You Keep Me Alive: You Are Alive
Chapter 16: You Are Alive
Yae Miko, Kamisato Ayato, dan Kamisato Ayaka sedang dalam perjalanan menuju Teapod Residence. Perempuan bersurai merah marun itu terus memandang keluar jendela menikmati pemandangan alam Teyvat yang memanjakan mata.
“Kak!” bisik Ayaka kepada Ayato.
“Kenapa? Kamu jadi mau pergi sama Beidou aja?”
Ayaka mengangguk sebagai jawaban, mereka menepi di Liyue sebelum kembali melanjutkan perjalanannya ke Teyvat Pusat.
“Lho? Kok gak bareng?” tanya Yae Miko bingung.
“Ayaka mau jemput Mba Beidou dulu, nanti kami nyusul ke nikahan Bang Itto,” jawab Ayaka lalu pamit meninggalkan mobil Ayato.
Yae Miko menghela nafas beberapa kali sebelum ia kembali menatap ke luar kaca jendela mobil.
“Yae,” panggil Ayato pelan.
“Hmm?”
“Kamu masih belum mau menjawab?”
Yae Miko menoleh ke arah Ayato yang masih fokus mengendarai mobilnya.
“Memangnya perlu dijawab?”
“Ya... kalau misalnya seseorang mengungkapkan perasaannya tentu harus dijawab, kan?”
Ayato merasakan tatapan tajam Yae Miko ke arahnya, pria bersurai biru muda itu terkekeh karena canggung.
“Aku tak bisa memberikanmu keturunan, Ayato. Aku sudah disterilkan,”
“Kalau kamu memintaku untuk menjadi istrimu dan memiliki keturunan yang bisa melanjutkan Klan Kamisato jelas aku tak bisa melakukannya,”
“Kamu bisa cari perempuan lain yang lebih muda dan bisa menghasilkan keturunan,” tutup Yae Miko tegas.
Ayato tersenyum, senyum pria itu begitu menjengkelkan di mata Yae Miko.
“Kamu masih belum mengerti, ya?”
“Aku sudah tahu semua itu, dan kamu tak usah berulang kali menjelaskan hal yang sama kepadaku,”
“Aku tak pernah memintamu menikah denganmu untuk meneruskan garis keturunan Klan Kamisato, bukan?”
Yae Miko terdiam setelah mendengar pertanyaan dari Ayato. Ia masih berusaha menahan perasaannya agar tidak terjatuh lebih dalam lagi.
“Lagipula hanya Lady Guuji yang ditugaskan untuk menjaga Narukami Shrine sampai akhir hayatnya,”
“Oh, ya. Omong-omong, Kitsune Saigu dan Chiyo yang menggantikan posisimu di Narukami,” ujar Ayato serius.
“Seenaknya saja! Kenapa kamu memutuskan sesuatu tanpa berdiskusi denganku?!”
“Bagaimana aku bisa berdiskusi denganmu kalau kamu belum menjadi istriku?”
Yae Miko kembali terdiam sementara Ayato tertawa kecil melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh perempuan bersurai merah marun itu.
“Pokoknya mereka sudah menerima tugasnya, dan menitipkan pesan kepadamu,”
“Apa?”
“Mereka ingin kamu menikah denganku,”
“Tch! Dasar buaya darat,”
Ayato menghidupkan tape recorder yang ada di mobilnya, suara Chiyo dan Kitsune Saigu terdengar jelas di telinga Yae Miko.
Udah belum? Itu lampunya masih merah!
Kata Tuan Muda itu artinya sudah merekam!
Ada-ada saja teknologi manusia jaman sekarang,
Ya udah! Jangan ngomel mulu! Ngomong buru!
Yae, Tuan Muda sudah memerintahkan kami untuk menjaga Narukami Shrine, sebagai warga sipil yang baik kami harus menerimanya dengan lapang dada,
Bukan gitu naskahnya!
Lho? Bukannya kita harus jujur kalau di kuil?!
Benar juga,
Yae Miko terkekeh mendengar suara sahabatnya, Ayato hanya memandangi manis wajah pujaan hatinya diam-diam sebelum ketahuan.
Tuan Muda Kamisato Ayato meminta kami untuk tinggal di kuil, sebagai gantinya kami harus menjaga kuil ini seperti leluhur kita di masa lalu,
Eh, tapi, Yae! Sekarang pelaksana pemerintah Inazuma itu udah gak ada harga dirinya, ya? Masa dia datang ke kuil sambil bersujud di depan kami—
Ayato dengan cepat mematikan rekaman suara itu, kini tatapan Yae Miko telah berubah. Netra mereka bertemu untuk kesekian kalinya, melihat senyum yang terukir di wajah Ayato membuat Yae Miko gemas sendiri dibuatnya.
