ismura

KLUB BODOH

BAB 5: TERLALU AJAX

Hari baru, semangat baru. Semangatku untuk bersekolah masih membara, walaupun masuk Klub Bodoh. Hari ini adalah mata pelajaran favoritku, Penjaskes.

Kami berenam berkumpul di lapangan, menunggu guru yang akan mengajar kami. Melihat anak-anak dari kelas lain yang sudah melakukan pemanasan dan berkumpul dengan guru mereka, kami mulai mencari-cari keberadaan guru olahraga kami ini.

“Gurunya ke mana, sih?” runtuk Sara yang sudah mulai kesal karena terkena sinar matahari.

“Gak tau,” jawab Itto singkat, dia tidak membawa gawainya saat olahraga, takut jatuh katanya, karena saku celana olahraga kami kecil dan dangkal.

“Eh, Itto! Kemarin gue nyoba nonton ITZY, keren banget!” ucap Ajax dengan wajah yang selalu mempesona.

“Lo-Lo gak usah senyum gitu sama gue.” Elak Itto, yang masih belum terbiasa dengan kesempurnaan Ajax.

“Kalau gue ke Korea terus daftar jadi boyband, bisa gak, ya, To?” tanya Ajax.

“Ya, bisa. Lo ganteng, kok.” Jawab M singkat, lebih tepatnya dia masih malu menatap mata Ajax.

“Gue pengin deh, beneran.”

“Lo bisa nyanyi, gak?” tanyaku, aku sangat yakin Ajax tidak memiliki kekurangan, dia pasti diciptakan oleh Tuhan saat Dia sedang bahagia.

“Bisa, sih. Tapi gue nyanyi di kamar mandi doang. He-he” jawab Ajax, aku pun sampai tersipu malu melihat senyumnya Ajax.

“Permisi, Kak Ajax.” Kami menoleh ke arahnya, tidak mengenali perempuan ini.

“Iya? Siapa, ya?” tanya Ajax sambil tersenyum, wajah perempuan itu sudah memerah, kalau di anime dia pasti sudah mimisan.

“A-Aku Mona, Kak. Mau ngasih ini, terima, ya, Kak! Makasih!” ucap Mona lalu kabur setelah memberikan sebungkus cokelat itu.

“Enak, ya. Jadi orang ganteng?” celetuk Ayato, dia celingak-celinguk melihat cokelat yang dipegang Ajax.

“Kalian mau? Bagi-bagi, yuk.” Ajak Ajax, orang yang pertama mengambil coklat itu adalah Sara, kami tidak bisa berbuat apa-apa kalau Sara sudah turun tangan.

“Makan coklat dikit aja, nanti kalian jerawatan.” Sara langsung memotong coklat itu kecil-kecil dan membagikannya ke kami, benar-benar kecil, padahal garis-garis di coklat itu sudah ada.

**

Pelajaran Penjaskes pun selesai, badan kami tidak berkeringat sedikit pun. Tidak ada guru yang mengajar kami, sia-sia aku bersemangat hari ini, pemanasan saja tidak.

“Gila, sih! Gak ada guru coba yang mau ngajarin kita?!” omel Ayato sambil menghentakkan kakinya dengan keras ke lantai.

“Ya, gimana lagi, Tot?! Kita, kan anak Klub Bodoh.” Jawab Itto asal.

“Pokoknya gue harus lapor ke majelis guru! Gak adil banget kita ditelantarin kayak begini!” Ayato yang sudah tidak sabar langsung keluar kelas dan pergi menuju majelis guru. Kami melihat Ayato dari dalam kelas, dia berjalan dengan mantap, seperti biasanya.

“Ikut, yuk? Temenin si Ayato” Ajak Ajax, yang tak lama kemudian langsung menyusul Ayato

“Yaudah deh,” jawabku, aku mau melihat apalagi yang akan terjadi hari ini.

Ajax keluar dari kelas, diikuti kami dari belakang. Udara terasa sejuk, langit menjadi sangat cerah, angin bertiup kearah kami, dedaunan berjatuhan, benar-benar seperti di film. Bak pangeran dari planet lain, Ajax langsung menjadi pusat perhatian siswi lain, banyak yang meneriakinya, memanggilnya, dan menggodanya. Dialah Ajax, lebih tampan dari si Terlalu Tampan. Dialah Ajax, terlalu Ajax.

Setelah kami sampai di depan ruang majelis guru, kami melihat Ayato hanya diam ditempat, kaku, seperti mayat hidup.

“Lo kenapa?” tanya Itto.

“Takut gue,” jawab Ayato.

“Telor!” jitakan keras dari Sara mendatar ke ubun-ubun Ayato

You Keep Me Alive: You Are Alive

Chapter 14: Akhir dari Perang Celestia

Il Capitano jalan sempoyongan menuju ruangan La Signora, setelah berhasil merampas kembali Snezhnaya ia berencana untuk menghidupkan tanah kelahirannya itu dengan tradisi-tradisi lama yang sudah mulai dilupakan.

Selama 5 tahun masa kepemimpinan La Signora, Snezhnaya mengalami kemajuan yang pesat di sektor industri, namun ketidakpedulian warga setempat justru malah menguntungkan pekerja dari luar wilayah Snezhnaya karena mendapatkan lapangan pekerjaan. Signora tentu tidak mempermasalahkan hal itu, ia tahu bahwa rakyatnya adalah seorang pemalas dan menurut prinsipnya bagi yang pemalas akan mendapatkan penyesalan.

Semua yang diberitakan oleh media setempat benar adanya, tidak ada yang bisa menggulingkan La Signora karena memang perempuan itu benar-benar menjalankan tugasnya sebagai pelaksana pemerintah, hanya saja rakyatnya yang acuh tak acuh karena masih menjunjung tinggi tradisi lama sehingga kehancuran itu datang dari mereka sendiri.

“Kau sudah selesai?” tanya Capitano kepada Il Dottore yang sedang berdiri di depan jendela kantor Signora.

“Ya, semua berjalan dengan lancar,” jawab Il Dottore pelan.

Il Capitano merangkul saudaranya dengan erat, bau alkohol yang menyengat dari mulutnya membuat Il Dottore sedikit mual hingga Heizou tidak dapat mendalami karakter dengan baik.

“Kau benar-benar berubah semenjak kembali dari neraka, Adikku!” ledek Il Capitano lalu membanting dirinya ke sofa.

“Mana wanitaku?”

Il Dottore menunjukkan ke arah tiga perempuan yang sudah tertancap di dinding akibat ulahnya. Il Capitano terperanjat setelah kesadarannya mulai kembali, ia memaki saudaranya habis-habisan karena telah membunuh jatahnya malam ini.

“Mereka adalah wanita panggilan dari Fontaine! Kau tahu apa yang akan terjadi kalau mereka mati di wilayah kita?! Peperangan akan terjadi lagi!” sentak Il Capitano geram.

“Kau tak perlu takut, Saudaraku. Mereka hanyalah alat pemerintah untuk menyenangkan pemimpin gadungan sepertimu,” balas Il Dottore dengan tajam.

Ekspresi wajah Il Capitano sudah tak terkondisikan lagi, ia menganga mendengar setiap kalimat yang keluar dari mulut adiknya. Serasa tak percaya dengan perubahan Il Dottore, ia meremas tubuhnya dengan kuat hingga Dottore meringis kesakitan.

“Kau bukan Dottore!” seru ll Capitano lalu melempar tubuh pria bersurai biru itu ke kaca jendela.

Il Dottore melayang di udara bersama serpihan kaca yang melukai dirinya.

Kau harus menekan tombol ini untuk kembali ke titik pertama di mana kau meletakkan alat teleportasi, ujar Albedo saat menjelaskan fungsi alat canggih miliknya kepada Heizou.

Heizou menekan tombol hijau yang baru saja ia keluarkan dari saku jasnya, tubuhnya terasa seperti dihisap oleh dimensi lain sampai akhirnya ia kembali berdiri di belakang Il Capitano yang masih melepaskan jasad perempuan itu dari dinding.

“Snezhnaya sudah berada di tangan yang tepat, kau tidak bisa mengacaukan jerih payah Signora,” ujar Heizou dengan tegas.

Il Capitano membalikkan badannya lalu memukul Heizou dengan keras, untung saja saat tangan besar milik lawannya itu hampir mengenainya Heizou kembali menekan tombol teleportasi tersebut kemudian ia berpindah ke belakangnya.

Heizou menusuk tubuh Capitano dengan sebilah pisau yang keluar dari jas putih peninggalan Il Dottore, pakaian lengkap milik mantan pembunuh berantai itu berisi banyak senjata di dalamnya. Il Capitano berteriak kesakitan ketika dada kirinya tembus oleh besi mengkilat itu.

“SIALAN—”

“KAU BUKAN DOTTORE!”

Tombol hijau itu kembali di tekan sehingga Heizou kini berada tepat di atasnya sambil menusuk bagian atas kepala Il Capitano hingga menembus tengkoraknya.

Sebelum ia menghembuskan nafas terakhirnya, jasad Hu Tao yang tadi ia bunuh ikut terjatuh dari langit-langit ruangan, ia berubah menjadi boneka usang yang merupakan mainan Il Capitano saat kecil. Air matanya mengalir saat melihat darah yang bercucuran di boneka kesayangannya itu sambil menutup mata untuk terakhir kalinya.

“Misi berhasil,” ucap Heizou sembari menekan tombol hijau yang membawanya pergi dari Snezhnaya.

**

Xinyan menutup berkas yang telah ia baca, berkas itu berisi fakta yang selama ini tak sempat ia baca karena berbagai macam masalah yang dihadapi. Gadis bersurai hitam itu tersenyum tipis setelah mengetahui hal-hal di luar nalar manusia tentang sejarah Celestia dan Celestia Kuno.

“Mungkin ini yang terbaik untuk Teyvat,” gumam gadis itu pelan.

Ia menyeret folder yang baru saja dipulihkan itu ke tong sampah, Xinyan masih terkekeh saat mengingat kata demi kata yang tertulis di sana. Saat ia menyadarkan dirinya, Pasukan Millelith sudah berada di depan tenda darurat masyarakat Liyue untuk menangkapnya.

“Saudari Xinyan, kami harus menahanmu untuk meminta informasi yang telah Anda dapatkan dari internet tentang Celestia,” ujar salah satu Millelith.

Xinyan mengangkat tangannya dan membiarkan dirinya digiring oleh petugas berwajib itu pergi menuju kepolisian, dengan senyum tipisnya ia berhasil membuat bingung seluruh Millelith yang ada di mobil polisi dengan ribuan pertanyaan. Namun bukan tugas mereka untuk mengulik seluruh informasi dari Xinyan, mereka hanya bertugas untuk menahannya sampai gadis itu bertemu dengan Eula.

**

Pasca Perang Celestia, Albedo dan yang lainnya kembali ke Teyvat dengan alat teleportasinya. Raiden Ei dengan cepat berlari ke arah Makoto lalu memeluknya dengan erat. Air matanya mengalir deras diiringi suara tangisan perempuan bersurai ungu itu, Makoto hanya bisa menenangkan Ei sambil menepuk lembut punggung rapuh milik saudaranya. Ia ikut menangis setelah sadar bahwa kini Teyvat sudah benar-benar berhasil mengalahkan pemangku surgawi yang tak terima dengan prinsip Celestia di Teyvat.

Kemenangan ini dapat berhasil karena kejeniusan Albedo yang telah berhasil membuat alat teleportasi selama 10 tahun terakhir. Dada pria bersurai coklat itu sungguh lega setelah kembali melihat langit biru Teyvat.

Zhongli, Ganyu, dan Xiao mendekati Itto dan Albedo yang baru saja kembali entah dari mana.

“Kita menang, Al.” ucap Zhongli lirih, matanya berkaca-kaca setelah melihat kedua anaknya kembali dengan selamat.

Itto memeluk Zhongli dengan erat, ia sebenarnya takut jika bocah raksasa itu tidak bisa kembali ke Teyvat. Banyak hal yang menghantui dirinya hingga saat ini, namun ia berusaha mengalihkan pikirannya itu dengan mensyukuri semua yang ada di depannya sekarang.

“Makin tua kenapa kita makin cengeng, ya, Yah?” ujar Itto pelan, air matanya mengalir membasahi pundak ayahnya.

Zhongli hanya mengangguk haru, ia tak membalas pertanyaan Itto karena pria itu tahu kalau sedikit saja ia membuka mulutnya, Zhongli pasti sudah ikut menangis bersama Itto.

“Cyno, ayo kembali,” ajak Kusanali saat mengulurkan tangannya ke arah Cyno.

Pria bersurai abu-abu itu masih tak menyangka bahwa Kusanali berdiri di depannya, ia masih mendongak dan menganga melihat sosok perempuan bersurai abu-abu itu. Sebuah dahan pohon mulai muncul dari tanah, ia menelan Kusanali, Cyno beserta pasukannya lalu kembali ke Sumeru.

