ismura

WHY 18?

Chapter 3: Reinkarnasi cw: bloods, violence, abuse, sexual assault

Sepanjang koridor menuju kelas 12 IPA, Childe menjadi pusat perhatian siswa di sekelilingnya karena sedang berjalan dengan kondisi kaki pincang sebelah dibantu oleh alat penobang di tangan kanannya. Wajahnya masih penuh dengan emosi, apalagi kini banyak perempuan di sekolah yang tak lagi menyahutinya. Dunianya seperti telah selesai saat perebutan gelar jawara sekolah kemarin, dan tak hanya itu saja, beberapa bawahannya kini sudah mulai mendaftarkan diri menjadi bagian dari Arataki Gang.

Di seberang gedung anak IPA, suasana siswa jurusan IPS justru sedang meriah-meriahnya menyambut jawara baru SMA Teyvat, yakni Arataki Itto dan gengnya. Itto berjalan sambil membusungkan dada juga merangkul Kuki Shinobu dengan bangga, perempuan bersurai hijau itu masih ditutupi oleh masker hitamnya, sebenarnya ia menutupi sebagian wajahnya bukan karena malu, melainkan karena ada bekas luka yang harus ia tutupi setelah pertarungannya dengan pemimpin Pasukan Putri SMA Teyvat, Beidou.

“Awas kalian! Geng Arataki mau lewat!” seru Itto dengan suara lantangnya.

Childe menatap ke seberang gedung dengan tatapan penuh kebencian, karena terlalu fokus melihat ke samping, ia tak sengaja menyenggol seorang gadis yang sedang membawa banyak buku pelajaran.

“Hati-hati, dong!” sentak Childe kasar.

Gadis itu tak menghiraukan omongan Childe, ia merapikan kembali buku-bukunya lalu buru-buru pergi ke kelas, kelasnya berada di ujung lorong, 12 IPA 5.

“Woy!” panggil Childe sedikit keras.

Sialnya, panggilan lelaki bersurai oranye itu tak direspon olehnya. Childe yang sudah geram langsung melemparkan alat bantu jalannya ke arah gadis itu hingga punggungnya terkena besi keras tersebut sampai terjatuh.

“Kamu gak apa-apa?” ujar John Lee lembut.

John Lee membantu gadis bersurai pirang itu berdiri lalu membereskan barang bawaannya seorang diri, melihat tingkah si anak baru membuat Childe semakin geram dengan dunia ini. Ia merasa bahwa dunia sudah begitu kejam dengannya, kekalahannya kemarin masih menjadi beban di pikiran lelaki jangkung itu.

“Terima kasih,” ucap si gadis bernama Lumine, John Lee tersenyum sambil membantunya kembali ke kelas.

“Tidak perlu berterima kasih. Kita satu kelas, seharusnya saya membantu kamu membawa barang sebanyak—”

BRUK

Kepala John Lee dipukul dari belakang oleh Childe dengan sapu hingga patah, namun John Lee tidak memberikan reaksi apa-apa setelah itu.

Belasan siswa 12 IPA 4 langsung berhamburan menyerbu Childe. Namun apa daya, kemampuan bela diri Childe lebih tinggi dari semua lawannya. Childe berhasil membantai kawanan kelas John Lee dengan mudah, ia langsung menyusul John Lee ke kelasnya sambil menggebrak pintu kelas 12 IPA 4.

“Woy, Anak Baru!” teriak Childe lantang.

John Lee hanya menoleh sesaat, kemudian ia kembali membagikan buku-buku tersebut di meja teman-teman sekelasnya.

Childe memaksakan tubuhnya untuk berlari lalu menerjang John Lee dari belakang, saat ia menendang John Lee dalam posisi terbang Childe terjatuh karena daya refleks lawannya itu lebih cepat dari dugaannya.

“Mampus lo!” seru Hu Tao saat menonton aksi konyol itu dari tempat duduknya.

Seluruh siswa kelas 12 IPA 4 yang tersisa ikut mengejek Childe, tak pernah ia mendapatkan perlakuan seperti ini sebelumnya. Padahal baru kemarin ia memerawani salah satu gadis dari kelas ini, namun saat ia menoleh ke arahnya, ternyata gadis itu ikut mencemooh Childe sama kerasnya dengan siswa lain.

Kenapa dia bisa tahu pergerakan gue?! runtuk Childe kesal dalam hatinya.

John Lee baru sadar kalau Childe terjatuh, ia membantu Childe dengan mengulurkan tangannya sambil tersenyum.

“Kamu tidak apa-apa?” tanya John Lee dengan lembut.

Childe menepis tangan John Lee lalu bangkit dari lantai seorang diri, tanpa aba-aba ia kembali memukul John Lee sekuat tenaga. Satu pukulan telak itu mendarat ke pipi kanan John Lee, darah segar yang keluar dari bibirnya mengotori meja Lumine teman sekelasnya.

“Aduh, maaf. Meja kamu jadi kotor,” ujar John Lee sedikit panik, ia mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya lalu membersihkan percikan darah itu dengan cepat.

“Heh, Goblok! Gue ada di sini!” sentak Childe keras, tetapi tak dipedulikan oleh John Lee.

Childe kembali mengumpulkan tenaganya untuk melayangkan serangan kedua, namun saat John Lee menoleh ke arahnya, Childe merasakan sesuatu yang tak pernah ia rasa sepanjang hidupnya.

Lelaki jangkung itu mundur beberapa langkah. Nasib buruknya terus berlanjut, salah satu kakinya yang pincang tak bisa mengikuti pergerakan kaki sehatnya, Childe kembali tersungkur dengan sendirinya.

Sepersekian detik kemudian, tatapan John Lee kembali seperti semula. Walaupun Childe orang yang bengis dan tak berperasaan tetapi ia tahu kapan harus berhenti, salah satunya ketika ia bertemu orang yang lebih kuat darinya.

Nyawa Childe terselamatkan oleh bel sekolah, siswa kelas 12 IPA 4 meninggalkan Childe seorang diri tanpa memedulikan keberadaan si bekas jawara. Mereka langsung menuju ke lapangan untuk melaksanakan apel pagi, begitu pula dengan John Lee, darah yang mengalir di bibir dan kepala bagian belakangnya tak membuat lelaki itu membungkukkan badan atau sekadar mengeluh kesakitan.

“John! Ayo ke UKS, kepala kamu berdarah!” ujar Lumine khawatir, John Lee hanya mengangguk pelan lalu meninggalkan kelas.

Saat Childe keluar dari ruangan itu, suara tepuk tangan pelan terdengar dari belakangnya. Gadis bersurai abu-abu itu terkekeh melihat seluruh sandiwara yang ia lihat sejak tadi.

“Lihatlah bagaimana orang-orang mengkhianatimu hanya dalam satu hari,” ejek Ningguang masih bertepuk tangan.

“Diam,” balas Childe kesal.

“Anak itu bukan anak sembarangan, ia salah satu keturunan dari Keluarga Hu. Kemampuan bela diri kunonya jauh dibandingkan denganmu,” jelas Ningguang sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.

Childe hanya melongo menatap salah satu primadona SMA Teyvat itu, pikiran mesumnya membuat matanya hanya tertuju pada dada Ningguang yang ia busungkan tadi.

Ningguang menampar pipi Childe lalu menariknya dengan kuat, kini netra mereka bertatapan satu sama lain.

“Kalau mau ngomong, tatap mata saya, jangan aset saya!” ujar Ningguang sambil tersenyum.

“Aset itu sungguh berharga, tapi lo gak pernah jual ke siapa pun,” balas Childe mengintimidasi.

“Orang miskin seperti Harbingers tidak akan cukup untuk membeli aset berharga Liyue satu ini,” goda Ningguang lalu mendekatkan bibirnya ke Childe.

Deru nafas Childe yang menggebu-gebu kini terasa di hidung Ningguang, gadis cantik itu langsung menendang kemaluannya sekuat tenaga, Childe memekik kesakitan lalu terjatuh untuk kesekian kalinya.

Ningguang memijak kemaluan Childe dengan sepatu kulitnya, rintihan Childe memenuhi lorong IPA yang sudah kosong dengan sempurna. Dengan senyum kemenangan, Ningguang menambah kekuatan kakinya untuk menyiksa orang yang paling ia benci seantero sekolah.

“Anda tidak akan tahu bagaimana rasanya kemenangan telak ini, datangnya siswa baru itu sedikit memberikan harapan bahwa tidak hanya orang dengan status sosial yang tinggi saja yang dapat menguasai sekolah ini,”

“Anjing lo! Bangsat! Lepasin, Tolol!” suruh Childe, namun semakin ia mengumpat, semakin keras pula kaki Ningguang menyiksa lelaki jangkung bersurai oranye itu.

Kini darah di sekitar celana sekolahnya mulai menyebar, entah apa jadinya salah satu aset kebanggaan Childe saat ini. Munculnya rasa iba Ningguang membuat gadis itu melepaskan kakinya lalu menendang Childe hingga pingsan lalu pergi ke lapangan untuk mengikuti apel pagi.

**

Hu Tao mengintip dari pintu kaca ruangan UKS, melihat Lumine dan John Lee berduaan di dalam malah membuatnya kesal tanpa alasan. Ia tak sadar bahwa ada seseorang di belakangnya dengan luka yang lebih parah dari John Lee saat ini.

“Awas,”

“Bacot! Gue lagi ada urusan di sini!” balas Hu Tao tanpa menoleh ke belakang.

Tiba-tiba bulu kuduknya berdiri, ia merasakan sesuatu yang aneh setelah ia menghardik orang itu. Saat Hu Tao menoleh, ia melihat seorang lelaki dengan luka di sekitar tubuhnya yang sengaja tak ditutupi, luka lebam di mata kanannya membuat paras lelaki itu semakin menakutkan, apalagi reputasinya sebagai satu-satunya siswa tanpa geng yang berhasil mengalahkan hampir sebagian orang di SMA Teyvat seorang diri.

“Xi—”

Xiao menarik kerah baju Hu Tao lalu melemparnya ke belakang, bagian belakang Hu Tao terkena salah satu pilar beton penobang gedung sekolah hingga terdengar bunyi yang sedikit keras.

Lelaki bersurai hitam kehijauan itu masuk ke dalam UKS untuk mengobati lukanya, namun karena ada John Lee dan Lumine ia mengurungkan niatnya lalu pergi meninggalkan semuanya tanpa kata.

John Lee berlari keluar saat mendengar suara rintihan Hu Tao, namun sepupunya itu hanya menunjuk ke arah Xiao yang sedang berjalan menjauhi area UKS.

“Hey!” panggil John Lee.

Xiao menghentikan langkahnya lalu berbalik arah, ekspresi datarnya kembali mengingatkan John Lee akan masa lalunya. Luka di sekitar tubuh dan lebam yang letaknya persis di mata kanan itu membuat John Lee nostalgia ke masa lalu.

Dia benar-benar mirip seperti saya, gumam John Lee dalam hati.

“Apa?” jawab Xiao dengan suara berat.

Saat John Lee baru membuka mulutnya, ia sudah dipotong oleh Xiao terlebih dahulu.

“Jangan minta gue minta maaf sama dia, itu salahnya karena menghalangi jalan gue ke UKS,”

Lagi-lagi, John Lee merasakan bulu kuduknya berdiri. Seakan bertemu dengan reinkarnasinya, orang yang ada di depan John Lee itu berjalan ke arahnya dan Hu Tao sambil mengepalkan kedua tangan.

“Gue masih kuat buat ngalahin satu orang lagi,” ujar Xiao mempercepat langkah kakinya.

“Dia...”

John Lee menoleh, menunggu Hu Tao menyelesaikan kalimatnya.

“Dia Xiao, orang yang gak berani gue ceritain kemarin,”

“Seharusnya dia jawara sekolah ini,”

-to be continued

WHY 18?

Chapter 2: Sisi Gelap Teyvat cw: nsfw, bloods, broken bones, defloration, violence

John Lee tiba di kediaman Hu Tao, tepat di depan rumah pria itu menyalami orang yang disebut 'kakek' oleh Hu Tao selama perjalanan menuju rumah. Herannya, sang kakek tidak terlihat mengenal wajah John Lee saat tangan mereka berjabat.

“Ini John Lee, Kek! Kan, Kakek sendiri yang minta dia tinggal di rumah,” runtuk Hu Tao kesal melihat raut wajah kakeknya.

“Aduh, maaf! Saya lupa, maklum sudah tua juga,” balas si kakek sambil terkekeh.

John Lee hanya membalasnya dengan senyuman, kemudian mereka berdua masuk ke dalam sebuah rumah kecil dengan dua kamar di dalamnya.

