auteurlavie

the girl's who love writing

Jongseong turun dari tempat tidurnya, dan menghela nafasnya waktu lihat Sunghoon lagi nyembunyiin kepalanya sama selimut, padahal posisinya Sunghoon lagi senderan di headboard kasurnya.

“Woi jelek?!”

Sunghoon langsung buka selimutnya, kelihatan banget kalo mukanya merah karna nangis, Jongseong ketawa terus duduk di samping ranjang Sunghoon.

“Ngapain sih pakek nangis segala?”

Tanya Jongseong, perlahan ibu jarinya mengusap pelan sisa air mata Sunghoon, dimana keduanya langsung merasakan sesuatu yang berbeda. Ada perasaan hangat yang mengalir di antara keduanya.

“Gak tau, gua tiba-tiba jadi sedih aja”

Jawab Sunghoon, masih sesegukan. Jongseong tersenyum lalu mengelus puncak kepala Sunghoon.

“Jangan sedih ya, gua gak akan ninggalin lo kok. Kalo pun gua atau lo nantinya udah punya soulmate kita kan masih bisa sama-sama, kaya Jake sama Heeseung. Mereka masih bisa berteman dengan baik kan?”

Sunghoon hanya mengangguk, hatinya tiba-tiba menjadi lebih gusar. Karna sekarang tatto miliknya tersambung ke milik Heeseung. Jadi antara dia atau Jungwon, salah satu dari mereka mungkin tidak akan bertahan lama di dunia ini.

Kemungkinan besar adalah dirinya, karena tatto miliknya terlambat datang

“Heh?! ngapain bengong!”

Sunghoon tersentak, namun kemudian ia tersenyum.

“Mau gua temenin gak tidurnya? kayanya lo lagi banyak pikiran ya?”

Sunghoon terdiam sesaat, memang ketika ia banyak pikiran ia selalu susah tidur dan Jongseong selalu mememaninya sampai ia tertidur pulas.

“Selagi lo belum punya soulmate gak papa kan?”

Jongseong terkekeh, kemudian mengangguk.

Sunghoon menggeser posisinya dan memberikan space kosong untuk Jongseong, Jongseong naik ke kasur milik Sunghoon.

“Ya udah tidur ya, besok lo kelas lagi soalnya”

Sunghoon mengangguk, mengambil posisi tidur. Jongseong pun melakukan hal yang sama, mereka tidur dengan posisi saling berhadapan.

“Jong?”

“hmm?”

“Gua mau peluk lo boleh?”

Jongseong tidak menjawab, ia menarik Sunghoon ke dalam pelukannya dan mengelus kepala Sunghoon bagian belakang sedangkan Sunghoon menenggelamkan kepalanya pada dada bidang Jongseong dan tangannya melingkar pada pingang Jongseong.

“Lupain semua yang ada di pikiran lo saat ini ya, istirahat aja dulu”

Bisik Jongseong sambil mengelus pelan punggung Sunghoon dan kepala Sunghoon. Secara perlahan Jongseong bisa merasakan deru nafas teraturan dari Sunghoon, yang berarti Sunghoon sudah tertidur dalam pelukannya.

“Gua bakal selalu ada buat lo, gua juga yang bakal bantuin lo Hoon”

Jongseong mencium pelan puncak kepala Sunghoon sebelum akhirnya ia tertidur sambil memeluk Sunghoon.

If we can't see from tomorrow

Don't forget me who always struggling to even look at you It's okay even if it's late, just come to me

Park Jongseong, pria itu menghela nafas beratnya dan memijat pelan pelipisnya. Akhir-akhir ini pikirannya terlalu kacau, semua yang terjadi tidak berjalan sesuai dengan kehendaknya.

Jongseong menatap ke arah kalender dan jam yang ada di samping meja kerjanya, bahkan ini sudah pukul delapan malam dan ia masih terjebak di meja kerjanya.

Apa ia terlalu gila bekerja? Tidak, Jongseong bukan tipe gila kerja. Hanya saja ia termasuk ke dalam tipe melimpahkan segalanya pada pekerjaannya, agar melupakan sesuatu yang ingin ia lupakan.

Melupakan sesuatu dengan bekerja adalah kebiasaan Jongseong sendari dulu. Sama halnya dengan sekarang.

Jika dulu akan ada selalu sosok yang memarahinya, sekarang tidak ada sosok yang seperti itu. Yang membuat Jongseong benar-benar tidak mengatur jam kerjanya dengan baik.

Ia menatap kalendernya kembali. Disana ada satu tanggal yang sudah ia lingkari dengan spidol tinta merah, dan memberi memo kecil disana. Hanya saja, tinggal tiga hari lagi menuju tanggal tersebut. Semua rencana yang sudah Jongseong buat hancur berantakan.

Ia tidak mengerti kenapa hidupnya harus seperti ini? Dia tidak bisa menyalahkan siapapun atas kejadian ini. Ini semua murni karna kesalahannya. Ia menyalahkan dirinya sendiri.

Aku tidak bisa melihatnya, dunia tanpa dirimu. Memikirkannya saja itu membuatku sakit

Harusnya Jongseong tau, bahwa mungkin saja sekarang dunianya benar-benar sudah pergi darinya. Dunianya yang selama ini selalu menemani Jongseong. Disetiap musim mereka lalui bersama. Dunianya yang selalu membuat Jongseong tersenyum bahagia. Sekarang Dunianya pergi darinya, meninggalkannya seorang diri.

Aku takut tidak bisa membanyangkan diriku tanpa dirimu Seperti anak yang tersesat

Jongseong membuka pintu apartemennya dan terdiam sesaat, biasanya akan ada sosok yang menyambutnya dengan senyum manis.

Sosok yang selalu menjadi tempatnya berkeluh. Sosok yang dengar sabarnya mendengarkan setiap cerita miliknya. Sosok yang menjadi Dunianya.

Jongseong tersenyum pedih, matanya tiba-tiba terasa perih ketika ia semakin berjalan masuk ke dalam apartemennya. Jongseong menghentikan langkahnya di depan dapur miliknya, untuk mengambil air minum. Tenggorokannya sekarang terasa sungguh kering.

Matanya tidak lepas dari setiap inci dapur apartemennya, biasanya di pagi hari akan ada sosok yang sibuk menyiapkan sarapan untuknya, ketika malam ada sosok yang sibuk menyiapkan makan malam untuknya. Dan sekarang dapur itu benar-benar menjadi kosong. Tidak tersentuh sama sekali.

Malam itu, malam sebelum semuanya terjadi. Mereka tengah berbaring di kasur besar milik Jongseong dengan bercerita apa saja yang mereka lalukan sepanjang hari ini. Jongseong yang mengomel akan rekan kerjanya yang sungguh sangat menyebalkan dan sosok yang bersandar pada dada bidangnya mendengarkan dengan sesama. Semua terasa biasa, tidak ada hal aneh.

“Jong, gimana kalau misalnya mulai besok kita tidak bisa melihat satu sama lain?”

Pertanyaan itu keluar dari bilah bibir merahnya, sambil menatap ke arah Jongseong dengan mata berbinar. Jongseong hanya tersenyum sambil mencubit ujung hidung sosok didepannya pelan.

Aku sungguh tidak bisa, tidak bisa walau hanya sehari saja

Dan Jongseong tidak pernah menyangka jika malam itu adalah malam terakhir bagi mereka untuk saling melihat satu sama lain.