Ganyu menggenggam tangan Xiao dengan erat, melihat tubuh adiknya berbalut perban dari ujung kepala hingga ujung kaki masih membuat perempuan itu terisak. Apalagi saat mendengar ucapan Cyno tentang kehilangan sosok yang berharga dalam hidupnya, Xiao sudah dua langkah di depan Cyno, adiknya adalah manusia paling kuat yang pernah ada. Xiao tersenyum tulus saat Ganyu masih menitikkan air mata, pria bersurai hijau itu memeluk kakaknya dengan perasaan lega.

“Teyvat menang, Kak Ayu.”

“Kamu gak pernah ngasih Kakak waktu untuk bersedih, ya.” balas Ganyu lirih.

Dari belakang, mereka berdua dipeluk oleh seorang perempuan yang juga sedang berusaha menahan tangisnya, Guizhong mengecup lembut kening Xiao dan Ganyu saat ia kembali ke Teyvat.

Raut wajah perempuan bersurai hijau itu menunjukkan perasaan lega yang luar biasa. Guizhong perlahan memudar saat Xiao mengucapkan terima kasih kepada sang ibu.

“Apa pun yang terjadi setelah ini, Ibu hanya ingin kalian terus melanjutkan hidup. Kalian adalah anak-anak kebanggaan Ibu dan sampai kapan pun akan selalu seperti itu,” ucap Guizhong sambil terisak.

Senyum tulus Guizhong masih terekam jelas di benak Xiao, melihat sang ibu pergi meninggalkan mereka adalah bukti bahwa peperangan para Celestia telah berakhir. Pria bersurai hijau itu memaksakan senyumnya saat abu Guizhong melayang dengan bebas di udara.

Langit biru Teyvat kembali memanjakan mata semua orang, Lisa masih memandang ke atas sambil tersenyum, Dainsleif duduk di sampingnya untuk menenangkan perempuan bersurai coklat itu.

“Kau berhasil,” ucap Dainsleif pelan.

“Tentu saja aku berhasil,” ledek Lisa sambil terkekeh, air matanya mengalir membasahi pipinya, Lisa menghela nafas beberapa kali sebelum akhirnya ia menutup mata.

You Keep Me Alive: You Are Alive

Ending Chapter 13: Perang Celestia Bagian Kedua

Portal menuju dunia abadi perlahan menutup, Lisa melesat menyusul perempuan misterius itu. Ketika sampai di puncak, gelang emas Lisa semakin menyala, ia tak tahu apa yang terjadi namun tubuhnya seperti akan meledak-ledak jika perempuan bersurai coklat itu tak mengendalikan kekuatannya dengan baik.

“Selamat datang, di surga!” seru perempuan bersurai putih yang tak diketahui namanya itu.

“Lancang sekali kau menamai tempat kumuh ini sebagai surga!” balas Lisa sambil terkekeh.

Baru kali ini Lisa melihat lawannya menapakkan kakinya, di sini aura musuhnya begitu keras sehingga Lisa tak bisa berbuat banyak. Tubuhnya perlahan melemah walaupun gelang di tangannya masih menyala-nyala.

“Lisa Minci, kau adalah anak haram hasil hubungan tetua Abyss Order dan Bangsa Khaenri'ah. Kenapa kau malah membela Teyvat?” tanya perempuan bersurai putih itu dengan tegas.

“Kau tak perlu tahu alasanku membela—”

“Karena anakmu? Razor?”

Lisa terkejut mendengar lawannya memotong pembicaraan, di saat Lisa mengingat wajah Razor di situlah kekuatannya perlahan berkurang.

“Kau bukan orang yang cocok tinggal di Teyvat. Lihat senjatamu itu, sudah tak seperti biasanya, kau melemah karena kasih sayangmu kepada manusia,”

Tatapan tajam Lisa tak begitu berarti bagi perempuan misterius itu, ia justru tertawa melihat seorang manusia hina menatap dirinya dengan lancang. Dari tangan kanannya muncul tombak berwarna merah dengan api yang membara di ujung senjata itu.

“Kau tak akan bisa mengalahkanku di sini,”

Perempuan bersurai putih itu menyerang Lisa dengan cepat, ia bahkan tak dapat melihat pergerakan musuhnya. Tubuh Lisa koyak setelah beberapa kali ditebas oleh besi panas yang membara, Lisa terjatuh dan tak sadarkan diri.

“Sudah kubilang, kau tak akan bisa mengalahkanku di sini,”

Sebuah portal berbentuk diamon mulai terbentuk saat perempuan itu mengangkat tangan kirinya. Dari luar ia melihat Raiden Ei yang masih meronta-ronta akibat kehilangan Makoto, juga Zhongli yang terlihat bingung dan putus asa karena Itto secara tiba-tiba hilang di medan tempur.

“Kau lihat itu? Manusia lemah yang memanfaatkan kekuatan dari Celestia Kuno, kekuatan mereka tak akan ada apa-apanya dengan kekuatan surgawi milikku,” ujarnya sambil memperlihatkan Lisa ke arah portal itu.

“Kau... tahu... apa...” balas Lisa terbata-bata, darah yang keluar dari tubuhnya cukup deras sehingga membuat tubuhnya kian melemah.

“Dengan kekuatan Abyss Order, kau memiliki kedua warisan yang ada di lenganmu, dan kekuatan dari Khaenri'ah kau memiliki kemampuan magis untuk menyempurnakan senjatamu. Kurang apalagi, Lisa Minci?”

“Kau dan Dainsleif sama-sama hina! Tak pandai memanfaatkan kekuatan yang disembunyikan oleh Tuhan!” lanjutnya dengan lantang.

Lisa membangkitkan tubuhnya sekuat tenaga, gelang miliknya kembali menyala seiring dengan ambisinya untuk mengalahkan musuhnya semakin besar. Netranya memutih dan bola listrik di tangannya kembali terbentuk lalu memanjang menjadi sebuah pedang.

“Oh? Kau masih hafal dengan doa-doa leluhurmu?” ucap perempuan misterius itu tak percaya.

“Alasan umat manusia tak mau memihak kepadamu adalah kesombongan yang luar biasa, saya di sini hanya membantu Celestia mempertahankan tempat tinggalnya!” seru Lisa tegas.

“Kau yakin? Akan melawanku di kandang lawanmu sendiri?” balas perempuan itu dengan senyum tipisnya.

“Semua yang telah kau lakukan untuk kami, akan kembali padamu sendiri,”

Lisa menyerang dengan kecepatan penuh, luka yang tadinya terbuka dengan cepat sembuh akibat arus listrik di sekitar tubuhnya mulai regenerasi. Perisai berbentuk kubus milik perempuan bersurai putih itu terbentuk saat pedang Lisa hampir mengenai dirinya.

Kekuatan magis milik Lisa dan kekuatan surgawi musuhnya beradu dengan ganas, serangan demi serangan yang dilontarkan oleh Lisa masih dapat ditepis dengan mudah. Kubus merah yang mengelilingi perempuan misterius itu berhasil melindungi dirinya dengan mudah. Pedang listrik milik Lisa belum sanggup menembus garis pertahanan Sang Dewi, namun ia terus menerus menyerang gumpalan merah itu walaupun hasilnya tetap sama.

“Jangan main-main denganku!”

Satu sepakan keras mengenai tubuh Lisa hingga ia terlempar ke ujung langit, perempuan itu menyusul Lisa dengan portalnya namun anehnya ia tak menemui Lisa di mana pun.

“Sepertinya kau harus mempelajari tentang teleportasi, Nona Muda.”

Albedo, Arataki Itto, Raiden Makoto, Chiyo, Sasayuri, Kitsune Saigu dan Kusanali sudah berdiri di depan perempuan bersurai putih itu.

Albedo menyatukan tangannya hingga portal miliknya menutup hingga menyisakan mereka di sebuah dimensi lain buatan pria bersurai coklat itu.

Saat perempuan bersurai putih itu mengarahkan tangannya ke arah Albedo dan yang lainnya, kubus merah miliknya tak kunjung muncul. Raut wajahnya terlihat khawatir saat Itto mulai mengayunkan tongkat favoritnya sambil tertawa.

“Apakah kita berdosa sudah melawan petinggi Singgasana, Al?” tanya Itto terkekeh.

Albedo menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, ia menoleh ke arah Kusanali dan memerintahkannya untuk membuat akar-akar pohon untuk mengunci lawannya.

“K-Kau?!”

Kusanali melompat ke udara sembari mengarahkan kedua tangannya sehingga akar-akar itu muncul dan menyerang perempuan itu. Netranya berubah menjadi merah, kekuatan Kusanali hilang begitu saja.

“Ternyata kekuatan manusia hampir membuatku panik,”

Perempuan bersurai putih itu menghilang lalu muncul di belakang Albedo, ia menusuk tubuhnya dengan tombak api dengan cepat.

Garis bibirnya mulai terangkat sebelum keanehan mulai terjadi.

“Sepertinya kau harus mempelajari tentang teleportasi, Nona Muda.”

Albedo dan yang lainnya berdiri tepat di depannya, ia tersenyum kecut setelah mengalami deja vu. Bisa-bisanya ia dipermainkan oleh manusia biasa di kandanganya sendiri.

“Sepertinya kau bermain-main denganku,” ujar perempuan itu kesal.

Albedo menutup portal miliknya, kini mereka berada di tempat yang berbeda. Dari belakang Sasayuri menyerang perempuan itu dengan pedang miliknya hingga terluka, ia bertekuk lutut setelah menerima serangan mendadak itu.

Luka yang terbuka lebar itu kembali menutup dengan cepat, kubus merah miliknya melindungi seluruh tubuhnya hingga ia kembali seperti semula.

Saat ia membuka perlindungannya, Albedo dan yang lainnya berdiri tepat di depannya sambil menyeringai.

“Sepertinya kau harus mempelajari tentang teleportasi, Nona Muda.”

Perempuan itu mulai panik, mereka sudah berada di tempat yang berbeda dari dua tempat tadi. Kali ini giliran Chiyo dan Kitsune Saigu yang mencabik tubuhnya dengan brutal, tangan dan kakinya lepas setelah dikoyak dengan paksa oleh sahabat dari Raiden Ei tersebut.

Kilat ungu mulai menyerang ke arahnya, Makoto berhasil membelah tubuhnya dengan pedang sakti miliknya. Kubus merah milik perempuan itu kembali melindunginya untuk regenerasi.

“Sepertinya kau harus mempelajari tentang teleportasi, Nona Muda.”

“Kau benar-benar membuatku muak!”

Ia merentangkan tangannya hingga portal milik Albedo hancur, mereka hilang dalam sekejap mata, namun sinar putih serta pedang listrik milik Lisa berhasil menebus tubuhnya hingga perempuan itu terjatuh dari langit.

“Jangan pernah bermain-main dengan kami!” seru Lisa dengan lantang.

Pedang milik Lisa semakin membesar saat ia mengarahkan senjatanya ke udara, perempuan itu dengan cepat melindungi dirinya dengan kubus merah miliknya. Ia pergi meninggalkan Lisa yang sudah siap untuk menusuk tubuhnya dengan pedang putih itu.

“Sepertinya kau harus mempelajari—”

“DIAM!!!”

Tepat di depan matanya, pedang putih milik Lisa menghancurkan tubuh lawannya hingga ia hancur tak bersisa. Perisai yang terbentuk dari kubus-kubus berwarna merah itu tak dapat menahan serangan ganas dari Lisa.

Kau...

SLASH

Bisa...

SLASH

Mengalahkan—

SLASH

Kau...

TAK AKAN BISA MENGALAHKANKU!!!

Tubuhnya yang sudah terpecah kembali menyatu dengan cepat, tombak api yang ada di tangan kanannya menangkis serangan Lisa hingga ia kembali terpental jauh dari hadapannya.

“BERANI-BERANINYA KALIAN MEMPERMALUKANKU!” seru perempuan itu dengan lantang.

Ia meluncur dengan cepat ke arah Teyvat, layaknya bintang jatuh, hawa panas mulai mengelilingi Teyvat seiring dengan kecepatannya dari langit.

Lawanmu bukanlah mereka!

Benturan kerasnya dengan atmoster bumi membuat perempuan itu melayang kembali menuju Singgasana. Dua lapisan emas yang tiba-tiba terbentuk berhasil menahan kekuatan surgawi miliknya.

Di Singgasana, Tsaritsa duduk di atasnya. Netranya berhasil menekan tubuh perempuan bersurai putih tersebut, saat ia beranjak dari tempatnya duduk aura yang mencekam mulai menusuk tubuhnya hingga tak berkutik.

