ismura

Bidadari Pencabut Nyawa

Ending Chapter 1: Mata

Klee masih terjebak di pojok pembatas parkiran basement rumah sakit, ia sudah melihat perbedaan Kaeya semenjak tahu kebenaran bahwa pamannya adalah titisan dari Primordial Ones. Namun matanya masih bisa melihat kesedihan di netra kiri milik Kaeya sehingga Klee perlahan mengangkat tangannya untuk meraih uluran tangan Kaeya.

“Klee, ayo bangun,” ajak Kaeya sambil tersenyum tipis.

Klee menelan ludahnya dengan paksa, gadis bersurai pirang itu tak bisa berbuat apa-apa kecuali mengikuti perintah Kaeya.

“Kakak gak akan sakitin kamu,” gumam Kaeya pelan.

Saat tangan mereka hampir bersentuhan, dari luar basement mulai terdengar bunyi sirine mobil polisi yang melengking sehingga memekik ke seluruh area di sekeliling mereka.

“Jangan bergerak—” belum sempat Knight of Favonius menyelesaikan kalimatnya, tatapan tajam Kaeya berhasil membakar seluruh mobil yang datang mendekati mereka.

Klee berusaha sekuat tenaga beranjak dan kabur dari hadapan Kaeya, namun gadis itu tak secepat pamannya, tiba-tiba Kaeya sudah berada di depan Klee hingga ia terjatuh untuk kedua kalinya.

“Kenapa kamu takut, Klee?” tanya Kaeya lirih.

“Ja-Jangan sakiti Klee, Kak!”

SLASH

Dari belakang sebuah pedang melesat ke arah Kaeya, namun ia dapat menangkis serangan itu dengan mudah. Kaeya menoleh ke belakang hingga mendapati Scaramouche yang masih berusaha untuk menjatuhkan pria bersurai biru tua itu.

“Lo gak bisa dibiarin ternyata, Bang.” ujar Scaramouche terbata-bata.

Kaeya tersenyum tipis, mata kanannya kembali bersinar hingga menyilaukan Scaramouce hingga lengah.

Pria bersurai biru tua itu hanya menangkis serangan Scaramouche dengan tangan kosong, tak peduli darah yang terus mengalir di tangan kanannya membuat bibir Kaeya terangkat hingga senyumnya yang mengerikan ikut membuat Scaramouche ketakutan.

“Jangan karena lo titisan Primordial Ones membuat gue takut sama lo,” ucapan yang keluar dari mulut Scaramouche berbeda dengan apa yang dilihat oleh Kaeya, kakinya bergetar hebat karena aura yang dipancarkan oleh Kaeya berhasil meremukkan mental Scaramouche perlahan.

“Gue gak mau nyakitin siapa-siapa,”

Scaramouche berlari ke arah pedangnya yang sudah terlempar jauh, namun Kaeya berhasil berpindah tempat lalu memijak senjata milik pria bersurai ungu itu.

“Jangan sakiti Klee,” ujar Kaeya pelan.

Sebisa mungkin Scaramouche tidak menatap netra milik Kaeya, dari celana bagian belakangnya Scaramouche mengeluarkan pistol lalu mengarahkan ke arah Kaeya.

“Kak—”

DOR

Kejadian itu begitu cepat, Scaramouche tergeletak bercucuran darah di dada kanannya. Darah segar itu mengalir deras membasahi seluruh lantai basement rumah sakit. Hal itu membuat Kaeya bergidik ngeri dan di saat yang bersamaan ia terkekeh pelan melihat tubuh Scaramouche yang sudah tak bergerak lagi.

Kaeya kembali menoleh ke arah Klee lalu berjalan ke arahnya, Klee benar-benar sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi karena aura milik Kaeya telah sepenuhnya menguasai tubuh Klee.

Gue cuma mau seseorang yang percaya sama gue,

Air mata Klee mengalir deras saat Kaeya kembali mengulurkan tangannya, mau tak mau gadis itu menggenggam tangan pamannya hingga tubuhnya seperti tersengat listrik sesaat setelah tangan batin mereka bertemu.

“Percaya sama Kakak, Klee. Kakak gak akan macam-macam,”

Klee mengangguk pelan, tubuhnya terasa seperti diisap oleh mata kanan milik Kaeya, beberapa saat sebelum tubuh Klee masuk ke dalam netranya, benang-benang tipis mengikat tubuh Kaeya hingga ia tak dapat lagi bergerak semaunya.

“Lari!” seru seorang perempuan berambut pendek.

Setelah sedikit sadar dan memiliki kekuatan, Klee langsung berlari ke arah Yelan yang masih mengikat tubuh Kaeya dengan benang-benang miliknya.

“Klee,” panggil pria bersurai biru tua tersebut pelan.

Klee menoleh ke belakang perlahan, namun ia kembali disadarkan oleh Yelan yang berusaha menyadarkan lamunan gadis bersurai pirang itu.

Maaf, Kak.

SLASH

Tubuh Kaeya terpisah menjadi beberapa bagian setelah benang milik Yelan menjeratnya dengan kuat. Saat perempuan bersurai pendek itu menghela nafasnya, ia merasakan ada sesuatu di balik tubuhnya dan merasakan panas di bagian punggungnya.

“Manusia biasa tak akan pernah bisa melawanku,”

Klee mendorong Yelan saat Kaeya mencoba untuk menerkamnya, tangan Kaeya berubah menjadi sebilah pedang api dan langsung menebas tubuh keponakannya dengan ganas.

Mata Kaeya terbelalak melihat tubuh Klee yang sudah terbakar akibat serangan mendadaknya, tak pernah sedikit pun terbayang olehnya bahwa ia sudah membunuh keponakannya sendiri.

“Enggak, enggak gini!”

Kaeya berusaha mengobati luka di sekitar dada Klee yang sudah terbakar, mata kanannya menyinari bagian tubuh Klee yang terluka namun tidak memiliki efek apa-apa sekeras apa pun ia mencoba.

“Klee,” panggil Kaeya seraya menggoyang-goyangkan tubuh keponakannya yang sudah membatu.

Yelan pun ikut terkejut setelah tubuhnya di dorong dengan kuat oleh Klee, gadis bersurai pirang itu mati mengenaskan di depan matanya. Air mata Kaeya yang jatuh membasahi luka Klee justru menjadi pemantik dan semakin membesarkan lukanya.

Getaran yang terjadi di sekitar rumah sakit berhasil membuat seluruh orang yang ada di dalamnya keluar dengan cepat, Jean dan Rosaria berteriak memanggil petugas rumah sakit untuk mengamankan Diluc yang masih terbaring di atas ranjangnya.

Kekuatan gila milik Kaeya berhasil merobohkan area sekitar rumah sakit hingga matahari ikut menyinari dirinya dan Klee karena sudah tak ada lagi atap yang menutupi mereka.

Dari udara Venti melesat dengan cepat ke arah rumah sakit, ia mencari-cari keberadaan korban bencana alam (menurutnya) untuk diselamatkan hingga ia bertemu dengan Kaeya yang masih memeluk jasad Klee dengan erat.

Venti, berhati-hatilah karena dia bukan sembarang orang, ujar Fischl entah dari mana.

Setelah mendengar ucapan Fischl, Venti langsung mengarahkan tangannya ke arah Kaeya tetapi pria bersurai biru tua itu sudah ada di belakangnya sambil membopong jasad Klee di pundak kanannya.

“Kau tidak akan bisa mengalahkanku,” ucap Kaeya dari belakang.

Sesaat sebelum Venti menoleh tubuhnya sudah terhempas oleh kekuatan misterius milik Kaeya, ia masih melayang di udara dan disaksikan oleh warga sekitar.

Tubuhnya terlihat besar dan menutupi sebagian dari matahari, sayapnya mengepak bebas hingga angin dan hujan beradu karena takut dengan sosoknya. Sebagian wajah Kaeya tersenyum namun sisanya ia terlihat sedih, ia kehilangan kendali atas tubuhnya.

Kaeya menjerit keras karena ketakutan, matahari perlahan hilang walaupun sedang berada di puncaknya. Hujan mulai turun deras membasahi seluruh Teyvat, kekuatan Kaeya benar-benar di luar nalar manusia.

Kaeya Alberich, putra semata wayang Primordial Ones. Dia adalah musuh Teyvat, bisik Fischl di telinga kiri Venti.

Setelah mendengar nama Primordial Ones, tubuh Venti membeku, pria bersurai hijau itu tak bisa berbuat apa-apa saat melihat Kaeya melayang tinggi di udara.

“Matanya berubah warna,” gumam Venti pelan.

Netra putih milik Kaeya perlahan gelap, sisi kanan wajahnya naik karena senyum lebarnya, namun di sisi kiri wajahnya ia menangis sejadi-jadinya.

“Tolong aku,” gumam Kaeya sambil terisak.

Kaeya meremas tubuh Klee hingga terdengar bunyi patah tulang di bagian punggungnya, “Klee, Kakak minta maaf!”

Jean menatap ke atas, melihat putrinya sedang dihabisi oleh adik iparnya membuat tubuhnya ambruk dan pingsan.

Rosaria membisu saat menatap Kaeya yang sedang menangis, beberapa saat kemudian suara grasah-grusuh di sampingnya berhasil mengalihkan pandangannya.

Kobaran api yang membentuk seperti burung elang mengarah ke Kaeya hingga ia menjatuhkan tubuh Klee ke dataran. Venti dengan sigap terbang ke arah Klee dan menyelamatkan gadis bersurai pirang itu.

Kini mereka sudah berhadapan, mata Diluc yang berkobar menatap tajam netra hitam milik Kaeya.

“Gak ada yang bisa lo lakuin untuk dapat kata maaf dari gue,” ujar Diluc dengan suara beratnya.

“Tolong gue, Bang.” balas Kaeya sambil menangis.

-to be continued

Bidadari Pencabut Nyawa

Chapter 1.1: Mata

Berita tentang jatuhnya Diluc Ragnvindr dari lantai 4 Rumah Sakit Mondstadt sudah mulai memenuhi portal media seluruh Teyvat, bahwasannya tidak ada yang tahu kenapa sang Pahlawan Nasional itu menjatuhkan dirinya dari ketinggian tersebut. Banyak yang mengira bahwa Diluc masih terpukul karena tidak sadar dan kuat dengan kehidupan baru setelah kembalinya dia ke dunia tanpa alasan yang jelas.

Jean dan Klee duduk di samping Diluc yang masih belum sadarkan diri, tubuhnya dibalut oleh banyak perban dan penyangga, melihat Diluc seperti itu justru membuat Jean Gunnhildr kembali mengingat masa-masa di mana Diluc terlibat kecelakaan di daerah Dragonspine 15 tahun yang lalu. Diluc kehilangan kaki dan tangannya karena saraf milik pria bersurai merah itu sudah tidak berfungsi lagi.

Klee meremas tangan kiri sang ibu sedikit kuat, setelah Jean menoleh ke kiri ia mendapati Klee sedang mengigit bibirnya dengan keras sehingga bibir bagian bawahnya berdarah hingga menetes ke lantai.

“Klee?! Kamu kenapa?!” sentak Jean cemas.

Saat Jean beranjak untuk mengambil tisu di samping nakas, tubuhnya tertahan oleh genggaman Klee yang semakin kuat.

“Kenapa, Sayang?” tanya Jean sekali lagi.

Klee mulai meneteskan air matanya saat itu, kini air matanya sudah bercampur dengan darah segar yang keluar dari bibirnya.

“Klee takut, Ma.” gumam Klee pelan, namun Jean berhasil menangkapnya.

Jean merendahkan kepalanya hingga sejajar dengan sang anak, ia menyeka air matanya dengan tangan kanan lalu tersenyum saat netra mereka bertemu.

“Papa orang yang kuat, Klee. Kita berdoa yang terbaik saja untuk Papa, ya?” ujar Jean sambil tersenyum.

“K-Klee bukan takut karena Papa seperti ini,”

Jean menaikkan sebelah alisnya, Klee masih enggan untuk membuka suara setelah itu. Tubuhnya kini bergetar hebat karena berusaha untuk menceritakan apa yang ia ketahui kepada sang ibu.

“Papa bukan orang yang lemah, Klee tahu akan hal itu. Tapi sebelum Papa jatuh, Papa sempat bilang kepada Klee kalau Papa mau jenguk Om Kaeya,”

Jean menghela nafasnya perlahan, ia lupa bahwa urusan Diluc kemari adalah untuk menjenguk sepupunya yang terlibat penyerangan oleh sosok misterius.

Pintu ruangan mereka diketuk sebelum Rosaria masuk ke dalamnya, perempuan bersurai merah muda itu menundukkan kepala untuk menyapa Jean dan Klee yang masih terlihat kebingungan dengan keadaan.

“Permisi, Ibu Jean.”

Klee melepaskan genggamannya kemudian mengambil tisu yang ada di tangan Jean, sementara Jean berjalan ke arah Rosaria.

“Ada apa, Rosaria?” tanya Jean heran.

“Apa saya boleh tahu di mana Kaeya sekarang?”

Jean menggelengkan kepalanya, “Kaeya hilang, dan yang tahu saat ini hanya Diluc. Beliau belum sadar sampai sekarang,”

Rosaria mengangguk pelan lalu menoleh ke arah Diluc yang masih terbaring dengan banyak selang yang dimasukkan ke dalam tubuhnya.

“Saat Kaeya telah selesai dioperasi saya ditahan oleh Pak Diluc agar tidak menyusulnya ke dalam,” lanjut Rosaria pelan.

“Aura yang dipancarkan oleh Pak Diluc tidak dapat saya tahan sehingga saya tidak berkutik,”

“Lalu kenapa kamu ke sini? Berharap kalau Kaeya ada di sini?” tanya Jean dengan lembut.

