auteurlavie

the girl's who love writing

VIII.

Jay yang sedang memainkan ponselnya menoleh begitu mendengar suara pintu terbuka dan melihatkan sosok wanita paru bayah dengan pakaian formalnya, langsung berjalan ke ranjang dan tampak mengelus kepala Jongseong yang masih tertidur.

Jay tidak memperdulikannya, dan kemudian kembali bermain dengan ponselnya.

“Jay?”

Wanita itu memanggil Jay dan membuat Jay menatap wanita yang telah melahirkannya dan juga Jongseong.

“Mama dan papa sudah membicarakan masalah ini, demi kebaikan Jongseong-”

Wanita itu berjalan menghampiri anak sulungnya dan duduk di sofa yang ada di ruang tamu.

“Karena pekerjaan papa kamu yang mengharusnya dia keluar negri selama beberapa bulan, untuk sementara kamu tinggal di rumah mama dan Jongseong. Ini juga demi kebaikan Jongseong kamu akan pindah kesekolah yang sama dengan Jongseong”

Jay yang mendengar itu langsung menatap tajam ke arah mamanya, ia memincingkan manik matanya.

“Karna sifat kamu yang susah di atur, papa merasa khawatir jika terjadi sesuatu sama kamu. Dan mama merasa khawatir jika Jongseong harus bersekolah di sekolah itu lagi tanpa pengawasan kamu”

Jay mengerti sekarang, maksud dari kedua orang tuanya.

Mungkin memang hidup Jay adalah untuk menjaga Jongseong.

Karna dari awal, Jay tidak pernah mendapatkan kasih sayang seperti Jongseong.

Yang ada dalam perhatian kedua orang tuanya hanya-lah Jongseong, bahkan ketika kedua orangnya berpisah, ayahnya yang selalu berada di sampingnya selalu menghwatirkan Jongseong.

Jay tersenyum kecut, “terserah kalian. Toh, pendapat Jay tidak akan di dengar”

Jay beranjak dari tempat duduknya, kemudia pergi dari ruangan Jongseong meninggalkan wanita paru baya itu dengan helaan nafasnya.

***

Jay duduk di taman yang ada di rumah sakit, tadinya ia ingin mencari udara segar tapi ia masih takut terjadi sesuatu dengan Jongseong jadi ia memutuskan untuk tetap tinggal di samping Jongseong sampai Jongseong sadar.

Jay membuka minuman kaleng yang baru saja dia beli, namun seseorang menyodorkan minuman lain pada Jongseong.

Orang itu adalah Sunghoon yang tersenyum.

Karna Jay tidak kunjung mengambil minuman dari Sunghoon, yang buat Sunghoon tarik lagi minumannya dan sekarang malah duduk di samping Jay.

“Jay, gua tau mungkin lo gak seneng kalo gua ada disini. Tapi gua bener-bener pengen selesain masalah kita”

Jay masih tidak menjawab, ia masih meminum minumannya kemudian menatap lurus ke depan.

“Nanti kalo keadaan Jongseong sudah membaik, boleh gua temui Jongseong dan minta maaf ke Jongseong?”

Ucap Sunghoon lagi dan Jay masih tidak menjawab, sebenarnya Sunghoon sedikit kesal tapi bagaimanapun ia harus mendapatkan maaf dari Jay dan menyelesaikan masalah mereka.

Jay bangkit dari duduknya, sama sekali tidak mengubris kehadiran Sunghoon.

“Gua gak akan ganggu lo lagi Jay, tapi gua mohon lo maafin gua dulu. Setelah gua dapat permohonan maaf dari lo, gua gak akan ganggu lo!”

Sambung Sunghoon lagi dan Jay tetap sama seperti sebelumnya, tidak mengubris perkataan Sunghoon dan berjalan pergi. Sedangkan Sunghoon hanya mengumpat.

VII.

“Jay?”

Jay yang lagi duduk di ruang tunggu operasi menoleh dan melihat Sunghoon datang bersama dengan Yeonjun.

Namun yang menjadi pusat perhatian Jay adalah satu keranjang yang di bawa oleh Sunghoon.

“Buat Jongseong”

Sunghoon menyerahkan keranjang yang isinya adalah beberapa buah-buahan pada Jay, sedangkan Jay menerimanya dan meletakannya di kursi sebelah.

“Gak usah repot-repot, lagian Jongseong juga belum tentu bisa makan dalam waktu dekat”

Ucap Jay dan Sunghoon sama sekali tidak merasa canggung, kemudian ia menyerahkan satu kantong plastik berwarna hitam.

“Lo pasti belum makan kan? Tadi gua sama bang Yeonjun sempet mampir buat beliin lo makanan”

Jay menatap plastik tersebut dan kembali mengambilnya dan mengucapkan terima kasih, kemudian pintu ruangan khusus operasi terbuka dan seorang Dokter menghampiri mereka.

“Operasinya berjalan lancar, pasien akan kita pindahkan ke ruang rawat inap untuk tetap kita pantau, dan kemungkinan dalam 2 atau 3 hari pasien akan sadar”

Jay menghela nafasnya lega, ia sungguh lega dan mengucapkan terima kasih kepada dokter tersebut, sedangkan dokter tadi izin untuk pergi.

Sunghoon juga menghela nafasnya lega, untungnya operasi Jongseong selesai.

“Lo ngapain kesini?”

Jay berkata, dia baru inget kalo ngelarang Sunghoon buat kesini tapi tadi dia lagi gak fokus, fokusnya hanya untuk operasi Jongseong.

“Gua?”

Sunghoon menunjuk dirinya sendiri sambil menoleh ke Yeonjun dan Jay secara bergantian.

“Gua kan udah larang lo buat kesini?”

Jay bukannya tidak suka dengan kehadiran Sunghoon dan Yeonjun, hanya saja Jay memang seperti itu.

“Gua cuma mau tau kondisi Jongseong aja, dan kasih lo makan karna gua tau lo pasti belum makan. Kalo lo gak suka gua disini, gua bisa pulang sekarang kok”

Ucap Sunghoon, sebenarnya tadi Yeonjun udah kasih peringatan sama Sunghoon sih, tapi ya Sunghoon keras kepala dan memaksa ingin ke rumah sakit.

“Pulang aja, gak ada guna lo disini”

Sunghoon terdiam, sebenarnya ia cukup sakit hati dengan ucapan Jay. Tapi Sunghoon sadar diri, mungkin saja sifat Jay memang seperti ini. Toh dari dulu Jay tidak pernah suka dengan dirinya.

Sunghoon akhirnya mengajak Yeonjun untuk pulang, “gua pulang dulu”

Ucapnya sebelum akhirnya pergi dari sana.

Sedangkan Jay menatap keranjang yang di beri oleh Sunghoon dan kantong plastiknya, kemudian mengambilnya dan membuangnya ke tong sampah yang ada di dekat sana.

Melihat wajah Sunghoon membuat Jay teringat tentang apa yang di alami oleh Jongseong.

Ia tidak bisa memaafkan Sunghoon sebelum Jongseong yang memaafkan Sunghoon.

VI.

Sunghoon menghentikan langkahnya ketika ia berdiri di depan ruangan ICU, begitu ia menoleh dari ruangan berpintu kaca tersebut ada satu sosok yang ia kenal tengah terbaring.

“Lo lihat kan? Karena pukulan dari lo, Jongseong kritis”

Sunghoon terkejut kemudian berbalik, menatap sosok didepannya terkejut. Sunghoon menoleh kembali ke dalam ruangan, kemudian menatap sosok di depannya.

“Maksudnya ini apa? Kenapa lo ada disini? Dan disana?”

Sunghoon bertanya sambil menunjuk sosok Jongseong dan Jay bergantian.

“Kenalin, gua Jay Park. Saudara kembar Jongseong”

Sunghoon benar-benar tidak bisa menyembunyikan rasa keterkejutannya dengan suatu fakta yang baru dia ketahui sore hari ini.

“Dan yang lo bully itu saudara kembar gua yang gak tau permasalahan kita”

Sunghoon masih tidak mengerti dengan apa yang di katakan oleh Jay.

“Dan orang yang lo suka”

Jay menatap tajam ke arah Sunghoon, kilatan matanya menunjukan dia benar-benar marah.

“Tunggu dulu, maksud lo gua gak ngerti”

Sunghoon benar-benar tidak mengerti dengan apa maksud yang di bicarakan oleh Jay.

“Pertama orang yang ngejek lo kutu buku itu gua, dan orang yang nolak lo itu gua bukan Jongseong. Tapi orang yang lo suka itu Jongseong, sosok yang bantuin lo dihari pertama itu Jongseong bukan gua”

Sunghoon masih terdiam untuk sesaat, “dan lo dibully bukan salah Jongseong”

“Tapi karna Jongseong, hidup gua selama beberapa tahun sengsara. Lo harus tau karna Jongseong, gua benci banget sama sekolah!!”

“Bukan Jongseong, itu gua!”

Sunghoon terkejut ketika Jay mengecengkram kedua bahunya.

“Gua gak akan maafin lo kalo terjadi sesuatu sama Jongseong”

Detik berikutnya sebuah speker rumah sakit terdengar adanya sebuah Code Blue dimana ruangan Jongseong yang di sebut, beberapa suster dan Dokter terlihat berlari ke arah ranjang Jongseong.

Jay langsung melepaskan cengkraman tangannya pada bahu Sunghoon dan segera berlari ke dalam ruangan Jongseong.

Sedangkan Sunghoon dengan mata gemetar ia menoleh dalam, ke sosok Jay dan Jongseong.

