You Keep Me Alive Season 2
cw, au // Ending Chapter 14 (Perang Archon Bagian Ketiga) trigger: blood, character deaths
Varka dan Signora masih dalam kejaran Pierro dan Columbine, kini mereka sudah berada di perbatasan antara Natlan dan Fontaine, wilayah kekuasaan Lyney dan Lynette.
“Jangan pergi!” seru Columbine lantang.
Melihat mantan istrinya terus berteriak hingga suaranya habis hampir membuat Pierro tak percaya bahwa Columbine memiliki sisi lain yang belum pernah ia ketahui sebelumnya.
“Colum—”
“DIAM!”
Varka masih menggendong Signora dengan pedang yang tertancap di perutnya, pria bertubuh besar itu sama sekali tidak memperlihatkan kelemahannya di depan Pierro dan Columbine, bahkan ia masih bisa tersenyum di saat seperti ini.
Varka menyenderkan tubuh Signora di salah satu bebatuan besar di sana, setelah itu ia kembali menghadap ke Pierro dan Columbine yang masih terus berdebat tak tentu arah.
Columbine dan Pierro sudah tak lagi mendengar apa pun yang didebatkan oleh mereka, yang ada di pikiran mantan suami istri tersebut adalah bagaimana cara menghabisi Varka tanpa harus bertarung lebih banyak lagi.
“Jangan memaksakan dirimu, Columbine.”
“Kekasihku sudah mati, aku harus menyusulnya ke neraka,”
Varka menghunuskan pedang besarnya lalu meletakkan senjata itu ke tanah. Senyumnya masih menghiasi wajah pemimpin Knight of Favonius tersebut.
“Masih ada yang mau menyusul ke neraka?” ujar Varka sinis.
Saat Pierro dan Columbine yang masih berdebat menoleh ke arah Varka, pria bertubuh kekar itu tiba-tiba sudah ada di depan matanya dengan dua tangan yang mencengkram kepala mereka satu persatu.
“INI KARENA SUDAH MEMBUNUH ANAKKU!”
“DAN INI KARENA AKU SELALU MENCINTAIMU, MARIA!”
Dengan kekuatan yang sangat besar, Varka kembali menguburkan dua kepala Harbingers ke dalam tanah, kini tubuh Pierro dan Columbine lah yang menjulang ke atas, sementara kepalanya sudah terbenam karena Varka.
Belum sampai di sana, Varka berjalan dengan santai mengambil senjatanya dan kembali ke arah Pierro dan Columbine.
“Ternyata kalian belum kehabisan nafas, ya?”
Pierro masih memberontak keluar walaupun kepalanya masih tertanam di dalam tanah, sementara Columbine sudah tidak bergerak sama sekali.
Varka menancapkan pedangnya di antara tubuh Pierro dan Columbine hingga menciptakan getaran yang sangat besar di dalam tanah. Getaran tersebut sukses mengubrak-abrik seluruh tatanan tulang mereka hingga pecah tak bersisa, kini tubuh Pierro dan Columbine sudah seperti balon yang pecah.
Darah bertebaran di mana-mana, dengan tatapan kosong Varka mengambil kembali pedang itu meletakkan di punggungnya.
“Kok nyangkut?”
Ternyata selama ini Varka tidak menyadari bahwa pedang tadi masih tertancap di perutnya, kekuatan pria itu memang sudah di luar batas wajar. Ia hanya bisa tertawa melihat pedang yang baru saja ia lepas dari perutnya tersebut.
“Bagaimana aku bisa meninggalkanmu di saat kondisimu seburuk ini?” gumam Varka pelan.
Ia pun tak begitu paham dalam dunia medis untuk mengobati Signora yang sudah terluka parah.
“Biarkan saja aku, kembalilah ke Natlan, selamatkan Teyvat,” ujar Signora lirih.
Varka terkejut melihat Signora yang masih sadar walaupun lukanya sudah terbuka lebar seperti itu.
“Kau yakin? Aku tidak tega—”
“PERGI! KAU TIDAK PERLU MENGASIHANIKU! KELUARGAKU SUDAH BERBUAT BANYAK KESALAHAN DAN KAU MASIH MAU MEMBANTUKU?!”
Varka tersenyum tipis setelah dibentak dengan keras oleh La Signora, pria bertubuh besar itu kembali mengangkat tubuh Signora dan membawanya pergi menjauh dari Natlan walaupun Signora terus memberontak sambil meringis kesakitan.
“Aku tak peduli apakah kau Harbingers atau tidak, yang aku pedulikan adalah baik buruknya seorang manusia,”
**
Zhongli, Xiao dan Cyno tiba di Natlan. Suasana negeri api itu sudah tak terkondisikan lagi, sudah banyak pasukan yang berjatuhan entah itu akibat ulah dari Iansan maupun memang mati karena perang.
Scaramouche dan Kaeya sudah terpojokkan oleh si kembar Sandrone-Pantalone, tubuhnya sudah tak bisa digerakkan lagi karena sudah diserang dengan brutal oleh pembunuh berdarah dingin tersebut.
Sandrone terus melemparkan senyumnya ke arah Kaeya yang sudah tak lagi memiliki kekuatan untuk bangkit.
“Ternyata kemampuan perang Knight of Favonius jauh lebih lemah dari seorang Harbingers,” ledek Sandrone sambil bercanda.