Rosaria hanya mengangguk, perempuan itu sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi karena walaupun Diluc sedang tak sadarkan diri, aura yang dipancarkan olehnya masih sangat terasa di sekitar ruangan.

Semua masih membicarakan tentang aura, ujar Klee dalam hati.

Masih belum diketahui secara pasti bagaimana aura itu bisa didapat serta dirasakan, namun Klee pernah merasakan perasaan itu dari beberapa orang yang ia kenal.

“Klee?”

“Iya, Ma?”

“Boleh minta tolong sebentar? Belikan makan malam untuk kita, kita belum makan, kan?”

Klee hanya mengangguk, walaupun sebenarnya ia tahu bahwa Jean ingin berbicara hal serius dengan Rosaria. Ia meninggalkan sebuah microchip di dekat tasnya lalu pergi dari ruang rawat ayahnya untuk membeli makanan.

Saat Klee berjalan menuju lift rumah sakit, ia mengeluarkan gawainya untuk mendengar seluruh percakapan ibu dengan tetangganya itu.

Teyvat sudah melarang penggunaan aura semenjak Cataclysm, Rosaria. Kenapa kamu masih terus menyinggung hal itu di depan Klee? terdengar suara Jean sedang menegur Rosaria.

Maaf, Bu. Saya tidak tahu kalau Klee belum paham masalah ini,

Dugaan Klee benar, ia langsung memasang headset miliknya agar pembicaraan mereka tidak didengar oleh orang-orang yang ada di sekitarnya.

Tidak semua orang tahu tentang aura, dan tinggal beberapa orang saja yang memiliki aura sampai saat ini. Kamu harus menjaga rahasia ini dan perhatikan sekitarmu agar masyarakat bisa mulai melupakan aura itu, lanjut Jean tegas.

Lalu masalah Kaeya, Keluarga Alberich bukanlah keluarga yang berasal dari Teyvat—

Klee tersentak setelah mendengar penjelasan ibunya, ia tak pernah memiliki kecurigaan kepada pamannya sebelum gadis bersurai pirang itu mengetahui kebenaran ini.

Kaeya—maksud saya kami sudah menyimpan rahasia ini rapat-rapat agar identitasnya tidak diketahui oleh siapa pun, bahkan Diluc sendiri. Karena sebenarnya Ragnvindr dan Alberich adalah dua kubu yang saling bermusuhan,

Saat Perang Archon pertama, Keluarga Alberich membantai hampir seluruh garis keturunan Ragnvindr karena takut dengan kekuasaan klan Ragnvindr yang saat itu merupakan kumpulan panglima perang untuk Mondstadt. Saya sendiri tidak tahu apa-apa tentang Keluarga Alberich kecuali mereka bermusuhan dengan Ragnvindr,

Saya tidak begitu paham dengan politik yang terjadi di masa lalu, namun saat titik balik Perang Archon setelah Pak Zhongli mengalahkan Murata dan Tsaritsa, Keluarga Alberich dibantai habis-habisan oleh seluruh warga Teyvat hingga menyisakan Kaeya yang saat itu baru lahir,

Jadi alasan Kaeya selalu menutup sebelah matanya adalah karena ia adalah bagian dari Keluarga Alberich? tanya Rosaria bingung.

Bukan, Kaeya terlahir tanpa bola mata,

Klee menghentikan langkahnya setelah tiba di basement rumah sakit, kakinya lemas setelah melihat sosok pria bersurai biru tua berdiri di depan matanya dengan darah yang mengalir di seluruh tubuhnya.

Mata kiri Kaeya diberikan oleh mendiang ayah Diluc, yaitu Crepus Ragnvindr,

Sosok itu tersenyum dengan bola mata kanan yang bersinar terang hingga menyilaukan pandangan Klee.

Dan mata kanan Kaeya adalah pemberian dari ibunya sebelum beliau mati saat melahirkan,

Klee mundur beberapa langkah saat Kaeya mulai berjalan ke arahnya, tetesan darah yang jatuh dari tubuhnya sudah membasahi sekitar lantai basement rumah sakit.

“Klee,” panggil Kaeya dengan suara serak.

“Jangan mendekat,” balas Klee pelan, suaranya nyaris tak keluar karena ketakutan.

“Klee,” panggil Kaeya sekali lagi.

Klee terjatuh setelah tali sepatunya terinjak secara tidak sengaja, ia memegang gawainya dengan erat karena Jean dan Rosaria masih membicarakan Kaeya sampai sekarang.

Mungkin alasan Diluc menghentikanmu untuk menemui Kaeya supaya kamu tidak jatuh ke lubang yang sama, Kaeya bukanlah orang yang bisa dimiliki seutuhnya oleh manusia biasa seperti kita,

Air mata Klee mengalir deras saat Kaeya sudah tiba di hadapannya, pria bersurai biru tua itu mengulurkan tangannya ke arah Klee lalu tersenyum tipis.

“Ayo bangun,” ajak Kaeya dengan lembut.

Klee menjauh dari Kaeya menggunakan tangannya, kaki gadis itu sudah tidak dapat dirasakan lagi, aura milik Kaeya benar-benar meremukkan mental Klee saat itu.

Status Kaeya lebih tinggi dari Celestia, Rosaria.

Klee menelan ludahnya setelah mendengar ucapan Jean.

Alberich merupakan titisan dari Primordial Ones,

Bidadari Pencabut Nyawa

Chapter 1: Mata

Diluc Ragnvindr berlari setelah memarkiran mobilnya di depan Rumah Sakit Mondstadt, wajahnya terlihat cemas saat mengetahui kabar bahwa Kaeya diserang oleh sosok misterius tengah malam tadi. Kaeya baru ditemukan oleh Thoma pukul 7 pagi dan kondisinya saat itu sudah kritis.

Apa lagi masalah anak ini sekarang?! seru Diluc dalam hati namun wajahnya sangat khawatir.

Di ujung lorong sudah ada Rosaria yang sedang duduk di depan pintu ruangan operasi Kaeya, perempuan bersurai merah muda itu menangis sesenggukan karena ia yang menemani Kaeya saat Thoma menemukan tubuhnya tergeletak tak berdaya.

“Ada kabar terbaru?” tanya Diluc dengan nafas terengah-engah.

Rosaria mendongak ke arah Diluc lalu menggelengkan kepalanya, wajah perempuan itu sudah memerah, riasannya pun sudah luntur ke mana-mana karena Rosaria sempat memberontak masuk sambil menangis saat Kaeya dimasukkan ke ruang operasi.

Diluc berdiri di samping kursi panjang tempat Rosaria duduk, ia menyenderkan kepalanya ke dinding sembari memejamkan matanya.

Ya Tuhan, tolong berikan kekuatan kepada adikku,

Tak lama kemudian, sosok yang tak disangka-sangka datang ke arah Diluc dan Rosaria dengan angkuhnya. Perempuan bersurai pendek itu terlihat sedang memegang tas kecil di tangan kanannya dan sebatang rokok di tangan kirinya.

“Kau memanggilku?” tanya Yelan sambil mengisap rokoknya.

Perawat yang melewati lorong itu langsung menghampiri Yelan dan memintanya untuk mematikan rokoknya namun tak dipedulikan oleh Yelan.

“Jangan sampai gue beli rumah sakit ini buat mecat lo!” sentak Yelan keras.

Diluc menatap Yelan dengan tajam, auranya tak membuat Yelan gentar. Perempuan bersurai pendek itu menghembuskan asap rokok ke wajah Diluc tanpa merasa bersalah.

“Urusanku di sini dengan Rosaria, dia ingin aku membantu mencari dalang di balik penyerangan Kaeya,” ujar Yelan lalu duduk di samping Rosaria.

Diluc mencoba sabar dengan tingkah tetangganya itu, namun kepalan tangannya masih erat dan saat ia memukul dinding lorong rumah sakit tercipta retakan di sana.

Beberapa perawat yang sedang berjaga di balik dinding yang dipukul oleh Diluc keluar dari ruangan lalu memarahi pria bersurai merah itu.

“Kenapa Bapak merusak fasilitas rumah sakit?! Ini bisa kami laporkan ke pusat supaya Bapak bisa dipidanakan!” seru salah satu perawat yang sudah mengelilingi Diluc.

“Saya tidak peduli, silakan tuntut saya atau apa pun yang akan kalian lakukan, dengar-dengar direktur rumah sakit ini sebentar lagi akan pindah tangan ke dia,” balas Diluc lalu menunjuk ke arah Yelan.

Yelan terkekeh, ia mengangguk sambil menatap Diluc sama tajamnya. Aura mereka kembali berseteru hingga berhasil membuat kaki perawat yang ada di sana melemah dan terjatuh.

Yelan berdiri lalu mensejajarkan tingginya dengan Diluc, mereka masih beradu tatap. Pintu status operasi yang terpasang di depan sudah berubah menjadi hijau, tanpa prosedur yang Kaeya jalani telah selesai.

Dokter dan beberapa suster keluar dari ruangan itu lalu menghampiri Diluc, Yelan, dan Rosaria.

“Bagaimana, Dok?” tanya Rosaria cemas.

Sang dokter tersenyum sambil membuka masker dan penutup rambutnya, ia mengajak mereka bertiga untuk duduk di kafetaria rumah sakit dan menjelaskan kondisi Kaeya di sana.

“Saat saya mendengar keributan di luar, Pak Kaeya seperti tahu akan hal itu, kondisi tubuhnya meningkat pesat setelahnya. Padahal prosedur yang kami lakukan itu butuh waktu yang lama sebenarnya, saya juga sudah jelaskan kepada Ibu Rosaria bahwa prosedur ini akan memakan waktu sekitar 12 jam, kan?”

Rosaria mengangguk setelahnya.

“Beberapa tusukan di tubuh Pak Kaeya sudah dijahit, beliau kehilangan banyak darah namun tubuhnya masih kuat menahan semua itu, namun matanya—”

Diluc sontak menggebrak meja kafetaria, kini mereka menjadi pusat perhatian karena beberapa kopi yang terletak di atasnya tumpah karena kekuatan Diluc.

“Tolol ini anak! Gawai gue basah jadinya ini!” seru Yelan tak terima dengan perlakuan Diluc.

“Jangan bahas mata Kaeya saat ada perempuan ini,” ujar Diluc tanpa memedulikan omelan Yelan.

Sang dokter terlihat terkejut, namun ia berusaha memahami situasinya karena untuk saat ini hanya Diluc yang tahu kondisi sebenarnya Kaeya.

Rosaria menoleh pelan ke arah Diluc, walaupun ia sempat memiliki hubungan dengan Kaeya, Rosaria tak pernah tahu kenyataan di balik penutup mata milik pria bersurai biru tua itu sampai saat ini.

“Baik, Pak. Mungkin untuk beberapa hari ini Pak Kaeya harus istirahat dulu, beliau akan dipindahkan ke ruang rawat sebentar lagi dan hanya satu orang yang boleh menjaganya. Saya sarankan dari pihak keluarga saja yang bergantian berjaga,” ucap sang dokter dan diiyakan dengan cepat oleh Diluc.

Setelah dokter itu pergi, Diluc ikut beranjak lalu meninggalkan Rosaria dan Yelan yang masih protes kepada pria bersurai merah itu.

Diam-diam Rosaria mengikuti Diluc dari belakang menuju ruang rawat Kaeya, namun saat Diluc menyadari ada Rosaria di belakang langkah kakinya berhenti hingga membuat perempuan itu ikut menghentikan langkahnya.

“Aku sarankan kamu untuk menjauh dari Kaeya sekarang juga,” ujar Diluc tanpa menoleh ke arah Rosaria.

“Kenapa?”

“Kamu tidak tahu apa-apa tentang Kaeya,”

Diluc masuk ke dalam ruang rawat meninggalkan Rosaria yang mematung di lorong seorang diri, air matanya kembali mengalir karena aura Diluc yang mencekam berhasil membuatnya tak berkutik. Rosaria terduduk dan menangis dengan keras setelahnya.

“Kaeya?” sahut Diluc setelah menutup pintu ruang rawat.

Jendela ruangan itu sudah terbuka lebar, seluruh alat medis yang dipasang untuk Kaeya sudah dilepas paksa olehnya. Setengah kaki pria bersurai biru tua itu sudah berdiri di atas jendela, rambut panjangnya sudah berantakan dan mata kanannya kembali bersinar terang.

“Gue harus pergi dari sini, Bang.” ujar Kaeya dengan suara beratnya.

“Lo yakin?”

Mata Diluc ikut bersinar saat netra mereka bertemu, bedanya dengan Kaeya bola mata milik Diluc seperti api yang membara sedangkan Kaeya seperti sinar bulan nan menyilaukan.

“Gue bisa jadi ancaman bagi Teyvat,”

“Gak ada lagi yang bisa menerima lo kecuali Teyvat,”

“Ayah sengaja membawa lo ke sini supaya gue bisa melindungi lo—”

“Melindungi apanya?!” sentak Kaeya keras.

“Lo mati 15 tahun yang lalu! Ke mana aja lo selama gue butuh lo?! Sekarang saat lo balik dengan mudahnya mulut lo bilang kalau lo bisa lindungi gue?!”

Diluc hanya bisa terdiam saat itu, air mata Kaeya hanya keluar dari mata kanannya. Tetesan air mata yang terjatuh ke lantai berhasil menghanguskan lantai ruang rawatnya hingga menjalar ke mana-mana.

“Lo bisa tutup lagi matanya, kita bisa cari cara, kita bisa minta bantuan Albedo—”

“Sudahlah,”

Kaeya berdiri di atas jendela rumah sakit dengan posisi tegak, netra mereka seolah beradu kekuatan namun tak berani menyerang.

