ismura

You Keep Me Alive

cw, au // chapter 12.2 (Transisi)

Keluarga Geo tiba di depan makam Itto, Zhongli dengan kursi rodanya yang didorong oleh Ningguang, sementara Sara dengan Noelle.

Madame Ping lebih dulu duduk dan memberikan penghormatan untuk cucu pertamanya, tak terasa air matanya menetes setelah mengingat lagi hal-hal pernah terjadi dengannya dan Itto di masa lalu.

“Kami semua datang, To.” ujar Ningguang terisak menahan tangisnya.

Zhongli tak bergeming, ia hanya menatap makam Itto kosong. Raut wajahnya tidak seperti ayah atau menantu yang selama ini pernah mereka lihat.

“Yah?” kata Gorou memecahkan lamunan Zhongli.

“Ya? Kenapa, Dek?”

“Gapapa, tadi tatapan Ayah ngeri banget.” jawab Gorou pelan.

Zhongli tersenyum setelah mendengar jawaban Gorou, begitu juga dengan Madame Ping, perempuan itu hanya tersenyum saat menoleh ke arah Zhongli.

“Ayo, gantian mengirim doa ke Itto.” ujar Madame Ping.

Lewat isyarat dari Ningguang, Noelle mendorong kursi roda Sara dan mempersilakan Sara untuk mengirim doa kepada Itto lebih dulu.

Kak Itto, Sara sudah mendapatkan banyak pelajaran selama Sara hidup. Semua yang telah Kak Itto ajarkan kepada Sara tidak akan pernah Sara lupakan. Walaupun Sara masih bingung dengan semua yang sudah terjadi dengan cepat, Sara mencoba memahami arti dari kehidupan dengan keluarga baru Sara. Kalau Sara mendapatkan satu doa gratis dari Tuhan, tentu Sara ingin semuanya berkumpul lagi sebagai satu keluarga, Sara ingin berjodoh dengan Kak Itto, Sara ingin menggantikan Kak Ei yang sudah sangat mencintai Kak Itto dari awal, Sara ingin—

Air mata Sara kembali menetes, ia bahkan tak bisa melanjutkan doanya. Perempuan bersurai ungu itu tersenyum tipis, malu dengan keluarga barunya karena ia sudah sangat sering menangis dan menunjukkan kelemahannya di depan mereka.

Ningguang mengelus lembut punggung Sara, energi yang dia dapatkan lebih kuat dari apa pun. Sara kembali menunduk dan melanjutkan doanya untuk Itto.

Yang Sara sebutkan tadi itu hanyalah doa yang tidak akan bisa dikabulkan, Kak. Dan yang paling penting, Sara sudah bersama orang yang tepat, Ibu sudah sangat baik kepada Sara, dan Ayah sudah menerima Sara walaupun mungkin sebenarnya Ayah masih bingung dengan apa yang terjadi. Btw, Ayah kalau lagi serius kayak tadi seram sekali, Kak. Mungkin Kak Itto sudah sering dapat tatapan tajam dari Ayah, atau udah terbiasa?

Kak Itto, biarkan Sara merawat dan membesarkan harta yang sangat berharga ini, maafkan Sara kalau dulu sempat ingin menyerah dan menggugurkan kandungan Sara. Nanti Sara akan ajak anak kita untuk mengunjungi kamu. Dan ingatlah, aku selalu sayang sama kamu, Kak.

Sara mengangkat kepalanya, menoleh ke arah Noelle dengan mata sembabnya, giliran Sara sudah selesai.

Selanjutnya secara bergantian, seluruh anggota keluarga Geo berdoa untuk Itto, orang yang selalu ngeselin namun ngangenin di saat dia tidak ada di sekitar.

“Terima kasih, Itto. Tugas beratmu sudah selesai, istirahatlah dengan tenang.” gumam Zhongli pelan.

Zhongli mengusap pelan tanah makam Itto. Ia tak menangis hari itu, justru tersenyum, ia bangga dengan anaknya yang menyelesaikan hidupnya tanpa ada rasa takut. Berbeda dengan dirinya, yang sampai sekarang masih takut didatangi oleh kematian.

**

Ajax masih bertengger di depan kamar Lumine, mengetuk pintunya pelan agar tidak diketahui oleh Aether.

“Lumi?” panggil Ajax dari luar kamar Lumine.

Hari sudah menunjukkan pukul 23.34 WT, sebentar lagi Aether pasti bangun dan langsung mengajaknya untuk ngeronda. Namun, bagaimana bisa pikiran yang sedang kalut dikelabui oleh hiburan ecek-ecek seperti itu?

“Makanannya sudah aku letakkan di depan kamar kamu, ya. Sudah aku panasin juga.” ujar Ajax masih di luar kamar Lumine.

TING TONG

Ajax melihat ke arah luar rumah, bingung dengan tamu yang datang hampir tengah malam begini. Ia pun berjalan ke depan rumah dan mendapati Albedo yang sudah menjemputnya untuk ngeronda.

“Cepetan, Jax! Bangunin tuh si Aether juga!” suruh Albedo dengan penuh semangat.

“Emang kenapa, Bang? Kan tuh barang sama Mba Rosa.” bisik Ajax agar tidak ketahuan oleh Lumine.

“Iya, makanya cepetan! Itu barang lagi dipasangin sama Mba Rosa. Dia juga pengen main gara-gara lo. Ntar Mba Eula juga ikut malah katanya!” balas Albedo tak sabaran.

“Anjir? Main partai dong?”

Albedo mengangguk antusias, entah kenapa kalau masalah game wajahnya bisa berubah menjadi cerah.

“Bentar, gue bangunin dulu si Aether.”

Ajax berlari menuju kamar Aether, namun secara tak sengaja mendapati Lumine yang sedang mengambil nampan berisi makanan yang sudah disiapkan olehnya barusan.

“Makan yang banyak, ya!” ujar Ajax sambil tersenyum, ia masih lari-lari kecil di tempat ia berdiri.

“Ya.” jawab Lumine cuek.

Aether keluar dari kamarnya, matanya masih tertutup sebelah, tapi lelaki itu kaget melihat Albedo yang sudah berdiri di depan rumahnya dan Ajax yang sedang menatap ke arah Lumine.

“Bang? Ronda, kan?” tanya Aether memecahkan lamunan Ajax, padahal Lumine sudah masuk ke kamar daritadi.

“Eh...”

“Iya, ayo! Ada Mba Rosa sama Mba Eula!” bisik Ajax antusias.

“Serius?! Main partai kita?” balas Aether pelan.

Ajax mengangguk semangat, lalu menatap ke arah Albedo yang sudah mengangguk-ngangguk daritadi.

“Itu calon bapak kok girang amat mau main PS doang?” tanya Aether heran.

“Ya, paling cuma ini waktunya ngobrol sama non istri kali.” canda Ajax yang disambut dengan tawa oleh Aether.

Aether pamit dengan Lumine dari luar kamarnya, Lumine tak membalas sama sekali ucapan Aether. Mereka pergi meninggalkan rumah si kembar menuju pos setelah mengunci pintu rumahnya.

Lumine keluar dari kamarnya dengan cepat, ia membuang makanan yang dipanaskan oleh Ajax ke wastafel, dengan cepat Lumine mengorek langit tenggorokannya karena mual.

“MAKANAN APAAN YANG DIPANASIN MANUSIA ITU?!” bentak Lumine keras, namun tak ada balasannya karena memang ia tinggal seorang diri di rumah.

Ketika ia berjalan ke dapur, ia melihat satu bungkus makanan yang masih terlihat segar dan belum terbuka sama sekali.

“Ini baru makanannya, dasar si Ajax.” gumam Lumine pelan sambil mengumpat si Ajax.

“Dia sampai salah manasin makanan, gitu amat kalau orang lagi galau, ya.”

Tiba-tiba garis bibir Lumine naik, membayangkan raut wajah Ajax yang kebingungan setelah tak sengaja mengungkapkan perasaannya kepada Lumine.

Ah, udah deh. Lagian hubungan itu gak mungkin terjadi.

Lumine membuka bungkus makanan itu dan ternyata belum ada yang memakan makanan itu daritadi.

Belum dimakan? Berarti dia belum makan dong dari tadi?

Lumine yang merasa bersalah langsung membungkus kembali makanan yang Ajax belikan dan berlari menuju pos ronda untuk menyuruhnya makan.

Kenapa gue jadi gak enak sama dia, ya?

Dari kejauhan, suara sorak-sorak anak laki-laki sudah terdengar. Ajax, Albedo dan Aether meneriaki Rosaria yang tampak bermain curang saat bermain game dengan mereka, ada Eula juga di sana, namun matanya fokus dengan laptop dan urusan pekerjaannya.

“MASA MAIN PAUSE, SIH, MBA?! GAK KALAH SAMA GOROU INI CARA MAINNYA!” seru Albedo yang diikuti oleh Ajax dan Aether.

“LOH, BIARIN! DARI PADA PS KALIAN GAK AMAN? PILIH MANA? GAK GUE SIMPENIN LAGI, NIH!” balas Rosaria tak mau kalah.

“EH? MASIH ADA RUMAH BU LISA! MAMAH KENAL KOK SAMA BU LISA!” balas Albedo lagi yang sudah keluar sisi bocahnya.

Lumine berdiri di depan mereka, namun tak dihiraukan oleh kawanan para peronda yang masih sibuk beradu argumen.

Eula yang sudah menyadari kehadiran Lumine hanya bisa berdesis mendiamkan adik dan tetangganya.

“Apaan, sih, Kak?! Kayak ular aja!” bantah Rosaria yang merasa terganggu dengan suara desis Eula.

“Gak sabar tuh Mba Eula mau main lawan gue!” ujar Aether yang kebetulan satu partai dengan Eula.

“Ah, lo semua gue bantai pakai Cels—”

Ajax yang lebih dulu melihat Lumine yang sudah mematung memandangi tingkah mereka.

“Lumi, aku bisa jelaskan!” seru Ajax mengejar Lumine yang sudah berbalik arah.

Aether ikut menyusul Ajax yang sedang mengejar Lumine.

“Udah, Mba. Itu urusan mereka, kita main aja.” kata Albedo memberikan joystick milik Ajax ke tangan Rosaria.

Mereka melanjutkan permainan mereka tanpa memedulikan si kembar dan Ajax lagi.

Langkah Lumine terhenti di depan pagar rumahnya, ketika ia berbalik badan, sudah ada Ajax dan Aether yang membungkuk karena kehabisan nafas setelah berusaha mengejar Lumine.

“Kak, gue harus jujur juga ke Aether.” ujar Lumine ragu.

“Hah? Apaan, nih?”

Ajax hanya mengangguk pelan, wajahnya penuh kekhawatiran.

“Tadi sore gue ditembak Razor lagi di depan rumah.” ujar Lumine ke Aether.

Aether tak terlalu kaget saat mendengarnya, karena ia tahu akan hal itu dari Bennett.

“Terus gue ngaku ke Razor kalau Kak Ajax adalah pacar gue.”

Ajax menoleh pelan ke arah Aether.

“Terus?” tanya Aether dengan suara beratnya.

“Kak Ajax ikut dengan permainan gue buat mengelabui Razor. Tapi setelahnya—”

“Setelahnya gue juga nembak Lumine, Ther.” potong Ajax sambil bergeser ke dekat Lumine.

“Sejujurnya gue udah suka sama Lumi dari awal gue ngajak dia ke Cape Oath. Tapi gue tahu perasaan Lumi ke gue itu—”

“Cukup, Bang.” sanggah Aether tegas.

“Gue udah bilang sama lo tentang syaratnya. Sekarang lo gue kasih dua pilihan.”

Ajax menelan ludahnya setelah mendengar perkataan Aether.

“Lo mau lupain perasaan lo ke Lumine dan tetap tinggal sama kami, atau pergi dari rumah kami tapi juga lupain perasaan lo ke Lumine. Karena lo gak bakal gue restuin.” kata Aether tegas.

Senyum tipis ditunjukkan oleh Ajax, ia mengangguk pelan setelahnya.

“Ya udah, gue beres-beres barang gue dulu lalu pergi dari sini.” jawab Ajax langsung berjalan menuju rumah.

Lumine melototin Aether tak berhenti, namun tak dipedulikan oleh Aether.

“Percuma, gue gak akan restuin hubungan kalian.” ujar Aether pelan.

“Terserah lo, Bang. Lagian gue juga gak ada perasaan ke Kak Ajax!” bentak Lumine lalu masuk ke dalam rumah menyusul Ajax.

“Ya udah.” jawab Aether cuek.

You Keep Me Alive

cw, au // chapter 12.1 (Transisi)

Sara masih duduk terdiam di depan ranjang Zhongli, raut wajahnya masih dipenuhi dengan ketakutan yang belum tentu terjadi. Setelah Sara berkata takut untuk sekolah, beberapa menit kemudian Ningguang meneleponnya untuk menenangkan perempuan bersurai ungu itu. Sara menceritakan semua yang ia rasakan, mulai dari rasa malu, takut, gengsi, khawatir akan menjadi bahan omongan, dan lain sebagainya. Setelah teleponnya ditutup, Sara kembali mengeluarkan air mata untuk kesekian kalinya. Ia sudah siap jika harus menggugurkan kandungannya namun selalu dibantah keras oleh Ningguang.

“Kenapa gak boleh digugurin, sih?” gumam Sara pelan sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

“Anak tak berdosa tidak boleh kamu korbankan untuk kepentingan dirimu sendiri.”

“Ya, tapi, kan, ini bukan kemauan Sara, Yah.”

Sara masih belum sadar kalau yang menjawab omongannya daritadi adalah Zhongli.

“Kami akan selalu ada untuk menjaga kamu, kenapa harus takut? Buang saja pikiran-pikiran buruk yang belum tentu akan terjadi, Sara.”

“Iya, ngomongnya mudah, Yah. Sara sendiri belum bisa meyakinkan—”

“AYAH! UDAH BANGUN?!”

Zhongli tersenyum melihat wajah kaget Sara, namun ia baru kali ini mendengar Sara memanggilnya dengan sebutan “Ayah”, hanya saja lelaki paruh baya itu sudah tahu pasti terjadi sesuatu.