Ini tak seperti yang kubayangkan, gumam John Lee dalam hati.

“Di situ kamar Kakek, dan di sini kamar gue,” jelas Hu Tao sambil melemparkan tasnya ke atas kursi kayu di dekat meja makan.

“Oh, kalau begitu saya tidur di ruang tamu saja,”

“Eh, enggak! Enak aja! Lo tidur sama gue!” sentak Hu Tao keras, entah apa yang ada di dalam pikirannya.

“Lho? Mana bisa begitu? Laki-laki dan perempuan tidak—”

“Bawel lo! Pokoknya lo tidur sama gue!”

“Saya di lantai, kan?”

“Ya, enggak! Lo tidur satu ranjang sama gue,”

John Lee berdeham, walau tak sedikit pun pikiran kotornya aktif, lelaki bersurai hitam itu heran dengan jalan pikir Hu Tao yang terkadang tak ada sopan santunnya. Ia berani-beraninya membentak keluarga tunggalnya, Kakek Hu di depan orang yang tak dikenal (maksudnya Zhongli). Sekarang ia malah memerintahkan John Lee untuk tidur dengannya malam ini.

“Lo pikir gue bercanda?” tanya Hu Tao sambil berjalan ke arah dapur.

John Lee hanya mengangguk tanda setuju.

“Enggak, gue mau servis lo malam ini, besok baru lo tidur di luar,” lanjut Hu Tao acuh tak acuh.

“Tidak perlu, saya tidak butuh servismu,” ujar John Lee mengambil sapu ijuk lalu berjalan ke teras rumah.

John Lee menyapu dedaunan kering yang ada di depan pekarangan rumahnya, ini merupakan salah satu bentuk balas budinya kepada Keluarga Hu karena sudah mengizinkan ia tinggal sementara di sini, masih menjadi misteri kenapa John Lee menjadi bagian dari keluarga aneh ini.

“Kamu beneran John Lee?” tanya si kakek dari belakang.

“Astaga! Maaf saya kaget, Kek!” sentak John Lee karena terkejut.

Kakek Hu tertawa lepas, kini baru ia kenali sosok yang ia anggap sebagai 'cucu' itu. John Lee hanya ikut tertawa melihat gigi ompong milik si empunya rumah, beberapa saat kemudian Kakek Hu pamit berjalan ke balai desa katanya.

“Woy, John! Air panas udah siap! Ayo mandi!”

“Bareng?”

“Ya, iya! Mubazir airnya!”

John Lee menggelengkan kepalanya kuat, ia benar-benar tidak setuju dengan semua sikap mesum yang ditunjukkan oleh Hu Tao. Karena geram, perempuan bersurai coklat itu menyusul John Lee dengan tubuh yang hanya dibaluti oleh handuk kecil lalu menariknya sekuat tenaga.

“Kenapa?! Udah ngaceng lo?” ucap Hu Tao nyeleneh.

“Enggak, kamu duluan saja. Saya mandi pakai air dingin juga tidak masalah,”

Sayangnya kekuatan Hu Tao tak dapat menandingi John Lee, selama perjalanannya kembali ke dalam rumah ia terus merepet tak lupa menyumpahi John Lee karena tak ingin menerima perlakuan baik dari Hu Tao.

Ada-ada saja keluarga ini, runtuk John Lee kesal.

**

Childe mengobrak-abrik seisi ruang rawatnya karena tak terima dengan serangan mendadak yang dilayangkan oleh Itto. Perasaan kesalnya bukan tertuju kepada siswa baru itu, ia bahkan tak tahu pasti namanya siapa.

“Berengsek! Bangsat! Anjing!” semua sumpah serapah keluar dari bibir manis lelaki jangkung itu.

Childe membuka paksa selang infus yang tertanam di lengan kirinya, memaksa keluar untuk membalaskan dendamnya kepada Arataki Itto. Kabar burung mulai tersebar bahwa Itto kini menjadi jawara nomor satu di SMA Teyvat, mengetahui hal itu jelas membuat Childe murka, siapa yang mau gelarnya yang telah ia jaga selama masa SMA-nya direbut begitu saja oleh bocah ingusan yang hanya tahu berantam seperti Geng Arataki.

Pintu ruang rawatnya terbuka, sepasang suami istri masuk ke dalam ruangan Childe tanpa suara, mereka hanya menyaksikan amukan 'kecil' anaknya tanpa ekspresi.

“Sudah?” ucap si laki-laki.

“Kamu ini ada-ada saja,” timpal si perempuan.

Childe tak menghiraukan ucapan orang tuanya, ia sibuk memukul dinding rumah sakit walaupun lelaki itu sadar bahwa tangannya sudah banyak mengeluarkan darah. Melihat darah yang menetes ke lantai malah membuatnya semakin bergairah, mungkin karena dia sudah sering ikut dengan sang ayah saat menjalankan tugasnya sebagai orang nomor satu di Dunia Bawah.

“Arle,”

Si perempuan mulai bergerak, ia memukul Childe hingga terjatuh. Perempuan bersurai putih pendek itu memijak kaki Childe sampai mengeluarkan suara seperti kayu yang patah.

“Ngentot!” teriak Childe lantang.

“Sudah tadi di mobil,” balas Arlecchino dengan bengisnya.

Arlecchino mengangkat dagu anak bungsunya hingga netra mereka bertatapan, kini tubuh Childe mulai melemah karena sadar bahwa sang ibu telah menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya.

“Mama sudah dengar berita kekalahan kamu,”

“Kamu tahu karena kekalahan kamu membuat keluarga kita jadi jatuh?!”

Arlecchino menampar Childe sekeras-kerasnya, kini raut wajah sang suami terlihat lebih cerah karena puas melihat si bungsu meringis kesakitan.

“Sekarang akses kartu kreditmu kami tahan, bisa-bisanya kamu kalah sama bocah kampungan itu,” ujar Pierro, sang ayah.

Childe tak mengeluarkan suaranya, lidahnya kelu ditambah seluruh badannya sudah bergetar hebat sejak tadi. Kini ia baru merasakan seluruh rasa sakit karena emosinya sudah reda.

“Kalau kamu mau akses itu kembali, kalahkan bocah itu, kalau perlu bawa kepalanya ke hadapan saya,”

Pierro berbalik arah lalu pergi meninggalkan ruang rawat Childe, disusul oleh Arlecchino setelah mengantukkan kepala anaknya ke lantai dengan keras. Childe bangkit sambil memegangi kakinya yang hampir patah, mungkin retak, ia juga tak begitu paham dengan apa yang ia alami sekarang. Yang jelas, dendamnya pada Itto kini sudah sangat membara.

Childe mencari kontak bawahannya di ponsel canggih miliknya, meminta mereka semua berkumpul untuk mengatur strategi balas dendam kepada Geng Arataki.

“Gue bunuh lo, Bangsat!” pekik Childe berjalan keluar ruangan dengan kaki pincangnya.

**

Raiden Ei duduk termenung di cafetaria rumah sakit, di depannya sudah ada surat pernyataan jika sang suami gagal bertahan hidup, maka rumah sakit tidak lagi bertanggung jawab atas apa yang terjadi ke depannya. Air mata Ei sudah membasahi sebagian kertas itu, mengingat janji Zhongli dua hari yang lalu berhasil membuat rasa sesak di dadanya, sesekali ia memukul kepalanya karena rasa putus asa sudah semakin menusuk.

“Apa yang harus kulakukan?” gumam Ei pelan.

“Aku tak berani mengisi surat ini,”

Beberapa saat kemudian, seorang perempuan bersurai merah muda datang dan duduk di samping Ei. Wajahnya terlihat khawatir, ia langsung memeluk saudaranya erat, berharap dapat memberikan sedikit energi untuk sang kakak.

“Maaf, aku sudah membuatmu menunggu lama,” bisik Yae Miko saat memeluk Raiden Ei.

Ei tak menjawab ucapan saudaranya, tangisnya justru pecah setelah dipeluk oleh Yae Miko.

“Kamu harus istirahat, kamu tidak istirahat, kan, selama dua hari ke belakang?”

Hanya anggukan pelan dari Ei yang menjadi saksi bisu keputusasaannya, perempuan bersurai ungu itu sudah tak bisa berkata apa-apa lagi. Tak ada obat yang bisa menyembuhkan Ei selain pelukan hangat dan hadirnya sang suami, namun untuk sekarang semuanya seperti mustahil, kondisi Zhongli tak kunjung membaik. Setiap ia melihat elektrokardiogram di ruang ICU, membuatnya semakin terpukul.

“Saya harus apa, Yae?” ujar Ei terisak.

“Kita hanya bisa berdoa agar Zhongli bisa cepat sadar dan pulih. Sejujurnya, aku juga tak tahu harus bicara apa lagi di saat kondisi kamu seperti ini,” balas Yae Miko ikut terisak seperti sang kakak.

“Kalau dia gak sadar-sadar bagaimana?” rengek Ei dengan suara sedikit tertahan.

“Kamu tahu sendiri kalau suami kamu orang yang kuat, Zhongli pasti bisa melalui semua ini,”

Yae Miko menarik tubuh Ei pelan-pelan, mengajaknya pergi dari cafetaria untuk beristirahat sebentar di wisma samping rumah sakit. Ei pun hanya bisa mengikuti arahan adiknya karena tubuhnya sudah tak lagi bertenaga, bertahan hidup tanpa makan dan istirahat selama dua hari jelas membuatnya melemah. Perjalanan panjang Yae Miko dari Inazuma menuju Liyue juga melalui banyak hambatan, entah itu karena macet dan alasan klasik lainnya. Sejujurnya, Yae Miko tak terlalu suka dan merestui hubungan Zhongli dan Raiden Ei, pria yang datang tanpa diundang dan latar belakang itu melamar Ei sekitar 5 tahun yang lalu. Hubungan mereka berdua selalu dirahasiakan karena urusan pekerjaan Zhongli, tidak ada satu pun keluarga Raiden Ei yang mengetahui seluk beluk pria berusia 35 tahun tersebut, wajar jika mereka tidak menerima Zhongli sebagai bagian dari keluarganya.

“Gak apa-apa, nanti biar saya yang bergantian untuk menjaga Zhongli,” ujar Yae Miko selama perjalanan menuju wisma.

**

Pesta penyambutan Arataki Itto sebagai jawara baru SMA Teyvat berlangsung meriah di sepanjang jalan Ritou, Inazuma. Pria gondrong bertubuh besar itu menari-nari sampai menarik perhatian warga Negeri Keabadian tersebut, tak ayal cemoohan tertuju pada kawanan berseragam sekolah namun tak membuat mereka malu dengan gelagatnya.

“Lebih keras lagi!” seru Itto keras.

Geng Arataki mulai memukul gendang sesuai perintah bosnya, walaupun hanya berlima, mereka cukup meresahkan warga sekitar karena suara berisik dan beberapa minuman keras di kedua tangan Itto dan anggotanya.

Kuki Shinobu hanya mengikuti kawanannya dari belakang, di balik masker hitamnya ia tersenyum sumringah karena di akhir masa SMA-nya, Arataki Gang berhasil menjadi orang nomor satu di sekolahnya. Perjalanan panjang Itto selama memperjuangkan pamornya seolah membuahkan hasil, padahal pertandingan siang tadi dimenangkan oleh John Lee dengan telak.

“Shinobu!” panggil Itto yang sudah mabuk.

Shinobu menoleh ke arah bosnya, matanya tersenyum memenuhi panggilan Itto. Sang Oni berlari lalu memeluknya erat, untung saja rona merah di sekitar wajahnya sebagian tertutupi oleh masker miliknya.

“Berkat lo gue berhasil! Berita yang lo sebar memang top markotop!” puji Itto kepada anggota perempuan satu-satunya di geng.

“Ah, biasa aja,” balas Kuki Shinobu salah tingkah.

Itto tertawa lepas melihat ekspresi bawahannya, ia membuka masker Shinobu lalu menciumnya dengan paksa. Dilumat habis bibir dan lidah gadis bersurai hijau itu di pusat kota Inazuma, reaksi menjijikkan para warga terlukis jelas di wajah mereka, siapa yang sudi melihat adegan tak senonoh itu terpampang nyata di khalayak ramai.

Kini tangan Itto mulai menggerayangi buah dada Shinobu dari luar, matanya terbelalak namun tak dapat dipungkiri gadis itu juga menikmati momen kemenangan itu. Ia tak mau kalah, dibalasnya ciuman Itto penuh gairah juga. Sorak-sorak Geng Arataki semakin memeriahkan suasana panas yang terjadi di pusat kota.

“Kalian! Jangan bikin ulah!” teriak petugas kepolisian Inazuma.