Itu takkan pernah berubah, musim-musim tanpa dirimu

Aku berhenti di musim saat pertama kali aku berjumpa denganmu

Jongseong membawa satu bucket bunga di tangan kanannya, bunga Baby Breath. Bunga yang selalu menjadi favoritenya sampai kapanpun. Jongseong menghentikan langkahnya dan menghela nafas sambil berjalan keluar dari apartemennya.

Hari ini adalah tanggal yang diberi tanda merah oleh Jongseong di setiap kalender yang ada di apartementnya.

Bahkan saat aku menutup mataku dan mendengar suara langkahmu

Aku bisa tahu bahwa kau tengah datang padaku

Apakah kau tau? Bahwa aku benar-benar mencintaimu? Tidak bisakah kau melihatnya?

Aku menunggumu disini

Aku merasa suatu saat nanti aku bisa meraihmu

Seperti itulah betapa sulitnya bagiku jika tidak melihatmu

Jangan lupakan aku, karena aku tidak pernah melupakanmu

Meskipun sedikit terlambat, Kau bisa datang padaku

Jongseong meletakan bunga yang ia bawa pada sebuah lemari kaca, menampilan sebuah piguran berbentuk kecil. Sosok yang tersenyum manis.

“Jong kamu tau seberapa besar perasaanku padamu?”,

Jongseong mengangguk dan tersenyum pelan.

“tidak ada yang bisa menandinginya”

Jongseong mengacak surai hitam sosok tersebut sambil tersenyum pelan.

Alasan mengapa aku begitu mencintaimu. Kamu adalah kamu dengan segala yang ada padamu

Jongseong menutup matanya untuk beberapa saat, merasakan kehadiran sosok Dunianya

“Aku kangen kamu,Hoon” tangan Jongseong terangkat untuk menyentuh piguran tersebut dari balik lemari kaca yang begitu tinggi tersebut. “Malam ini tolong temui aku ya, aku kangen sama kamu. Pengen ketemu kamu” Jongseong tersenyum dan mengeluarkan sebuah kotak berwarna merah dan membuka lemari kaca tersebut dan menyimpannya di samping piguran tadi.

“Harusnya hari ini, aku lamar kamu. Tapi aku tetep bakal ngelamar kamu. Dan aku harap di kehidupan selanjutnya kita bisa bertemu lagi”

”From Park Jongseong to My World Park Sunghoon”

I wanna Have

Heeseung dari bangku penonton menatap ke arah panggung teater sekolah mereka, hari ini tepat festival musim panas sedang di lakukan dan sekarang anak-anak dari kelas musik sedang menampilkan penampilan mereka. Matanya tidak pernah lepas dari sosok laki-laki yang tengah memainkan biolanya.

너의 이름까지 갖고 싶어 Aku menginginkanmu, bahkan namamu

너의 눈빛 작은 손짓 하나까지 Matamu, bahkan gerak tubuhmu yang terkecil sekalipun

Heeseung mengulas senyum kecilnya, kalau boleh jujur ia sudah memperhatikan sosok yang sedang bermain biola di depan sana sekitar satu tahun belakangan ini. Dimulai ketika festival musim panas tahun lalu, dimana anak-anak kelas tari mendapat kesempatan untuk datang ke gedung musik dan belajar bersama untuk kolaborasi yang akan mereka lakukan.

Saat itu, Heeseung yang sedang sibuk dan fokus berlatih secara tidak sadar menjadi pusat perhatian anak-anak kelas musik yang ingin memakai ruang latihan juga.

Dan ini sudah satu tahun ia menyembunyikan semua rasa sukanya pada sosok di depannya. Sebenarnya Heeseung adalah tipe yang sangat sulit untuk menyukai seseorang, padahal ia termasuk ke dalam jajaran orang yang ingin di ajak berkencan oleh sebagian besar siswa dan siswi di sekolah mereka.

Bahkan ia tidak perduli jika teman satu kelas tarinya yang selalu mengejeknya karena ia tidak memiliki kekasih atau orang yang disukai, tapi untuk sekali lagi namanya juga Heeseung. Mana perdulidengan hal-hal seperti itu. Lagian juga ia tidak memberitahu siapa-siapa perihal ketertarikannya pada sosok yang baru saja mendapat tepukan tangan paling banyak tersebut.

“Setelah acara ini, Yoo Sam ingin mengajak kita makan malam bersama”

Heeseung menoleh ketika Jongseong, teman satu kelasnya yang kebetulan duduk di sampingnya berkata.

“Katanya kali ini akan makan malam bersama dengan anak kelas musik, bukankah sungguh sangat sayang jika tidak pergi?”

Jongseong menaikan turunkan halisnya, sedangkan Heeseung hanya memberi respon seadanya saja. Padahal dalam dirinya ia sungguh sangat senang bisa bertemu dengan orang yang bisa membuat hatinya berdebar hanya mendengar namanya melihat senyumnya saja.

숨겨왔던 마음이 자꾸만 새어 나와 Perasaanku yang tersembunyi terus merembes keluar

너를 보면 마주 보면 Kapanpun aku melihatmu

어지러워 너무나 예쁜 걸 Aku sangat pusing, kau sangat cantik

Heeseung tidak bisa untuk tidak berhenti menatap sosok yang baru saja masuk kedalam ruangan di mana tempat makan malam mereka dilaksanakan, jadi dirinya dan juga kedua temannya Jongseong dan Taehyun sudah sampai terlebih dahulu bersama dengan beberapa anak dari kelas tari, lalu disusul beberapa anak-anak dari kelas musik dan yang terakhir barulah muncul dua orang yang memang sendari tadi di tunggu kedatangannya. Alasan mereka berdua datang terlambat adalah karena mereka baru saja selesai mengadakan pertemuan dengan dewan sekolah untuk lomba musik clasik minggu depan.

Pandangan Heeseung dan sosok tadi bertemu yang membuat Heeseung terkejut dan langsung mengalihkan pandangannya ke segala arah, jantungnya kembali berdebar dengan cepat dan ia mengatur nafasnya.

Satu hal yang tidak pernah Heeseung pikirkan akan terjadi dalam hidupnya, tepat sekali sosok yang begitu ia kagumi saat ini duduk di hadapannya karena memang hanya mejanya yang tersisa untuk mereka.

“Wah, bukan kah ini Lee Heeseung? Pria yang terkenal di seluruh sekolah?”

Heeseung yang sedang meminum tersedak begitu mendengar perkataan dari teman si sosok yang ia kagumi, rasa keterkejutan Heeseung tadi sontak membuat beberapa dari mereka yang kebetulan duduk di meja yang sama dengan Heeseung tertawa. Terutama Jongseong dan Taehyun.

“Tidak... tidak.. aku tidak seterkenal itu”

Heeseung dengan cepat menyangkalnya.

“Merendah untuk meroket ya bung!”

Jongseong memukul pelan lengan Heeseung yang membuat mereka semua tertawa pelan, di hadapannya dan di jarak sedekat ini Heeseung bisa melihat dengan jelas tawa dan senyum manis milik orang tersebut.

너를 보면 마주 보면 Tapi saat aku melihatmu

마음대로 안 돼 Aku tak bisa mengendalikan hatiku

Setelah acara makan malam tersebut Heeseung baru mengetahui namanya, ketika keduanya memutuskan untuk saling berkenalan dan yang membuat Heeseung terkejut adalah ia mengetahui nama Heeseung, lalu mengapa Heeseung tidak mengetahui namanya dan tidak mencoba mencari tau namanya.

Shim Jaeyoon

Bahkan dari namanya saja sudah cantik dan indah.