“Kamu mau cerita sesuatu? Saya baru kembali dari dunia lain, lho.” Canda Zhongli terkekeh dengan leluconnya sendiri.

Sara menunduk, ia yakin Zhongli belum tahu masalah Itto, anak sulungnya yang sudah pergi ke akhirat sekitar tiga hari yang lalu.

“Ehmm...” gumam Sara pelan.

“Selain Itto, ya.” ujar Zhongli tersenyum.

Sara mendongak ke arah Zhongli, karena tak mungkin dia tahu tentang Itto kalau baru hari ini sadarnya.

“Ayah tahu tentang Itto?” kata Sara terbata-bata.

Zhongli menatap langit-langit ruangan, walaupun sinar dari lampu itu membakar matanya perlahan, tetapi Zhongli terus menatapnya kosong.

“Di saat saya kecelakaan, saya tahu Itto menyelamatkan saya.”

Sara mengernyitkan alisnya, menunggu cerita selanjutnya dari Zhongli.

“Kamu tahu? Apa yang Itto bilang saat itu?”

Sara menggeleng.

“Itto bilang dia akan menemukan siapa pun yang melakukan hal ini dan membunuhnya berkali-kali.” lanjut Zhongli sambil tersenyum tipis.

“Terus? Ayah biarkan Kak Itto begitu saja?”

Zhongli mengangguk, lelaki itu mengambil tangan Sara dan mengelusnya lembut.

“Itto adalah saya versi yang sudah ditingkatkan, karena dulu saya persis sama seperti anak itu. Namun, saya masih takut untuk mati, beda dengan Itto, ia tidak takut mati seperti Ning.”

Sara menyimak cerita Zhongli dengan wajah seriusnya, ia tatap dalam-dalam mata Zhongli yang masih mengambil nafas sebelum melanjutkan ceritanya.

“Saat Ningguang tahu bahwa dia hamil anak kami, pikirannya sama seperti kamu. Penuh ketakutan, penyesalan, rasa ingin menggugurkan kandungannya sangat tinggi. Apalagi dulu Madame Ping masih sangat menyeramkan saat masih muda, saya saja takut.”

“Saat itu karir Ningguang sedang naik-naiknya, ia baru saja satu bulan membangun Jade Chambers dari tabungan sekolahnya dulu. Tahu-tahu sudah hamil saja, sama saya pula, yang bisa dibilang hanya preman dari pasar basah.”

Sara masih menikmati elusan tangan Zhongli, kehangatan pria itu tak tertandingi lagi apalagi kalau sudah tersenyum, ceritanya juga tidak pernah membosankan untuk didengar.

“Jadi waktu itu, di suatu malam yang benar-benar telah kami sepakati sebagai malam tergila di dunia.”

“Ningguang memutuskan untuk bunuh diri, bersama Itto yang masih ada di kandungannya.”

Sara kaget mendengar perkataan Zhongli, ia spontan melepaskan tangan Zhongli karena takut.

“Ya, dia juga mengajak saya untuk melakukan hal yang sama.”

“Tapi, ya, itu. Saya masih takut mati saat itu, saya juga baru ditugaskan untuk menghabisi seluruh keturunan murni dan bangsawan yang ada di Teyvat. Kamu tahu, kan? Kalau Celestia yang mengarahkan saya?”

Sara mengangguk pelan, ia kembali teringat dengan Ei yang merupakan Celestia terakhir yang ada di muka bumi.

“Dulu Celestianya bukan Ei, ia masih saudara jauhnya. Kalau gak salah dulu beliau adalah ayah dari Yae Miko.”

“Tapi kenapa Mba Yae Miko tidak dibunuh oleh Ayah?”

“Saya hanya ditugaskan untuk memusnahkan mereka agar tidak ada lagi keturunan bangsawan dan suku murni. Yae Miko bukan suku murni, walaupun gadis itu bangsawan, tapi dia sama seperti Makoto, anak itu sudah disterilkan.” jawab Zhongli.

“Kembali ke cerita Ning tadi, pisau sudah ada di tangan kanannya, perutnya juga sudah membesar saat itu, kandungannya sudah 5 bulan. Ia masih menyangkal bahwa dia sedang mengandung. Saya saja tidak berani membantahnya.”

“Tapi tahu, kah, kamu? Kalau Ning hanya takut tidak ada yang akan menerimanya lagi ketika dia sudah di posisi seperti itu.”

“Yah? Ayah bagaimana kok bisa sama Ibu saat itu? Ceritanya pasti beda dengan Sara dan Kak Itto.” tanya Sara sambil tersipu, sudah lama ia ingin menanyakan tentang hal ini.

Zhongli mengusap dagunya, mengingat kembali masa-masa paling indah namun menyeramkan dalam hidupnya.

“Dulu Ningguang yang istilahnya memungut saya. Saat itu saya baru saja selesai menghabisi hampir semua anggota keluarga Oldenburg, keluarga Fischl. Kamu tahu Fischl? Anak puitis yang kadang bikin meringis.”

Sara terkekeh mendengar kalimat terakhir Zhongli, ia juga mengangguk karena ingat dengan anak yang pernah membuat heboh sekolah dengan mengikuti lomba puisi yang menggunakan tema pacarnya sendiri saat itu.

“Tak sengaja saya tertidur di depan makam dari suami Madame Ping yang baru saja diperbaharui, makamnya baru saja dibuat menjadi batu. Untuk memperingati 3 tahun kepergian ayahnya, Ning pergi sendiri ke makam yang saya kacaukan di saat saya sudah kehabisan tenaga dikejar oleh warga saat itu. Bukannya marah, Ning malah memberi makanan yang sebenarnya ia bawa untuk upacara penghormatan ayahnya.”

“Sejak saat itu Ayah jatuh cinta dengan Ibu?”

Zhongli menggeleng.

“Saya tidak berani jatuh cinta dengan orang yang menyelamatkan hidup saya.”

Ningguang masuk ke dalam ruangan rawat Zhongli setelah daritadi menguping pembicaraan mereka.

“Sara, dulu Ibu yang jatuh cinta duluan sama Mas Zhongli.” ujar Ningguang menunduk dan tersenyum. Ia sangat merindukan suara suaminya, tak lama setelah itu ia langsung mencium punggung tangan Zhongli dan memeluk sang suami.

“Apa kabar, Sayang?” tanya Zhongli sambil mencium pucuk rambut Ningguang.

Sara tersenyum melihat kebersamaan orang tua barunya, mereka bukan tipe orang tua yang panik dan kewalahan di saat terjadi musibah, mereka saling mendukung dengan cara mereka masing-masing.

“Lalu, Bu?” tanya Sara menopang dagunya.

“Mungkin Ibu yang terlalu aneh, ya. Melihat Mas Zhongli kayak ngeliat pangeran yang habis perang.” jawab Ningguang sambil tertawa.

Zhongli terkekeh mendengar cerita Ningguang walaupun sudah ratusan kali didengar olehnya.

“Pokoknya setelah itu Ibu yang ngejar-ngejar Ayah, sampai akhirnya kami memiliki Itto, dan menikah satu tahun kemudian.”

“Percayalah, Sara. Walaupun kondisi kamu saat ini tidak sama seperti kami, tapi kamu tidak perlu takut dengan semua pikiran buruk yang ada di bayanganmu sekarang.”

“Itto mungkin sudah tidak ada lagi di dunia ini, tapi kamu tahu, kan? Kalau Itto akan tetap ada di hati kamu dan kami semuanya? Itto menitipkan sesuatu yang berharga juga, lho.”

Mata Sara berkaca-kaca, ia kembali dikuatkan di saat hatinya ingin menyerah. Walaupun malu-malu maju ke arah Zhongli dan Ningguang, Ningguang mengulurkan tangannya dan memeluk Sara yang baru saja menangis.

“Tenang saja, Sayang. Ini adalah masa transisi untuk kamu, untuk kita semuanya. Jangan takut karena kami adalah pasukan baris terdepan yang akan selalu mendukung dan membantu kamu untuk bangkit. Percayalah, Sara.” ujar Ningguang sembari mengelus lembut punggung Sara.

Terima kasih, Bu, Yah.

**

Lumine keluar dari rumahnya, sudah ada Razor yang menunggunya di depan.

“Razor? Ada apa?” tanya Lumine bingung.

Lelaki berambut panjang itu hanya tersenyum memandang gadis pujaannya.

“Razor sudah pindah ke sini, kita sudah resmi menjadi tetangga. Tapi Lumine belum resmi menjadi pacarku.” jawab Razor lantang.

Lumine kaget bukan kepalang, padahal ia sudah menolak Razor di chat.

“Razor benar-benar suka sama Lumine, dan ingin Lumine menjadi pacarnya Razor.”

Ajax datang dari luar area rumah si kembar, membawa satu bungkus makanan untuk makan malam mereka.

“Lumi? Ada apa ini?” tanya Ajax heran.

Razor menatap ke arah Ajax. Walaupun bingung, ia sudah bisa menyimpulkan bahwa Lumine memiliki hubungan dengan Ajax.

“Kalian tinggal satu rumah?” tanya Razor.

Lumine mengangguk pelan, merasa aneh dengan situasi yang sudah canggung ini.

“Oh gitu. Halo, Bang. Saya calon pacarnya Lumine.” ujar Razor mengulurkan tangannya.

“Ah...” Ajax tersentak mendengar perkataan Razor yang sangat straightforward.

“Iya, gue Ajax—”

“Ini pacarku, Razor!” Lumine langsung terbang dan merangkul Ajax.

Ajax tentu kaget dengan pemberitahuan dadakan ini, namun ia paham bahwa Lumine ingin bermain peran untuk mengelabui Razor.

“Iya, gue pacarnya Lumine.” lanjut Ajax dengan suara berat yang berusaha ia buat-buat.

Razor menunduk, namun masih bisa tersenyum.

“Baiklah, kita masih bisa temenan, kan?”

Lumine hanya menjawabnya dengan anggukan.

“Oke, itu sudah lebih dari cukup. Maaf mengganggu.”

Razor pergi meninggalkan mereka berdua, Lumine langsung menghela nafasnya dalam-dalam karena lega bisa keluar dari situasi yang mengerikan itu. Namun ia tidak tahu, satu kebohongan yang ia buat hari ini, akan menjadi boomerang yang akan menyakitinya suatu hari nanti.

“Lumi...” panggil Ajax pelan.

Lumine mendongak ke arah Ajax tersenyum, sekaligus berterima kasih telah paham dengan keadaan di situasi yang canggung.

“Kamu gak mau beneran jadi pacarku?” tanya Ajax sambil tersenyum tipis.

“HAAAAHHHHH?!”

You Keep Me Alive

cw, au // chapter 12 (Transisi)

Kazuha menunggu Yoimiya di depan kelasnya, sekarang gadis itu sudah rajin datang ke sekolah. Untuk masalah janji, Yoimiya selalu menepatinya, keinginannya untuk berubah sudah bulat, Yoimiya masih bisa bersekolah sambil rehabilitasi kata petugas rehab Sumeru.

“Ngapain lo nungguin gue terus?” tanya Yoimiya yang baru saja keluar dari kelas, ia bersama Barbara dan Lumine.

“Ehm! Peka dikit! Ehm!” senggol Barbara yang membuat Yoimiya tergeser ke dekat Kazuha.

Kazuha hanya tertawa agar tidak terlalu canggung.

“Yuk, kita ke kantin duluan aja!” ajak Lumine yang masih yakin bahwa mereka bisa kembali bersama.

“Eh, gue ikutan, dong!” seru Yoimiya yang sudah lebih dulu ditinggalkan oleh kedua temannya.

Kazuha menghalangi Yoimiya ketika gadis itu ingin menyusul, setiap gerakannya dihalangi oleh Kazuha. Ketika Yoimiya bergeser ke kanan, diikuti olehnya, begitu pun sebaliknya.

“Rese banget, sih! Gue mau ke kantin tau!”

“Ya, sama gue aja, kenapa? Gorou lagi berkabung jadi gak sekolah, gue kesepian nih.” balas Kazuha memalingkan wajahnya.

Yoimiya tersenyum, melihat wajah Kazuha yang dipaksa memelas malah membuatnya gemas. Gadis itu merangkul Kazuha dan mengajaknya berlari menuju kantin.

“Cepetan! Gue laper!”

Kazuha dan Yoimiya melewati Xiao yang baru saja kembali dari kantin, kelas mereka memang selalu keluar istirahat duluan, entah kenapa.

Xiao membalikkan badannya dan berjalan mundur, melihat Yoimiya dengan senyumnya yang cerah justru membuat garis bibir lelaki itu naik dengan sendirinya.

BRUK!

“Hati-hati, dong!” ledek Keqing yang tertabrak oleh Xiao.

“Aduh, maaf, Kak.”

Keqing menyeringai, ia tahu apa yang sedang dilihat oleh adik sahabatnya itu dari tadi.

“Udah pindah hati, nih?” ledeknya lagi.

“Hah? Oh. Enggak.” jawab Xiao datar, ketika ia ingin berjalan menuju kelas malah dihalangi oleh Keqing.

“Cerita aja kali, Cho~”

“Ya udah, ke taman aja.”

Mereka berdua berjalan menuju taman sekolah, Xiao dan Keqing sudah dekat sejak lama, mereka selalu bercerita tentang apa pun, dan Keqing selalu membocorkannya kepada Ganyu tanpa Xiao ketahui.

Mereka berdua duduk di salah satu bangku kosong taman sekolah, di bawah pohon rindang serta tiupan angin yang kadang menyejukkan, kadang juga membuat kita jadi mules.

Xiao duduk menghadap Keqing yang masih fokus dengan Dango Milknya.

“Kakak tahu anak yang aku liatin?”

“Tahu. Lumine, kan?” balas Keqing dengan yakin.

Xiao malah tertawa mendengar jawaban Keqing, padahal awalnya dia kira Keqing sudah tahu melalui pertanyaannya.

“Katanya tahu, tapi masih Lumine? Terus aku berpindah hati dari siapa, Kak?” ejek Xiao yang masih tertawa.