***

“Sunghoon!?”

Yeonjun yang mendatangi kamar Sunghoon terkejut melihat kondisi kamar yang biasanya selalu terlihat bersih dan rapi itu kini berantakan bak habis terkena musibah.

Tisu di mana-mana, putung rokok dan juga asap rokok yang masih mengepul.

Yeonjun benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan Sunghoon kali ini.

“Sunghoon lo gak papa kan?”

Yeonjun berjalan masih memanggil Sunghoon, melihat pintu menuju balkon yang terbuka dan begitu ia berjalan kesana ia mendapatkan Sunghoon yang tengah merokok.

“Ya ampun, napa dah nih bocah”

Yeonjun berkomentar, melihat kondisi Sunghoon yang hanya menatap lurus kedepan sambil terus menghisap rokoknya.

“Gua kayanya pantas banget buat di pukul kali ya bang?”

Yeonjun mengerutkan keningnya.

“Jongseong?”

Sunghoon sekarang berbalik menyamping, menatap Yeonjun.

“Jongseong punya kembaran, dan selama ini yang bully gua adalah kembaran Jongseong tapi gua malah balas dendam ke Jongseong”

Ucapan dari Sunghoon tadi membuat Yeonjun sedikit tidak mengerti.

“Dan sekarang yang lagi ada di sekolah itu Jay kembaran Jongseong dan Jongseong masih kritis di rumah sakit dan bodohnya lagi gua gak tau kalo Jongseong punya penyakit”

Sambung Sunghoon mencoba menjelaskan semuanya pada Yeonjun yang langsung mengerti, karna sendari awal setelah insiden pemukulan Sunghoon kepada Jongseong dan kembalinya Jongseong tanpa luka, Yeonjun sudah curiga terhadap Jongseong yang ternyata punya kembaran.

“Terus sekarang gimana?”

Tanya Yeonjun lagi, karna ia melihat bahwa raut wajah Sunghoon mengartikan bahwa ia sedang tidak baik-baik saja.

“Jay bilang dia bakal buat gua hancur kalo sampe terjadi sesuatu sama Jongseong, gua takut bang”

Jawab Sunghoon ia menatap Yeonjun dengan tatapan sendu.

“Gua takut kalo terjadi sesuatu yang buruk bagi Jongseong bang”

Yeonjun pikir Sunghoon khawatir karna ia akan di habiskan oleh Jay, tapi ternyata Yeonjun salah. Sunghoon menghawatirkan kondisi Jongseong.

“Besok gua temenin lo kerumah sakit, sekalian kita ngomong baik-baik sama Jay”

Yeonjun menarik tangan Sunghoon mencoba untuk menenangkan adik kecilnya tersebut.

Mata dan Nata


Ini hanya sepenggal cerita dari kisah kedua sahabat yang katanya sahabat tapi bukan sahabat


Namanya Ambrimata Dean, umurnya tahun ini menginjak 17 tahun dan biasa ia dipanggil Dean tapi hanya satu orang yang memanggilnya Mata. Yaitu Rakha Sunata, salah satu sahabat terbaik yang pernah ia miliki.

Mata dan Nata, bak saudara kembar yang tidak pernah pisah bahkan dari umur mereka yang berbeda delapan bulan mereka selalu bersama.

Masa taman kanak-kanak.

Masa sekolah dasar.

Masa sekolah menengah pertama.

Dan masa sekolah menengah atas.

Mereka selalu bersama bahkan mereka selalu satu kelas terkecuali tahun ini. Orang-orang bilang bahwa dimana ada Mata di sana ada Nata begitu juga sebaliknya.

Keduanya memiliki kepribadian yang sedikit berbeda tapi saling melengkapi.

Mata yang terkesan sombong pada orang lain sedangkan Nata adalah orang yang ramah.

Mata hanya memiliki satu teman yaitu Nata, sedangkan Nata ia memiliki banyak teman yang pada akhirnya teman Nata adalah teman Mata walaupun tidak semuanya.

“Mata nanti pulang tunggu sebentar ya, Nata mau piket dulu”

Pagi itu ketika turun dari sepeda motor milik Mata di parkiran sekolah Nata langsung menitip pesan karena kelas mereka yang berbeda.

Mata hanya mengangguk lalu melepaskan helm dari kepala Nata, sudah menjadi kewajiban jika Mata lah yang memasang dan melepaskan helm milik Nata.

“Nanti Mata bisa tunggu di gerbang kalo bosen di parkiran”

Nata kembali berkata kemudian Mata turun dari motornya dan mereka berjalan ke gedung sekolah.

“Mata nanti pas makan siang mau Mata yang jemput Nata di kelas atau Nata yang jemput?”

Nata berkata sambil keduanya berjalan di koridor sekolah, tidak jarang juga siswa dan siswi di sekolah menatap mereka takjub karena wajah dan garis wajah mereka yang mendekati sempurna tersebut.

“Nata aja yang jemput, soalnya kelas Mata lebih deket dari kelas Nata”

Nata mengangguk mendengar jawaban dari sahabatnya,hingga mereka akhirnya berpisah untuk ke kelas masing-masing.

***

“Dean?”

Mata menoleh kemudian melihat sosok perempuan yang berdiri di depan mejanya sambil ditangannya membawa dua buah kotak bekal.

Namanya Isa, teman sekelas Mata yang juga merupakan siswi populer di sekolah.

“Aku tadi masak, terus kelebihan. Dean mau?”

Mata menatap kotak tersebut dan teman sekelasnya kemudian menggeleng pelan.

“Dean gak suka makan itu, Dean makan ini aja”

Sosok lain muncul sambil memberikan satu roti dan satu kotak susu coklat pada Mata, sedangkan Mata yang melihat itu kembali menolak dengan halus.

“MATA CEPETAANNNN!!! NATA UDAH LAPARRRRRRR!!!!”

Kedua sosok tadi langsung menoleh ke belakang, melihat Nata berdiri disana dengan wajah yang sudah kelaparan sedangkan Mata tersenyum kemudian dengan cepat bangkit dari duduknya dan menghampiri Nata, sedangkan kedua sosok tadi menatap satu sama lain tidak percaya.

Selalu saja begitu, selalu kalah oleh Nata

“Kenapa gak Mata ambil aja? Kan kita bisa makan gratis”

Nata berkata setelah mendengar cerita dari Mata tentang dua orang siswi di kelasnya, Nata juga tau jika dua siswi itu menyukai Mata dan sedang bersaing untuk mendapatkan Mata.

“Tapi Mata, Nata lihat kalo Isa itu orangnya baik, cantik dan populer. Oh! Jangan lupakan bahwa dia juga pintar”

Ucap Nata sambil meminum es jeruknya, sedangkan Mata hanya menghela nafasnya.

“Mau secantik apapun, sepintar apapun dan sebaik apapun kalo Mata gak suka ya gak suka”

Unjar Mata menjelaskan mengapa ia tidak tertarik sama sekali dengan Isa.

“Ohh.. jadi kalo boleh tau, Mata suka sama siapa?”

Tanya Nata sambil menatap Mata dengan penuh harap, soalnya anak ini tidak pernah memberitau siapa sosok yang disuka sedangkan Nata selalu cerita jika ada lawan jenis yang menarik perhatiannya.

“Mata sukanya sama Nata”

Jawaban dari Mata tadi membuat Nata terdiam kemudian terkekeh pelan.

“Serius dong Mata, Nata tanya siapa yang Mata suka. Jangan Nata, Nata mah temannya Mata”

Nata terkekeh sambil berkata lagi, tapi kemudian ia melihat jika Mata menatapnya dengan serius.

“Mata cuma suka sama Nata gak ada yang lain”

Ucapan Mata terlalu serius untuk di anggap sebagai bercanda.

“Tapi Mata, Nata sama Matakan sama-sama laki-laki?”

Mata terdiam sambil menatap Nata kemudian ia bangkit dari duduknya meninggalkan Nata yang hanya menghela nafas.

“Nata juga suka sama Mata, tapi kata Bunda kita ini laki-laki yang gak boleh menyalahi aturan norma yang ada”

***

“Untuk kedua bilangannya, pertama kita harus mencari diameter yang sama maka setelah itu kita akan mendaparkan hasil yang sama”

Nata yang hari ini sedang menerima pelajaran hanya menatap kosong ke papan tulis, sudah 3 hari ia tidak bertegur sapa dengan Mata semenjak kejadian di kantin. Untuk pergi sekolah saja Nata di antar oleh Ayahnya.

Tapi hari ini ia harus bertekad untuk berbaikan bersama dengan Mata, karna tanpa Mata hidupnya benar-benar hampa.

“Rakha!”

Nata menoleh melihat siapa yang memanggilnya, Nata sama seperti Mata jika teman-teman sekolahnya memanggilnya dengan nama depan.

“Dean sama Isa pacaran yah?”

Nata mengerutkan keningnya, mendengar temannya berbicara seperti itu.

“Nggak tau tuh, kenapa emangnya?”

Tanya Nata pada teman sekelasnya itu, padahal Nata baru aja mau keluar kelas dan nyamperin Mata.

“Soalnya lihat mereka makan siang bareng ditaman belakang”

Nata hanya ber-oh ria kemudian berjalan keluar, kalo misalnya Mata makan siang sama Isa kalo gitu Nata juga bisa kok. Nata mau cari Kak Hesa aja, buat di ajak makan siang sama-sama.

***

“Lagi ribut sama Rakha ya?”

Mata yang baru aja keluar dari perpustakaan sambil membawa buku sedikit terkejut mendapat pertanyaan dari seseorang yang baru saja keluar dari ruangan osis yang bersebalahan sama perpustakaan.

