auteurlavie

the girl's who love writing

Tiga


Sunghoon melambaikan tangannya pada Heeseung yang baru saja masuk kedalam caffe, Heeseung yang melihat Sunghoon melambaikan tangannya tersenyum kemudian menghampiri meja di mana Sunghoon duduk, namun pandangannya tertuju pada dua gelas minuman yang ada di meja sana.

“Aku hanya sedang mencoba menebak minuman kesukaanmu, hyungnim tidak keberatan kan?”

Sunghoon menunjuk ke arah minuman di depan Heeseung, sedangkan Heeseung menggeleng dan berkata bahwa ia bisa minum coffe apapun.

“Apa kamu tau, ada dessert yang terkenal disini”

Sunghoon menaikan sebelah halisnya dan menggeleng pelan.

“Kalo begitu biar aku pesan dulu-”

“Eh, gak usah. Kan disini Sunghoon yang traktir, nama kuenya apa? Biar Sunghoon pesen”

Sunghoon segera menahan tangan Heeseung yang akan bangkit berdiri, dan diri yang sekarang berdiri. Heeseung yang melihatnya terkekeh pelan.

“Kamu bilang aja di kasir, kue paling best seller”

“Oke siap”

Sunghoon memberi gestur tangan OK kemudian pergi ke counter dessert, Heeseung yang matanya tertuju pada Sunghoon hanya bisa mengulas senyumnya, ditambah ketika Sunghoon terlihat beberapa kali membuka mulutnya saat melihat-lihat etalase berisikan kue-kue terbaik dari caffe ini.

Namun pandangan Heeseung sedikit memincing ketika melihat ada dua sosok yang ia kenal baru saja masuk dan berdiri di samping Sunghoon, hingga melihat Sunghoon tidak sengaja menyenggol bahu sekertaris Heeseung, Sunghoon membungkukan badannya dan terlihat mengucapkan minta maaf, sambil berjalan ke kasir untuk membayar.

“Mereka bilang ini yang paling top, tapi aku juga memesan rasa yang ini”

Sunghoon datang sambil membawa tiga kue dengan rasa berbeda, kemudian memberikan satu untuk Heeseung yang diterima baik oleh Heeseung.

“Ngomong-ngomong, waktu di busan kemarin, kakak ada mengerjakan sebuah proyek yah?”

Tanya Sunghoon ia memotong kue di depannya dengan garfu kecil dan memakannya dengan antusias, “ternyata memang enak” sambungnya lagi.

Heeseung tersenyum, ia meminum minumannya “ada pembangunan hotel yang akan di lakukan disana”

Jawab Heeseung, matanya sama sekali tidak pernah berpaling dari wajah Sunghoon.

Sejak pertemuannya pertama kali di hari itu, Heeseung sudah tertarik dengan Sunghoon. Semua tentang Sunghoon membuat Heeseung selalu penasaran, dan Heeseung tau bahwa Sunghoon adalah CEO dari HJ Group.

Kalo dilihat dalam posisi sekarang, siapapun tidak akan menyangka bahwa orang di depan Heeseung adalah seorang CEO dan malah akan mengira bahwa orang di depannya hanyalah anak SMA yang sedang menikmati kue kesukaannya hingga belepotan.

“Sorry Hoon-”

Heeseung berkata membuat Sunghoon melihat kearahnya dan terkejut ketika Heeseung menyeka sudut bibir Sunghoon dengan tissu yang penuh dengan cream dari kue yang dirinya makan, Sunghoon sedikit terlihat malu dan menundukan kepalanya.

“Enak banget ya kuenya? Sampai kaya bocah gitu kamu”

Sunghoon sekali lagi melirik dan tersenyum sambil mengangguk, kemudian keduanya menghabiskan jam makan siang sambil bercerita ini dan itu tentang apa saja kesukaan mereka dan mereka memiliki beberapa kemiripan.

“Akhir pekan kamu sibuk gak hoon?”

Sunghoon menggeleng pelan dan membuat Heeseung tersenyum.

“Kalo gitu, mau nonton?”

Tawar Heeseung dan jauh di lubuk hati Sunghoon ia merasakan bahagia yang tiada tara, sehingga ia mengangguk dengan semangat dan membuat tangan Heeseung bergerak mengelus puncak kepala Sunghoon yang malah membuat keduanya terdiam.

“Eh, maaf hoon”

Heeseung meminta maaf karena ketidak sopanannya sedangkan Sunghoon hanya diam.

Ia diam bukan marah.