“Tsaritsa—”

Seketika mulutnya dibungkam dari jauh saat Tsaritsa mengarahkan tangannya ke arah musuhnya.

“Lawanmu bukanlah mereka,” ujar Tsaritsa penuh kebencian.

“Sepertinya kau harus mempelajari tentang teleportasi, Nona Muda.”

SLASH

Kepala perempuan itu terpenggal oleh pedang besar Itto, tubuhnya meledak saat dirinya jatuh ke tanah. Ledakan besar itu terlihat dari dataran Teyvat, menghapus seluruh awan hitam dan sinar merah yang selama ini menyelimuti bumi.

“Al,” panggil Itto pelan.

Albedo menoleh ke arah abangnya, raut wajah Itto sendu jika dilihat dari netra biru miliknya.

“Berarti urusan gue sudah selesai, kan?” ujar Itto sambil terisak.

-to be continued

You Keep Me Alive: You Are Alive

Chapter 13: Perang Celestia Bagian Kedua

Perempuan misterius itu menghilang setelah membuka portal di udara, hal itu tak membuat Lisa bisa membiarkan orang yang sudah mengacaukan Teyvat pergi begitu saja.

“LISA!” teriak Dainsleif lantang, namun sayangnya Lisa sudah ikut masuk ke dalam portal tersebut.

Zhongli dan Raiden Ei terduduk setelah melihat anak dan saudara kembarnya menghilang begitu saja. Air mata perempuan bersurai ungu itu mengalir diiringi dengan rontakannya kepada dunia. Wajah Raiden Ei memerah setelah kehilangan saudaranya untuk kedua kalinya.

Cyno terus mengais akar pohon yang berserakan di sekitar tanah, ia membisu lantaran Kusanali mendadak hilang di medan perang. Meteor yang menghantam Teyvat disinyalir menjadi penyebab kematian orang-orang yang hilang, karena keberadaan mereka ada di dekat bola api itu mendarat.

“Ayo, bangkit!” bujuk Xiao sembari menarik tubuh Cyno sedikit kuat.

“Diam,” balas Cyno pelan.

“Kita bisa cari cara—”

“DIAM GAK LO, ANJING!”

Cyno mencengkram tubuh Xiao dengan ganas, Xiao berusaha menangkis segala serangan yang masuk ke arahnya. Cyno sudah lepas kendali, kehilangan kakaknya untuk kedua kalinya jelas kembali membuka luka lama yang baru saja sembuh. Kini, Kusanali hilang diterpa angin, tanpa tanda, tanpa aba-aba.

“LO GAK TAHU RASANYA KEHILANGAN ORANG YANG LO CINTAI!”

“LO GAK TAHU RASANYA KARENA LO GAK PUNYA ORANG YANG LO CINTAI!”

Xiao hanya terdiam menerima serangan dari Cyno, tubuhnya sudah tercabik-cabik oleh cakar tajam milik lelaki bersurai abu-abu tersebut. Xiao menelan semua perkataan Cyno mentah-mentah, kini luka ditubuhnya sudah tak bisa ia rasakan lagi.

“LO TAHU APA, XIAO?! LO GAK PERNAH KEHILANGAN!” bentak Cyno sambil menangis.

Kedua tangan Cyno ditahan dengan mudah oleh Xiao, dibalik darah yang terus mengalir di sekitar wajahnya terdapat senyum tipis yang menghiasi.

“Gue udah lebih dulu rasain kehilangan, Bro.” ujar Xiao sambil tersenyum kecut.

Cyno kembali menangis setelah tenaganya tidak lagi keluar akibat aura yang dipancarkan oleh Xiao. Sang Archon Sumeru itu terbaring lemas di antara akar-akar pohon yang sudah layu.

Xiao menatap ke langit, awan hitam Teyvat masih begitu pekat. Ganyu berlari dan memeluk adiknya, air mata perempuan bersurai biru itu membasahi darah yang masih bercucuran di sekitar bahu Xiao.

“Kamu kenapa parah banget lukanya?!” sentak Ganyu khawatir.

“Biasalah,” balas Xiao memaksakan senyumnya.

**

Il Capitano dan Il Dottore tiba di Snezhnaya, kehadirannya disambut dengan meriah oleh seluruh warga. Mereka berdua dilayani bak seorang raja yang baru saja pulang dari medan perang, apalagi semenjak kekalahan La Signora, warga Snezhnaya sungguh berterima kasih kepada Il Capitano yang telah membalikkan keadaan.

“Semenjak pemerintahan La Signora, kami sudah tidak bisa mabuk-mabukan lagi! Semuanya harus bekerja, payah!” cerita salah satu warga sambil meneguk minuman keras itu.

“Yang benar saja?! Apa jadinya warga kita kalau tidak minum-minuman hangat ini?!” sentak Il Capitano tak percaya.

“Semua pajak dinaikkan! Kami bahkan harus membayar kalau mau ke toilet umum!”

“Sialan perempuan gila itu! Apa maunya?!” runtuk Il Capitano geram.

Il Dottore hanya terkekeh mendengar seluruh cerita warga Snezhnaya, dari belakang pundaknya disentuh oleh seorang gadis muda yang dijanjikan oleh Il Capitano.

“Wah! Cantik sekali! Itu untukmu saja! Aku keliling saja cari yang lain!” seru Il Capitano yang sudah mulai mabuk.

“Jangan terlalu baik, Capt! Aku tak tega—”

Tiba-tiba tatapan Capitano berubah, ia merasa ada yang beda dari saudaranya itu, biasanya Il Dottore tak pernah menolak bahkan meminta lebih jika sudah berurusan dengan wanita, namun tidak hari ini. Il Dottore terlihat berbeda dari biasanya.

“KAU BELUM MABUK, ADIKKU!”

Il Capitano kembali menuang bir di gelas besar milik Il Dottore, mau tak mau pria bersurai biru itu harus meneguk minuman keras itu sekali lagi, wajahnya sudah mulai merah dan kesadarannya mulai hilang. Minuman khas Snezhnaya ini adalah yang paling keras seantero Teyvat.

“Ayo, Ganteng. Kita masuk dulu,” ajak gadis bersurai putih itu sembari menarik tubuh Il Dottore yang sudah oleng.

“Ha-ha-ha! Hancurkan barangmu malam ini, Adikku! Besok kita akan berperang!”

Di koridor kantor pelaksana pemerintah Snezhnaya Il Dottore dan gadis panggilan itu berjalan menuju ruangan rahasia. Saat pintu itu terbuka, sebuah ranjang besar sudah terpampang beserta 3 perempuan lainnya yang sudah menunggu kehadiran sang pahlawan Snezhnaya.

“Tak kusangka kita akan bertemu lagi, Dottore.” ujar salah satu perempuan yang sudah berbaring di sana.

“Kamu mau pakai yang mana dulu?”

“Kami sudah siap bermain sampai fajar!”

Telepon Il Dottore berbunyi, saat ia akan menerima panggilan itu, ponselnya diambil oleh gadis bersurai putih itu lalu melemparnya ke arah ranjang.

“Kalau mau nelepon, harus puaskan kami dulu!”

Il Dottore mendengus kesal, ia terpaksa ikut dalam permainan keempat perempuan binal itu.

Itu telepon penting, Bangsat!

Mereka menggagahi Il Dottore dengan penuh gairah, pria bersurai biru itu tak bisa bergerak karena tangan dan kakinya sudah diikat oleh rantai. Ia masih mencari cara untuk lepas dari belenggu ini.

“Sebentar!”

“Kalian ingin kupuaskan, bukan?”

Keempatnya serempak mengangguk.

“Kalau begitu, sekarang kalian yang harus mengikuti perintahku,” ujar Il Dottore sambil menyeringai.

Perempuan-perempuan itu dengan penuh semangat melepas rantai yang ada di tangan dan kaki Il Dottore, saat ia sudah merasa bebas, Il Dottore mengeluarkan senjatanya dan menebas keempat perempuan itu dengan ganas.

Darah yang berserakan di sekitar ruangan rahasia itu membuat dirinya sedikit mual, Il Dottore mengambil ponselnya dan menelepon balik orang yang memanggilnya tadi.

“Halo?”

Bagaimana? Apakah semuanya aman?

“Aman, aku hanya tinggal menunggu Il Capitano lengah,”

Baik. Kerja bagus, Heizou.

“2 jam lagi, jemput aku di depan Snezhnaya,”

Tidak bisa, seluruh akses menuju ke sana sudah diblokade oleh Fatui Harbingers dan Underworlds. Kau harus keluar dari sana seorang diri,

“Sial!”

Heizou menutup teleponnya, selama ini ia menyamar menjadi Il Dottore yang telah gugur saat Cataclysm. Ia berhasil meyakinkan Il Capitano yang saat itu masih menyendiri di pelosok Fontaine. Setelah percaya dirinya kembali, Heizou dan Il Capitano melacak keberadaan La Signora dan Scaramouche agar mereka bisa dikalahkan di tempat yang sama untuk mengembalikan kepercayaan warga Snezhnaya kepada Harbingers.

Kau pasti di ruangan rahasia, kan?

“Bagaimana kau bisa tahu?”

Kau pikir aku bodoh?! Sekarang geser ranjang hina itu dari tempatnya, di sana ada lobang besar untuk kabur setelah kau berhasil membunuh Il Capitano,

“Kau benar-benar cerdik, Scaramouche,” balas Heizou sambil menyeringai.

**

Scaramouche menutup teleponnya, ia terkekeh setelah mendengar suara Heizou yang terdengar khawatir. La Signora terlihat sedang menyiapkan senjatanya di sebuah ruang rahasia, mereka berdua tak pernah ada di Liyue sejak awal. Itu hanyalah replika buatan Baizhu yang sengaja menjebak Il Capitano untuk menyerang Hu Tao.

“Kau yakin kita akan berhasil?” tanya seorang perempuan bersurai hitam.

“Jangan meremehkan kami,” balas Signora tanpa menoleh ke arah perempuan itu.

“Sebentar lagi Il Capitano akan panik setelah jasadmu berubah menjadi boneka seks,” ujar Scaramouche dengan bengis.

Perempuan bersurai hitam itu pergi meninggalkan ruangan rahasia tempat mereka bersembunyi, ia menatap ke langit merah yang sedang menyinari Teyvat, berdoa agar rencana mereka dapat terlaksana dengan baik.

“Sekarang semuanya ada padamu, Albedo.” gumam Hu Tao dengan mata yang berkaca-kaca.

You Keep Me Alive: You Are Alive

Chapter 12: Perang Celestia Bagian Pertama

Hu Tao berlari dari Wangsheng karena sirine tanda bahaya sudah berbunyi di seluruh penjuru Liyue, ini adalah hal yang ditakuti olehnya selama ini. Rahasia yang ia coba tutup rapat-rapat akhirnya mulai terungkap satu persatu, perempuan bersurai hitam itu terhenti ketika seorang pria bertubuh besar menahan tubuhnya lalu mencekik lehernya dengan ganas.

“Kau tak bisa lari ke mana-mana lagi!” hardik Il Capitano dengan lantang.

“Apa maumu?!” balas Hu Tao sama kerasnya.

Il Capitano langsung membanting tubuh Hu Tao hingga terpental jauh dari tempat ia berdiri, luka di sekujur tubuh perempuan itu menghambat geraknya, kini Il Capitano sudah mulai mendekat ke arahnya sambil memegang pedang besar di tangan kirinya.

“Kau membuat kekacauan di seluruh Teyvat! Kau harus membalasnya!”

Il Capitano mengangkat pedang besarnya ke atas, Hu Tao sudah tak bisa bergerak lagi karena kakinya terkena batu besar hingga meretakkan tempurung lututnya. Saat Capitano mengayunkan pedangnya seketika pandangannya dikaburkan oleh dedaunan yang datang menghujani pria berbadan besar tersebut.

“Jangan coba-coba, Capitano!” seru Baizhu dari kejauhan.

Albedo datang dari belakang Hu Tao lalu membangun perisai berbentuk bunga untuk melindungi penjaga alam baka itu, dari saku kirinya ia mengaktifkan alat teleportasi miliknya agar mereka bisa menjauh dari Liyue.

“Te-Terima kasih,” ujar Hu Tao ketakutan.

“Tak perlu, memang tugas kami di sini untuk melindungimu,”

Setelah berhasil menghalau seluruh dedaunan yang menyerangnya, Il Capitano melompat di udara sambil mengarahkan pedangnya untuk menghancurkan perisai bunga milik Albedo.

“Enyah kau—”

Tubuh Il Capitano terpelanting jauh ke arah Wangsheng, besi panas yang mengenai tubuhnya membuat pria itu meringis kesakitan. Dari sisi barat La Signora dengan pistolnya berhasil melukai saudaranya, ia berlari ke arah Albedo dan Hu Tao untuk menyelamatkan mereka.