Mereka berlari sekencang-kencangnya agar lolos dari kejaran aparat, karena tenaga mereka masih cukup banyak, Arataki Gang berhasil lolos dari marabahaya. Sesampainya di Markas Besar Arataki Gang, Itto langsung melucuti seragam Shinobu lalu melanjutkan urusannya sambil ditonton anggota lainnya, hilang sudah rasa malu gadis bersurai hijau itu karena nafsunya sudah semakin membara. Tanpa sehelai benang yang menutupinya, ia mempertontonkan tubuh mulusnya untuk jadi hiburan para anggota Geng Arataki.

“Malam ini, keperawanan lo milik gue dan lo gak bisa menghindari itu,” ujar Itto dengan wajah mesumnya.

“Udah! Sikat aja bos!” seru anggota lainnya.

Shinobu menelan paksa ludahnya, nasi sudah menjadi bubur, malam ini tubuhnya hanya milik Itto seorang.

-to be continued

WHY 18?

Chapter 1: Dua Kubu Berseteru cw: harsh words, violence, bloods

Hiruk pikuk siswa SMA Teyvat yang mengelilingi lapangan olahraga sudah berhasil menghabiskan energi milik John Lee, bagaimana tidak? Ia benar-benar tidak ingin terlibat dengan kesalahannya karena memilih untuk menyetujui suara yang tak dikenal dalam komanya pasca kecelakaan.

Hu Tao terus menarik lengan John Lee sampai ke lantai paling bawah, suara meriah di setiap pukulan Itto dan Childe begitu menggelegar sampai bel istirahat berbunyi saja tidak didengar oleh mereka.

“Lo mau gue kasih duit gak?” tanya Hu Tao kepada John Lee.

“Uang? Untuk apa saya uang?”

Entah dari mana Hu Tao mengenal sosok John Lee ini, tetapi gadis bersurai coklat itu selalu memanggilnya dengan sebutan 'sepupuku'. Untuk cari aman agar tidak banyak masalah, John Lee pun mengiyakan semua perintah Hu Tao hari ini, mungkin akan ada informasi berharga yang ia dapat setelah ini.

“Ya, untuk lo jajanlah!” sentak Hu Tao sambil menempeleng kepala John Lee.

Sialan ini anak?! Kalau saja dia tahu umurku 35 tahun pasti dia sudah sujud-sujud minta maaf! batin John Lee kesal, beberapa kali ia menghela nafasnya untuk meredakan emosi.

Hu Tao merangkul tubuh bidang John Lee, gadis itu menunjuk ke arah Childe dan Itto yang masih sibuk mempertaruhkan harga dirinya.

“Lo lerai mereka, gue kasih seratus ribu Mora—”

Mendengar nominal uang yang cukup besar itu berhasil membuat John Lee menelan ludahnya paksa, bahkan di usia lamanya, ia jarang sekali mendapatkan uang sebanyak itu.

“Kalau lo berhasil mukul jatuh salah satu di antara mereka, gue kasih dua ratus ribu!”

“Sebentar, Hu Tao.” potong John Lee tak percaya.

“Dari mana kamu ada uang sebanyak itu?”

Hu Tao menyeringai, gadis itu membisikkan sesuatu yang menjijikkan bagi John Lee, sesuatu yang tak pernah ia duga selama ia hidup.

Ya, hasil BO gue-lah! bisik Hu Tao pelan.

Mata John Lee terbelalak, padahal jika dipandang dari luar Hu Tao terlihat sopan dan alim mengingat baju seragam yang dikenakan pun tidak terlalu 'merepotkan' para OSIS untuk mengguntingnya. Suara godaan Hu Tao juga membuat John Lee percaya kalau gadis itu tak bisa lagi ia panggil 'gadis' untuk ke depannya, ia percaya kalau Hu Tao memang orang-orang seperti itu.

“Langganan kamu siapa?” tanya John Lee waspada.

“Lo pengen tahu banget atau gimana, dah? Udah lo lerai mereka, terima konsekuensinya, baru gue hibur lo malam ini! Ada diskon sepupu, deh!”

Hu Tao mendorong tubuh John Lee ke tengah lapangan, karena tak seimbang, John Lee pun tersandung oleh kakinya sendiri. Saat ia berusaha untuk bangkit, lelaki bersurai hitam itu sudah menjadi bahan cemoohan siswa SMA Teyvat yang mengganggu keberlangsungan acara penobatan jawara sekolah itu.

“Awas lo! Lo siapa?!”

“Jangan berani-berani ganggu, dong!”

“Ini anak nyari mati apa, ya?!”

Itto mengulurkan tangannya ke arah John Lee, sambil tersenyum ia menarik lengan John Lee lalu menghempasnya kembali ke tanah.

“Jangan ganggu gue, Bangsat!” teriak Itto lantang lalu memijak tubuh John Lee sekuat tenaga.

Saya tidak bisa dipermalukan oleh anak SMA seperti ini,

Dengan cepat John Lee menghindari seluruh serangan Itto lalu menyapu kakinya yang sedang lengah, bocah raksasa itu jatuh sepersekian detik kemudian sambil memegangi kepalanya yang lebih dulu ambruk ke tanah.

Kini dukungan mulai berpindah kepada si anak baru, John Lee. Childe tersenyum penuh gairah sambil membunyikan seluruh jari tangannya dengan tatapan tajam.

“Wah, seru juga lo kalau dilihat-lihat!”

Childe langsung memukul sisi kiri John Lee namun dengan reflek tingginya berhasil dihindari olehnya. John Lee tidak membalas serangan Childe, itu membuat lelaki bersurai oranye itu merasa terintimidasi oleh si anak baru.

“Kamu Keluarga Harbingers?” tanya John Lee tanpa terlihat kelelahan.

Sementara Childe, nafasnya sudah terengah-engah bekas melawan Itto tadi. Ia hanya tersenyum tanpa membalas pertanyaan John Lee.

PRANG

Itto memukul kepalanya dengan botol kaca, tapi herannya, bukan John Lee yang terkena pecahan botol kaca itu melainkan Childe. Salah satu beling kaca tersebut masih menempel di pelipis kirinya, Childe tumbang saat itu juga diikuti oleh beberapa bawahannya yang langsung menyerang Itto dan John Lee di tengah lapangan.

Hu Tao tepuk tangan meriah melihat aksi 'sepupunya', sehingga sikunya tak sengaja menyenggol dada Primadona SMA Teyvat, Eula Lawrence.

“Maksud Anda apa, ya?” tanya Eula penuh intimidasi.

“Ma-Maaf!” ujar Hu Tao ketakutan.

Dari depan kelas, suara yang memanggil nama Eula membuat gadis bersurai biru muda itu menoleh ke belakang.

“Udahlah, biarin aja! Sini kita main!” ajak Beidou sambil menyenderkan tubuhnya di pintu kayu kelasnya.

Eula menatap Hu Tao penuh rasa benci, ia meludahi wajah gadis bersurai hitam itu lalu pergi menuju kelas Beidou setelahnya.

Anjing! runtuk Hu Tao kesal, ia mengelap saliva milik Eula dengan lengan kirinya, Hu Tao terus mengutuk Eula dengan matanya sampai gadis itu hilang dari pandangannya.

John Lee dan Itto masih sibuk menghadapi kawanan Childe The Harbingers, lebih tepatnya Itto yang lebih kewalahan di saat John Lee dengan mudah memukul jatuh bawahan Childe satu per satu.

“Bantuin gue juga, dong!” seru Itto dikeroyok lima orang sekaligus.

Pandangan John Lee tertuju pada Hu Tao karena baru saja diperlakukan dengan hina oleh orang yang tak dikenalnya, dengan cepat John Lee berlari menghampiri Hu Tao sebelum ia benar-benar malu dilihat oleh banyak orang.

“Woy! Anak baru!” teriak Itto keras, tubuhnya semakin tenggelam oleh lautan siswa karena dendamnya pada si bocah raksasa.

John Lee berhasil mengamankan Hu Tao jauh dari khalayak, ia membersihkan wajah Hu Tao dengan sapu tangan—misterius di saku celananya. Hu Tao menatap sepupunya perlahan, jantungnya berdegub kencang karena tidak ada laki-laki yang memperlakukan dirinya sebaik ini seumur hidup.

Hu Tao memegangi pipi John Lee dengan kedua tangannya lalu mendekatkan bibirnya sambil menutup mata.

Kenapa tak sampai?

Kening Hu Tao ditahan oleh jari telunjuk John Lee, sekuat apa pun ia berusaha mencium sepupunya, semakin sakit pula kepala Hu Tao karena kekuatan milik John Lee.

“Saya tak meminta balasan darimu, tidak perlu mencium saya,” ujar John Lee saat melepas jarinya.

“Cih! Biasanya cowok kalau digituin langsung ngaceng kali! Lagian gue cuma ngetes doang, ternyata iman lo kuat juga, ya!” sindir Hu Tao.

“Bantu saya, Hu Tao. Sepertinya kamu memiliki utang dengan saya,” lanjut John Lee tanpa memedulikan rona merah di wajah Hu Tao.

“Apaan?”

“Bantu saya jelaskan siapa saja orang yang berkuasa di sekolah ini,”

**

Di SMA Teyvat, bukan hanya Childe dan Itto saja biang kerok sekolah ini. Masih banyak lagi biang onar tak kasat mata di sekitarmu. Kita ambil contoh dari orang yang meludahiku, Eula Lawrence. Gadis cantik yang lahir dengan darah biru mengalir di tubuh montoknya, ia terlihat keras dan arogan kalau bertemu dengan orang yang status sosialnya tidak sejajar dengan dirinya. Untung saja dia sudah kelas 12 tahun ini, gue capek banget harus diludahi sama dia karena ini bukan pertama kalinya gue diperlakukan seperti ini!

Kedua, ya si bocah raksasa itu! Arataki Itto, pemimpin dari Geng Arataki. Anggotanya sedikit, tapi mereka terlampau loyal pada si Itto. Salah satunya itu Kuki Shinobu, cuma dia satu-satunya perempuan di geng, padahal dia anak dari keluarga yang agamis. Lo lihat sendiri, kan? Dandanannya di sekolah? Rok-nya aja dia potong sendiri sampai selutut. Dengar-dengar dia salah satu pereknya Itto, makanya betah tuh lonte kalau main sama dia!

Terakhir, ini gue juga dengar-dengar, ya! Belum tentu sepenuhnya salah, karena udah pasti ini benar! Childe, namanya Ajax Childe Tartaglia, putra bungsu dari Keluarga Harbingers. Kalau orang udah dengar nama Childe aja pasti ketakutan, cuma heran aja kenapa Itto nantangin anak itu terus padahal di tahun ketiganya, Childe masih jadi jawara di sekolah kita, dan yang kedua juga bukan Itto. Ada, deh, nanti gue kasih tahu, selalu merinding gue kalau mau nyebut nama dia.

Tapi intinya, Childe itu terlalu invisible untuk orang-orang kayak kita. Dia bebas berbuat apa pun karena keluarganya salah satu donatur di SMA Teyvat. Lo mungkin pernah dengar nama-nama orang besar seperti La Signora? Atau Dokter Dottore? Nah, itu—

“Salah satu Harbingers?” potong John Lee mendadak.

Hu Tao mengangguk ragu, tangannya terasa sakit saat John Lee mencengkram pergelangan tangan yang selalu dipakai oleh perempuan itu untuk mengekspresikan ceritanya.

“Sakit!”

John Lee melepaskan cengkramannya, “Maaf,”

Lelaki bersurai hitam itu beranjak dari kursi taman di pusat kota, pamit kepada Hu Tao padahal ia sendiri tak memiliki tujuan.

“Lo mau ke mana? Kita serumah, Bodoh! Kakek lo yang nyuruh!” seru Hu Tao saat John Lee sudah berjarak 100 meter darinya.

John Lee berbalik arah, sepertinya ia harus bermalam di kediaman Hu Tao sebelum mencari keberadaan sang istri, Raiden Ei, di Liyue.

-to be continued

Archon FamILY

Ending Episode 2: Fates

Aether dan Lumine beserta sang ibu tiba di kediaman Keluarga Geo, di sana pun seluruh Keluarga Archon tengah berkumpul di ruang keluarga. Tak sedikit pun terpikir oleh Scaramouche bahwa dia sedang memakai baju formal, karena selama ini bajunya selalu bernuansa gelap beserta gelang yang beragam melengkapi kedua tangannya. Raiden Ei dengan senyum tulusnya memuji Lumine yang sedang memakai baju dress putih selutut, ditemani oleh Aether yang juga memakai baju dengan warna yang sama.

“Gak kerasa hari ini anak kita mau tunangan, Mas.” bisik Ei kepada Zhongli.

