sontak membuat Yun Jin menarik seluruh air mata yang sudah keluar dan bersikap biasa saja di depan sang kakek.

“Angli! Yuyun gak apa-apa!” ujar Yun Jin tersenyum.

Zhongli duduk di samping Yun Jin di saat gadis itu beranjak dari duduknya, pria bersurai hitam itu menahan lengan Yun Jin hingga ia terduduk di atas pangkuannya.

“Kita tunggu Mama sama-sama, ya?” ujar Zhongli lembut.

Hal ini justru membuat tangis Yun Jin semakin pecah, gadis itu menangis dengan keras sehingga menarik perhatian tamu undangan di rumah Keluarga Geo. Ningguang langsung menghampiri mereka dan ikut menghibur Yun Jin sementara yang lainnya harus kuat menahan hati melihat atraksi debus yang dilakukan oleh Albedo.

**

Ganyu telah menyelesaikan seluruh keperluan Jade Chambers untuk sidang besok pagi, Sara yang sudah berniat untuk lembur terlihat kaget setelah Ganyu merapikan seluruh dokumen penting perusahaan tersebut.

“Semuanya sudah aku urutkan dari awal sampai akhir, bukti fisiknya juga ada di sebelah sini. Sekarang kita pulang, ya?” ujar Ganyu tersenyum.

“Bagaimana bisa? Kami lebih dari 3 hari mempersiapkan semua ini, Ganyu?” balas Sara tak percaya.

Hanya senyum yang dilemparkan oleh gadis bersurai biru tersebut, Sara bahkan belum sempat melakukan apa-apa setelah kembali dari kafetaria.

“Oh, ya? Aku baru sadar?”

“Apa?”

“Kenapa hari ini pakai dress mewah banget?”

Sara terkekeh mendengar pertanyaan Ganyu, dress yang ia kenakan mirip sekali dengan yang sedang Yun Jin pakai malam ini. Walaupun Sara belum sempat hadir ke acara, namun ia tak pernah lupa sedikit pun dengan janji yang telah terucap.

“Kami udah janjian pakai dress kembar ini ke acara ulang tahun Kak Al,” jawab Sara senyum-senyum sendiri.

Melihat temannya tersenyum, membuat garis bibir Ganyu ikut terangkat dengan sendirinya.

“Kamu mau ikut pergi ke Teapod?” tanya Sara sambil mengecek gawainya.

“Iya, aku disuruh Pak Zhongli juga sebenarnya,”

“Ya sudah, ayo sama-sama aja,”

Ganyu mengangguk, mereka melaju menuju Teapod Residence secepat mungkin. Sara jelas tak ingin mengecewakan anaknya, perasaan bersalah terus menghantuinya hingga kini. Melihat Yun Jin cemberut saja sudah berhasil mengiris hati Sara perlahan, apalagi jika ia melihat anaknya menangis.

Setibanya di Teapod, acara sudah hampir selesai, beberapa tamu sudah pulang ke rumah masing-masing. Zhongli masih menimang Yun Jin yang sudah tertidur, setelah melihat Sara di depan rumah pria berusia 65 tahun itu langsung membawa Yun Jin menuju kamarnya.

“Maaf, Yah.” hanya itu yang terucap dari mulut Sara.

“Jangan minta maaf sama saya, Sara. Anaknya masih tidur,” balas Zhongli memaksakan senyumnya.

“Ma-maksud Sara, maaf karena sudah merepotkan Ayah,” ujar Sara terisak.

Zhongli membaringkan Yun Jin di kasurnya, sementara Sara masih sibuk menahan tangis sejak tadi. Aura yang dipancarkan oleh Zhongli benar-benar tak tertandingi, mendengar suaranya saja sudah berhasil membuat Sara menangis.

“Duduk,” suruh Zhongli kepada Sara.

Sara langsung mengikuti apa yang diperintahkan oleh Zhongli.

“Kerja bagus hari ini, Sara.”

“Kamu telah melakukan yang terbaik untuk Jade Chambers, dan lihat apa yang sedang kamu pakai sekarang? Sama persis dengan yang dipakai oleh Yun Jin,” ujar Zhongli sambil menoleh ke arah Yun Jin yang tertidur dan Sara bergantian.