Keqing sangat menyukai suara tawa Xiao, anak itu sudah ia anggap seperti adik kandungnya sendiri, apalagi Xiao jarang terlihat tertawa atau bahkan tersenyum, Xiao selalu menyembunyikan perasaannya dan jarang mau terbuka dengan orang lain.

“Jadi siapa, dong? Cewek jaket panjang itu?” tanya Keqing heran.

Xiao mengangguk, rasa penasaran Keqing malah semakin besar.

“Aku gak tahu namanya, tapi waktu itu kami gak sengaja ngobrol, Kakak tahu alasan dia pakai jaket sepanjang itu ke sekolah?”

“Eh, iya juga. Padahal bukan lagi musim dingin, kan?”

“Iya, aku sekilas lihat tato di tubuhnya. Banyak gitu tatonya.”

Keqing mengusap-usap dagunya, berpikir namun entah apa yang ada di dalam pikirannya.

“Kakak juga baru lihat, sih, anak itu hari ini. Anak baru, ya?”

“Gak tahu juga. Aku cuma tertarik karena rasanya banyak yang disembunyikan oleh anak itu.”

Keqing yang gemas mendengar dan melihat wajah Xiao malah mencubit pipinya tanpa ampun, Xiao yang ia ingat bukan Xiao yang seperti detektif seperti sekarang.

“Aduh! Sakit! Kenapa, sih?!” ujar Xiao sambil melepaskan cubitan dari Keqing.

Keqing tertawa setelahnya, ia mengacak-acak rambut Xiao dan pergi meninggalkannya begitu saja.

“Nanti ceritain lagi tentang anak itu, ya!” kata Keqing dari jauh.

**

Hari ini keluarga Geo telah selesai menyelenggarakan acara peringatan Itto, sekarang mereka sedang membantu Sara memindahkan barang-barangnya dari Euthymia menuju rumah barunya di Teapod Residence.

“Kamu di kamar Itto saja, ya, Sayang. Biar Gorou di kamar baru nanti.” ujar Ningguang kepada anak barunya itu.

Sara hanya tersenyum sebagai jawaban, hatinya masih perih karena mengingat Itto telah bersatu dengan tanah di tempat peristirahatan terakhirnya.

Kini Kujou Sara sudah menjadi bagian dari keluarga Geo, kepergiannya dari Euthymia sedang diurus oleh Albedo karena Ningguang sudah muak melihat wajah Raiden Shogun dan Yae Miko yang seperti menghantuinya setiap saat.

“Kak Sara...” sapa Noelle sambil membawa satu kardus yang berisi baju Sara.

“Noelle, biar aku aja. Ini, kan, barang-barangku.”

“Udah, Kak. Gapapa. Kak Sara gak boleh terlalu capek”

Setelah mendengar perkataan Noelle, Sara kembali disadarkan oleh kenyataan bahwa ia sedang mengandung anak dari Itto yang merupakan peninggalan berharga yang bocah raksasa itu berikan kepadanya.

Gorou juga datang membawa kardus milik Sara, mereka bergantian mengambil barang milik Sara, perempuan itu merasa bersalah kepada mereka, karena Gorou dan Noelle pernah memiliki konflik dengan Sara. Ningguang juga sempat murka kepada Sara atas perlakuannya yang menampar Gorou di depan publik saat Gorou berkelahi dengan Xiao.

Tiba-tiba Ningguang merangkul Sara dari belakang, ketika Sara menoleh ke kiri, Ningguang sudah tersenyum ke arahnya.

“Semua butuh waktu untuk adaptasi, di sini kamu tidak usah hidup seperti di saat kamu tinggal di Euthymia. Noelle dan Gorou adalah adik kamu sekarang, Albedo dan Sucrose adalah kakak kamu, saya dan Mas Zhongli adalah orang tua kamu. Kita adalah keluarga, ya, Sayang?” ujar Ningguang sambil mengecup lembut pucuk kepala Sara.

“Terima kasih, Bu. Izinkan Sara untuk tinggal dan membanggakan Ibu, ya.” balas Sara sambil menunduk, namun ditahan duluan oleh Ningguang.

“Hey, bukan seperti itu cara mengucapkan terima kasih kepada seorang ibu.”

“Jadi bagaimana, Bu?”

Ningguang memeluk Sara dengan erat, tak terasa air mata Sara mengalir setelah merasakan hangatnya pelukan dan ketulusan seorang ibu. Ia sudah lama tidak mendapatkan pelukan seperti ini, dulu Ei yang selalu memeluknya dan menenangkannya di kala Sara sedang menangis atau terpuruk, sesuatu yang tak akan pernah ia dapatkan dari Raiden Shogun.

“Kami semua sayang sama kamu, Sara.” bisik Ningguang yang justru membuat tangis Sara pecah.

**

Lisa keluar dari mobilnya, kini keluarga Lisa dan Jean sudah tinggal bersama di Teapod beberapa hari lalu. Perempuan paruh baya itu membawa banyak belanjaan untuk pesta rumah baru mereka, Lisa turut mengundang seluruh warga RT 01 untuk ikut, namun tanpa disadari Lisa kembali dipertemukan oleh Rosaria, orang yang ia cintai diam-diam.

“Kak Lisa?” panggil Rosaria ragu.

Lisa menoleh ke belakang, ia bergidik setelah mendengarkan suara itu, karena ia jelas tahu dan hafal suara siapa yang memanggilnya.

“Rosaria?!” ujar Lisa kaget.

Rosaria langsung berlari dan memeluk Lisa, rasa rindu setelah sekian lama tak bertemu membuat Rosaria tak peduli dengan keadaan di sekitar, ia benar-benar rindu teman atau bisa dibilang senior akademinya dulu.

Sementara Lisa, rasa rindu yang telah lama ia pendam membuat pikirannya terbang ke langit ke tujuh, pelukan Rosaria membuat benteng pertahanan terakhirnya runtuh dan hancur berkeping-keping, ia benar-benar jatuh cinta pada Rosaria.

You Keep Me Alive

cw, au // ending chapter 11 (Saat Terakhir) trigger: major character death, punishment, heavy violence, brutally abuse

Yoimiya masih mencari kelasnya Kazuha, padahal dari kelasnya (10E) bisa langsung ke kiri dan tinggal mengikuti jalan saja.

Ini adalah kali pertama Yoimiya memijakkan kakinya di SMA Teyvat, dia belum pernah masuk sama sekali semenjak masa orientasi beberapa bulan yang lalu.

10B di mana, sih?

BRUK

Yoimiya terjatuh ke lantai, ia tak sengaja menabrak seseorang karena tidak memperhatikan jalan.

“Lo gapapa?” tanya Xiao sambil mengulurkan tangannya.

Bukan rasa sakit atau malu yang dirasakan oleh Yoimiya, rasanya seperti ada percikan kembang api yang baru saja diletuskan di dalam hatinya, melihat Xiao untuk kali pertama langsung membuatnya jatuh cinta, memang sudah kodratnya seperti itu.

“Ga..gapapa.” jawab Yoimiya.

Saat Yoimiya membersihkan celananya, Xiao merapikan seluruh isi tas Yoimiya yang keluar karena tidak gadis itu tutup rapat.

“Panas gini pakai jaket? Gak kepanasan?” tanya Xiao basa-basi.

Namun, basa-basi itu adalah gerbang utama bagi Yoimiya agar bisa sedikit lebih dalam masuk ke dalam kehidupan Xiao.

“Ehm.. gapapa. Kebiasaan.”

Xiao memberikan tasnya ke Yoimiya, lelaki itu tersenyum tipis karena gadis itu tak mau jujur kalau dia memiliki tato.

“Padahal tinggal jujur kalau lo punya tato, gak masalah, kok.”

“Gue cabut dulu.” pamit Xiao ke Yoimiya.

Yoimiya masih senyum-senyum sendiri karena kejadian tadi, ia hampir lupa kalau sebenarnya ia sedang mencari kelasnya Kazuha, sampai-sampai orangnya sendiri sekarang ada di depan matanya.

“Lo kenapa senyum-senyum sendiri?” tanya Kazuha heran.

Kazuha langsung meletakkan punggung tangannya di dahi Yoimiya, padahal sebenarnya tak ada hubungannya, lelaki itu hanya ingin modus.

“Gak panas, kok.”

“Yeee! Gue bukan demam, Geblek!” balas Yoimiya sembari menjulurkan lidahnya.

“Terus kenapa? Lo gak biasanya begini?” Kazuha mengernyitkan alisnya, bingung.

“Gue abis ketemu cowok ganteng baru keluar dari 10D, gilaaa! dia bantuin gue—”

Hanya sampai situ yang didengar oleh Kazuha. Selebihnya rasa sakit yang ia rasakan karena cemburu, karena Kazuha tahu siapa yang Yoimiya maksud.

Pasti si Xiao yang dimaksud sama Miya.

**

Ningguang masih menunggui Zhongli yang tak kunjung sadar, wanita itu benar-benar bingung menghadapi situasi seperti ini, karena biasanya selalu ada Zhongli yang menemani.

Kini, suaminya hanya terbaring lemah dan belum sadarkan diri. Setiap detik rasanya sangat berharga, bunyi elektrokardiogram sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Ningguang.

“Mas, lekas bangun, ya. Keluarga kita sedang dirundung masalah.” gumam Ningguang pelan sembari menyeka keringat yang mengucur di dahi suaminya.

Madame Ping masuk ke ruangan Zhongli, badannya sudah bungkuk, namun ia masih terlihat segar. Ibu dari Ningguang itu datang dengan wajah yang khawatir.

“Bagaimana Zhongli, Ning?” tanya Madame Ping khawatir.

“Belum sadar juga?”

Ningguang hanya menggeleng, ia memaksakan senyumnya, agar terlihat tegar di depan sang ibu.

“Ini Mama bawain makanan ringan, kamu harus makan pokoknya. Anak-anak juga hari ini mau ke sini, biar kamu yang istirahat sekarang.” kata Madame Ping sambil meletakkan beberapa camilan untuk Ningguang.

“Iya, Ma. Terima kasih.”

Madame Ping duduk di sofa kecil di pojok ruangan. Menatap tubuh Zhongli yang masih tak berdaya.

“Kalau dia tak bisa melawan rasa sakitnya, kamu sudah rela, Ning?” tanya Madame Ping.

Sontak Ningguang menangis setelah mendengarkan pertanyaan ibunya.

“Jangan begitu, Ma.” balas Ningguang yang tak siap dengan keadaan yang sebenarnya bisa saja terjadi kapan pun.

“Zhongli sudah melakukan banyak hal selama hidupnya. Usianya sudah setengah abad, kalau kamu merelakannya mungkin dia sendiri yang akan berterima kasih kepada kamu.”

Air mata Ningguang terus mengalir, genggamannya semakin erat memegang tangan Zhongli.

Hero of Teyvat, dulu Mama selalu tertawa di saat gelar itu disematkan di belakang namanya. Mama yakin dulu orang tuanya ingin dia dapat gelar sarjana atau master atau bahkan doktor ketimbang omong kosong itu.”

“Ning...” panggil Madame Ping.

Ningguang menoleh sedikit ke arah sang ibu.

“Kamu tahu apa tugas terakhir suami kamu dulu?”

Ningguang menggeleng, jelas ia tidak tahu semua yang dikerjakan oleh suaminya. Semenjak seluruh bangsawan dan keturunan murni dimusnahkan olehnya, Ningguang hanya melihat Zhongli menjadi pria yang hangat, jenaka, dan hobi bermalas-malasan.

“Tugas terakhirnya adalah membunuh Celestia.” lanjut Madame Ping.

“Celestia? Bukannya mereka sudah tidak ada lagi?”

“Di setiap suku di masa lalu atau keluarga bangsawan, mereka yang dapat memiliki keturunan langsung diangkat menjadi Celestia, istilahnya regenerasi.”

“Tugas Zhongli adalah menghabisi semuanya, agar sekarang tinggal manusia biasa saja yang hidup di dunia ini. Tidak ada lagi kesenjangan sosial karena adanya perbedaan status, semuanya diharapkan hidup rukun. Dan hanya satu orang Celestia yang berpikir seperti itu, sayang sekali.” jelas Madame Ping.

“Celestia itu yang terakhir dibunuh oleh Mas Zhongli?”

“Ya, Celestia yang terakhir dibunuh oleh Zhongli adalah Raiden Ei dari Euthymia.”

Ningguang kaget bukan kepalang, semua ingatannya tentang kematian Ei adalah manipulasi yang dilakukan oleh Zhongli dan Itto supaya terlihat seperti kematian yang normal, karena Ningguang ada di sana beberapa saat setelah kematian Ei.

“Ei adalah Celestia?” tanya Ningguang tak percaya.

Madame Ping mengangguk pelan.

“Setelah konsultasi dengan Mama, Zhongli memberanikan diri untuk mengatakan yang sebenarnya kepada Itto. Itto juga tak bisa melawan ayahnya sendiri, kamu pasti tahu akan hal itu.”

“Bagaimana dengan Baal? Dia, kan, kembarannya Ei. Kenapa tidak bisa ada Celestia lain selain Ei di Euthymia?”

“Baal? Anak itu tak pernah dianggap oleh petinggi Euthymia, makanya ia dibuatkan rumah seperti panti asuhan dengan nama Euthymia. Namun Ei selalu menemaninya sampai akhirnya dia tinggal bersama Baal di usia 10 tahun setelah berhasil membujuk orang tua mereka. Namun ada syaratnya.”

“Syarat?” tanya Ningguang penasaran.

“Ya, salah satu di antara mereka harus diangkat menjadi Celestia, dan jika salah satu dari mereka sudah menjadi Celestia, maka yang satu lagi otomatis harus disterilkan. Makanya Baal tidak bisa memiliki keturunan, birahinya sudah tidak ada, kini tugasnya hanyalah sebagai pion dari petingginya terdahulu.”

“Zhongli sengaja membiarkan si kembar itu hidup lebih lama, agar bisa mendapatkan makna tentang kehidupan setiap harinya, apalagi kisah cinta antara Itto dan Ei. Suami kamu hampir melupakan tugasnya, padahal Zhongli dan Ei sudah kenal sejak lama.”