Ningguang masih menggerutu, padahal acara hari ini khusus dibuat untuk Yunjin dan Aether, namun setelah mendengar kabar itu Ei pun tak mau kalah lalu ikut-ikutan dalam acara tersebut, numpang pula.

“Selamat sore,” sapa orang tua si kembar, Tsaritsa.

“Selamat sore, Ibu.” jawab Raiden Ei dengan lembut.

Scaramouche menggeleng-gelengkan kepalanya karena malu, padahal rencananya hari ini ia ingin push rank bersama Itto di warnet kesayangannya, Teyvat Gaming Station. Terlihat wajah Itto semakin surut karena rasa kecewanya kepada Scaramouche sepupunya, terlalu cepat waktu ini berlalu pikirnya.

“Saya sejujurnya tidak menyangka bahwa kedua anak saya ini akan menikah dengan dua orang dari keluarga yang sama,” ungkap Tsaritsa sambil terkekeh.

Kekehan si calon besan diikuti oleh Ei, namun semua menatapnya dengan raut wajah menggelikan khususnya Ningguang.

“Bagaimana kalau kita mulai saja acara lamaran ini, Bu? Mengingat hari sebentar lagi mau Magrib, kebetulin hari ini saya jadwal imam,” ujar Zhongli.

“Kebetulan, Yah! Itu lidah kenapa keseleo?” sanggah Yunjin sedikit kesal, namun hanya dibalas oleh tawa sang ayah,

Suasana kedua keluarga langsung pecah, tak disangka candaan Zhongli juga masuk kepada Tsaritsa, di sana Yunjin sadar bahwa Zhongli memang bukanlah orang yang sembarangan, statusnya sebagai pemilik agensi nomor satu di Teyvat membuatnya paham dengan berbagai karakter manusia sehingga ia tahu bagaimana cara menghadapi orang-orang tersebut.

Ayah keren, gumam Yunjin dalam hati penuh emosional.

Melihat sang kakak akan dilamar hari ini, tentu membuat Noelle sedikit iri, bagaimana tidak? Gadis bersurai pendek itu baru saja dicampakkan oleh lelaki yang ia sukai beberapa hari lalu, namun ia terus mengalihkan pikirannya dan ikut berbahagia di momen khusus Yunjin (dan Scaramouche) hari ini.

Albedo pun sama, tak terlihat senyum di wajahnya karena ia baru saja melihat status baru mantan kekasihnya, Mona, sekitar setengah jam lalu. Mona mengunggah foto bersama lelaki baru yang tentu ia kenali, rasa sesak di dadanya benar-benar tak bisa disembunyikan, tetapi dia harus menahan perasaan itu sampai acara pertunangan ini selesai.

“Sebenarnya, dulu jaman saya dan Ning, tidak ada yang namanya tunangan-tunangan seperti ini,” kata Zhongli dengan wajah tegas.

“Ya, Pak. Saya juga sama, dulu saya sama si Bapak juga langsung menikah, enggak pakai dekorasi-dekorasi begini malah,” jawab Tsaritsa lembut.

Raiden Ei berdeham, ia mengangguk setuju entah kenapa, tetapi beberapa saat kemudian perempuan itu berlinang air mata karena rasanya tak sanggup melepas kepergian anaknya yang sebentar lagi akan menjadi suami orang.

“Kenapa, Ei?” tanya Zhongli.

“Lebay aja itu, Yah.” bisik Ningguang, sayang sekali terdengar oleh Ei.

“Mba! Masa kamu gak tahu perasaan saya? Ini Scaramouche adalah anak saya satu-satunya! Melepasnya sungguh berat bagi saya!” sentak Ei dengan nada tinggi.

“Heh?! Scaramouche sendiri yang kamu paksa menikah, tapi kenapa kamu yang emosional sekarang?” balas Ningguang tak mau kalah.

Tsaritsa yang awalnya tersenyum, kini berubah 180 derajat melihat interaksi dua perempuan yang masih menyimpan dendam tersebut. Nilou langsung mengamankan Nahida lalu berlari ke kamar Yunjin dan Noelle karena bayinya sudah menangis karena terkejut.

Zhongli dan Al Haitham langsung melerai keduanya karena seteru panasnya terus berlanjut. Venti melihat ada yang aneh dengan gelagat Barbara, satu hal yang pemabuk ini lupakan bahwa Barbara sebenarnya usia kandungan istrinya sudah memasuki 9 bulan, sebenarnya Barbara sudah bisa melahirkan tetapi ia terlalu mabuk untuk mengingat hal itu.

“Sakit perut lagi, Yang—”

Barbara mencengkram keras lengan kiri Venti hingga membuat lelaki berusia 30 tahun itu memekik, Barbara berteriak kesakitan dan membuat panik seisi ruangan.

“Kont—”

“Kontraktor?! Sayang! Ini bukan saatnya main eat bulaga!” potong Venti panik.

“GUE MAU LAHIRAN, GOBLOK!” teriak Barbara sambil merintih kesakitan.

“Anjir! Gue jadi bapak!” seru Venti, jelas ia tak tahu harus berbuat apa saat ini.

Raiden Ei ikut panik, ia tak ingin orang tua si kembar berubah pikiran setelah melihat kondisi keluarganya karena terlalu chaotic, dengan cepat ia meraih tangan Zhongli lalu menyalamkannya kepada Scaramouche.

“Mas! Kamu pengalaman jadi penghulu, kan?! Saya mau Scara dinikahkan dulu secara siri!” ujar Raiden Ei terengah-engah.

“Hah? Enak saja! Anak saya harus nikah dengan sah secara hukum!” potong Tsaritsa tak setuju dengan permintaan Raiden Ei.

Ningguang melepaskan tangan Zhongli dari Scaramouche, rasanya ia tak rela jika keponakannya itu yang dapat urutan pertama.

“Yah! Kita harus segera bawa Barbara ke rumah sakit, ini suaminya bahkan gak tahu kalau istrinya udah masuk bulan ke 9!” seru Ningguang langsung berlari ke arah Barbara dan membantunya berdiri.

Tanpa pikir panjang, Zhongli pun ikut dengan perintah sang istri, rasa aneh ketika melihat Ningguang sedikit mual membuatnya semakin yakin bahwa ada sesuatu yang aneh terjadi pada istrinya.

“Bang! Bantuin istri gue, Bang!” teriak Venti panik.

“Sabar, Dek! Saya gak pengalaman jadi dokter kandungan!” jawab Zhongli ikutan panik melihat si bungsu kewalahan.

“Mas, terus ini Scaramouche bagaimana?!” seru Ei tak mau kalah.

Barbara di bawa kerumah sakit setelah ambulan darurat datang beberapa menit setelah Albedo telepon, laki-laki di keluarga membopong Barbara yang sudah menjerit kesakitan.

“Jangan telepon Mba Jean dulu! Gue masih takut!” pinta Venti, pikirannya sudah melayang ke mana-mana.

“Justru Jean harus ditelepon! Biar semuanya tahu,”

Telepon Barbara berdering, terlihat nama sang kakak di layar, dengan sigap Ningguang menerima panggilan itu.

Halo? Mba Ning? Kami sudah di rumah sakit, hari ini seharusnya jadwal kelahirannya, bukan?

Venti merasa bersalah saat itu juga, ia bahkan tak tahu bahwa hari ini jadwal Barbara, melihat dari pihak keluarga sang istri sudah mempersiapkan bahwa sudah tiba di tempat membuat pria berusia 30 tahun itu terdiam tanpa kata.

“Iya, kami sedang berangkat menuju rumah sakit, Jean. Venti lagi nyetir jadi gak bisa ngomong sama kamu,” jawab Ningguang, berhasil menaikkan garis bibir Venti karena merasa terselamatkan.

Jangan suruh orang mabuk bawa mobil, Mba! potong Diluc dari ujung telepon.

Mendengar suara iparnya kembali membuat Venti panik, raut wajahnya tak bisa dijelaskan lagi bagaimana bentukannya.

Lumine menahan Scaramouche yang hendak naik mobil keluarganya, membisikkan sesuatu kepada calon suami.

Kamu mau nikah siri? bisik Lumine.

Ya, enggak sebenarnya! balas Scaramouche, ia menekan suaranya sehingga tidak memperkeruh suasana.

Ta-Tapi aku siap, Scara.

Hah? Kamu yakin?!

Raiden Ei menengahi kepala mereka yang sedang berdekatan, “Mama juga setuju!”

Tsaritsa tak bisa berbuat apa-apa, melihat keseharian Lumine yang selalu berbahagia jika ada di samping kekasihnya membuatnya sadar, namun entah sadar akan hal apa ia sendiri belum tahu.

Scaramouche dan Lumine dinaikkan ke dalam mobil ambulan yang berisi Zhongli, Tsaritsa, Raiden Ei, Aether, dan Itto.

“Kenapa gue ikutan?!” potong Itto kebingungan.

“Kamu bisa jadi walinya Scaramouche, To.” jawab Zhongli singkat.

Itto yang tak tahu apa-apa hanya bisa mengikuti arus suasana runyam ini, dalam perjalanan mereka menuju rumah sakit, Zhongli memulai acara pernikahan siri Scaramouche dengan Lumine.

“BISA GAK, SIH?! NIKAHNYA JANGAN DI JALAN KAYAK GINI?!” teriak Barbara karena merasa terganggu dengan suara tepuk tangan Raiden Ei.

“Sebentar, Nak. Ini mau nikahan dulu, ya.” potong Raiden Ei sambil mengelus rambut pirang si calon ibu.

“Baik, silakan Aether dan Scaramouche berjabat tangan,” suruh Zhongli.

Aether menjabat tangan calon iparnya, tatapannya tajam namun dibalas sama tajamnya oleh Scaramouche.

Sorry, Bang.” ujar Scaramouche.

“Saya nikahkan engkau dengan adik saya Lumine Viatrix, dengan maskawin uang tunai sebesar 100 juta Mora dibayar tunai!”

Mendengar perkataan Aether membuat Scaramouche tersentak, dari mana asalnya duit sebesar itu?

Raiden Ei menyenggol pelan tubuh pinggang Scaramouche sebagai tanda bahwa semuanya bisa diurus nanti.

“Saya terima nikahnya saudari Anda Lumine Viatrix dengan maskawin tersebut, tunai!”

“Bagaimana? Sah?”

“Sah,”

Alhamdulillah,

**

Barbara dilarikan ke ruangan bersalin, tatapan Diluc ke arah Venti membuat nyalinya mencuit, pria bersurai merah itu paham betul dengan sifat Venti sehingga sulit untuk percaya kepada suami adiknya tersebut.

“Yang boleh menemani cukup suaminya saja, ya.” ujar sang perawat sambil menutup pintu ruang bersalin.

Barbara terlihat kehabisan nafas karena selama perjalanan menuju rumah sakit dipenuhi oleh suasana yang cukup memprihatinkan, kini Scaramouche dan Lumine sudah menikah secara siri, salah satu urusan Keluarga Archon telah selesai, kini tinggal gilirannya untuk menuntaskan tugasnya untuk menyambut peran barunya sebagai seorang ibu.

“Sayang! Aku minta maaf!” seru Venti sambil menangis.

“Diem!” sentak Barbara penuh emosi, ia merintih kesakitan karena rasa sakitnya tak bisa ia kendalikan lagi.

“Gue mau lo janji satu hal!” ujar Barbara terbata-bata.

“Apa, Sayang? Biar aku lakukan!”

“Gue mau lo berhenti minum, berhenti mabuk setelah anak gue laHIIIRRRRR!” di cengkramnya kedua tangan Venti dengan ganas.

“IYA-IYA-IYA! JANJI, SAYANG! JANJI!” ucap Venti kesakitan.

“Oke! Sekarang keluar!”

“Hah? Aku?”

“Bukan! Tapi ini bocah! KELUAAAARRRRRRRRR”

Beberapa saat kemudian, Barbara melahirkan seorang anak perempuan yang menjadi pintu pembuka kehidupan baru keluarga Venti dan Barbara. Putri kecil mereka diberi nama Sayu oleh Venti, ia sudah mendambakan nama itu sejak awal Barbara hamil. Barbara pun setuju dengan nama yang diberikan oleh sang suami, sambil berharap putrinya akan menjadi pribadi penuh ceria, pandai bersosialisasi, dan menikmati hidupnya dengan maksimal.

Venti keluar dari ruangan bersalin itu sambil menggendong putrinya lalu berteriak lantang.

“GUE JADI BAPAK!”

“VENTI HATI-HATI ITU ANAK LO HAMPIR JATUH!”

-to be continued

WHY 18?

PROLOG

BREAKING NEWS!