“Gak tuh, kenapa emangnya?”

Tanya Mata dengan nada ketusnya, jujur ia tidak suka jika orang-orang membicarakan tentang dirinya dan juga Nata.

“Tadi lihat Rakha sama Bang Hesa di kantin dan lihat lo sama Isa. Biasa kalian kaya perangko sama surat yang tempel kemana-mana, atau jangan-jangan lo pacaran sama Isa?”

Mata langsung menatap sosok tadi dengan tajam.

“Gua gak pacaran sama Isa!!”

Ucap Mata lalu pergi begitu saja dengan rasa kesalnya, sedangkan sosok tadi hanya menggelengkan kepalanya.

***

“Nata?”

Nata yang baru aja turun dari kamarnya langsung nyamperin Bundanya ke dapur karna di panggil, terus dia lihat Bundanya yang lagi masukin beberapa masakan ke tupperware kesayangannya, yang dulu salah satunya pernah Nata hilangi.

“Ini kamu kasih ke Mata ya, Papa sama Mamanya lagi dinas ke luar kota jadi Bunda masakin dia”

Ucap sang Bunda yang masih asik siapin makanan buat Mata, sedangkan Nata berjalan ke arah lemari es dan mengambil air dingin untuk minum.

“Kenapa kok di anter? Biasakan Mata makan disini? Jadi gak repot juga?”

Tanya Nata, biasanya juga Mata akan selalu ke rumahnya jika kedua orang tuanya sedang dinas.

“Hari ini Mata bilang gak bisa makan malem sama-sama soalnya ada kerja kelompok, nah kebetulan juga ada temen-temennya Mata jadi Bunda masakin lebih deh”

Jawaban dari sang Bunda membuat Nata mengerutkan keningnya.

“Ya udah, nanti Nata anterin ke rumah Mata”

Sambung Nata kemudian ia beranjak ke kamarnya, mau ke balkon buat intip rumah Mata yang kebetulan ada di samping rumahnya.

***

Mata bersama ketiga temannya menoleh begitu mendengar bel rumahnya berbunyi dan Mata segera bangkit kemudian segera ke pintu.

Sesuai dengan dugaannya, Nata adalah orang yang mengantar makanan dari Bunda.

Nata langsung memberikan bungkusan yang berisi makanan untuk Mata.

“Ini Bunda suruh kasih Mata, di makan sama temen-temennya

Nata berkata kemudian ia langsung melangkah pergi sedangkan Mata hanya terkekeh pelan. Tapi setelah itu Nata berbalik dan menghampiru Mata lagi.

“Barang Nata kayanya ada ketinggalan di kamar Mata waktu minggu lalu, jadi sekarang Nata mau ambil boleh?”

Mata mengangguk kemudian mempersilahkan Nata masuk, Mata tau ini hanya akal-akalan Nata agar bisa melihat siapa aja yang ada di rumah Mata.

“Loh? Rakha?”

Nata langsung noleh keruang tengah, dan ngelihat ada beberapa teman-temannya disana.

Ada Haikal, ada Darren dan juga ada Davan.

Nata noleh ke Mata yang terkekeh pelan.

“Nah personil lengkap, ayo Nata kita mabar. Kita kurang support nih”

Mau tidak mau akhirnya Nata duduk bersama dengan mereka untuk bermain game. Sedangkan Mata tersenyum, setidaknya setelah ini ia dan juga Nata tidak akan diam-diaman lagi.

Mata akan berterima kasih pada idenya Darren kali ini.

Our Dream


Bukan hanya berbicara tentang mimpiku atau mimpumu, tapi ini tentang mimpi kita bersama


“Kamu yakin mau ambil PPDS bedah anak?”

Tanya Sunghoon yang sedang menyiapkan sarapan pagi hari ini sebelum mereka berangkat kerumah sakit di hari terakhir mereka sebagai dokter intern, yang artinya sebentar lagi mereka akan mengambil spesialis dengan spesialis yang sudah mereka tentukan sebelumnya.

“Pertama pengennya ambil bedah aja sih Hoon, jadi mau bedah anak atau bedah umum juga gak papa”

Jawab Jongseong terus nyamperin Sunghoon dan meluk Sunghoon dari belakang, mencium aroma menangangkan dari tubuh kekasihnya tersebut.

“Kalo kamu jadi ambil saraf? Atau penyakit dalam?”

Masih dalam posisi memeluk Sunghoon kali ini giliran Jongseong yang bertanya, “aku kayanya ambil saraf deh, mama juga suruh aku ambil saraf”

Jongseong mengangguk kecil, kemudian melepaskan pelukannya dari Sunghoon dan memutar tubuh Sunghoon agar posisi mereka saling berhadapan.

“Kamu janji ya, bakal terus sama-sama sampai aku jadi dokter bedah terbaik dan kamu jadi dokter saraf terbaik, setelah itu kita nikah dan hidup kaya keluarga dengan anak-anak yang nantinya ada di tengah-tengah kita”

Sunghoon memutar bola matanya kemudian mendorong tubuh Jongseong dan mengatakan bahwa mereka hampir saja terlambat jika masih terus bermalas-malasan seperti ini.

***

Setelah beberapa bulan menjalanin kehidupan sebagai residen tahun pertama, mereka tidak menyangkah bahwa menjadi residen sangat sibuk, bahkan untuk makan siang berdua saja terkadang mereka tidak memiliki waktu jadi ketika berpapasan di koridor rumah sakit atau di IGD Sunghoon maupun Jongseong hanya saling melempar senyum dan sesekali saling menyemangatin satu sama lain. Setidaknya setiap dua hari dalam seminggu mereka akan pulang ke apartemen milik mereka berdua. Bahkan keduanya terkenal oleh hampir seluruh dokter dan perawat serta teman-teman mereka, mereka di julukin the future great doktor  karena kecekatan mereka dan menangani pasien.

“Ahhh.. harusnya aku tidak mengambil  spesialis bedah”

Jongseong segera masuk keruang istirahat residen bagian saraf dan langsung menjatuhka kepalanya pada paha Sunghoon yang saat itu sedang duduk di pinggir kasur miliknya, sedangkan badannya ia baringkan di kasur milik sayang kekasih.

Sunghoon terkekeh kemudian mengusap kepala Jongseong yang ada di pahanya.

“Apa hanya aku residen yang sibuk? Bahkan untuk berkencan dengan kekasihku saja tidak ada waktu”

Jongseong mengomel sedangkan Sunghoon masih asik mengelus kepala Jongseong.

“Harusnya aku mengambil spesialis pediantri seperti Heeseung? Atau mengambil orthopedi seperti Jaeyoon, tidak bisakah aku mendaftar ulang?”

Jongseong berkata, ia membenarkan posisinya dan sekarang menatap wajah Sunghoon dari bawah.

“Kamu bilang ingin jadi dokter bedah dan menyelamatkan banyak orang nantinnya”

Perkataan dari Sunghoon membuat Jongseong memajukan bibirnya, benar juga? Ia tidak boleh melupakan mimpinya.

“Akhir pekan ini gak ada jadwal operasikan? Aku dengar pacarku ini menjadi favorite para konsulen?”

Jongseong kembali berkata, akhir pekan ini ia mendapatkan jatah libur dan Jongseong ingin sekali merasakan akhir pekan, setidaknya ia ingin berkencan dengan kekasihnya. Di tambah sekarang ia mendengar bahwa Sunghoon kekasihnya menjadi favorite para dokter konsulen.

“Akhir pekan ini aku libur kok”

“Yes!!”

Jongseong segera bangkit dari posisinya di barengi sama ponselnya yang berbunyi, yang mengatakan IGD akan ramai karna adanya kecelakaan dan beberapa korban akan di bawa ke rumah sakit mereka.

“Oke sayang, aku harus kerja lagi”

Jongseong mencuri satu kecupan dari bibir manis Sunghoon kemudian berlari ke IGD, sedangkan Sunghoon hanya menggelengkan kepalanya dan kemudian ponselnya pun ikut berbunyi.

***

“Selamat karna telah terpilih menjadi calon kepala residen!!!”

Sunghoon bersorak dengan gembira ketika mendengar bahwa kekasihnya kini menjadi kepala residen bagian bedah, sedangkan Jongseong yang baru saja ingin istirahat setelah membantu dokter Kim operasi besar terkejut ketika ke ruangan istirahatnya sudah ada Sunghoon.

Jongseong tersenyum, rasa lelahnya tiba-tiba menghilang ketika melihat sosok kekasihnya dan Jongseong segera memeluk Sunghoon, padahal keduanya masih mengenakan pakaian bekas operasi.

“Nanti malam aku bisa pulang cepat, ayok rayakan semuanya, kita makan enak”

Sunghoon mengangguk kemudian sekarang menyuruh Jongseong untuk tidur, karna Jongseong sudah bekerja hampir 24 jam.

Waktu terus berjalan, padahal rasanya baru kemarin mereka memulai tahun pertama sebagai dokter residen tapi tahun ini mereka sudah hampir masuk tahun terakhir selama residen.

“Aku harus kembali bekerja, nanti kita bertemu di rumah saja ya”

Sunghoon mengecup pipi Jongseong sebelum akhirnya keluar ruangan para residen bedah tersebut, sedangkan Jongseong mengangguk dan ia akan istirahat sebentar sebelum kembali bekerja.

***

Sunghoon menyalakan air dari wastafel dan mencuci mulutnya, ia baru saja memuntahkan sesuatu dari mulutnya bahkan ia sama sekali belum makan apapun tapi ia sudah memuntahkan isi perutnya yang kosong.