Hanya saja hatinya seperti ada yang aneh.

Perutnya juga terasa aneh.

Kepalanya juga.

Jantungnya juga.

Kakinya juga.

Jadi respon yang Sunghoon berikan hanya anggukan kecil.

Dua


Sunghoon tengah mencari dompet miliknya di saku jas formalnya kemudian pada celananya, ia menghela nafasnya secara kasar, sepertinya dompetnya tertinggal di kamar hotel jadi ia mencoba menelepon Beomgyu untuk kesini dan membayarkan minuman yang sudah ia pesan.

“Biar sekalian saya yang bayar”

Sunghoon menoleh menatap pria yang sama sekali tidak ia kenal dan membayarkannya minuman.

“Maaf tuan, bukannya aku tidak tau berterima kasih. Tapi mengapa anda membayarkan minuma saya? Kita tidak saling mengenal”

Ucap Sunghoon dan sosok tadi hanya tersenyum kecil pada Sunghoon.

“Tidak ada alasan, saya sedang terburu-buru dan tidak bisa menunggu untuk membayar minuman saya”

Sunghoon menundukan kepalanya dan sekali lagi mengucapkan terima kasih.

“Tapi ngomong-ngomong, apakah kau adalah CEO dari HJ Group?”

Sunghoon mengangkat kepalanya, menatap sosok di depannya yang tersenyum dan mengulurkan tangan pada Sunghoon.

“Park Heeseung, aku harap kita akan bertemu lagi dan selamat menikmati kopimu” Sunghoon meraih tangan sosok tersebut dan kemudian melepaskannya lagi.

Heeseung tersenyum dan berjalan melewati Sunghoon begitu saja, membuat Sunghoon masih terdiam di tempat dan menatap satu gelas coffe di tangannya.

***

“Apa aku terlambat?”

Seojoon menarik kursinya sedangkan Hyungsik menggeleng dan menyuruh asistennya untuk memberikan teh pada tamunya hari ini.

“15 menit dari waktu yang di janjikan”

Jawab Hyungsik dan membuat Seojoon terkekeh pelan.

“Bagaimana? Apakah tawarin kami diterima?”

Seojoon melipat kakinya dan membawa tangannya bertompa pada kedua lututnya, sedangkan Hyungsik menatap teman SMAnya itu dalam diam.

“Aku dengar anakmu tidak berhasil membawa proyek di Busan kan? Padahal itu satu-satunya cara untuk menyelamatkan HJ Group”

Seojoon kembali berkata, menatap manik mata Hyungsik.

“Perusahaanku bisa membantumu Hyungsik”

Hyungsik menatap Seojoon untuk sesaat “Lakukan hubungan bisnis dengan JY Group maka perusahaanmu akan selamat”

***

Sunghoon menggerakan jari-jari kakinya ketika ombak menyapu kaki telanjangnya, sore ini ia menyempatkan diri untuk menepi di Lautan Busan, hanya untuk menenangkan pikirannya sebelum ia kembali ke Seoul besok pagi.

“Sepertinya kau orang yang lebih suka sendirian?”

Sunghoon menoleh, melihat Heeseung berdiri di sampingnya dengan tatapan lurus ke laut lepas. Ini adalah hari ketiga ia berada di Busan dan untuk ketiga kalinya bertemu dengan Heeseung.

Pertama insiden coffe, kedua mereka bertemu di restoran hotel untuk sarapan dan yang terakhir hari ini, di pinggir laut mereka bertemu lagi.

“Bukan kah ini takdir?”

Heeseung berkata lalu tersenyum sambil menatap Sunghoon.

“Apa kau percaya pada takdir?”

Kali ini Sunghoon yang bertanya, sedangkan Heeseung masih menatap ke depan, ia memejamkan matanya dan Heeseung melakukan apa yang di lakukan oleh Heeseung tanpa menunggu jawaban dari Heeseung. Keduanya hanya diam dengan posisi mata tertutup, sinar matahari yang semakin redum dan berwarna oranye, serta desiran suara angin dan ombak yang menyapa telinga mereka. Dan Sunghoon merasa bahwa hatinya jauh lebih tenang untuk saat ini.

“Ya, aku percaya pada takdir”

***

Heeseung menoleh pada ponsel Jake yang sendari tadi berbunyi namun tidak di angkat, pagi ini mereka akan kembali ke Seoul dan Heeseung akan ikut dengan mobil.