Kecelakaan beruntun terjadi di Liyue, peristiwa bermula ketika sebuah mobil sedan berwarna biru menyenggol seorang pengendara sepeda motor yang sedang melaju dengan kecepatan 70KM/jam. Kepala Kepolisian Millelith, Fengyan menjelaskan bahwa setelah mobil sedan itu menyenggol motor bebek tersebut, tiga mobil lainnya juga ikut menabrak sehingga menyebabkan ledakan yang cukup besar sekitar jam 1 dini hari.

Beruntungnya, tidak ada korban jiwa dalam kasus kecelakaan ini, pengendara motor mengalami luka parah dan sekarang sudah dilarikan ke Rumah Sakit Umum Liyue untuk penanganan lebih lanjut. Identitas korban kecelakaan dirahasiakan sampai menunggu kabar dari pihak keluarga.

Layar televisi itu tiba-tiba mati, tangan kekar yang menekan tombol merah di ujung remot menampakkan urat-urat di sekitar lengannya. Beberapa detik kemudian, ia melemparkan remot tadi ke dinding dengan keras, nafasnya terengah-engah karena sibuk menahan emosi. Ia membenarkan kacamatanya yang sudah turun dari tempatnya, senyum paksanya terlihat tidak mengenakkan anak buah yang sedang berjejer di depannya.

“Bodoh!” sentak pria bersurai hitam bergelombang itu.

“Kenapa kalian tidak bisa mengejarnya dengan cepat?! Kenapa dia harus lolos sampai pusat kota?!”

Bawahannya menunduk serempak, rasa bersalahnya begitu besar sehingga tidak berani menatap netra hitam yang sedang menyumpahi kegagalan mereka. Pria itu menunjuk satu persatu kacung hinanya dengan pistol peredam. Ia mulai berjalan lalu menembaki keempat kacungnya tepat dikepala.

“Ja-Jangan, Bos!” teriak sisa nyawa terakhir yang masih hidup.

“Kalau kau tidak mau mati, setidaknya lakukan tugasmu dengan baik!” balasnya sama keras dengan suara teriakan si kacung.

“Kalau begini caranya, istrimu akan menjadi janda dan anakmu sebentar lagi menjadi yatim!” bentaknya lantang.

Wajah ketakutan yang terpancar dari lelaki berbaju coklat itu terlihat begitu menggairahkan baginya, ia memainkan pistol tersebut tepat di depan matanya.

“Percuma, sih. Tidak bisa dibilang anakmu juga kalau aku yang memperkosa istrimu, kan?” ujarnya sambil terkekeh.

DOR

Darah yang berlumuran di sekitar kakinya tak sedikit pun membuat Pantalone jijik, ia pergi meninggalkan markas sementaranya setelah memerintahkan bawahan lainnya untuk membakar rumah kecil itu tanpa rasa iba. Pistol yang ia gunakan tadi juga hangus dilahap oleh Si Jago Merah untuk menghilangkan barang bukti saat Millelith datang untuk menyelidiki kasus kebakaran di daerah Qixing Village.

Tenang saja, Morax. Nyawamu tidak akan lebih dari dua hari, batin Pantalone dengan tatapan yang mengerikan.

**

Perempuan bersurai ungu menangis histeris di depan ruangan ICU, kabar bahwa suaminya menjadi korban kecelakaan begitu menyayat hatinya, Raiden Ei hanya bisa memukul pasrah pintu ruangan tempat suaminya berada. Belasan selang yang tertancap di tubuhnya hanya bisa dilihat dari luar oleh perempuan itu.

Pagi tadi di kediaman Zhongli

Zhongli menegak kopinya, pria bersurai coklat itu tersenyum ke arah Ei yang sedang giat-giatnya memasak. Dirasa masakan istrinya semakin baik seiring berjalannya waktu, walaupun Zhongli tidak menuntut Ei harus bisa memasak segala jenis makanan, namun istrinya terus belajar agar bisa memuaskan hati sang suami.

“Ei,” panggil Zhongli lembut.

“Ya, Sayang?” jawab Ei, ia tak berani mengalihkan pandangannya dari kompor yang sedang menyala.

“Hari ini sepertinya saya akan pulang terlambat,”

“Lagi?” runtuk sang istri sambil mendengus kesal.

Zhongli tertawa kecil, ia beranjak dari kursinya lalu memeluk tubuh sang istri dari belakang. Lingkar tangannya terasa nyaman di pinggang Ei, perempuan itu memejam sesaat sambil merasakan kehangatan yang diberikan oleh Zhongli. Kecupan manis di pipi kanannya berhasil membuat rona wajah Ei memerah seketika.

“Maaf,” ujar Zhongli pelan.

Ei pun membalas ucapan pria berusia 35 tahun tersebut dengan kecupan di bibir Zhongli.

“Ya, saya tidak bisa melarang suami saya kerja keras demi si Dedek, kan?” Ei mengarahkan tangan kanan Zhongli ke perutnya, diusapnya perut sang istri dengan penuh kasih sayang. Mereka berdua tersenyum geli sebelum tertawa setelahnya.

Pernikahan mereka sudah memasuki 5 tahun, dan ini adalah karunia pertama bagi keluarga Zhongli setelah bersusah payah menata hidup sejak awal pernikahan mereka. Seorang anak yang akan mewarnai hidup pasutri dengan masa lalu yang cukup kelam untuk diceritakan.

“Tapi ingat, tolong kabari saya setiap kamu pergi ke mana pun,” omel Ei sambil mengancamnya dengan spatula panas bekas minyak goreng.

Zhongli tertawa sekali lagi, “Ini permintaan kamu atau permintaan si Dedek?” ledeknya setelah itu.

Ei membuang wajahnya dari hadapan sang suami, kembali fokus ke masakan untuk dirinya karena Zhongli memang tak terbiasa sarapan.

“Ini permintaan kami, Yah.” dumel Ei sambil mencibirkan bibir merahnya.

“Baiklah, akan saya kabari setiap saat kalau begitu!”

**

Monitor elektrokardiogram di samping Zhongli semakin memelitkan suaranya, detak jantung pria itu lambat laun semakin menurun. Tak ada yang bisa dilakukan oleh Ei selain menunggu kembalinya sang suami dari koma-nya. Perempuan bersurai ungu itu terus mengelus tangan sang suami penuh harapan.

Saya tidak meminta kabar ini dari kamu, gumam Ei lirih.

Air matanya tak dapat lagi ia bendung, semakin jarang ia mendengar suara dari monitor pengukur jantung suaminya, garis yang awalnya masih bergelombang, kini menjadi lurus dan menaikkan gelombangnya sedikit setiap 5 detik.

Satu-satunya lampu yang menjadi penerang ruangan Zhongli ikut meredup seiring berjalannya waktu, seperti ia paham bahwa nyawa suami Raiden Ei itu memang tidak lama lagi.

Apakah kau masih mau hidup?

Kalau kau masih mau hidup, lebih baik kau ubah masa lalumu,

Kau masih memiliki kesempatan, karena hanya beberapa manusia saja yang memiliki kesempatan untuk mengubah hidupnya dan kau salah satunya!

Morax—maksudku, Zhongli? Maukah kau mengubah garis takdirmu?

Kalau tidak, ya paling nyawamu tak akan sampai 5 menit lagi,

Tapi kalau kau masih mau hidup, aku berikan kau waktu dua tahun untuk mengubah masa lalumu di titik paling kelam,

Ha-ha-ha! Ternyata kau mau juga! Baiklah!

Detak jantung Zhongli mulai meningkat, harapan Raiden Ei pun ikut naik saat melihat layar monitornya kembali normal, namun sang suami tak kunjung sadar tetapi Ei percaya dengan mukjizat.

“Istirahat dulu, Sayang. Tenang saja, saya tidak akan beranjak sampai kapan pun,” ujar Raiden Ei lalu mengecup lembut kening Zhongli.

**

Suara bel sekolah memekikkan telinga si murid yang tertidur, suara desakan siswa yang keluar dari kelas menuju ke kantin rasanya tak pernah ia ingin ulang kembali. Ia membuka sebelah matanya namun sinar matahari benar-benar menyilaukan, Zhongli terbangun dengan seragam SMA Teyvat membungkus tubuhnya.

“Oy, John! Ayo ke kantin!” ajak Hu Tao, teman sekelasnya.

Mata John Lee (Zhongli) terbelalak ketika ia melihat ke sekeliling, ruang kelas lamanya ketika SMA kembali dilihat dengan tatapan tak percaya, sekuat apa pun ia menggosok-gosok mata tak membuatnya sadar dari tidur panjang lelaki berusia 18 tahun tersebut.

Hah? gumam John Lee tak percaya.

Suara gemuruh siswa SMA Teyvat kini terdengar dari lapangan olahraga, terlihat dua orang sedang adu jotos untuk membuktikan siapa yang akan menjadi jagoan baru setelah lulusnya para alumni sekolah dengan ribuan karakter di dalamnya.

“Ayo! Lo pikir gue takut sama lo dan semua kacung lo?!” seru Itto yang sedang berdiri di dekat ring basket, menatap ke arah sebaliknya di mana Childe tengah dipijit oleh kacung lelaki bersurai oranye tersebut.

“Hajar, Bos!”

“Jangan kasih ampun!”

“Childe dari Harbingers ini, Bos! Bukan kaleng-kaleng!”

Tatapan tajam dari Childe justru membuat hati gadis-gadis berseragam SMA itu klepek-klepek, senyum manisnya tak selaras dengan tingkah lakunya di sekolah. Walaupun menjabat sebagai ketua MPK di sekolahnya, Childe juga merupakan panglima perang kalau sudah berurusan dengan tawuran.

“John! Mending kita nonton mereka kelahi aja!” seru Hu Tao tepat di sampingnya.

John Lee menggelengkan kepalanya, ia masih tak habis pikir jiwanya akan kembali menjadi anak SMA. Beberapa detik kemudian, Itto berlari ke arah Childe lalu melayangkan serangan pertamanya, pertengkaran hebat itu menghiasi hari pertama John Lee sebagai siswa SMA Teyvat untuk kedua kalinya.

Kenapa saya harus jadi anak umur 18 tahun lagi?! runtuk John Lee dalam hati.

Archon FamILY

Episode 2: Fates

Setelah makan malam keluarga, semua kembali dengan aktivitas mereka masing-masing. Yunjin sibuk dengan ponselnya dengan wajah merah padam, Noelle membantu Barbara dan Ningguang mencuci piring dengan wajah lesunya, Zhongli sudah tertidur pulas di sofa ruang tamu, Scaramouche mengutuk ibunya lewat tatapan mata saat Raiden Ei terus menerus memeluk Lumine yang sudah mulai risih, hingga Itto, Albedo, dan Venti sedang minum-minum di depan teras rumahnya.

“Kalian masih mau minum?” tanya Diluc sambil membawakan setengah lusin bir kaleng di tangan kirinya.

Itto hanya mengangguk sambil tersenyum, jelas dia sudah mabuk malam ini, namun tidak dengan Albedo, wajahnya murung walaupun kulitnya sudah memerah. Kalau Venti jangan ditanya, dia akan dengan senang hati menerima pemberian iparnya karena pria bersurai hitam dengan aksen hijau di kepang rambutnya itu sudah terlanjur mabuk 15 menit yang lalu.

“Lo gak minum, Bang?” tanya Itto saat membuka lagi segel bir kesekiannya.

“Enggak, saya kerja besok,” jawab Diluc singkat, ia pun ikut duduk di antara para pria yang sedang dirundung masalah masing-masing.

“Yang benar aja?! Besok, kan, hari libur!” seru Itto dengan nada sedikit keras (setidaknya baginya).

“Besok masih hari Jumat,” gumam Diluc pelan, ia menghidupkan rokoknya setelah menidurkan putri tunggalnya, Klee, beberapa saat yang lalu sebelum membawakan bir.

Fokus pria bersurai merah itu tertuju pada Albedo, ia masih menatap layar ponselnya, ada puluhan pesan yang gagal terkirim karena pacarnya sudah memblokir nomor Albedo sejak sore tadi.

“Putus?” tanya Diluc.

“Iya,”

Diluc berdeham, ia tidak tahu harus merespon seperti apa jawaban singkat itu. Ia tahu sedikit tentang mantan pacar Albedo karena mereka satu tempat kerja di Adventure Guild.

“Saya kenal dengan Mona,”

Mata Albedo terbelalak setelah mendengar ucapan Diluc, ia tenggelam terlalu jauh sehingga melupakan fakta bahwa Mona termasuk orang yang memiliki jabatan penting di Mondstadt.

“Ah, aku lupa, Bang. Dia ada dekat sama cowok lain, kah?” tanya Albedo pasrah.