매일 하루의 끝에 Pada akhir setiap hari

시답지 않은 얘길 하고 싶은데 Aku tak mau mengatakan sesuatu yang tak memuaskan

나의 계절의 끝에서 Tapi di akhir musimku

너와의 얘길 담고 싶어 Aku ingin memulai kisah denganmu

네 마음을 갖고 싶어 Aku ingin memiliki hatimu

갖고 싶어 I Wanna Have

Heeseung harus mulai memberanikan dirinya, mungkin ini adalah kesempatan yang di berikan oleh Dewa Langit padanya untuk bisa dekat dengan Jaeyoon. Dan ia berharap semoga saja apa yang diharapkannya bisa menjadi kenyataan.

Setidaknya walaupun nantinya ia tidak bersama dengan Jaeyoon, ia bisa menjadi lebih dekat dan mengenal Jaeyoon.

Jadi dengan langkah yang mantap, Heeseung mendatangi gedung anak-anak musik ketika kelasnya sudah selesai terlebih dahulu.

Heeseung tersenyum dan melambaikan tangannya begitu ia melihat Jaeyoon keluar dari dalam gedung bersama dengan dua orang temannya.

“Wah sekarang kalo dilihat-lihat ada yang semakin dekat dengan Pangerannya sekolah nih”

Salah satu teman Jaeyoon menyenggol lengan Jaeyoon menggunakan bahunya dan dengan cepat Jaeyoon menggelengkan kepalanya.

“Apaan sih Hoon, kita kan cuma temen”

“Kalo dilihat-lihat kayanya anaknya naksir lu deh Yoon”

Temen Jaeyoon yang lain berkata, sambil menatap kearah Heeseung yang masih tersenyum.

“Gak lah Gyu, mana mungkin orang terkenal di sekolah suka sama gua..”

Jaeyoon berhenti di depan Heeseunng bersama dengan kedua temannya barusan.

“Kesini mau ngapel ya Seung?”

Jaeyoon menyenggol lengan Sunghoon karena perkataan dari Sunghoon sedangkan Beomgyu di samping kanan Jaeyoon hanya terkekeh pelan lalu kemudian pamit pergi dan meninggalkan Heeseung dan Jaeyoon yang masih diam di tempatnya.

“Kenapa ya seung?”

Tanya Jaeyoon dan Heeseung sedikit terkejut dan kemudian tertawa canggung lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam tas besarnya dan menyerahkannya pada Jaeyoon.

“Aku denger kamu suka sama mereka kan? Kebetulan aku di kasih tiket konser mereka dan dapat dua.. dari pada aku kasih Jongseong atau Taehyun yang gak suka nonton begituan, kenapa aku gak coba ngajak kamu aja yang jelas-jelas suka dengan mereka?”

Jaeyoon menatap dua tiket yang ada di tangan Heeseung lalu tersenyum dan mengambil satu tiket dari tangan Heeseung.

“Kalo begitu ayo kita nonton berdua”

너만 생각하면 내 심장이 떨려서 Kapanpun aku memikirkanmu, hatiku bergetar

말하고 싶지만 이리 오래 걸렸어 Aku ingin mengatakan padamu tapi itu butuh waktu lama

Ini sudah hampir akhir musim panas, yang tandanya bahwa Heeseung dan juga Jaeyoon sudah mengenal hampir dua bulan lebih dan hubungannya keduanya pun sudah lumayan dekat, bahkan ada beberapa gosip yang mengatakan bahwa keduanya sudah menjalin hubungan. Namun nyatanya Heeseung masih terlalu cupu untuk mengatakan bahwa ia menyukai Jaeyoon. Tapi ketika ia mendapatkan dorongan dari teman-temannya terutama Jongseong dan Taehyun, Heeseung bertekad untuk mengatakan perasaannya pada Jaeyoon hari ini.

Mengajak Jaeyoon untuk melihat matahari terbenam di sebuah pantai di kota mereka, karena beberapa kali Jaeyoon berkata bahwa ia sangat ingin melihat matahari terbenam.

“Terima kasih karena sudah mengajakku untuk melihat matahari terbenam Heeseung”

Jaeyoon berkata ketika mereka akhirnya sampai di sebuah pantai yang lokasinya tidak terlalu jauh dari pusat kota, hanya membutuhkan waktu satu setengah jam dari pusat kota.

“Bukan kah sudah pernah ku katakan padamu sebelumnya? Bahwa suatu saat nanti aku akan mengajakmu ke sini?”

Jaeyoon tersenyum ia melepaskan sepatu yang ia pakai lalu mulai berjalan ke arah ombak yang menyapu pasir-pasir di pantai tersebut, ia berjalan ke samping dengan kaki yang telanjang dan di sapu oleh ombak-ombak tenang.

Heeseung melakukan hal yang sama, ia melepas sepatunya dan menjinjingnya dan berjalan menghampiri Jaeyoon.

Jadi saat ini keduanya hanya berjalan dengan kaki mereka yang terkena ombak dan juga matahari yang semakin lama semakin turun.

“Aku sangat suka dengan pemandangannya”

Jaeyoon berkata lalu menatap Heeseung.

“Bagaimana denganmu?”

“Aku?”

Jaeyoon mengangguk begitu Heeseung menunjuk dirinya sendiri.

“You my best view”

Jaeyoon menghentikan langkahnya lalu menatap Heeseung yang terlihat berbeda, dari tatapan mata Heeseung.

“Jaeyoon, aku sudah menyukaimu semenjak satu tahun yang lalu. jadi di tempat yang kamu sukai, bisakah kah aku menjadikanmu sebagai masa depanku?”

나의 계절의 끝에서 Tapi di akhir musimku

너와의 얘길 담고 싶어 Aku ingin memulai kisah denganmu

네 마음을 갖고 싶어 Aku ingin memiliki hatimu

II. Hug Me

Sunghoon melirik sekilas pada layar ponselnya, sejam yang lalu mamanya memberi tahu Sunghoon bahwa calon suaminya akan menjemput Sunghoon di kampusnya, mereka akan makan siang bersama dan membicarakan tentang pernikahan mereka.

Awalnya Sunghoon menolak untuk di jemput, tapi mamanya tetap memaksa Sunghoon untuk di jemput oleh Jongseong.

Sebuah deringan dari nomor tidak dikenal masuk ke dalam ponselnya dan tanpa ragu Sunghoon mengangkatnya, mungkin saja ini Jongseong.

“Halo, Sunghoon? Ini aku Jongseong, sekarang aku berada di gedung bisnis. Kamu ada di gedung mana?”

Sesuai dugaan Sunghoon, panggilan dari nomor tidak di kenal tadi adalah milik Jongseong.

“Aku ada di gedung musik A, kalau kakak tidak tau biar  aku jalan ke gedung bisnis saja”

Sunghoon berkata sambil membawa tas biolanya, lalu melambaikan tangan pada Minhee, teman satu falkutasnya yang memang kebetulan mereka berdua tadi sedang sedikit mengobrol.

“Tidak apa-apa kamu tunggu di depan saja, aku akan kesana”

Panggilan terputus secara sepihak, membuat Sunghoon menghela nafasnya cukup panjang. Ia berjalan ke arah depan gedung falkutasnya bertepatan dengan mobil sport berwarna hitam yang berhenti di depannya, pintu kaca mobil diturunkan dan Sunghoon bisa melihat Jongseong disana tersenyum kearahnya lalu memberi kode pada Sunghoon agar masuk dan menyuruh Sunghoon untuk menyimpan biolanya di bagasi belakang.