“Sebentar, Ma. Kenapa Baal masih menjadi pion padahal rajanya sudah lama mati?” Ningguang masih penasaran dengan penjelasan Madame Ping yang rancu menurutnya.

“Selama dia hidup, tugas yang diberikan kepadanya tidak akan selesai. Tugasnya bukan hanya mengurus dan menjalankan panti asuhan itu. Tugasnya menjaga satu nyawa, apa pun yang terjadi.”

“Ning tahu. Pasti tugasnya menjaga anak dari klan Kujou yang merupakan afiliasi dari Euthymia berabad-abad yang lalu.”

“Ya, benar. Kalau anak gadis itu mati, berarti Baal harus melakukan pembersihan diri.”

“Bunuh diri, Ma. Sama saja itu dengan bunuh diri.” timpal Ningguang heran dengan bahasa aneh yang selalu digunakan oleh ibunya.

“Ya, begitulah intinya.”

Keadaan hening seketika, sampai akhirnya Ningguang kembali membuka pembicaraan.

“Ma? Udah baca berita?”

“Sudah.”

“Hakimnya Ayato dari klan Kamisato.”

“Kita terima saja semua hasil yang ditetapkan. Itto sudah dewasa, dia sudah berusaha menjaga nama baik keluarga kita dengan caranya sendiri.”

“Anak itu kenapa kayak Mas Zhongli waktu muda, ya?” gumam Ningguang pelan, air matanya kembali mengalir untuk yang kesekian kalinya.

“Mama kalau disuruh bandingkan mana yang lebih ganas masa lalunya, sudah pasti Mama akan memilih menantu kesayangan Mama ini. Itto cuma ganas doang, tapi otaknya jarang dipakai.” canda Madame Ping sambil berjalan menghampiri Zhongli dan Ningguang.

“Kapan sidangnya, Ning?” tanya Madame Ping.

“Senin, Ma.”

SENIN, HARI PENGHAKIMAN

PENGHORMATAN KEPADA HAKIM, HADIRIN DIMOHON BERDIRI

Ayato masuk ke dalam ruang sidang. Setelah ia duduk di kursi tertinggi dalam ruangan tersebut, seluruh peserta sidang kembali duduk di tempatnya masing-masing.

Keluarga Geo menghadiri sidang penjatuhan vonis Itto tanpa didampingi oleh Zhongli yang masih belum sadarkan diri di rumah sakit, ia dijaga oleh Madame Ping hari ini.

Ningguang dan Albedo duduk di belakang kursi di mana tempat Itto duduk, sementara Noelle, Gorou dan Sucrose duduk satu kursi di belakang Ningguang dan Albedo. Yanfei sudah duduk di kursi pengacara pendamping, tepat di samping Itto nantinya.

“Silakan dibawa masuk terdakwanya.” ujar Ayato dengan tegas.

Pintu paling belakang ruang sidang terbuka, Itto dengan tangan yang sudah diborgol dengan borgol yang sedikit besar dari ukuran tangan manusia biasa tak menunjukkan rasa malu sedikit pun. Banyak awak media yang datang ke sidangnya dan memfoto dirinya, dibalas oleh senyumnya yang paling lebar.

“Mamah! Semuanya!” sapa Itto setelah duduk di kursi terdakwa.

Ayato hanya geleng-geleng kepala melihat gelagat Itto dari atas.

Mau mati kok malah senang? pikir Ayato dalam hati.

Itto tak berhenti tersenyum, bahkan Yanfei sampai aneh melihatnya.

“Lo kenapa, To?”

Itto tak menjawabnya, bocah raksasa itu hanya tersenyum.

“OY! BANG AYATO! UDAH JADI HAKIM AJA NI, YE!” ledek Itto yang justru mengundang gelak tawa awak media dan peserta sidang lainnya.

Ayato tersenyum tipis, ia terpaksa senyum namun dalam hatinya ia sangat kesal karena omongan Itto.

“DULU NIH ORANG CUPU BANGET, KERJAANNYA BELAJAR MULU!” lanjut Itto tak tahu situasi.

Ayato mengambil palu dan bersiap untuk memukulnya agar suasana kembali kondusif.

“Itto, sudah, Nak.” kata Ningguang berusaha menenangkan anaknya yang tiba-tiba hiperaktif ini.

Bocah raksasa itu kembali duduk dan menyeringai menatap ke arah Ayato. Begitu juga dengan Ayato, ia paham bahwa Itto ingin menjatuhkan mentalnya, karena dulu ia selalu di-bully oleh Itto semasa sekolah. Padahal Itto adalah anak baru saat itu, Ayato yang sudah hilang kesabarannya melawan Itto dengan segala kemampuannya dan menang, sejak saat itu mereka berteman, namun Ayato selalu risih jika ada di samping Itto.

“Baik, ini akan menjadi sidang paling singkat yang pernah saya pimpin.” ujar Ayato mulai membaca berkas persidangan.

“Saudara Arataki Itto, telah membunuh salah satu pegawai dari Fatui Harbringers yang merupakan anak perusahaan The Harbringers milik Rosalyne alias La Signora. Meski memang pegawai Fatui Harbringers itu terbukti bersalah telah menabrak ayahnya Saudara Arataki Itto, yaitu Zhongli The Hero of Teyvat. Saudara Arataki Itto menebas kepalanya dengan sebuah claymore dan membawa potongan kepalanya ke kantor polisi. Namun, di saat penangkapan, Saudara Arataki Itto menolak dan membunuh dua aparat kepolisian dengan cara mematahkan batang leher kedua aparat tersebut.”

“Sesuai dengan Undang-undang Pidana Teyvat pasal 3 tentang pembunuhan berencana, pidana yang dijatuhkan adalah hukuman minimal 10 tahun penjara dan maksimal penjara seumur hidup, ditambah lagi dengan pasal 10, karena sudah membunuh dua aparat kepolisian, pasal ini dibuat khusus untuk pembunuhan aparatur negara, pidana yang dijatuhkan adalah hukuman mati.”

“Bukti dan saksi mata banyak dan sudah beredar juga di internet untuk kesalahan Saudara Arataki Itto yang kedua, yaitu pembunuhan aparat negara.”

“TERUS? HUKUMAN GUE APA? LAMA BANGET?” teriak Itto lantang memotong penjelasan dari Ayato.

“Itto! Jangan begitu!” sahut Ningguang dari belakang, anaknya sudah benar-benar kurang ajar.

“Baik, seperti yang saya bilang tadi. Ini akan menjadi sidang tersingkat yang pernah saya pimpin. Tidak perlu ada lagi intervensi, jadi kamu tidak perlu mengangkat tangan sejak tadi, Yanfei.” sindir Ayato sambil tersenyum.

Wajah Yanfei memerah, ia benar-benar emosi melihat wajah Ayato, orang yang merebut mimpinya untuk menjadi hakim dulu.

“Vonis untuk Saudara Arataki Itto, hukuman mati.”

TOK TOK TOK

Itto tersenyum, ia sudah menduga hal ini akan terjadi. Lelaki itu menoleh ke arah keluarganya, adik-adiknya berlari memeluknya sambil menangis, Ningguang masih berusaha tegar, sementara Albedo yang tak kuasa menahan rasa sedihnya ikut menangis.

“BANG ITTO! JANGAN PERGI!” isak tangis Gorou memenuhi seisi ruangan sidang.

“KAK...” hanya itu yang bisa diucapkan oleh Noelle sejak tadi, gadis itu terus memeluk Itto dengan erat.

“Gapapa, Kak Itto akan tetap hidup di hati kalian. Percaya sama Kak Itto.” jawab Itto masih dengan senyuman anehnya hari ini.

Yanfei mengajak Ningguang untuk menjauh dari kerumunan sejenak.

“Ada apa, Yanfei?”

“Biasanya ada waktu satu minggu sebelum hukuman diberikan, Bu. Mungkin bergantian saja untuk membesuk Itto, dan kalau bisa khusus keluarga saja yang menemaninya di saat-saat terakhir.”

Ningguang mengangguk setuju, ia masih sedih karena Zhongli belum tahu sama sekali tentang ini.

“Terima kasih, Yanfei. Rekormu tidak pecah, kok. Memang ini keadilan yang sebenarnya.” kata Ningguang sambil menepuk lembut bahu Yanfei.

Mata Yanfei berkaca-kaca, padahal ia merasa gagal karena tidak bisa mengeluarkan argumen sedikit pun, ditambah lagi rasa kesalnya kepada Ayato yang sudah bertahun-tahun lamanya.

“Baik, Bu.” balas Yanfei yang masih terisak.

Ningguang berjalan ke ujung ruangan, melihat satu orang perempuan yang bertudung sedang menunduk seperti orang yang menangis.

“Sara, sudah jangan menangis.” Ningguang duduk di samping Sara yang terlihat seperti sedang menyamar.

“Kamu aman di sini. Selagi ada saya, Yae Miko tidak akan berani macam-macam sama kamu.” lanjut Ningguang sembari memeluk Sara yang tangisnya semakin keras.

Ada sesuatu yang terlepas dari tangannya saat dipeluk oleh Ningguang, tentu benda itu tak asing lagi di mata Ningguang, karena sudah empat kali ia mencoba benda itu.

Test pack?

Ningguang menggambil alat itu dan membalikkannya.

Positif?!

“Ma..ma..maafin Sara, Bu.” ujar Sara sesenggukan.

“Sa..sara gak tahu maksud Kak Itto yang dulu bi..bi..bilang ka..kalau banyak yang dia tinggalkan untuk..untuk..untuk.. Sara, Bu.” lanjut Sara yang masih tak berhenti menangis.

“Sekarang Kak Itto bentar lagi pergi, Sara harus gimana sama anak yang ada di perut Sara?!” rengek Sara sedikit keras.

Sucrose mendekati Ningguang dan Sara setelah berusaha mencari-cari Ningguang ke mana-mana.

Ningguang hanya memberi syarat ke Sucrose agar tidak perlu menghampiri mereka, Sucrose membalas Ningguang dengan anggukan dan kembali ke depan.

“Kalau itu yang kamu takutkan, bukan sebuah masalah untuk kami. Kamu sudah saya anggap sebagai anak sendiri lho, kita kenal dari kamu masih kecil, kan?” ujar Ningguang menghibur.

Sara mengangguk, dibalik parasnya yang anggun dan terkesan arogan, Ningguang adalah wanita yang baik, dua kali ia mendapatkan kabar bahwa anaknya akan memiliki momongan di luar ikatan pernikahan, yang satu akan segera menikah, yang satu akan segera bertemu dengan kematiannya.

“Kamu tinggal sama kami saja, Sara. Biar saya yang bicarakan dengan Raiden Shogun.” Ningguang meletakkan kepala Sara ke dadanya sambil mengelus lembut wajah perempuan yang sedang rapuh itu.

Itto dibawa kembali oleh petugas menuju penjara lewat pintu yang berbeda, ia hanya berpamitan dengan saudaranya saat itu, Itto sendiri bahkan tidak tahu ada Sara di sekitarnya tadi.

Ningguang membantu Sara untuk berdiri namun Sara bergeming.

“Kamu kenapa, Sara? Ayo berdiri Ibu bantu.”

Jubah yang dikenakan oleh Sara menutupi kakinya, Ningguang yang sudah curiga langsung membuka bagian bawah jubahnya itu karena takut kakinya Sara sudah dipotong oleh Yae Miko.

“Saraf kaki Sara sudah dipotong oleh Mba Miko. Sara sudah lumpuh, Bu.” ujar Sara sambil menahan tangis.

Air mata Ningguang mengalir deras saat itu juga, teganya Yae Miko memperlakukan anak berusia 18 tahun sekejam ini, ditambah lagi perempuan itu pasti tahu kalau Sara sedang hamil.

“Ya Archon, kejam sekali dunia ini sama kamu, Nak!” peluk Ningguang erat, air matanya membasahi jubah hitam milik Sara.

“Albedo! Carikan kursi roda untuk Sara segera!” suruh Ningguang ke Albedo dan langsung diiyakan olehnya.

“Sabar, ya, Sayang. Perlakuan kami tidak akan sama seperti Euthymia.”

Keluarga Geo berkumpul, mereka menunggu kursi roda yang sedang dicari oleh Albedo.

SAAT TERAKHIR ARATAKI ITTO

Itto berjalan menuju lapangan luas, kepalanya ditutup oleh kain agar tidak melihat sekitar. Hanya Ningguang, dan Albedo yang hadir saat itu.

“Saya juga mau lihat.” ujar Raiden Shogun dan Yae Miko yang baru saja tiba di lapangan khusus vonis mati kepolisian Teyvat pusat.

“Pakai senapan, ya?” tanya Yae Miko ke Ningguang.

Ningguang hanya menangguk, ia masih ingat perlakuan Yae Miko kepada Sara, melihatnya saja sudah jijik, apalagi dengan senyum khasnya itu, membuat Ningguang semakin membenci Yae Miko.

APAKAH ADA PERMINTAAN TERAKHIR SEBELUM PENGHUKUMAN?

“ADA!” jawab Itto lantang.

“BUKA KAIN PENUTUP INI, BANGSAT! GUE MAU LIHAT SAMA APA GUE MATINYA!”

Salah satu petugas berlari tergesa-gesa dan membuka kain penutup Itto setelah mendapatkan persetujuan dari sang algojo.

“Sara sudah bersama kalian?” tanya Raiden Shogun pelan.

“Sudah, jangan pernah hubungi dia lagi. Dia adalah bagian dari kami sekarang.”

“Hahaha, keluarga penampungan ceritanya, nih?” sindir Yae Miko yang sengaja membesarkan suaranya.

Ningguang tak membalasnya, tangannya dipegang erat oleh Albedo yang berusaha menenangkan sang ibu.

APAKAH ADA KALIMAT TERAKHIR SEBELUM PENGHUKUMAN?

“ADA!” jawab Itto lagi.

“ARATAKI ITTO TIDAK AKAN MATI SEMUDAH ITU! ARATAKI ITTO AKAN SELALU ADA DI SISI KALIAN!”

DOR! DOR! DOR!

3 besi panas berhasil melubangi tengkorak Itto, tubuhnya yang besar dan tegap kini sudah terjatuh ke tanah, tak bergerak sedikit pun.