“Ha-ha! Sayang banget si Yuyun gak bisa lihat Mamanya menepati janjinya,” ujar Sara menghibur diri walaupun isak tangisnya masih kerap terdengar.

“Sara, yang diinginkan oleh seorang anak hanya kehadiran orang tuanya. Di situ mereka baru sadar kalau kita sebagai orang tua memang benar-benar memperhatikannya, anak-anak seperti mereka ini butuh sosok yang nyata,”

Sara bergidik mendengar ceramah dari Zhongli, ia baru sadar bahwa waktunya dengan Yun Jin berkurang semenjak kasus mendiang Madame Ping diangkat kembali oleh media.

“Iya, Sara sadar, Yah.” ujar Sara pelan.

“Ayah tidak marah sama sekali sama kamu, kalian sudah melakukan yang terbaik dan Ayah selalu bangga dengan kalian,” ujar Zhongli menepuk lembut pundak Sara lalu beranjak pergi setelah pamit dengan perempuan berusia 34 tahun tersebut.

Sara mendekat ke arah Yun Jin yang sudah tertidur pulas, bermain-main dengan pipinya yang sudah tumpah ke sana kemari. Senyumnya terlihat tulus dengan air mata yang mengalir tanpa suara tangisan.

Maafin Mama, ya, Sayang.

Sara baring di samping anaknya, mengangkat sedikit kepalanya agar tangan kanan Sara bisa masuk untuk mendekap Yun Jin. Mereka berdua tertidur dengan sambil mengenakan dress yang sama.

Ningguang yang baru saja selesai mengantarkan tamu-tamu pulang terhenti di depan kamar Sara karena Zhongli terlihat senyum-senyum sendiri memandangi ibu anak tersebut.

“Ada apa, Mas?” bisik Ningguang pelan.

“Itu lihat,”

“Ih! Bajunya lucu, mereka kembaran gitu ceritanya, ya?”

Zhongli hanya mengangguk, senyum itu tak bisa lagi disembunyikan olehnya. Mata Ningguang hanya tertuju pada Zhongli, ia benar-benar menikmati mukjizat yang diberikan oleh Tuhan lewat suaminya. Senyum Zhongli benar-benar berhasil melepas seluruh beban yang ada di pundak Ningguang, perempuan bersurai putih itu menyenderkan kepalanya di pundak Zhongli.

“Mas—”

“Mas juga sayang sama kamu, Ning.” potong Zhongli sambil tersenyum.

**

“Tempat apa ini?” ujar seorang gadis terbata-bata.

“Ini namanya Mondstadt! Negeri penuh kebebasan, lihat saja sebelum masuk tadi, terapung di udara, kan?”

Gadis itu hanya mengangguk mendengar ocehan Bennett, ia tak tampak antusias melihat sekeliling Mondstadt bersama pemimpin Adventures Guild tersebut.

“Oh, ya! Kita udah berbicara banyak tapi belum mengenal satu sama lain, namaku Bennett dan aku adalah ketua Adventures Guild,” ujar Bennett sambil mengulurkan tangannya.

Gadis tadi hanya melihat tangan Bennett yang sudah terulur sejak tadi, menunggu akan dijabat.

“A-aku harus apa?”

“Perkenalkan juga namamu,” jawab Bennett sambil tersenyum, ia menarik kembali tangannya karena malu.

“Paimon,”

“Apa?”

“Nama adalah Paimon,”

“Paimon berasal dari Khaenri'ah,”

“Paimon mencari Celestia Kuno,” ujar gadis gagap tersebut.

-to be continued

You Keep Me Alive: You Are Alive

Chapter 1.2: Tuntutan

Albedo masih sibuk di ruang kerjanya, setelah diangkat menjadi Master of Alchemy ia memutuskan untuk memindahkan seluruh proyeknya ke tempat baru yang ia bangun di samping rumah Keluarga Geo.

“Udah jam 5 sore, tapi kok rumah sebelah belum ramai, ya?” gumam Albedo pelan.

Sesekali ia menoleh ke arah jendela, kondisi rumahnya masih terlihat kosong dan belum ada tanda-tanda kehidupan di sana.