“Angkatlah, Jay pasti menunggumu”

Ucapan dari Heeseung membuat Jake merasa tidak enak, Heeseung memang mengetahui hubungan orang kepercayaannya dengan adik tirinya itu dan karena alasan itu, Heeseung tidak ingin mengantik Jake dengan Taehyun walau Jay selalu memintanya melakukan pertukaran.

Heeseung hanya tidak ingin ada gosip miring antara Jay dan juga Jake, dan tidak ingin Jake memiliki musuh di kantornya sendiri. Walau beberapa kali sempat ada rumor yang beredar. Bahkan tidak jarang rumor yang mengatakan bahwa Heeseung dan Jake memiliki hubungan special dan juga Jay.

Selalu seperti itu, selalu menyukai orang yang sama.

Namun Heeseung tau, memengang prinsip ketika orang yang kamu sukai bahagia, maka kamu akan bahagianya.

Ini sudah tahun ketiga ia melepaskan orang yang ia sukai untuk adiknya sendiri, lagian untuk saat ini Heeseung hanya ingin bekerja dan membuktikan pada orang-orang, bahwa ia dan ibunya berhak berada di keluarga ini.

***

Jay menatap Taehyun yang sedang menjelaskan tentang beberapa saham yang dimiliki oleh Jay dan Heeseung di perusahaan.

Taehyun menjelaskan karena besok pagi akan ada rapat bersama dengan dewan direksi mengenai pemengang saham di perusahaan.

“Apa sahamku lebih banyak?”

Tanya Jay lagi.

“Secara besar saham milik Pak Jay lebih banyak dari saham milik Pak Heeseung, hanya saja untuk masalah pekerjaan Pak Heeseung jauh lebih baik dari Pak Jay”

Jay hanya bisa terdiam, sampai kapanpun sepertinya ia tidak bisa berada selangkah lebih maju dari sang kakak.

Tumbuh dari keluarga kaya raya dan menjadi ahli waris sah sang ayah, membuat Jay hidup selalu penuh dengan ambisi. Bahkan ketika Heeseung untuk pertama kalinya masuk ke keluarga mereka dan menjadi ancaman besar bagi dirinya.

Bahkan ketika ibunya memilih untuk pergi bersama orang lain dan meninggalkannya sendirian, ibunya berpesan agar ia harus waspada pada semua orang di rumah yang mungkin akan membunuhnya secara perhalan.

Semenjak Heeseung masuk, ayahnya selalu memuji keterampilan Heeseung di sekolah, kepintaraan dan pola pikir Heeseung memang cukup bagus dan membuat Jay khawatir bahwa ahli waris akan jatuh kepada Heeseung.

Dan sejak itu, ia menaruh benci pada Heeseung dan bagaimanapun ia akan tetap melawan Heeseung dan menjadikannya rival selamanya.

Walaupun ia tau bahwa Heeseung benar- benar, tidak mudah di kalahkan.

“Jika anda menyetui permintaan pak direktur, kemungkinan posisi anda sebagai ahli waris akan lebih kuat”

Jay menatap ke arah Taehyun yang kemudian menundukan kepalanya dan segera pamit.

Satu


Sunghoon berdiri di samping sisi ruangan, sambil menundukan kepalanya, menyapa satu persatu tamu yang datang dan memberikan penghormatan terakhir bagi nenek Sunghoon.

Kim Hyunjin adalah seseorang yang cukup dikenal oleh beberapa pengusaha terbesar di Korea, Hyujin juga adalah orang pertama yang mendirikan perusahaan khusus logistik di Busan yang kemudian berkembang sampai ke Seoul. Sehingga namanya cukup dikenal oleh banyak orang.

Sunghoon secara perlahan keluar dari ruangan duka, karena ingin menyapa teman-temannya yang duduk di salah satu meja tamu. Hanya menyapa teman kuliahnya dulu sebelum ia berjalan ke luar untuk mencari udara segar.

Sunghoon sedikit merasa putus asa ketika orang yang akan selalu di pihaknya pergi begitu saja meninggalkan dirinya seorang diri. Sunghoon yang berjalan dengan menundukan kepalanya tidak sengaja menabrak orang didepannya yang membuat ia terjatuh ke lantai.

“Tuan tidak apa-apa? Maaf kan saya”

Sunghoon bisa melihat bahwa ada tangan terjulur untuk membantunya berdiri, namun Sunghoon tidak menerima uluran tangan tersebut dan bangkit dengan sendirinya kemudian berjalan meninggalkan dua orang di hadapannya.

“Bapak tidak apa-apa?”