“Seharusnya tidak perlu repot-repot untuk menjemputku, kakak bisa menolak permintaan mereka. Kantor kakak dengan kampus ini sangat jauh”

Sunghoon berkata sambil memasang safety beltnya, sedangkan Jongseong tidak menjawab sama sekali, memilih untuk tersenyum kecil lalu menjalankan mesin mobilnya.

Tidak ada pembicaraan dari keduanya, mereka hanya terlalu asik dalam pikiran mereka masing-masing. Lagian ini adalah pertemuan kedua mereka setelah makan malam minggu lalu, jadi rasanya masih terasa canggung untuk keduanya memulai perbincangan.

Sunghoon melirik sekilas pada foto yang mengantung di dekat kaca tengah mobil milik Jongseong, tidak begitu jelas, tapi yang Sunghoon lihat sepertinya itu foto Jongseong bersama dengan seseorang.

Ponsel milik Jongseong berbunyi membuat Jongseong menekan tombol yang ada pada stir mobilnya, tombol yang memang di khususnya untuk menyambungkan dengan ponsel dan juga hearphone yang ada di telinga Jongseong, yang memastikan bahwa ketika kita menyetir akan dalam keadaan aman, jika ada panggilan tiba-tiba.

“Maaf, Jake. Aku tidak bisa mengantarmu siang ini”

Sunghoon menatap jalanan, menatap bagaimana indahnya kelopak bunga sakura yang berjatuhan tidak teratur dan yang terbawa angin.

Sunghoon selalu menyukainya.

“Hmm.. nanti malam aku akan kerumahmu”

Jongseong mematikan panggilannya dan melirik ke pada Sunghoon sekilas, Sunghoon masih setia menatap jalanan dari dalam jendela.

“Yang tadi menelepon adalah kekasihku, yang fotonya kamu lihat barusan”

Sunghoon menoleh pada Jongseong yang masih fokus menyetir.

Untuk apa Jongseong memberitahunya tentang hal ini?

“Maaf Sunghoon, jika ini membebanimu. Aku tidak bisa menolak perjodohan kita”

Jongseong berkata sambil sesekali melirik ke arah Sunghoon dan depan secara bergantian, Sunghoon menarik bibirnya dan tersenyum pelan.

“Jangan meminta maaf padaku, seharusnya aku yang meminta maaf. Pasti sangat berat bukan bagi kakak? Ditambah kakak mempunyai seseorang yang kakak sayangi”

Jongseong tersenyum mendengar perkataan dari Sunghoon tadi sebelum pada akhirnya mereka berhenti di tempat tujuan mereka, dan dari kaca luar tempat tersebut mereka bisa melihat kedua ibu mereka sedang berbincang-bincang sambil beberapa kali tertawa.

“Ayooo”

***

Tidak cukup banyak yang di lakukan hari ini,mereka hanya pergi ke tempat cincin untuk memesan cincin sedangkan ke tempat pemesanan baju akan di lakukan di hari Weekend nanti, lagian ini sudah saatnya Jongseong kembali ke kantor. Jadi Jongseong pamit terlebih dahulu untuk segera ke kantor meninggalkan ibunya dan juga ibu Sunghoon bersama dengan Sunghoon.

“Sunghoon, maaf ya kalau Jongseong terkesan dingin padamu. Tapi percaya saja, ia mempunyai sisi yang hangat kok”

Nyonya Park ibu Jongseong berkata sambil meraih tangan Sunghoon dan mengelusnya pelan, saat ini mereka sedang berada di sebuah restoran di salah satu mall di kawasan ini, dengan Sunghoon yang duduk di samping ibu Jongseong.

“Tidak apa-apa tante, saya memakluminya”

“Jangan seformal itu Sunghoon, aku ini adalah ibumu juga. Panggil saja mama ya” Sunghoon tersenyum dan mengangguk kecil, membuat kedua wanita di depannya tersenyum segera tersenyum pada Sunghoon.

“Kamu pasti sudah tau jika Jongseong memiliki kekasih kan?”

Sunghoon yang sedang memakan makanannya hampir saja tersedak lalu menatap kepada ibu Jongseong yang terlihat sedang melilitkan pastanya pada garpunya dan langsung memasukannya ke mulutnya.

“Sejujurnya aku tidak terlalu suka dengan kekasih Jongseong yang sekarang itu, awalnya aku pikir Jongseong akan menolak perjodohan ini. Tapi ia terlalu sayang pada neneknya” ibu Jongseong berkata lagi sambil mengembungkan pipinya.

“Tapi tenang saja Sunghoon. Mama akan pastikan jika Jongseong tidak akan menyakitimu dan akan menyanyangimu. Pilihan neneknya tidak akan salah”

***

Sunghoon menepuk jidatnya sebentar, biolanya masih berada di bagasi mobil milik Jongseong. Bagaimana ia bisa melupakan benda yang sudah seperti menjadi belahan jiwanya itu, sekarang bukan masalah jika Sunghoon masih memiliki empat biola di lemarinya.

Hanya saja biola yang tertinggal di bagasi mobil Jongseong adalah biola kesayangannya dan biola yang selalu menemani Sunghoon berlatih.

Sunghoon menghela nafasnya, mungkin malam ini lebih baik ia beristirahat saja dan tidak bermain biola. Dari pada permaiannya jelek dan tidak enak di dengar.

Sunghoon berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya sebelum pergi tertidur. Ia akan tidur cepat malam ini.

***

Jongseong memasukan beberapa digit angka pada pintu apartemen, dan begitu pintu itu terbuka ia langsung segera masuk. Mencari sosok yang ia cari, yang tidak kunjung membalas pesannya dan mengangkat teleponnya semenjak tadi sore, membuat fokus kerjanya teralihkan beberapa kali.

“Jake? Jake? Apa kamu ada didalam?” Jongseong berkata, ia menaruh tasnya pada sofa dan melepaskan jas kerjanya begitu saja, menyisakan kemeja putihnya.

Jongseong masuk ke dalam kamar milik jake dan mendengar suara kran kamar mandi yang baru saja di matikan, lalu menampilkan sosok Jake yang keluar menggunakan bathrobenya, Jake menatap Jongseong dengan menaikan sebelah halisnya.

“Ngapain ke sini? Bukannya kamu sibuk ngurusin perjodohan kamu?”

Jake berjalan ke arah lemari bajunya, untuk mengambil baju tidurnya. Jongseong menghela nafasnya lalu duduk di pinggiran ranjang milik Jake.

“Tidak bisakah kau berjuang bersama ku? Maksudku, kita bisa membatalkannya bersama-sama Jake” Jongseong berkata, kepalanya menunduk dan matanya menatap jari-jari kakinya yang ia gerakan dan masih terbungkus kaos kaki hitam miliknya.

“Tidak ada gunanya Jongseong, keluargamu bahkan tidak menyukaiku bahkan disaat awalnya hubungan kita” Jake berkata lalu ia melepaskan bathrobenya dan memakai baju tidurnya.

“Kalau begitu ayo kita kabur, dan hidup bahagia berdua” Jongseong beranjak dari duduknya dan menghampiri Jake, memeluk Jake yang tengah mengancingkan baju tidurnya.

“Kita pergi dari sini, tinggalkan semuanya dan hidup berdua. Bagaimana?” Jake membalikan badannya, menatap wajah lelakinya yang terlihat berantakan dan kacau. Jake membawa tangannya untuk mengelus pelan setiap inci wajah lelakinya tersebut.

“Dan keluargamu akan membunuh kita berdua Jongseong, kau tau ada istilah bahwa cinta tidak harus memiliki?” Jake berkata kini matanya menatap dalam-dalam pada manik mata Jongseong.