Diluc menggelengkan kepalanya, “Terakhir saya lewat meja kerjanya alias tadi sore sebelum berangkat ke sini, saya masih melihat bingkai foto kalian,”

Mendengar jawaban itu, garis bibir Albedo sedikit terangkat. Hubungan Albedo dan Mona sudah sering putus nyambung karena masalah sepele, terkadang Albedo salah mengartikan nada bicara Mona sehingga perang kecil kerap terjadi, di saat yang sama Mona sering lupa dengan kondisi Albedo karena lelaki bersurai coklat itu tengah menyelesaikan dua tugas akhirnya secara bersamaan, sebenarnya Albedo hanya butuh semangat dari kekasihnya.

Pintu depan rumah Venti dibuka dengan paksa oleh Yunjin, gadis bersurai ungu itu masih memaki Thoma lewat telepon, tidak ada yang memedulikan betapa kerasnya suara Yunjin malam ini, karena ternyata Thoma hanya bermain-main dengan perasaan Noelle yang sudah bersusah payah untuk mendapatkan kursi di Teyvat University hanya agar bisa satu kampus dengan lelaki yang ia sukai.

“Lo gila! Gak ada otak!” pekik Yunjin tetapi enggan mengakhiri panggilan tersebut.

Mendengar suara kakaknya, Noelle bergegas menyusul keluar rumah lalu ikut mendengar apa yang dibicarakan oleh Thoma.

Gue pikir dia gak akan masuk TU, makanya gue tantang aja dia supaya bisa masuk jurusan kedokteran. Ternyata setelah gue lihat-lihat namanya ada di peringkat pertama,

Tapi mau gimana lagi, Yun? Gue udah sama Ayaka dari awal kuliah, setelah sidang skripsi nanti gue mau seriusin dia,

Ekspresi Noelle sudah tidak dapat digambarkan dengan kata-kata, Yunjin saja tidak sadar bahwa adiknya mendengar percakapan mereka sejak tadi.

“Mas Thoma? Sama Mba Ayaka?” gumam Noelle terbata-bata.

Yunjin sontak berbalik arah, kini wajahnya juga tak bisa dijelaskan saking kagetnya, beberapa saat kemudian Ningguang ikut keluar dengan wajah yang merah pekat.

“Gila kamu, Nak! Saya sudah kenal kamu dari jaman kalian sekolah, tapi kenapa kamu tega mempermainkan perasaan anak saya!” bentak Ningguang sama kerasnya dengan Yunjin.

“Bunda...” hanya itu yang keluar dari mulut Noelle.

“Tahu gitu saya gak suruh Yunjin bantuin Noelle kalau tahu sifat busukmu!”

Beberapa saat kemudian, Ningguang sadar kalau emosinya membuat perempuan itu keceplosan. Laki-laki yang duduk di teras rumah hanya bengong menyaksikan drama yang ada di depan mereka.

“Bunda tahu?” tanya Noelle dengan mata berkaca-kaca.

“Cece tahu?”

“Kenapa kalian semua tahu urusan Adek?!” giliran Noelle membentak ibu dan kakaknya.

“Bu-Bukan salah Cece! Bunda yang suruh Cece buat bantuin Adek!” Yunjin menunjuk-nunjuk Ningguang dengan kelima jari mungilnya.

“Bunda gak mau kamu murung terus, Nak! Bunda mau yang terbaik untuk kamu!” sanggah Ningguang.

“Tapi, kan, semuanya jadi tahu! Kalau gini Adek gak mau masuk TU! Adek gak mau kuliah!”

Noelle berlari menuju rumah, memang tak jauh sebenarnya dari kediaman Venti. Rumah mereka hanya ditengahi oleh rumah keluarga Al Haitham dan Nilou, hanya rumah Raiden Ei yang sedikit jauh dari pekarangan rumah Keluarga Archon.

Kini para lelaki berdiri dengan tegak, matanya terlihat tajam karena rasa dendamnya pada seseorang. Itto, Albedo, dan Venti membusungkan dadanya sambil berjalan ke mobil, mereka tidak terima dengan perlakuan orang yang berani-beraninya menyakiti si bungsu.

“Gue aja yang bawa, gue gak mabuk!” teriak Itto lantang.

“Gue aja, Bang! Gue kalau lagi galau bisa ngebut!” bantah Albedo penuh paksaan.

“Gila kalian, ya?! Kalian itu udah mabuk! Biar Paman Venti aja!” timpal Venti tak mau kalah.

Diluc menghembuskan nafasnya dengan paksa, padahal kunci mobil masih terletak di atas meja tapi ketiga lelaki mabuk itu sudah rebutan membuka pintu depan mobil.

“Gimana, Mba?” tanya Diluc kepada Ningguang.

“Sudahlah, kamu urus saja mereka bertiga. Biarkan anak itu pasti akan dapat karma,” jawab Ningguang tak ambil pusing.

“Pakai cara lama?”

“Ya, pakai saja,”

Diluc menampar pipi ketiga lelaki itu serempak, mereka tertidur seketika. Pria bersurai merah itu menyeretnya satu persatu ke dalam rumah, sementara Yunjin dan Ningguang menyusul Noelle kembali ke rumah.

Di meja makan, Raiden Ei terus bertanya kepada Lumine tentang pesta pernikahannya dengan Scaramouche, tampaknya perempuan bersurai ungu itu sudah tak sabar ingin menjadi besan gadis bersurai pirang itu.

“Ta-Tapi Lumine masih belum lulus kuliah, Ma.” balas Lumine canggung.

“Sudah, tidak apa-apa. Yang penting kalian menikah dulu, biar Mama bicarakan sama keluarga kamu,” ujar Ei sedikit memaksa.

“Ma! Jangan gitu, dong! Aku malu!” runtuk Scaramouche kesal.

“Biar kamu itu ada tanggung jawabnya, Nak! Orang kok tiap hari kerjaannya main warnet, lagian kamu sudah selesai skripsian, memangnya Mama lupa?!”

Scaramouche mematung, ia tak berani menatap Lumine karena sudah kesal dengan tingkah ibunya seperti anak-anak.

“Lumine itu juga seorang idol, Ma! Dia mana boleh ketahuan pacaran sama fansnya!” Scaramouche mulai membuat alasan, berharap Ei dapat luluh dengan pernyataannya.

“Benar, Nak? Kamu idol?”

Lumine hanya mengangguk pasrah, walaupun kenyataannya ia memang seorang idol, tetapi ia tak ingin keluarga Scaramouche tahu dulu karena akan ribet urusannya.

“Agensi kamu apa?”

“Teyvat Entertainment,”

“Oh,”

Raiden Ei beranjak dari kursinya lalu berjalan menghampiri Zhongli, ia membangunkan abangnya, saat Zhongli terbangun setengah sadar Ei mendekatkan wajahnya ke telinga Zhongli.

“Mas, saya boleh minta tolong?”

“Minta tolong apa, Ei?”

“Beritahu kepada publik, kalau Lumine akan menikah dengan anak saya,”

Lumine terkejut bukan main, sementara Scaramouche menggelengkan kepalanya karena sudah benar-benar pasrah.

“Paman kamu—”

“Ya, dia itu Morax, pemilik Teyvat Entertainment,” potong Scaramouche lesu.

Trivia Bidadari Pencabut Nyawa

  1. Semua yang telah mati kini kembali ke Alam Baka.

  2. Celestia Kuno (Aether, Lumine, Kokomi) pergi dari Teyvat (kembali ke Alam Baka)

  3. Dainsleif dan Albedo gugur dalam pertempuran.

  4. Xiao dan Xiangling melanjutkan hidupnya sebagai suami istri di Teapot Residence.

  5. Kazuha melanjutkan perjalanan tiada hentinya sampai ajal menjemput.

  6. Scaramouche, Mona, dan Nara melanjutkan hidupnya di Teapot Residence.

  7. Hu Tao dan Xingqiu memiliki rumah baru di Liyue.

  8. Yelan masih tinggal di Teapot Residence (rumah lama Hu Tao dan Xingqiu).

  9. Noelle melahirkan anak laki-laki, Thoma belum memutuskan untuk memberi nama bayinya.

  10. Sucrose dan Sayu tinggal di rumah Keluarga Geo bersama Gorou, Noelle, Thoma, bayinya.

  11. Gorou kembali ke Teapot Residence setelah Inazuma dihancurkan oleh Raiden Ei.

  12. Yanfei hidup menyendiri di pesisir Liyue.

  13. Shenhe dan Qiqi melanjutkan hidupnya di Liyue.

  14. Beidou mengumumkan pernikahannya.

  15. Baizhu melanjutkan eksperimen peninggalan Albedo.

  16. Kujou Sara dan Yun Jin pindah dari Teapot Residence.

  17. Yae Miko dan Kamisato Ayato tinggal di Teapot Residence.

  18. Secara tidak langsung, Kamisato Ayato tidak lagi menjadi Pelaksana Pemerintah Inazuma setelah Inazuma dihancurkan.

  19. Upacara kematian Zhongli tidak diselenggarakan.

  20. Raiden Makoto mati bersama Inazuma saat Cataclysm.

  21. Berkat Kaeya, kehidupan Diluc, Jean, dan Klee diulang kembali.

  22. Diluc Ragnvindr dan Jean Gunnhildr kembali menjalin hubungan walaupun ingatan Jean di masa lalu telah musnah.

  23. Klee merupakan anak dari Alice.

  24. Tidak ada lagi Harbingers, Pasukan Abyss Order, dan The Underworlds.

  25. La Signora tinggal bersama keluarga Scaramouche.

  26. Sebagian besar warga Inazuma yang selamat kini tinggal di daerah Teapot Residence dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Kamisato Ayato sampai waktu yang tidak dapat ditentukan.

  27. Kusanali pergi dari Teyvat (tugasnya selesai pasca Cataclysm).

  28. Barbara mati dibunuh oleh Kamisato Ayaka.

  29. Jean, putri dari Venti dan Barbara hilang.

  30. Lisa dan Razor pindah ke Teyvat Pusat.

  31. Wilayah yang tersisa di Teyvat (di dunia alternatif ini) adalah Mondstadt, Sumeru, Liyue, Fontaine, Snezhnaya, Teapot Residence, dan Teyvat Pusat.

  32. Raiden Ei tinggal sendiri di dimensi buatannya.

  33. Venti tinggal di antara langit-langit Teyvat, ia tak pernah lagi turun pasca Cataclysm.

  34. Semua karakter yang tersisa menjalani hidupnya sendiri di dunia alternatif ini.

Bidadari Pencabut Nyawa

Chapter 11: The End of Story

Seluruh wilayah Inazuma telah hancur akibat kekuatan mutlak milik Raiden Ei, perempuan bersurai ungu itu kini duduk di sebuah halaman luas ditemani oleh secangkir teh panas sambil memandangi matahari yang sedang terbenam. Tatapannya sendu, pikirannya pun ikut melayang tinggi meninggalkan tubuhnya tanpa peduli.

“Ternyata, ramalan itu benar,” gumamnya pelan.

Tiupan angin yang lembut membuat rambut ungunya menari mengikuti melodi sang bumi, hamparan rumput yang mengelilingi Celestia dari Euthymia itu tak pernah dijamah oleh siapa pun selain dirinya, tak terasa dia sudah berada di dalam sana selama lebih dari ratusan tahun, walaupun menurut penghitungan dunia nyata, Raiden Ei baru pergi dari Teyvat selama 3 tahun.

“Perang Archon Pertama memecah belah Teyvat, Perang Archon Kedua menghancurkan Natlan dan seisinya, dan sekarang Cataclysm berhasil membumihanguskan wilayahku,”

“Andai saja waktu bisa diulang kembali—”

“Ah, dunia tidak akan menarik kalau semua orang yang kuhargai harus kembali ke sisiku,” tutupnya sambil tersenyum.

**

Arataki Itto memimpin upacara kematian Ningguang dan Albedo, ini adalah kali pertamanya menjadi kepala keluarga setelah ditinggal pergi oleh Zhongli. Banyak hal yang membuatnya bingung karena sejak dulu semuanya selalu diselesaikan entah itu oleh sang ibu atau ayahnya.

Banyak relasi dari Keluarga Geo yang hadir saat pemakaman, kepalanya yang terpisah dari tubuhnya diletakkan di dalam sebuah peti sebelum ia diturunkan ke tempat peristirahatan terakhirnya. Di saat yang sama, liang lahat kedua juga menurunkan peti mati milik Albedo yang gugur di dalam dimensi buatannya sendiri setelah kalah telak oleh Kaeya. Selama Cataclysm berlangsung, Albedo memimpin peperangan dari jarak jauh, menciptakan banyak portal lalu memasukkan banyak pasukan ke dalam medan tempur dalam waktu yang bersamaan. Portal miliknya lalu di arahkan oleh Baizhu dari banyak sisi wilayah Teyvat, beruntungnya Hu Tao masih bisa diselamatkan oleh Pasukan Millelith yang berjaga di sekitar Wangsheng Funeral Parlor, Hu Tao yang berperan sebagai keepers di Alam Baka kembali mengunci ruh jahat lalu melemparkannya ke akhirat, itu alasan hilangnya musuh Teyvat secara tiba-tiba saat Cataclysm, mengingat mereka adalah arwah gentayangan, sosok Hu Tao benar-benar memiliki peran vital dalam pertempuran.