Jake bertanya kepada Heeseung, sedangkan Heeseung masih memandang punggung lesu Sunghoon yang berjalan menuju taman rumah sakit.  Heeseung menggeleng kemudian melanjutkan perjalanannya untuk ke tempat duka.

“Terima kasih karena anda sudah repot-repot untuk datang”

Heeseung bisa mendengar bahwa ayahnya sedang mengobrol bersama dengan tuan Park.

“Tidak masalah Hyunsik-ah, Hyujin eomma juga dulu pernah membantuku saat perusahaan kesulitan”

Seojoon berkata kemudian ia memperkenalkan kedua anaknya pada Hyunsik.

“Dia adalah Jay dan yang disana adalah Heeseung”

Heeseung maupun Jay menundukan kepalanya memberikan hormat, lalu Hyunsik terlihat seperti mencari seseorang.

“Ah, sepertinya Sunghoon sedang tidak ada disini”

Ucap Hyunsik padahal ia ingin mengenalkan Sunghoon pada Seojoon.

“Kalian waktu di acara pertemuan resmi saja, tidak perlu terburu-buru. Nah kalo begitu aku pamit undur diri dulu”

Hyunsik mengangguk sedangkan Seojoon menepuk pelan pundak temannya dan pamit pergi disusul oleh Jay dan Heeseung yang memberi salam hormat.

Heeseung yang berjalan bersama dengan Jake kembali melihat sosok yang tadi menabraknya tengah duduk di bangku taman dengan pandangan kosong dan wajah yang terlihat lelah walau dari jarak yang cukup jauh.

“Setelah ini kita akan mengadakan pertemuan dengan direksi untuk membahas pembangun hotel di wilayah Busan”

Jake berkata dan Heeseung hanya mengangguk kemudian keduanya berjalan menuju mobil dan pergi sesuai jadwal yang sudah di atur.

***

“Mengapa anda menyuruh Heeseung untuk pergi ke Busan?”

Nyonya Hwang berkata pada suaminya ketika sang suami baru saja pulang bekerja, Nyonya Hwang terlihat berdiri di belakang suaminya.

“Hanya Heeseung yang bisa berada di sana, ini adalah proyek besar dan aku percaya bahwa Heeseung mampu mengurusnya”

Sambung Tuan Park kemudian ia duduk di pinggir ranjang.

Yeobo, aku dengar kau akan mengakusisi HJ group kan?”

Tuan Park menatap istrinya lalu mengangguk kecil.

“Oh iya aku sedang memikirkan bagaimana jika kita mengadakan perjodohan dengan salah satu rekan bisnismu? Ini tentang Heeseung, aku rasa dia cukup matang untuk bekeluarga dan mempimpin perusahaan di masa yang akan datang”

“Eumjung-ah, aku sangat lelah hari ini dan biarkan aku beristirahat”

Nyonya Hwang hanya bisa menghela nafasnya kemudian ia keluar dari kamar suaminya dan terlihat menelepon seseorang.

***

“Sedang masak apa, hm?”

Jay melingkarkan tangannya pada pinggang kekasihnya dan mencium pundak kekasihnya yang tengah memasak makan malam untuk mereka berdua.

“Bukan kah kau meminta sup daging pedas?”

Jake memutar bola matanya malas sedangkan Jay yang di belakangnya hanya terkekeh pelan dan menciumi pundak Jake lagi.

“Lepas Jay, aku gak bisa gerak”

Jake berusaha melepaskan tangan kekasihnya namun bukannya melepaskan, Jay justru mempererat pelukannya.

“Aku beneran kanget banget sama kamu, walau satu kantor aku gak bisa lihat kamu setiap hari. Kamu bener-bener di manipulasi sama Heeseung-hyung

Jake menghela nafasnya memutar tubuhnya dan menatap mata Jay, ia mengelus pelan satu sisi wajah Jay.

“Duduk lah terlebih dahulu dan makan, setelah itu kau boleh bebas memelukku”

Wajah Jay tersenyum, akhir-akhir ini perkerjaannya menjadi sangat banyak dan yang ia perlukan adalah pelukan hangat dari kekasihnya.

***

Sunghoon hanya terdiam mendengarkan apa yang dikatakan oleh ayahnya barusan, bahwa ia harus pergi ke Busan untuk project besar perusahaan dan Sunghoon yang akan di tanggung jawabkan atas project ini.