Ini sudah sering terjadi selama tiga hari belakang, tapi badannya tidak terasa lelah dan ia masih bisa mengikuti beberapa jadwal operasi walau merasa sedikit mual.

“Lo gak papa kan Hoon?”

Jaeyoon teman Sunghoon dari jaman koas bertanya akan kondisi Sunghoon, awalnya mereka ingin makan siang bersama tapi Sunghoon tiba-tiba merasa pusing dan mual sehingga pamit untuk ke kamar mandi.

“Kayanya lo butuh istirahat deh, dari seminggu yang lalu gua perhatiin lo ada operasi terus, pasti mual karna kebanyakan operasi”

Mungkin perkataan Jaeyoon ada benarnya, mungkin Sunghoon hanya butuh istirahat saja.

Setelah keluar dari dalam toilet, Sunghoon berjalan menuju ruangan residen saraf untuk beristirahat namun langkahnya terhenti ketika melihat ada sosok laki-laki yang berjalan di koridor, dengan perut yang sedikit membesar, laki-laki itu memakai topi dan juga masker hitam dan jika di lihat dari arah mana laki-laki itu Sunghoon bisa pastikan bahwa laki-laki itu baru saja dari ruangan dokter kandungan.

Dijamannya sekarang, memang sudah hal biasa melihat para laki-laki istimewa yang bisa mengandung, Sunghoon sudah sering kali mendengqr dari temannya yang berada di spesialis kandungan.

Sunghoon tersenyum kemudian kembali berjalan menuju ruangannya.

***

“Sepertinya hari ini tidak bisa sayang, mendadak ada operasi”

Sunghoon menaruh ponselnya dan menghela nafas, ia tau bahwa menjadi seorang residen bedah adalah hal yang paling sibuk ketimbang menjadi residen lainnya, di tambah residen bedah hanya ada 5 orang termasuk kekasihnya. Jadi Sunghoon memutuskan untuk membereskan rumah mereka yang sudah hampir 1 minggu tidak dikunjungi keduanya karena sibuk.

Sunghoon duduk di sofa dengan segelas coklat panas, ia melamun memikirkan perkataan ibunya tadi sore. Sunghoon sempat berkunjung menemui ibunya sebelum pulang ke rumahnya.

“Kapan kau akan menikah dengan Jongseong? Lihatlah umur kalian sudah semakin tua, percuma kalian menjalin hubungan yang lama tapi tidak menikah? Apa karier lebih penting dari pada menikah?”

Perkataan ibunya tadi membuat Sunghoon merasa tidak enak pada dirinya dan juga pada diri Jongseong.

Sunghoon cukup lama berdiam diri sambil menatap amplop cokelat yang berkop rumah sakit tempatnya bekerja, ia menatap amplop itu cukup lama lalu membawa tangannya untuk mengelus pelan perutnya yang tertutup baju tidur yang ia gunakan, Sunghoon menutup matanya dan tidak terasa ia mengeluarkan setetes air mata dari matanya.

Sebelum benar-benar pulang dari rumah sakit, Sunghoon memutuskan untuk berkunjung ke ruangan residen spesialis kandungan dan menemui teman sesama residennya.

“Serius Hoon?”

Tanya Soeun dan Sunghoon mengangguk kecil, ia harus memastikan dengan benar bahwa mungkin saja dugaannya benar.

Soeun menyuruh Sunghoon untuk berbaring di ranjang dan membuka baju birunya sampai setengah dada, kemudian Soeun mengoleskan gel pada perut Sunghoon sebelum akhirnya menempelkan alat pada perut Sunghoon  dan menujuk ke layar monitor yang ada di samping mereka.

Soeun yang tengah memeriksa itu menghentikan gerakan tangannya kemudian menatap ke arah Sunghoon dengan tatapan yang sulit di mengerti oleh Sunghoon.

“Kenapa?”

Tanya Sunghoon kemudian ia melihat ke layar monitor tersebut dan menatap Soeun secara bergantian.

“Soeun?”

Sunghoon menarik nafasnya dalam-dalam sambil terdiam, sedangkan Soeun menujuk ke arah layar monitor tersebut.

“Sudah memasuki 5 minggu Sunghoon”

***

“Apa Jongseong tau hal ini?”

“aku akan membicarakannya pada Jongseong nanti”

Sunghoon memijit kepalanya yang terasa sakit dan ingin pecah, ia tidak siap. Bukan, ia bukan tidak siap untuk mengandung, tapi ia belum siap memberitau Jongseong perihal ini, jika ia memberitau Jongseong saat ini ia harus memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.

Pertama mereka masih menjadi seorang residen, ditambah mereka adalah residen tingkat akhir. Jika Sunghoon memberitau Jongseong akan hal ini, mungkin saja Jongseong bisa berhenti menjadi residen dan merelakan mimpinya.

Sunghoon tidak bisa, ia tidak bisa membiarkan mimpi Jongseong yang sudah ada di depan mata hancur begitu saja karena kehadiran anak di tengah-tengah mereka

***

“Maaf ya, tiba-tiba saja ada operasi darurat”

Jongseong berkata sambil meraih tangan Sunghoon, pagi ini mereka bertemu di lorong rumah sakit dengan Sunghoon yang baru saja datang dan Jongseong yang baru saja keluar dari ruang operasi.

Sunghoon mengulas senyum dan mengangguk kecil, ia mengerti bahwa mereka tidak memiliki waktu yang banyak seperti orang lain di luar profesi mereka.

“Kamu sudah sarapan? Mau sarapan bareng?”

Sunghoon tidak bisa menolak tawaran Jongseong karna itu akan menyakiti perasaan Jongseong, jadi Sunghoon memutuskan untuk menerima ajakaan sarapan Jongseong.

“Mungkin secara resmi minggu depan aku jadi kepala residen”

Jongseong berkata sambil memakan sarapannya sedangkan Sunghoon hanya melihat makanan di depannya tidak selera.

“Tinggal sedikit lagi Sunghoon, jika aku sudah menjadi konsulen dan mempunyai banyak uang, ayok menikah dan memiliki anak”

Jongseong berkata dan membuat Sunghoon menatap Jongseong.

“Jika kita sudah menjadi konsulen, menikah dan memiliki anak pasti dijamin kita tidak akan merasa kesulitan. Aku ingin anak-anak kita hidupnya berkecukupan dan tidak merasakan kesulitan seperti kita”

“Coba kamu bayangkan Sunghoon, kalo kita menikah dan punya anak sekarang? Pasti sangat sulit bukan? Ditambah kita terlalu sibuk dengan spesialis kita, mengurus anak. Walaupun dengan senang hari mengurus mereka tapi tetap saja itu akan menyulitkan kita dan orang lain”

“Jadi tunggu sebentar lagi dan aku pasti akan menikahimu, jadi sampaikan pada ibu jangan khawatir”

Sunghoon menoleh dan menatap manik mata Jongseong yang tersenyum padanya, “pasti ibu menyuruh kita untuk menikah lagikan?”

Sunghoon hanya diam, tidak menyangka bahwa Jongseong mengetahui hal ini.

“Bilang pada ibu bahwa calon mantunya akan menjadi dokter yang hebat dan pasti akan menikahi anaknya yang hebat ini”

Jongseong mencubit pipi Sunghoon dan mereka melanjutkan makan pagi mereka sebelum melanjutkan aktifitas mereka hari ini.

***

“Sunghoon?”

Jongseong sedikit terkejut ketika melihat Sunghoon yang sudah membereskan semua barang-barangnya dan membawa koper ketika Jongseong baru saja sampai di rumah mereka.

“Kamu mau kemana?”

Tanya Jongseong, ia sedikit panik ketika melihat koper milik Sunghoon.

“Ayo kita putus!”

Jongseong terdiam, menatap manik mata Sunghoon.

Mencoba mencari kebohongan dari ucapan Sunghoon barusan.

“Jangan bercanda Sunghoon”

“Aku muak Jongseong!! Aku muak denganmu!! Aku muak dengan pekerjaan ini, jangan pernah mencariku!! dan lupakan semua tentang mimpi kita!!”

Sunghoon melangkah kan kakinya untuk pergi namun dengan segera Jongseong menahan Sunghoon.

“Kamu kenapa tiba-tiba ngomong kaya gini Sunghoon, sekarang kita perlu bicara. Masuk”

Jongseong menyuruh Sunghoon untuk kembali masuk kedalam rumah mereka namun Sunghoon menolak dan melepaskan tangan Jongseong.

“Mulai detik ini jangan pernah mencariku dan menemuiku. Hubungan kita sudah berakhir!!”

Sunghoon melangkah pergi dan Jongseong yang hendak mengejar Sunghoon menghentikan langkahnya ketika mendapat telepon dari rumah sakit. Ia mengabaikan panggilan dari rumah sakit dan masih mengejar Sunghoon yang sekarang sudah menghilang di perempat jalan.

Ponsel milik Jongseong kembali berdering membuat Jongseong mengangkat panggilannya dan ada keadaan darurat di rumah sakit. Jongseong awalnya menimbang-nimbang, namun ia segera berlari ke rumah sakit.

Sebagai seorang Dokter, ia harus menyelamatkan nyama pasien dan mengenyampingkan masalah pribadinya

Sunghoon yang bersembunyi di lorong kecil itu terlihat menutup mulutnya dengan tangannya sendiri, membiarkan suara deringan ponselnya yang terus berdering semenjak tadi.