Namun kecepatan pria bertubuh besar itu tidak main-main, ia kembali melesat secepat kilat untuk menyerang siapa pun yang ada di depannya.

SLASH

“LAWANMU ADALAH KAMI!” seru Scaramouche sembari menahan pedang besar dan kekuatan Il Capitano.

Pria itu menyeringai melihat si bungsu yang kini sudah menjadi petarung yang hebat, ia melepaskan serangan keras ke arah Scaramouche lalu kembali menyerang Hu Tao.

La Signora menendang pergelangan tangan Il Capitano hingga membuat pedang besarnya melayang ke udara. Baizhu dengan cepat berlari menuju senjata kebanggaan Il Capitano agar ia tidak bisa membuat keributan lagi di mana pun.

“Percuma!”

Tangan besar Il Capitano berhasil menembus dada Baizhu sampai bolong, namun pria bersurai hijau itu hanya terkekeh melihat ekspresi tak percaya Il Capitano.

“Percuma,” balas Baizhu dengan entengnya.

Ia menendang keras tubuh Il Capitano hingga mundur beberapa langkah, dari belakang Scaramouche menusuk tubuh besar itu dengan pedangnya beberapa kali.

Il Capitano menoleh ke belakang, raut wajah Scaramouche terlihat menggemaskan di matanya. Pria itu memegang bilah pedang milik Scaramouche dan menariknya dari depan sampai tangan Scaramouche lepas dari senjatanya.

“Percuma,” ujar Il Capitano lalu melempar pedang Scaramouche ke sembarang arah.

Alat teleportasi milik Albedo sebentar lagi aktif, namun perisai bunga itu perlahan meredup karena energinya akan habis. Lingkaran emas di sekeliling mereka mulai menyinari mata Il Capitano, membuat pria bertubuh kekar itu berlari ke arah Albedo dan Hu Tao.

“KAU TAK AKAN BISA LARI KE MANA-MANA LAGI!”

**

Di Teyvat Pusat, peperangan antara Celestia dan sosok misterius dari Singgasana itu masih berlangsung. Walaupun Arataki Itto sudah berhasil mengalahkan setengah dari pasukan berzirah hitam tersebut, pasukan misterius itu masih muncul dari berbagai arah. Kubus merah nan mistis itu kembali mengeluarkan ribuan pasukan dengan bentuk yang seragam.

“Fokus kita ke atas!” perintah Zhongli dengan lantang.

Pejuang Inazuma terus berjibaku menahan serangan yang datang ke arah mereka, Raiden Ei dan Makoto membelah tubuh lawannya dengan mudah. Namun anehnya tubuh mereka kembali menyatu setelah beberapa detik jatuh di tanah.

“Chiyo, Saigu! Serang perempuan itu!” seru Raiden Ei.

Chiyo dan Kitsune Saigu melesat ke udara untuk menyerang perempuan bersurai putih tersebut. Dengan mudahnya kubus berwarna merah itu mengunci tubuh sahabat dari Raiden Ei hingga tak berkutik.

“Kau bukan lawan yang pantas untukku,” ujar perempuan tanpa nama itu.

Dari sisi kiri dan kanannya, Xiao dan Guizhong menebas tubuh perempuan itu walaupun ia tak terluka sama sekali.

“Kalian tidak akan bisa mengalahkanku!”

Seketika senjata yang mereka pakai pecah hingga menyebabkan ledakan yang besar di udara. Dari balik asap bekas ledakan itu, muncul kilat ungu yang mencengkram tubuh perempuan bersurai putih tersebut. Tubuh Lisa dihempaskan dengan mudah setelah kubus merah itu menabrak dirinya dengan keras.

“Lagi!”

Ganyu membuat lingkaran putih di sekelilingnya, pasukan berzirah hitam yang menyerang dirinya perlahan membeku lalu hancur begitu saja setelah dihantam dengan ganas oleh Zhongli.

“Terima kasih, Ayah.” ujar Ganyu.

Zhongli langsung berlari ke arah Xiao yang terjatuh dari udara, sementara Guizhong ditangkap oleh Venti yang masih melayang di atas.

Kusanali menghentakkan kakinya hingga akar-akar pohon dari bawah tanah mengikat kaki pasukan misterius itu dengan kuat.

SLASH

Dengan cepat, Cyno menebas tubuh lawannya sampai menyisakan kaki yang masih terikat oleh akar buatan Kusanali.

“Kalian hanya akan menghancurkan diri kalian sendiri!”

Dainsleif menghela nafas setelah ratusan musuh berhasil ia kalahkan, raut wajahnya berubah ketika awan hitam yang menutupi Teyvat terbuka oleh sebuah meteor besar jatuh dari langit.

“Apa-apaan ini?!”

Meteor?

Meteor itu kian mendekat ke medan tempur, peperangan terhenti sejenak karena semuanya mematung sambil memandangi meteor besar yang jatuh ke bumi.

“JANGAN MENYERAH!” seru Itto sambil berlari ke arah meteor besar itu.

“ANGKAT KEPALAMU DAN LAWAN SEMUA YANG ADA!”

Langkah kaki Itto terasa ringan saat ia mendekat ke arah meteor tersebut, Zhongli berteriak dengan lantang memanggil nama anaknya, di sisi lain Raiden Makoto ikut menyusul Itto untuk menahannya agar menjauh dari arah meteor itu datang.

“ITTO!”

“MAKOTO!”

Sasayuri berhasil menghalangi Itto dan Makoto yang sudah berada tepat di depan bola api yang panas itu. Namun ada yang aneh, semuanya terlihat memudar di pandangan Zhongli.

Itto dan Makoto hilang tertiup angin, begitu juga Guizhong saat masih dalam dekapan Venti. Akar-akar pohon buatan Kusanali hancur begitu saja serentak dengan sang Celestia. Kitsune Saigu dan Chiyo ikut musnah dalam sekejap mata.

Pedang besar milik Il Capitano berhasil menembus tubuh Hu Tao, perempuan bersurai hitam itu masih menempel di senjata milik pria bertubuh besar itu. Ia tertawa lepas melihat tubuh kecil Hu Tao sudah tak berdaya di tangannya.

Scaramouche dan La Signora sudah tergeletak di tanah tak sadarkan diri, Baizhu hanya bisa merangkak perlahan ke arah Capitano karena tubuhnya sudah terbelah menjadi dua, hanya Albedo yang tak terlihat di sana, perisai bunga miliknya tertinggal di Liyue.

“SUDAH KUBILANG! KAU TIDAK AKAN BISA LARI KE MANA-MANA LAGI!” seru Il Capitano sambil meletakkan jasad Hu Tao di pundak kirinya.

Suara tepuk tangan terdengar dari belakang, sosok pria bersurai biru muda itu ikut tertawa melihat saudaranya bahagia, senyumnya yang merekah merupakan tanda bahwa kemenangan ada di tangan Harbingers.

Good job, My Brother!

“Ah... kau terlambat,”

“Kau sendiri bisa mengalahkan mereka, kenapa aku harus membantu?”

“Jangan terlalu memujiku, Dottore.”

Il Dottore tersenyum bengis ke arah Capitano, mereka berdua pergi meninggalkan Liyue entah ke mana. Misi mereka bisa dibilang selesai setelah berhasil membunuh Hu Tao dengan kejam.

-to be continued

You Keep Me Alive: You Are Alive

Ending Chapter 11: Sebuah Peringatan

Mona menjauh dari kerumunan ibu-ibu yang sedang melaksanakan arisan dadakan di fasum perumahan, saat ia membuka gawainya perempuan bersurai hitam itu terkejut dengan sebuah titik merah yang perlahan membesar di layarnya.

Bagaimana bisa benda ini menembus lapisan atmosfer yang tebal? gumam Mona dalam hati.

Di ruang Badan Meteorologi Teyvat (BMT), bunyi sirine sudah memekik di seluruh gedung tersebut. Seluruh petugas di sana lari pontang-panting keluar dari gedung yang menjulang tinggi di Teyvat Pusat.

Telepon Eula berdering, ia mendapat kabar bahwa ada sebuah bintang yang jatuh dengan kecepatan tinggi.

Diperkirakan akan jatuh ke daerah Fontaine, Bu! ujar petugas kepolisian kepada Eula.

Perempuan bersurai biru itu bergegas setelah pamit dengan ibu-ibu di Teapod, Rosaria dan Mona diikutkan bersama Eula karena Mona diminta untuk ikut oleh BMT tadi.

“Apa yang sebenarnya terjadi, Mona?” tanya Eula sambil menyetir mobilnya.

Mona tak menggubris pertanyaan Eula, matanya masih menatap ke layar gawainya dengan serius. Titik merah di layarnya menyebar ke sekeliling Teyvat, ia tak pernah mempelajari hal ini sebelumnya di mana pun.

“Mona?” sahut Eula kesekian kalinya.

“Maaf, saya tidak tahu ini kenapa, dan tampaknya bintang jatuh itu terpecah karena bertabrakan dengan atmosfer,”

“Jadi, bintang jatuh itu tidak hanya turun ke satu wilayah saja,” lanjut Mona khawatir.

Eula langsung menekan tombol darurat di ponselnya, itu berarti seluruh warga Teyvat harus cepat dievakuasi ke tempat yang lebih aman.

“Padahal baru saja—”

Langit Teyvat kembali berubah menjadi merah, sinar cerah dari matahari berhasil ditutupi oleh kabut tebal sebelum akhirnya potongan bintang itu mulai tampak oleh mata manusia.

“Apa ini?!” sentak Eula kaget.

Mereka bertiga keluar dari mobil, seluruh warga Teyvat sudah ketakutan dan kabur dari serpihan bintang yang sudah jatuh lebih dulu ke bumi, getaran besar terus terjadi sampai akhirnya kubangan di tanah hasil serpihan tanah tadi menjadi tiang berbentuk kubus dan menutupi seluruh wilayah Teyvat Pusat.

“JANGAN BERGERAK!” teriak seseorang dari belakang.

Eula, Mona dan Rosaria tak bisa melakukan apa pun kecuali mengikuti suara perintah itu, mereka juga tak bisa melihat apa-apa karena sudah dikelilingi oleh cangkang berbentuk kubus tadi.

Scara... panggil Mona dalam hati, ia memejamkan matanya sembari terus berdoa agar sang suami dapat menyelamatkan nyawanya.

“Ternyata bumi masih lemah seperti dulu, ada baiknya aku pergi meninggalkan tempat ini sejak lama,” suara seorang perempuan memenuhi telinga mereka, ia tak menampakkan raganya, hanya suara yang menggelegar di sekitar sana.

“Orang-orang yang melanggar prinsip surgawi-lah yang harus menerima hukuman Tuhan. Sudah kubilang! Tidak usah berjuang untuk membangun bumi ini lalu dijadikan tempat kalian beranak pinak wahai Celestia Kuno!”

Rosaria merasakan cairan keluar dari telinganya, cairan itu menggumpal setelah dicekik oleh tekanan udara yang tinggi di sekitar mereka, setelah itu perempuan bersurai merah marun itu tak mendengarkan apa-apa lagi karena ia sudah tuli akibat suara kencang tadi.

Percikan darah dari telinga Rosaria mengenai lengan Eula, setelah ia mencium aroma darah itu Eula spontan mencari keberadaan Rosaria yang sudah terduduk sambil berteriak dengan keras. Sama, Eula pun sudah tak bisa mendengarkan apa-apa lagi sekarang.

Setelah Mona membuka matanya perlahan, ia mendapati Eula sedang memeluk erat adiknya, mereka menangis dengan keras bahkan terlihat seperti saling membentak satu sama lain, namun Mona tak mendengarkan suara mereka.

“Ada yang aneh,” ujar Mona, ia pun terkejut karena tak dapat mendengar suaranya sendiri.

“Apa yang terjadi?!” pekik Mona sambil meremas kulit kepalanya karena panik.

“Mba Eula! Mba Rosa! Kalian dengar aku?!” tanya Mona dengan suaranya yang paling keras, sekeras apa pun suara mereka tak akan membuatnya mendengar apa-apa lagi.

Kekuatan sosok yang tak dikenal itu berhasil melumpuhkan banyak wilayah dalam waktu sekejap, orang-orang kembali menderita karena ulahnya. Dari atas, sosok perempuan itu melayang-layang di udara, memperhatikan lautan manusia yang sedang dilanda oleh rasa takut dan kehancuran.

Dari bawah, ada satu orang yang masih berdiri tegak meskipun dihantam oleh ratusan manusia yang berusaha melarikan diri dari sosok misterius itu. Surai pirangnya terlihat menyala-nyala begitu pun netra birunya perlahan berubah menjadi emas.

“Masih ada, masih ada titisan dari hubungan terlarang Abyss Order dan Bangsa Khaenri'ah,” gumam perempuan misterius tersebut.