“Dari awal itulah takdirmu Jongseong, kamu tidak bisa lari darinya” Jake tersenyum pelan sedangkan Jongseong menghela nafasnya sambil menatap Jake dalam.

“Jadi kamu melepaskan ku begitu saja?” Jake tersenyum dan mengangguk kecil, ia membawa dirinya untuk mengecup singkat bibir milik Jongseong.

Jongseong menatap Jake cukup dalam, kemudian ia menarik tengkuk milik Jake dan membawa Jake kepada ciuman panas mereka malam itu.

Aku hanya butuh kamu di dalam hidupku, tidak ada yang lain.

Jongseong memengang dadanya yang terasa sakit, dan membuat teman-temannya melihat ke arah Jongseong.

“Lo gak papa jong? Muka lo kok pucet banget?”

Taehyun yang ada di hadapan Jongseong bertanya, dan Jongseong menggeleng pelan kemudian pamit ke kamar mandi.

Semua yang ada disana menatap Sunghoon yang terdiam sesaat.

“Hoon, jangan bilang?”

Huening Kai berkata, menebak apa yang ada di pikirannya saat ini.

Jake dan Heeseung saling memandang satu sama lain,

“Tatto Jongseong muncul?”

Ucap Jake memastikan, dan mereka semua menatap Jake kemudian menatap Sunghoon yang masih diam.

“Hoon, muka lo pucet banget? Padahal tadi gak kenapa-napa?”

Jake langsung mendekat, melihat pucatnya wajah Sunghoon di sertai banyaknya keringat yang keluar.

“Gua mau check Jongseong dulu”

Sunghoon bangun dari duduknya, belari ke kamar mandi apartemen mereka untuk melihat ke adaan Jongseong.

“Jong!! Jong!!”

Sunghoon mengedor pintu kamar mandi, dan dari dalan terdengar suara Jongseong kemudian pintu yang terbuka.

Jongseong tersenyum dan mengatakan bahwa ia baik-baik saja.

“Jong, gua! Gua bisa lihat tatto lo”

Perkataan dari Sunghoon tadi membuat Jongseong terkejut.

“Tatto gua? Maksud lo, lo bisa lihat tatto gua?”

Sunghoon tersenyum dan mengangguk, ia menarik tangan Jongseong kemudian menyentuh pergelangan tangan Jongseong.

“Bentuknya belum pasti sih, tapi disini. Gua lihat sekilas waktu lo ngerasa sakit”

Sambung Sunghoon, ia menatap Jongseong.

Sejujurnya di dalam hati Sunghoon, ia tidak suka. Ia tidak suka jika Jongseong mendapatkan tattonya, karena itu tandanya ia tidak bisa bersama dengan Sunghoon.

“Jadi pada akhirnya gua bakalan punya soulmate?”

Tanya Jongseong dan Sunghoon mengangguk kecil sambil tersenyum. Jongseong menghela nafasnya

Ia merasa tattonya muncul bukan pada tempatnya, ia berharap tattonya tidak muncul setelah ia berhasil menghapus tatto Sunghoon dan Heeseung seperti apa yang dikatakan oleh Beomgyu tempo hari yang lalu.

“Woi, lu berdua baik-baik aja kan?”

Sunghoon dan Jongseong berbalik, menatap Taehyun yang berdiri diikuti Huening Kai, Heeseung dan Jake di belakangnya.

Menatap Sunghoon dan Jongseong penuh tanda tanya.

“Sorry.. sorry.. kita berdua baik-baik aja kok”

I. Hug Me

Terkadang setiap orang ingin memiliki kisah mereka sendiri, bagaimana mereka membuat cerita mereka sendiri, bagaimana mereka bisa  membuat alur cerita mereka sendiri. Tidak ada unsur paksaan atau unsur lainnya. Setidaknya  biarkan mereka hidup dengan pilihan mereka sendiri.

Park Sunghoon, diusianya  yang hampir menginjak dua puluh lima tahun ia terpaksa harus mengakhiri masa mudanya dengan laki-laki pilihan kedua orang tuanya. Ia sama sekali tidak bisa menolak apa yang sudah di rencakan oleh kedua orang tuanya, secara garis besarnya ia di jodohkan.

He have rich people problem, tidak bisa membantah dan menolak. Ini sudah garis  takdirnya. Jadi percuma saja penolaknya. Mungkin ini juga bisa membantu perusahaan milik orang tuanya, setidaknya kedua orang tua Sunghoon tidak melarangnya untuk bergelut pada dunia musik. Orang tuanya masih membiarkannya menjadi pemain biola, menyetujui semua keinginan Sunghoon semasa mudanya. Hingga sekarang dia menjadi seorang pemain biola.

“Kamu tidak keberatan kan?”

Sekarang Sunghoon harus menjawab apa? Tidak mungkin ia menjawab iya kepada kedua orang tuanya sekarang, ia hanya  tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya yang selalu berkorban hanya untuk dirinya sendiri.

“Sudah berapa kali aku bilang pada mama, jangan pernah merasa kalau aku keberatan”

Ucap Sunghoon sambil memakai jas miliknya, malam ini menjadi malam pertemuan pertamanya dengan calon suaminya. Calon suami yang sudah lebih dulu di pilihkan oleh kedua orang tuanya.

Tuan Park dan Nyonya Park sebenarnya juga tidak begitu setuju atas perjodohan yang di lakukan oleh nenek Sunghoon dengan temannya, mereka tidak ingin menjual Sunghoon kepada siapapun, mereka ingin Sunghoon menikmati hidup sesuai dengan kehendaknya sendiri, bukan di atur seperti ini. Tapi sekali lagi, mereka tidak bisa menentang perkataan nenek Sunghoon. Sejujurnya jika Sunghoon menolak, mungkin saja mereka berdua akan membicarakan ini dengan neneknya Sunghoon.

“Kita jemput nenek dahulu baru kita bertemu dengan keluarga Park”

Sunghoon mengangguk lalu meraih ponsel dan dompetnya dan berjalan mengikuti kedua orang tuanya.

**

“Bagaimana kuliahmu Sunghoon? Apa kamu masih bermain dengan benda penghasil suara nyaring itu?”

“Itu namanya biola nenek” Sunghoon berkata dengan cepat, menjawab pertanyaan dari neneknya yang sedang duduk di sebelahnya. Mereka sedang berada di mobil menuju ke restoran yang sudah menjadi tempat pertemuan kedua keluarga tersebut.

“Mulai sekarang kamu jangan terlalu bermain dengan benda-benda seperti itu. Sebentar lagi kamu mempunyai keluarga” Sunghoon hanya mengangguk kecil sambil menatap keluar jendela, melihat bagaimana indahnya bunga sakura yang bermekaran di musim semi seperti sekarang, terlihat cantik walaupun ini sudah malam.

“Sejauh ini mereka sudah mengetahui semua tentangmu, jangan lupa bersikap sopan” Sunghoon untuk sekali lagi hanya mengangguk kecil, sebelum seorang pelayan membukakan pintu untuk mereka. Di dalam sana, ada sekitar lima orang yang sudah menunggu kedatangan keluarga Sunghoon.

Sunghoon terlihat sedikit terkejut melihat salah satu yang duduk disana, ia cukup mengenalnya walau tidak terlalu dekat. Seingatnya ia adalah senior Sunghoon di kampusnya tapi berbeda jurusan.

“Aigoo...Minkyung ah, sudah sangat lama tidak bertemu denganmu” Nenek Sunghoon segera penyapa wanita berumur di sana yang dengan cepat menyuruh mereka untuk segera duduk.

