Archon FamILY
Ending Episode 5: Baby Blues
Yunjin menatap ke arah jam di lengannya, hanya ada Nilou, Al Haitham, dan sepupunya Nahida di tempat pernikahannya. Setelah mendapat kabar tentang kecelakaan mobil di perbatasan Sumeru, Yunjin pasrah jika acara pernikahannya akan gagal sama seperti acara tunangan pertamanya karena diserobot oleh keluarga Raiden Ei.
“Semoga mereka cepat sampai, ya?” kata Nilou menenangkan.
Setidaknya Ningguang, Zhongli, dan Albedo ada di venue saat ini. Namun si bungsu Noelle terjebak dengan masalah yang dibuat oleh Itto karena harus membawa banyak barang hantaran untuk pernikahan Yunjin.
Tamu undangan satu persatu mulai muncul, Al Haitham terlihat kewalahan saat menjaga stand penerima tamu seorang diri. Nilou terus menelepon saudaranya yang lain karena sudah ikutan panik melihat Yunjin menangis di sudut ruangan.
“Halo? Kalian masih di mana?” tanya Nilou khawatir.
Sebentar, Kak! Ini udah jalan! Kami naik pemadam kebakaran! jawab Noelle terdengar di ujung telepon Nilou.
Bang Scaramouche dan Kak Lumine naik mobil polisi bawa beberapa barang hantaran, pokoknya ruwet masalahnya, lanjut Noelle sedikit terisak.
Siapa itu, Dek?! suara itu terdengar familiar.
Kak Nilou, Bang.
Siniin teleponnya!
Halo, Kak?! Suara gue denger gak?!
“Aduh! Jangan teriak-teriak kenapa? Denger, kok, denger!” omel Nilou kepada iparnya.
He-he! Maaf, ini lagi di jalan! Kokomi sudah sampai belum?
Nilou melihat ke sekelilingnya, mencari si surai krem atas permintaan Itto, namun Nilou tak menemuinya di mana pun. Karena Itto terus rewel minta kekasihnya untuk dicarikan, perempuan bersurai merah itu keluar dari venue setelah izin dengan Yunjin bersama Nahida.
Tepat beberapa saat setelah Nilou keluar dari venue, sosok yang dicari-cari itu pun hadir di hadapannya.
“Ini, Itto mau ngomong katanya,” ujar Nilou kepada Kokomi.
Gadis itu menelan ludahnya perlahan, sebenarnya ia sudah gusar karena takut terlambat. Kecelakaan di perbatasan Sumeru memberi dampak cukup besar di sekitar jalanan Teyvat, untung saja petugas pemadam kebakaran dan unit gawat darurat bisa cepat tanggap menghadapi situasi ini, lebih beruntung lagi para saksi hanya melihat mobil sedan milik Scaramouche meledak dengan sendirinya, bukan karena campur tangan Itto.
Mi! Miko Miko Mi! seperti biasa, kalimat itu selalu menenangkan Kokomi sejak hari pertama Itto memanggilnya seperti itu.
“Kenapa, Sayang?” jawab Kokomi pelan.
Aku naik mobil pemadam kebakaran! 5 menit lagi sampai!
Nilou menyenggol lengan Kokomi, menyuruhnya untuk ikut bersembunyi lewat belakang untuk membantu kawanan Ningguang membuat (ulang) kue pernikahan Yunjin.
“Sayang, udah dulu, ya? Aku mau bantu Bunda disuruh Mba Nilou,” tutup Kokomi sebelum memberikan ponselnya kepada sang pemilik.
Nilou kembali meletakkan ponselnya di telinga, memohon dengan sangat agar petugas itu mengendarai mobilnya sedikit lebih cepat agar semuanya bisa hadir walau sudah terlambat.
Suara sirine mobil pemadam kebakaran mulai terdengar beradu dengan sirine milik polisi, suara itu jelas menarik perhatian orang-orang di sekitar. Yunjin pun sama, gadis bersurai ungu itu keluar dari venue untuk melihat apa yang sedang terjadi di luar area pesta pernikahannya.