“Seharusnya gue udah mati saat Perang Archon, baik itu yang pertama ataupun kedua. Orang kayak gue gak bisa hidup di dunia yang damai ini,”

“40 tahun gue sengsara karena mata pemberian ini!”

Kaeya menjatuhkan tubuhnya ke luar rumah sakit, Diluc sontak mengejarnya dan melompat ke arahnya. Namun ia sadar Kaeya sudah tak ada lagi di depannya, Kaeya hilang bersama matanya namun Diluc terjatuh dari lantai 4 rumah sakit.

BRUK

“Tolong! Ada orang yang bunuh diri!” seru salah satu pengunjung rumah sakit saat Diluc tergeletak dengan tulang yang sudah mencair.

Bidadari Pencabut Nyawa

Prolog

Kaeya meletakkan pistolnya di kotak penyimpanan, tubuhnya bersimbah darah di mana-mana. Hari ini sudah pukul 03.14, tidak ada siapa pun di Teapod yang masih terjaga saat ini.

“Padahal gue udah pensiun,”

Ia mengambil satu botol wine dari kulkas lalu membukanya dengan paksa, tak peduli anggur itu sudah bercampur dengan darah, Kaeya langsung meneguknya agar rasa sakitnya bisa berpindah ke tenggorokannya.

Kaeya Alberich, aku tahu kamu masih hidup. Tidak sepertiku yang baru saja akan mengakhiri hidup, bukan salahmu juga salahku, tetapi ini salah kita. Kita yang memaksa untuk memiliki hubungan walaupun semuanya terdengar mustahil, kamu orang yang hebat namun naif. Kamu pikir dengan kejantananmu bisa menundukkan banyak wanita? Bagiku tidak, otakmu kosong, kau hanya bermodalkan burung dan kemampuan bertarung yang hebat. Kutukanmu tidak akan selesai sampai kau mengakui kesalahanmu.

Kamu tahu, Kae? Orang-orang sepertimu akan dikumpulkan di neraka, aku tak sabar melihatmu meminta ampun kepada Tuhan atas semua dosa yang telah kamu lakukan di Teyvat. Aku tahu kamu pasti tertawa saat membaca surat ini, aku tak bermaksud melucu, kamu juga tahu akan hal itu.

Satu hal yang pasti, dan jarang kamu ketahui. Perempuan dan gadis polos yang sering kamu kelabui untuk mendapatkan kepuasan selalu berdoa untuk kehancuranmu. Mungkin untuk saat ini belum, tapi suatu saat akan.

Kaeya Alberich, bersiaplah untuk menerima balasan yang setimpal—

“Tidak!” sentak Kaeya setelah membaca surat itu berulang kali.

Pria itu menjerit keras namun tak ada yang mendengarnya, berkali-kali ia memukul kepalanya untuk menghilangkan rasa sakit di dadanya. Air matanya mengalir deras namun tak ada yang peduli, eye patch miliknya pun terlepas, netra sebelah kanannya menyala-nyala.

“Sial, sial, sial!”

Kaeya berusaha menutupi matanya dengan tangan, bahkan sinar yang terpancar dari sela-sela jarinya ikut menyilaukan seisi ruangan.

“Jangan!” sentak Kaeya penuh emosi.

Suara hentakan kaki terdengar pelan di belakangnya, Kaeya merasa sedang diawasi oleh seseorang. Saat ia menoleh ke belakang, Kaeya mendapati sosok wanita bersurai merah muda sedang tertawa sambil memegang pisau.

“Akhirnya kita bertemu,”

Yanfei langsung berlari dan menyerang Kaeya yang masih berusaha menutupi mata kanannya, walaupun kesusahan pria bersurai biru tua itu masih mampu menghindari serangan asal yang diberikan oleh Yanfei.

“Bangsat lo, Kaeya!” pekik Yanfei berkali-kali sambil menusuk dada Kaeya.

Darah yang bercucuran tak sebanding dengan dosa yang telah ia perbuat selama hidupnya. Kaeya menepis serangan terakhir Yanfei dengan cepat, pisaunya melayang ke arah jendela dan memecahkan kacanya.

Netra mereka bertemu, Yanfei serasa diisap oleh netra putih milik Kaeya.

“K-Kau?” gumam Yanfei pelan.

“Aku tak bermaksud, Yanfei.” jawab Kaeya dengan tatapan sendu.

“Apa jadinya kalau semua orang tahu bahwa kau—”

Yanfei menghilang, netra putih milik Kaeya mulai meredup. Pria bersurai biru tua itu terduduk sambil mengeluarkan darah yang keluar dari tubuhnya. Pandangannya memudar, tanpa ia sadari Kaeya sudah tak sadarkan diri.

Bidadari Pencabut Nyawa Character List

(Published: 06/05/2022)

  • This is an alternate universe by the author
  • Spin Off from YKMA Series
  • Kaeya Alberich’s POV
  • All characters belong to HOYOVERSE
  • Spoiler free!!
  • Ignore timestamps
  • Modern society setting
  • OOC, bxg, gxg ship
  • Written in bahasa
  • REALLY appreciated if you qrt/rt/like

Kaeya Alberich – 45 tahun – Sepupu dari Diluc Ragnvindr – Pensiunan Knight of Favonius – Ganteng, lucu, cerdas, namun buaya dan jamet

Rosaria – 49 tahun – Adik tiri Eula Lawrence – Secret Investigation di Adventures Guild – Dingin, jutek, judes, penyayang – Masih menyukai Kaeya Alberich

Diluc Ragnvindr – 54 tahun – Ayah dari Klee, suami dari Jean Gunnhildr – Dingin, perhatian, kaku, emosian – Sepupu Kaeya Alberich

Yanfei – 42 tahun – Memiliki kepribadian ganda – Keberadaannya tidak diketahui – Memiliki reputasi yang sangat buruk

La Signora / Rosalyne – 41 tahun – Keberadaannya tidak diketahui – Cuek, pekerja keras, keras, tegas – Kepala pemerintahan di Snezhnaya

Scaramouche / Kunikuzushi – 30 tahun – Kasar, keras, manja, tertutup – Keberadaannya tidak diketahui – Suami dari Mona Megistus, ayah dari Nara Megistus

Yelan – 38 tahun – Kakak dari Xingqiu – Pengacara – Keras, licik, narsis

Beidou – 43 tahun – Pemabuk, keras, perhatian, manis, sexy – Sahabat Arataki Itto – Sepupu dari Kazuha – Kini warga Inazuma

Kamisato Ayato – 43 tahun – Pelaksana pemerintah di Inazuma – Tegas, bijaksana, penyayang – Suami dari Yae Miko

Yae Miko – 43 tahun – Istri dari Kamisato Ayato – Jago bela diri – Pelayan khusus Euthymia – Ramah, anggun, baik

Venti – 31 tahun – Suami dari Barbara, adik ipar dari Jean Gunnhildr – Tampan, atlet, perhatian, bucin, seniman – Seorang Celestia

Glory (Fischl) – 32 tahun – Puitis, pengkhayal, tertutup, pemalu – Istri dari Bennett – Seorang Celestia

Fun Fact Selama Pengerjaan Series You Keep Me Alive: You Are Alive

  1. Sebagai seri penutup, Author banyak memasukkan kalimat-kalimat nostalgia dari season 1 ke season 3 ini.

  2. Author mengerjakan Trivia YKMA: You Are Alive kurang dari 10 menit, mulai sejak awal sirine imsak sampai sebelum azan subuh.

  3. Author merasa berhasil ketika mempertemukan Arataki Itto dan Il Dottore di medan tempur (keinginan Itto di season 2).

  4. Semua opening (dan ending) You Keep Me Alive series memakai lagu opening anime Gintama.

  5. You Keep Me Alive: You Are Alive adalah satu-satunya series yang tidak dikonsep sama sekali oleh Author.

  6. You Keep Me Alive: You Are Alive tepat selesai dalam waktu satu bulan.

  7. Author merasa tidak adil jika Arataki Itto, Diluc Ragnvindr, dan Jean Gunnhildr hidup kembali namun tidak dengan musuh-musuhnya.

  8. Karakter Shikanoin Heizou sama sekali tidak terinspirasi dari Loid Forger di SPY X FAMILY, Author sudah memikirkan Heizou sebagai karakter kunci seri ini.

  9. Momen paling mengharukan bagi Author adalah ketika Arataki Itto menyelamatkan Yun Jin.

  10. Momen paling seru bagi Author adalah ketika terjadinya keributan di toko serba 8000.

  11. Menurut Author, Hu Tao dan Albedo adalah MVP di seri ketiga ini.

  12. Zhongli seharusnya sudah mati saat menahan pasukan Abyss Order, tapi rasanya gak mungkin, kan? Beliau terlalu OP.

  13. Momen Kazuha dibubuhi lebih banyak narasi untuk mendapatkan vibes seseorang yang “Si Paling Menderita”.

  14. Kesempatan kedua yang diberikan untuk para Celestia Kuno (selain Tsaritsa) muncul ketika Author menulis chapter 10.

  15. Author sempat bingung bagaimana cara menyelesaikan seri ketiga ini setelah Cataclysm selesai.

  16. Author sengaja menutupi banyak misteri dan kejanggalan di season tiga dengan cerita warga Teapot dan momen Itto-Sara.

  17. Sebenarnya Venti tidak direncanakan akan jadi Celestia, tapi perannya ternyata penting selama seri ini berlangsung.

  18. Author terharu sekaligus bisa bernafas lega setelah menonton video ending You Keep Me Alive: You Are Alive.

  19. Banyak di list karakter yang tidak terpakai di season ketiga.

  20. Tidak ada lagi YKMA yang lain setelah ini.

  21. Rasanya baru kemarin Author nulis kisah masa SMA Childe dan Lumine di AU YKMA.

  22. Karakter favorit Author di seri ketiga adalah Yun Jin.

  23. Karakter yang tidak Author suka di seri ketiga adalah Il Capitano.

  24. Karakter Diluc Ragnvindr yang sebenarnya dimunculkan oleh Author di seri ketiga.

  25. Author sengaja menyelesaikan seri ketiga sebelum pulang kampung (30/04/2022).

  26. Author adalah seorang perokok berat, maka dari itu banyak chapter yang diunggah di malam hari karena baru bisa berpikir di jam segitu.

  27. Semenjak libur anak sekolah, Author mulai bisa bebas bergadang sambil menyelesaikan seri ketiga YKMA.

  28. Opening yang paling Author suka di semua seri adalah ketika menggunakan lagu SPYAIR – Sakura Mitsutsuki.

  29. Chapter Perang Celestia adalah last minute chapter karena sama sekali tak terbayang oleh Author.

  30. Author rasa semua karakter yang kembali hidup berhak mendapat kesempatan untuk 'menyelesaikan'.

Trivia You Keep Me Alive: You Are Alive

  1. Hu Tao melepas arwah Celestia Kuno (Aether dan Lumine) kembali ke Teyvat.

  2. Kokomi kembali ke Teyvat karena urusannya dengan Kazuha belum selesai.

  3. Hu Tao menutupi kembalinya Xiangling dari Xiao karena rasa bencinya di masa lalu.

  4. La Signora kembali menjadi pelaksana pemerintah Snezhnaya.

  5. Shikanoin Heizou berhasil mengelabui Keluarga Harbingers dengan menyamar menjadi Scaramouche dan Il Dottore.

  6. Xinyan dibebaskan setelah Eula mendapatkan informasi yang dibutuhkan, namun tidak disebarkan ke masyarakat luas.

  7. Rosaria masih menyukai Kaeya Alberich dari season pertama.

  8. Kaeya Alberich telah memutuskan untuk menjadi jomlo seumur hidupnya.

  9. Diluc, Jean, dan Klee membeli rumah di Teapot Residence dan tinggal di sana.

  10. Shenhe tidak menghadiri pernikahan Itto dan Sara karena menjaga Keqing atas dasar keinginannya sendiri.

  11. Keberadaan Yanfei tidak diketahui, usaha mengembalikan namanya dengan melapor bahwa Teppei adalah seorang pengkhianat gagal dilakukan.

  12. Teppei adalah anggota Fatui Harbingers yang menyamar jadi kepolisian.

  13. Teppei membantu Il Dottore selama Perang Archon kedua.

  14. Albedo membuat replika dirinya untuk menggantikan sosok Itto dan Zhongli yang absen di lingkungan perumahan.

  15. Status Venti sebagai Celestia tidak diketahui bahkan oleh istrinya sendiri.

  16. Jean anak dari Venti dan Barbara adalah manusia setengah Celestia.

  17. Yun Jin dan Sayu bersekolah di tempat yang sama, SMA Teyvat.

  18. Klee masih mengembangkan senjata yang lebih kuat dari sebuah nuklir.

  19. Keluarga Harbingers yang tersisa tinggal La Signora dan Scaramouche.

  20. Nama Mona Megistus kembali diperbincangkan oleh masyarakat luas walaupun statusnya sebagai istri Scaramouche masih menjadi kontra bagi sebagian orang.