Sunghoon harus memulai hidupnya yang baru, ini semua demi dirinya Jongseong serta anak mereka

My Dream is You


Harusnya saat itu aku tau bahwa kepergianmu adalah pengorbanan terbesar yang kamu lakukan untukku


Sunghoon segera berlari begitu mendapatkan kabar bahwa mobil sekolah yang di tumpangi oleh anak laki-lakinya yang berumur tujuh tahun mengalami kecelakaan beruntun ketika pulang sekolah, bahkan Sunghoon langsung mengabaikan segala perkerjaannya siang itu dan langsung memacu mobilnya menuju rumah sakit.

Sesampainya di unit intalasi gawat darurat, yang Sunghoon lakukan adalah mencari keberadaan anaknya di antara banyaknya pasien-pasien yang mengalami kecelakaan yang sama.

“Apa disini ada wali dari anak bernama Park Jungwon?”

Sunghoon yang mendengar nama anaknya segera berlari menghampiri Dokter yang memanggil nama anaknya tadi.

“Saya dok, saya adalah papinya Jungwon. Bagaimana keadaan anak saya?”

“Kondisi anak ada saat kecelakaan terhimpit di dinding mobil yang terbalik, ada pendarahan di rongga abdominal dan cidera toraks. Kita sedang melakukan tindakan CT scan kepada pasien, setelah mengetahuinya kita akan melakukan operasi kecil untuk menyelamatkan kondisi anak anda tuan”

Sunghoon merasa bahwa keadaannya tidak baik-baik saja, mungkin jika ia tidak mencoba untuk bertahan ia akan terjatuh ketika mendengar kondisi Jungwon saat ini.

“Tidak ada pembengkakan pada saraf otaknya kak dok?”

Sunghoon kembali bertanya dan Dokter IGD tadi mengangguk kemudian segera membawa tubuh anak berumur tujuh tahun itu ke ruang operasi, sedangkan Sunghoon pergi ke tempat adminitrasi, ia harus menyelesaikan adminitrasi terlebih dahulu.

“Dokter Sunghoon?”

Sunghoon yang sedang berdiri untuk menyelesaikan adminitrasi terkejut begitu ada yang memanggilnya, seorang ibu paruh baya yang tersenyum ketika berhasil mengenali orang di depannya. Sunghoon terdiam, sudah sangat lama ia tidak dipanggil dengan sebutan Dokter.

“Jihoon Eomma?”

Wanita paru bayah tadi langsung mengangguk dan tersenyum, merasa bersyukur jika Sunghoon masih mengenalinya.

“Sudah sangat lama saya tidak melihat Dokter disini? Sudah hampir 7 tahun, saya selalu ingin berterima kasih pada Dokter, karena Dokter Jihoon bisa sehat sampai sekarang dan ia berjanji akan menjadi Dokter dikemudian hari”

Sunghoon terdiam dan kemudian mengulas senyumnya, senang mendengar bahwa anak laki-laki yang ia selamatnya 7 tahun lalu sekarang tumbuh menjadi laki-laki remaja yang sehat dan mempunyai mimpi yang mulia.

Setelah perbincang-bincang Sunghoon harus segera pergi ke ruang operasi dimana ia harus mengecek kondisi anaknya, tak jarang beberapa perawat menyapa Sunghooon walau sudah berlalu selama tujuh tahun semenjak ia berhenti menjadi Dokter Residen di rumah sakit ini, Rumah sakit ini terlalu banyak berubah dan semakin maju walaupun ada beberapa titik yang tidak berubah sama sekali. Sunghoon memilih untuk duduk dan tidak memikirkan masa lalunya di rumah sakit ini.

7 Tahun yang lalu

“Kita sudah melakukan CT scan untuk pasien dan harus segera di operasi karena ada beberapa aliran darah yang tersumbat di bagian otaknya akibat kecelakaan tersebut.”

“Kalo begitu tolong panggilkan Dokter Yewon”

“Dokter Yewon sedang ada operasi besar pasien dengan penyakit Gliobastama bersama dengan para residen lainnya”

“Kalau begitu panggilkan Dokter Wonwoo, dan sepertinya hanya Dokter Sunghoon Residen dari bagian saraf yang tidak ada operasi. segera hubungi mereka berdua”

“Baik Dok!”

Sunghoon yang baru saja selesai visit bersama dengan Dokter Wonwoo terlihat terkejut ketika ponsel miliknya dan juga ponsel milik Dokter konsulen itu berbunyi, ketika keduanya mengangkat panggilan dan saling memandang kemudian mereka segera bergegas untuk menuju ruang operasi

“Bagaimana operasimu, lancar?”

Sunghoon yang baru saja selesai operasi sedikit terkejut ketika melihat sosok residen lain yang juga baru saja keluar dari ruang operasi sambil tersenyum pada Sunghoon, Sunghoon tersenyum dan kemudian mengangguk kecil

“Bagaimana jika setelah ini kita pergi berkencan? Bukan kah sudah lama kita tidak berkencan?”

Sunghoon menatap sosok yang ada di depannya tadi kemudian sedikit berpikir

“Baiklah, tunggu di depan IGD jam 8 nanti”

“Selamat sore Dokter Sunghoon dan Dokter Jongseong, semakin hari terlihat semakin lengket saja, semoga langgeng ya Dokter-Dokter residen”

Sunghoon dan sosok tadi hanya terkekeh pelan begitu mendengar candaan dari perawat yang juga baru saja menyelesaikan operasinya

“Baiklah sampai bertemu nanti”

Akhirnya keduanya berpisah di lorong yang berbeda, untuk menyelesaikan pekerjaan mereka sebelum benar-benar pulang.

***

Sunghoon masih terus berdoa agar keselamatan anaknya di meja operasi, ia beberapa kali berdiri berharap bahwa Jungwon selesai di operasi. Lima menit kemudian seorang perawat datang dan memberitau kepada Sunghoon bahwa operasi Jungwon berhasil dan Jungwon akan di pindahkan ke ruang rawat setelah 1 jam.

Sedangkan di ruang operasi, seorang Dokter Konsulen bernafas lega karena sudah berhasil menyelamatkan pasiennya.

“Terima kasih atas kerja keras kalian”

Konsulen tersebut segera menundukan kepalanya dan keluar dari ruang operasi.

Sunghoon mengelus pelan kepala Jungwon yang masih belum sadarkan diri, sedangkan disampingnya seorang perawat mengecek keadaan Jungwon.

“Sebentar lagi Dokter yang mengoperasi Jungwon akan tiba dan akan menjelaskan keadaan tentang Jungwon”

Sunghoon mengangguk kemudian menghela nafasnya, hingga beberapa derap langkah kaki terdengar dan menghampiri ranjang Jungwon.

Manik mata Sunghoon bertemu dengan manik mata Dokter Konsulen yang telah mengoprasi Jungwon, mereka saling menatap untuk sesaat sebelum dokter residen tingkat 3 memberi tau dokter konsulenya untuk menyampaikan kondisi dari pasien.

“Perkenalkan saya Dokter Park Jongseong yang mengoprasi Park Jungwon, untuk kondisinya saat ini sangat stabil dan kemungkinan dalam beberapa jam akan sadar”

Ada narikan nafas berat dari nafas Dokter Konsulen bagian bedah tersebut, sedangkan para residen yang ada disana hanya diam, menatap wali dari pasien mereka yang terlihat sangat tenang padahal anaknya baru saja mengalami operasi yang cukup besar, biasanya mereka melihat wali dari pasien-pasien yang menangis dan meminta bantuan kepada para dokter akan menyelamatkan pasien.

“Saya rasa anda lebih mengetahui keadaan anak anda,untungnya tidak ada cidera yang menyebabkan rusaknya saraf Jungwon”

Sunghoon untuk sekali lagi mengangguk dan mengucapkan terima kasih.

“Beritau saya jika terjadi sesuatu pada Jungwon”

Setelah perkataan itu, rombongan dokter beserta residennya segera meninggalakan ruang Jungwon dan Sunghoon yang hanya terdiam dan duduk di kursinya, dengan mata yang memerah dan menahan tangisnya.

***

Jongseong kembali keruangannya dan duduk di kursinya, memijat kepalanya yang terasa pusing. Kenapa ia bisa bertemu dengan Sunghoon disini? Kenapa dari banyaknya rumah sakit, Sunghoon memilih rumah sakit ini?

Park Sunghoon

Jongseong tersenyum kecut, bagaimana pria yang menghilang selama 7 tahun itu tiba-tiba muncul di hadapannya? Sungguh tidak tau malu. Di tambah ia muncul dengan seorang anak berumur 7 tahun, Jongseong benar-benar merasa seperti dihianati, selama 7 tahun ini ia mencoba untuk melupakan Sunghoon dan pria tersebut malah muncul dan sudah memiliki kehidupan baru.

“Jongseong?”

Jongseong yang kaget karena pintu ruangannya terbuka begitu saja langsung menoleh, menatap salah satu dokter konsulen dari bagian anak tersebut yang terlihat berlari sebelum keruangan Jongseong.

“Sungh-”

Sosok tadi langsung menutup mulutnya dan menujuk keluar ruangan Jongseong.

“Maaf nih kalo gua salah ngomong, tapi tadi waktu gua mau visit..gua lihat Sunghoon ada disini? Jadi dia masih ada di Seoul? Dia udah punya anak? Wah.. pria yang sungguh sangat kejam”

Sosok tadi melihat raut wajah Jongseong yang berbeda, kemudian lebih memilih keluar ruangan dengan mengedap-ngedap, tidak ingin membuat Jongseong marah. Sedangkan Jongseong hanya terdiam sambil menatap kosong kedepan.

“Ayo kita putus!”