“Astagfirullah!“
3 mobil polisi dan 1 mobil pemadam kebakaran parkir tepat di hadapan Yunjin yang sudah mematung. Itto dan yang lainnya bahu membahu membawa barang-barang kebutuhan pesta pernikahan adiknya dengan penuh semangat, saat ini Yunjin sudah tidak bisa bereaksi apa-apa. Ia sudah tak bisa marah, ia sudah terlanjur kecewa, tapi dia tetap bahagia (hampir) semuanya bisa berkumpul di hari bahagia ini.
Sosok pria bersurai hitam kehijauan berpakaian besar ikut menyelonong di belakang petugas kepolisian, namun ia begitu dikenali oleh perempuan bersurai pirang yang sudah berdiri di depan pintu venue.
“Venti! Mana anak gue—”
“Ya Allah!“
Barbara langsung mengambil Sayu dari Venti, buah hatinya sudah tertidur karena terlalu lelah menangis namun tubuhnya masih berwarna biru karena Venti tidak tahu harus berbuat apa kepada si kecil.
“Maaf—”
“Lo diam!” potong Barbara lalu pergi meninggalkan Venti.
Sesuai perintah, Venti hanya berdiri terdiam di tempat terakhirnya. Meskipun banyak orang yang memakinya karena tak mau bergerak dan menghalangi jalan, ia masih tetap setia mendengarkan perintah sang istri sampai akhir.
Di dapur restoran, beruntung Ningguang dibantu oleh staff wedding organizer, Zhongli terus kena repetan sang istri sambil tersenyum ketir. Tak ada yang bisa dilakukan oleh orang nomor satu di Teyvat itu ketika sudah berurusan dengan istrinya. Orang-orang di sekitar mereka bahkan segan untuk tertawa karena kini topik bahasan Ningguang sudah sampai di adik kelas Zhongli ketika masih SMA.
Ponsel milik Albedo bergetar di saku celananya, sebuah nomor tak dikenal muncul di layar si surai coklat. Pikirannya belum selesai dari Mona, jadi apa pun itu ia selalu berharap bahwa nomor (baru) ini berasal dari mantan kekasihnya.
“Halo? Mona?” sapa Albedo.
Iya, benar. Ini saya Mona dari Teyvat Finance ingin menawarkan Bapak kartu kredit yang bisa diurus dalam waktu kurang lebih—
“Bangsat,” tutup Albedo lalu kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.
Cepat namun tepat, akhirnya kue pernikahan Yunjin selesai. Seluruh staf langsung mendorong kue itu ke tempat pernikahannya. Zhongli masih meminta maaf kepada Ningguang atas apa yang telah terjadi, perempuan bersurai putih itu hanya bisa menghela nafas berat sebelum memaafkan sang suami.
“Al, ayo ke tempat Cece,” ajak Ningguang tanpa memedulikan keberadaan Zhongli.
Albedo membisu, seharusnya ia bisa menahan perasaannya di hari bahagia kakaknya namun rasanya cukup berat mengingat sulitnya melupakan Mona, mantan kekasihnya.
“Kamu kenapa, Al?” tanya Ningguang lembut, ia masih menepis lengan Zhongli ketika sedang berusaha merangkulnya.
“Udah Ayah pergi keluar duluan aja!” sentak Ningguang kesal, Zhongli hanya mangut-mangut saat itu.
Albedo masih tak menjawab, ia takut jika mengeluarkan sedikit suara saja air matanya bisa tumpah. Melihat sang anak terlihat sedih, Ningguang langsung memeluk Albedo erat.
“Al, kalau mau menangis jangan ditahan. Hidup memang kejam seperti itu, kamu tahu sendiri, kan?”
Albedo hanya mengangguk dalam pelukan sang ibu.
“Gak apa-apa, menangislah. Mumpung cuma kita berdua di sini,”
Setelah mendengar itu, Albedo mulai terisak pelan karena masih menahan perasaannya. Ningguang mengeratkan pelukannya sambil mengelus kepala Albedo penuh kasih sayang.
“Bunda gak akan bilang 'masih banyak ikan di laut' atau 'mati satu tumbuh seribu' seperti Ayah. Bunda juga gak akan menyalahkan Mona atas apa yang telah terjadi, tapi seperti itulah dunia ini, mau tak mau kamu harus siap dan terus maju melewatinya,”
“Setelah itu, kamu akan bertemu dengan tempat baru dan orang-orang baru, perjalanan kamu masih panjang,”
“Bunda akan selalu sayang sama kamu,”
Tangisnya pecah, Albedo membalas pelukan Ningguang sama eratnya. Saat Zhongli kembali ke dapur, Ningguang hanya mengisyaratkan suaminya untuk tak ikut dalam kesedihan di ruangan ini.