  21. Nama Nara, putri dari Mona dan Scaramouche adalah gabungan dari nama orang tuanya.

  22. Yelan, Xingqiu, dan Hu Tao tinggal bersama di Teapot Residence.

  23. Raiden Ei dan Makoto tinggal bersama di Teapot Residence.

  24. Kitsune Saigu dan Chiyo menjadi penjaga Narukami Shrine setelah Yae Miko menerima lamaran Kamisato Ayato.

  25. Sasayuri (sahabat Raiden Ei) menjadi salah satu anggota pasukan khusus Inazuma.

  26. Guizhong tidak kembali ke Teyvat seutuhnya karena dia merasa tidak perlu lagi untuk kembali.

  27. Varka tidak bergabung saat Perang Celestia karena sibuk menjaga Cape Oath.

  28. Keberadaan Baizhu tidak diketahui.

  29. Hubungan Klee dan Iwao hanya sebatas teman.

  30. Hadirnya Harbingers dan The Underworlds adalah bukti hancurnya Pohon Kehidupan di Chasm.

  31. Hu Tao tak kuat menahan gebrakan arwah yang memaksa kembali ke Teyvat saat Cataclysm.

  32. Onikabuto yang dikumpulkan oleh Arataki Itto memang untuk pernikahannya dengan Kujou Sara, namun ia baru bisa memakainya di season ketiga.

  33. Beidou masih menolak semua lamaran laki-laki yang meminangnya walaupun ia sangat ingin berkeluarga.

  34. Kucing yang dibawa oleh Tomo saat Cataclysm adalah kucing yang ia temui setelah keluar dari rumah sakit (pasca guntur menyambarnya).

  35. Tomo disambar petir bukan ulah Raiden Ei.

  36. Raiden Makoto menghabisi sisa Abyss Order di dimensi lain seorang diri.

  37. Walaupun bukan Celestia, Yae Miko dan Raiden Makoto memiliki kemampuan bela diri yang luar biasa.

  38. Kuki Shinobu masih belum terbiasa dengan panggilan barunya dari Yun Jin yang kerap memanggilnya dengan sebutan “Kakakku”.

  39. Di Teapot Residence, hanya Xingqiu yang tidak ikut-ikutan para bapak-bapak untuk main PS saat ngeronda.

  40. Thoma adalah pengalih perhatian ibu-ibu saat yang lainnya mempersiapkan PS di pos ronda.

  41. PS yang dijadikan hadiah pernikahan Itto adalah PS milik Childe.

  42. Saat Cataclysm berlangsung, Itto hanya menebak bahwa Yun Jin adalah anaknya.

  43. Aether dan Keqing kembali ke Teapot Residence, sementara Lumine dan Dainsleif pergi dari Teyvat.

  44. Paimon tinggal di Teapot Residence bersama Keqing dan Aether.

  45. Paimon seumuran dengan Klee (23 tahun).

  46. Yelan tidak dituntut walaupun telah membunuh banyak orang, ia malah diangkat menjadi salah satu pahlawan nasional Teyvat.

  47. Zhongli melepas titelnya sebagai Archon sepenuhnya.

  48. Venti menolak menjadi Archon di Mondstadt.

  49. Noelle dan Thoma sedang mempersiapkan kelahiran pertamanya (laki-laki).

  50. Itto, Sara, dan Yun Jin tinggal di rumah baru di Teapot Residence.

  51. Qiqi sering bermain dengan Yun Jin dan Sayu bahkan menginap di rumah Keluarga Geo.

  52. Shenhe masih sering menyendiri di rumahnya.

  53. Diluc Ragnvindr dan Jean Gunnhildr diangkat (lagi) menjadi pahlawan nasional Teyvat.

  54. Arataki Itto menukar medali kehormatannya sebagai pahlawan nasional dengan Onikabuto premium milik Kamisato Ayato.

  55. Yae Miko dan Kamisato Ayato sedang merencanakan pernikahan mereka.

  56. Xiao dan Xiangling tinggal di tempat baru (di Teapot Residence) setelah menikah.

  57. Ganyu dan Yaoyao tinggal bersama di rumah lamanya di Teapot Residence.

You Keep Me Alive: You Are Alive

Chapter 16: You Are Alive

Yae Miko, Kamisato Ayato, dan Kamisato Ayaka sedang dalam perjalanan menuju Teapod Residence. Perempuan bersurai merah marun itu terus memandang keluar jendela menikmati pemandangan alam Teyvat yang memanjakan mata.

“Kak!” bisik Ayaka kepada Ayato.

“Kenapa? Kamu jadi mau pergi sama Beidou aja?”

Ayaka mengangguk sebagai jawaban, mereka menepi di Liyue sebelum kembali melanjutkan perjalanannya ke Teyvat Pusat.

“Lho? Kok gak bareng?” tanya Yae Miko bingung.

“Ayaka mau jemput Mba Beidou dulu, nanti kami nyusul ke nikahan Bang Itto,” jawab Ayaka lalu pamit meninggalkan mobil Ayato.

Yae Miko menghela nafas beberapa kali sebelum ia kembali menatap ke luar kaca jendela mobil.

“Yae,” panggil Ayato pelan.

“Hmm?”

“Kamu masih belum mau menjawab?”

Yae Miko menoleh ke arah Ayato yang masih fokus mengendarai mobilnya.

“Memangnya perlu dijawab?”

“Ya... kalau misalnya seseorang mengungkapkan perasaannya tentu harus dijawab, kan?”

Ayato merasakan tatapan tajam Yae Miko ke arahnya, pria bersurai biru muda itu terkekeh karena canggung.

“Aku tak bisa memberikanmu keturunan, Ayato. Aku sudah disterilkan,”

“Kalau kamu memintaku untuk menjadi istrimu dan memiliki keturunan yang bisa melanjutkan Klan Kamisato jelas aku tak bisa melakukannya,”

“Kamu bisa cari perempuan lain yang lebih muda dan bisa menghasilkan keturunan,” tutup Yae Miko tegas.

Ayato tersenyum, senyum pria itu begitu menjengkelkan di mata Yae Miko.

“Kamu masih belum mengerti, ya?”

“Aku sudah tahu semua itu, dan kamu tak usah berulang kali menjelaskan hal yang sama kepadaku,”

“Aku tak pernah memintamu menikah denganmu untuk meneruskan garis keturunan Klan Kamisato, bukan?”

Yae Miko terdiam setelah mendengar pertanyaan dari Ayato. Ia masih berusaha menahan perasaannya agar tidak terjatuh lebih dalam lagi.

“Lagipula hanya Lady Guuji yang ditugaskan untuk menjaga Narukami Shrine sampai akhir hayatnya,”

“Oh, ya. Omong-omong, Kitsune Saigu dan Chiyo yang menggantikan posisimu di Narukami,” ujar Ayato serius.

“Seenaknya saja! Kenapa kamu memutuskan sesuatu tanpa berdiskusi denganku?!”

“Bagaimana aku bisa berdiskusi denganmu kalau kamu belum menjadi istriku?”

Yae Miko kembali terdiam sementara Ayato tertawa kecil melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh perempuan bersurai merah marun itu.

“Pokoknya mereka sudah menerima tugasnya, dan menitipkan pesan kepadamu,”

“Apa?”

“Mereka ingin kamu menikah denganku,”

“Tch! Dasar buaya darat,”

Ayato menghidupkan tape recorder yang ada di mobilnya, suara Chiyo dan Kitsune Saigu terdengar jelas di telinga Yae Miko.

Udah belum? Itu lampunya masih merah!

Kata Tuan Muda itu artinya sudah merekam!

Ada-ada saja teknologi manusia jaman sekarang,

Ya udah! Jangan ngomel mulu! Ngomong buru!

Yae, Tuan Muda sudah memerintahkan kami untuk menjaga Narukami Shrine, sebagai warga sipil yang baik kami harus menerimanya dengan lapang dada,

Bukan gitu naskahnya!

Lho? Bukannya kita harus jujur kalau di kuil?!

Benar juga,

Yae Miko terkekeh mendengar suara sahabatnya, Ayato hanya memandangi manis wajah pujaan hatinya diam-diam sebelum ketahuan.

Tuan Muda Kamisato Ayato meminta kami untuk tinggal di kuil, sebagai gantinya kami harus menjaga kuil ini seperti leluhur kita di masa lalu,

Eh, tapi, Yae! Sekarang pelaksana pemerintah Inazuma itu udah gak ada harga dirinya, ya? Masa dia datang ke kuil sambil bersujud di depan kami—

Ayato dengan cepat mematikan rekaman suara itu, kini tatapan Yae Miko telah berubah. Netra mereka bertemu untuk kesekian kalinya, melihat senyum yang terukir di wajah Ayato membuat Yae Miko gemas sendiri dibuatnya.

Yae Miko mengangguk dengan anggun, “Aku tak percaya telah dilamar oleh Tuan Muda Kamisato Ayato,”

“Mungkin kita harus perbaiki panggilan itu sekarang,”

“Kamu mau aku panggil apa?”

“Hmm, sayang?”

“Ah... terlalu cepat memanggilmu seperti itu,” canda Yae Miko sambil tertawa.

**

Kazuha dan Tomo berjalan menuju pelabuhan di Ritou, mereka asik bercanda sepanjang jalan. Ada-ada saja hal yang bisa menjadi bahan pembicaraan, lelaki bersurai pirang itu terus membual dan Kazuha hanya bisa tertawa dengan semua guyonan sahabatnya itu.

“Lo yakin? Gak mau ikut gue aja?” tanya Tomo sebelum memijakkan kakinya di kapal tumpangannya.

Kazuha menggelengkan kepala, “10 tahun gue mengarungi bumi ini, tetap saja tak ada yang lebih indah dari Kokomi,”

Tomo berdecis kesal mendengar ucapan sahabatnya, ia mengacak-acak rambut Kazuha walaupun tak digubris oleh lelaki bersurai krem itu.

“Lo jaga diri, ya, Bro!”

Tomo melambaikan tangannya ketika sudah berada di kapal, Kazuha masih menunggui kapal itu menaikkan jangkarnya. Tomo berteriak kegirangan setelah melihat orang-orang baru yang ada di kapal itu, lelaki bersurai pirang itu terlihat sedang tertawa dengan penumpang lainnya dari bawah.

Jangkar telah diangkat, layar sudah diturunkan, Tomo berangkat ke mana pun laut dan angin membawanya. Kazuha berdoa agar sahabatnya itu diberikan keselamatan hingga mereka bisa kembali bertemu di waktu yang tepat.

Kazuha berbalik dan pergi meninggalkan Pelabuhan Ritou, ia memakai topi bambu miliknya keluar dari Inazuma. Lelaki bersurai krem itu telah selesai dengan negeri keabadian, saatnya ia melepas semua beban yang ada di pundaknya dengan perjalanan tanpa batas waktu untuk memulihkan hatinya yang telah kembali terluka.

Kabarin gue kalau ada apa-apa! itu adalah pesan terakhir Beidou sebelum Kazuha pergi mengantar Tomo ke pelabuhan.

Sepupunya itu berniat untuk tinggal lebih lama di Teyvat, Beidou sempat mengungkapkan kepada Kazuha bahwa ia ingin berkeluarga. Namun sayangnya semua pria yang datang melamar Beidou dihadiahi oleh bogem mentah dari perempuan bersurai hitam itu.

Setiap langkah kakinya Kazuha selalu berdoa agar dapat dipertemukan oleh kekasihnya, Sangonomiya Kokomi. Kokomi pudar sesaat setelah Cataclysm berakhir, seluruh tugasnya di Enkanomiya sudah dilimpahkan ke saudaranya yang ada di sana. Sangonomiya Enterprise kini telah bekerja sama dengan pemerintahan berkat kemampuan diplomasi dari Kamisato Ayato, pria bersurai biru itu telah menyatukan seluruh kekuatan Inazuma sehingga wilayah itu sudah mulai bersinergi setelah 15 tahun lamanya.

Mi, aku tak pernah menemukan kebahagiaan di balik perjalananku menuju dunia lain. Tak ada yang lebih indah dari senyummu, tak ada yang lebih sempurna dari kehadiranmu, tak ada yang lebih baik untukku selain dirimu.

Beberapa menit pertemuan kita saat itu masih membekas di hatiku, andai aku bisa menghentikan waktu pasti kamu tidak akan pergi dari sisiku,

Topi bambu itu berhasil menutupi air mata yang mengalir membasahi pipi Kazuha, ia menundukkan kepalanya di kala keramaian hadir di sekelilingnya. Tubuhnya yang bergetar hebat terpaksa ia tahan sebelum menarik perhatian orang. Kazuha menepi ke Pohon Otogi yang besar di sana, mengistirahatkan tubuhnya yang sudah mulai tak terkendali.

“Sialan, ternyata aku masih lemah seperti dulu,”

Kazuha menutup wajahnya dengan topi bambu miliknya, raganya yang sudah terlanjur lelah menghadapi pahitnya hidup meminta dirinya untuk mengistirahatkan diri sejenak.

Di hutan belakang tempat Kazuha beristirahat, terdengar suara grasah-grusuh dan seseorang meminta tolong. Lelaki itu membuka mata lalu mengambil pedangnya dan berlari menuju sumber suara.

Sesampainya di sana ia tak menemukan siapa pun, Kazuha melihat sebuah perangkap babi yang menyisakan darah di sekitarnya, tak jauh dari sana ada seekor babi yang gagal mempertahankan hidupnya karena terjebak dalam perangkap tadi.

“Kenapa kudengar ada suara orang meminta tolong?” gumam Kazuha pelan.

“Permisi,”

Kazuha menoleh ke belakang, seorang perempuan dengan rambut sebahu tersenyum ke arahnya. Ia mengenali sosok itu, tak terasa garis bibirnya terangkat dengan sendirinya saat perempuan itu mengulurkan tangannya kepada Kazuha.

“Ba-Bagaimana bisa?”

“Rinduku belum selesai padamu, Kazuha.”

**

Di hari pernikahan Itto dan Sara, seluruh warga Teapod Residence terlihat sibuk membawa makanan ke fasum, panggung sederhana dengan hiasan ornamen Onikabuto yang telah diawetkan menjadi pemandangan yang cukup aneh bagi orang yang tidak mengenali Arataki Itto.