Dainsleif menatapnya tajam, ia kepalkan tangannya sekuat tenaga, pedang di tangan kanannya ikut menyala-nyala mengikuti tuannya. Setelah hampir seluruh warga Teyvat Pusat berhasil kabur, kaki Dainsleif meretakkan sebagian wilayah yang dipijak olehnya.

Sebuah kilat berwarna ungu melesat dari jauh dan melayang di atas Dainsleif, perempuan bersurai coklat dengan dua gelang emas yang menyala-nyala berhasil membuat arus listrik di seluruh tubuhnya. Netra ungunya berubah menjadi putih dan tangannya menghasilkan percikan listrik yang menggumpal menjadi bola listrik berwarna putih.

“Ternyata diriku disambut baik oleh kalian,” ujar perempuan misterius itu dengan suara beratnya.

“Tak usah terlalu memuji dirimu sendiri,” balas Dainsleif kesal.

Lisa melemparkan bola listrik itu ke arah lawannya, namun sebuah perisai berbentuk kubus berhasil menangkis serangan dari Lisa begitu saja.

“Kalian bukan lawan yang tepat untukku,”

Tanpa basa-basi lagi Lisa melesat setelah berubah menjadi kilat berwarna ungu ke arah perempuan misterius tadi, duel udara mereka menghasilkan percikan cahaya yang dapat membutakan mata manusia.

Tenang! Semuanya jangan takut! Ini hanya ilusi! seru seorang perempuan mengisi seluruh Teyvat.

Perempuan misterius itu mencari sosok yang bisa berteriak sekeras itu, namun pukulan listrik dari Lisa tak dapat ia hindari karena lengah dengan suara barusan.

Butanya mata kalian, tulinya telinga kalian, dan rusaknya pita suara kalian akan kembali normal setelah kita berhasil mengalahkannya!

“Tch! Oldenburg!” sentak perempuan bersurai putih terang tersebut.

SELAMATKAN DIRI KALIAN! LARI SEJAUH-JAUHNYA! TINGGALKAN TEMPAT INI! KARENA AKU TAHU KALIAN BISA MENDENGARKU!

Eula, Rosaria dan Mona langsung berlari setelah mendengar suara perempuan itu, mereka tidak mengenali suara itu namun aura yang terdengar lewat suaranya begitu meyakinkan sehingga berhasil membuat seluruh warga Teyvat melarikan diri sejauh-jauhnya dari medan perang itu.

SAATNYA PARA CELESTIA MEMPERTAHANKAN TEMPAT TINGGALNYA!

Raiden Ei sudah berdiri di depan Dainsleif, begitu juga dengan Fischl. Di sekeliling mereka muncul sosok berwarna putih ikut berdiri di belakang Raiden Ei, pasukan berzirah putih tersebut menyorakkan sesuatu yang tak dipahami oleh Dainsleif.

Zhongli berjalan ke depan dengan tatapan yang menyeramkan, di sampingnya ada putra sulung dari Keluarga Geo dengan tongkat besi favoritnya sambil menyengir penuh gairah.

Dari bawah tanah, Kusanali dan Cyno muncul setelah dahan besar yang menyelimuti mereka terbuka. Pasukan Sumeru yang berhasil menghancurkan cangkang berbentuk kubus itu berhamburan menyusul petingginya dari belakang.

“Apa kabar, Zhongli?” sapa Kusanali dengan lembut.

Zhongli hanya membalasnya dengan senyum tipisnya, Lisa dan perempuan misterius itu masih bertarung di atas langit hingga dipisahkan oleh tombak sakti milik seseorang dengan topeng iblis dan bola salju besar yang muncul dari atas.

“Sepertinya ini akan menjadi awal yang tak akan menemui akhir,” ujar perempuan bersurai putih tersebut.

Xiao Alatus dan Ganyu jatuh tepat di depan Zhongli dan Itto, mereka adalah manusia setengah Celestia yang masih bertahan di muka bumi ini.

Angin meniup kencang dari berbagai sisi, kumpulan debu yang dibuat oleh Venti menyatu hingga membentuk sosok perempuan anggun dengan baju perangnya yang terlihat cerah.

“Ini adalah pertarungan para Celestia, janji kita kepada Celestia Kuno akan terus dijaga demi kelangsungan hidup warga Teyvat,”

Xiao menatap tak percaya, matanya tak bisa dibohongi, sosok itu adalah mendiang ibunya yang telah lama gugur dari medan tempur sejak Perang Archon pertama.

“Lama tak berjumpa denganmu, Guizhong.”

“Tak perlu basa-basi dengan wanita tua ini, Zhongli.”

Senyum perempuan misterius itu kian melebar setelah melihat pejuang dari Inazuma mulai bermunculan satu persatu.

“Kami kembali, Ei.”

Sasayuri, Chiyo dan Kitsune Saigu berdiri di belakang Raiden Ei dengan gagahnya. Perempuan bersurai ungu panjang itu tersenyum setelah melihat teman lamanya datang entah dari mana. Satu lingkaran hitam mulai terbuka, orang yang selama ini ditunggu oleh Raiden Ei mulai menunjukkan batang hidungnya.

“Akhirnya kita bertemu, Makoto.”

“Simpan rasa rindumu setelah kita memenangkan peperangan ini, Ei.”

Lisa mundur jauh ke arah Dainsleif dan lainnya hingga menyisakan sosok misterius itu seorang diri di udara.

“Baiklah, kalau begitu kalian boleh maju satu persatu melawanku,”

Ketika Arataki Itto mulai bergerak, tangan Guizhong menghalanginya walaupun jarak mereka sedikit jauh namun kekuatan milik Guizhong berhasil menahan kerasnya ambisi bocah raksasa itu.

“Jangan gegabah, Itto.”

“Kau diam saja, Nek! Biar aku yang mulai peperangan ini!” balas Itto keras.

Guizhong terkekeh mendengar ucapan Itto sambil menatap ke arah Zhongli.

“Dia tak akan pernah berubah,” ujar Zhongli sambil tersenyum.

“Aku tahu,” balas Guizhong singkat.

“Bocah ingusan seperti dia memang seharusnya berada di medan perang,”

Perempuan misterius itu mulai melayangkan serangannya, cangkang kubus itu pecah hingga mengeluarkan ribuan pasukan dari dunia lain.

“Itto, mereka bukan—”

Tak mendengar perkataan ayahnya, Arataki Itto sudah melaju lebih dulu melawan ratusan pasukan berzirah itu seorang diri.

“SINI KALIAN SEMUA! ARATAKI ITTO TIBA DI MEDAN PERTEMPURAN!”

-to be continued

You Keep Me Alive: You Are Alive

Chapter 11: Sebuah Peringatan

Zhongli tiba di Wangsheng Funeral Parlor seorang diri, kehadirannya telah ditunggu oleh pemilik jasa pemakaman tersebut yaitu Hu Tao. Perempuan bersurai hitam itu langsung menyuruh seluruh karyawannya untuk keluar dari ruangan saat Zhongli duduk di kursi kayu yang sudah ada sejak Hu Tao kecil.

“Ada apa—”

“Tolong katakan yang sejujurnya, Hu Tao.” potong Zhongli dengan cepat.

Melihat netra Zhongli menatapnya tajam membuat Hu Tao sedikit tertekan karena aura milik pria berusia 65 tahun tersebut begitu besar di sekelilingnya.

“Apa yang sebenarnya terjadi di dunia ini?” lanjut Zhongli memecahkan lamunan Hu Tao.

Ia menundukkan kepalanya, terlintas di wajahnya Hu Tao seperti menyimpan sesuatu yang sangat besar dari semua orang. Hidupnya orang yang telah mati, kemenangan mereka saat Cataclysm, semuanya tentu aneh jika dipikir secara logika, dan hanya orang yang memiliki koneksi dengan alam baka inilah satu-satunya kunci dari seluruh tanda tanya yang ada.

Hu Tao menoleh ke kiri perlahan lalu menggumamkan sesuatu, “Apakah aku harus mengatakan yang sejujurnya?”

Beberapa detik kemudian Hu Tao mengangguk ragu, raut wajahnya masih terlihat khawatir di mata Zhongli.

“Semua yang mati akan berkumpul di pohon kehidupan, kami sebagai penjaga gerbang alam baka tidak bisa memberi jalan mereka ke Singgasana bagi orang-orang yang masih belum menyelesaikan urusannya di dunia,”

“Saya mengurusi jasad Celestia Kuno saat Perang Archon kedua, kita semua tahu bagaimana cara mereka mati, bukan?”

Zhongli mengangguk setuju. Pria itu masih menyimak seluruh perkataan Hu Tao dengan baik.

“Namun, di sisi lain mereka adalah Celestia Kuno, mereka memiliki waktu sebelum kembali ke Singgasana karena urusan mereka di bumi telah selesai,”

“Berarti maksudmu, Celestia Kuno kembali ke Teyvat untuk menghentikan Cataclysm?”

Hu Tao mengangguk sebagai jawaban, ia tak tega menjelaskan semuanya kepada Zhongli karena pria itu tentu memiliki waktu sebelum ia juga kembali ke Singgasana.

“Aku melihatmu saat melawan pasukan Abyss Order itu, aku rasa kau juga tinggal menunggu waktu—”

“Aku tak mati saat itu,” sanggah Zhongli dengan suara beratnya.

Hu Tao terkejut mendengar pernyataan Zhongli. Rasanya aneh saat mendengarnya mengingat tubuh Zhongli sudah habis dicabik-cabik oleh manusia ganas nan misterius itu.

“Beberapa saat setelah portal teleportasi kalian aktif, La Signora datang menyelamatkan saya, beliau dan Scaramouche adalah dalang di balik pencurian jasad Celestia Kuno tersebut,” jelas Zhongli kepada Hu Tao.

“La Signora?”

Zhongli mengangguk pelan, “Perempuan itu adalah pelaksana pemerintah Snezhnaya sekarang. Tempat itu adalah satu-satunya wilayah yang tidak didatangi oleh Abyss Order,”

“Kalau aku boleh tahu, kenapa?”

“Karena dari sanalah munculnya para Harbingers, Abyss Order memiliki sejarah yang dalam dengan keluarga itu, orang tua mereka adalah salah satu tetua Abyss Order di masa lalu. Saya pun baru tahu hal itu setelah diceritakan oleh Signora,” jawab Zhongli.

“Jadi singkatnya mereka aman karena Harbingers adalah salah satu bagian dari Abyss Order?”

“Ya, seperti itu kira-kira jawabannya,”

Hu Tao mengelus dagunya, berpikir tentang kejanggalan yang selama ini membekas di pikirannya akhirnya terjawab.

“Namun para Harbingers yang sekarang tidak memiliki hubungan yang baik dengan Abyss Order, setelah Columbine menjadi bagian dari keluarga Harbingers,”

“Jujur, aku tak bisa berbuat apa-apa saat Cataclysm. Aku hanya bisa melihat peperangan itu dari atas, aku sendiri tak menyangka bahwa Diluc Ragnvindr dan Jean Gunnhildr ada di sana saat itu,” ujar Hu Tao lirih.

“Mereka kini sudah kalah, kembalinya mereka ke Teyvat sudah dihentikan,”

Hu Tao mengangguk setuju, namun tidak dengan Zhongli, terlihat dari ekspresinya seperti ada yang aneh jika dilihat.

“Kini Harbingers terbagi menjadi dua kubu, yang pertama adalah La Signora dan Scaramouche, dan yang kedua adalah Il Capitano. Ia tak menampakkan diri selama Cataclysm berlangsung,” lanjut Zhongli dengan suara beratnya.

“Kau tahu keberadaannya sekarang?”

Zhongli menggelengkan kepalanya, Il Capitano memiliki kontribusi yang besar untuk Harbingers di bidang militer, ia adalah pemimpin yang sebenarnya walaupun yang selama ini diketahui oleh dunia adalah Pulcinella.

“Berarti ini adalah sebuah peringatan, bahwa masih ada bahaya yang akan datang ke Teyvat,” gumam Hu Tao dibalas dengan anggukan setuju dari Zhongli.

“Mungkin karena itu mereka semua masih ada di dunia ini,”

Dari luar ruangan terdengar suara langkah kaki yang mendekat ke arah mereka, di depan pintu ruangan Wangsheng terdapat Xiao dengan wajah yang masam.

“Alatus?” ucap Zhongli heran.

“Permisi,”

Saat Xiao masuk ke dalam ruangan itu, ia langsung duduk bersimpuh di atas tanah lalu sujud di depan Hu Tao.

“Aku tahu bahwa perlakuanku di masa lalu masih membekas di benakmu atau tidak—”

Air mata Xiao mengalir saat keningnya menyentuh tanah, Hu Tao terlihat tidak nyaman dengan perlakuan pria bersurai hijau tersebut yang akhir-akhir ini selalu datang ke Wangsheng.