Yae Miko mengangguk dengan anggun, “Aku tak percaya telah dilamar oleh Tuan Muda Kamisato Ayato,”
“Mungkin kita harus perbaiki panggilan itu sekarang,”
“Kamu mau aku panggil apa?”
“Hmm, sayang?”
“Ah... terlalu cepat memanggilmu seperti itu,” canda Yae Miko sambil tertawa.
**
Kazuha dan Tomo berjalan menuju pelabuhan di Ritou, mereka asik bercanda sepanjang jalan. Ada-ada saja hal yang bisa menjadi bahan pembicaraan, lelaki bersurai pirang itu terus membual dan Kazuha hanya bisa tertawa dengan semua guyonan sahabatnya itu.
“Lo yakin? Gak mau ikut gue aja?” tanya Tomo sebelum memijakkan kakinya di kapal tumpangannya.
Kazuha menggelengkan kepala, “10 tahun gue mengarungi bumi ini, tetap saja tak ada yang lebih indah dari Kokomi,”
Tomo berdecis kesal mendengar ucapan sahabatnya, ia mengacak-acak rambut Kazuha walaupun tak digubris oleh lelaki bersurai krem itu.
“Lo jaga diri, ya, Bro!”
Tomo melambaikan tangannya ketika sudah berada di kapal, Kazuha masih menunggui kapal itu menaikkan jangkarnya. Tomo berteriak kegirangan setelah melihat orang-orang baru yang ada di kapal itu, lelaki bersurai pirang itu terlihat sedang tertawa dengan penumpang lainnya dari bawah.
Jangkar telah diangkat, layar sudah diturunkan, Tomo berangkat ke mana pun laut dan angin membawanya. Kazuha berdoa agar sahabatnya itu diberikan keselamatan hingga mereka bisa kembali bertemu di waktu yang tepat.
Kazuha berbalik dan pergi meninggalkan Pelabuhan Ritou, ia memakai topi bambu miliknya keluar dari Inazuma. Lelaki bersurai krem itu telah selesai dengan negeri keabadian, saatnya ia melepas semua beban yang ada di pundaknya dengan perjalanan tanpa batas waktu untuk memulihkan hatinya yang telah kembali terluka.
Kabarin gue kalau ada apa-apa! itu adalah pesan terakhir Beidou sebelum Kazuha pergi mengantar Tomo ke pelabuhan.
Sepupunya itu berniat untuk tinggal lebih lama di Teyvat, Beidou sempat mengungkapkan kepada Kazuha bahwa ia ingin berkeluarga. Namun sayangnya semua pria yang datang melamar Beidou dihadiahi oleh bogem mentah dari perempuan bersurai hitam itu.
Setiap langkah kakinya Kazuha selalu berdoa agar dapat dipertemukan oleh kekasihnya, Sangonomiya Kokomi. Kokomi pudar sesaat setelah Cataclysm berakhir, seluruh tugasnya di Enkanomiya sudah dilimpahkan ke saudaranya yang ada di sana. Sangonomiya Enterprise kini telah bekerja sama dengan pemerintahan berkat kemampuan diplomasi dari Kamisato Ayato, pria bersurai biru itu telah menyatukan seluruh kekuatan Inazuma sehingga wilayah itu sudah mulai bersinergi setelah 15 tahun lamanya.
Mi, aku tak pernah menemukan kebahagiaan di balik perjalananku menuju dunia lain. Tak ada yang lebih indah dari senyummu, tak ada yang lebih sempurna dari kehadiranmu, tak ada yang lebih baik untukku selain dirimu.
Beberapa menit pertemuan kita saat itu masih membekas di hatiku, andai aku bisa menghentikan waktu pasti kamu tidak akan pergi dari sisiku,
Topi bambu itu berhasil menutupi air mata yang mengalir membasahi pipi Kazuha, ia menundukkan kepalanya di kala keramaian hadir di sekelilingnya. Tubuhnya yang bergetar hebat terpaksa ia tahan sebelum menarik perhatian orang. Kazuha menepi ke Pohon Otogi yang besar di sana, mengistirahatkan tubuhnya yang sudah mulai tak terkendali.
