You Keep Me Alive Season 2
cw, au // Ending You Keep Me Alive
“Jadi begitu?” ujar Zhongli setelah mendengar cerita Dainsleif selama perjalanan pulang mereka dari Natlan.
“Ya, Bunda Tsaritsa diam-diam bertemu dengan suaminya saat dirajam oleh ayah Kokomi. Saat beliau hamil, ia kembali membuat replikanya dan pergi dari Enkanomiya untuk sementara waktu, tentu Kokomi sadar dengan perubahan sang ibu, tetapi ia masih terlalu kecil untuk mengerti, apalagi ia masih berusia satu tahun lebih,”
“Saat Aether dan Lumine lahir, aku diutus untuk membawa mereka pergi dari Chasm, tempat kelahiran mereka—”
“Wah, berarti si kembar itu orang Liyue, dong?” canda Zhongli memecahkan suasana.
Dainsleif hanya tersenyum tipis menanggapi candaan Zhongli, melihat Pahlawan Teyvat itu masih berdiri tegak walaupun salah satu tangannya sudah hilang, ia berdecak kagum karena Zhongli masih bisa tersenyum dan bercanda walaupun ia tahu rasa sakit yang sekarang dideritanya tak main-main.
“Angli!”
Zhongli tentu mengenali suara itu, cucu perempuan kesayangan Ningguang itu berlari menghampiri kakeknya dengan penuh semangat namun seketika berhenti saat melihat sang kakek sedang dalam kondisi yang buruk.
“Angli?” gumam Yun Jin berkaca-kaca.
Gadis kecil itu ragu ingin memeluk Zhongli, ia bingung bagaimana rasanya jika hanya dipeluk dengan satu tangan, namun saat Zhongli melebarkan pelukannya Yun Jin langsung berlari dan merasakan hangatnya dekapan sang kakek.
“Akhirnya kamu pulang, Yun Jin.” ujar Zhongli lirih.
Air mata Zhongli menetes untuk pertama kalinya setelah berpuluh-puluh tahun lamanya, kali ini ia benar-benar merasakan nikmatnya pertemuan setelah sekian lama. Yun Jin semakin erat memeluk tubuh kakeknya dan mengelus punggung lebar Zhongli dengan lembut.
“Angli kuat sekali!” ujar Yun Jin tersenyum manis.
Zhongli yang masih terisak langsung memegang erat tangan Yun Jin dan mengajaknya untuk pulang menuju Guyun Forest, tempat kelahiran sang Pahlawan Teyvat tersebut.
Akhirnya, Ningguang pasti gak jadi marah sama saya,
9 bulan kemudian
Cyno berdiri di atas altar paling tinggi di Sumeru, upacara pengangkatannya sebagai seorang Archon dari Negeri Bunga Suci itu berlangsung dengan khidmat. Biasanya Kusanali adalah orang yang paling rewel jika ada upacara-upacara sakral yang diselenggarakan di Sumeru, namun kini rasanya seperti ada yang hilang sebelum Cyno melangkahkan kakinya ke atas altar tersebut.
“Saya Cyno,”
“Putra bungsu Lord Waldes dan adik dari Lord Lesser Kusanali, bersumpah akan menjaga kesatuan seluruh penduduk Sumeru dan juga Teyvat. Saya berjanji tidak akan ada lagi peperangan yang terjadi baik itu di wilayah kita maupun di Teyvat. Era baru telah lahir, kita benar-benar sudah hidup tanpa naungan dari Celestia Kuno dan juga para Celestia. Biarlah kenangan kita selama beberapa bulan terakhir menjadi saksi bahwa kita sebagai manusia biasa dapat hidup berdampingan tanpa ada pertumpahan darah!”
Suara gemuruh dari seluruh warga Sumeru benar-benar menjadi euforia tersendiri di kalangan mereka. Cyno yang memang terkenal pendiam dan juga tegas sudah sejak awal disinyalir menjadi Archon ketika Kusanali mengumumkan bahwa sebentar lagi akan ada pengangkatan Archon baru di Sumeru. Walaupun lebih awal dari rencana, kekosongan Sumeru selama beberapa bulan terakhir menjadi momok mengerikan apalagi teror dari para Harbingers masih sangat terasa di mana pun.