“Tapi kumohon, Hu Tao. Kembalikan Xiangling ke dunia ini,” lanjut Xiao sambil terisak.

“Alatus,” panggil Zhongli sembari mengangkat tubuh Xiao yang masih mematung di depan Hu Tao.

“Aku lihat semua orang kembali dengan orang terkasihnya, tapi tidak dengan kekasihku. Apa yang harus kulakukan agar ia kembali ke dunia ini?!” sentak Xiao keras.

Air matanya membasahi seluruh pipinya, ia menangis dengan keras hingga terdengar sampai ke luar ruangan, keputusasaan Xiao jelas terlihat dari wajah dan perlakuannya.

“Sesering apa pun kau ke sini untuk memohon kepadaku, kalau dia tak mau kembali berarti memang dia tidak bisa kembali, Xiao.” jawab Hu Tao dengan mata yang berkaca-kaca.

“Aku ada saat kematian Chef Mao saat itu, Xiangling pernah berkata kalau ia sudah tidak memiliki tujuan hidup apalagi sejak kamu pergi begitu saja untuk menyelesaikan 'urusanmu',” lanjut Hu Tao yang sebenarnya tak tega melihat Xiao seperti ini.

Xiao akhirnya mengangkat kepala, ia memaksakan senyumnya. Rona wajahnya yang memerah ditambah dengan senyum tipisnya menjadi akhir dari percakapan mereka, ia langsung pamit dari Wangsheng tanpa mendengar panggilan dari ayah angkatnya yang sudah memanggil pria bersurai hijau itu berulang kali.

Hu Tao hanya bisa meratapi kepergian Xiao yang perlahan hilang dari pandangannya, “Xiangling adalah salah satu contoh orang yang telah menyelesaikan urusannya di dunia,”

Zhongli berdeham setelah mendengar jawaban Hu Tao, pria bersurai hitam itu pamit setelah beberapa menit membisu karena baru pertama kali melihat keputusasaan yang terlihat dari wajah Xiao.

“Kau yakin? Hanya itu alasan mereka yang kembali sebelum pergi?” tanya Zhongli memastikan sekali lagi.

Hu Tao tak menjawab pertanyaannya, ia memilih untuk bungkam sampai Zhongli benar-benar pergi dari Wangsheng. Perempuan bersurai hitam itu menangis saat tidak ada lagi orang di sekitarnya, Hu Tao merasa berdosa karena gagal menjaga jiwa yang mati itu kembali ke Teyvat.

Ini adalah kali pertamanya para penjaga gerbang alam baka gagal menjalankan tugasnya, ratusan arwah di sekelilingnya memenuhi ruangan Wangsheng. Ratusan suara arwah gentayangan itu bertabrakan hingga membuat suara yang aneh di sekitar area pemakaman tersebut, mempertanyakan bagaimana cara mereka kembali ke bumi karena semuanya merasa masih memiliki urusan di dunia.

**

Sangonomiya Kokomi berdiri di depan balkon rumahnya di Enkanomiya, pandangannya kosong menatap ke arah matahari yang kini sudah menyinari wilayah sakral milik keluarganya selama ribuan tahun. Perempuan bersurai pirang keemasan itu disadarkan oleh Kazuha yang baru saja berdiri di sampingnya.

“Sayang?” panggil Kazuha lembut.

Kokomi menoleh ke arah kekasihnya, matanya berair dan ia tak sanggup untuk membalas ucapan Kazuha.

“Kamu kenapa?”

“Maaf, aku hanya mengingat masa lalu,”

Kazuha memeluk tubuh Kokomi dengan erat sembari mengecup lembut kening kekasihnya tersebut. Ia sendiri tahu bahwa Kokomi sudah berusaha menyimpan rahasia yang tidak boleh diketahui oleh siapa pun, karena hal itu juga Kazuha ikut meneteskan air matanya saat Kokomi menangis dalam pelukannya.

“Kurasa ini akan menjadi perpisahan kita?” tanya Kazuha, suaranya terdengar serak karena tak sanggup untuk mengeluarkan kalimat itu.

Kokomi tak menjawabnya, tubuhnya perlahan memudar di saat Kazuha semakin erat memeluknya. Pria bersurai krem itu jatuh terduduk dalam tangisnya, meratapi angin yang telah berhasil meniup kekasihnya hingga hilang dari muka bumi ini.

You Keep Me Alive: You Are Alive

Ending Chapter 10: Suasana Baru Teapod Residence

Perumahan yang luas dan megah ini selalu memiliki cerita yang menarik untuk diketahui oleh semua orang. Pagi hari yang cerah sudah diwarnai oleh perseteruan pasangan Itto-Sara karena bocah raksasa itu masih ngotot telah memenangkan tantangan yang diberikan oleh Kaeya Alberich.

“Menang, ya, menang! Gak boleh curang gitu, dong!” seru Itto kepada Sara hingga membuat tetangga sekitar tenda mereka terbangun oleh suaranya yang menggelegar.

“ITTO GOBLOK! INI JAM 5 PAGI!” teriak Diluc yang baru saja keluar dari tendanya.

Anak-anak perumahan Teapod masih mengucek matanya setelah dibangunkan oleh dua orang dewasa tersebut, perseteruan mereka belum menemui ujungnya, Diluc masih sibuk membentak Itto karena telah mengganggu waktu tidurnya, Sara pun seperti itu namun ia ditenangkan oleh Jean Gunnhildr sambil menahan lengan perempuan bersurai ungu tersebut.

“Udahlah, Sara. Kamu tahu sendiri, kan, debat sama dia gak akan ada habisnya,”

Padahal baru saja Itto dan Sara menikmati momen indahnya semalam, saat mereka kembali ke tenda kekasihnya itu mengingatkan Sara bahwa kemenangan ada di tangan kaum adam perumahan Teapod.

Raiden Ei keluar dari tendanya, begitu pula dengan Scaramouche yang terkejut setelah melihat Celestia dari Euthymia itu ternyata tinggal di samping tempatnya bermalam.

“L-Lo?!”

“Kamu siapa?” tanya Raiden Ei masih linglung.

Wajah Scaramouche merah pekat karena keberadaannya bahkan tak diingat oleh Raiden Ei, perempuan bersurai ungu panjang itu meninggalkan Scaramouche dan pergi menuju kerumunan di tengah fasum.

“Ada masalah apa kali ini?” ujar Raiden Ei sambil mengucek matanya.

“Ini, Kak. Si Itto masih ngebet menang, padahal dia yang ngebakar habis perumahan kita,” jelas Sara kepada kakak angkatnya.

“Kebakaran? Oh, kembang api tadi siang?”

“Jadi kita ini bukan sedang malam akrab antar tetangga?”

Sara menggeleng pelan, raut wajah Ei berubah setelah dibodoh-bodohi oleh Ayato sebelum pergi meninggalkan Teapod tadi malam.

“Itto, kamu itu, ya?! Udah dewasa masih saja kayak anak kecil!” sentak Ei keras, sebenarnya ia tak tahu harus berkata apa, karena hal ini selalu dikatakan oleh warga lain kepada Itto. Ia baru saja beberapa jam tinggal di sini, tentu Ei tidak tahu menahu tentang apa yang sudah terjadi selama ini.

“Udah, deh! Yang penting intinya kami menang, lagian permintaan para pemenang bukannya minta dibikinin seribu candi, kok!” balas Itto sambil melepaskan tangannya dari Diluc.

Itto menopang kakinya sebelah, kemudian mengeluarkan mata pancing yang semalam ia gunakan untuk menangkap ikan lalu diberikan kepada Sara.

Diam-diam Kaeya dan Thoma merekam momen yang selama ini sudah menjadi rencana para bapak-bapak Teapod, Itto memang ingin melamar Sara sejak kembalinya pria raksasa itu ke rumah. Namun ide gila itu memang hanya terpikirkan oleh seorang Arataki Itto.

“Sara,”

“Lo—maksudnya, kamu sudah menjaga Yun Jin selama 15 tahun tanpa ada aku di sampingmu. Entah karena kuasa Tuhan atau apa pun, kami semua bisa kembali ke Teyvat bak mukjizat di danau Mondstadt,”

Walaupun ucapan Itto terdengar ngawur, tak membuat Sara kesal atau marah ketika mendengar seluruh kata yang keluar dari mulut kekasihnya. Yun Jin meremas gemas lengan Sayu hingga gadis itu menangis, baru kali ini ia melihat orang tuanya berlaku manis di depan tetangganya.

“Untuk itu, terimalah mata pancing ini sebagai bukti bahwa ikatan cinta kita bak sinar micro teaching yang sudah mencerdaskan anak bangsa, tak ada yang lebih—”

Itto berdiri mensejajarkan tubuhnya dengan Sara, lalu menghela nafas panjang.

“TAK ADA YANG LEBIH INDAH DARI NETRA BIRU SANG PUTRI TENGU, BIARKAN PAGI YANG BELUM DIKARUNIAI MATAHARI INI MENJADI SAKSI BAHWA ARATAKI ITTO AKAN MEMINANG WANITA PUJAAN HATINYA DETIK INI, MENIT INI, HARI INI, DAN TAHUN INI! MAKSUDNYA DETIK INI, EH, DETIK INI, EH, DETIK INI. ADUH KENAPA WAKTU JALAN TERUS, SIH?!”

Mereka tertawa melihat Itto salah tingkah, Klee menggandeng lengan ayahnya sambil menikmati momen indah nan konyol ini, di depannya Jean Gunnhildr hanya memandangi wajah suaminya dengan senyum yang merekah.

Raiden Ei ikut tersenyum melihat reaksi Kujou Sara yang kebingungan menutupi rasa bahagianya di depan sang kekasih, perempuan bersurai ungu itu mengangguk-ngangguk berusaha memahami perkataan Arataki Itto.

“POKOKNYA! MENIKAHLAH DENGANKU, MAKA AKAN KUTUNJUKKAN SAMUDRA YANG LEBIH LUAS DARI LAUTAN TEYVAT, YAKNI CINTA ABADI KITA!”

Para lelaki Teapod meledek gaya Itto ketika ia memulai tarian anehnya, pria raksasa itu tak lupa menyisir rambutnya setelah mata pancing itu diterima oleh Sara.

“Apa, sih? Semalam, kan, udah?” balas Sara tersipu malu.

“Jawab, jawab, jawab!” seru Kaeya yang masih sibuk merekam momen indah ini dengan gawainya.

Semuanya ikut menyoraki Sara yang tak kunjung memberikan jawaban, namun hanya Scaramouche yang kembali ke tendanya walaupun Mona sudah menahan tubuhnya beberapa kali.

“Ini adalah strategi jitu sang Arataki Itto! Membuat keributan dan kekacauan ini hanya untuk meminang wanita impiannya, bayangkan jika dunia menolak cintaku padamu, bagaimana kondisi dunia nantinya!” seru Itto lantang.

Sara menggelengkan kepalanya ketika pikirannya mulai jernih, ia baru sadar bahwa Itto sengaja melakukan semua ini hanya untuk melamarnya.

“Itto,”

“Ya, Sayangku?”

“LO GOBLOK ATAU GIMANA?!”

“PERUMAHAN INI HANGUS CUMA GARA-GARA LO MAU NGELAMAR GUE?!”

Satu tamparan keras mendarat tepat di pipi kanan Itto, perempuan itu mengejar Itto sekuat tenaga walaupun kecepatan Itto jauh lebih besar dari Sara.

Sayu menyenggol lengan Yun Jin untuk menyadarkan gadis itu dari lamunannya, ia menyeringai hingga membuat Yun Jin heran dengan ekspresinya.

“Kamu kenapa?” tanya Yun Jin ketakutan.

“Aku mau jadi bridesmaid Mama Sara!” jawab Sayu sumringah.

Sucrose terkekeh mendengar percakapan anaknya, ia mengelus lembut kepala Yun Jin dan Sayu lalu mengajaknya tidur di tendanya.

“Kamu udah mau pergi, Al?” tanya Sucrose saat Albedo baru saja keluar dari tenda.

“Iya, kamu jaga diri, ya?” ucap Albedo lalu mencium lembut kening istrinya.

“Tahun depan Sayu mau kayak gitu,” tunjuk Sayu ke arah orang tuanya kepada Yun Jin.

“Gak boleh! Kita masih sekolah!” sentak Yun Jin kaget dengan candaan saudaranya.

“Eh, emang anak sekolah gak boleh pacaran?”

Albedo menoleh ke arah Sayu dengan tatapan yang mengerikan, namun gadis itu malah membalas tatap sang ayah sama mengerikannya.

“Kalau mau pacaran sama kamu langkahi dulu mayat Ayah,” ujar Albedo dengan suara beratnya.