Nanti kami menyusul, gumam Ningguang tanpa suara.
Zhongli mengangguk, lalu pergi meninggalkan istri dan anaknya di dapur restoran.
Barbara menyusul Venti di depan venue, sang suami hanya bisa menunduk karena merasa bersalah. Rasa kecewa Barbara tak pernah sebanding dengan rasa sayangnya kepada Venti, mau bagaimanapun juga ini adalah pengalaman pertama mereka menjadi orang tua.
“Sayang, maafin aku,” Barbara menggenggam tangan Venti dengan lembut.
Venti hanya mengangguk lalu mengikuti ke mana pun Barbara menuntunnya.
“Sayu udah bersih, kok. Tadi udah aku mandiin,” hibur Barbara sambil tersenyum.
Suara teriakan mulai terdengar dari dapur, Albedo berteriak histeris setelah air ketuban Ningguang pecah. Semuanya seolah baik-baik saja karena Ningguang tak pernah mengeluh kesakitan selama ia mengandung, namun saat ini situasi genting itu tak lagi dapat ditahan oleh perempuan bersurai putih tersebut.
“Ayah! Ketuban Bunda pecah!”
Yunjin panik bukan kepalang, padahal tangan Aether sudah menjabat si penghulu dan hendak memulai ijab kabul.
“Nanti aja nikahnya, bisa, kan?!” ujar Yunjin panik lalu berlari ke dapur restoran.
Aether menyusul kekasihnya setelah meminta maaf kepada penghulu. Seluruh Keluarga Archon ikut menyusul Yunjin dan Aether ke dapur.
“Waduh, mana yang mau nikah ini?” tanya Raiden Ei ketika ia baru saja masuk ke venue.
Setelah dijelaskan oleh beberapa tamu undangan, perempuan paruh baya itu ikut berteriak histeris lalu menyusul keluarganya ke tempat Ningguang dan yang lainnya.
Ningguang dilarikan ke salah satu kamar hotel yang memiliki bath tub, pergi ke rumah sakit tak akan lagi sempat, apalagi ide Itto ketika menelepon seorang dukun beranak kenalannya langsung mendapat hardikan keras dari Raiden Ei.
“Maafin, Bunda!” seru Ningguang histeris saat tubuhnya dibaringkan ke bath tub.
“Gak apa-apa, Bunda! Gak apa-apa!” balas Yunjin sama histerisnya dengan sang ibu.
Tidak ada yang berbakat dalam urusan persalinan, sembari menunggu salah satu teman Ningguang menuju venue, tak ada lagi yang bisa dilakukan selain memaksa buah hatinya untuk keluar tanpa bantuan profesional.
Selang beberapa menit momen hidup mati itu, tangisan seorang bayi laki-laki mulai terdengar keras. Zhongli menggendong buah hatinya sambil menangis akan mukjizat Tuhan ini.
“Bayinya laki-laki!”
Momen haru ini masih berlanjut, hingga salah satu kenalan Ningguang yang merupakan seorang bidan hadir di tempat. Proses bersalin Ningguang memang di luar rencana, sang ibu tak bisa berada di samping Yunjin karena sudah kelelahan dan hanya bisa beristirahat di kamar (tempat bulan madu Yunjin dan Aether) pengantin baru.
“Saya nikahkan engkau, Aether Viator dengan anak saya Yunjin Xu binti Morax Zhongli Celesti dengan maskawin seperangkat alat salat dan uang tunai sebesar 100 juta Mora dibayar tunai!”
“Saya terima nikahnya Yunjin Xu binti Morax Zhongli Celesti dengan maskawin tersebut tunai!”
“SAH!” seru Itto dengan lantang.
Dua kejadian terjadi dalam satu tempat dan waktu yang hampir bersamaan, kini Zhongli harus melepas putri pertamanya Yunjin kepada Aether, namun di sisi lain ia dikaruniai seorang bayi laki-laki yang diberi nama Gorou atas permintaan Itto.
Kehidupan Keluarga Archon akan terus berlanjut, semuanya berjalan sebagaimana mestinya meskipun akan selalu ada kekacauan di dalamnya.
End of season one.