Zhongli dan Ningguang yang baru saja memarkirkan mobilnya di depan perumahan merasakan ada yang janggal ketika melihat gapura Teapod.

“Mas?”

“Ya, Ning?”

“Kok ada yang aneh, ya?”

Ningguang menunjuk tulisan di gapura Teapot Residence, ia tak tahu kalau selama ini perumahan lamanya bernama seperti itu.

“Apa yang aneh, Ning?” Zhongli masih celingak celinguk melihat apa yang ditunjuk oleh istrinya.

“Selama ini kita salah, Mas! Nama perumahannya itu Teapot Residence, bukan Teapod Residence!” ujar Ningguang sambil terkekeh.

“Oh, iya memang Teapot, kok.” balas Zhongli santai.

“Terus kenapa kamu kalau nulis di chat selalu pakai Teapod?” tanya Ningguang heran.

“Dulu biar gaul aja, Ning. Kan saya diajarin sama Dek Gorou biar kekinian,” canda Zhongli sambil merangkul tubuh Ningguang dan berjalan ke dalam.

“Tapi dampaknya besar, lho, Mas! Siapa tahu artinya beda?”

“Sudah, tak perlu dipikirkan. Sekarang tugas kita yang diberikan Sara adalah menjaga Itto supaya tidak membuat kekacauan sebelum pernikahan mereka,” ujar Zhongli sambil menyenderkan kepalanya di bahu sang istri.

“Ning dengar Itto hampir membakar perumahan lagi beberapa hari yang lalu,”

“Untung saja enggak, habis dana Jade Chambers nutupi kerugian perumahan ini karena Itto,” lanjut Ningguang sambil terkekeh.

Saat mereka tiba di fasum, mulut Ningguang menganga saat melihat Itto sedang menyebarkan ornamen Onikabuto di sepanjang jalan menuju panggung.

“Mah! Yah! Sini!” ajak Itto sembari melambaikan tangannya.

“ITTO! GUE BILANG GAK USAH PAKAI KUMBANG-KUMBANG LAGI! UDAH BANYAK!” seru Sara yang baru saja keluar dari rumahnya dengan gaun pengantin putih, bagian belakangnya dipegangi oleh Sayu dan Qiqi agar Sara bisa mengejar Itto yang sedang berusaha kabur dari calon istrinya.

“TAPI, KAN, ONIKABUTO INI UDAH GUE BURU SEJAK LAMA!” balas Itto tak mau kalah.

Kuki Shinobu menggelengkan kepalanya saat melihat Sara dan Itto kembali bertengkar di depan umum. Yun Jin hanya memandangi kedua orang tuanya dengan penuh senyuman dan segelas es buah di tangan kanannya.

“Yun,” panggil Kuki Shinobu pelan.

Gadis bersurai ungu itu menoleh ke arahnya, Kuki tersenyum saat melihat Sara berhasil memukul Itto dengan gagang sapu. Saat netra mereka bertemu, senyum Kuki tak kalah lebarnya sambil mengelus lembut kepala Yun Jin penuh kasih sayang.

“Kamu punya orang tua yang hebat,” lanjut Kuki pelan.

Yun Jin tertawa mendengar ucapan wakil ketua Arataki Gang itu, ia menyenderkan kepalanya di badan Kuki walaupun dirinya tak siap saat kepalanya menyentuh pundaknya.

“Yuyun juga punya seorang kakak yang hebat sekarang,” balas Yun Jin sambil tersenyum.

“He-Hebat apanya?! Lagian kakak kamu siapa?” bantah Kuki Shinobu dengan wajahnya yang sudah memerah.

“Kak Kuki, lah! Siapa lagi?”

Dari luar perumahan, para anggota Arataki Reborn yaitu Lulu, Meng dan Feng tiba membawa bingkisan besar untuk sang raksasa. Yun Jin menarik tangan Kuki Shinobu lalu berjalan ke arah teman kecil Itto dan menyapanya.

“W-W-Wah?! Ku-Ku-Kuki Shinobu?!” gumam Lulu tak percaya.

“Santai aja kali,” balas Kuki sambil tertawa.

Mereka hanya bertemu sekali dengan wakil ketua Arataki Gang itu, impresi pertama mereka terhadap Kuki adalah sosok yang mengerikan, karena saat itu Itto dijewer sampai mengeluarkan air mata saat ia menemani bocah raksasa itu mengantarkan undangan pernikahannya ke Liyue.

“Ka-Ka-Kami mau ngasih ini untuk Bos Itto!” ujar Feng tak kalah gugup dengan temannya.

“Se-Se-Selamat menempuh hidup baru, Kak!” lanjut Meng ketakutan.

“Heh?! Yang nikah bukan gue?!”

Dari tengah fasum suara Itto menggelegar saat memanggil nama Trio Bocah Liyue, pria gondrong itu berlari ke arah Yun Jin dan yang lainnya dengan kepala benjolnya.

“INI HADIAH BUAT GUE?! BESAR BANGET?!” seru Itto saat mengambil hadiah pernikahannya.

“Iya, dong! Ini hasil tabungan kita dulu, Bang! Kita, kan, sempat iuran dulu untuk kas keamanan!” jawab Lulu dengan bangga.

“Kalian memang anggota terbaik—”

“Ehem!”

“Setelah Kuki Shinobu! He-he-he!” lanjut Itto setelah mendengar suara dehaman Kuki Shinobu.

“ITTO! GANTI BAJU LO SEKARANG! UDAH MAU MULAI INI!”

Benar saja, Itto masih berbalut singlet bolong kesayangannya saat masih sekolah. Sara dan yang lainnya sudah berada di fasum karena orang yang menikahkan mereka sudah tiba beberapa menit yang lalu.

“Kenapa, sih? Orang harus nikah pakai baju bagus?!” runtuk Itto kesal setelah digiring oleh Diluc dan Kaeya ke rumahnya.

“Biar orang gak malu kalau ngunggah foto kalian di sosial media, Bang!” sindir Kaeya dengan nada sinis.

“Lah? Kan yang nikah gue?!”

“Yang nikah itu lo sama Sara, To.” potong Diluc cepat.

“Setelah ini lo gak boleh mentingin ego sendiri, pernikahan bukan ajang pembuktian siapa yang lebih hebat atau siapa yang lebih berkuasa,” lanjut pria bersurai merah itu.

“Duh, bijaknya orang yang udah ninggalin keluarganya di masa lalu!” celetuk Kaeya sambil menghindari jitakan keras abangnya.

“Omong-omong, hadiah gue PS, kan, Bang?” tanya Itto kepada Diluc.

Noelle dan Sucrose menatap ke arah mereka saat sedang membawa makanan keluar, Thoma mengalihkan pembicaraan Diluc, Kaeya dan Itto agar rencana bapak-bapak Teapot tidak bocor secepat itu.

“Bisa jaga rahasia, gak, sih?!” sentak Diluc kesal.

“Gue udah gak sabar ini mau malam pertama main bola!” seru Itto penuh semangat.

“Malam pertama itu berduaan sama istri! Bukan main gim bareng bapak-bapak!” timpal Kaeya sama kesalnya dengan Diluc.

“Lagian kami juga belum tau itu masih hidup atau enggak, jadi mau dites dulu sebelum dikasih ke lo,”

“Oh, gitu. Ya udah, malam kedua, deh! Kita main PS, ya?!”

Diluc mengangguk setuju diiringi suara kekehan Kaeya setelah berhasil mengelabui si bocah raksasa.

Itto, Kaeya dan Diluc berjalan menuju pelaminan, situasinya terbalik, bukan mempelai wanita yang ditunggu melainkan mempelai prianya. Jas hitam yang dipindamkan Diluc kepada Itto membuat pria gondrong itu terlihat menawan, melihatnya saja berhasil membuat Sara jatuh cinta untuk kesekian kalinya pada Itto.

“Tahan, jangan terlalu senang gitu,” ledek Yae Miko disambut tawa oleh Raiden Ei dan Makoto.

“Adik kita memang gak bisa nyembunyiin perasaannya dengan baik,” ikut Raiden Ei meledek Sara hingga perempuan bersurai ungu itu salah tingkah.

Itto berdiri di hadapan Sara, ia tak berhenti tersenyum melihat indahnya anugrah Tuhan yang ada di depannya. Sara pun begitu, senyumnya semakin lebar saat melihat senyum tulus Itto yang khusus diperuntukkan untuk Sara.

“Arataki Itto, apakah kamu siap menerima segala kurangnya Kujou Sara dan mencintainya sepanjang hidupmu?” tanya sang penghulu.

“Saya sudah melakukan itu sejak awal—”

“SAYA SIAP!” seru Itto saat Sara menatapnya tajam.

Seluruh hadirin tertawa melihat prosesi pernikahan Itto dan Sara yang penuh dengan suka cita.

“Kujou Sara, apakah kamu siap menerima dan mencintai Arataki Itto sepanjang hidupmu? Dan membiarkan ia bermain PS sesuka hati?”

“HAH?!”

“Maaf, ini naskah yang diberikan oleh Venti,”

Semua menatap ke arah sang Celestia, Itto mengacungi jempol ke arah Venti dan disambut dengan kedipan manis pria bersurai hijau itu.

“Jawab, Sara! Cepat! Biar sah!” desak Itto.

PLAK

“Kujou Sara, apakah kamu siap menerima dan mencintai Arataki Itto sepanjang hidupmu?”

Itto memegangi pipinya yang sudah memerah, Sara tersenyum manis sebelum menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dari pertanyaan si penghulu.

“Saya siap,”

“Setelah janji ini terucap, maka saya resmikan Arataki Itto dan Kujou Sara sebagai suami istri,”

You may kiss the bride,

Seluruh hadirin bertepuk tangan setelah Itto dan Sara resmi menjadi suami istri, Xiao ikut terharu melihat abang angkatnya kini telah menjadi seorang suami, dari belakangnya Yaoyao menarik baju Xiao beberapa kali karena tak dengar ketika dipanggil.

“Kenapa, Yao?” tanya Xiao saat menoleh ke belakang.

“Yaoyao ketemu kakak ini di depan perumahan tadi,”

Netra mereka bertemu, Xiao tak percaya melihat sosok perempuan bersurai biru pendek dengan pita beruang yang menghiasi kepalanya.

“Xiao,” panggilnya dengan lembut.

“Xiangling?”

“Selanjutnya kita, kan?”

Air mata Xiao menetes dengan sendirinya, ia tersenyum sambil memeluk tubuh kekasihnya yang datang entah dari mana. Yaoyao tersenyum lalu memanggil Ganyu yang sedang berdiri di stan makanan, perempuan bersurai biru itu pun tak percaya melihat Xiangling hadir di antara mereka.

“Yaoyao,”

“Ya?”

“Ini Xiangling, calon istriku,”

**

Keqing tersadar setelah terbaring selama 3 hari di rumah sakit. Ia ditemani oleh Shenhe yang sedang tertidur di pojok ruangan. Air matanya kembali mengalir setelah mengingat kejadian mengerikan itu, ia benar-benar merindukan sosok kekasihnya.

Kenapa kamu terus menghantuiku?! runtuk Keqing dalam hatinya.

Gadis bersurai ungu itu menyeka air matanya yang tak kunjung berhenti, ia menatap ke arah jendela dengan tatapan sendu. Hatinya sudah tak kuat menahan seluruh perasaan ini, doanya tak kunjung dikabulkan oleh Tuhan karena permintaannya yang terbilang mustahil.

Pintu ruang rawatnya diketuk oleh suster yang berjaga, saat pintu itu terbuka mata Keqing terbelalak melihat seorang lelaki bersurai pirang keemasan datang bersama suster tadi.

“Nona Keqing, ada seseorang yang datang menjenguk,” ujarnya.

Keqing mengucek-ucek matanya beberapa kali, sosok itu tetap ada di hadapannya. Lelaki itu terkekeh melihat ekspresi tak percaya yang ditunjukkan oleh Keqing, ia berjalan mendekati gadis bersurai ungu itu lalu duduk di sampingnya.

“Kamu kenapa—”

Keqing menyentuh pipi Aether untuk memastikan keberadaannya, ia tak henti-hentinya mencubit lengannya agar tersadar dari mimpi.

Aether menahan tangan Keqing lalu menggenggamnya dengan erat, ia menarik tubuh Keqing lalu meletakkan kepalanya di dada.

“Aether—”

“Aku kembali, Sayang.”

“T-Tapi? Bagaimana bisa?!”

Aether tersenyum ke arah Keqing, ia mengecup lembut kening kekasihnya hingga wajahnya memerah.

“Urusanku di Teyvat ternyata belum selesai,” jawab Aether dengan lembut.

Keqing menangis histeris sambil memukul tubuh Aether selagi ia dalam pelukannya, tangisannya berhasil membangunkan Shenhe dari tidurnya, saat ia melihat Aether dan Keqing tengah menuntaskan rindu, senyum yang terukir di wajahnya adalah bukti bahwa ini adalah jawaban Tuhan atas segala doa yang terucap oleh jiwa-jiwa yang tersakiti.

“Aku rindu kepadamu, Keqing.”

“Diam dulu! Aku masih mau peluk!” balas Keqing keras dalam tangisnya.

**

Paimon berlari menghampiri Dainsleif yang sedang duduk di Danau Starfell, gadis bersurai putih itu melangkah hati-hati melewati air yang mengelilingi dataran sekitar danau.

“Paimon, kamu dari mana?” tanya Dainsleif heran.

Paimon tertawa kecil tanpa menjawab pertanyaan Dainsleif, sebuah pilar yang menjadi tempat Dainsleif mengistirahatkan tubuhnya tiba-tiba bergetar dengan sendirinya.