“Ingat Ningguang, semua pasti tahu ini, 'Penderitaan—'”

“Penderitaan adalah makanan bagi jiwa. Ya, saya tahu. Itu adalah ajaran Madame Ping, bukan Celestia. Makanan untuk jiwa kalian akan tiba suatu saat nanti, ingat saja itu.” ujar Ningguang kepada Raiden Shogun dan pergi meninggalkannya bersama Albedo.

Itto, titipkan salam dan permintaan maaf Mamah ke Ei, ya.

-to be continued

You Keep Me Alive

cw, au // chapter 11.2 (Saat Terakhir) trigger: slightly nsfw

Duduk berdua di ruangan yang luas, namun rasanya seperti tercekik oleh rasa canggung, pernah seperti itu? Ya, ini yang sedang dirasakan oleh Kazuha dan Yoimiya. Setelah Kazuha tiba di rumah Yoimiya, mereka tak banyak bicara, Kazuha hnaya melakukan apa yang harus ia lakukan selama menjaga Yoimiya agar tidak melakukan hal-hal aneh (lagi).

Yoimiya duduk di atas sofa sambil memeluk kedua kakinya dan berbalutkan selimut hangat bercorak kembang api, sementara Kazuha duduk di lantai kayu sambil membaca buku pelajarannya.

Awkward banget, gue harus ngapain, ya?

“Juu?” sapa Yoimiya memecahkan suasana.

“Hmm?” balas Kazuha, ia bahkan tak menoleh ke arah Yoimiya.

“Tambah minum...” kata Yoimiya mencari-cari alasan.

“Habisin dulu, nanti gue tambahin.”

GOBLOKKKK!

Teh hangat yang dibuatkan oleh Kazuha bahkan belum tersentuh sama sekali oleh Yoimiya, ia tak tahu harus menaruh mukanya di mana karena malu yang tak terelakkan lagi ini.

“Ya udah. Ntar gue abisin. Btw, Ju? Gue boleh nanya?”

Kali ini Kazuha menoleh ke Yoimiya setelah menutup buku pelajarannya. Ia hanya menaikkan alisnya tanda untuk Yoimiya agar segera bertanya.

“Kenapa lo masih care banget sama gue sampai segininya?”

“Kenapa? Hmm.” pikir Kazuha sembari memegang dagunya.

Yoimiya hanya memandangi wajah Kazuha diam-diam, di saat lelaki itu tak menatapnya, gadis itu selalu mencuri-curi kesempatan untuk memandangi mantan kekasihnya tersebut. Hanya saja anehnya semakin ia memandangi Kazuha, semakin ia paham bahwa—

“Gak ada alasan khusus, sih. Cuma rasanya gue ngelakuin ini karena gue harus lakuin semuanya untuk lo. Lo paham gak, sih, perasaan kayak gitu?” lanjut Kazuha setelah berpikir panjang.

Yoimiya tersenyum tipis setelah mendengar jawaban Kazuha.

“Oh, gitu.” jawab Yoimiya singkat.

“Kenapa lo nanya gitu?”

“Gapapa. Eh, gimana kabar Mba Bei?” tanya Yoimiya mengalihkan perhatian.

“Gak tahu, setahu gue Mba Beidou udah berlayar deh. Kalau belum berarti masih di Liyue.” jawab Kazuha. Ia paham kalau Yoimiya bermaksud untuk mengalihkan pembicaraan. Hanya saja anehnya semakin ia memandangi Yoimiya, semakin ia paham bahwa—

“Eh, masak ramen, yuk! Gue laper! Bikin dua bungkus aja.” ajak Yoimiya setelah puas mengulat di dalam selimutnya dan menarik lengan Kazuha mengajaknya untuk masak di dapur.

Miya...

**

Jean duduk di ruang besuk nomor 4, ruangan yang selalu menjadi tempat orang luar untuk membesuk Itto. Ia hanya diberikan waktu sekitar 15 menit, entah mengapa kaki Jean membawanya ke sini, padahal ia dulu tidak menyukai Itto karena dia kadang merebut gelarnya sebagai siswa berprestasi di sekolah.

“Jean?” sahut Itto terheran melihat teman sekolahnya datang membesuk.

“Ah... Itto.”

Mereka saling tatap, namun tidak ada yang memulai pembicaraan, rasanya sangat aneh mengingat mereka adalah teman lama yang baru saja dipertemukan kembali.

“Apa kabar lo?” tanya Itto tersenyum.

“Tch. Gue baik, seharusnya gue yang nanya ke lo. Udah siap lo?” ledek Jean.

Setelah Itto membuka pembicaraan, rantai kecanggungan itu hancur begitu saja, mereka kembali berinteraksi bak saudara yang sengaja dipisahkan namun tak sengaja dipertemukan.

“Hahaha! Masih suka nyindir lo, ya! Udah gede padahal.” balas Itto tak mau kalah.

“Gue ke sini cuma mau ngelihat lo aja, To. Kita gak tahu hasil sidang nanti apa, ya, kan?”

Itto mengangguk setuju.

“Sehebat apa pun si Yanfei, karena gue udah ngebunuh mereka di kandang mereka sendiri, berarti mau gak mau gue harus terima sanksinya.” balas Itto sambil manggut-manggut.

Jean terkekeh mendengar jawaban Itto, sejak pertama kali ia menemani Itto yang di penjara karena mengamuk setelah gagal mendapatkan gelar siswa terbaik saat kelulusan dulu, nama Yanfei sering kali didengar oleh Jean. Mungkin itu juga yang menjadi alasan Jean untuk merelakan perasaannya tak dibalas oleh Itto.

“Pokoknya, walaupun di dunia kita sekarang ini gue mati, percaya sama gue kalau gue akan terus hidup di hati kalian.” lanjut Itto dengan wajah seriusnya.

“Gue percaya.” jawab Jean tersenyum.

“Permisi~ gue disuruh masuk sendiri sama petugas yang jaga di luar. Waktu lo udah habis Jean.” sahut Beidou dari balik pintu.

“Beidou?” ujar Jean tak percaya, ia kembali mendengar suara teman satu akademi lamanya.

Beidou masuk ke dalam ruangan dan memeluk Jean yang sudah rindu bukan main padanya. Mereka pernah satu kamar saat menjalani akademi jika ingin menjadi pegawai negeri di Teyvat, namun Beidou gagal tes akhir karena kadar alkohol dalam tubuhnya sangat tinggi saat itu. Jika ada orang yang harus disalahkan, Itto adalah orangnya. Mereka berdua lomba meminum alkohol paling banyak dalam satu malam, tentu perlombaan itu dimenangi oleh Beidou yang berhasil menghabiskan 62 botol, sementara Itto hanya sanggup menghabiskan 45 botol. Padahal Beidou bisa berhenti di botol ke-46, namun karena ia sudah terlanjur mabuk dan eye patch miliknya sudah ia lepas, tak ada yang tak mungkin baginya. Karena itu Beidou gagal akademi, begitu juga dengan Itto, itu yang membuat Ningguang sangat membenci Beidou sampai sekarang.

“Lo mau ikut sekalian? Gapapa lho.” ajak Beidou setelah duduk di kursinya.

“Udah 15 menit, ya? Gak kerasa banget.” ujar Jean memperhatikan jam tangannya.

“Gue gak bisa, akhir pekan ini gue mau pindah ke Teapod. Jadi harus siap-siap dulu.” lanjut Jean kepada Beidou dan Itto.

“Anjay! Tetanggan kita ntar!” seru Itto antusias.

“Iya, tetanggaan kalau lo masih hidup! Ini cowok gak ada takutnya sama mati apa, ya?” sindir Jean sambil menggelengkan kepalanya heran.

“Ya, maaf.” balas Itto sambil tertawa terbahak-bahak.

“Ya udah, gue balik dulu. Kapan-kapan kita nongkrong kali, Bei!” ajak Jean yang mencolek bahu Beidou.

“Gas aja, gara-gara bocah bagong ini gue belum bisa berlayar dalam waktu 2 bulanan ini. Selama itu gue bebas. House warming party lo aja ntar, gue pasti datang!”

Jean mengangguk setuju, ia menjabat tangan Beidou dan pamit kepada mereka berdua yang tersisa dalam ruangan itu.

“Itto...”

“Kenapa?”

“Emang harus lo bunuh juga itu aparat?”

Itto menopang dagunya, ia tak sengaja menatap dada Beidou yang perempuan itu busungkan karena duduknya yang tegak.

“Mata gue di atas, Anjing.” kata Beidou sambil tersenyum.

“Gak sengaja, Tot.” balas Itto terkekeh melihat senyum Beidou.

“Ya, begitulah. Waktu itu gue udah gak bisa berpikir jernih lagi.” lanjut Itto.

“Itu baru Itto yang gue kenal.”

Mereka berdua tertawa, entah apa yang membuat mereka mudah untuk tertawa saat ini. Namun ini adalah cara terbaik untuk melepaskan seluruh pikiran yang tak sempat terucap.

“Lo yakin, gue juga yakin. Pengacara tolol itu juga yakin, kalau hukuman mati itu yang paling tepat untuk lo, kan?” kata Beidou sambil mengikat rambutnya yang sudah tak beraturan lagi.

“Ya, benar.”

“Gue masih ingat sama apa yang lo bilang dulu waktu kita masih di akademi.”

Itto menarik kursinya dan meluruskan duduknya.

“Oh, ya? Gue ngomong apa? Banyak yang gue bilang sama lo.”

“Karena sejatinya tunangan hidup adalah mati.”

Itto terkejut mendengar jawaban Beidou, kalimat itu sering menghantuinya beberapa tahun ini, apalagi semenjak kematian Ei, kalimat itu kembali menyerangnya dari sisi yang tak ia duga.

“Bentar lagi lo udah mau menikah, dong, ya?” ledek Beidou sambil tertawa.

Itto tiba-tiba membeku, ia bahkan tak tahu harus menjawab apa, kalimat yang sebenarnya ia coba lupakan itu kembali datang, dan benar, dari sisi yang tak ia duga.

“To?” sahut Beidou heran.

“Mending lo keluar sekarang dari pada lo juga menikah hari ini.” kata Itto dengan suara berat dan tatapan tajamnya.

Beidou merasakan aura yang dipancarkan oleh Itto sangat berbeda dari biasanya. Ini adalah sisi lain dari Itto yang sama sekali belum pernah diketahui oleh Beidou.

Auranya sama persis seperti Pak Zhongli. pikir Beidou dalam hati.

“Baik. Saya pergi dulu.” kata Beidou penuh kecanggungan.

Setelah Beidou keluar dari ruang besuk Itto, ia kembali mengacak-acak rambutnya karena merasa bodoh telah berbicara formal dengan Itto.

GOBLOOOKKKK!

**

Raiden Shogun telah mengetuk beberapa kali pintu kamar Sara, namun tak ada balasan dari dalam. Kecurigaan Raiden kepada Sara semakin meningkat setelah ia melarang gadis itu untuk tidak bertemu dengan Itto sampai sidang penjatuhan vonisnya diumumkan.

“Sara?” panggil Raiden dari luar kamar Sara.

Raiden membuka pintu kamar Sara dan tidak menemukan siapa pun di sana. Ruangannya tertata sangat rapi, namun ada satu pucuk surat yang ditinggalkan Sara di atas kasurnya.

Kak Raiden dan Mba Miko, maafkan Sara. Sara harus menemani Kak Itto di saat terakhirnya, walaupun ini berarti hubungan Sara dengan Euthymia harus berakhir karena Sara sudah terus menerus melanggar perintah dari Kak Raiden. Sara akan terima seluruh konsekuensi yang ada. Setelah Kak Itto menerima hukumannya, Sara akan mencari tempat tinggal yang baru, dan tentunya tidak akan mengusik hidup Kak Raiden dan petinggi Euthymia lainnya. Sara tidak akan melupakan semua perjuangan dan kasih sayang yang diberikan oleh Kak Raiden dan Kak Ei. Hanya saja, ini adalah jalan yang Sara pilih. Sara tidak tahu titik akhir dari jalan yang sudah Sara ambil, namun Sara tidak menyesal setelah berada di jalur yang penuh dengan terjal dan rintangan yang telah Sara tempuh.

Salam sayang dan penuh cinta, Kujou Sara

Raiden langsung merobek surat perpisahan yang dituliskan oleh Sara, meremasnya hingga menjadi gumpalan bola kertas lalu melemparkannya ke perapian.

“Belajar dari mana anak ini bikin surat receh seperti ini?!” suara pekikan Raiden mengisi seluruh ruangan pengurus Euthymia.

Raiden mengambil ponselnya dan menelepon Yae Miko.

Halo?

“Miko, cari Sara sekarang juga! Kalau sampai dia melawan perintahmu kali ini, POTONG SAJA KAKINYA!”

You Keep Me Alive

cw, au // chapter 11.1 (Saat Terakhir)

Aether langsung membelakangi Lumine, ia masih tak bisa menerima kenyataan bahwa Xiao memiliki perasaan kepada adiknya itu.

“Xiao, maksud lo apa?” tanya Aether.

Xiao mendongak ke arah Aether, mengingat postur tubuh Xiao yang sedikit lebih pendek dari abangnya Lumine.

“Dari awal gue udah suka sama Lumine, dari awal kalian berdua masuk.” jawab Xiao datar. Sekarang Xiao sudah nothing to lose, ia tak peduli dengan perasaannya yang ditolak atau diterima, sebenarnya ia hanya ingin mengungkapkan perasaannya.

Aether langsung menarik lengan Lumine dan pergi meninggalkan mereka.

“Ae! Tunggu!” seru Keqing yang seperti terlupakan karena Aether yang sudah tersulut emosi.

Ajax hanya menepuk pundak Xiao lalu berjalan menyusul si kembar.

Kini Xiao seorang diri, bingung karena apa yang dipikirkan di dalam kepalanya, berbanding terbalik dengan apa yang sekarang sedang ia alami.

Kenapa jadi begini?

Ganyu mendekati Xiao perlahan, gadis itu jelas tahu kalau perasaan adiknya sudah ditolak, walaupun ditolaknya oleh kembarannya sendiri.