“Mungkin mereka lagi siapin kejutan buat aku,”

Albedo kembali meneruskan pekerjaannya, ia semakin antusias setelah beberapa proyek lamanya berhasil walaupun belum sepenuhnya.

“Sebentar lagi, tunggu sebentar lagi,” ujar Albedo sambil tersenyum.

**

Xingqiu tiba di rumahnya, sudah ada Hu Tao yang menunggu di teras rumah. Lelaki bersurai biru itu mencium kening istrinya lalu menghempaskan diri ke kursi di depan rumahnya.

“Berat, ya, hari ini?” tanya Hu Tao sambil memindahkan tas kulit milik sang suami.

“Enggak, kok. Aneh aja, kenapa aku bisa menang? Padahal aku sengaja bikin yang eksplisit dan emang ditujukan buat dia,” jelas Xingqiu yang masih terlihat kesal.

Hu Tao hanya terkekeh mendengar cerita suaminya. Mereka tinggal di pusat kota Liyue, walaupun butuh waktu yang sedikit lama untuk menuju Wangsheng, Hu Tao tak memedulikannya sama sekali.

“Sayang?”

“Ya? Kenapa? Mau aku buatkan teh?”

“Enggak, gak usah. Aku kepikiran sesuatu, deh?”

Hu Tao tak jadi beranjak dari kursinya, kini netranya fokus menatap Xingqiu.

“Apa ada yang belum kamu ceritakan sama aku?”

Tepat sasaran, Hu Tao memang sengaja tidak menceritakan kejadian hari ini. Ia tak ingin membebani Xingqiu dengan masalah yang ia hadapi sebelum penyelenggaraan kegiatan tahunan guna memperingati para Celestia Kuno yang telah tiada.

“Bukan apa-apa, Sayang.” jawab Hu Tao tersenyum.

“Hey, aku ini suami kamu, selelah apa pun aku pasti ingin mendengarkan cerita darimu,” Xingqiu menopang dagunya bersiap untuk mendengar cerita sang istri.

Rona wajah Hu Tao memerah, Xingqiu selalu seperti itu. Kata-kata manisnya tak pernah bosan didengar, senyum tulus suaminya berhasil membuat Hu Tao luluh seketika.

“Oke, oke. Jangan manis-manis banget bisa, gak, sih? Diabetes nanti aku!” ledek Hu Tao sambil menyenderkan kepalanya di pundak Xingqiu.

“Aku, kan, gula paling manis yang pernah kamu rasain!” balas Xingqiu tak mau kalah.

“Hehh! Masih sore!” balas Hu Tao yang sudah tak karuan.

Xingqiu memeluk Hu Tao erat, detak jantung suaminya kini benar-benar terasa olehnya.

Masih sama, seperti pertama kali, gumam Hu Tao dalam hati.

“Kapan mau cerita ini?”

“Iya, iya! Jadi tadi itu ada orang misterius di Wangsheng—”

“Orang misterius? Jadi orang berjubah itu ke Wangsheng beneran?” potong Xingqiu tiba-tiba.

“Iya, kok kamu tahu?” tanya Hu Tao terkejut.

Xingqiu tak menjawabnya, informasi yang ia dapat dari Zhang sang pandai besi memang benar adanya. Sebelum pulang Xingqiu memang kerap bertandang ke tempat itu walaupun hanya sekadar bertegur sapa dengan Zhang, namun memang orang tua itu selalu punya topik pembicaraan.

“Master Zhang yang memberitahuku, lalu mereka?”

“Udah kukalahkan, kukubur berdua,” jawab Hu Tao kesal.

“Tapi aneh, kan? Mereka selalu ada lho?”

Saat itu juga Hu Tao sadar bahwa setiap tahun selalu ada orang-orang misterius yang datang merecoki makam teman-temannya.

“Kali ini mereka berbeda, jubah hitam itu belum pernah kutemui selama ini,” ujar Hu Tao pelan.

Mereka berdua diam setelah itu, pikiran mereka saling beradu oleh keheningan. Hu Tao masih ragu untuk menceritakan tentang secarik kertas yang ia temui di jubah salah satu orang misterius tersebut.

“Ada lagi?” tanya Xingqiu lembut.