“Dain! Dain tahu, kan, kalau Paimon bisa membaca isi hati seseorang?”

Dainsleif mengangguk lembut, ia mengelus pucuk kepala adiknya. Senyum Paimon terlihat manis di matanya, namun ia merasakan hawa keberadaan lain di antara mereka.

“Paimon rasa, Tuhan menjawab doa Dain saat di Sumeru!”

“Doa apa?”

Pundak Dainsleif disentuh dari belakang, sosok gadis bersurai pirang keemasan terlihat sedang tersenyum saat Dainsleif menatapnya tak percaya.

“Lumine?”

Walaupun Lumine tak menjawabnya Dainsleif sudah paham dengan sendirinya.

“Chasm, Pohon Kehidupan, dan alam baka,”

“Aku tak punya tempat untuk berpulang, bolehkah aku tinggal di Teyvat bersamamu?” tanya Lumine sambil tersenyum.

Air mata Dainsleif mengalir dengan sendirinya, Paimon menggenggam tangan kakaknya yang justru membuat air matanya semakin deras membasahi pipinya.

“Aku bukan lagi seorang Celestia Kuno, Dain.”

“Saya tahu akan hal itu,”

Dainsleif memeluk Lumine dengan erat, air matanya membasahi pundak Lumine.

“Teyvat adalah tempat yang indah,” gumam Dainsleif selagi menangis.

“Aku bukan lagi bunga yang kamu maksud,”

“Saya tak peduli akan hal itu,”

Paimon terkekeh walaupun di saat yang bersamaan, air matanya ikut mengalir karena terharu melihat sang kakak bisa mengungkapkan perasaannya dengan baik.

“Bagaimana bisa seseorang memendam perasaannya selama lebih dari 10 tahun?” canda Lumine menghibur Dainsleif.

“Saya sudah terbiasa, Lumine.”

Lumine melepaskan pelukannya, Dainsleif menutup wajahnya sambil menyeka air matanya. Netra birunya terlihat bersinar dengan indah, pria itu sudah rapuh sejak lama, tidak ada yang bisa menjelaskan rasa bahagianya saat ini, Dainsleif adalah orang paling bahagia di dunia.

You are alive, Lumine.”

Let's spend the rest of our lives together, then?

Dainsleif mengangguk, “I'm more than happy to do that with you,

THE END

You Keep Me Alive: You Are Alive

Chapter 15: Janji dan Harapan

Paimon dan Dainsleif pergi meninggalkan Sumeru, sementara Bennett dan Fischl menjemput Amber yang sejak lama terkurung di Sumeru dari awal Cataclysm. Gadis bersurai putih itu memegang erat tangan sang kakak. Saat Paimon menatap ke arah Dainsleif, mata pria bersurai pirang itu terlihat kosong, seperti tak ada lagi harapan di hatinya.

“Dain kenapa?” tanya Paimon sedikit gagap.

Lamunan Dainsleif buyar setelah mendengar suara Paimon, ia memaksakan senyumnya namun Paimon mengenal Dainsleif lebih dari siapa pun.

Paimon harus mengalihkan pikirain Dain!

Paimon melepaskan genggamannya lalu berlari menuju taman di pusat kota Sumeru, ia melambaikan tangannya agar Dainsleif ikut menyusulnya dengan cepat.

“Lihat, Dain! Daun-daun di taman ini berguguran!”

Dainsleif mengikuti apa yang disuruh oleh adiknya, dedaunan yang jatuh mengenai wajahnya berhasil membuat pria itu tersenyum. Angin yang menghembus sejuk terasa di seluruh tubuhnya hingga terasa menyegarkan, garis bibir Paimon terangkat melihat Dainsleif menggumamkan sesuatu saat memainkan daun yang jatuh di wajahnya.

“Paimon tahu lagu itu!” seru Paimon heboh.

Dainsleif menatap ke arah adiknya, netra mereka bertemu. Air matanya kembali mengalir saat ia menemukan sosok yang ia rindukan terpantul dari bola mata Paimon.

Dengan cepat Dainsleif menoleh ke belakang, namun ia tak menemukan siapa pun. Ia menghela nafas beberapa kali sembari menyadarkan dirinya bahwa ketidakmungkinan itu hanya bisa terjadi di sebuah dongeng pengantar tidur.

“Dain,” sapa seorang perempuan dari sisi kirinya.

Netra mereka kembali bertatap, sosok gadis bersurai pirang keemasan yang ada di depannya membuat Dainsleif terperanjat. Ia berusaha untuk tidak mempercayai semuanya dengan mudah, Dainsleif memegang pipi Lumine dengan kedua tangannya lalu meremasnya dengan lembut. Gadis itu terkekeh melihat raut wajah Dainsleif saat ia memastikan siapa yang sedang bersamanya saat ini.

“Terima kasih telah menyebut namaku dalam doamu,” ujar gadis bersurai pirang keemasan itu sambil tersenyum.

Lumine membalas sentuhan lembut Dainsleif lalu mengusap punggung tangan pria bersurai pirang itu sambil tersenyum. Air matanya menetes namun tidak membasahi pakaian Dainsleif, saat itu juga ia sadar bahwa apa yang sedang terjadi adalah sebuah ilusi.

“Ka-Kamu—”

Lumine menggelengkan kepalanya, senyumnya masih terekam indah di hati Dainsleif. Sekali lagi, Dainsleif terlena dengan keindahan yang dipancarkan oleh salah satu bunga paling indah di bumi Teyvat. Tak sadar senyum Dainsleif mulai terukir sama indahnya dengan Lumine, gadis itu terkekeh melihat Dainsleif salah tingkah saat ketahuan sedang tersenyum di hadapan sang Celestia Kuno.

“Nikmati selagi bisa,”

“Di setiap detik kebersamaan kita, aku selalu berharap bahwa waktu dapat dihentikan,”

“Sampai kapan?”

“Aku tak peduli akan hal itu,” balas Dainsleif lirih.

“Bersamamu, kita bantah ruang dan waktu,”

Lumine terkekeh mendengar kalimat yang terucap dari mulut Dainsleif, pria itu terlihat manis di matanya.

“Dain,”

“Ada saatnya aku akan kembali,”

Dainsleif terdiam mendengar perkataan Lumine, ia tak bergerak sedikit pun walau Lumine melambaikan tangan ke depan wajahnya.

“Dain?”

“Dain!”

“Tolong!”

Warga setempat langsung menghampiri taman itu lalu mengangkut Dainsleif untuk dilarikan ke rumah sakit terdekat, Paimon menangis histeris sejak ia mendapati Dainsleif tersenyum dan berbicara sendiri seperti orang gila. Dainsleif benar-benar tenggelam dalam harapan, ia lebih memilih itu hancur bersamanya, selamanya.

**

Pintu ruang rawat Lisa terbuka, Zhongli dan Ningguang mendapati Razor sedang tertidur di atas kursi sofa di ruangan tersebut.

Tak berniat mengganggu istirahatnya, Zhongli mengajak Ningguang pergi lalu berbalik arah meninggalkan ruangan itu.

“Ada perlu apa?” tanya Lisa terbata-bata.

Ningguang berjalan lebih dahulu meninggalkan Zhongli yang masih berdiri di depan pintu. Saat perempuan bersurai putih itu duduk di sebuah kursi di dekat nakas, mata Lisa terbuka perlahan lalu mencari keberadaan Ningguang.

“Oh, Ibu Ningguang.” ucap Lisa sambil tersenyum.

“Bagaimana keadaanmu?”

Lisa tertawa mendengar pertanyaan Ningguang, luka pasca perang yang ia dapatkan sudah tak terasa lagi. Kekuatan besar akibat gelang listrik miliknya berhasil mematikan fungsi saraf di sekitar tangannya, Lisa bahkan tak bisa bergerak sedikit pun sampai saat ini.

“Hatiku sehat, namun tubuhku hancur,” jawab Lisa enteng.

Mendengar ucapan itu membuat Zhongli menutup pintu ruang rawatnya lalu menyusul sang istri untuk bercengkrama dengan salah satu pahlawan nasional itu.

“Oh, kukira ini akan menjadi pembicaraan khusus wanita,” ledek Lisa saat Zhongli berdiri di belakang istrinya.

Saat Zhongli membuka mulutnya, Lisa langsung mengisyaratkan sesuatu lewat matanya dengan cepat.

“Tak perlu bertanya dua kali, aku baik-baik saja,”

“Hanya saja aku tidak bisa menggunakan kedua tanganku lagi,” lanjut Lisa saat menoleh ke arah tangannya yang terbaring kaku di atas ranjang rumah sakit.

“Tidak ada yang tahu kalau kamu adalah keturunan Khaenri'ah dan Abyss Order,” ujar Zhongli pelan.

Lisa mengangguk, “Tidak ada yang boleh tahu, itu adalah aib bagi keturunan mereka sendiri. Percuma diberikan kekuatan dan tingkat intelejen yang tinggi kalau hidup penuh dengan kecemasan dan kesengsaraan,”

“Lalu kenapa kamu ikut berperang saat itu?”

Lisa terdiam sejenak, pertanyaan Zhongli membuat dirinya ikut bertanya-tanya di dalam hatinya.

“Apakah karena Razor?” lanjut Zhongli pelan.

Lisa menggelengkan kepalanya, hal itu membuat Ningguang terkejut mengingat perempuan bersurai coklat itu sangat menyayangi anaknya lebih dari apa pun.

“Aku telah bersumpah untuk membenci seluruh leluhurku sejak ayah dan ibu mati saat perang,”

“Abyss Order membunuh sesama mereka yang tidak mau ikut berperang untuk menjajah Teyvat,”

“Ayah dan ibuku adalah seorang akademisi, tentu mereka tidak memiliki kemampuan bela diri dan semacamnya. Beruntungnya aku diberikan bekal dua buah gelang yang kupakai saat perang, kalau tidak mungkin aku hanya wanita bersurai coklat yang hanya bisa berteriak menangisi keadaan anaknya,”

“Aku tahu Razor akan selamat, aku benci mengatakan hal ini tetapi setengah dari darah Ragnvindr ada padanya. Darah seorang pejuang yang haus akan kemenangan, mereka tidak akan menyerah sebelum nyawa benar-benar pergi dari tubuhnya,”

Zhongli berdeham, semua yang dikatakan oleh Lisa pernah ia dengar dari seseorang saat Ningguang menerima Lisa yang sedang mengandung Razor kurang lebih 30 tahun lalu. Pria bersurai hitam itu mencari informasi tentang Lisa namun yang didapat adalah hal yang mengejutkan ini.

“Kamu tahu kenapa pasukan Abyss Order menyerang Teyvat?”

“Abyss Order selalu kontra dengan Celestia Kuno. Asal kalian tahu, para Abyss Order adalah Celestia yang membangkan dari perintah leluhurnya. Mereka ingin menghancurkan Teyvat yang sudah susah payah dibangun oleh para Celestia Kuno bersama Tuhan lalu membuat kehidupan baru yang tunggal,”

Ningguang mengangguk paham, namun tidak dengan Zhongli. Masih ada satu pertanyaan lagi yang membekas di hatinya serta kejanggalan yang belum terungkap.

“Bagaimana dengan Vennessa Ragnvindr?”

Lisa menghela nafasnya, “Alasan Diluc meninggalkan keluarganya dan menghilang dari Teyvat saat itu adalah untuk mencari keberadaan adiknya, Vennessa diculik oleh Abyss Order sebagai alat uji coba eksperimen mereka. Kekuatan besar itu dimasukkan ke dalam tubuh Vennessa dan ternyata berhasil,”

“Namun aku sendiri tidak tahu kenapa hati nurani perempuan itu tak kunjung bersih hingga detik-detik kematiannya,”

Ningguang seketika terkejut sendiri karena lupa mengeluarkan bingkisan kecil dari tasnya, perempuan bersurai putih itu menyodorkan sebuah kotak kecil pemberian Albedo namun Lisa hanya bisa menatapi barang itu dengan kesal.

“Kalian lupa?”

“Tanganku sudah tidak ada! Bagaimana aku mau mengambil hadiah itu?!” sentak Lisa kesal namun tertawa setelah itu.

Ningguang ikut tertawa saat membuka bingkisan kecil itu, sebuah gelang yang sama besarnya dengan senjata milik Lisa saat berperang. Gelang itu memiliki kekuatan nano yang tidak dimiliki oleh rumah sakit mana pun untuk regenerasi cidera parah yang dialami oleh Lisa.

Sesaat setelah gelang itu dipakaikan ke tangan Lisa, ia bisa menggerakkan kedua tangannya yang mulai terasa dingin karena aura sejuk di sekitar gelang itu.

“Anakmu benar-benar gila!” sentak Lisa tak percaya, ia masih memainkan kedua tangannya dengan bebas.

Zhongli tersenyum tipis melihat reaksi Lisa, mereka berdua ikut terkekeh setelah Lisa tertawa puas dengan hadiah pemberian Albedo.

**

Keqing berjalan menuju mess setelah bekerja seharian di Jade Chambers, gadis bersurai ungu itu membuka pintu kamarnya dengan cepat lalu menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. Ia tak memiliki kekuatan lagi untuk memeriksa ponselnya yang sudah diisi oleh ratusan pesan dari nomor tak dikenal. Keqing memejamkan matanya dan tertidur saat itu juga.

Kepalanya terasa diangkat namun ia tak memedulikan hal itu, justru Keqing semakin nyaman saat kepalanya ditopang oleh benda empuk tersebut.

“Aether,” gumam Keqing dalam tidurnya.

“Iya, Sayang.” balas seseorang dengan lembut.