Zhongli dan Ningguang berada di belakang Cyno bersama petinggi Sumeru lainnya, melihat suaminya tersenyum membuat perempuan bersurai putih itu ikut melebarkan garis bibirnya, Ningguang menggenggam erat tangan kanan Zhongli, berharap apa yang dikatakan oleh Cyno benar adanya, ia tidak mau ada perang lagi di masa depan.
“Ning,”
“Iya, Mas?”
“Mari menua bersama,”
“Ning juga berpikiran yang sama, Mas.”
**
Salah satu perawat yang membantu Barbara bersalin keluar dari ruangan. Venti, Klee dan Kaeya yang sudah menunggu di depan akhirnya mendapat kabar gembira karena Barbara berhasil melahirkan anak perempuan dalam keadaan yang sehat.
Surai pirang anak perempuan Barbara mengingatkannya kepada sang kakak, Jean Gunnhildr. Barbara menangis histeris saat menggendong buah hatinya untuk pertama kali.
“Aaaa! Rara punya anak!” seru Barbara yang masih menempelkan pipinya ke buah hatinya tersebut.
Venti pun ikut meneteskan air mata setelah melihat sang istri dan anaknya selamat dan telah berhasil melalui ujian hidup mati terberat di dunia.
“Pepeeen! Sini! Ini anak kita, Sayang! Peluk dia, peluk aku jugaaa!”
Tanpa berpikir panjang lagi Venti langsung meraih dua orang paling berharganya dan memeluk dengan erat Barbara serta putri pertamanya, air matanya jatuh menetes saat ia mencium pucuk rambut Barbara.
“Kamu berhasil, Sayang.”
“Selamat datang di dunia, Tuan Putri.” ujar Venti tak bisa menyembunyikan senyumnya.
Kaeya ikut tersenyum menikmati momen haru Venti dan Barbara, Klee pun ikut tersenyum walaupun ia bukanlah gadis riang seperti dulu. Klee kian menutup diri setelah mendengar kabar bahwa Jean gugur dalam peperangan, gadis kecil itu bahkan tidak mau ikut saat prosesi pemakaman Jean 2 hari setelah kematiannya.
“Om,” ujar Klee pelan.
Klee terus menarik lengan baju panjang milik Kaeya sampai pria itu sadar dari lamunannya.
“Ya, Klee?”
“Klee mau ketemu Mama,”
“Tunggu sebentar boleh?”
Klee menggeleng, ia terus menarik baju Kaeya sampai ia menuruti permintaan keponakan kesayangannya itu.
“Venti,” panggil Kaeya sambil mengisyaratkan bahwa ia harus pergi dengan Klee.
Venti hanya mengangguk sebagai balasan, lalu menjelaskan kepada Barbara bahwa iparnya harus pergi bersama Klee ke suatu tempat.
“Venti...”
“Ya, Sayang?”
“Aku boleh, kan? Menamai putri kita dengan nama kakakku?”
Venti tersenyum ke arah Barbara, ia kembali mengecup lembut dahi istrinya dan menghirup aroma bayi yang selalu menjadi favoritnya.
“Apa pun pilihan kamu, aku akan dukung,”
**
Shenhe membuka pintu rumah barunya, ia dihadiahi oleh pemerintah Liyue sebuah rumah layak huni karena jasanya selama Perang Archon. Setelah bertemu dengan Qiqi untuk pertama kalinya, butuh waktu lama agar hubungan ibu dan anak itu dapat akrab.
Shenhe terus menggenggam tangan putrinya ke mana pun ia pergi, bahkan saat pendaftaran ulang sekolahnya sang ibu terus berada di sampingnya. Di hari pertama Qiqi masuk sekolah pasca peperangan, Shenhe duduk di sampingnya agar Qiqi merasa aman.
“Mami,” ujar Qiqi pelan.
“Ya, Putriku? Kamu mau sesuatu?” balas Shenhe tersenyum.
“Qiqi mau Cocogoat Milk,”
Shenhe sontak berlari ke supermarket terdekat, saat melihat sang ibu perlahan hilang dari pandangannya membuat gadis itu tersenyum lebar. Ia masuk ke dalam rumah barunya dan melihat ke sekitar, rumah itu sudah diisi penuh sesuai kebutuhan mereka. Kini mereka bisa hidup tenang dan bahagia berdua, selamanya.