“Sunghoon-ah, ini adalah project yang besar dan perusahaan benar-benar butuh bantuanmu. Setelah project ini berhasil maka nasib perusahaan dan juga karyawan ada padamu, papa harap kamu bisa mengerti itu”

Perkataan ayahnya kembali terbesit dalam bayangannya, Sunghoon hanya bisa membanting dirinya di kasur dan memejamkan matanya sebelum kembali tidur.

III. Three mas ketir

Sunghoon ntah harus marah, kesel atau tampar cowok didepannya ini yang lagi berdiri tapi gak ngomong apa-apa.

“Ngapain sih? Datang-datang keadaan babak belur gini?”

Sunghoon udah ngomel-ngomel tapi Jongseong gak jawab, dia malah masuk ke rumah Sunghoon yang bikin Sunghoon panik. Soalnya di rumahnya cuma ada Sunoo, Soobin masih di luar sama Yeonjun.

“Obatin gua?”

“Hah?”

“Obatin gua”

Jongseong sekali lagi berkata sambil duduk di sofa ruang tengah, Sunghoon ini orangnya sebenarnya agak gimana gitu kan. Jadi dia milih tarik tangan Jongseong buat di ajak ke kamarnya, biar gak di lihat sama Sunoo dan di adu sama Soobin. Bisa berabe.

“Tunggu disini!”

Sunghoon keluar sebentar buat ambil kotak obat di dapur, terus gak lama dia datang lagi sambil bawa kotak p3k sama air putih.

“Lo minum dulu”

Jongseong gak banyak ngomong sih, terus dia ngambil gelas dan minum.

Sunghoon mengambil satu cutton bud, lalu meneteskan alkohol pada ujungnya kemudian duduk di sebelah Jongseong yang duduk si ujung ranjangnya. Secara perlahan Sunghoon mengobati luka di wajag Jongseong.

“Lo preman dari mana sih? Habis maling apa?”

Sunghoon berkata, lalu mengambil obat merah dan melakukan hal yang sama seperti ia memberikan alkohol untuk membersihkan luka tadi.

“Atau lo sok preman, tawuran gitu? Aneh aja sih anak jaman sekarang pada belagu semua, gak mikir apa orang tua capek kerja banting tulang buat sekolahin anak-anaknya, eh anak-anaknya malah sok mau jadi preman”

Jongseong tidak menjawab, ia membiarkan Sunghoon mengomel sampil membuka plastik plaster luka dan menempelkannya pada wajah Jongseong.

“Kan jadinya sayang banget wajah ganteng lo harus ada luka kaya gini. Lagian ya Jongseong, lo kenapa malah ke rumah gua sih.. kenapa lo gak mampir ke rumah Leo, Jaeyoon atau siapa kek temen lo yang lama. Kenapa harus rumah gua-”

“Karna gua maunya lo”

Sunghoon yang lagi membereskan p3knya menoleh ke arah Jongseong disampingnya.

“Dasar manusia sinting!”

Sambung Sunghoon terus dia mau berdiri tapi tangannya di tahan dan ditarik yang ngebuat dia secara gak sadar duduk di pangkuan Jongseong secara langsung dan menyamping.

“Apaan sih jong!!”

Sunghoon berusaha untuk berdiri namun tangannya masih di tahan oleh Jongseong.

“Kalo gua sinting lo apaan? Ada gitu orang gambar rated kaya lo? Jelas banget lagi adegan dewasanya”

Sunghoon menghela nafasnya secara perlahan.

“Ya karna dengan gitu gua bisa hilangi stres”

Jawab Sunghoon.

“Gua juga ngilangi stress”

“Dengan cara tawuran? Pukul-pukulan?”

“Setiap orang punya cara masing-masing buat hilangi stress, termasuk lo yang harus gambar adegan dewasa kaya gitu!”

“Stop! Gua harus apa sih biar lo tutup mulut gitu? Gak usah bahas masalah gambar gua yang ada di buku itu!”

Sunghoon terlihat kesal, masalahnya Jongseong menatapnya dengan wajah yang menyebalkan.

“Tapi gua penasaran banget deh, kok lo bisa gambar kaya gitu? Jelas banget walau lo udah sens-”

“Jongseong, diem!”

Bukannya diam Jongseong malah semakin membicarakan tentang isi buku Sunghoon yang ada pada dirinya.

“Emang sinting ya lo! Lepas!!!”

Sunghoon kembali mencoba untuk bangkit dari posisinya, namun Jongseong sama sekali tidak melepaskan Sunghoon.

“Lo mau tau cara ampuh tutup mulut gua?”