“Sialan, ternyata aku masih lemah seperti dulu,”
Kazuha menutup wajahnya dengan topi bambu miliknya, raganya yang sudah terlanjur lelah menghadapi pahitnya hidup meminta dirinya untuk mengistirahatkan diri sejenak.
Di hutan belakang tempat Kazuha beristirahat, terdengar suara grasah-grusuh dan seseorang meminta tolong. Lelaki itu membuka mata lalu mengambil pedangnya dan berlari menuju sumber suara.
Sesampainya di sana ia tak menemukan siapa pun, Kazuha melihat sebuah perangkap babi yang menyisakan darah di sekitarnya, tak jauh dari sana ada seekor babi yang gagal mempertahankan hidupnya karena terjebak dalam perangkap tadi.
“Kenapa kudengar ada suara orang meminta tolong?” gumam Kazuha pelan.
“Permisi,”
Kazuha menoleh ke belakang, seorang perempuan dengan rambut sebahu tersenyum ke arahnya. Ia mengenali sosok itu, tak terasa garis bibirnya terangkat dengan sendirinya saat perempuan itu mengulurkan tangannya kepada Kazuha.
“Ba-Bagaimana bisa?”
“Rinduku belum selesai padamu, Kazuha.”
**
Di hari pernikahan Itto dan Sara, seluruh warga Teapod Residence terlihat sibuk membawa makanan ke fasum, panggung sederhana dengan hiasan ornamen Onikabuto yang telah diawetkan menjadi pemandangan yang cukup aneh bagi orang yang tidak mengenali Arataki Itto.
Zhongli dan Ningguang yang baru saja memarkirkan mobilnya di depan perumahan merasakan ada yang janggal ketika melihat gapura Teapod.
“Mas?”
“Ya, Ning?”
“Kok ada yang aneh, ya?”
Ningguang menunjuk tulisan di gapura Teapot Residence, ia tak tahu kalau selama ini perumahan lamanya bernama seperti itu.
“Apa yang aneh, Ning?” Zhongli masih celingak celinguk melihat apa yang ditunjuk oleh istrinya.
“Selama ini kita salah, Mas! Nama perumahannya itu Teapot Residence, bukan Teapod Residence!” ujar Ningguang sambil terkekeh.
“Oh, iya memang Teapot, kok.” balas Zhongli santai.
“Terus kenapa kamu kalau nulis di chat selalu pakai Teapod?” tanya Ningguang heran.
“Dulu biar gaul aja, Ning. Kan saya diajarin sama Dek Gorou biar kekinian,” canda Zhongli sambil merangkul tubuh Ningguang dan berjalan ke dalam.
“Tapi dampaknya besar, lho, Mas! Siapa tahu artinya beda?”
“Sudah, tak perlu dipikirkan. Sekarang tugas kita yang diberikan Sara adalah menjaga Itto supaya tidak membuat kekacauan sebelum pernikahan mereka,” ujar Zhongli sambil menyenderkan kepalanya di bahu sang istri.
“Ning dengar Itto hampir membakar perumahan lagi beberapa hari yang lalu,”
“Untung saja enggak, habis dana Jade Chambers nutupi kerugian perumahan ini karena Itto,” lanjut Ningguang sambil terkekeh.
Saat mereka tiba di fasum, mulut Ningguang menganga saat melihat Itto sedang menyebarkan ornamen Onikabuto di sepanjang jalan menuju panggung.
“Mah! Yah! Sini!” ajak Itto sembari melambaikan tangannya.
“ITTO! GUE BILANG GAK USAH PAKAI KUMBANG-KUMBANG LAGI! UDAH BANYAK!” seru Sara yang baru saja keluar dari rumahnya dengan gaun pengantin putih, bagian belakangnya dipegangi oleh Sayu dan Qiqi agar Sara bisa mengejar Itto yang sedang berusaha kabur dari calon istrinya.
“TAPI, KAN, ONIKABUTO INI UDAH GUE BURU SEJAK LAMA!” balas Itto tak mau kalah.
Kuki Shinobu menggelengkan kepalanya saat melihat Sara dan Itto kembali bertengkar di depan umum. Yun Jin hanya memandangi kedua orang tuanya dengan penuh senyuman dan segelas es buah di tangan kanannya.
“Yun,” panggil Kuki Shinobu pelan.
Gadis bersurai ungu itu menoleh ke arahnya, Kuki tersenyum saat melihat Sara berhasil memukul Itto dengan gagang sapu. Saat netra mereka bertemu, senyum Kuki tak kalah lebarnya sambil mengelus lembut kepala Yun Jin penuh kasih sayang.