Gadis kecil itu duduk sambil menikmati sofa empuk yang bahkan masih memiliki label harga di sudut sofa tersebut. Ia mengelus lembut bantalan kecil yang ada di atas sofa dan berbaring di atasnya, Qiqi masih tak bisa menyembunyikan senyumnya setelah teringat banyak kenangan baru bersama orang yang paling berharga di hidupnya.
“QIQI!” seru Shenhe dari luar rumah.
Suara mobil pick up yang sedang mundur mulai terdengar di telinga Qiqi, Shenhe membeli satu kulkas penuh berisi Cocogoat Milk, perempuan itu tidak tega jika Qiqi hanya meminum satu bungkus minuman favoritnya itu, apalagi ini adalah kali pertama putrinya meminta sesuatu setelah 7 bulan lamanya.
Aku akan membuatmu bahagia, Sayang.
Qiqi menganga melihat petugas supermarket itu menurunkan kulkas yang besarnya 5 kali lipat dari tubuhnya, saat kulkas berisi Cocogoat Milk itu dilabeli 'MILIK QIQI SEORANG' oleh Shenhe, ia membuka pintu kulkas tersebut dan mengambil dua bungkus minuman favorit putrinya.
“Mami boleh minum juga, kan?” tanya Shenhe dengan wajah khawatir, ini juga kali pertama Shenhe menyebut dirinya dengan sebutan 'Mami'.
Qiqi tersenyum lalu mengangguk, ia mengambil Cocogoat Milk yang ada di tangan kiri Shenhe dan mengajak sang ibu menikmati sofa empuk di rumah barunya.
“Coba Mami duduk di sini, enak tahu!”
“Oh, ya? Coba Mami duduk,”
Melihat Qiqi dengan manisnya meminum Cocogoat Milk, air mata Shenhe mengalir membasahi pipinya. Ia bahkan belum membuka bungkus minuman itu, namun melihat raut wajah bahagia sang anak jelas membuat perempuan itu menjadi perempuan paling bahagia di dunia.
“Terima kasih, Mami!”
“Sama-sama, Sayangku!”
**
Teapod Residence kembali dibangun, semenjak kepergian Zhongli dan Ningguang yang telah memutuskan untuk tinggal di rumah lama Madame Ping, Albedo selaku laki-laki paling tua di perumahan tersebut memantaskan dirinya menjadi RT di Teapod Residence.
Walaupun Eula sebenarnya sudah menolak untuk menjadi RT, Albedo terus mengungkitnya agar perempuan itu tidak mencalonkan atau dicalonkan sebagai Ketua RT.
“Selamat datang semuanya!” ujar Albedo tersenyum, ia benar-benar terlihat seperti Zhongli sekarang.
Albedo mengundang seluruh warga Teapod untuk melangsungkan acara syukuran setelah ia menganggap dirinya sebagai Ketua RT baru di perumahan.
Sara dan Yun Jin saling membantu membawa makanan dan minuman buatan Noelle dan Thoma dari dapur. Kini kondisi Kujou Sara sudah jauh lebih baik dari sebelumnya, perempuan itu sudah bisa berjalan dengan benar tanpa butuh alat bantu berjalan lagi dari rumah sakit.
Melihat senyum sang ibu membuat Yun Jin tambah semangat membantu seluruh pekerjaan rumahnya bersama Sara. Kini rumah Keluarga Geo diisi oleh Sara, Yun Jin, Albedo, Sucrose, Sayu, Noelle dan Thoma. Gorou memutuskan untuk tinggal di Inazuma setelah diangkat menjadi anggota kepolisian khusus Teyvat karena ia juga berjasa selama Perang Archon berlangsung.
“Mama! Sayu gak mau bantu kita!” ledek Yun Jin kepada Sayu yang masih sibuk bermain boneka capit online di gawainya.
Sayu mendengus kesal saat Yun Jin mengadu kepada Sara, gadis mungil itu cemberut lalu berlari ke arah Sucrose yang juga sedang membawa makanan dari dapur.
“Sini, Sayu bantu!” ujar Sayu dengan gemasnya.
“Kenapa, Sayang? Biar Bunda aja,”
“Sayu gak mau diaduin Yun Jin lagi,”
Sucrose terkekeh mendengar ocehan putrinya. Saat ia menoleh ke arah Sara, mereka pun tertawa setelah melihat persaingan putrinya dalam urusan dapur, Sucrose dan Sara membimbing putrinya tanpa harus saling mengejek satu sama lain.