Sunghoon mengerutkan dahinya, seraya bertanya apa?, namun sepertinya setelah ini ia harus menyesal karena sudah bertanya.

Pasalnya Jongseong menciumnya, tepat di bibirnya. Tidak lama namun mampu membuat Sunghoon terdiam untuk sesaat, sedangkan Jongseong hanya menatap Sunghoon. Kemudian ia mengangkat Sunghoon dan bangkit berdiri.

“Itu cara tutup mulut gua sama ucapan makasih gua karna lo udah bantuin obatin luka gua”

Jongseong berkata kemudian berjalan ke luar kamar Sunghoon, sedangkan Sunghoon diam beberapa saat, menyentuh bibirnya yang baru saja di cium oleh Jongseong.

Ini pertama kalinya ia berciuman.

Ciuman pertamanya?

Di ambil oleh Jongseong??

“DASARRRRRR SINTING!!”

Sunghoon berteriak sambil melempar bantal ke pintu kamarnya, sedangkan Jongseong yang sudah di depan pintu hanya tersebut dan ketika ia membuka pintu, pintu sudah lebih dulu terbuka memperlihatkan sosok Soobin dan Yeonjun, dimana di tangan Yeonjun terdapat dua plastik hitam.

“Lo ngapain disini?”

Tanya Soobin dan Yeonjun sedangkan Jongseong mengangkat bahunya, lalu kemudian pamit untuk pulang.

“Jongseong sinting!!!! Uwaaahhhhh!!!! Mamii!!!! Bibir Sunghoon udah gak perawan lagi!!!!!!!”

The Fact

Heeseung segera berlari begitu sampai di rumah sakit yang UGDnya terbilang sangat penuh karena banyaknya korban dari kecelakaan antara busway kota dan juga beberapa kendaraan pribadi lainnya.

“Heeseung!”

Sunghoon segera melambaikan tangannya, ketika melihat Sunghoon, Heeseung segera berlari dan menghampiri kekasihnya tersebut.

“Jake ada dimana? Hoon, Jake ada dimana?”

Heeseung berkata dan Sunghoon menunjuk kearah ruang operasi yang tidak jauh dari sana, membuat Heeseung mengerutkan keningnya.

“Dokter tadi bilang kalo ada benturan keras pada bagian kepala belakang dan ada penyumbatan darah sehingga harus segera di operasi”

“Kamu gak tunggu aku? Dari mana dokter bisa izinin operasi pasien kalo bukan dari pihak keluarga??”

Heeseung mengepalkan tangannya, menatap tajam kearah Sunghoon.

“Jake harus segera di operasi Hee, kalo gak dia dalam keadaan bahaya. Jake salah satu korban yang mengalami luka parah karena dia tepat berada di belakang busway”

Heeseung menghela nafasnya, dan mengutuki dirinya sendiri. Harusnya, harusnya ia tidak membiarkan Jake menyetir sendiri.

Ruang operasi terbuka dan membuat Heeseung dan Sunghoon menatap ke seorang perawat yang baru saja keluar dari ruangan tersebut, sedangkan Jay ia baru saja datang setelah ia mendapat perawatan.

Kecelakaan ini terjadi ketika busway keluar jalur dan kehilangan keseimbangan dan menyebabkan kecelakaan beruntun, Jake menjadi salah satu korban dengan luka berat karena posisi mobilnya berada di belakang busway, sedangkan Jay yang bersama denga Sunghoon saat itu hanya mengalami luka ringan, mereka berbeda kendaraan.

Jay dan Sunghoon juga terkejut begitu mereka keluar dari mobil milik Jay, melihat ada satu kendaraan yang mereka kenali. Melihat bagaimana kondisi teman yang mereka kenal.

“Pasien bernama Lee Jaeyoon, mengalami pendarahan hebat dan kebetulan stok darah di rumah sakit kosong, pasien memiliki golongan darah B+. Apakah kalian ada yang memiliki golongan darah B+?”

Heeseung terdiam, sedangkan Sunghoon dan Jay menatap ke arah Heeseung.

“Dia dok, dia saudara kembarnya”

Jay menunjuk Heeseung yang sekarang malah berdiri dalam diam.

“B+?”

Heeseung bergumam pelan.

“Bukan A?”

Suster tadi menggeleng kemudian, kemudian kembali bertanya.

“Apa suster tidak salah? Jake harusnya A bukan B+?”

Heeseung kembali lagi berkata, ini tidak mungkin. Bagaimana Jake bisa memiliki golongan darah yang berbeda dari miliknya, ibu serta ayahnya.