“Apa ini Sunghoon, Hae-sook ah?” Nenek Sunghoon mengangguk kecil lalu menyuruh Sunghoon untuk memperkenalkan diri, karena bagaimana pun ini pertama kali mereka bertemu secara bersama.

Selama satu jam mereka terlibat dalam berbagai macam pembicaraan dan tidak jarang keluarga dari pihak sana memuji bagaimana sosok Sunghoon, yang membuat Sunghoon beberapa kali tersenyum ramah.

“Aku tidak menyangka akan mempunyai menantu seorang musisi sepertimu Sunghoon” Nyonya Park berkomentar dan sekali lagi hanya di susul anggukan kecil dan senyuman dari Sunghoon.

“Sebenarnya dari kecil aku tidak suka dia bermain dengan benda yang bisa berbunyi seperti itu, aku lebih suka ia belajar membaca buku dan meneruskan perusahaan yang sudah aku bangun dengan susah payah” Hae-sook berkata dan itu membuat setengah isi ruangan tertawa melihat bagaimana wanita paruh baya itu mengomel masalah cucunya.

“Tidak apa-apa Ibu, Jongseong saja masih suka melakukan hobinya” Nyonya Park berkata sambil mengelus pelan lengan laki-laki yang ada di sampingnya, yang semenjak tadi hanya diam walau sesekali melirik pada Sunghoon.

Pria bernama Park Jongseong, pria yang akan menjadi calon suami Sunghoon.

Pria yang Sunghoon kenal sebagai salah satu senior yang cukup berpengaruh di kampusnya dulu.

Iya dulu, karena sekarang angkatannya sudah menyelesaikan masa kuliahnya. Bahkan Sunghoon sudah berada di tingkat akhir, sejujurnya Sunghoon hanya tinggal menunggu waktu wisudanya saja.

“Jadi, aku dan Minkyung sudah menentukan tanggal pernikahan mereka. Tanggal 2 Juni, bukan kah itu tanggal yang bagus?”

Jongseong yang baru saja meminum minumannya tersedak yang membuat yang lain langsung melihat kearahnya dan ia buru-buru  meminta maaf.

“Jangan terkejut seperti itu, kami sudah memberitahu mu terlebih dahulu Jongseong”

Minkyung, nenek Jongseong segera menepuk pundak cucunya tersebut sambil tertawa pelan, yang membuat Jongseong mau tidak mau ikut tertawa pelan, sambil sesekali melirik Sunghoon yang terlihat hanya memandang gelas di depannya.

***

Sunghoon membuka lemari disudut kamarnya, lemari khusus yang ia gunakan untuk semua koleksi biolanya. Ia mengambil biola akustiknya, biola yang selalu menjadi favoritenya.

Ia menghela nafasnya dalam-dalam, sebelum melangkah keluar dari kamarnya dan menuju balkon lantai dua yang terhubung dengan kamarnya. Ia mulai meletakan biolanya pada pundaknya dan dagunya. Sunghoon menghela nafasnya dalam-dalam sebelum ia membawa Bownya untuk menggesek senar yang ada pada biolanya, menghasilnya beberapa nada lembut dan menenangkan.

Sunghoon pemainkan permainannya dengan cukup lembut dengan menutup matanya, membiarknya wajahnya di terpa angin malam dan juga helaian rambutnya yang terbawa angin malam.

Sekitar lima belas menit ia menyelesaikan permainannya, Sunghoon membuka matanya dan tersenyum.

“Wah...wah...wahh... permainanmu memang selalu menakjubkan Sunghoon”

Sunghoon menoleh dan mendapati laki-laki yang tinggal di samping rumahnya sedang bertepuk tangan, memberikan pujian kepada Sunghoon atas permaianan biola Sunghoon tadi. Sunghoon  menurunkan biolanya dan tersenyum lalu memandang laki-laki di depannya tersebut.

“Berapa nilaiku untuk malam ini Kak?” Heeseung si laki-laki yang lebih tua darinya tadi terlihat berpikir dan memengang dagunya, menggesekan telunjuknya pada dagunya lalu kemudian menjentikan jarinya.

“Sempurna..sangat sempurna seperti biasanya”

Sunghoon terkekeh pelan yang diikuti kekehan dari laki-laki bernama Heeseung.

Laki-laki  yang selalu memberi Sunghoon pujian dari permainan Sunghoon di waktu malam sebelum ia pergi tidur. Laki-laki yang sudah tiga bulan ini menjadi tetangganya.

“Kalau begitu aku harus masuk, terima kasih karena sudah mau mendengarkan permainanku”

Heeseung mengangguk kecil lalu memberikan kedua jempolnya pada Sunghoon, yang membuat Sunghoon tersenyum dan melambaikan tangannya pada Heeseung sebelum ia masuk kedalam rumah.

Setidaknya ia harus memberi laki-laki tersebut sebuah hadiah kecil nanti, sebelum ia pergi dari rumahnya yang sekarang ini.

Ada yang mengatakan bahwa kita bisa mengubah takdir.

Ada yang mengatakan bahwa cinta datang karena terbiasa.

Ada yang mengatakan bahwa harus ada yang berkorban demi kebahagian yang lain.

Dan Ada yang mengatakan bahwa kita harus mulai terbiasa menerima satu sama lain walaupun sulit.

IX. Little Space

Taehyun melepaskan pelukannya pada Jake dan tersenyum lalu menepuk pelan puncak kepala milik Jake.

“Lo hati-hati disana ya Jake, kalo ada apa-apa kabarin gua atau Jongseong”

Jake terkekeh kemudian mengangguk kecil, lalu ia menggeser tubuhnya untuk pindah dari hadapan Taehyun ke hadapan Jongseong yang sekarang lagi menahan nangis bombainya.

“Lo jelek amat sih Jong, malu sama Sunghoon!”

Jongseong mana peduli lagi.

Padahal tadi sepanjang perjalanan dia bilang gak akan nangis, tapi saat perpisahan dia udah nangis kejer, bikin mereka di lihatin sama orang-orang.

“Ya udah lo hati-hati disana, inget pesen gua”

Jake tertawa lalu mengangguk, kemudian ia berdiri di depan Sunghoon.

“Jake sorry ya, buat kejadian-kejadian jelek kemarin”

Ucap Sunghoon pelan dan Jake menggeleng, ini bukan salah Sunghoon.

“Udah ini bukan salah lo kok Hoon, sekarang yang penting lo udah dapat yang lebih baik lagi”

Sunghoon mengangguk dan tersenyum kecil.

“Lo juga bisa dapat yang terbaik kok Jake. Semangat”

“Semangat, ya udah ya gua pergi dulu. Hyun, Jong gua pamit dahhh”

***

“Masih sedih?”

Sunghoon meletakan satu cangkir kopi di atas meja ruang tengah apartemen milik Jongseong, dan Jongseong mengangguk kecil.

“Aku, Taehyun sama Jake udah tumbuh dari kecil sama-sama. Kayanya sedih aja kalo salah satu dari kami harus pergi”

Ucap Jongseong, kemudian ia menyuruh Sunghoon untuk duduk disampingnya, Sunghoon pun duduk disamping Jongseong yang masih sibuk dengan laptopnya.

Satu tangannya memeriksa laporan dan satu tangannya merangkul pingang Sunghoon.

“Ini udah bukan jam kantor lo? Masa kamu masih mau kerja?”

Sunghoon berkata, agak kesel soalnya dia tuh. Semenjak pulang dari bandara tadi, Jongseong tidak lepas dari laptop.

“Ya beginilah cara kerja karyawan terbaik selama tiga tahun berturut-turut”

Ucap Jongseong sambil menyombongkan dirinya.