“Ada,”

“Kamu tahu Khaenri'ah?” tanya Hu Tao ragu.

“Negeri pengabul mimpi itu?”

Hu Tao mengangguk sambil menatap wajah suaminya, melihat Xingqiu berpikir membuatnya ikut bingung.

“Negeri itu sudah punah, aku sendiri gak tahu kenapa orang masih suka menyinggung Khaenri'ah,”

“Soalnya ada kertas yang jatuh dari jubah orang itu,”

“Dan mereka membahas tentang Khaenri'ah?”

“Iya, namanya Halfdan,”

**

Kujou Sara dan Keqing masih disibukkan dengan urusan di Jade Chambers, banyak gugatan yang dilayangkan warga Liyue kepada Jade Chambers setelah Yelan menuntut salah satu aset milik mendiang Madame Ping itu.

“Abang iparmu ulang tahun, kan? Lebih baik kamu pulang saja,” ujar Keqing memecahkan keheningan di ruang kerja Sara.

“Aku sudah izin dengan Kak Al, ia pun paham dengan situasi seperti ini,” balas Sara tanpa menoleh ke arah Keqing.

Ganyu tiba di ruangan itu sambil membawa makanan dari luar.

“Ayo istirahat dulu,” kata Ganyu sambil tersenyum.

Mereka bertiga makan bersama di kafetaria Jade Chambers, jam segini seluruh karyawan Jade Chambers sudah pulang.

Ganyu sengaja berkunjung ke Jade Chambers setelah tahu kondisi sahabatnya yang sudah tak karuan karena lembur.

“Terima kasih makanannya, Ganyu.” ujar Sara setelah menutup kotak makanannya.

“Sama-sama,” balas Ganyu sambil tersenyum.

Mereka bertiga kembali dilanda keheningan, semuanya sudah berusaha yang terbaik untuk Jade Chambers. Apalagi sebentar lagi Kujou Sara akan diangkat menjadi Direktur Utama setelah Ningguang memutuskan untuk pensiun beberapa bulan yang lalu.

“Masih belum ada kabar dari Xiao?” tanya Keqing ragu.

Ganyu hanya menggelengkan kepalanya lalu tersenyum tipis. Xiao sudah pergi selama 10 tahun, ia tak pernah memberikan kabar kepada kakaknya. Namun hal itu membuat Ganyu gusar sekaligus tenang di saat yang sama.

“Gak apa-apa, lebih baik anak itu tak ada kabar daripada berkabar tetapi buruk,”

Sara mengangguk setuju dengan perkataan Ganyu, saat ia beranjak lengannya ditahan oleh Keqing karena kantung mata perempuan bersurai pendek itu sudah benar-benar hitam.

“Istirahatlah, kamu sudah tak tidur selama beberapa hari,” ujar Keqing serius.

“Tidak bisa, besok sidang pertama dan data milik perusahaan belum rampung,” balas Sara sambil melepas tangan Keqing.

“Sara—”

“Sudahlah, Keqing. Lebih baik kamu pulang bersama Ganyu, sekarang sudah larut,” potong Sara lalu meninggalkan mereka berdua di kafetaria.

Raut wajah Keqing terlihat khawatir karena Sara belum pernah seperti ini sebelumnya. Ganyu ikut beranjak dan menyusul Sara untuk membantunya di kantor.

“Tak apa, biar aku yang menggantikanmu, aku pernah bekerja di sini beberapa tahun,” ujar Ganyu sambil menepuk lembut pundak Keqing.

“Tolong jaga dia, ya, aku benar-benar sudah tak kuat,”

Ganyu tersenyum lalu meninggalkan Keqing sendirian, perempuan itu mengemaskan bekas makanannya lalu beristirahat di wisma dekat Jade Chambers.

Ya Tuhan, tolong kuatkan kami,

**

Teppei terlihat sedang bersama orang yang misterius di sebuah gang Liyue, orang itu memakai jubah kuno dan menutupi seluruh tubuhnya dan hanya menyisakan mata.

“Aku baru tahu kalau kau membantu Il Dottore,” ujar orang misterius tadi.

“Sial,”

Teppei terlihat panik setelah ditohok oleh pertanyaan itu, ia langsung berlari namun kakinya sudah terikat oleh tali yang tipis tak kasat mata.