“Tolong periksa lagi, golongan darah jake bukan B+!!”

Heeseung menghampiri perawat tadi, lalu terlihat seperti memohon. Sedangkan perawat tadi hanya menggelengkan kepalanya saja.

“Kita sudah memeriksanya, golongan darah pasien Lee Jaeyoon adalah B+”

II. Three mas ketir

Sunghoon menghela nafasnya dan berjalan begitu bel istirahat pertama berbunyi, pertama ia harus menyelamatkan bukunya terlebih dahulu dari tangan Jongseong. Bahkan ia melupakan janjinya untuk bertemu Heeseung di ruang osis.

Sunghoon sudah sampai di belakang gedung, melirik ke kiri dan kekanan untuk mencari dimana sosok Jongseong berada.

Pandangan Sunghoon terhenti ketika ia melihat satu sosok yang sedang berjongkok, dengan buku berwarna coklat di tangannya yang sedang ia baca, dan tidak perlu menunggu lama untuk Sunghoon menyadari bahwa sosok disana adalah Jongseong yang sedang membaca buku miliknya.

“Jongseong?”

Jongseong menoleh dan tersenyum ketika melihat Sunghoon datang, namun kemudian ia kembali berfokus pada buku ditangannya.

“Gua udah datang, jadi bisa lo balikin bukunya sama gu-”

“Gak gitu”

Sunghoon langsung menatap Jongseong, begitu ia ingin mengambil buku miliknya dari tangan Jongseong, namun segera di tarik oleh Jongseong.

“Hah kok?”

Sunghoon menatap penuh tanda tanya pada Jongseong.

“Gua penasaran tapi sama lo, kenapa lo bisa buat gambar kaya gini?”

Sunghoon terdiam, ia bingung harus menjawab seperti apa pertanyaan dari Jongseong.

“Sejak kapan?”

Tanya Jongseong, secara perlahan ia berjalan menghampiri Sunghoon yang memundurkan langkahnya.

“Maksudnya?”

Sunghoon tidak mengerti, tapi ia tetap menatap ke arah mata Jongseong.

“Dari sejak kapan lo gambar rated?”

Sunghoon menelan ludahnya secara kasar, keringat dingin juga keluar dari pelipis dan dahinya.

“Setau gua, kak Soobin agak gak suka dengan hal-hal vulgar kaya gini. Tapi lo adeknya bi-”

“Gua mohon sama lo, jangan kasih tau kak Soobin ataupun kak Yeonjun”

Jongseong sedikit terkejut ketika Sunghoon berlutut di hadapannya dan menatap Jongseong dengan tatapan sendu. Diluar perkiraan Jongseong.

Jongseong terkekeh pelan, kemudian berjongkok dan menatap wajah Sunghoon dari jarak sedekat ini.

“Kalo gua tetep bilang gimana?”

“Gua emang gak terlalu kenal sama lo, tapi please gua mohon sama lo Jong. Jangan kasih tau mereka”

Sunghoon kembali memohon, sedangkan Jongseong malah memengang buku milik Sunghoon di hadapan Sunghoon.

“Kasih gua penawaran yang bagus, biar buku ini gak sampe ke mereka?”

Jongseong berkata dan Sunghoon terlihat mengigit bibir bawahnya.

”...Gua-”

Sunghoon sedikit menghela nafasnya dalam-dalam, ia sudah berpikir jika ini terjadi. Lagian ia belum mengenal Jongseong, jadi tidak tau bahagaimana sikap dan kepribadian Jongseong.

“Sesuai yang gua bilang tadi malam, semua perkataan lo bakal gua ikutin”

Jongseong tersenyum pelan sambil menatap Sunghoon.

“Kalo gitu lo jadi manager team basket gua”

***

Sunghoon mengetuk pelan pintu yang dimana di depannya ada tulisan Ruang Osis, ia segera berlari begitu mengingat bahwa Heeseung menunggunya. Dan urusan bersama dengan Jongseong, ia harus merelakan buku gambarnya di simpan oleh Jongseong sebagai jaminan.

“Maaf kak, tadi ada urusan!”

Sunghoon membungkukan badannya sambil menatap Heeseung yang duduk sendirian di meja sudut ruangan. Heeseung tersenyum, kemudian menggeleng pelan. Ia beranjak dari kursinya lalu mengambil beberapa file dan menyerahkannya pada Sunghoon.

“Ini file-file acaranya”

Sunghoon menerima file tersebut dan membukanya satu persatu, disampingnya Heeseung duduk dan memperhatikan Sunghoon yang sedang membuka filenya.