“Jangan bercanda Sunghoon”

“Aku muak Jongseong!! Aku muak denganmu!! Aku muak dengan pekerjaan ini, jangan pernah mencariku!! dan lupakan semua tentang mimpi kita”

Jongseong berlari mengejar Sunghoon, namun sebuah panggilan dari rumah sakit membuatnya harus merelakan Sunghoon dan berlari ke rumah sakit.

Malam itu harusnya menjadi malam yang bahagia bagi Jongseong yang baru saja di angkat menjadi kepala residen bedah, ia pulang dan berniat memberitau kekasihnya atas jabatan yang baru saja Jongseong terima, tapi ketika ia baru saja sampai rumah yang sudah mereka tinggalin bersama dari jaman residen tahun pertama, Jongseong melihat Sunghoon membereskan barang-barangnya. Meminta putus dari Jongseong dan menghilang dari rumah sakit. Bahkan pihak rumah sakit berkata bahwa Sunghoon mengundurkan diri dari pekerjaannya.

Selama berbulan-bulan Jongseong mencari sosok Sunghoon di waktu senggangnya, namun berjalannya waktu dan pekerjaan sebagai residen bedah yang sibuk, Jongseong tidak mempunyai waktu untuk mencari Sunghoon yang malam itu pergi begitu saja.

***

Sunghoon menatap Jungwon yang masih tertidur, kemudian ia lebih memilih untuk keluar ruangan mencari udara segar.

“Oh? Dokter Sunghoon?”

Sunghoon menoleh, melihat seseorang yang mendekat kearahnya dan merasa kaget ketika orang di depannya adalah benar-benar Sunghoon.

“Astaga Dokter.. Dokter kenal sama saya kan? Saya perawat Kim”

Sunghoon masih sangat ingat dengan jelas semuanya, semua yang ia tinggalkan disini selama 7 tahun yang lalu.

“Bagaimana kabar Dokter sekarang? Tidak disangka bisa bertemu dengan Dokter disini”

Perawat tadi kembali berkata, “Mungkin jika Dokter Sunghoon tidak berhenti pasti sekarang sudah menjadi salah satu konsulen terbaik seperti teman-teman dokter yang lain”

Sunghoon tersenyum, kemudian ia pamit untuk kebawah. Sambil berjalan ia terus merenung, entah apa yang ia pikirkan hingga sesosok menariknya dan membawanya kesebuah koridor sepi.

“Jaeyoon?”

Sunghoon terlihat kaget melihat temannya semasa residennya tersebut.

“Gimana Jungwon?”

Tanya Jaeyoon dan Sunghoon tersenyum.

“Syukurnya Jungwon baik-baik saja, salah satu dokter bedah terbaik yang mengoprasinya”

Jaeyoon terlihat menyipitkan matanya, hanya ada satu dokter bedah anak di rumah sakit ini dan itu adalah

“Apa Jongseong yang mengoperasi Jungwon?”

Tidak ada jawaban dari Sunghoon, ia hanya mengangguk kecil membuat Jaeyoon terlihat menghela nafasnya berat sekali.

“Lo belum ngomong sama Jongseong?”

Sunghoon kembali menggeleng dan ia menatap Jaeyoon sambil tersenyum paham betul bahwa temannya ini sangat menghawatirkannya.

“Mau sampai kapan lo sembunyiin kalo Jungwon anak Jongseong? Sekarang Jongseong udah jadi Dokter terbaik seperti mimpinya dia, Jongseong harus tau kalo dia punya Jungwon. Dan sekarang lihat? Bahkan lo ngerelain mimpi lo dan ngerawat Jungwon sendirian? Sedangkan Jongseong bisa hidup dengan mimpinya tanpa mikirin gimana perjuangan dan perngorbanan lo selama 7 tahun ini”

“Gak papa Yoon, biarin aja kaya gini. Gua seneng kok bisa ngerawat Jungwon sendirian”

“Gak Hoon,Jongseong harus tau kalo Jungwon anaknya”

Brakk

Sunghoon dan Jaeyoon menoleh, melihat Jongseong yang ada di dekat sana dan semenjak tadi mendengar pembicaraan antara Sunghoon dan Jaeyoon, menjatuhkan berkas di tangannya.

“Tunggu? Siapa? Jungwon anak aku?”

Jongseong menatap tajam ke arah Sunghoon dan Jaeyoon. Jaeyoon memilih untuk pergi dari sana dan sebelum itu ia memangan bahu Sunghoon “Beritau semuanya kepada Jongseong”

Setelah itu Jaeyoon meninggalkan mereka berdua, Jongseong berjalan mendekat sedangkan Sunghoon hanya menghela nafasnya dalam-dalam kemudian berjalan ingin pergi namun tangannya di tahan oleh Jongseong.

“Apa benar kata Jaeyoon? Jungwon anak aku? jawab Sunghoon”

Sunghoon tidak bergeming kemudian ia hanya menatap Jongseong dalam, kemudian melapaskan tangan Jongseong dan berjalan terlebih dahulu.

Tanpa menjawabpun, hanya dari tatapan Sunghoon harusnya Jongseong tau bahwa ada jawaban disana.

Bahwa Jungwon adalah anaknya bersama dengan Sunghoon

Tujuh tahun yang lalu, ketika ia benar-benar putus asa karena menghilangnya Sunghoon, Jaeyoon datang dan memukulnya, memaki-maki Jongseong dan mengatakan bahwa Jongseong egois tanpa tau 'kenyataan bahwa saat itu Sunghoon memilih untuk pergi agar mimpi Jongseong menjadi dokter bedah tidak terhalang dengan adanya anak dalam diri Sunghoon, karena yang Sunghoon tau bahwa Jongseong adalah seseorang yang mencintai anak kecil, jika Sunghoon memberitau keadaannya saat itu, bisa saja Jongseong melepaskan mimpinya yang sudah ada di depan mata, jadi lebih baik Sunghoon yang merelakan mimpinya untuk menjadi dokter saraf dari pada harus melihat Jongseong berhenti pada mimpinya.'

Jongseong segera berlari untuk menghampiri Sunghoon, ia harus mendengar secara langsung dari Sunghoon tentang Jungwon.

Garis Waktu


Tanpa mereka sadari, ruang dan waktu selalu berputar dan akan membawa mereka kepada takdir yang akan mereka hadapi


Heeseung segera bergegas dari rumahnya begitu mendapat kabar bahwa Jaeyoon terjatuh di kampus dan segera di larikan ke rumah sakit oleh Sunghoon, dengan memacu laju mobilnya sambil berdoa agar keadaan Jaeyoon baik-baik saja mengingat bahwa Jaeyoon memiliki penyakit berbahaya jika ia terluka sedikitpun.

Dengan terus melihat ke spion dan depan, Heeseung mencoba untuk tetap stabil di jalanan walaupun laju mobilnya di atas rata-rata. Ia harus tetap sampai di rumah sakit dengan selamat agar ia bisa melihat Jaeyoon baik-baik saja.

Heeseung yang sedang tidak fokus karena memikirkan kondisi Jaeyoon tiba-tiba di kejutkan dengan pemotor yang tiba-tiba muncul dari sebelah kanan dan membuat Heeseung membanting stir ke arah kiri, namun tidak disangka bahwa di sebelah kiri ada sebuah truk yang siap menghantam mobil milik Heeseung.

Heeseung menatap truk tersebut dalam diam, sudah tidak bisa menghindar lagi yang ada dipikirannya saat ini adalah semoga Jaeyoon baik-baik saja, tanpa memikirkan apa yang akan terjadi padanya. Hingga suara hantaman keras dan decitan aspal dan ban terdengar begitu nyaring memecahkan keheningan jalan pada malam tersebut.

Yang Heeseung ingat, ia hanya melihat sebuah cahaya yang begitu terang.

***

“Aghhh!!! Lepas!!”

Ethan mencoba untuk mencengkram lengan seseorang yang mencekiknya dan membawanya ke tepi danau dekat apartemen tempat ia tinggal saat dirinya sedang melakukan olahraga pagi.

“Gua udah bilang sama lo, kalo gua gak segan buat bunuh lo-”

Ethan terus mencoba melepaskan dirinya, nafasnya sudah terasa berat dan dadanya sesak sedangkan sosok di depannya tadi tersenyum sinis pada Ethan.

“Dan ini adalah saatnya gua bunuh lo”

Dan detik berikutnya Ethan bisa merasakan bahwa tubuhnya terjatuh kedalam dinginnya air danau disana, ia tidak bisa bergerak karena nafasnya yang terengah akibat cekikan yang ia terima tadi, seluruh tubuhnya terasa kaku dan dingin. Ethan tidak bisa bergerak dan ia juga tidak bisa mati seperti ini, ia harus selamat, bagaimanapun caranya ia harus selamat dan membalaskan dendamnya kepada orang tersebut. Namun ketika ia berusaha untuk berenang, yang Ethan dapatkan adalah sebuah cahaya terang yang sangat menyilaukan matanya.

***

Ethan samar-samar bisa mencium aroma khas rumah sakit yang sangat ia benci, tapi di dalam benaknya apakah ini berarti bahwa ia selamat?

Baguslah

Itu tandanya ia bisa membalaskan dendamnya pada orang yang mencoba membunuhnya tersebut.

“Bang Heeseung?”

Ethan yang awalnya membuka mata kemudian menutup matanya dikejutkan dengan suara seseorang yang tepat berada di sampingnya, membuat ia kembali membuka matanya dan pandangannya bertemu dengan seseorang yang tidak ia kenal.