Mata Keqing terbuka lebar setelah mendengar suara itu, ia menoleh ke setiap sudut ruangan dan mencari keberadaan orang yang menyelinap ke kamarnya.

“Mimpi, kah?”

Keqing kembali menghempaskan tubuhnya ke kasur, ia tertawa kecil karena percaya dengan kebodohan yang terlintas di pikirannya.

Pria bersurai pirang keemasan itu tersenyum melihat Keqing tertidur pulas, ia merasa bersalah karena sudah mengacaukan tidurnya setelah kerja seharian tanpa henti di Jade Chambers.

Ia berbaring di samping Keqing yang sudah berselancar ke dunia mimpi, gadis itu masih sering menggumamkan namanya hingga pria bersurai pirang itu kegirangan sendiri saat mendengarnya.

“Terima kasih, hanya itu yang bisa kuucapkan,”

Aether mencium kening Keqing lembut, namun tiba-tiba mata Keqing terbuka lalu mencengkram leher Aether dengan ganas.

“A-Aether?!” seru Keqing tak percaya.

Ia melepaskan cengkramannya lalu memeluk orang yang selama ini dirindukan, air matanya mengalir deras setelah merasakan kehangatan di tubuh Aether walaupun perlahan pelukannya tak sekuat pertama.

“Aether! Aether! Jangan tinggalin aku lagi!” rengek Keqing berusaha menahan kepergian kekasihnya.

Aether tak lagi bersuara, hanya senyumnya yang terlihat oleh Keqing sebelum dirinya memudar.

“Aether!” pekik Keqing keras.

Pintu kamarnya diketuk beberapa kali oleh penghuni mess lainnya, Keqing masih berteriak meronta-ronta, kehadiran Aether justru mencabut akal sehatnya hingga tak sadarkan diri. Keqing dibawa ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut.

**

Hu Tao duduk di dalam ruangan Wangsheng seorang diri, dua garis putih muncul dari sela-sela dinding kayu tempat perempuan bersurai hitam itu bekerja.

Ia memang terlihat seperti sedang menunggu sesuatu, namun setelah dua garis putih itu melebar hingga membentuk tubuh manusia, Hu Tao tersenyum melihat kedua temannya yang sedang memaksakan tawanya.

“Aduh! Nyesal aku biarin kalian berkeliaran di Teyvat!” seru Hu Tao sambil menggelengkan kepalanya berkali-kali.

“Udahlah jadi hantu, nakut-nakutin orang mulu kerjaannya!” lanjut Hu Tao, kedua arwah itu menunduk dan merasa bersalah.

Ta-Tapi—

“Eh? Gak ada tapi-tapian! Aku gak nyangka ternyata ada arwah yang gak diterima oleh Singgasana, padahal yang lainnya udah pergi ninggalin Teyvat, lho! Kalian gak malu?!”

Kedua arwah itu kembali menundukkan diri, mendengar seluruh omelan yang keluar dari mulut Hu Tao.

“Cukup, deh. Ini terakhir aku lihat kalian menderita karena kebingungan,”

Hu Tao menjentikkan jarinya ke arah dua arwah itu lalu mereka hilang seketika, ekspresi wajah perempuan bersurai hitam itu berubah kelam lalu pergi meninggalkan ruangan Wangsheng setelah menguncinya beberapa kali dengan rantai.

Di depan pintu gerbang area pemakaman Wangsheng, Xingqiu sudah menunggu istrinya di depan mobil. Hu Tao melihat seseorang di dalam mobil suaminya namun sebelum ia sempat bertanya, kaca jendela mobil milik Xingqiu terbuka hingga menampakkan seorang perempuan bersurai pendek dengan kacamata hitam berbalur diamon di sekitar lensanya.

“Sebelum rumah tangga orang rusak, lebih baik gue cari aman aja,” ujar Yelan membuka kacamatanya setengah.

“Gak usah didengerin orang bawel kayak dia,” bisik Xingqiu pelan.

“Zhenyu! Gue bisa denger, ya!” sentak Yelan kesal.

“Udah, Tao. Masuk aja. Lo keluar! Istri gue yang duduk di depan!”

Hu Tao terkekeh melihat interaksi kakak adik itu, Xingqiu dan Yelan belum terbiasa berperan sebagai saudara walaupun Hu Tao sudah berusaha untuk mempersatukan mereka.

Xingqiu, Hu Tao, dan Yelan berangkat menuju Teapod Residence. Melihat Yelan berusaha mengganti radio mobil Xingqiu namun terus dihalangi oleh adiknya membuat Hu Tao tertawa lepas, baru kali ini ia benar-benar merasakan kelegaan setelah keputusan besar yang ia ambil.

“Barang-barang kita gimana, Q?” tanya Hu Tao dengan lembut.

“Dih, jijik banget gue liat istri lo,” timpal Yelan seperti mau muntah.

“Udah, seharusnya udah sampai, sih,” balas Xingqiu tanpa memedulikan kehadiran kakaknya.

“WOY? GUE ADA DI MOBIL INI, LHO?!”

“Oh, iya. Tao? Kamu tahu gak kalau di rumah baru kita ada lahan kosong?” tanya Xingqiu kepada Hu Tao.

“DEK? TAO? HELLO?”

“LAHAN KOSONG?!” seru Hu Tao dengan penuh antusias.

“KAMU UDAH SETUJU KALAU KITA BUKA PEMAKAMAN TEAPOD?” lanjut Hu Tao bahagia.

“Bukan! Aku mau bikin kebun! Kan udah kubilang!” balas Xingqiu kesal.

“WOY? Ajakin gue ngomong, dong!” runtuk Yelan kesal.

Hu Tao tertawa saat menoleh ke belakang, Yelan sudah tertidur dengan wajah cemberut. Xingqiu hanya melihat kakaknya dari kaca mobilnya, sekesal apa pun ia pada Yelan tetap tak bisa menghapus fakta bahwa ia adalah saudaranya, perempuan bersurai pendek itu sudah terlalu lama hidup dalam kesendirian dan kesengsaraan. Xingqiu hanya ingin menghabiskan waktunya bersama istri dan kakak perempuannya itu dengan tenang di Teapod Residence.

Namun, sesampainya mereka di sana, kembang api kembali melayang ke udara dan memecahkan seluruh langit dengan ornamen indah yang membentuk tulisan di udara.

ITTO LOVE SARA, BE NINE?

Sara masih menelaah tulisan yang terukir di udara, namun memang benar-benar ada yang janggal di sana.

“Kok Be Nine?” tanya Sara heran.

Itto langsung menatap ke arah rumah Venti, dari jendela ia melihat jelas pria bersurai hijau itu sedang tertawa terbahak-bahak karena berhasil mengacaukan rencana si bocah raksasa.

“Venti sialan—”

Kerah baju Itto ditahan oleh Sara, tatapannya terlihat murka kepada calon suaminya itu.

“LO MAU NYEMBILANIN GUE?! GITU?!”

“Enggak, Darling! Itu di Venti—”

“Gak adaa darling-darling! Baby yang ada!” potong Sara kesal.

Wajah Sara memerah, begitu pula dengan Itto. Bocah raksasa itu heboh sendiri setelah mendengarkan kabar bahagia itu, Sara menutup mukanya malu, rona wajahnya sudah merah pekat karena Itto asik mengetuk pintu seluruh warga Teapod hanya untuk memberi kabar bahwa Sara tengah mengandung anak keduanya.

“ITTO! UDAH! SINI!” teriak Sara dengan lantang.

Itto berlari dengan cepat ke arah perempuan bersurai ungu itu, dengan senyum menggelikannya ia mencium punggung tangan Sara hingga kembali membuat pipinya memerah.

“Gue subur banget, Sar!”

Kata yang keluar dari mulut Itto membuat bekas tangan Sara menghiasi wajahnya, Itto meringis kesakitan lalu ditinggal oleh Sara pulang ke rumah.

“Gak usah pulang sampai lo nikahin gue!”

“SARAAAAAAAA!!! MAAFIN GUEEEEEEEEEEE!!!!!!!!!!”

-to be continued

You Keep Me Alive: You Are Alive

Ending Chapter 14: Akhir dari Perang Celestia

Xinyan masuk ke ruang interogasi, di sana ia bertemu dengan Eula yang terlihat sedang mengerjakan sesuatu di laptopnya. Wajah gadis bersurai hitam itu masih membingungkan banyak orang termasuk Eula, ia disangka seperti orang gila setelah menjadi orang pertama yang mengetahui rahasia paling besar di Teyvat.

“Silakan duduk,” ucap Eula mempersilakan Xinyan duduk di depannya.

“Bagaimana kau bisa mengakses situs yang tak pernah bisa dibobol oleh seorang pun di Teyvat?” lanjut Eula setelah menutup laptopnya.

Xinyan tak langsung menjawab pertanyaan Eula, pikirannya jauh ke belakang, mengingat hanya Shikanoin Heizou lah yang memberikan berkas itu kepadanya.

Melihat raut wajah Xinyan yang berubah drastis membuat Eula ikut kebingungan, ia melambaikan tangannya beberapa kali ke arah gadis bersurai hitam itu, setelah lamunannya pecah Xinyan tampak ragu untuk menjelaskannya.

“Aku—”

“Di sini tempat yang aman, kamu tidak perlu takut untuk berbicara yang sejujurnya,” potong Eula meyakinkan Xinyan.

“Aku dapat informasi ini dari Heizou,” jawab Xinyan pelan.

“Baik,”

Pintu ruang interogasi mereka terbuka, Shikanoin Heizou yang masih menggunakan jas milik Il Dottore masuk ke dalam ruang sempit itu.

“Maaf saya terlambat,” ucap Heizou sambil menundukkan kepalanya.

Lelaki itu berdiri di belakang Eula, ia mengaku tidak membaca sama sekali berkas yang telah diberikan kepada Xinyan.

“Saya percaya kepadanya karena Xinyan adalah salah satu jurnalis terbaik di Liyue, dia tidak akan main-main dengan informasi sensitif ini,” ujar Heizou dengan tegas.

“Kamu ingin semua warga Teyvat tahu tentang ini? Lewat seorang jurnalis dari media antah berantah?” balas Eula tak percaya dengan ucapan Heizou.

“Ya, saat dia mengungkap peristiwa Madame Ping saya mulai percaya kepadanya,”

“Namun buktinya ia tak bersalah, bukan? Yelan sendiri yang mengaku kalau tuntutannya tak berdasar—”

“Sebentar, Bu. Untuk kasus Yelan saya bisa menjelaskannya,” potong Xinyan sembari mengambil kertas yang ada di saku belakang celananya.

Ia memberikan sepucuk surat itu kepada Eula, perempuan bersurai biru itu membaca dengan seksama pernyataan dari pengacara narsis tersebut.

Madame Ping adalah pelaksana pemerintah Liyue pasca Perang Archon pertama, saat itu Il Capitano masih mendominasi di sekitar Liyue sebelum berita kelahiran Arataki Itto diumumkan ke masyarakat luas. Harbingers dan Baizhu bekerja sama kala Tsaritsa membagi tubuhnya menjadi tujuh untuk di sebar ke seluruh wilayah. Madame Ping dipaksa untuk membeli Snezhnaya sebagai taktik Harbingers agar perempuan itu terjebak dalam politik Liyue-Snezhnaya, Baizhu adalah kambing hitamnya setelah ia berhasil membuat prototip pembelahan diri manusia yang saat itu digunakan oleh Columbine. Columbine adalah representasi Tsaritsa di wilayah Snezhnaya, Pierro dan Il Capitano sengaja membuat Madame Ping menjadi dalang dari kasus itu dengan tuduhan korupsi uang pajak Liyue untuk membeli wilayah Snezhnaya.

Saya menemukan bukti laporan palsu yang dibuat oleh Pulcinella sebagai tanda bukti jual beli wilayah Snezhnaya. Anggaran yang dibuat sungguh tidak logis, Snezhnaya hanya dijual dengan tebusan 1 juta Mora. Selebihnya tanda tangan dan cap basah yang dijadikan bukti hanya dari pihak Harbingers tetapi tidak dengan Liyue atau Madame Ping itu sendiri.

Saat sidang pertama Jade Chambers dan Liyue, saya sengaja mengaku bahwa itu adalah tuduhan palsu. Karena hakim dan saksi yang hadir di pengadilan adalah para pendukung Harbingers yang meminta saya untuk memenangkan sidang itu, mereka semua mendapatkan aliran dana yang tak terbatas walaupun Harbingers saat ini tidak beroperasi, saya belum mendapatkan informasi tentang keuangan mereka yang tak terbatas. Namun semua bukti yang saya berikan ini valid dan tidak direkayasa, saya sengaja mengumpulkan mereka untuk dihabisi sekaligus. Saya tahu cara saya salah, apalagi saat itu saya tidak menyangka bahwa Kujou Sara dan Keqing datang ke pengadilan padahal saat itu saya sudah meminta tolong seorang gadis yang bernama Sayu untuk mengantarkan pesan saya bahwa mereka tidak perlu datang ke pengadilan.

Bukti yang saya kumpulkan ada di dalam microchip yang tertempel di balik kertas ini. Saya tidak akan menerima seluruh panggilan ke kepolisian karena bukti itu sudah cukup untuk membuat saya bebas dari segala gugatan. Mereka terbukti bersalah dan mendapatkan hukuman yang telah saya berikan, kematian yang hina dan tragis.

Dan Eula, kamu tahu bisa menemui saya di mana, kan? Saya tidak akan ke mana-mana.

Eula membalik kertas untuk mengambil microchip yang dimaksud oleh Yelan, ia meminta Heizou untuk menganalisis seluruh bukti yang diberikan oleh perempuan bersurai pendek itu.