“Ada-ada saja tingkah laku keluargaku ini,” gumam Albedo pelan.
Albedo tersenyum melihat tingkah laku istri dan iparnya, karena senyumnya tidak dapat ia sembunyikan, ia diledek oleh Eula dan Rosaria yang sudah lumayan muak melihat sifat baru Albedo.
Eula dan Rosaria memandang jijik sikap Albedo yang hampir sama seperti Zhongli saat pria itu sedang ramah tamah dengan warga lain, namun mereka justru bernafas lega karena tidak ada yang berubah sedikit pun di Teapod, semuanya sama walaupun penghuninya sudah berbeda.
“Rosa, kamu mau minum?” tanya Eula sambil menuangkan segelas es buah di gelas plastik.
“Tidak pellu,”
Semenjak insiden di Liyue, Rosaria berhasil mendapatkan perawatan intensif setelah perang besar itu terjadi. Lidah sintetis baru miliknya berhasil membuat perempuan bersurai merah marun itu berbicara walaupun bawaannya sedikit cadel.
Lisa berjalan mendekati Rosaria dan Eula, perempuan bersurai coklat itu akhirnya bertemu dengan adik kakak tersebut setelah tidak lama berjumpa karena Teapod sedang dalam tahap perbaikan.
“Sudah lama sekali kita tidak bertemu!” ujar Lisa penuh semangat.
Netra mereka bertemu, Lisa terlihat seperti mengisyaratkan sesuatu kepada Rosaria, namun ia memilih untuk tidak menggubrisnya karena ibu dari Razor itu tidak boleh dilayani karena akan semakin menjadi.
“Baik! Mohon untuk berkumpul sejenak, karena acara syukuran pengangkatan saya menjadi Ketua RT dan doa bersama untuk pasangan suami istri baru Noelle dan Thoma akan segera dimulai!” seru Albedo seraya memanggil warga Teapod dengan centil.
**
“Lo yakin?” tanya Beidou heran.
Kazuha sudah membawa perlengkapan untuk ikut berlayar dengan Beidou, lelaki bersurai krem itu sudah tidak memiliki semangat hidup setelah ditinggal oleh Kokomi 9 bulan yang lalu.
“Yakin! Bawa gue ke mana pun laut itu pergi!” seru Kazuha agar terlihat antusias di mata Beidou.
“Udah pamit sama Kokomi?”
Kazuha hanya tersenyum dan mengangguk menjawab pertanyaan Kazuha, senyum yang terpancar dari wajah keponakannya itu tak seperti biasanya. Beidou tahu bahwa Kazuha sedang bersusah payah menyembunyikan rasa sakit di hatinya.
Namun Beidou tidak sebodoh itu, ia hanya bisa tersenyum melihat tatapan kosong Kazuha. Perempuan itu mengangguk dan mempersilakan Kazuha ikut berlayar bersamanya mengarungi Teyvat.
Bodoh, kau pikir aku tidak akan paham dengan senyum palsumu itu?
Mi, tidak ada lagi yang bisa menggantikanmu. Izinkan aku pergi mengembara di lautan luas ini, agar aku sadar bahwa tidak ada lagi yang lebih indah selain kamu,
Beidou berjalan ke ujung, tempat di mana ia biasa memberikan komando kepada navigator kapal. Dengan penuh percaya diri, perempuan bersurai hitam itu berteriak lantang tanda perjalanan barunya akan segera dimulai.
Dengan sigap anak buah kapal Beidou menarik jangkar besar milik kapten kapal yang kini anggotanya bukan hanya wanita lagi, Kazuha berdiri di sekitar anak buah Beidou yang sedang menyorakkan yel-yel khas kepergian mereka.
Beidou dan anggotanya melambaikan tangan ke arah penduduk Liyue yang mengantarkan mereka pergi dari pelabuhan.
“SAMPAI JUMPA LAGI, KAPTEN BEIDOU!”
“KEMBALILAH BILA SEMPAT!”
“KAMI AKAN SELALU MENYAMBUTMU DENGAN MINUMAN TERBAIK!”
Beidou hanya tersenyum lebar saat kepergiannya, setelah kapal itu sedikit lebih jauh dari Liyue ia lalu kembali ke ujung kapal menemui Kazuha yang sudah duduk di sana sejak tadi.