“Sara,” panggil Itto lirih.

Kujou Sara bersama putrinya berdiri sejajar dengan Sang Iblis, memberikan penghormatan terakhirnya sebelum kedua keluarganya dikubur.

Mamah, jujur aku sangat berterima kasih karena telah melahirkan dan membesarkanku sampai saat ini. Aku sadar bahwa aku adalah satu dari sekian banyak orang yang berhasil diselamatkan oleh sang penjaga Alam Baka, aku juga tak tahu berapa lama lagi waktuku untuk hidup. Aku benar-benar khawatir, Mah. Sekarang Albedo pun telah pergi, tinggal aku, Gorou, dan Noelle-lah garis keturunan terakhir dari keluarga kita. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan hidupku seperti dulu, aku akan menjaga nama baik Keluarga Geo walaupun kini keluarga kita telah dicap sebagai pengkhianat negara oleh sebagian orang karena 'dia'.

Semuanya tak lagi sama, tak tahu akan seperti apa Teyvat ke depan nanti. Tidak ada lagi yang percaya dengan Celestia atau pun pejabat negara, banyaknya pengkhianatan, perang, dan adu domba yang membuat bumi kita seperti ini. Aku benar-benar tak tahu lagi harus bagaimana sekarang, aku bingung.

Sekali lagi, terima kasih banyak karena telah melahirkan anak-anak yang hebat, aku bersyukur bisa menjadi bagian dari keluarga ini,

Itto mengangkat kepalanya, tanpa sadar ia ikut melayang dari tempatnya berpijak. Yang tidak diketahui oleh Bocah Raksasa itu adalah waktunya juga telah selesai, tugasnya hanya untuk menghentikan Cataclysm. Saat Itto benar-benar membuka matanya, upacara kematian itu juga dipersembahkan untuknya.

Sara, Yun Jin, Sucrose, Sayu, Noelle, Thoma, dan Gorou tengah berdiri di depan makam mereka, memberikan penghormatan terakhirnya sebelum akhirnya kembali menjalani hidup dengan penuh kesengsaraan.

“Itto,”

Pundak keras miliknya disentuh lembut oleh seseorang, raut wajahnya begitu cerah hingga senyum Itto ikut melebar setelah bertemu dengan sosok yang selama ini ia sayangi dan banggakan.

“Ayo kita pulang,” ajak Ningguang seraya mengulurkan tangannya kepada si sulung.

**

Diluc Ragnvindr berdiri di puncak Cape Oath, memandangi bunga Dandelion yang sedang mekar-mekarnya saat ini. Pria bersurai merah itu memetik salah satu bunga itu lalu memejamkan matanya.

Teyvat sudah berdamai dengan segala urusannya, aku tak menyangka garis takdir bisa dipermainkan dengan licik oleh para petinggi Surga. Aku sudah tak punya siapa-siapa lagi saat ini, mungkin beban ini yang harus kupikul sampai ajal kembali menjemputku untuk kesekian kalinya.

Angin yang meniup rambut panjangnya hingga tergerai indah ikut mengamini seluruh doa yang diucapkan oleh Darknight Hero, senyum seseorang yang selama ini memperhatikannya dari belakang memberikan keberanian perempuan bersurai pirang itu untuk berjalan mendekati Diluc.

“Kamu juga suka Dandelion?”

Diluc menoleh ke belakang, bulir bunga itu sudah terbang ke udara sejak pertama kali ia menutup matanya. Sosok yang selama ini ia rindukan kini telah berdiri anggun di depannya.

“Bunga ini mengingatkanku pada seseorang,” jawab Diluc sambil tersenyum.

“Oh, ya? Aku baru tahu kalau pahlawan negeri ini suka dengan bunga yang rapuh,” canda Jean sambil terkekeh.

Diluc tak lagi memedulikan emosinya yang terpendam, dengan cepat ia memeluk tubuh perempuan yang ada di depannya tanpa peduli reaksi dari perempuan itu.

“Maaf,” gumam Diluc pelan.

“Kenapa harus minta maaf?” balas Jean, air matanya menetes tanpa ia minta.

“Entahlah,”

“Sepertinya aku kembali menemukan rumahku,” balas Diluc lirih.

Jean melepaskan pelukan Sang Darknight Hero, netra mereka saling menatap, garis bibir mereka kembali naik seiring berjalannya waktu.

“Aku tak tahu harus berkata apa, tapi sepertinya aku kembali jatuh ke lubang yang sama, Diluc.” ujar Jean Gunnhildr lembut.

**

Venti terbangun dari tidurnya, awan putih yang menyelimuti dirinya sama sekali tak membuat hati Sang Celestia tenang. Rasa rindunya kepada istri dan anaknya semakin menusuk jantung Venti, ia sudah menghilang dari peradaban sejak Cataclysm selesai, statusnya sebagai Celestia kini baru ia rasakan sebagai kutukan.

Barbara, aku rindu...

Barbara, sepertinya kamu bahagia di atas sana, ya? Aku tak pernah melihat langit menangis sejak Cataclysm berakhir. Bagaimana kabarmu di sana? Mungkin kamu sedang bermain dengan Jean, kan? Aku di sini tidak baik-baik saja, jujur.

Tapi tak perlu khawatir, selama apa pun aku hidup, kita akan berkumpul lagi di surga. Namun, aku benar-benar tak sabar menunggu hari itu untuk datang. Keabadian yang menyelimuti jiwaku tak mengizinkan untuk 'pulang',

Air mata pria bersurai hijau itu menetes, sekaligus menjadi hujan pertama yang membasahi Teyvat setelah lebih dari 3 tahun. Kemarau panjang kini telah berakhir, menamatkan cerita warga Teyvat dengan segala cerita menarik yang ada di dalamnya.

THE END

Archon FamILY

Episode 1: Family Tree

Setibanya di rumah, Scaramouche langsung kembali ke kamarnya sambil menggerutu. Sahutan sang ibu tak lagi dipedulikan olehnya karena sejujurnya lelaki bersurai ungu itu malu dengan tingkah Raiden Ei yang semakin lama semakin mirip dengan anak-anak.

Tepat di depan pintu rumah, Yunjin berdiri tanpa suara, memandangi orang yang diduga sebagai ibunya marah-marah tak jelas sampai saat ini.

“Lihat saja nanti! Kalau dia mati, gak akan saya bantu kuburin! Mandiin saja tidak sudi walaupun kami sesama perempuan!”

“Scara! Kamu dengar Mama?! Kita pindahin makam kita nanti! Jangan sampai satu kavling sama keluarga Mas Zhongli! Gak sudi Mama kalau kuburan kami nanti berdampingan!”

Tak ada yang merespon perkataan Ei sama sekali, memang karena mereka hanya tinggal berdua semenjak kematian si kembar Raiden Makoto 22 tahun yang lalu. Kepergiannya memang begitu cepat, namun hanya beberapa orang saja yang tahu persis kejadian itu.

Saat Ei sudah sedikit tenang, ia mulai membereskan rumahnya sambil bersenandung pelan. Dilihatnya Yunjin, keponakannya, masih mematung di depan rumah. Heran? Pasti, karena sudah 2 jam semenjak peristiwa itu terjadi. Kini waktu sudah menunjukkan pukul 2 dini hari.

“Yunjin? Kamu kenapa nggak mencet bel, Nak?” sapa Ei dengan lembut.

Melihat raut wajah dan tutur kata Raiden Ei berhasil membuat Yunjin goyah, padahal sejak tadi ia sudah berusaha untuk meyakinkan diri bahwa orang yang ada di depannya sekarang bukanlah ibu kandungnya.

Dia benar-benar memperlakukanku berbeda, gumam Yunjin dalam hati.

Tante—Mama Ei tidak sekasar ini kalau sama aku, lanjutnya masih tertegun tetapi tak kunjung menjawab pertanyaan dari Ei.

Perempuan bersurai ungu itu mengernyitkan alisnya, tatapan Yunjin terlihat kosong di matanya. Jujur saja, ia tidak mengerti jalan pikiran keponakannya tersebut.

“Ayo, masuk dulu saja, melamunnya dilanjutkan di dalam,” ajak Ei, diikuti oleh Yunjin tanpa tapi.

Gadis itu disuguhi oleh segelas teh hijau panas dan beberapa kudapan yang disiapkan oleh Ei dari kulkasnya, rencananya akan ia makan sambil begadang malam ini, tapi apa salahnya menghabiskan waktu dengan keponakan, bukan?

“Kita nonton Teyflix, yuk?” ajak Ei, Yunjin hanya mangut-mangut saat mendengar seluruh ucapan ibunya (setidaknya menurut Yunjin seperti itu).

Beberapa kali ponselnya bergetar, Yunjin pun berulang kali menekan tombol merah tanda tidak menerima panggilan masuk, mau sepenting apa pun itu, Yunjin harus bertanya satu hal ini kepada Ei, 'apakah benar kamu adalah ibuku?'

“Kamu suka nonton apa, Nak?”

“Yuyun suka nonton Opera, Ma.”

Ma?! Kenapa masih Ma?! Dan kenapa gue jadi sok imut gini manggil Yuyun?! Yunjin merutuki tingkah konyolnya di depan Ei.

Ei menghela nafas setelah sadar bahwa ada sesuatu yang salah dari Yunjin, perempuan itu heran kenapa hari ini gelagat yang ditunjukkan oleh keponakannya berbeda dari biasanya. Yunjin terkenal ceria dan selalu dapat mencairkan suasana, tetapi hari ini berbeda, rasa canggung mengelilingi mereka hingga menyesakkan dada.

“Kamu mau cerita sesuatu sama saya, Nak?”

Kesempatan Yunjin terbuka lebar, sayangnya bibir tipis milik gadis bersurai ungu itu terpelintir sehingga isi hatinya tak tersampaikan dengan baik.

“Enggak! Cece mau nyobain itu,” tunjuknya ke arah sebuah makanan di atas meja dapur.

Ei beranjak dari sofa lalu membawakan makanan yang ia buat bersama Ningguang tadi sore, bentuknya saja sudah bisa membuat orang berasumsi bahwa itu adalah racun tikus, tetapi raut wajah Ei terlihat cerah hingga meyakinkan Yunjin kalau hanya tekstur makanannya saja yang jelek tetapi memiliki rasa seperti masakan koki di hotel bintang lima.

Satu suapan saja sudah berhasil membuat Yunjin tak sadarkan diri, ia pingsan saat itu juga. Ei yang sudah panik tak tentu arah berlari ke kamar Scaramouche untuk memintanya menelepon unit gawat darurat.

“Scara?!”

Tidak ada siapa pun di sana, jendela kamarnya terbuka lebar, terbukti dari angin malam yang meniup gorden ungu miliknya memaksa masuk ke ruangan sempit nan gelap tersebut.

Tolong! Tolong! Anakku hilang! Keponakanku juga butuh bantuan!

Beberapa menit kemudian, hampir seluruh warga RT 3 berkumpul di rumah Raiden Ei. Mereka bahu membahu mengangkat tubuh Yunjin ke dalam ambulance, busa yang keluar dari mulutnya mengingatkan Ei saat melihat Scaramouche mencoba makanannya 3 hari lalu. Rasa bersalahnya semakin meningkat saat Zhongli dan Ningguang tiba di rumahnya malam itu.

“Kamu apakan anak saya, Ei?!” Ningguang lari lalu mencengkram lehernya dengan ganas.

Suasana Teapot Residence kembali memanas, rasanya tidak ada hari tenang di perumahan elit tersebut.

Bidadari Pencabut Nyawa

Chapter 10: Doomsday

FLASHBACK DI KEDIAMAN KAMISATO

Kenapa kau memintaku untuk melakukan hal ini? tanya Ayaka masih duduk bersimpuh dengan anggunnya.

Kaeya tak menjawab pertanyaan tambahan dari Putri Inazuma tersebut, ia membuka penutup matanya, sinar kecil yang muncul dari netra putihnya itu mampu menghipnotis Kamisato Ayaka hingga perempuan itu tak sadarkan diri. Sesaat setelah Ayaka sadar dari tidurnya, ia mengambil pedang peninggalan Keluarga Kamisato yang sudah bertengger lama di ruang keluarga lalu mengganti pakaiannya dengan baju zirah. Ayaka sudah tak bisa lagi berpikir jernih, yang ada di pikirannya adalah membunuh seluruh Adeptus di Teyvat sesuai perintah si Putra Mahkota.