“Bang Heeseung udah sadar? Bentar gua panggilin dokter dulu”

Ethan terkejut begitu sosok tadi segera keluar dari ruangannya, yang membuat Ethan terkejut adalah bahasa yang digunakan orang yang tidak di kenal Ethan tadi.

Ia menggunakan bahasa Korea, bahasa yang memang merupakan negara asal Ethan, tapi masalahnya Ethan sudah lama tinggal di Australia dan tentu saja ia sudah sangat jarang memakai bahasa   aslinya.

Selang beberapa menit kemudian seorang dokter dan juga dua suster datang dan langsung memeriksa kondisi Ethan, Ethan tidak melontarkam protes apapun ia membiarkan dokter dan para suster itu untuk memeriksanya.

“Kondisinya membaik dari pada sebelumnya, tapi masih harus tetap kita pantau”

Dokter dan suster tadi izin pamit setelah memeriksa Ethan yang masih terlihat bingung, apa mungkin sekarang ia berada di rumah sakit Korea? Mengapa dokter dan susternya menggunakan bahasa Korea? Dan yang menjadi pertanyaan adalah, siapa laki-laki di depannya ini.

“Bang? Bang Heeseung?”

“Heeseung?”

Laki-laki tadi mengangguk ketika Ethan berkata Heeseung.

“Bang Hee gak hilang ingatan kan? Masih kenal gua kan?”

Ethan tentu saja bingung kemudian bertanya siapa laki-laki di depannya ini menggunakan bahasa sehari-harinya yang membuat sosok tadi terkekeh.

“Elah bang, masa baru 1 minggu koma pas bangun udah pakek bahasa luar aja. Gua Jongseong lah, adik senior kebangga lo”

Ethan semakin tidak mengerti dengan apa yang terjadi pada dirinya sekarang, kemudian ia mencoba berbicara menggunakan bahasa korea.

“Gua dimana sekarang?”

Tanya Ethan sambil menatap sosok yang mengclaim bahwa namanya adalah Jongseong.

“Dirumah sakit lah bang, masa di tempat karoke”

Jawab Jongseong sambil terkekeh, sedangkan Ethan terlihat mencoba menahan emosinya namun kepalanya tiba-tiba pusing.

“Gua tau di rumah sakit, tapi sekarang gua ada di negara mana?”

Jongseong sedikit mengerutkan keningnya, apa ini efek cidera pada kepala seniornya? Bahkan dari nada bicaranya saja sudah berbeda dengan sosok Heeseung yang sebelumnya.

“Ya korea lah bang, masa di zimbabue”

Ethan langsung menoleh, menatap tidak percaya pada sosok Jongseong.

“Korea? Bukan di Melbourn?”

“Hah? Ngaco, bang lo a-”

“Kak Heeseung!!!”

Kedua menoleh ketika pintu ruangan milik Ethan terbuka, menampilkan sosok Jaeyoon dan juga Sunghoon. Jaeyoon segera berlari dan memeluk sosok Heeseung yang sekarang adalah Ethan.

Ethan yang mendapat perlakuan seperti ini terkejut dan diam sesaat, namun ia sadar sosok siapa yang memeluknya dan dengan cepat Ethan melepaskan pelukannya yang membuat semua menatap ke arah Ethan.

“Lo ngapain disini hah!? Seneng kan lo gua masuk rumah sakit?! Oh ini pasti ulah lo kan? Lo yang mau bunuh gua kan!?”

Ketiga orang di dalam ruangan tersebut terkejut atas perkataan dari Ethan yang ditunjukan pada Jaeyoon. Ethan menatap Jaeyoon dengan tatapan tajam dan benci, sedangkan Jaeyoon sedikit tersentak karena nada bicara Ethan yang tajam dan dingin.

“Keluar lo dari ruangan gua! Gua gak butuh lo! Dan gak mau lihat wajah lo!!”

Jaeyoon kembali tertegun, ini bukan seperti Heeseung yang ia kenal. Wajahnya sama, tapi sorot mata dan nada bicaranya berbeda.

Apakah ini Heeseungnya? Apakah ini sosok Heeseung yang ia kenal? Atau seseorang yang terperangkap dalam tubuh Heeseungnya?

ICY


Jake galau, anaknya lagi natap hapenya. Udah hampir 5 hari dia galau. Galau karna gak dapat kabar apapun dari asdosnya, terakhir kali waktu mereka lagi makan di kantin itu pun asdosnya langsung pergi habis lihat hapenya.

“Jake, woi!”

Jake hanya menoleh, melihat kearah Jay yang datang sambil bawa roti sama coffe dingin buat Jake.

“Gua galau Jay, harusnya hari inikan kelas pak Heeseung eh yang masuk malah pak Namjoon”

Jawab Jake kemudian dia buka bungkus rotinya terus dimakan sama dia rotinya.

“Lah kan emang tugas pak Heeseung udah selesai ya balik ke pak Namjoon lah”

Ucapan dari Jay buat Jake menghela nafasnya panjang.

“Akhir-akhir ini gua gak lihat Sunghoon? Tuh anak kemana?”

Jake baru sadar, karena sibuk mengalau ia sampai lupa jika salah satu temannya gak kelihatan dari dua hari yang lalu.

Jay cuma diam aja, sebenarnya ia tau kemana perginya Sunghoon tapi Sunghoon sudah memintannya untuk tidak memberitau siapapun.

“Balik ke rumah orang tuanya”

Jake mengangguk kecil, lalu meminum minumannya dan kembali menguyah roti dengan gigitan penuh yang membuat pipinya mengembung, terlihat gemas karena kaca mata bulat yang ia gunakan, bahkan membuat Jay terkekeh dan mengelus pelan kepala Jake.

“Tuh kan!”

Jay terkejut ketika Jake berteriak, ia mengerutkan keningnya.

“Kalo pak Heeseung yang elus kepala gua rasanya degdegan”

Jay rasanya ingin melempar Jake tapi ia mengurungkan niatnya.

Hape Jake berbunyi tanda ada sebuah pesan masuk, ia berharap itu dari asdosnya tapi ternyata dari ibunya yang menyuruh Jake mampir ke rumah sakit karena ayah Jake sedang di rawat.

“Teman, bisa antarin gua ke rumah sakit? Bokap sakit”

Jake menoleh pada Jay dan Jay mengangguk tanda ia siap mengantar Jake.

***

Jake lagi jalan dikoridor rumah sakit, tapi dia kebingungan soalnya anaknya tukang nyasar. Harusnya dia pergi ke lantai dua, khusus para pengidap penyakit kanker tapi dia malah ke lantai tiga, tempat biasanya anak-anak di rawat.

Soalnya Jake lihat banyak anak-anak yang mondar mandir pakek baju rumah sakit.

Pas Jake lagi nunggu lift ke buka buat turun, Jake agak kaget waktu pintu lift ke buka, bukan cuma Jake aja, tapi dua orang di depan Jake juga sama kagetnya dengan Jake.

“Loh pak Heeseung? Sunghoon?”

Jake kaget soalnya di depannya dua sosok yang dia kenal banget tapi yang belakangan ini gak ada kabar sama sekali.

“Jake? Ngapain lo disini?”

Sunghoon bertanya, sekarang mereka udah keluar dari lift dan berdiri di depan Jake.

“Gua kesini mau ketempat bokap, lo sendiri? Kata Jay lo balik kerumah? Kok bisa di rumah sakit sama pak Heeseung?”

Jake balik bertanya sambil menunjuk sosok asdosnya yang masih diam.

“Gua kesini kar-”

“Papa~~”

Jake menoleh kebelakang, seorang anak berumur lima tahun berlari ke arah mereka dengan seragam rumah sakit dan langsung memeluk kali Heeseung.

“Papa sama om kemana aja? Jungwon bosan sendirian”

Jake tidak berkedip, ia menatap Heeseung yang sekarang sedang mengendong anak laki-laki tersebut dan mencium pipi anak laki-laki tersebut.

“Papa sama om Sunghoon tadi makan siang di bawah Jungwon, nah kenapa Jungwon lari-lari dan gak tidur di kamar?”

Heeseung mengeyampingkan sosok Jake di hadapannya, ia masih fokus pada anak laki-lakinya.

Sunghoon menghela nafasnya, ia tau kalo dikepala Jake mungkin banyak sekali pertanyaan yang bakalan keluar tapi diurungkan oleh Jake. Sunghoon juga tau kalo Jake bukan tipe orang yang banyak tanya, apalagi masalah pribadi.

“Kalo gitu gua duluan ya Hoon, nyokap udah telepon. Pak saya duluan”

Jake langsung pergi pas pintu lift ke buka.

“Pantesan aja ilang, udah punya anak? Jadi selama ini mainin gua doang? Terus Sunghoon punya hubungan apa? Atau Sunghoon pacarnya? Maka dari itu Sunghoon gak pacar-pacaran sama Jay?”

Heeseung menoleh pada Sunghoon yang juga terdiam, Sunghoon juga sama seperti dirinya bisa membaca pikiran orang lain yang sedang memikirkannya.

“Pantas aja Sunghoon larang-larang gua buat deket sama pak Heeseung, taunya pacarnya. Tsk!!”

Heeseung menghela nafasnya, berjalan dalam diam sambil mengendong Jungwon.

Sedangkan Sunghoon hanya menatap pintu lift yang tertutup kemudian melangkah menyusul Heeseung.

Friend With Benefit


Jay menyerahkan segelas coffe hangat pada Sunghoon, saat ini keduanya sedang berada di pinggir sungai Han dan jam menunjukan pukul 10 malam.