“Jangan merengek di kapal ini, gak ada yang boleh mabuk laut di kapal gue,” omel Beidou dengan sengaja untuk memecahkan lamunan Kazuha.
“Berisik! Gue lagi menikmati suara laut!” balas Kazuha tak senang mendengar omelan Beidou.
Keponakannya benar-benar sudah tumbuh dewasa, rasanya baru kemarin ia bermain bajak laut bersama Kazuha, kini mereka sudah berlayar bersama entah ke mana. Beidou merangkul tubuh Kazuha dan menempelkan pipinya ke Kazuha.
“Apaan, sih?!”
“Lo mau gue lempar ke laut?!”
“Eh, jangan! Gue baru aja pergi dari sini!”
Mereka berdua tertawa lepas setelahnya, menikmati deburan ombak dan terik matahari yang menyengat kulitnya. Kazuha dan Beidou akan kembali, namun kita tidak tahu pasti kapan kedatangan mereka ke Teyvat.
**
Varka berjalan sendiri menuju Cape Oath, pria bertubuh besar itu tak henti-henti menyeka peluh yang membasahi wajahnya. Setelah menjenguk Barbara, Venti dan Jean cucunya, Varka memutuskan untuk kembali melakukan ekspedisi agar pikirannya tidak terperangkap dalam bayang-bayang kematian anaknya.
Rasa penyesalan yang besar karena gagal menyelamatkan Jean menjadi satu-satunya alasan Varka untuk pergi dari Teyvat. Senyum lebarnya merekah saat melihat taman bunga Dandelion yang terhampar luas di sana, bunga itu mengingatkannya kepada Maria Frederica Gunnhildr istrinya. Bunga khas Mondstadt itu adalah bukti cinta Varka dan Maria, ia membuat taman bunga itu khusus untuk istrinya saat perempuan itu sedang mengandung Jean.
“Aku pulang, Sayang.” ujar Varka lirih.
“Aku akan tetap di sini, bersamamu, selamanya,”
**
Xiao berdiri di depan gerbang masuk Liyue, lelaki bersurai hijau itu memutuskan untuk pergi dari Teyvat setelah kepergian Xiangling.
Ganyu masih tak tega melepaskan pelukannya, gadis bersurai biru itu menangis sesenggukan karena keputusan Xiao pergi dari Liyue.
“Kan udah janji gak bakal nangis,” omel Xiao kepada kakaknya.
“Mana bisa begitu, Cho!” rengek Ganyu kesal.
Xiao hanya bisa tersenyum saat Ganyu memukul pelan bahunya, wajar saja jika sepupunya itu tak terima dengan keputusannya. Xiao hanya ingin menyendiri tanpa ada gangguan dari siapa pun.
Topeng iblis milik Itto masih terletak dengan gagah di sisi kirinya, Xiao mengambil topeng tersebut dan memasang benda itu di wajahnya.
“Aku pergi, Kak Ayu.”
Xiao melepaskan pelukan Ganyu lalu pergi tanpa menoleh lagi ke belakang, sang kakak hanya bisa melambaikan tangannya ke arah Xiao tanpa dilirik lagi olehnya.
Perjalanan Xiao akan menjadi awal dari pertualangan barunya, namanya sudah tertulis di jajaran pahlawan yang ada di Teyvat, nama Xiao Alatus bersanding dengan Zhongli di monumen besar para pahlawan nasional.
Di balik topengnya, air mata Xiao mengalir deras. Langkahnya sungguh berat, namun ia terus memaksakan kepergiannya sebelum niatnya kembali diurungkan untuk kesekian kalinya.
**
Langkah kaki Dainsleif terasa aneh, ia seperti dihantui oleh sesuatu walaupun keberadaannya belum jelas. Perjalanannya menuju Kuil Suci di Inazuma terasa berbeda, mungkin karena ini adalah kali terakhirnya sebelum pergi dari Inazuma.
“Seperti biasa?” ujar seorang perempuan bersurai merah muda seperti mengenali kebiasaan Dainsleif saat bertandang ke kuil.
“Ya, ini yang terakhir kalinya,” jawab Dainsleif singkat.
Yae Miko menatap Dainsleif sebentar, lalu mengambil salah satu kotak berisi ramalan keberuntungan hari ini.
“Semuanya akan terasa berbeda, namun itu yang akan menjadi alasanmu untuk tetap kuat,” ungkap Yae Miko saat membacakan ramalan untuk Dainsleif.