“Kamu punya orang tua yang hebat,” lanjut Kuki pelan.
Yun Jin tertawa mendengar ucapan wakil ketua Arataki Gang itu, ia menyenderkan kepalanya di badan Kuki walaupun dirinya tak siap saat kepalanya menyentuh pundaknya.
“Yuyun juga punya seorang kakak yang hebat sekarang,” balas Yun Jin sambil tersenyum.
“He-Hebat apanya?! Lagian kakak kamu siapa?” bantah Kuki Shinobu dengan wajahnya yang sudah memerah.
“Kak Kuki, lah! Siapa lagi?”
Dari luar perumahan, para anggota Arataki Reborn yaitu Lulu, Meng dan Feng tiba membawa bingkisan besar untuk sang raksasa. Yun Jin menarik tangan Kuki Shinobu lalu berjalan ke arah teman kecil Itto dan menyapanya.
“W-W-Wah?! Ku-Ku-Kuki Shinobu?!” gumam Lulu tak percaya.
“Santai aja kali,” balas Kuki sambil tertawa.
Mereka hanya bertemu sekali dengan wakil ketua Arataki Gang itu, impresi pertama mereka terhadap Kuki adalah sosok yang mengerikan, karena saat itu Itto dijewer sampai mengeluarkan air mata saat ia menemani bocah raksasa itu mengantarkan undangan pernikahannya ke Liyue.
“Ka-Ka-Kami mau ngasih ini untuk Bos Itto!” ujar Feng tak kalah gugup dengan temannya.
“Se-Se-Selamat menempuh hidup baru, Kak!” lanjut Meng ketakutan.
“Heh?! Yang nikah bukan gue?!”
Dari tengah fasum suara Itto menggelegar saat memanggil nama Trio Bocah Liyue, pria gondrong itu berlari ke arah Yun Jin dan yang lainnya dengan kepala benjolnya.
“INI HADIAH BUAT GUE?! BESAR BANGET?!” seru Itto saat mengambil hadiah pernikahannya.
“Iya, dong! Ini hasil tabungan kita dulu, Bang! Kita, kan, sempat iuran dulu untuk kas keamanan!” jawab Lulu dengan bangga.
“Kalian memang anggota terbaik—”
“Ehem!”
“Setelah Kuki Shinobu! He-he-he!” lanjut Itto setelah mendengar suara dehaman Kuki Shinobu.
“ITTO! GANTI BAJU LO SEKARANG! UDAH MAU MULAI INI!”
Benar saja, Itto masih berbalut singlet bolong kesayangannya saat masih sekolah. Sara dan yang lainnya sudah berada di fasum karena orang yang menikahkan mereka sudah tiba beberapa menit yang lalu.
“Kenapa, sih? Orang harus nikah pakai baju bagus?!” runtuk Itto kesal setelah digiring oleh Diluc dan Kaeya ke rumahnya.
“Biar orang gak malu kalau ngunggah foto kalian di sosial media, Bang!” sindir Kaeya dengan nada sinis.
“Lah? Kan yang nikah gue?!”
“Yang nikah itu lo sama Sara, To.” potong Diluc cepat.
“Setelah ini lo gak boleh mentingin ego sendiri, pernikahan bukan ajang pembuktian siapa yang lebih hebat atau siapa yang lebih berkuasa,” lanjut pria bersurai merah itu.
“Duh, bijaknya orang yang udah ninggalin keluarganya di masa lalu!” celetuk Kaeya sambil menghindari jitakan keras abangnya.
“Omong-omong, hadiah gue PS, kan, Bang?” tanya Itto kepada Diluc.
Noelle dan Sucrose menatap ke arah mereka saat sedang membawa makanan keluar, Thoma mengalihkan pembicaraan Diluc, Kaeya dan Itto agar rencana bapak-bapak Teapot tidak bocor secepat itu.
“Bisa jaga rahasia, gak, sih?!” sentak Diluc kesal.
“Gue udah gak sabar ini mau malam pertama main bola!” seru Itto penuh semangat.
“Malam pertama itu berduaan sama istri! Bukan main gim bareng bapak-bapak!” timpal Kaeya sama kesalnya dengan Diluc.
“Lagian kami juga belum tau itu masih hidup atau enggak, jadi mau dites dulu sebelum dikasih ke lo,”
“Oh, gitu. Ya udah, malam kedua, deh! Kita main PS, ya?!”