Ayato yang baru saja tiba di kediamannya terlihat kaget saat mendapati Ayaka sudah menggunakan pakaian lengkap bak putri prajurit terhebat di muka bumi.

Sambil tertawa kecil ia menepuk pundak sang adik, berharap Ayaka akan terkejut saat mengetahui abangnya sedang mengerjainya.

SLASH

Goresan yang terukir tepat di dada Ayato membuatnya mundur beberapa langkah, netra mereka bertemu, tetapi Ayato tahu dia bukanlah gadis kecil yang selama ini dikenal. Bukan Kamisato Ayaka, Putri Inazuma saat ini.

Apa yang terjadi, Ayaka?! sentak sang kakak sambil merintih kesakitan.

Dia telah mengutusku, kau tidak punya hak untuk berbicara,

SLASH

Kini darah segar itu menyembur dari wajah Ayato, dengan cepat perempuan itu menendang Ayato hingga ia tak sadarkan diri.

Kau telah meminjamkanku kekuatan bak seorang Celestia, ini lebih dari cukup untuk menghancurkan para Adeptus, gumam Kamisato Ayaka lalu menghilang ditiup angin.

**

Seruan perjuangan terus melengking di dataran Inazuma, pasukan siap mati masih terus menerobos pertahanan Kaeya Alberich bersama para Harbingers dan Underworlds yang dipimpin oleh Il Dottore. Portal hitam kembali muncul di belakang mereka, dari sana bala bantuan muncul bersama dua orang yang menyebabkan Cataclysm paruh pertama, Vennessa Ragnvindr dan Rhinedottir.

“Terima kasih telah datang ke hari terakhir bumi ini,” sapa Kaeya sambil tersenyum sinis.

Ucapannya tak dipedulikan oleh kedua orang itu, mereka sibuk mencari siapa yang membunuhnya terakhir di saat terakhirnya. Vennessa malah menyerang Il Dottore, karena lengah, satu bagian tubuhnya hangus dimakan api, pria bersurai biru muda itu mengumpat ke arah Vennessa lalu menyerangnya tanpa ampun.

Sementara Rhinedottir melesat ke arah Knight of Favonius dan membabi buta setelahnya, tidak ada yang bisa ia lakukan selain mencincang habis para pejuang Mondstadt tersebut.

“Tidak ada darah yang sia-sia dalam pertempuran ini,” ucapnya pelan, melanjutkan serangannya seakan tidak ada jeda sedikit pun.

Ganyu dan Shenhe menahan serangan dari jarak jauh, mereka juga menjaga trio Celestia Kuno agar tidak terluka sedikit pun, gugurnya Dainsleif setidaknya memberikan bekas di hati Lumine walaupun perempuan bersurai pirang itu berusaha untuk tetap tegar dari luar.

Unit keselamatan Sumeru mengobati luka pada Kazuha dan Xiao, beruntungnya suami dari Sangonomiya Kokomi itu masih dapat diselamatkan, begitu pula dengan Xiao, luka di kepalanya akibat kekuatan Zhongli cukup membuat batinnya bergejolak saat ia sadar. Xiao langsung berdiri lalu mengenakan topengnya yang sudah rusak, berdiri dalam kondisi tubuh tidak stabil sama sekali tak dipedulikan olehnya, tanpa ucapan terima kasih pria itu berlari ke medan tempur.

“Biarkan saja dia,” ujar Cyno tegas.

“Aku tahu batas kekuatannya,” tutupnya kemudian berlari mensejajari sang Adeptus.

Seruan yang tak ada hentinya itu terpotong oleh sambaran petir, di saat itu pula Arataki Itto membabi buta menyerang siapa pun yang ada di depannya. Jelas siapa targetnya saat ini, ayah kandungnya sendiri.

Zhongli berada tepat di tengah pertempuran, tubuhnya masih dikekang oleh kekuatan milik Kusanali. Tubuhnya melemah, pria itu sibuk menyumpahi dirinya setelah sadar akan kesalahannya.

“Kau,”

“Dia bagianku,”

Xiao dan Itto berdiri menengahi Zhongli, keduanya punya dendam kesumat pada Archon Liyue tersebut. Tak ada yang mau mengalah saat ini, saling melempar tatap tak memberikan jalan keluar bagi mereka, tidak ada jawaban atas siapa yang harus memenggal kepala ayahnya hari ini.

Zhongli mendongak ke arah Xiao, tatapannya lembut tak seperti pertama, mungkin karena dirinya sudah ikhlas jika nyawanya akan berakhir di tangan Xiao. Tiba-tiba rambutnya ditarik paksa oleh Itto kemudian digorok tanpa aba-aba. Xiao hanya bisa pasrah dengan tindakan abangnya, saat kepala Zhongli sudah terpisah dari tubuhnya, Itto mengangkat potongan kepala itu lalu mengangkatnya ke langit.

“Ini... Ini... Ini karena kau telah mengkhianati keluarga kita!” teriak Itto sambil menangis.

“Minta maaflah sama Mamah dari neraka!”

Dijatuhkan kepala sang ayah, Itto menghancurkan tengkorak Zhongli dengan tongkat besi favoritnya. Sementara Itto sibuk dengan urusannya, Xiao menghalangi seluruh serangan yang tertuju pada Sang Iblis.

Darknight Hero melesat ke arah Kaeya, serangan dari Sandrone dan Pantalone dapat ditepis dengan mudah oleh Barbatos lewat udara. Pria bersurai hijau itu mencari-cari keberadaan Kujou Sara, tanpa bantuan dari Ratu Gagak, serangan udara seakan tidak memiliki arti.

Raiden bersaudara terus beradu senjata, stamina keduanya jauh di atas manusia biasa, walaupun Raiden Makoto bukan seorang Celestia, ia mampu menahan hampir seluruh serangan yang dilayangkan oleh saudaranya.

“Bukan ini keinginanku, Makoto!” tegas Raiden Ei keras.

Raiden Makoto tak menghiraukan seruan itu, sinar ungu yang tercipta akibat gesekan senjata mereka tak membuatnya gentar sedikit pun. Serangan demi serangan terus menyilaukan beberapa bagian Inazuma.

Jean dan Alice melindungi Klee yang sedang melemparkan bom buatannya, ledakan besar terus terjadi, guncangan itu hampir menenggelamkan Inazuma yang posisinya berada di tengah lautan luas.

“Bagaimana kalau kita semua tenggelam di sini?!” seru Jean tak percaya dengan perintah Alice.

“Maka kita menang telak,” jawabnya tenang.

Kaeya tiba di hadapan Diluc, keduanya tak bersuara, perlahan sekeliling mereka berubah menjadi dimensi lain.

Apa yang terjadi? batin Kaeya tak percaya.

Tanpa bantuan mata kanannya, Kaeya tidak bisa berbuat lebih jauh lagi. Dimensi ini bukanlah kehendaknya, namun Diluc masih berdiri tegak di saat saudaranya itu sudah mulai dirundung oleh ketakutan.

“Aku tak pernah percaya kalau aku juga merupakan utusan Celestia,” Diluc mulai angkat bicara.

“Kematian Ayah Crepus menyadarkanku, bahwa saudara bisa menikam dari belakang,”

Kaeya menghunuskan pedang, digenggam senjata miliknya itu seerat mungkin, mentalnya sudah kalah ketika berhadapan dengan Diluc.

“Kau benar-benar tidak memeriksa tubuh orang setelah membunuhnya, ya?”

“Dasar pembunuh amatir,”

Tubuh Pierro tumbang seketika, disusul oleh Arlecchino dan sebagian besar Harbingers. Ribuan Pasukan Abyss Order pun menghilang dalam sekejap, Inazuma yang ramai kini bersisakan orang-orang pilihan sang penjaga Alam Baka.

“Nggak bermaksud merusak suasana, tapi kau tidak bisa semudah ini untuk mengalahkanku,” ujar Hu Tao masih terbatuk-batuk di sela-sela kalimatnya.

“Terima kasih, Albedo. Ilmu yang kau berikan ini kupersembahkan untuk bumi kita tercinta,” ujar Baizhu dengan senyum lebarnya.

Portal buatan Baizhu melenyapkan hampir sebagian besar musuh pejuang Teyvat, namun peperangan masih terus berlanjut. Raiden bersaudara dan Columbine masih menjadi teror semua orang.

“Semuanya! Selamatkan diri kalian!” teriak Jean Gunnhildr dengan lantang.

Perlahan pasukan gabungan dari dua wilayah Mondstadt, Sumeru, dan Liyue kabur menuju portal milik Baizhu. Kusanali berhasil menyelamatkan seluruh prajuritnya yang masih hidup, menyisakan unit keselamatannya untuk mengevakuasi korban perang dengan seksama.

Merasa sudah aman, Raiden Ei mulai terbang ke udara dengan bantuan Venti. Sekali lagi ia mengangkat pedang listriknya ke langit, awan hitam yang menyelimuti Inazuma tiba-tiba cerah, kilat listrik itu menyambar tepat ke arah Raiden Makoto.

Pandanganku jauh ke depan, sudah kubilang sejak awal kalau Celestia tidak akan mati,

Dari belakang, aliran listrik menyentrum tubuh Kamisato Ayaka, orang yang tidak terduga muncul di hadapannya melalui sebuah portal kecil. Di sana perempuan bersurai ungu itu datang bersama sang putra, Razor.

“Kita terlambat, Nak.” ujar Lisa terkekeh.

Razor hanya membalasnya dengan senyum tipis, ia berlari ke arah Ayaka lalu menebasnya hingga sadar. Saat Lisa akan melakukan serangan terakhirnya, tubuhnya ditutupi oleh badan jangkung yang dikenali oleh Ayaka.

Allow me, Madam.

Kamisato Ayato menghunuskan pedangnya, tatapan penuh ketakutan sang adik tergambar jelas melalui pantulan besi tajam itu.

“Aku siap,” ujar Ayaka sambil tersenyum.

“Aku tidak tahu akan menjadi apa dunia ini tanpa senyummu, Ayaka.” balas Ayato lirih.

SLASH

“Sampaikan permintaan maafku pada Ibu dan Ayah,”

Columbine mulai mengarah ke Celestia Kuno. Lumine, dan Kokomi tidak bisa berbuat banyak saat ini, pekikan suara perempuan bersurai hitam itu membuat tubuh mereka ambruk.

Eenie,

Meenie,

Miney,

SLASH

Kepalanya melayang di udara, pedang tak bernama itu memenggal kepala satu-satunya Harbingers yang tersisa. Dengan senyum tipisnya, pria bersurai ungu mengumpati jasad saudarinya tanpa jeda.

“Tolol! Ini yang terjadi kalau kau merusak keluargaku!” umpat Scaramouche penuh emosi.

Kazuha mencari keberadaan Kokomi saat semuanya sedang berusaha menyelamatkan diri, tidak ada satu pun yang terlihat di sekitarnya. Raut wajah khawatirnya terlihat jelas, sampai akhirnya ketiga Celestia Kuno itu muncul di hadapannya.

“Ayo cepat! Mba Beidou sudah menunggu di tepi pantai!” ajak Kazuha penuh semangat.

Kokomi hanya bisa menangis setelah memeluk suaminya, merasa bersalah karena statusnya sebagai Celestia Kuno justru memakan anaknya sendiri.

“Bukan salahmu, Sayang. Kita harus cepat pergi dari sini,” ujar Kazuha lembut.

Ketiga Celestia Kuno itu menaiki kapal yang dikomandoi oleh Beidou, kini tinggal Raiden bersaudara yang masih bertempur tanpa henti di dataran Inazuma.

“Terima kasih, Barbatos.”

Raiden Ei mengarahkan pedangnya ke arah Makoto, serangan terakhir ini akan menjadi akhir dari perang besar Teyvat. Sinar ungu yang menyilaukan itu redup dalam sesaat, diikuti oleh guncangan besar hingga menghancurkan seluruh Inazuma.

**

Tubuh pria itu sudah tak bergerak sedikit pun, surai birunya menyatu dengan tanah. Di atasnya, Darknight Hero duduk dengan wajah kemenangan. Ia membuka topengnya sembari menghela nafas lega tanda perang telah selesai. Diluc meninggalkan pedangnya di atas tubuh Kaeya Alberich, memasuki portal putih yang perlahan muncul di hadapannya.

“Hari ini kiamat terjadi, hebatnya kami selamat berkat doa seluruh warga Teyvat,”

-to be continued