Dainsleif menunduk sebentar lalu pergi meninggalkan kuil tersebut, Yae Miko pun tak terlalu memedulikan kepergian Dainsleif karena selama ini interaksi mereka hanya sebatas itu.
Selamat tinggal, Teyvat.
**
Klee dan Kaeya akhirnya tiba di makam Jean dan Diluc. Gadis kecil itu datang membawa dua buket bunga kesukaan ayah dan ibunya, ia meminta bantuan Kaeya untuk meletakkan Small Lamp Grass untuk Diluc di sisi kiri makamnya, sementara Klee meletakkan Bunga Dandelion favorit Jean di sisi kanan makamnya.
“Ayo berdoa, Om.”
Klee meletakkan kedua tangannya di antara makam orang tuanya, Kaeya ikut duduk bersimpuh di belakang Klee seraya menundukkan kepalanya.
Selamat pagi, Pahlawanku! Kalian baik-baik saja, kan? Klee dan Om Kaeya di sini baik-baik saja. Oh, ya! Kakek sudah pergi ekspedisi lagi, Ma. Klee gak diajak sama Kakek gak tahu kenapa! Padahal Klee sangat ingin jalan-jalan dengan Kakek melihat taman bunga di Cape Oath. Klee benar-benar rindu sama Mama dan Papa, tapi Om Kaeya bilang kalau Klee harus tetap kuat jalanin hidup ini tanpa kalian. Emangnya mudah apa? Melihat anak-anak lain bercanda sama keluarganya atau piknik bareng di hari minggu, senyum mereka terlihat tulus dan Klee mau itu juga! Apakah Klee terlalu egois?
Mama dan Papa sudah baikan, kan, di surga? Klee harap begitu, jadi nanti di saat Klee datang ke surga, urusan Mama dan Papa sudah selesai dan kita bisa bahagia lagi di singgasana surga! Tapi tunggu Klee dulu, ya, Ma, Pa.
Klee berjanji akan menjadi orang yang sukses serta mengharumkan keluarga kita, Klee tahu pasti Mama lagi senyum di atas, kan? Klee juga—
Klee meneteskan air matanya, hembusan angin di makam orang tuanya terasa sejuk. Gadis kecil itu terpaksa kuat di depan dua batu nisan yang tertancap di tanah.
“Klee sayang kalian,”
10 tahun kemudian
Untuk kesekian kalinya Ayato datang ke makam Lumine, tempat peristirahatan terakhirnya bersanding dengan Aether, Kokomi dan Tsaritsa.
Pria bersurai biru muda itu meletakkan Bunga Sakura di setiap makam Celestia Kuno tersebut. Ayato duduk bersimpuh di tengah-tengah makam mereka lalu menundukkan kepalanya.
Terima kasih, telah membawa kehidupan ke dunia ini. Tsaritsa, walaupun semua orang membencimu, tetapi tak sedikit pun perasaan itu ada di benakku. Kau telah melahirkan anak-anak yang hebat dan kau juga merupakan ibu yang kuat dengan segala ancaman dan rintanganmu setelah statusmu sebagai Celestia Kuno diketahui oleh dunia.
Lumine, kekagumanku kepadamu tidak akan bisa kuucapkan secara langsung kepadamu. Maafkan aku karena tidak bisa berada di sampingmu di saat terakhirku, terima kasih karena sudah selalu tersenyum di saat kau sendiri tak sadar bahwa aku selalu memperhatikanmu. Terima kasih karena telah bertahan hidup dan gugur dalam keadaan terhormat, dan sekarang izinkan aku untuk meninggalkan perasaanku di sini. Kau tahu? Membawa perasaan yang tak tentu arah ini sungguhlah berat, dan jujur di akhir seperti ini sungguh menyakitkan.
Keqing tiba di area pemakaman Celestia Kuno, sembari menunggu Ayato berdoa, ia membersihkan sekitar pemakaman tersebut agar terlihat lebih rapi dan enak untuk dipandang.
“Ah, kau sudah datang?” ujar Ayato tanpa menoleh ke belakang.
Keqing tak menjawab pertanyaan Ayato, gadis itu masih sibuk membersihkan makam kekasihnya setelah Ayato selesai berdoa.
“Aku pergi,”
Ayato pamit dari makam tersebut meninggalkan Keqing dan rasa perih di dadanya, saat itu juga air mata gadis itu membasahi pipinya.