“Aku tak pernah mau membunuh adik kandungku sendiri, tetapi kau yang sudah mengkhianati keluarga kita, Scaramouche.” ujar Pantalone yang sudah berada tepat di depan lelaki bersurai ungu itu.
Scaramouche meludahi wajah Pantalone, namun air liurnya justru diserap habis oleh pria tak berakal itu.
Aura yang dipancarkan Pantalone terus menekan tubuh Scaramouche, ia benar-benar sudah membeku karena rasa takutnya berhasil menghancurkan mentalnya.
Dari sisi kirinya Xiao melesat dengan tombak sakti milik Zhongli untuk menyerang Pantalone yang hampir saja membunuh Scaramouche.
“Woah! Santai, Boy!”
Begitu juga dengan Cyno, ia juga sudah berhasil menjatuhkan Sandrone yang tak sadar dengan hawa keberadaannya.
Cyno duduk di atas dada Sandrone dan mencabik-cabik wajahnya hingga darah di kepalanya menyebur dengan deras. Sandrone dan Pantalone tidak bisa dikalahkan jika mereka sedang fokus, satu-satunya cara untuk mengalahkan mereka adalah di saat mereka lengah.
“SANDRONE?!” pekik Pantalone lantang.
Melihat wajah Sandrone sudah tinggal tengkoraknya saja membuat pria itu merinding ketakutan, Cyno menoleh ke arahnya dengan tatapan tajamnya.
“Ja-jangan,”
Cyno bangkit dari tubuh Pantalone, wajahnya sudah memerah karena tersulut emosi. Ia tidak bisa lagi kalah oleh siapa pun, karena harga dirinya sudah habis diinjak-injak usai kekalahannya di Teapod.
“JANGAN! JANG—”
SLASH
Dua kaki Sandrone lepas dari tempatnya, pria itu terjatuh karena lengah dari serangan mendadak Xiao.
“Kali ini kami tidak akan kalah lagi!” seru Xiao dan Cyno bersamaan.
Sandrone histeris melihat kedua kakinya sudah tergeletak di tanah, ia terus meminta ampun kepada Xiao dan Cyno agar memaafkan seluruh perbuatannya.
“Masih banyak yang harus kulakukan selain mengampunimu,” ujar Xiao dengan suara beratnya.
“SEMUANYA! MENJAUH DARI NATLAN!” seru Ayato yang sedang berlari dari tengah medan pertempuran.
Kusanali dan Murata sedang bertarung dengan kemampuan terbaiknya, kedua Celestia itu saling serang demi mempertahankan nama baik wilayahnya.
Namun Murata tak terlihat kesulitan karena semua serangan Kusanali dapat dengan mudah ditangkis olehnya.
“Wow, kau meminta bantuan Pahlawan dari Teyvat untuk menjatuhkanku?”
Zhongli berdiri tepat di samping Kusanali, netranya terlihat menakutkan bagi Murata. Ia kembali terngiang oleh kekalahannya di masa lalu, sosok Zhongli masih terlihat mengerikan di matanya.
“Kenapa, Murata? Kami sudah datang bertandang ke sini untuk mengalahkanmu, tetapi kenapa kau malah terlihat ketakutan?”
Lamunan Murata hancur ketika ia ingat bahwa di sini adalah wilayahnya, ia memiliki kekuatan lebih dari yang lain karena hanya di tempatnya lah Murata berkuasa.
“Dulu kau sempat mengalahkanku, Zhongli. Tapi kali ini kau tidak bisa lagi lari dariku,”
Seluruh pasukan yang masih selamat sibuk melarikan diri dari Natlan, getaran yang terjadi di wilayah itu lebih besar dari biasanya. Murata menghentakkan kakinya hingga membuat salah satu gunung berapi di sana memuntahkan lava panas dari dalam perut gunung tersebut.
Lava yang mendidih itu mengarah ke Zhongli, namun berhasil ditahan oleh pohon yang tiba-tiba muncul dari tanah karena kekuatan Kusanali.
“Terima kasih,”
Zhongli langsung berlari ke arah Murata dan menyerangnya dengan tangan kosong, kelemahan Murata adalah serangan jarak dekat, ia kesulitan menangkis serangan Zhongli yang memukulnya bertubi-tubi.
“BERENGSEK!” teriak Murata lantang.
Dua gunung berapi mulai memuntahkan lavanya, kini Natlan sudah dibanjiri oleh lava panas yang terus mengalir dari mulut gunung tersebut.
Kusanali terdiam menatap erupsi yang terjadi di langit, melupakan fakta bahwa hujan lava berada tepat di depan matanya. Tubuh Kusanali terbakar habis oleh mineral panas itu hingga menyisakan setengah badannya saja.
Melihat tubuh sang kakak terjatuh ke tanah membuat Cyno memberontak berlari menuju Kusanali. Namun sayang, ia tidak bisa menahan kekuatan pasukan yang membawanya pergi menjauh dari Natlan, Cyno hanya bisa berteriak histeris sambil menyaksikan kematian Kusanali tanpa melakukan apa-apa.
“Tidak ada yang bisa mengalahkanku sekarang,”
Tubuh Zhongli tidak seimbang karena getaran yang terjadi dari bawah tanah, melihat kesempatan ini membuat Murata tersenyum lebar sambil mengarahkan tinjunya ke wajah Zhongli.
BOOM
“ZHONGLI!!!”
-to be continued