Diluc mengangguk setuju diiringi suara kekehan Kaeya setelah berhasil mengelabui si bocah raksasa.
Itto, Kaeya dan Diluc berjalan menuju pelaminan, situasinya terbalik, bukan mempelai wanita yang ditunggu melainkan mempelai prianya. Jas hitam yang dipindamkan Diluc kepada Itto membuat pria gondrong itu terlihat menawan, melihatnya saja berhasil membuat Sara jatuh cinta untuk kesekian kalinya pada Itto.
“Tahan, jangan terlalu senang gitu,” ledek Yae Miko disambut tawa oleh Raiden Ei dan Makoto.
“Adik kita memang gak bisa nyembunyiin perasaannya dengan baik,” ikut Raiden Ei meledek Sara hingga perempuan bersurai ungu itu salah tingkah.
Itto berdiri di hadapan Sara, ia tak berhenti tersenyum melihat indahnya anugrah Tuhan yang ada di depannya. Sara pun begitu, senyumnya semakin lebar saat melihat senyum tulus Itto yang khusus diperuntukkan untuk Sara.
“Arataki Itto, apakah kamu siap menerima segala kurangnya Kujou Sara dan mencintainya sepanjang hidupmu?” tanya sang penghulu.
“Saya sudah melakukan itu sejak awal—”
“SAYA SIAP!” seru Itto saat Sara menatapnya tajam.
Seluruh hadirin tertawa melihat prosesi pernikahan Itto dan Sara yang penuh dengan suka cita.
“Kujou Sara, apakah kamu siap menerima dan mencintai Arataki Itto sepanjang hidupmu? Dan membiarkan ia bermain PS sesuka hati?”
“HAH?!”
“Maaf, ini naskah yang diberikan oleh Venti,”
Semua menatap ke arah sang Celestia, Itto mengacungi jempol ke arah Venti dan disambut dengan kedipan manis pria bersurai hijau itu.
“Jawab, Sara! Cepat! Biar sah!” desak Itto.
PLAK
“Kujou Sara, apakah kamu siap menerima dan mencintai Arataki Itto sepanjang hidupmu?”
Itto memegangi pipinya yang sudah memerah, Sara tersenyum manis sebelum menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dari pertanyaan si penghulu.
“Saya siap,”
“Setelah janji ini terucap, maka saya resmikan Arataki Itto dan Kujou Sara sebagai suami istri,”
“You may kiss the bride,“
Seluruh hadirin bertepuk tangan setelah Itto dan Sara resmi menjadi suami istri, Xiao ikut terharu melihat abang angkatnya kini telah menjadi seorang suami, dari belakangnya Yaoyao menarik baju Xiao beberapa kali karena tak dengar ketika dipanggil.
“Kenapa, Yao?” tanya Xiao saat menoleh ke belakang.
“Yaoyao ketemu kakak ini di depan perumahan tadi,”
Netra mereka bertemu, Xiao tak percaya melihat sosok perempuan bersurai biru pendek dengan pita beruang yang menghiasi kepalanya.
“Xiao,” panggilnya dengan lembut.
“Xiangling?”
“Selanjutnya kita, kan?”
Air mata Xiao menetes dengan sendirinya, ia tersenyum sambil memeluk tubuh kekasihnya yang datang entah dari mana. Yaoyao tersenyum lalu memanggil Ganyu yang sedang berdiri di stan makanan, perempuan bersurai biru itu pun tak percaya melihat Xiangling hadir di antara mereka.
“Yaoyao,”
“Ya?”
“Ini Xiangling, calon istriku,”
**
Keqing tersadar setelah terbaring selama 3 hari di rumah sakit. Ia ditemani oleh Shenhe yang sedang tertidur di pojok ruangan. Air matanya kembali mengalir setelah mengingat kejadian mengerikan itu, ia benar-benar merindukan sosok kekasihnya.
Kenapa kamu terus menghantuiku?! runtuk Keqing dalam hatinya.
Gadis bersurai ungu itu menyeka air matanya yang tak kunjung berhenti, ia menatap ke arah jendela dengan tatapan sendu. Hatinya sudah tak kuat menahan seluruh perasaan ini, doanya tak kunjung dikabulkan oleh Tuhan karena permintaannya yang terbilang mustahil.
Pintu ruang rawatnya diketuk oleh suster yang berjaga, saat pintu itu terbuka mata Keqing terbelalak melihat seorang lelaki bersurai pirang keemasan datang bersama suster tadi.