“Kan masih bisa besok! Udah lepasin aja”

Sunghoon berusaha merebut laptop dari tangan Jongseong, namun di tahan oleh Jongseong.

“Sedikit lagi ya sayang, tanggung”

Ucap Jongseong dan Sunghoon memanyunkan bibirnya.

“Park Jongseong, saya atasan kamu. Jadi tolong lepaskan laptopmu dan berhenti bekerja”

Jongseong menatap Sunghoon yang menatapnya tajam dan aura bos Sunghoon keluar, membuat Jongseong mau tidak mau menaruh laptopnya dan berbalik ke arah Sunghoon.

“Kamu mau apa sayang? Hm?”

Tanya Jongseong, kedua tangannya sekarang sudah berada di pingang Sunghoon.

“Mau bobo, hoonie capek”

Jongseong terkekeh sambil mengecup singkat bibir Sunghoon sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk tidur malam ini.

End.

VIII. Little Space

Jongseong akhirnya menggerakan otot-ototnya yang pegal setelah 7 jam berada di ruangan tempat seminar berlangsung dan lebih bahagia lagi ketika ia sadar bahwa hari ini adalah hari terakhir mengikuti seminar dan juga dinasnya.

Jadwal pulang ke negara asalnya adalah besok malam, jadi ia masih punya waktu untuk tidur seharian.

“Di hotel ini ada clubnya, mau ikut?”

Jongseong yang sedang membereskan barang-barang terdiam sesaat, mendengar obrolan orang di belakangnya yang menggunakan bahasa inggris.

“Benarkah?”

“Iya disini ada clubnya, lumayan untuk hilangi penat”

Jongseong tersenyum, sepertinya boleh di coba. Dia mau coba masuk ke club yang ada di hotel ini

“Jongseong?”

Jongseong menoleh dan melihat Sunghoon menghampirinya, setelah selesai berbincang-bincang dengan banyak orang yang bahkan Jongseong tidak mengenal mereka itu siapa.

“Yaa??”

Sebenarnya masih ada rasa canggung di antara mereka berdua, namun setidaknya tidak secanggung waktu pertama kali mereka datang untuk dinas.

“Nanti malam mau minum?”

Jongseong mengedipkan matanya beberapa kali, mendengar perkataan dari Sunghoon.

“Malam? Sama siapa aja?”

Tanya Jongseong lagi, mencoba untuk menyembunyikan detak jantungnya yang semakin keras.

“Hmm.. kalo misalnya berdua gak papa kan?”

Tuh kan, jantung Jongseong makin gak karuan. Udah kaya ada club di dalam jantung Jongseong.

Sepertinya Jongseong tidak jadi ke Club malam.

mending buat club sendiri di kamar hotelnya, bareng Sunghoon

***

Jadi sekarang disini lah mereka, berdiri di balkon kamar hotel yang memperlihatkan suasana malam ibu kota Jakarta dengan masing-masing satu gelas wine di tangan mereka.

“Apa kamu akan terus berada di posisi seperti ini?”

Tiba-tiba saja topik pembicaraan mereka berubah, awalnya mereka hanya membahas tentang beberapa pekerjaan yang sudah mereka selesaikan hari ini. Namun Sunghoon mengubah topik.

“Maksudnya?”

Jongseong memutar badannya, untuk menatap Sunghoon yang ada di sebelahnya.

“Apa kamu gak ada niat untuk naik golongan? Kalo kamu mau, aku bisa bantu?”

Sunghoon juga memutar tubuhnya, sekarang posisi mereka saling berhadapan. Rambut mereka pun sedikit tertiup oleh angin malam hari ini.

Jongseong tersenyum, kemudian kembali menatap pemandangan di luar sana.

“Aku seneng kok dengan kerjaanku sekarang, lagian aku gak terlalu pengen naik golongan”

Jawab Jongseong, ia meminum winenya sedikit.

“Aku masih bisa kesana kemari, kelapangan, lebih dekat sama orang-orang di lapangan. Bisa tau keluh kesah mereka selama kerja, tau hambatan apa aja yang mereka lalui. Mereka juga jadinya gak segan buat cerita itu semua ke aku. Kalo misalnya naik jabatan, aku rasa mereka gak akan mau cerita-cerita ke aku karena segan”

Sunghoon terdiam. Ia tidak menyangka bahwa Jongseong akan berkata seperti itu, di luar dari pemikirannya. Namun diam-diam Sunghoon tersenyum dan ia juga meminum winenya.

“Aku juga seneng kok bisa kerja sama sama kamu, walaupun awal-awalnya agak kesel sama kamu. Ya walaupun sekarang juga suka masih kesel sih”

Sambungnya lagi dan membuat Sunghoon terkekeh.

“Tapi di antara head lainnya, aku beruntung banget bisa punya anak buah kaya kamu”

“Jangan kaya gitu, nanti aku jadi besar kepala”

Kemudian di antara keduanya terdengar suara kekehan, yang kemudian keduanya saling diam.

Berkutat dengan pikiran masing-masing.

“Jongseong?”

“Sunghoon?”

Keduanya saling melirik dan kemudian terkekeh, menyadari bahwa mereka memanggil satu sama lain secara berbarengan.

“Kamu duluan aja”

Jongseong berkata kemudian Sunghoon menggeleng, menyuruh Jongseong duluan untuk berbicara.

Jongseong terlihat menarik nafasnya dalam-dalam, kemudian ia menghembuskannya pelan-pelan dan menariknya lagi.

“Maaf lancang, tapi Sunghoon aku suka sama kamu”

Tangan Sunghoon yang awalnya memutar gelas winenya terhenti kemudian ia menatap Jongseong yang sedang mencoba mengatur nafasnya.

“Kalo kamu sadar, tweet tweet itu buat kamu. Aku gak tau pastinya, tapi setiap deket kamu jantung aku kayanya mau copot deh. Setelah konsultasi sama Taehyun, kayanya aku sadar kalo aku suka sama kamu. Dan aku juga mau minta maaf sama kamu, perihal kejadian di Busan. Waktu itu Hoonie aku cium, maaf ya. Kalo kamu mau tampar aku tampar aja, aku sih gak mas-”

Perkataan Jongseong terhenti ketika secara tiba-tiba Sunghoon mengecup singkat bibirnya dan kemudian tersenyum.

Jongseong kembali mengedipkan matanya beberapa kali, masih shock. Ini buka mimpi kan?

Sunghoon tersenyum, lalu ia menaruh gelas winenya di meja yang ada di sana. Kembali menatap langit malam yang bertabur bintang.

“Aku juga, aku minta maaf karna sebenarnya waktu itu”

Sunghoon menghentikan perkataannya dan menarik nafasnya

“Waktu itu, Hoonie udah pergi”

Jongseong masih bingung dan sedikit mencerna perkataan dari Sunghoon, ia ikut meletakan gelas winenya lalu menarik tangan Sunghoon agar menatapnya.

“Maksudnya? Ini aku agak tolol soalnya”

Sunghoon terkekeh melihat wajah bingung Jongseong.

“Aku juga suka sama kamu, waktu di Busan. Setelah hoonie peluk kamu, hoonie pergi”

“Maksudnya? Jadi yang di busan waktu it-?”

Jongseong menutup mulutnya tidak percaya.

“Maaf ya, aku mau bilang tapi aku malu”

Sunghoon menundukan kepalanya, namun kemudian Jongseong menarik dagu Sunghoon membuat manik mata mereka berdua bertemu.

Jongseong tersenyum kemudian, menghapus jarak di antara keduanya.