“Cho~” peluk Ganyu sembari menenangkan adiknya dari belakang.

Xiao tak bergeming, namun isak tangisnya terdengar pelan.

“Patah hati adalah hal yang akan terus kita rasakan, Cho. Jadi tetaplah tegar, ini bukan apa-apa, Sayang.” lanjut Ganyu yang sudah berada di samping Xiao, merangkulnya dan berjalan keluar dari IGD.

Adeptus Cousin pergi meninggalkan IGD, di depan pintu masuk, mereka pamit dengan Sucrose yang baru saja datang dari taman setelah berbicara dengan Sara. Sucrose datang menjemput Noelle dan Gorou yang ternyata sedang berada di depan ruangan di mana tempat Zhongli dirawat pasca operasi.

“Hei, kita pulang dulu, yuk. Istirahat. Mamah yang suruh.” ajak Sucrose memegangi kedua tangan calon iparnya.

Mata Noelle masih sembab, sementara Gorou masih membisu dari tadi. Sucrose hanya tersenyum saat itu, melihat ketegaran mereka berdua justru membuat wanita itu kagum, kekhawatiran mereka kepada ayahnya sangatlah besar. Namun, mereka belum sadar bahwa akan ada kabar yang lebih besar lagi sedang menanti mereka.

**

Sara tiba di depan kantor polisi, ia melewati Eula begitu saja padahal gadis itu sudah dipanggil berkali-kali oleh Eula.

“Saya mau ke selnya Arataki Itto.” ujar Sara dengan nafas yang terengah-engah.

Eula berdiri tepat di samping Sara, walaupun jengkel, ia tetap mengerti bagaimana perasaan gadis bersurai ungu itu.

“Saya bersama anak ini, silakan diantar ke selnya.” kata Eula menunjuk ke Sara.

Sara menoleh ke arah Eula, ternyata ia tak memperhatikan keadaan sekitar lagi karena sudah panik mendengar bahwa Itto akan divonis mati.

“Maafkan saya, Mba!” seru gadis itu menunduk berkali-kali.

Eula menahan tubuh Sara, mengangkat dagunya dan menatap matanya.

“Tenangkan diri kamu, cuci muka lalu temui Itto setelahnya.”

Sara mengangguk dan pergi menuju toilet untuk menenangkan dirinya.

Teppei datang dari luar kantor sambil membawa berkas yang diinginkan oleh Eula, pria itu selalu jadi suruhan Eula walaupun sebenarnya berbeda tupoksi.

“Terima kasih, Teppei.” ucap Eula singkat dan langsung meninggalkan pria yang masih kehabisan nafas karena buru-buru itu.

Peran gue di sini cuma jadi pembantu apa, ya? gumam Teppei dari dalam hatinya.

**

Sara tiba di depan sel Itto, ada Albedo di sana. Yanfei sudah meninggalkan mereka beberapa saat yang lalu, tugasnya hanya memberitahu jenis hukuman yang akan dijatuhkan kepada Itto.

“Kak Itto...” kelu Sara.

Itto hanya tersenyum menatapnya, seperti sudah menduga bahwa gadis yang sangat menggilainya itu akan menemaninya di saat-saat terakhirnya.

“Gue pergi dulu.” ujar Albedo meninggalkan mereka berdua.

“Hati-hati.”

Itto beranjak dari kursi kayu di dalam sel, mendekat ke besi pembatas antara dirinya dengan Sara.

Sara yang tak tahu harus berbuat apa, tiba-tiba duduk bersimpuh di depan lelaki yang sangat ia cintai itu.

“Kak Itto...” ujar Sara, sekali lagi.

Tangan bocah raksasa itu keluar dari jeruji besi nan dingin, mengelus lembut rambut Sara.

“Terima kasih, udah menyempatkan diri untuk mampir ke sini.”

Air mata Sara menetes dengan sendirinya, ia merasa bahwa ini memang benar-benar saat terakhirnya bersama Itto.

“Apa memang hukuman mati, Kak?” tanya Sara, namun tidak kuat melihat wajah Itto.

Itto mengambil wajah Sara dan memaksanya untuk menatap mata sang iblis.

“Kalau mau ngomong tatap mata gue!” ujar Itto keras.

Sara menangis, gadis itu bingung harus berbuat apalagi. Membebaskannya dengan cara memohon kepada hakim jelas tidak mungkin, membuka paksa jeruji besi dan kabur setelahnya juga tidak mungkin, walaupun bisa dilakukan. Ia hanya ingin bersama Itto, tak ada yang mengganggu, berdua selamanya.

“Sara takut!” pekik Sara.

Itto menyeringai melihat raut wajah gadis mungil itu, wajahnya saja sama dengan satu genggaman tangannya.

“Gak ada yang perlu ditakutkan, apa pun yang gue lakukan itu adalah perintah dari Madame Ping. Lo sendiri tahu akan hal itu, ya, kan?”

Sara mengangguk. Sara, Raiden Shogun, Raiden Ei, Zhongli dan Itto ada di tempat saat Ei dibunuh oleh Zhongli. Kala itu Sara masih berusia 12 tahun, ia mengingat jelas peristiwa pembunuhan itu, walaupun memang sudah disetujui, gadis itu tak pernah ikhlas ditinggalkan oleh kakaknya untuk selama-lamanya. Kini, Sara harus kembali mengikhlaskan orang yang ia sayangi untuk kedua kalinya.

“Banyak yang gue titipkan untuk lo. Jadi setelah gue pergi, semua tetap akan baik-baik saja.” lanjut Itto yang justru membuat Sara heran.

“Ta-tapi—”

Itto menutup mulut Sara dengan menguncupkan tangannya, saking jengkelnya Sara memberontak berkali-kali namun tenaga iblis itu tak ada tandingannya.

Setelah Itto melepaskan Sara, ia tertawa terbahak-bahak melihat bibir gadis itu bengkak karena kuatnya tenaga Itto.

“Rese lo!” maki Sara tak henti-henti.

“Kalau lo udah balik normal gini gue jadi lega.” balas Itto yang masih tertawa mengejek Sara.

Yae Miko tiba di selnya Itto, keberadaannya tidak diketahui oleh Itto dan Sara. Kedatangannya hanyalah untuk menjemput Sara atas perintah Raiden Shogun.

“Ayo, pulang.” kata Yae Miko dengan senyum khasnya.

Sara tak bisa membantahnya, gadis itu langsung beranjak walaupun rasa sakit di bibirnya masih sangat terasa.

“Jaga Sara baik-baik, Yae Miko.” ujar Itto dengan nada sedikit keras.

Yae Miko tak memedulikan omongan Itto, Sara menoleh beberapa kali ke bocah raksasa itu sebelum benar-benar pergi meninggalkannya.

You Keep Me Alive

cw, au // chapter 11 (Saat Terakhir)

Dokter yang mengoperasi keluar dari ruangan operasi, Ningguang ditemani oleh Sucrose dan Sara langsung menghampiri sang dokter yang tubuhnya masih basah dengan keringat setelah 8 jam lebih berjibaku untuk menyelamatkan seseorang.

“Bagaimana suami saya, Dok?” tanya Ningguang khawatir.

Sang dokter tersenyum, ia menepuk lembut bahu Ningguang.

“Operasinya berjalan dengan lancar, Bu. Pak Zhongli harus istirahat lebih, dan saya minta hanya Ibu saja yang menemani beliau, ya, Bu.” jawab sang dokter.

Ningguang menghela nafasnya, setidaknya ada kabar baik untuknya sore ini.

“Sucrose, kamu pulang saja sama Noelle dan Gorou, ya, Sayang. Istirahat dulu, besok aja ke sini lagi.” ujar Ningguang dengan senyum yang akhirnya tampak di wajahnya.

Sucrose sedang menyimpan rahasia terbesar yang tak boleh diketahui oleh Ningguang, baru saja Albedo meneleponnya dan mengatakan bahwa kemungkinan Itto akan diberikan hukuman mati saat sidang di pengadilan nanti.

“Baik, Mah.” jawab Sucrose lesu.

Sara yang menyadari sesuatu langsung menghampiri Sucrose yang hendak menjemput Noelle dan Gorou di kafetaria.

“Ada apa, Kak?” tanya Sara heran.

Sucrose hanya menggeleng, ia juga tahu kalau Sara adalah orang yang akan histeris jika mendengarkan kabar buruk ini.

“Enggak apa-apa.” jawab Sucrose dengan senyum tipisnya.

Sara menahan Sucrose yang hendak menuju kafetaria, wajahnya serius, Sucrose tentu tahu cepat atau lambat semuanya akan terungkap.

“Ada apa, Kak?” tanya Sara sekali lagi.

Sucrose mengajak Sara keluar dari IGD untuk berbicara dengannya empat mata.

Sesampainya di taman, Sucrose menyuruh Sara duduk di salah satu bangku taman dengan pemandangan yang sangat indah dan rerumputan hijau yang tentu memanjakan mata.

“Bang Itto...” ujar Sucrose pelan.

Ia menatap netra milik Sara, Sucrose benar-benar tak tega untuk menceritakan yang sebenarnya kepada gadis berusia 18 tahun itu.

“Kak Itto kenapa, Kak?” tanya Sara terbata-bata karena khawatir.

“Dia membunuh dua orang aparat kepolisian.”

Sara terkejut mendengar cerita Sucrose, namun ia memilih untuk tidak percaya walaupun sebenarnya ia pasti tahu kalau Itto bisa saja melakukan hal semudah itu.

“Kenapa Kak Itto membunuh mereka, Kak?”

“Pelaku yang menabrak mobil Ayah Zhongli sudah terungkap, oleh Itto sendiri. Ia menebas kepala pelaku dan membawanya ke kantor polisi.” jawab Sucrose.

Tak terasa, sembari mendengarkan cerita Sucrose, air mata Sara mengalir deras begitu saja. Sara masih tak bersuara, ia benar-benar syok dengan apa yang diceritakan oleh Sucrose.

“K..ak?” gumam Sara pelan.

Sucrose hanya mengangguk pelan, mata perempuan itu juga ikut berair melihat reaksi Sara.

Sara langsung berdiri dari bangku taman itu dan berlari menuju halte bus. Ia sudah tidak peduli lagi dengan Sucrose yang terus memanggilnya untuk berhenti, tak mungkin ibu hamil itu mengejar Sara seorang diri.

Kak Itto, kamu kenapa harus begini?

**

Aether dan Keqing turun dari rooftop, mereka bergandengan tangan dengan mesra. Keqing tak berhenti memandangi lelaki yang kini sudah menjadi kekasihnya. Masih tak percaya, ia sampai mencubit-cubit pelan pipinya tanpa Aether ketahui.

“Ini beneran, Kak.” ujar Aether yang ternyata melihat semua kelakuan Keqing dan menahan tawa dari tadi.

“Ihh! Rese!” balas Keqing sambil membuang wajah, namun senyumnya tak bisa ia sembunyikan lagi. Gadis itu adalah gadis paling bahagia di dunia saat ini.

Ajax dan Lumine yang masih duduk di kafetaria sontak berdiri dan meledek pasangan yang baru jadian itu.

“Pajak, dong! Pajak!” ledek Lumine menyenggol Aether.

Ajax hanya tersenyum ke arah Keqing, lelaki itu tak berharap apa pun kecuali yang terbaik untuk mereka berdua.

“Selamat, Qing.” ujar Ajax sambil memberikan tangannya.

Keqing menjabat tangan Ajax dengan kuat, kisah mereka sudah berakhir 2 tahun yang lalu. Kini mereka adalah sahabat yang harus menyemangati satu sama lain.

“Awas kalau kalian sering berantem! Ther, ini cewek hobi banget ngajak—”

Belum selesai Ajax berbicara, mulutnya sudah ditutupi oleh Keqing yang kesal karena aibnya diumbar begitu saja oleh Ajax.

Melihat kelakukan dua sahabat itu, Lumine membisikkan sesuatu pada Aether.

“Langgeng, ya, Bang.”

Aether menoleh ke arah Lumine dan tersenyum, ia memeluk adiknya itu erat-erat.

“Gue gak bakal ninggalin lo, gue janji.” bisik Aether sambil mencium pucuk kepala Lumine.

Mereka berdua tertawa melihat Ajax dan Keqing masih adu mulut sampai sekarang. Aneh, namun hal sekecil itu bisa menghibur di kala suasana sedang runyam.

Xiao melihat mereka berempat dari lorong masuk IGD, ia menunggu Ganyu yang sedang berada di toilet.

Hmm, kapan lo bisa jadi milik gue?

Ganyu mengejutkan Xiao yang sedang termenung.

“HAYO! Liatin siapa?!”

Xiao kaget bukan main saat dikejutkan oleh Ganyu.

“ASTAGA, KAK!” untung saja bukan umpatan yang keluar dari mulutnya.

Ganyu melihat ke arah Lumine dan tersenyum.

“Kejar, dong. Jangan diliatin dari jauh aja.” Ganyu menggandeng tangan Xiao dan menyenderkan kepalanya di pundak adiknya itu.

“Gue masih bingung.” jawab Xiao dengan kepala miringnya.

“Kak Ayu tahu gimana caranya supaya Cho-cho gak bingung lagi.”

Xiao menghentikan langkahnya, Ganyu terkekeh melihat sikap adiknya yang menggemaskan itu.

“Kamu tarik nafas dalam-dalam, pejamkan mata kamu.”

Xiao menarik nafasnya dalam-dalam sembari menutup matanya perlahan.

“Hitung sampai 3.”

Satu.. dua.. tiga..

“Sekarang buka matamu dan kejar Lumine.” suruh Ganyu yang sudah berada di belakang Xiao dan mendorongnya menuju Lumine.

Energi yang diberikan oleh Ganyu lebih dari cukup untuk membuat Xiao berlari menghampiri Lumine yang masih asik bersandar di bahu Aether.

“LUMINE!” sapa Xiao sedikit keras.

“Ah! Xiao? Bikin kaget aja.” balas Lumine yang memang benaran kaget.

“Gue suka sama lo!” kata Xiao lantang.

Ekspresi wajah si kembar sudah tak terkondisikan lagi saat itu, mereka kaget dan syok mendengar seorang lone wolf seperti Xiao tiba-tiba datang dan mengungkapkan perasaannya, di depan saudaranya sendiri pula.