“Tenang saja, aku ada di pihakmu,”

Orang itu membuka tudung kepalanya dan berhasil membuat Teppei terkejut untuk kesekian kalinya.

“Yanfei?” ujar Teppei tak percaya.

“Gila, gila, gila. Orang kepercayaan Eula bisa-bisanya membantu Harbingers untuk menciptakan peperangan,” ledek Yanfei sambil terkekeh.

“A-Aku dipaksa!” balas Teppei terbata-bata.

“Dengan apa? Kau tak punya siapa-siapa, Teppei!” sentak Yanfei keras.

“Kau pikir aku bodoh?! Kau memanipulasi CCTV di Rumah Sakit Inazuma dan membantu Il Dottore menculik Sangonomiya Kokomi. Kau juga yang menyunting rekaman CCTV perjalanan dia menuju Snezhnaya!”

Teppei sudah tak bersuara, raut wajahnya terlihat ketakutan, aura milik Yanfei begitu menekan tubuhnya.

“Kalau saja aku bisa mengembalikan reputasiku dengan kasus ini,”

“TOLONG! JANGAN!”

Teppei terus memohon ampun dan bersujud di depan Yanfei, namun perempuan itu hanya bisa tertawa melihat sebuah tato di belakang leher lelaki bersurai hitam tersebut.

“Ternyata kau dari The Underworlds, ya?” ujar Yanfei sambil menyeringai.

You Keep Me Alive: You Are Alive

Chapter 1.1: Tuntutan

Toko serba 8000 adalah surganya para shoppers, hanya di sana mereka dapat menemukan barang murah namun berkualitas. Walaupun tidak semua orang suka berbelanja di sana, namun toko itu cukup menarik perhatian selama beberapa tahun terakhir.

“Di sana aja, Mi! Kayaknya bagus-bagus!” tunjuk Qiqi ke arah peralatan rumah tangga.

Shenhe dan Qiqi masih memilih kado yang tepat untuk diberikan kepada Bapak Jamet Teapod, Albedo. Namun sepertinya mereka tidak terlalu ambil pusing tentang barang apa yang akan dibeli karena semuanya akan diambil alih oleh Sucrose.

Albedo hanya ingin kebersamaan mereka terus terjaga apalagi semenjak Perang Archon kedua selesai, seluruh warga Teapod terus disibukkan dengan urusan masing-masing.

“Klee, kalau mau sesuatu bilang aja, ya?” pinta Kaeya kepada keponakannya.

Klee hanya mengangguk pelan sambil membaca buku yang ia pinjam di perpustakaan, sementara Kaeya hanya geleng-geleng kepala melihat gelagat gadis bersurai pirang itu karena perubahan drastis yang dialami oleh Klee sejak kepergian ibunya.

“Kenapa gak beliin itu aja?”

Klee menunjuk ke arah game station tempat orang-orang menjual kaset gim bajakan. Melihat Klee yang sebenarnya masih acuh tak acuh membuat Kaeya tersenyum tipis karena ia merasa sendiri walaupun Klee selalu ada di sisinya.

“Ayolah, antusias sedikit. Kamu mau ketemu anak-anak yang lain, lho?” bujuk Kaeya sambil merangkul Klee.

“Kak, Klee sudah dewasa. Mereka belum nemuin jati dirinya,” bantah Klee dengan suara yang tegas.

Klee melepaskan tangan Kaeya dan berjalan menuju game station tadi. Pria bersurai biru tua itu hanya bisa menghela nafas dan menyabarkan dirinya setelah itu.

“Rosa, bagusan ini atau ini?” tanya Eula kepada Rosaria yang malah sibuk memilih baju diskonan di gerai pakaian.

“Kamu serius, Kak? Kita udah 40 tahunan tapi masih pakai baju kembal kayak gini?”

“Heh! Sembarangan! Aku sudah kepala 5!” canda Eula disambut tawa oleh adiknya.

Walaupun mereka jarang bersama, tapi di saat ada kesempatan untuk menghabiskan waktu berdua Eula dan Rosaria selalu kompak di setiap situasi. Mereka tak memedulikan orang lain yang melihat ke arahnya ketika kakak adik itu sedang bercanda di gerai pakaian.