Bring it on, Dad.” jawab Sayu sambil tersenyum tipis.

Kepala mereka berdua benjol setelah dijitak oleh Sucrose yang mulai kesal dengan keanehan suami dan putrinya, Albedo pamit dengan seluruh warga Teapod untuk melanjutkan ekspedisinya bersama Dokter Baizhu di Liyue.

Noelle mendekati Thoma sambil memegang sesuatu di tangannya, pria bersurai pirang itu kebingungan dengan raut wajah Noelle istrinya.

“Kamu kenapa, Sayang?” tanya Thoma heran.

“Mas,”

Noelle menunjukkan alat tes kehamilan di tangan kanannya, hal itu berhasil membuat Thoma terperanjat setelah mengetahui hasilnya.

“Kita berhasil, Mas.” ucap Noelle dengan senyum manisnya.

**

Lumine sedang duduk termenung di depan kastil Celestia Sumeru, pandangan gadis bersurai pirang keemasan itu terlihat kecut. Jauh di atas kasil ini Lumine hanya ditemani oleh kesunyian, matahari tak kunjung terbit berapa lama pun ia menunggunya.

Aether yang baru saja terbangun seketika menyusul adiknya perlahan, Lumine belum menyadari kalau abangnya sudah duduk di samping gadis bersurai pirang itu.

“Kamu masih menunggunya?” tanya Aether lembut.

Lumine hanya mengangguk, “Kenapa matahari belum terbit juga, ya?”

Ternyata, sinar matahari yang sudah menerangi Sumeru tak kunjung membuat hati Lumine cerah. Aether merangkul tubuh pucat adiknya sambil menunggu matahari yang dimaksud oleh Lumine, pasca Cataclysm adiknya dan Dainsleif hanya bertemu sekali. Pria bersurai pirang itu pun tak memberitahu ke mana perjalanannya setelah ini.

“Aku tak bisa menunggu lebih lama lagi,” lanjut Lumine terisak.

“Kita, kita yang tak bisa menunggu lama lagi,” balas Aether dengan mata yang berkaca-kaca.

-to be continued

You Keep Me Alive: You Are Alive

Chapter 10.1: Suasana Baru Teapod Residence

Hampir separuh wilayah Teapod Residence terbakar akibat ulah Arataki Itto, beruntung unit pemadam kebakaran cepat datang sehingga api langsung dipadamkan saat itu juga.

“Setiap ada telepon dari warga Teapod, kami sudah bersiap dari jalan untuk memasang selang dan lain sebagainya,” ujar salah satu petugas pemadam kebakaran.

“Tapi tolong sekali lagi, di sini banyak kabel listrik dan rawan sekali kebakaran. Jadi kami mohon kerja samanya agar kejadian ini tidak sering terjadi,”

Kujou Sara berulang kali meminta maaf kepada unit pemadam kebakaran tadi, semua kembali berkumpul di fasum setelah Thoma dan kawan-kawan membangun posko darurat untuk beberapa saat. Kini mereka akan tinggal di tenda sesuai keluarga masing-masing sampai waktu yang tak dapat ditentukan.

Ganyu yang baru saja pulang dari Jade Chambers masih ditenangkan oleh Xiao karena syok melihat kebakaran yang terjadi di perumahan gila tersebut.

“Sekarang gara-gara kamu kita semua jadi gak bisa memakai listrik dan internet!” kata Sara kepada Itto yang masih berlagak imut di depan kekasihnya.

Yun Jin pun saat ini tidak dapat membela ayahnya karena kesalahan 100% ada padanya, gadis bersurai ungu itu hanya bisa menepuk lembut ayahnya yang sedang pura-pura menangis.

“Gak usah pura-pura nangis! Yuyun, gak usah kamu ladenin ayah kamu itu!” ujar Sara sambil menarik lengan Yun Jin menuju tenda mereka.

“Kamu cari tempat tinggal yang mau menampung kamu!” bentak Sara kepada Itto.

Beberapa detik kemudian, Itto mulai mencari Kaeya karena hanya dialah laki-laki yang tidak berkeluarga di perumahan ini.

Saat bocah raksasa itu mendekati Kaeya, ia terperanjat ketika pria bersurai biru tua itu masih asik bermain gawai sambil merokok.

“Bro! Kok lo masih bisa internetan?!” tanya Itto heran.

“Gini, nih! Kalau udah tua masih bodoh, kan ada kuota data! Ya, bisalah!” balas Kaeya dengan tawa yang mengikuti di belakangnya.

“Apa itu?”

“Jadi kalau kita gak dapat akses Wi-Fi, tetap bisa internetan di mana pun, gue pakai Teykomsel, jaringannya udah tersebar di mana-mana,”

“Oh, gitu! Beli di mana yang beginian? Pakai duit, kan?”

“Udah gue bilang, udah tua masih bodoh aja?! Tanya bini lo sana!” ujar Kaeya kesal mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Itto.

“Gak bisa, dia lagi marah sama gue,” balas Itto lirih.

“Terus lo ke sini mau ngapain?”

“Ya, numpang tidur. Gak boleh?”

Kaeya menghela nafas untuk kesekian kalinya, ia menggelengkan kepalanya setelah Itto berulang kali meminta untuk menumpang di tendanya.

“Tenda orang jomlo itu kecil, Bang! Gila aja gue kelonan sama lo,” lanjut Kaeya yang masih sibuk dengan gawainya.

Itto kehilangan harapan, Sara tampaknya benar-benar marah kepada bocah raksasa itu. Setelah beberapa kali keliling tenda akhirnya ia memutuskan untuk meminta tolong Thoma untuk membangun tendanya sendiri.

“Thoma, tolongin gue!” rengek Itto kepada pria bersurai pirang tersebut.

“Tolongin apa, Bang? Sini gue bantu,”

Thoma keluar dari tendanya, setelah dijelaskan panjang lebar oleh Itto, Thoma tak bisa berbuat apa-apa kecuali membantu iparnya tersebut.

“Tapi ngomong sama Bang Al dulu, ya? Yang punya stok tenda cuma dia,”

“Asik! Gue paling sayang sama lo, Thom!” seru Itto keras sengaja agar didengar oleh Sara.

Di dalam tendanya, Sara terlihat kesal sambil melipat baju sekolah Yun Jin dengan kasar. Gadis bersurai ungu itu hanya terdiam melihat ekspresi wajah Sara, Yun Jin juga tak bisa berbuat apa-apa karena memang hal ini baru baginya, ia tak pernah menyangkan kalau ayahnya adalah seorang pembuat onar. Ini adalah pengalaman baru bagi gadis berusia 15 tahun tersebut.

“Padahal besok kamu sekolah, sekarang baju kamu bau gosong, deh.” gumam Sara terdengar menahan tangisnya.

“Mama gak apa-apa?” tanya Yun Jin sambil mengelus pundak ibunya.

“Ayah emang selalu kayak gini, ya?” lanjut Yun Jin ragu.

Sara menoleh ke kiri, melihat wajah putrinya membuat perempuan itu kembali tersenyum. Ia meletakkan baju sekolah Yun Jin lalu memeluk erat tubuh putrinya.

“Kamu bisa bayangin, kan? Gimana perjuangan Mama menahan sabar karena Ayah?”

Yun Jin mengangguk dalam pelukan Sara, ia belum terlalu paham dengan apa yang dikatakan oleh Sara namun ia bisa merasakan ucapan sang ibu.

“Mama paling kuat pokoknya, jangan mau kalah sama Ayah!” ucap Yun Jin menghibur Sara.

Di balik peluknya, Sara tersenyum tulus lalu memejamkan matanya, hangat tubuh putrinya merupakan obat paling ampuh bagi perempuan bersurai ungu tersebut. Amarahnya padam sesaat, sebelum akhirnya ia kembali mendengar suara Itto yang sedang bernyanyi-nyanyi sambil membangun tenda untuk dirinya sendiri.

**

Malam pun tiba, warga Teapod Residence hanya ditemani oleh cahaya dari lilin. Angin yang sejuk sedikit menenangkan jiwa-jiwa yang marah, para ibu-ibu sedang memasak di dapur darurat untuk makan malam bersama. Jean dan Ganyu yang bertugas memasak, selebihnya mengalihkan perhatian Raiden Ei karena mencoba ikut berkontribusi.

Thoma dan Noelle datang membawa bahan masakan dari luar, suasana di fasum Teapod terasa hangat oleh kebersamaan. Ini menjadi pengalaman pertama mereka tinggal bersama lebih dekat, sebelumnya hubungan mereka dihalangi oleh tembok besar dan rumah mewah yang berdiri kokoh di Teapod.

“Ini kenapa kartu gue jelek mulu, dah?!” gumam Diluc kesal sambil memegang kartu UNO.

“Lo aja yang goblok kali, Bang.” sindir Kaeya sibuk menahan tawa setelah mengintip kartu milik Diluc.

“Gak usah komentar kalau kartu lo paling banyak,” balas Diluc tak mau kalah.

Mereka tertawa dengan kencang walaupun sinar lilin itu perlahan meredup, Venti mengeluarkan lilin baru untuk digantikan sementara Albedo masih berpikir keras menyusun strategi agar tidak kalah lagi untuk kesekian kalinya.

Sara datang ke arah kerumunan bapak-bapak yang sedang menunggu hidangan lezat buatan Jean dan Ganyu. Heran, karena ia tak mendengar atau pun melihat sosok yang paling besar di antara mereka.

“Itto mana?” tanya Sara sambil memegang bungkus gorengan yang masih hangat.

“Gak tahu. Lho, iya? Itto ke mana?” ujar Albedo ikut bingung.

“Ya udah, biarin aja. Bagus kalau gak ada suara dia malam ini,”

Sara membagikan gorengan tersebut kepada para lelaki Teapod, namun hatinya tak bisa berbohong, perempuan itu terus menelusuri daerah sekitar fasum sampai akhirnya ia tiba di tepi parit perumahan itu.

Itto dan Yun Jin sedang memancing di sana, baskom berisi ikan hasil tangkapan mereka sudah hampir penuh. Melihat Yun Jin yang selalu tertawa karena tingkah Itto berhasil meluluhkan hati perempuan bersurai ungu tersebut.

Ia tentu ingin bergabung dengan keluarga kecilnya, ia berlari kecil menghampiri Itto dan Yun Jin.

“Lagi pada ngapain, nih?” tanya Sara dengan lembut.

“Mama!” sahut Yun Jin sambil beranjak dari kursi kayu agar ibunya bisa duduk di samping Itto.

“Ayah jago banget mancing! Ini hasil tangkapan Ayah semua!” lanjut Yun Jin antusias menceritakan pengalaman memancingnya dengan sang ayah.

Itto tak bersuara sedikit pun walaupun Sara sudah duduk di sampingnya, lelaki berambut gondrong itu bahkan tak menoleh ke arahnya sama sekali.

“Yuyun! Sini! Bantuin Sayu potong wibu!” seru gadis bersurai hijau itu dari kejauhan.

“Oke! Yuyun bantuin Sayu dulu, ya, Ma?”

Sara mengangguk lembut, melihat Yun Jin berlari menyusul saudaranya dengan penuh semangat berhasil mengangkat garis bibirnya yang selama ini selalu turun karena seseorang.

Kini mereka beradu dalam keheningan, Itto masih tak bersuara walaupun sudah beberapa kali dipanggil oleh Sara, matanya masih fokus menunggu kail pancingnya yang belum bergerak. Sadar bahwa perlakuannya kepada Itto sudah keterlaluan, Sara menyenderkan kepalanya di bahu bidang kekasihnya.

“Maaf,” ujar Sara pelan.

Perempuan itu memeluk Itto dari samping, merasakan hangat dan aroma dari lelaki berambut gondrong itu. Ia tak sadar bahwa Itto sedari tadi sedang menahan senyumnya karena bahagia bisa merasakan momen indah ini.

“Gue suka lihat lo pakai kostum itu,” lanjut Sara tersipu malu.

“Oh,” jawab Itto singkat. Tubuhnya sudah bergetar hebat menahan perasaan bahagianya.

“Maaf, ya?” pinta Sara kepada kekasihnya.

“Iya, Sayang.” jawab Itto lembut.

Sara membenamkan kepalanya di tubuh Itto, mendengar ucapan itu untuk pertama kalinya selama 15 tahun membuat perempuan itu serasa menjadi gadis kembali. Ini adalah hal yang tak pernah ia duga akan dirasakan olehnya.

“Maafin gue juga,” ucap Itto di tengah keheningan.

Sara hanya mengangguk tanpa mendongak ke arahnya, Itto mengecup lembut pucuk rambut Sara sehingga perempuan bersurai ungu itu bergidik tak menyangka.

“Lo bisa tahan sama gue yang kayak gini?” tanya Itto pelan.

Sara hanya membalasnya dengan anggukan.