“HAH?!” bentak Aether tak terima.

**

Zhongli terbangun dari tidur panjangnya, melihat sekelilingnya namun tak ada siapa pun.

“Zhongli,” ujar seseorang dari belakang.

Zhongli menoleh ke belakang dan mendapati Ei yang sedang duduk bersimpuh sambil tersenyum.

“Kita bertemu lagi.” lanjut Ei sambil tersenyum.

Zhongli memutar badannya dan duduk di depan Ei.

Seketika secangkir teh hangat muncul di hadapan mereka berdua.

“Silakan diminum.” ujar Ei sambil mengangkat cangkir tehnya.

Setelah mereka berdua meminum teh entah buatan siapa itu, Zhongli mulai memperbaiki duduknya dan menyilangkan kedua tangannya di dada.

“Apa tugas saya sudah selesai, Ei?” tanya Zhongli.

Ei menggelengkan kepalanya.

“Belum saatnya. Aku hanya ingin bertemu denganmu walaupun sebentar.”

Zhongli terkekeh melihat raut wajah Ei yang masih sama seperti ingatannya.

“Kamu tidak berubah, ya.” kata Zhongli sembari mengangkat kembali cangkir tehnya.

Ei tidak membalas perkataan Zhongli, wanita itu sibuk memandangi langit putih yang mengelilingi mereka dengan anggun.

“Madame Ping apa kabar?”

Zhongli tersenyum, meletakkan cangkir tehnya dan meletakkan kedua tangannya di pahanya.

“Beliau baik-baik saja. Sebenarnya sampai saat ini saya masih enggak nyangka, Ei.” ujar Zhongli mengernyitkan alisnya.

“Oh, ya? Kenapa begitu?”

“Saya sulit untuk menjelaskan kepada Yae Miko kenapa saya harus membunuh kamu.”

Kini Ei tertawa mendengar perkataan Zhongli, ia jelas merindukan sepupunya yang sangat bawel ketika membahas sejarah tentang keluarga Geo yang selalu bermusuhan dengan Euthymia.

“Saya hanya bilang Celestia yang menyuruh saya untuk membunuh kamu.” jawab Zhongli sambil tertawa.

“Padahal, kamu adalah Celestia itu sendiri.”

You Keep Me Alive

cw, au // ending chapter 10 (Rise and Shine!)

Gue berangkat ke rumah lo. ujar Kazuha dari teleponnya.

Yoimiya langsung menari kegirangan setelah mendapatkan kabar bahwa mantan kekasihnya akan datang jauh-jauh dari Mondstadt menuju Inazuma.

Gadis itu membuka lacinya, mengambil seluruh stok obat-obatan terlarangnya dan membuangnya di tempat sampah.

“Gue janji, bakal hidup lebih sehat apa pun yang terjadi.” gumam Yoimiya pelan sambil membersihkan kamarnya.

Yoimiya menghapus papan tulis kecil yang tergantung di sudut kamarnya.

RISE AND SHINE! YOU'RE BETTER THAN YOUR THOUGHT

Walaupun di akhir cerita, aku tidak bersamamu, tak pernah menjadi masalah bagiku, karena selama kamu ada dan bahagia, aku akan ikut bahagia.

Teruslah bahagia dengan/tanpaku.

**

Keqing tak melepaskan pelukannya dari Aether, ia malu sudah sangat agresif mencium bibir lelaki yang ia sukai itu.

“Kak?” tanya Aether bingung, Keqing tetap tak menjawabnya.

“Boleh aku ngomong? Tapi posisinya harus seperti ini.” tanya Keqing pelan.

Aether hanya mengangguk, gadis itu merasakan dagu Aether di pundak bagian kirinya.

“Kamu pasti tahu, kan? Kalau aku suka sama kamu?”

Aether kembali mengangguk.

“Kamu risih, gak? Kalau kadang aku terlalu agresif gini?”

Aether mengangguk sekali lagi.

Beneran risih, dong. gumam Keqing dalam hati.

“Jangan ngangguk terus, ya, kalau bukan itu jawabannya.”

Aether kembali mengangguk.

“Ihhhh!”

“Katanya boleh kalau itu jawabannya.” balas Aether sambil tertawa.

“Oke kalau begitu, kamu suka juga, kah? Sama aku?”

Kali ini Aether tidak mengangguk, jantung Keqing berdebar hebat menunggu jawaban dari Aether, namun jawabannya tak kunjung terdengar di telinga gadis itu.

“Enggak, ya?” gumam Keqing pelan.

“SSTTT!” potong Aether.

“Aku lagi ngerasain detak jantung kamu.” jawab Aether sambil melepaskan pelukannya dari Keqing.

Lelaki berambut pirang itu menatap netra berwarna ungu milik Keqing.

“Ini jawabanku.”

Aether kembali mengecup bibir Keqing dengan lembut. Mata Keqing terbelalak karena serangan dadakan dari Aether, jantungnya semakin berdebar kencang. Euforia ini tak akan pernah ia lupakan selama-lamanya. Gadis itu berharap momen ini bisa sejenak menghentikan waktu, biarkan dunia ini hanya jadi milik mereka saja.

Aether melepaskan ciumannya, deru nafasnya terasa hangat di bibir Keqing.

“Ae...” kata Keqing sambil mengatur nafasnya.

“Aku sayang sama kamu.”

Bibir mereka kembali bertemu, mereka berdua bahkan tak tahu, ke mana ciuman ini akan membawa mereka, ke langit ketujuh, kah? Ke surga yang paling indah, kah? Siapa yang peduli, selama mereka bersama, semua akan baik-baik saja pikirnya.

**

Albedo kini tepat berada di depan sel Itto, bocah raksasa itu tak menunjukkan sedikit pun penyesalan di wajahnya.

“Bang, lo mau sampai kapan begini terus?” tanya sang adik yang masih meredam emosinya.

“Gue gak akan pernah berhenti sampai seluruh warga Teyvat selesai membenci keluarga kita, Al.” jawab Itto dengan suara yang berat.

Albedo terkejut mendengar jawaban abangnya, namun tetap saja raut wajah datarnya yang ia tunjukkan.

“Lo gak tau, kan? Selama ini gue keluyuran entah ke mana dan apa pekerjaan gue selama ini?”

Albedo menggeleng, ia hanya berasumsi bahwa Itto sedang menikmati hidupnya dengan bersenang-senang gak jelas.

“Setelah Ayah membunuh Ei, tugasnya—”

“Bentar! Ayah membunuh Ei?” tanya Albedo semakin terkejut.

“Ya, tidak ada yang tahu kecuali gue dan Ayah. Bahkan Mamah gak tahu tentang semua ini.”

Albedo mengusap-usap wajahnya karena syok dengan kebenaran yang baru saja ia dapatkan hari ini.

“Tugas terakhir Ayah adalah memutuskan garis keturunan Euthymia. Lo pasti tahu suku Euthymia di masa lalu itu gimana, kan?”

Albedo mengangguk pelan.

“Setelah Ei mati, tugasnya sebagai pelindung Teyvat sudah selesai. Dan sekarang adalah tugas gue untuk melindungi keluarga kita dari semua marabahaya yang ada di negeri ini.”

Itto mengepalkan tangannya, banyak hal buruk yang ia ingat saat kematian Ei.

“Dulu gue memang gak paham sama semua ini, kenapa kekasih gue harus mati, tapi akhirnya gue sadar, Al.” lanjut Itto.

“Sadar? Sadar kenapa?”

“Gue kan anak haram, anak hasil di luar pernikahan Ayah dan Mamah—”

“Gak ada istilah kayak gitu, Bodoh!” bentak Albedo kesal, ia berdiri dari kursinya.

“Lo bebas menyanggah gue semau lo. Ini, ya. Gue kasih tahu.”

“Gue sebagai anak haram, tugasnya untuk menjaga keluarga suci kita, dengan cara yang tidak baik tentunya, ini titah dari Madam Ping. Gue harus terima itu walaupun hati gue menolak semua ini berkali-kali.”

“Lo sebagai anak pertama secara tidak langsung, tugas lo itu menyeimbangkan kita semua. Gue beneran bersyukur sifat Mamah nurun semua ke lo.”

“Sikap lo sekarang ini apaan emang?” sanggah Albedo yang kesal jadi bahan perbandingan.

“Semua sikap dan sifat gue, adalah gabungan dari semua sikap dan sifat buruk Ayah dan Mamah.” jawab Itto.

“Bang, ini gak masuk akal. Gue dan Sucrose juga kayak Ayah dan Mamah, gue gak bisa terima sama omongan lo. Anak gue berhak punya kehidupan yang baru, kehidupan yang akan dia pilih sesuai kemauannya sendiri. Lo juga harusnya bisa seperti itu.” bantah Albedo keras.

“Dan yang terakhir, Noelle. Dia adalah mutiara keluarga kita. Noelle—”

“BANG!”

Albedo memegang besi pembatas antara mereka berdua.

“Lo jangan hidup kayak gini terus, tolong.” ujar Albedo sambil menekan gerahamnya saking geramnya ia pada Itto.

“Noelle harus dijaga, anak itu udah beberapa kali hampir mati karena jadi target orang. Dulu yang paling sering dijahilin si Noelle, kan?”

Albedo terdiam sejenak, menyetujui apa yang Itto bilang dalam diamnya.

“Lo ingat gak waktu jaman maba? Lo sempat dibully sama kating lo dan tiba-tiba dia udah hilang aja dari kampus?”

Albedo teringat akan hal itu, ini juga ada hubungannya dengan Sucrose yang saat itu sedang ia pandangi diam-diam.

“Lo apain dia?” tanya Albedo.

“Gue bales, 10 kali lipat dari apa yang dia lakuin ke lo. Pake acara ngikat lo di tiang bendera kampus lagi dulu.” ujar Itto bernostalgia sambil tertawa.

Albedo juga terkekeh mengingat masa-masa itu, namun hebatnya selalu ada Sucrose yang mondar-mandir namun takut ketahuan olehnya.

“10 kali lipat? Gimana emang?”

“Gue ikat dia di tiang besi, terus gue tancepin ke salah satu kapal unit si Beidou, gue hidupin mesinnya terus gue sangkutin tali gasnya, makanya sekarang dia hilang dari peradaban.”

Dua saudara itu tertawa terbahak-bahak setelahnya, tetap ada kehangatan di balik jeruji besi yang dingin sebagai pembatas antara keduanya. Kini Albedo sedikit paham dengan semua yang telah dilalui oleh Itto, walaupun hatinya tetap tak membenarkan pembunuhan sebagai jalan keluar dari suatu masalah, ia tak terlalu memedulikannya lagi, ia tahu bagaimana sang ayah di masa lalu, dan mungkin ini adalah jalan yang harus si sulung ambil untuk meneruskan perjalanan Zhongli sebagai pahlawan negara.

“Bang, hukuman lo bakal lebih berat dari sebelumnya.” ujar Albedo serius.

Itto tertawa mendengar ucapan Albedo.

“Gue tahu! Banyak yang nunggu gue di neraka pasti!” jawabnya sambil tertawa.

“Lo yakin? Ini jalan hidup lo?”

“Sejak gue dilahirkan, Boy. Kisah gue udah ditulis seperti itu. Makanya, lo sebagai pengganti gue nanti, jaga keluarga kita baik-baik dengan semua kemampuan lo.” ujar Itto yang sudah berkaca-kaca.

Melihat Itto berkaca-kaca, ikut memancing Albedo untuk mengeluarkan air matanya.

“Mungkin vonis mati yang bakal dijatuhkan ke gue nantinya.” ujar Itto tersenyum.

“Ya, benar.” potong Yanfei yang baru saja tiba di antara mereka.

“Sekuat apa pun gue membela lo nantinya, lo udah membunuh aparat, To.” lanjut Yanfei sambil memegang berita laporan pembunuhan yang dilakukan Itto satu jam yang lalu.

“Apa harus hukuman mati, Mba?” tanya Albedo khawatir.

“Ya, maksimal hukuman mati. Kalau penjara pasti seumur hidup. Sama aja kayak mati perlahan, kan?” jawab Yanfei tersenyum.

“Cih. Senyum lo itu, Fei.” kata Itto sambil tertawa.

“Sepupu mantan lo yang ngajarin gue jadi orang yang ngeselin.” balas Yanfei tak mau kalah.

Albedo heran melihat mereka masih bisa tertawa padahal akan ada hukuman besar yang akan menanti abangnya.

“Santai aja, Al. Hukuman mati gak akan ada rasanya lagi buat gue.”

“Udah berkali-kali gue coba untuk mati tapi gak bisa, dunia sedang bercanda sama gue.”

Albedo mengeluarkan air matanya untuk kesekian kalinya.

“Hidup gak akan sesuai sama apa yang lo mau, Al. Lo gak bisa menyelamatkan semuanya.”

“Walaupun nantinya gue gak ada di dunia ini, tapi gue akan tetap ada di hati kalian. Percaya sama gue.”

Itto berdiri dari duduknya, mengambil nafas dalam-dalam lalu berteriak dengan lantang.

“HUKUMAN MATI TAK AKAN BISA MEMBUNUH SEORANG ARATAKI ITTO!”

to be continued

You Keep Me Alive

cw, au // chapter 10.2 (Rise and Shine!) trigger: murder, violence, blood, harsh words

Yoimiya mondar-mandir di depan rumahnya, melihat layar ponselnya sambil menunggu balasan dari Kazuha. Perempuan itu sangat merindukan mantan kekasihnya, walaupun beribu kali disakiti dan beribu kali pula alasan yang selalu diberikan Kazuha, tak membuat rasa cinta Yoimiya luntur begitu saja.

“Apa gue harus chat lagi, ya?” kata Yoimiya kebingungan sendiri.

“Iya, sih. Chat terakhirnya saling bego-begoin satu sama lain.” lanjut Yoimiya.

Gadis itu membuka file trash yang ada di galerinya, mengembalikan foto-fotonya dengan Kazuha di masa lalu dari tong sampah virtual itu.

Jangan pergi lagi, Ju, please.