“Pokoknya kita harus pakai baju kembar kayak gini! Kalau arisan, kan, bisa jadi bahan candaan sama ibu-ibu lain!” ucap Eula tak mau kalah.

“Ya sudah, terselah aja, aku suka-suka aja, kok!” balas Rosaria yang sudah pasrah dengan keadaan.

Yun Jin dan Sayu tiba di toko serba itu, mereka berniat untuk membelikan kado untuk orang nomor satu (menurut Albedo) di perumahan itu. Namun Sayu selama ini sadar kalau ia tak tahu apa-apa tentang kesukaan ayahnya.

“Yang benar aja?! Masa kamu gak tahu Om Bedo suka apa?!” runtuk Yun Jin kesal.

“Ya, habisnya Bunda yang selalu beli, watashi sungguh tak tahu apa-apa,” balas Sayu sama kesalnya.

Anak dari Sucrose dan Albedo itu sedang mengalami wibu phase, rata-rata anak remaja di Teyvat selalu melewati masa-masa kelam ini. Contoh yang paling dekatnya adalah pahlawan nasional saat ini yaitu Xiao, ia telah berhasil melewati fase itu dan menjadi orang yang berpengaruh di Teyvat.

“Om Bedo lagi suka main game gak, sih?” tanya Yun Jin penasaran.

Sayu hanya mangut-mangut saja ketika ditanya oleh saudaranya tersebut.

“Apa kita top up-in aja? Katanya bulan ini udah reset genesis crystal?”

“Ayah udah gak main game itu lagi, dia bilang gacha-nya bau,” balas Sayu yang masih sibuk dengan game capit online-nya.

Yun Jin menghela nafas berkali-kali, saudaranya benar-benar tidak bisa diajak kerja sama. Padahal ini momen yang langka bagi mereka berdua, jarang sekali mereka jalan berdua seperti ini.

“Oh, ya? Mama Sara ke mana?” tanya Sayu heran.

“Mama masih di kantor, Nenek Ning, kan, udah pensiun?”

“Walah, watashi lupa. Mianhae,”

“Kamu kenapa multikultural gini ngomongnya?”

“Soalnya Bunda lagi suka drayvat, jadi aku ikut-ikut aja nonton, ganteng tahu!”

“Oh, ya?! Drayvat apa?”

“Apa kemarin itu, ya? Kalau gak salah judulnya Ikatan Celestia,”

Mereka tertawa setelahnya, ternyata Yun Jin dan Sara juga sedang menonton serial itu. Warga Teapod sering menonton drayvat (Drama Teyvat) bareng di fasum, serial Ikatan Celestia tersebut menjadi tontonan wajib karena Venti ikut mengambil peran di sana.

“Kamu sadar gak, sih, kalau yang jadi Barbatos itu Om Venti?” tanya Yun Jin penasaran.

“Enggak, emang itu Om Venti?”

“Ya Tuhan! Susah ngomong sama kamu, jadi selama ini yang kamu bilang ganteng itu siapa?”

“Ada! Sayu agak lupa namanya, dia yang sering jadi satpam di sana,” jawab Sayu dengan entengnya.

“Satpam?”

“Duh, namanya siapa, ya? Bodo amat, ah! Ayo cari kado untuk Ayah!”

Dua saudara itu terus menelusuri seluruh gerai yang ada di toko serba tersebut.

Saat ini mata mereka tertuju pada satu arah, yaitu figur karakter kesukaan Albedo di game favoritnya Genshin Impact, Kreideprinz.

“Eits! Anak kecil ngalah sama orang tua, ya!” ledek Kaeya yang sudah mengambil figur itu duluan.

“Enak aja!” seru Eula juga sudah memegang sedikit kotak figur tersebut.

“Mami! Qiqi dapat duluan lho!” runtuk Qiqi kepada ibunya.

Klee hanya tersenyum saat Yun Jin menyapanya, ia tidak ikut rebutan figur itu dengan orang dewasa lainnya.

“Jadi bagaimana cara kita menyelesaikan masalah ini?” ujar Shenhe datar.