Ia mencium Sunghoon tepar di bibirnya untuk kedua kalinya dengan lembut, menyalurkan semua perasaannya saat ini.

Jongseong melepaskan ciuman mereka, melihat wajah Sunghoon yang memerah.

Menarik Sunghoon kedalam pelukannya kemudian melepaskannya dan mencium dahi Sunghoon.

“Aku sayang kamu”

VII. Little Space

Jongseong menatap ke arah jendela pesawat, sekarang mereka berada di dalam pesawat menuju Indonesia.

Mereka memilih jadwal penerbangan di malam hari agar sampai di Indonesia pagi hari.

Jongseong yang awalnya ingin memejamkan matanya sedikit terkejut ketika merasakan sesuatu jatuh di pundaknya.

Sunghoon di sampingnya sudah tertidur sendari tadi dan kepalanya bersender pada bahu Jongseong, awalnya Jongseong ingin membenarkan posisinya namun tidak enak, karna akan menganggu Sunghoon.

Lagian perusahaan mereka adalah perusahaan besar, tapi kenapa memesan tiket kelas ekonomi.

Menjengkelkan.

Setelah kurang lebih tujuh jam perjalanan, pesawat mereka akhirnya mendarat di bandara Internasional.

“Sini biar gua yang bawa”

Jongseong mengangkat koper milik Sunghoon untuk di taro di troli setelah mengambilnya di bagasi.

Sunghoon hanya berjalan di belakang Jongseong, sambil menatap punggung milik Jongseong namun kemudian Jongseong menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Sunghoon.

“Jangan jalan di belakang, nanti ketinggalan”

Jongseong menarik tangan Sunghoon agar berdiri dan berjalan di sampingnya sampai mereka keluar dari pintu kedatangan sambil menunggu seseorang yang akan menjemput mereka.

“Tuan Park?”

Sunghoon dan Jongseong mengangguk ketika ada yang mendatangi mereka.

“Perkenalkan saya Billy yang akan membawa kalian ke Hotel”

Pria yang mungkin berumur sekitar 25 tahun dan lancar berbahasa korea tersebut membungukan badannya dan mengambil ahli semua barang bawaan milik Jongseong dan Sunghoon.

“Ini adalah nomor kamar kalian”

Billy menyerahkan satu kunci masuk ke pada Jongseong.

Jongseong mengerutkan keningnya.

“Satu kamar? Kami satu kamar?”

Tanya Jongseong dan Billy kemudian mengangguk.

“With two bed, kok pak”

Sambung Billy sedangkan Jongseong sudah mengumpat pada perusahaannya yang sangat pelit.

Pertama kelas di pesawat, sekarang kamar hotel.

“Bisa protes sama pak namjoon gak sih? Kok pelit amat, ini orang mau dinas bukan mau bulan madu”

Jongseong berkomentar lalu menarik kopernya, sedangkan Sunghoon hanya tersenyum melihat Jongseong yang tidak henti-hentinya mengomel semenjak mereka masuk ke dalam pesawat sampai saat ini.

***

“Seminarnya di mulai jam 4 sore nanti”

Jongseong yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi hanya mengangguk, sekarang tubuhnya sudah lumayan segar karena sudah mandi.

“Mau mandi juga? Atau gimana? Atau mau makan?”

Jongseong sebenarnya masih agak canggung bila berbicara dengan Sunghoon.

“Kayanya mau mandi dulu deh”

Jongseong mengangguk sambil mengeringkan rambutnya yang masih basah, melihat sosok Sunghoon yang akhirnya masuk kedalam kamar mandi.

Jongseong mengambil ponselnya dan terlihat mengirim pesan dengan seseorang.

Sedangkan Sunghoon di dalam kamar mandi menghela nafasnya dengan berat, sejujurnya ia sedikit merasa canggung dan tidak biasa berada di dekat Jongseong.

Di tambah, saat Jongseong keluar kamar mandi tadi. Jantungnya menjadi berdetak lebih cepat.

Sepertinya dinas kali ini menjadi sedikit lebih sulit bagi keduanya.

VI. Little Space

Jongseong secara perlahan membuka matanya, dan hal pertama yang bisa ia rasakan adalah bau rumah sakit yang khas dan itu sangat tidak ia sukai.

Kedua ia sedikit kaget karna di hadapannya, ia bisa melihat wajah Sunghoon dan Jake yang menatapnya dengan tatapan khawatir.

“Apa iya gua udah di surga yah? Ini kenapa di hadapan gua cakep-cakep amat dah”

Jongseong kembali menutup matanya, masih sedikit pusing.

“Jongseong?”

Jake mencoba memanggil nama sahabatnya tersebut.

“Bentar dulu Jake, lo jangan ikut gua ke surga. Biar gua duluan, nanti kalo ternyata di surga enak gua ajak lo sama yang lain”

Gumam Jongseong dengan mata yang masih tertutup.

Jake dan Sunghoon saling memandang satu sama lain.

“Jongseong?”

Kali ini giliran Sunghoon yang memanggil nama Jongseong.

“Aduh pak tunggu dulu, jangan tanyain masalah kerjaan. Saya mau survei surga dulu”

“YAK! PARK JONGSEONG!!”

Suara teriakan dari Huening Kai membuat Jongseong membuka matanya dan sekarang ia bisa melihat teman-temannya ada disana.

“Anjir! Gua pikir gua udah di surga, ternyata masih ada di neraka dunia”

Ucap Jongseong kemudian ia kembali menutup matanya namun tangannya di pukul oleh Yeonjun.

“Bentar gua panggilin dokter dulu”

***

“Jadi maksud lo gua udah 3 hari tidur?”

Jongseong bertanya, saat ini di kamarnya hanya ada dirinya dan juga Taehyun sedangkan yang lain sedang cari makan malam.

Taehyun hanya mengangguk, membalas pertanyaan dari Jongseong.

“Terus dimulai dari gua jatuh sampai tadi, pak Sunghoon sama Jake gak berhenti datang dan jagain gua?”

Taehyun mengangguk sekali lagi.

“Oke nih gini, gua bisa pastiin Jake karna dia sahabat gua, dan pasti khawatir banget. Nah ini, pak Sunghoon? Ngapain dia datang terus? Kalo misalnya dia cuma khawatir karna gua bawahan dia? Kan gak mesti datang tiap hari?”

Jongseong menatap Taehyun yang sekali lagi mengangguk-angguk sambil mengupas buah apel untuk Jongseong.

“Lo jangan cuma angguk-angguk kepala doang monyet, gua lagi pusing ini”

Taehyun menjejelkan satu potong buah apel ke mulut Jongseong agar Jongseong tuh diem.

“Lagian lo mikirin apa sih? Sampe bisa jatuh di engine room”

Ucap Taehyun dan Jongseong jadi diam. Ia jadi keinget apa yang ia pikirkan sampe ngebuat dia linglung dan jatuh.

Jongseong mengang dada kirinya yang lagi-lagi berdetak cepet.

“Lo coba pegang jantung gua? Berdetak kan?”

Jongseong meraih tangan Taehyun dan meletakannya pada dada kiri Jongseong.

“Ya kalo gak berdetak lo mati tolol!”

“Mulut lo jahat banget sih, ini temen lo lagi sakit. Tapi Hyun, apa mungkin pak Sunghoon suka sama gua makanya dia datang terus?”

“Ngimpi lo ketinggian, nanti jatuh sakit lagi. Tuh masalah lo yang jadi selingkuhan Jake ada belum kelar”

“Oh iya ya... gini amat hidup!”