Rosaria berlari dari luar IGD karena tadi sedang merokok, ia langsung meminta Ningguang untuk membaca pesan dari Eula yang sedang berada di kantor polisi.

“APA?!” pekik Ningguang keras.

Namun sayang, ia tak bisa lagi mengendalikan tubuhnya, ia pun pingsan setelah memekik histeris barusan.

Albedo langsung menghampiri Rosaria dan Raiden Shogun, sementara Sucrose dan Sara mengamankan Ningguang yang sudah tak sadarkan diri.

“Itto di kantor polisi?” tanya Albedo dengan tegas.

Rosaria mengangguk, ia menelepon Eula dan memberikan ponselnya kepada Albedo.

Halo? Rosa?

“Ini Albedo, Mba.”

Al! Kamu bisa cepat ke sini? Itto sudah mengamuk di kantor polisi!

“Apa yang Itto lakukan, Mba?”

Itto—

Belum sempat Eula menyelesaikan omongannya, ponsel Albedo sudah diambil oleh Ningguang yang masih rela tak rela sebenarnya untuk pingsan.

“KENAPA ITTO?!” bentak Ningguang dari telepon.

Itto, membunuh orang, Bu.

Seketika Ningguang terdiam, namun ponsel Rosaria masih dipegang olehnya.

Dia membawa kepala orang yang menabrak mobil Pak Zhongli.

Setelah mendengar kabar dari Eula, Ningguang sontak histeris, wanita paruh baya itu menangis meronta-ronta karena sudah kehilangan akal sehatnya. Bagaimana tidak? Suaminya masih dioperasi, sementara anak sulungnya sibuk menambah masalah keluarga.

“Biar Al yang ke kantor polisi, Mba.” tutup Albedo singkat.

Ia menghampiri Sucrose dan pamit, sementara yang lainnya sibuk menenangkan Ningguang yang semakin menjadi-jadi.

Selama perjalanan menuju kantor polisi, Albedo tak berhenti memaki kakak pertamanya. Jujur, ia masih tak habis pikir karena tingkah Itto yang dianggap di luar batas wajah.

“Buat masalah aja lo, Bang! ANJING!” seru Albedo yang semakin menancap gasnya agar lebih cepat sampai ke kantor polisi.

Flashback Itto

“Gue mau beli bir dulu, lo jangan pergi. Gue belum mabuk.” ujar Beidou yang langsung meninggalkan Itto yang masih tertunduk lesu.

Walaupun ia mendengarkan perintah dari Beidou, ia tetap tak memedulikannya. Itto berjalan keluar dari Pelabuhan Liyue dengan tatapannya yang kosong.

Selama di mobil dalam perjalanan pulangnya, Itto hanya termenung. Ia sibuk membayangkan wajah manis Ei yang selalu ia berikan padanya.

Ei, aku harus apa?

Tiba-tiba terdengar suara tabrakan yang sangat keras tepat di depan mobilnya, namun ada yang janggal baginya, ia begitu mengenal mobil yang sudah terbakar dan hancur itu.

Itto keluar dari mobilnya, berlari menuju dua mobil yang sudah hancur karena beradu dari arah yang berlawanan.

“Ayah?”

Melihat Zhongli yang sudah tak sadarkan diri, Itto langsung menyelamatkan Zhongli dengan segala upayanya, ledakan-ledakan kecil di mobil ayahnya tak dipedulikan olehnya. Setelah ia berhasil mengeluarkan Zhongli yang sempat terhimpit karena kondisi mobilnya sudah terbalik, Itto menelepon kepolisian dan ambulan.

“CEPAT KE JEMBATAN PERBATASAN LIYUE!” teriak Itto lantang, tidak ada siapa-siapa di sana karena memang sudah tengah malam.

Belum sempat hilang akal, Itto mengenali plat mobil yang menabrak Zhongli dengan sengaja itu.

Bangsat, awas lo Fatui!

Itto berlari sekencang-kencangnya menuju markas Fatui, tak peduli dengan ayahnya yang sudah terkapar di jalan dan berada di ambang kematiannya.

DOBRAK

Itto menendang pintu markas Fatui yang berada di pesisir Liyue, Yaogoang Shoal.

“MANA YANG NABRAK AYAH GUE?!”

Orang-orang Fatui yang kebingungan tak sempat menjawab pertanyaan Itto yang sudah membabi buta menyerang mereka.

“GUE GAK TAU!”

“AMPUN!”

“JANGAN BUNUH KAMI!”

“AMPUN, ITTO!”

Itto tak memedulikan suara minta ampun kawanan Fatui itu, karena semakin ia mendengar kalimat pengampunan, maka semakin tinggi gairahnya untuk terus menyiksa mereka.

Beberapa saat kemudian, muncul satu orang Fatui yang nafasnya masih terengah-engah karena berlari.

“ANJIR! GUE DIKEJAR SAMA ITT—”

SLASH!

Belum selesai pemuda itu berbicara, kepalanya sudah melayang di udara beserta darah yang mencuat keluar dari lehernya.

Setelah kepala pemuda itu jatuh ke tanah, Itto langsung memijaknya berkali-kali saking emosinya, namun hebatnya kepala manusia itu tidak remuk oleh kakinya.

“Sini lo gue bawa ke neraka bareng gue.” ujar Itto dengan bengisnya.

**

Aether membuka pintu menuju rooftop, setelah ia sampai di sana, tidak ada siapa pun. Keqing katanya sedang menunggu, kini tidak terlihat sama sekali oleh Aether.

“Ke mana Kak Keqing?” gumam Aether pelan.

Tangan Aether dipegang oleh Keqing dari belakang, tubuhnya ikut berputar mengikuti porosnya, kini mata mereka saling bertatapan.

Keqing mengecup lembut bibir Aether, bibir lelaki itu terasa sangat manis baginya. Aether yang kaget dengan serangan tiba-tiba itu tak menunjukkan perlawanan pada Keqing, ia menutup matanya, mengikuti arus yang tak tahu akan membawa mereka ke mana.

You Keep Me Alive

cw, au // chapter 10.1 (Rise and Shine!) trigger: blood, murder, violence

Ruang tunggu IGD Mondstadt sudah dipenuhi oleh keluarga Geo, Adeptus Cousin, si kembar, Ajax, Kujou Sara, Rosaria dan Kazuha.

Noelle yang masih syok atas kejadian yang menimpa sang ayah masih belum bisa berhenti menangis.

Ningguang hanya termenung di pojok ruangan, ia sudah tak bisa menangis lagi, hatinya hancur berkeping-keping. Ia hanya menunggu kabar dari Yanfei tentang siapa yang menyebabkan kecelakaan sang suami.

“Bu..” sapa Rosaria yang sebenarnya bingung harus berbuat apa di situasi seperti ini.

Rosaria sengaja ditinggal Eula yang sedang pergi menuju kantor pusat karena merasa janggal dengan TKP kecelakaan Zhongli semalam yang sudah bersih tanpa garis polisi dan sisa-sisa kecelakaan.

Ningguang tidak menggubris Rosaria, bahkan ia tak mendengar perempuan itu menyapanya sama sekali.

“Noelle, lo yakin aja, ayah lo bakal baik-baik aja.” ujar Ajax berkali-kali sambil menepuk lembut punggung Noelle.

The Harbringers kini tiba di ruang tunggu IGD, Signora langsung menghampiri Ningguang dan menyadarkannya dari lamunannya, sementara Scaramouche masih mau tak mau berbicara dengan Ajax walaupun ia sudah berdiri tepat di samping abangnya.

“Bu, selama perjalanan saya berusaha mencari bukti tentang kecelakaan Pak Zhongli. Karena kami bekerja sama dengan Sangonomiya jadi saya sebenarnya juga memiliki akses di semua CCTV Teyvat.” ujar Signora.

Ningguang menoleh lemah ke arah Signora, matanya terlihat kosong. Ia tidak memiliki tenaga untuk berbicara.

Signora yang mengerti dengan kondisi Ningguang langsung mengambil ponselnya dan membuka suatu aplikasi.

“Saya hanya melihat Itto di sana, 15 menit setelah Pak Zhongli di evakuasi menuju IGD.”

Setelah mendengar nama si sulung, Ningguang langsung mengambil ponsel Signora dan memperhatikan dengan teliti setiap gerak-gerik Itto.

“Bukan, Bu. Bukan Itto yang menabrak Pak Zhongli.” ujar Signora yang takut terjadi kesalahpahaman.

“Bukan, saya tahu Itto bukan akar dari masalah ini.” jawab Ningguang pelan.

“Yang saya ingin lihat adalah apa yang terjadi setelah ini.”

**

Yanfei keluar dari salah satu gang kecil di daerah Liyue, berjalan menuju mobilnya sambil menggumamkan lagu-lagu dari mulutnya.

“Gila, anak kesayangan Ningguang ternyata malah nyerang pahlawan Teyvat, ya.”

Yae Miko berdiri di dekat gang kecil di mana tempat Yanfei keluar tadi. Yanfei tidak terlalu memperhatikan sekitarnya karena pikirannya disibukkan oleh sesuatu.

“Miko?” kata Yanfei heran.

Yae Miko berjalan menuju mobil Yanfei, wanita bersurai merah muda itu menatap Yanfei dalam-dalam.

“Lo pikir gue sengaja nabrak Pak Zhongli? Idiot banget.”

“Jelas-jelas gue bisa hidup sampai sekarang karena beliau.” lanjut Yanfei.

Yae Miko tetap tak melepaskan pandangannya, netra milik Yanfei sudah berputar-putar karena tak kuat ditatap oleh Yae Miko terus menerus.

“Terus kenapa ada penyokan di mobil lo?” tegas Yae Miko sambil menunjuk bekas penyokan mobil Yanfei.

Yanfei tidak terlihat panik sama sekali. Ia membuka tabletnya dan menunjukkan sesuatu pada Yae Miko.

“Kalau mobil yang nabrak ini adalah mobil gue, kenapa gue gak mati?”

Terlihat dari rekaman CCTV jalan, kondisi mobil yang menabrak mobilnya Zhongli lebih parah. Namun ada yang keluar dari mobil lalu berlari tunggang langgang menjauh dari tempat kejadian.

“Niat banget sampai pakai topeng.” gumam Yae Miko pelan.

“Gue sebenarnya curiga sama lo, karena lo sangat membenci keluarga Pak Zhongli.”

Yae Miko menatap Yanfei dengan sinisnya, ia kembali tersenyum seperti biasa sampai membuat orang lain jengkel jika melihatnya.

“Walaupun gue benci sama keluarga Geo, gue gak pernah sampai menyuruh orang buat bunuh Zhongli.”

Sembari saling menyalahkan satu sama lain, rekaman CCTV itu terus berlanjut sampai akhirnya Itto masuk dalam rekaman itu.

“Itto ngapain?” tanya Yae Miko heran.

“Itu yang sebenarnya gue pengen tahu.” jawab Yanfei tak kalah herannya.

**

Raiden Shogun baru saja tiba di parkiran IGD Mondstadt, setelah mengunci mobilnya ia langsung berlari menuju ruang tunggu di mana yang lainnya sedang berkumpul di sana.

Sara langsung menghampiri Raiden setelah melihat perempuan berambut ungu itu juga sedang tergesa-gesa menuju kemari.

“Ada kabar selanjutnya tentang Zhongli?” tanya Raiden kepada Sara.

Sara hanya menggeleng.

“Masih dioperasi, beberapa tulang rusuknya patah kata Gorou tadi.”

Raiden melihat sekitar, tidak ada Itto di sana.

“Itto ke mana?”

Lagi-lagi Sara menggeleng tidak tahu.

Raiden langsung menghampiri Ningguang yang masih sibuk dengan rekaman CCTV yang ada di ponselnya Signora.

“Raiden...” ujar Ningguang pelan, ia pun memberikan ponsel Signora kepadanya.

Setelah memperhatikan secara seksama, kini semuanya bingung dengan apa yang terjadi setelah Itto nampak di rekaman itu.

“Kata dokter, berapa lama kira-kira operasinya Zhongli?” tanya Raiden sedikit khawatir.

“Lebih dari 8 jam. Mungkin 3 jam lagi selesai.” jawab Ningguang yang kembali dirundung oleh perasaan bersalah.

Scaramouche menyenggol badan Ajax dengan kakinya, di saat Ajax menoleh ke Scara, lelaki berambut ungu itu langsung buang wajahnya ke arah lain.

“Tenang, gue baik-baik aja.” jawab Ajax sambil tersenyum.

Setelah mendengar suara Ajax, Scaramouche langsung pergi meninggalkannya yang masih sibuk menenangkan Noelle.

Sementara Gorou, masih terus dihibur oleh Kazuha yang juga bingung harus memakai cara apalagi supaya temannya setidaknya bisa sedikit tegar.

“Rou, gue gak begitu paham dengan kejadian ini. Tapi gue harap lo jangan terlalu larut dalam kesedihan, ayah lo itu pahlawan negeri ini, pasti beliau kuat kalau cuma kecelakaan gini doang.” ujar Kazuha menenangkan.

Gorou hanya tersenyum tipis, menatap Kazuha sebentar lalu kembali melamun seperti tadi.

“Makasih, Bro. Udah jauh-jauh dari Sumeru langsung ke sini.” ujar Gorou pelan.

“Itulah gunanya sahabat, Bro.”

Mereka berdua terkekeh setelah itu, Gorou sangat bersyukur walaupun Kazuha orangnya sedikit tertutup namun ia sangat bisa diandalkan di saat yang tepat.

**

Itto berjalan masuk ke kantor polisi sambil membawa sesuatu di tangannya, ada darah yang menetes di setiap langkahnya, hanya dengan satu genggaman Itto memegang potongan kepala orang yang sudah menabrak ayahnya.

“Saya datang membawa kepala orang yang menabrak ayah saya.”

Eula yang kebetulan baru saja keluar dari ruangan atasannya setelah protes karena TKP-nya sudah dibersihkan begitu saja terkejut melihat Itto yang sedang dikerubungi oleh polisi yang sedang berusaha untuk menjatuhkannya.

“Ke-kepala siapa itu?!” pekik Eula setelah melihat potongan kepala manusia yang terletak di meja informasi.