Sayang, aku kembali. Kamu gak bosan, kan, samaku? Aku gak ganggu waktu kalian di sana, kan?
Dunia sudah lebih baik sekarang, tetapi duniaku tak pernah baik-baik saja setelah kepergianmu. Aku tak berniat mencintai siapa pun lagi, aku sudah tak punya siapa-siapa lagi. Kalau aku diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk menyusulmu saat ini juga pasti akan kulakukan. Namun sepertinya Tuhan masih ingin menguji kesabaranku untuk tinggal di dunia ini lebih lama.
Sayang, rasa cinta ini tak pernah sedikit pun pudar di hatiku. Aku sayang kamu, Aether. Dan akan selalu begitu sampai kapan pun,
Keqing mengelus makam Aether lalu beranjak pergi dari area pemakaman Celestia Kuno tersebut. Ia memaksakan senyumnya karena harus kembali berjibaku dengan urusannya di dunia.
**
“Glory!” panggil Bennett dari bawah air mancur di pusat kota Mondstadt.
Pria bersurai pirang itu berlari dengan penuh semangat setelah melihat perempuan yang sedang duduk di salah satu kursi kayu di dekat taman bunga.
Glory adalah perempuan buta dan bisu, Bennett adalah orang yang selalu membantunya selama 10 tahun. Semenjak perpisahannya dengan Fischl, ia sudah lupa dengan namanya cinta.
Kini Bennett menjadi salah satu orang dengan ranking yang tinggi di Adventures Guild, kesialan yang kerap menghampirinya kini sudah disapu bersih setelah Perang Archon berakhir.
“Maaf aku terlambat, aku bawakan makanan untukmu. Saat aku tepuk tangan kananmu berarti aku sedang menyuapkan makanan ini, ya?”
Glory hanya mengangguk tanpa tahu keberadaan Bennett, dengan tekun lelaki bersurai pirang itu memberi makan Glory. Sayang sekali ia tak bisa melihat wajah lelaki yang selalu membersamainya selama 10 tahun terakhir.
“Enak? Ngangguk, ya, kalau enak!”
Glory kembali mengangguk, makanan yang dibawakan oleh Bennett selalu nikmat. Namun tiba-tiba air mata gadis itu mengalir membasahi kain yang menutupi matanya.
“Kamu kenapa?” tanya Bennett sambil mengusap air mata Glory.
Aku mengenal suaramu, Benny. Kenapa kamu selalu ada di sisiku di saat aku ingin kamu pergi dari hidupku? Kenapa kamu selalu datang setiap hari?! Kenapa aku tak pernah bisa jauh darimu?! Kenapa aku selalu menunggumu setiap hari?! Kenapa, Benny?!
Bennett tersenyum, pipinya telah basah oleh air mata setelah mendengar isi hati Glory setiap kali ia datang dan merawatnya.
“Karena aku sayang sama kamu, Cel.”
Bennett memeluk erat tubuh mungil Fischl, selama ini ia sadar bahwa Fischl mengubah identitasnya pasca Perang Archon. Nama Fischl sudah tak lagi didengar oleh warga Mondstadt. Mereka hanya mengetahui bahwa Fischl telah membantu Raiden Ei untuk membuka peperangan kepada Murata, setelah itu ia hilang dalam sekejap mata.
Bennett tidak pernah sedikit pun melupakan Fischl, saat gadis itu kehilangan suara dan indera penglihatannya saja lelaki itu sudah ada di sisi Fischl.
“Aku gak bisa bungkam lagi, aku rindu sama kamu, Cel!” peluk Bennett semakin erat.
Aku tak bisa bicara seperti gadis lain,
“Aku tahu itu,”
Aku tidak bisa melihatmu lagi,
“Aku paham akan hal itu,”
Aku tak berguna lagi, Benny!
Bennett melepaskan pelukannya, lalu membuka kain penutup mata yang selama ini dipakai oleh Fischl.
“Kamu lihat aku, kan?”
Fischl menggeleng.
Bennett terkekeh setelah melihat Fischl yang masih sesenggukan menangis.
“Aku selalu ada di sisimu sejak awal dan akan selalu ada sampai akhir,” ucap Bennett sambil mengecup lembut dahi Fischl.
You keep me alive, Benny.
“You know I would die for that, Cel.“
THE END