“Kalau gitu, lo mau menikah dengan gue?”

Sara mengangguk—selebihnya kaget setelah mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut bocah raksasa tersebut.

“Hah?”

Sara mendongak ke arah Itto, wajah lelaki raksasa itu terpampang jelas di netranya. Wajah mereka kian mendekat hingga deru nafas Itto terasa di wajah Sara, perempuan bersurai ungu itu menutup mata lalu menikmati momen indahnya bersama sang kekasih.

You Keep Me Alive: You Are Alive

Chapter 10: Suasana Baru Teapod Residence

Xiao masih terus berusaha berinteraksi dengan Yaoyao selama perjalanan mereka menuju Teapod Residence, gadis itu luluh ketika Xiao menyentuh pucuk rambutnya di saat pria itu sudah menyerah.

Yaoyao adalah gadis yang selamat dari dua kejadian besar di Teyvat, Perang Archon kedua dan yang baru-baru ini, Cataclysm. Ia ditemukan oleh Xiao saat pria itu sedang beristirahat di perbatasan Liyue dan Sumeru kala itu, hidup pontang-panting tanpa arah membuat Xiao iba dan membangunkan rumah untuknya di sekitar Gunung Tianheng serta memberikan uang yang cukup sebelum meninggalkan gadis itu dalam waktu yang lama.

“Di perumahanku, akses internet sudah ada dan kencang! Soalnya banyak yang memakai internet untuk keperluan bekerja contohnya, atau sekadar jalan-jalan di internet untuk membeli baju mereka gitu,” cerita Xiao tersenyum dan penuh antusias.

Yaoyao hanya membalas senyumnya sebentar lalu kembali murung seperti biasa, gadis berusia 18 tahun itu masih belum terbiasa dengan segala kebaikan yang Xiao berikan kepadanya.

“Sebentar lagi kita sampai, aku juga sudah belikan gawai untukmu, sudah ada nomorku dan Kak Ayu di sana. Kamu bisa minta sama warga yang lain kalau misalnya ada apa-apa jadi enak komunikasinya,” lanjut Xiao setelah memberikan gawai tersebut kepada Yaoyao.

“Terima kasih,” balas Yaoyao singkat.

Sesampainya di sana, suasana Teapod Residence terlihat pelik, padahal ia baru meninggalkan perumahan itu tadi malam.

Dua kubu besar sedang bertatap-tatapan di depan rumah mereka masing-masing, kubu bapak-bapak yang diketuai oleh Itto sementara kubu ibu-ibu diketuai oleh Sara.

Sara dan yang lainnya tinggal di pekarangan rumah Keluarga Geo, sementara yang lainnya harus sempit-sempitan di rumah Kaeya karena memang posisi bangunan itu saling berhadapan.

“Apa lo?” ujar Itto sambil mendongakkan kepalanya, kacamata hitamnya ia letak di atas kepalanya atas saran dari Venti.

Sara hanya menatap Itto kesal, melihat gaya kekasihnya justru membuatnya semakin murka, apalagi kaum adam Teapod Residence malah melakukan tarian aneh yang diajarkan oleh Itto.

“Gue gak ikutan!” sentak Diluc kesal karena ditarik-tarik oleh Thoma.

“Gue juga gak mau, Bang! Tapi ikut ajalah!” ajak Thoma pasrah.

Venti ikut-ikutan di depan yang lainnya, kemampuan menarinya justru lebih baik walaupun role model-nya adalah Itto. Ia sengaja memamerkan kemampuannya hanya untuk melihat reaksi menggemaskan dari istrinya Barbara.

“Ih, Pepen jago banget narinya,” gumam Barbara pelan.

Lisa langsung menjitak kepala perempuan bersurai pirang itu untuk menyadarkannya.

“Berhasil, Bro! Istri lo gak tahan!” bisik Itto masih sibuk meniru gaya Venti.

“Tapi istri lo enggak, Bang! Lihat, tuh!” tunjuk Venti ke arah Sara yang masih menatap Itto tajam.

“Lo gak tahu bini gue! Makin tajam tatapannya makin suka berarti!” balas Itto sambil tertawa.

Semua yang dikatakan oleh Itto tidak benar, Sara justru semakin kesal melihat Itto yang semakin menjadi, rasanya ia ingin datang ke sana lalu menghajarnya hingga pingsan. Namun peraturan baru yang dicanangkan oleh Kaeya sebelum mereka menandatangani surat perjanjian itu adalah kedua kubu bebas saling perang atau menggoda lawannya dengan cara apa pun, dan ini adalah cara pertama bapak-bapak untuk membuat lawannya menyerah sebelum bertanding.

“Mereka kenapa, sih?!” sentak Xiao kesal melihat tingkah Itto dan yang lainnya.

Yaoyao tak berekspresi sedikit pun, ia tak begitu mengerti apa yang dilakukan oleh manusia-manusia unik di perumahan ini, namun lamunannya pecah saat Yun Jin dan Sayu datang menghampiri mereka.

“Om! Ini tetangga baru kita, ya? Kata Mama begitu,” tanya Yun Jin dengan lembut.

“Bukan, mungkin yang Mama kamu maksud orang lain, tapi itu kenapa, sih, orang tua kalian?” balas Xiao masih malu melihat apa yang ada di depannya.

“Mereka lagi perang!” balas Sayu antusias.

“Kamu kenapa jadi pirang sekarang?” Xiao semakin bingung dengan apa yang terjadi saat ini.

“Sekarang Sayu Celestia Kuno, Om! Lihatlah! Pirang keemasan!” tunjuk Sayu ke atas kepalanya.

“Oh, iya! Kenalan dulu! Aku Yun Jin dan ini saudaraku namanya Sayu!” ucap Yun Jin kepada Yaoyao sambil mengulurkan tangannya.

“Halo, aku Yaoyao,” balas Yaoyao singkat.

“Ih, Kakak Yaoyao cantik rambutnya, nyalon di mana, Sis?” tanya Sayu mengikuti gaya ibu-ibu sosialita dari komplek seberang.

Yaoyao terkekeh melihat gaya glamor yang dibuat-buat oleh Sayu, hal ini akhirnya membuat Xiao dapat bernafas lega karena selama ini sudah khawatir kalau Yaoyao sudah tidak memiliki kemampuan untuk merasakan apa-apa lagi.

“Kakak! Kalau ketawa lucu tahu!” seru Yun Jin mengagumi manisnya wajah Yaoyao.

“Ah... Enggak!” bantah Yaoyao tersipu malu.

Xiao mendorong lembut tubuh Yaoyao ke arah Yun Jin dan Sayu lalu berjalan ke arah kumpulan bapak-bapak perumahan, netra mereka bertemu dan Xiao mengisyaratkan kepada gadis bersurai coklat itu kalau ini adalah suasana baru yang akan menjadi kesehariannya di masa depan.

Namun, sayangnya Yaoyao tak paham dengan kedipan mata Xiao hingga ia hanya bisa mengartikan kedipan itu sebagai tanda bahwa Xiao izin sebentar ke kamar mandi.

**

Raiden Ei dan Yae Miko turun dari Narukami Shrine, keduanya terlihat datar diikuti oleh beberapa gadis kuil yang sedang membawa beberapa barang bawaannya.

“Kamu yakin?” tanya Raiden Ei ragu.

Yae Miko hanya membalasnya dengan senyuman, “Percaya padaku, kamu butuh suasana baru,”

“Bilang saja kamu mau berduaan sama Tuan Kamisato, bukan?” Ledek Ei sinis.

Yae Miko terkekeh mendengar ucapan Celestia dari Euthymia tersebut lalu mengangguk setuju dengan perkataannya.

“Tuh, kan!”

“Bercanda, jangan terlalu serius,” balas Yae Miko sebelum semuanya keterlaluan.

Sebuah mobil di ujung Narukami Shrine sudah terparkir, seorang pria bersurai biru keluar dari mobil tersebut lalu berlari kecil ke arah Raiden Ei dan Yae Miko.

“Mana yang mau dibawa?” tanya Ayato dengan anggun.

“Baik sekali kekasihmu,” bisik Raiden Ei.

Ayato mengambil dua koper yang paling besar lalu meletakkannya di bagasi mobil, Raiden Ei dan Yae Miko sudah tiba di depan mobil milik Ayato.

“Kata Yae kamu cuti?”

“Ya, kebetulan saya tidak ada pekerjaan selama beberapa hari terakhir,” balas Ayato cepat.

“Kalau begitu menganggur? Bukan cuti?” tanya Raiden Ei heran dengan makna ucapan Ayato.

“Ah, maaf. Maksud saya saat ini Inazuma baik-baik saja, apalagi semenjak kita sudah bergabung dengan Klan Sangonomiya di kursi pemerintah, semua keamanan dan teknologi benar-benar diurus oleh mereka dengan baik,”

Perempuan bersurai ungu itu tersenyum, Raiden Ei melihat ke sekeliling sebelum kepergiannya dari Inazuma. Bunga Sakura yang berjatuhan akan selalu menjadi sesuatu yang dirindukan olehnya, setelah Raiden Ei masuk ke dalam mobil, ia melambaikan tangannya kaku ke arah Yae Miko sebelum menutup kaca mobilnya dan berangkat menuju Teapod Residence.

“Aku tak bisa membayangkan akan menjadi seperti apa perumahan itu nantinya,” gumam Yae Miko sambil tertawa.

**

Yelan keluar dari mobil biru miliknya, ia sudah memarkir kendaraan pribadinya di dekat fasum perumahan Teapod. Setelah mengambil koper di bagasi, ia berjalan mencari rumah ketua RT di perumahan tersebut.

Belum sampai di area perumahan, ia sudah dicegat oleh pria bersurai ungu yang sedang berusaha mendatarkan wajahnya di saat rasa ingin memaki sudah tak terkendali.

“Kau mau ke mana?” tanya Scaramouche dengan wajah kesalnya.

“Kau tak perlu tahu, aku penghuni baru perumahan ini,” balas Yelan singkat.

Mona dan Nara kembali dari area perumahan Teapod lalu mengajak Scaramouche dan Yelan menuju rumah RT Teapod.

“Mereka lagi ada kegiatan katanya, jadi semua tugas RT dibebankan ke Kujou Sara,” ucap Mona pelan.

“Lo jangan gampang percaya sama omongan mereka,” balas Scaramouche kesal.

“Ayah, gak boleh manggil Ibu seperti itu lagi!” timpal Nara, putri dari Mona dan Scaramouche.

“Aduh, maaf, Sayang! Ayah gak sengaja!” raut wajah Scaramouche berubah drastis ketika anaknya sudah merengek kesal dengan kelakuannya.

Yelan mendengus kesal melihat tingkah calon tetangganya itu, saat mereka hampir tiba di rumah Keluarga Geo, muncullah kembang api yang meledak di siang hari.

“GUE BELI DARI SOHIB GUE, NIH! KEREN GAK?!”

DUAR

DUAR

DUAR

“ITTO, GOBLOK!”

“TELEPON PEMADAM KEBAKARAN SEKARANG!”

“GAK BOLEH MEGANG HAPE!”

“TERUS GIMANA INI?!”

“AYO BAHU MEMBAHU GUYUR APINYA!”

Para ibu-ibu keluar dari rumah Keluarga Geo, melihat api yang mulai menjalar ke rumah mereka membuat perempuan bersurai ungu itu langsung mengambil ponselnya untuk menelepon unit pemadam kebakaran.

“Halo! Tolong kirimkan unit kebakaran ke sini segera! Di Teapod Residence RT 01!”

Wajah panik Sara justru menjadi tanda bahwa kemenangan ada di tangan kaum adam Teapod.

“HA! KALAH! IBU-IBU KALAH! KITA MENANG, GUYS!” seru Itto kegirangan.

“TAPI MASIH KEBAKARAN, ITTOLOL!”

“WOY, BURU AMBIL SELANG! INI ADA KERAN DI DEPAN!”

Scaramouche berbalik arah namun ditahan oleh Mona, perempuan bersurai hitam itu juga lebih geram dari suaminya, hanya saja senyum yang terpancar di wajahnya bisa menipu Nara yang masih sibuk melihat kembang api.

“Ini karena lo menang warisan makanya kita jadi tinggal di sini!” sentak Mona sambil menahan suaranya.

“Lo sendiri yang tanda tangan! Udah enak kita tinggal di Fontaine!” balas Scaramouche tak mau kalah.

“Gue gak tahu kalau tetangga lo kayak gini!”

Dari arah yang berbeda, Ayato dan Raiden Ei ikut memandangi kembang api yang berhasil membakar area depan perumahan tersebut.

“Baru datang sudah kebakaran?” gumam Raiden Ei panik.

“Selamat datang di Teapod Residence,” hibur Ayato sama paniknya dengan sang Celestia.