Mereka sontak kaget melihat keberadaan Shenhe, selama ini mereka hanya sering bersama Qiqi di setiap ada kesempatan. Perempuan bersurai putih itu jarang keluar rumah dan menghabiskan waktu di kamar seperti dulu.

“Apa kabar, Shenhe?” sahut Lisa dari belakang.

Lisa dan Razor sudah memegang figur serigala kesukaan Razor, mereka tampaknya tidak terlalu ambil pusing untuk memilih hadiah untuk Albedo.

“Baik,” jawab Shenhe singkat lalu kembali memegang figur Kreideprinz tadi.

Figur langka ini memang hanya dijual di toko serba tersebut, karena mereka memiliki afiliasi dengan perusahaan gim yang menjadi idola sejuta umat itu.

“Kalian benar-benar gak mau mengalah, ya!” sindir Kaeya.

“Laki-laki halusnya mengalah saja,” balas Rosaria namun masih bersembunyi di belakang tubuh Eula.

Kaeya hanya terkekeh mendengar suara Rosaria, pria itu tahu bahwa Rosaria masih menyimpan perasaan kepadanya. Namun Kaeya saat ini sudah memutuskan untuk pensiun sebagai pujangga cinta dan fokus menemani Klee sampai hari tuanya.

“Eh, itu bukannya Pak Zhongli?” ujar Eula menunjuk ke sembarang arah.

“HAAA! Lo pikir gue bakal ketipu?” balas Kaeya menyeringai.

“Tapi beneran, walaupun Eula menunjuk ke arah yang salah,” timpal Shenhe namun menunjuk ke arah berlawanan dari yang ditunjuk Eula.

Mereka semua menoleh ke arah di mana telunjuk Shenhe menunjuk, di saat waktunya sudah tepat perempuan bersurai putih tadi mengambil figur Kreideprinz dan berlari menuju kasir.

“Ayo, Qiqi!”

Kaeya, Eula, Rosaria, Yun Jin dan Sayu ikut mengejar Shenhe dan Qiqi. Mereka lengah setelah tertipu oleh pelayan khusus Celestia Kuno tersebut.

“Kita jarang main sama dia jadi gak tahu strateginya!” seru Kaeya yang masih berlari di samping Rosaria.

“Telserah! Bodo amat!” balas perempuan bersurai merah marun tersebut.

Shenhe dan Qiqi hampir tiba di meja kasir, namun langkah ibu dan anak itu terhenti ketika Zhongli menoleh ke arah keributan yang mereka buat tadi.

“Ah, Pak Zhongli,” sapa Shenhe seraya menundukkan kepalanya.

BRUK

Tak bisa menahan kecepatannya, rombongan tadi menabrak Shenhe, Qiqi dan Zhongli sampai meja kasir di toko serba tersebut rusak. Pelayan di sana murka melihat tingkah orang-orang penting di Teyvat tersebut.

“Kalian ini?! Gak bisa tertib, ya, kalau ngantri?!” seru Katheryne sambil memegang gagang sapu yang sudah lepas dari bulunya.

“Maaf,”

Kaeya, Eula, Rosaria, Shenhe, Qiqi, Yun Jin dan Sayu duduk bersimpuh di depan Katheryne, menerima siraman rohani yang dilontarkan olehnya.

“Mas? Ada apa?” tanya Ningguang yang baru saja datang dengan barang belanjaannya.

“Gak tahu, mereka seperti memperebutkan sesuatu,” jawab Zhongli dingin.

“Yun Jin?! Sayu?! Kamu kenapa?!” sentak Ningguang kaget.

“Nana!” rengek Yun Jin langsung memeluk Ningguang.

“Angli!” Sayu ikut meniru Yun Jin namun mengarah ke Zhongli.

Yun Jin dan Sayu aman karena ada Ningguang dan Zhongli. Sementara Kaeya, Eula, Rosaria, Shenhe harus mengganti rugi kerusakan akibat kehebohan yang mereka buat.

Ada-ada saja tetanggaku ini, gumam Zhongli dalam hati, senyum tipisnya terlihat oleh Ningguang.

Perempuan itu benar-benar bersyukur bisa melihat manisnya wajah Zhongli saat tersenyum setelah 10 tahun lamanya.