“Nona Keqing, ada seseorang yang datang menjenguk,” ujarnya.
Keqing mengucek-ucek matanya beberapa kali, sosok itu tetap ada di hadapannya. Lelaki itu terkekeh melihat ekspresi tak percaya yang ditunjukkan oleh Keqing, ia berjalan mendekati gadis bersurai ungu itu lalu duduk di sampingnya.
“Kamu kenapa—”
Keqing menyentuh pipi Aether untuk memastikan keberadaannya, ia tak henti-hentinya mencubit lengannya agar tersadar dari mimpi.
Aether menahan tangan Keqing lalu menggenggamnya dengan erat, ia menarik tubuh Keqing lalu meletakkan kepalanya di dada.
“Aether—”
“Aku kembali, Sayang.”
“T-Tapi? Bagaimana bisa?!”
Aether tersenyum ke arah Keqing, ia mengecup lembut kening kekasihnya hingga wajahnya memerah.
“Urusanku di Teyvat ternyata belum selesai,” jawab Aether dengan lembut.
Keqing menangis histeris sambil memukul tubuh Aether selagi ia dalam pelukannya, tangisannya berhasil membangunkan Shenhe dari tidurnya, saat ia melihat Aether dan Keqing tengah menuntaskan rindu, senyum yang terukir di wajahnya adalah bukti bahwa ini adalah jawaban Tuhan atas segala doa yang terucap oleh jiwa-jiwa yang tersakiti.
“Aku rindu kepadamu, Keqing.”
“Diam dulu! Aku masih mau peluk!” balas Keqing keras dalam tangisnya.
**
Paimon berlari menghampiri Dainsleif yang sedang duduk di Danau Starfell, gadis bersurai putih itu melangkah hati-hati melewati air yang mengelilingi dataran sekitar danau.
“Paimon, kamu dari mana?” tanya Dainsleif heran.
Paimon tertawa kecil tanpa menjawab pertanyaan Dainsleif, sebuah pilar yang menjadi tempat Dainsleif mengistirahatkan tubuhnya tiba-tiba bergetar dengan sendirinya.
“Dain! Dain tahu, kan, kalau Paimon bisa membaca isi hati seseorang?”
Dainsleif mengangguk lembut, ia mengelus pucuk kepala adiknya. Senyum Paimon terlihat manis di matanya, namun ia merasakan hawa keberadaan lain di antara mereka.
“Paimon rasa, Tuhan menjawab doa Dain saat di Sumeru!”
“Doa apa?”
Pundak Dainsleif disentuh dari belakang, sosok gadis bersurai pirang keemasan terlihat sedang tersenyum saat Dainsleif menatapnya tak percaya.
“Lumine?”
Walaupun Lumine tak menjawabnya Dainsleif sudah paham dengan sendirinya.
“Chasm, Pohon Kehidupan, dan alam baka,”
“Aku tak punya tempat untuk berpulang, bolehkah aku tinggal di Teyvat bersamamu?” tanya Lumine sambil tersenyum.
Air mata Dainsleif mengalir dengan sendirinya, Paimon menggenggam tangan kakaknya yang justru membuat air matanya semakin deras membasahi pipinya.
“Aku bukan lagi seorang Celestia Kuno, Dain.”
“Saya tahu akan hal itu,”
Dainsleif memeluk Lumine dengan erat, air matanya membasahi pundak Lumine.
“Teyvat adalah tempat yang indah,” gumam Dainsleif selagi menangis.
“Aku bukan lagi bunga yang kamu maksud,”
“Saya tak peduli akan hal itu,”
Paimon terkekeh walaupun di saat yang bersamaan, air matanya ikut mengalir karena terharu melihat sang kakak bisa mengungkapkan perasaannya dengan baik.
“Bagaimana bisa seseorang memendam perasaannya selama lebih dari 10 tahun?” canda Lumine menghibur Dainsleif.
“Saya sudah terbiasa, Lumine.”
Lumine melepaskan pelukannya, Dainsleif menutup wajahnya sambil menyeka air matanya. Netra birunya terlihat bersinar dengan indah, pria itu sudah rapuh sejak lama, tidak ada yang bisa menjelaskan rasa bahagianya saat ini, Dainsleif adalah orang paling bahagia di dunia.
“You are alive, Lumine.”
“Let's spend the rest of our lives together, then?“
Dainsleif mengangguk, “I'm more than happy to do that with you,“
THE END