Saat mereka tinggal berdua, Eula kembali menanyakan informasi yang diketahui oleh Xinyan untuk kedua kalinya. Dengan sedikit paksaan, Xinyan terpaksa membeberkan seluruh fakta tentang Celestia dan Celestia Kuno.

“Celestia Kuno hadir di Teyvat untuk menjaga bumi ini, di bawah mereka ada utusan-utusan per wilayah yang dinamakan sebagai Celestia. Para Celestia memiliki kekuatan supernatural, jabatan mereka (keturunan Celestia) biasa disebut sebagai Archon,”

“Ritual pengangkatan Celestia cukup beragam, mulai dari rasa sakit yang mendalam atau kekuatan yang memang sudah ada padanya sejak lahir. Sebenarnya para Celestia tidak diperbolehkan untuk terlalu mencolok, namun pada akhirnya tanda bahwa mereka adalah Celestia terungkap dengan sendirinya,”

“Celestia tidak bisa mati, ini bukanlah anugerah melainkan kutukan. Mereka akan hidup dalam waktu yang lama hingga ajal menggerogoti dirinya dengan kejam, para Celestia yang terpilih akan terbiasa dengan kesendirian setelah melihat seluruh orang yang ia cintai mati dimakan waktu,”

“Tugas Celestia adalah menjaga keseimbangan Teyvat, dan apabila marabahaya datang menghampiri Teyvat para Celestia secara otomatis akan tergerak menuju sumber bahaya tersebut apa pun yang terjadi, itu adalah perintah dari tetuanya para Celestia Kuno yang tak bisa dibantah sama sekali,”

Eula mengangguk pelan di setiap jeda saat Xinyan berhenti berbicara, gadis bersurai itu ikut mengangguk setelah menyelesaikan ceritanya kepada perempuan bersurai biru tersebut.

“Itu saja?”

“Ya, itu saja,”

Eula berdeham, “Berarti orang-orang seperti Raiden Ei atau Venti akan terus menjaga bumi ini hingga akhir?”

“Bagaimana jika mereka menurunkan kekuatan Celestianya kepada seseorang? Atau keturunannya?”

“Ah... iya, saya lupa menjelaskan kepada Ibu,”

“Hanya Celestia yang sebenarnya Celestia-lah memutuskan itu nantinya, kita tidak bisa menebak apakah mereka mau menurunkan kutukan itu atau tidak,”

“Saya juga mengetahui, bahwa ada beberapa manusia setengah Celestia di Teyvat,” lanjut Xinyan.

“Ya. Zhongli, Xiao, Ganyu adalah manusia setengah Celestia,”

“Mereka bisa mati,” ujar Xinyan dengan jelas.

Eula menghela nafasnya, semuanya terdengar rumit setelah ia coba cerna satu persatu.

“Kamu yakin? Hanya ini saja informasi yang kamu dapatkan?”

Xinyan mengangguk pelan, ia sendiri tak percaya bisa mendapatkan informasi gila ini dari seseorang yang baru saja ia kenal.

“Oh, iya. Para manusia setengah Celestia ini memiliki sebutan yaitu Adeptus,”

Eula beranjak dari kursinya, sebelum ia membuka pintu ruangan interogasi itu ia menoleh ke arah Xinyan sekali lagi.

“Kami akan baca lebih lanjut berkas yang telah kamu hapus di laptopmu,” tutup Eula lalu pergi dari ruangan itu.

Beberapa saat kemudian, para petugas kepolisian mengantarkan Xinyan ke ruang mediasi sebelum gadis itu dibebaskan.

**

Yun Jin dan Arataki Itto sedang berbelanja di toko serba, interaksi ayah dan anak itu terus menarik perhatian para pembeli di setiap lorong yang mereka lewati.

“Yuyun! Lihat! Dua bola kasti ini seperti otakmu waktu masih bayi!” seru Itto dengan lantang.

Yun Jin tertawa lepas melihat sang ayah menari di tengah-tengah keramaian sambil bermain dengan bola berwarna hijau itu.

“Ayah! Ayah! Lihat, ini bando ada tanduknya, cobain!” suruh Yun Jin kepada ayahnya.

Itto tak segan-segan memakai bando itu, ia mengeluarkan taringnya lalu mengejar Yun Jin ke sana kemari.

Sara yang susah payah mendorong troli belanjaan mereka geleng-geleng kepala sendiri melihat tingkah Itto dan Yun Jin saat itu. Matanya tertuju pada figur mainan kesukaan Albedo yang saat itu tak jadi dibeli karena harus disita oleh pihak toko serba setelah kekacauan yang terjadi beberapa bulan yang lalu.

“Eits! Gue duluan, ya!” sentak Kaeya berhasil mengagetkan Sara.

“Astaga, Bang! Ngagetin mulu, sih!” runtuk Sara kesal kepada pria bersurai biru tua itu.

Saat Kaeya melempar-lempar figur itu pelan, kilat yang tiba-tiba menyilaukan mata mereka berhasil mengalihkan pandangannya sampai tak sadar bahwa mainan itu telah berpindah tangan.

“CURANG, ANJIR! PAKAI KEKUATAN!” seru Kaeya lantang.

Raiden Ei dan Makoto berlari menuju meja kasir, dari sisi barat angin kencang mulai meniup ke arah mereka. Raiden Ei dan Makoto terpental jauh saat Venti meniup udara yang keluar dari mulutnya.

“Cepat, Sayang! Ambil!” suruh Barbara kepada sang suami.

Dengan kecepatan penuh Venti melayang di udara berusaha mengambil figur mainan kesukaan anaknya, Jean.

“Itto! Itu mainannya diambil!” teriak Sara ke ujung lorong toko serba.

Mendengar suara pekikan Sara langsung membuat Itto menoleh ke arah Raiden Ei dan Makoto, bocah raksasa itu berlari sekuat tenaga mengejar figur game kekinian yang masih melayang di udara.

Tepat dari depan meja kasir, suara rengekan seorang anak perempuan terdengar jelas. Mona masih sibuk menenangkan Nara yang heboh menunjuk mainan terbang itu. Scaramouche dengan cepat melompat dan menggapai mainan edisi terbatas yang disukai oleh seluruh warga Teyvat.

“PUNYA GUE!” seru Kaeya, Itto, Raiden Ei, dan Scaramouche bersamaan.

Mainan yang masih melayang di udara itu dengan cepat menjauh dari kerumunan dan mendarat dengan selamat di depan Venti. Pria bersurai hijau itu tertawa terbahak-bahak karena memenangkan pertarungan antar warga Teapod.

“Ha! Kita menang! Kalian semua—”

BRUK

“Ayo ke sini! Di sini gak ada antrean!” seru Xiao sambil melambai-lambai ke arah Yaoyao dan Ganyu.

Mainan yang secara tidak sengaja dipijak oleh Xiao berhasil membuat seluruh kompetitor itu menganga lebar. Semua perjuangan mereka terbilang sia-sia hanya dengan satu hentakan kaki saja.

“Kalian kenapa?” tanya Ganyu memecahkan lamunan Venti yang masih bengong.

“Kak Ayu! Sini cepat!” ajak Xiao tanpa memedulikan keadaan sekitar.

Tatapan tajam Raiden Ei berhasil dirasakan oleh Xiao, tubuhnya bergidik setelah netra mereka bertemu.

“Udah, Ei! Kita bisa beli di internet!” ujar Makoto sembari menahan tubuh Raiden Ei yang mulai memanas.

“Gak bisa—”

“Bisa-bisa! Nanti aku ajarin caranya,” potong Makoto cepat.

Mereka tak sadar bahwa keadaan di sekitar sudah amburadul, kekuatan Celestia milik Venti berhasil memporakporandakan setengah lahan toko serba pujaan sejuta umat. Katheryne selaku kepala cabang toko serba itu terlihat murka sambil mengomel saat mengumpulkan biang keributan itu di depan meja kasir.

“Kalian lagi! Pak Kaeya, kami sudah melarang Anda untuk tidak belanja di sini, kenapa masih bisa masuk?!” sentak Katheryne geram.

“Ka-Karena aku suka kamu?” balas Kaeya asal.

PLAK

Raiden Ei terkekeh melihat bekas tangan yang ada di pipi kiri Kaeya, pria bersurai biru tua itu meringis kesakitan sambil memegangi pipinya.

“Biasanya berhasil,” runtuk Kaeya kesal.

Diluc yang baru saja tiba di meja kasir hanya bisa memandang hina saudaranya.

“Bukan adik gue,” ucap Diluc lalu membuang mukanya.

Jean dan Klee datang menyusul Diluc saat pria bersurai merah itu memindahkan barang dari troli ke meja kasir. Mereka berdua tampak kebingungan melihat kekacauan yang terjadi di toko serba itu.

“Biarin aja, Jean. Orang-orang tolol ini gak perlu diberi panggung,”

“Tapi? Itu Kaeya kenapa bonyok?”

“Bonyok?”

Diluc menoleh ke arah Kaeya, pipi kirinya mulai membengkak hingga membuat Diluc jatuh karena tertawa lepas melihat wajah adiknya.

“Lo kenapa?!” sentak Diluc yang masih tak kuat menahan tawanya.

“Diam!” balas Kaeya, wajahnya semakin memerah ketika mereka kembali menjadi pusat perhatian.

Dari sisi kiri Kaeya, seorang perempuan memberikan sebungkus es plastik di tangan kanannya.

“Nih,” ujar Rosaria singkat.

Saat Kaeya menerima plastik itu, Rosaria mengantre di belakang keluarga Diluc.

“Rosa—”

“Udah gue bayal,” potong Rosaria tanpa mau berinteraksi lebih lanjut dengan Kaeya.

Setelah Katheryne, kini Sara yang memarahi Itto habis-habisan. Perempuan bersurai ungu itu tak tahu harus marah dengan siapa hingga ia melampiaskannya kepada Itto. Rasa kesal karena ia gagal mendapatkan mainan itu tak seberapa, namun biaya ganti rugi yang sebagian besar disebabkan oleh Itto adalah masalah utamanya.

“Tapi, kan, aku gak salah! Aku yang lari, lho! Aku berjuang demi mainan itu!” seru Itto tak mau kalah.

“Udah, deh! Emang paling benar lo itu jadi petani di depan rumah aja!” ujar Sara kesal.

Itto menggumam sendiri saat Sara memarahinya, hanya Yun Jin yang tertawa melihat keanehan ibu dan ayahnya. Yun Jin memeluk Itto saat Sara ikut mengantre di meja kasir.

“Jangan kesal sama Mama, ya,” ucap Yun Jin lembut.

“Enggak bakal! Biasanya yang cerewet itu tanda sayang!” balas Itto sambil tertawa.

Sara hanya tersenyum di belakang Itto dan Yun Jin, Klee yang menyadari hal itu menyenggol lengan Sara lalu terkekeh saat Sara salah tingkah.

“Cie, yang mau nikah!” ledek Klee sedikit keras.

“Apaan, sih, Dek?!” balas Sara tersipu malu.

**

Dainsleif berlari sekuat tenaga menuju kastil Sumeru, setelah mendapatkan panggilan dari Kusanali, pria bersurai pirang itu meninggalkan seluruh pekerjaannya untuk pergi menemui seseorang.

Setibanya di atas kastil itu, ia bertemu dengan Lumine yang sedang duduk dengan anggun di sebuah kursi kayu dekat balkon kastil.

“Apakah saya terlambat?” tanya Dainsleif dengan deru nafasnya yang tak karuan.

Lumine menggeleng pelan, gadis itu tersenyum tulus saat menatap netra biru milik Dainsleif. Lumine mengulurkan tangannya lalu menyentuh pipi pria bersurai pirang itu.

“Terima kasih, karena telah menjaga Teyvat sampai saat ini,” ucap Lumine lirih.

Dainsleif memegang tangan Lumine yang masih berada di pipinya, tangan gadis itu terasa dingin di telapak tangannya.

“Saya tahu, kamu dan Aether yang menahan sang pemangku surgawi itu agar tidak kembali ke Teyvat,”

Lumine mengangguk, air matanya mengalir membasahi pipinya. Suaranya terdengar pecah saat ia memanggil nama Dainsleif.

“Aku tak punya banyak waktu, Dain.”

“Saya tahu,”

Tubuh Lumine perlahan memudar, tangan yang menyentuh pipinya terlepas saat gadis itu menutup matanya. Dainsleif terlihat berkaca-kaca saat Lumine hilang dari pandangannya, pria itu menitikkan air mata sesaat setelah gadis itu pergi meninggalkan Teyvat.

Andai saja, kesempatan itu masih ada,

Andai saja, aku masih bisa menahanmu pergi,

Andai saja—

“Dain!” seru seseorang dari belakang.

Dainsleif menoleh ke sumber suara itu, ia melihat Paimon berlari ke arahnya lalu memeluk tubuh pria itu dengan erat.

“Paimon datang ke sini diantar oleh Benny!”

Bennett datang bersama Fischl, melihat sang adik rela jauh-jauh ke Sumeru untuk menemuinya membuat Dainsleif semakin terpukul.

Selama ini ia tak pernah dapat memahami arti sebuah kehangatan karena matanya hanya terfokus pada seseorang, Dainsleif melupakan fakta bahwa Paimon adalah adik yang selama ini tak terlihat olehnya karena terlalu fokus menjaga keseimbangan Teyvat.

“Maafkan Kakak, ya,” ujar Dainsleif sambil terisak.

Paimon tersenyum dalam tangisnya, ia tahu isi hati Dainsleif yang terdalam. Gadis itu mengaminkan seluruh doa yang terucap di hati sang kakak, hingga akhirnya semesta ikut menangis dalam hujannya.

-to be continued