Keduanya belum berbicara, masih menikmati angin malam yang menerpa wajah mereka.

“Kalo boleh tau kenapa lo nyebarin video itu?”

Jay akhirnya bersuara terlebih dahulu, Sunghoon meminum coffenya dengan pandangan masih lurus kedepan sebelum menghela nafas beratnya.

“Supaya lo selamat”

Jay langsung menatap Sunghoon dari samping.

“Lo dan nyokap gua adalah orang terpenting dan gua gak bisa biarin bokap nyentuh kalian berdua”

“Lo gak mikirin dampak apa yang lo terima Sunghoon?”

Sunghoon mengangguk, tentu saja dia tau seperti apa dampak yang bakal dia dapatkan. Bahkan sekarang dampak itu terlihat sangat jelas bukan?

“Thank ya Jay, lo udah buat nyokap gua selamat”

Sunghoon menoleh menatap Jay yang masih menatapnya dalam.

“Makasih karna lo udah nepati janji lo ke gua, setelah nyokap gua sembuh gua bakal bayar semuanya ke kalian”

Jay menyipitkan matanya, ucapan Sunghoon terdengar aneh di telinganya.

“Gua berniat bawa nyokap ke tempat yang jauh dari sini, hidup berdua sama nyokap gua tanpa siapapun”

“Dan berakhir lo ninggalin gua?”

Sunghoon tersenyum dan kembali meminum coffenya serta menatap sungai Han di depan mereka.

“Gua ngerasa gak pantes buat tinggal disini, tujuan gua cuma pengen nyokap sembuh dulu”

“Gua sayang sama lo Sunghoon. Bukan sayang tapi gua cinta sama lo, gua gak tau bakalan jadi apa kalo gak ada lo di hidup gua”

Sebuah pengakuan yang sangat jarang keluar dari mulut Jay dan itu membuat hati Sunghoon menghangat, ia menatap Jay dan tersenyum.

“Kalo lo cinta sama gua, mau kan lo izinin gua pergi? Terlalu banyak hal jelek disini Jay. Prioritas gua sekarang cuma pengen nyokap sembuh”

Jay menghela nafasnya, ia harusnya tau kalo Sunghoon adalah orang yang sangat keras kepala.

“Jay-”

Sunghoon meraih tangan Jay dan mengelusnya pelan.

“Gua sayang sama lo dan makasih buat semuanya. Mungkin di next time kita bisa sama-sama tanpa harus jalanin hubungan rumit kaya gini”

Sunghoon tersenyum manis dan menatap dalam ke arah manik mata Jay.

Jay hanya menghela nafasnya.

“Gua seneng bisa jadi temen terbaik lo dan punya hubungan rumit sama lo, lo bener mungkin next time kita bisa jalanin hubungan yang gak rumit. Gua bakal selalu nungguin lo”

Sunghoon kembali tersenyum sambil mengangguk, Jay menarik Sunghoon kedalam pelukannya dan memeluk Sunghoon hangat.

“Gua sayang sama lo”

Setelah itu Jay mencium kening Sunghoon lama, menyalurkan semua rasa cinta dan sayangnya yang tertahan selama ini.


END

Friend With Benefit


“Lo ngapain?”

Jay berkata waktu ngelihat Leo datang dengan pakaian serba hitam, masker hitam serta topi hitam jangan lupakan tangannya yang memengang tali.

Saat ini mereka berada di belakang rumah Sunghoon, rumah yang di kelilingi tembok besar tersebut.

“Gua sering lihat film action, ini perlengkapan yang mesti kita pakai untuk menyusup ke rumah orang”

Ucap Leo sambil memutar-mutarkan tali tambangnya, dimana ujung tali tersebut terdapat pengaitnya.

“Ini nanti kita lempar, terus kita bisa manjat ke atas”

Sambungnya lagi, sedangkan mereka yang ada di sana menatap Leo dengan malas hingga terdengar suara pintu besi berwarna hitam yang terbuka, menampakan sosok wanita paruh baya yang langsung membungkukan badannya ketika melihat segerombolan para remaja di sana.

“Gak perlu pakek gituan, kita lewat jalur orang dalam”

Jake berkata kemudian tersenyum pada wanita itu, kemudian masuk sedangkab Leo dengan cepat membuang talinya.

Mereka berjalan menuju taman belakang yang tidak jauh dari tempat mereka masuk, Bibi Jung bilang Sunghoon sedang ada disana bersama dengan ibunya.

Taehyun berdecak melihat Leo yang berjalan di belakangnya, dengan gaya ala-ala film action dan tangannya membentuk sebuah pistol-pistolan.

“Tengg teng tengg tengg... “

Leo bersuara seperti ia adalah agen menyelamat, sambil melirik kanan dan kirinya dengan tangan masih membentuk sebuah pistol.

kalo saja Taehyun membawa batu, mungkin saja kepala Leo sudah dilempar dan bocor

“Kita harus berjaga-jaga teman-teman”

Leo masih berkata, sedangkan yang lain menggeleng. Langkah mereka terhenti ketika melihat Sunghoon sedang mengobrol dengan ibunya yang berada di kursi roda.

Sunghoon yang berjongkok dan mengenggam tangan ibunya sambil mengelus tangan wanita yang sangat dicintai oleh Sunghoon tersebut, ia akan melakukan apapun untuk menyelamatkan ibunya walau ia harus mempertaruhkan ibunya.

Jay menatap dari jauh, bagaimana Sunghoon menatap sayang ibunya.

“lo tau gak Jay, kenapa gua gak pernah tertarik sedikitpun sama perempuan?”

Sunghoon berkata sambil menatap Jay disampingnya, Jay menggeleng kemudian mengelus pelan wajah lelah Sunghoon

“Gua cuma pengen jadiin nyokap gua satu-satunya perempuan di hidup gua. Klise banget kan ya? Tapi gua cuma takut kalo gua berakhir kaya bokap gua dan nyakitin perempuan”

Sunghoon menghela nafasnya dan menutup matanya, meresakan sentuhan tangan Jay pada wajahnya

“gua cuma pengen disayang secara tulus Jay”

Gua sayang sama lo Sunghoon, dari awal pertemuan kita. Gua sayang sama lo

Jay berjalan mendekat kearah Sunghoon dan ibunya, membuat yang lain juga ikut berjalan dengan sambil berjaga. Mereka takut jika anak buah ayah Sunghoon berada disana.

Sunghoon yang baru saja tersenyum pada ibunya melihat ke arah belakang, dimana disana ada ke lima temannya.

Jay yang menatapnya dalam.

Jake yang tersenyum dibelakang Jay.

Taehyun yang ikut tersenyum disamping Jake.

Kai dan Leo yang melambaikan tangan mereka.

Sunghoon bangkit berdiri terlihat terkejut, bagaimana teman-temannya bisa masuk kerumahnya.

“Mah, mama tunggu disini ya”

Wanita cantik itu terlihat mengangguk kecil, pandangannya masih terlihat kosong.

“Jay?”

Sunghoon sedikit berlari menghampiri teman-temannya dan berseru.

“Disini bukan cuma Jay doang elah”

Kai berkomentar tapi tidak di tanggapi, sekarang mereka mengelilingi Sunghoon dan mereka sedikit terkejut melihat kondisi Sunghoon.

Wajahnya terlihat lebab di beberapa bagian.

“Akh!”

Jay menarik Sunghoon dan menyikap baju lengan panjang yang digunakan oleh Sunghoon, dimana kedua lengan Sunghoon terdapat luka memar yang masih baru.

Sunghoon hanya menghela nafas, tanpa di jelaskan teman-temannya paham betul apa yang terjadi padanya setelah menghilang.

“Jay waktu kita gak banyak, pertama kita harus bawa Sunghoon sama nyokapnya keluar dari sini dulu”

Jake kemudian berkata menyadarkan Jay yang masih menatap Sunghoon lama.

“Kai bawa nyokap Sunghoon keluar sama Sunghoon”

Jay berkata sedangkan Sunghoon masih terlihat bingung?

“Lo percayakan sama kita? Sama gua?”

Jay mengenggam tangan Sunghoon, sedangkan Sunghoon masih terlihat bingung.

“Kita bantu lo keluar dari sini sama nyokap lo-”

“Tapi bokap gua?”

“Lo percayakan?”

Sunghoon terlihat bingung, tapi kalo sudah begini ia tidak bisa bergerak lagi jadi hanya mengangguk kecil.

“Siapa disana?”

Terdengar beberapa derap langkah kaki yang mendekat, bisa di pastikan itu adalah para pengawal yang di kerahkan oleh ayah Sunghoon.

“Kai-”

Kai langsung mengangguk dan membawa ibu Sunghoon ke arah dimana mereka tadi masuk bersama dengan Sunghoon.

“Hei! Siapa kalian!”

Ada sekitar 15-20 orang berpakaian hitam yang datang, berlari ke arah mereka.

“Wah gua udah lama gak memperlihatkan kekuatan sabuk hitam gua”

Leo berkata kemudian merenggangkan otot-ototnya.

“Hoon ayok”

Kai berkata ketika melihat Sunghoon menoleh, melihat teman-temannya yang siap melawan pengawal ayahnya.

“Mereka pasti bisa kok, sekarang kita harus keluarin nyokap lo dari sini”

Sunghoon mengangguk kemudian kembali menoleh ke arah belakang, menatap teman-temannya sebelum ia keluar bersama dengan Kai.

“Gua janji bakal ngeluarin lo sama nyokap lo dari rumah itu, begitu lo keluar lo bisa bebas dengan jalan yang lo pilih Hoon dan gua selalu ada disamping lo”