“Nah disini, kita pengen lo bantu kita buat design beberapa bener untuk festivalnya dengan tema yang ini”

Heeseung berkata sambil menunjuk file yang ada di tangan Sunghoon, Sunghoon menoleh dan ia baru sadar jika jaraknya dan juga jarak Heeseung sangat dekat. Bahkan Sunghoon bisa mendengar suara deru nafas milik Heeseung dan wangi maskulin dari tubuhnya.

“Apa bisa lo siapain ini dalam waktu kurang dari satu minggu?”

Heeseung menoleh dan membuat wajah keduanya sekarang berhadapan dengan jarak satu jengkal, keduanya untuk sesaat diam dalam pikiran masing-masing sampai Heeseung tersenyum dan kembali bertanya, dengan posisi yang belum berubah sama sekali.

“Seung, lapora- EH GUSTI NGAPAIN LO BERDUA!!! GUA ADU SOOBIN YA LO HEESEUNG!”

Heeseung dan Sunghoon menoleh ke arah pintu, melihat sosok Beomgyu yang histeris. Heeseung memutar bola matanya malas, sedangkan Sunghoon segera membereskan filenya, menjawab iya atas pertanyaan dari Heeseung tadi kemudian pamit ke luar ruangan.

“Lo ngapain sih?”

Heeseung berkomentar kemudian menyenderkan kepalanya pada dinding sofa ruang osis. Beomgyu tersenyum kemudian berjalan ke arah teman satu kelasnya itu.

“Kalo gua gak masuk tadi, mau lo cipok ya?”

“Cipak cipok lo sini yang gua cipok!”

“Ogah anjir, lo perokok! Kapok gua!!”

***

satu

dua

tiga

satu

dua

tiga

“Setelah ini, kalian bentuk team menjadi tiga orang dan kita akan melanjutkan olahraganya”

Guru Kim yang merupakan guru olahraga di sekolah berkata untuk murid kelas 2-3 yang mendapatkan jam olahraga siang ini.

Kai langsung menarik Taehyun dan juga Leo untuk menjadi teamnya, sedangkan Sunghoon masih berdiri sendiri sampai ia merasakan seseorang menarik tangannya kuat hingga ia menabrak dada seseorang.

“Lo sama kita aja Hoon”

Sunghoon melihat dan merasakan bahwa hari ini, mungkin saja hari tersialnya.

Jaeyoon tersenyum, sambil merangkul Sunghoon dan Jongseong karna mereka menjadi team selama pelajaran olahraga berlangsung.

Sunghoon setidaknya harus melupakan sedikit masalah buku yang ada di tangan Jongseong, pikirannya agak sedikit kacau akibat ulah Jongseong.

“Hoon, lo mau gak ikut club musik?”

Jaeyoon tiba-tiba datang menghampiri Sunghoon yang tengah membereskan bola basket lepas mereka selesai olaharaga, kebetulan hari ini Sunghoon piket.

“Gua gak tertarik sama musik”

Ucap Sunghoon sambil mendorong keranjang bola basket untuk di simpan di ruangan diolahraga.

“Kalo sama gua tertarik gak?”

Sunghoon langsung menoleh dan menatap Jaeyoon yang tengah tersenyum pelan.

“Ayooo dong, ikut club musik seru loh!! Yayayayayya”

“Gua gak pinter main alat musik”

“Bohong kan lo? Tapi gak papa nanti gua ajarin.. ayokk mau yaa”

Sunghoon tidak menjawab, bahkan Jaeyoon terus menerus mengejarnya dan membantunya membersihkan ruangan olahraga tersebut.

XII. FULL HOUSE

“Cepetan dikin dong hoon”

“Sabar atuh ihhhh”

“Kan udah aku bilang, aku aja yang nyetir tadi”

“Ya terus orang-orang tau kalo aku jemput kamu”

“Ituu kekiri.. kiri dikit... bannya gak gitu sayangg”

“Aduh, ya jangan dipengang stirnya... bannya jadi miring”

Sunghoon berdecak sebal dan memandang Jay yang duduk dengan wajah tidak bersalah, Jay hanya mengangkat bahunya ketika mereka selesai berdebat dan mobil milik Sunghoon sudah terparkir di dekat caffe yang menjadi perjanjian mereka untuk bertemu dengan Heeseung.

Akhirnya, dengan menggunakan masker hitam keduanya keluar dari mobil. Mereka tau, bahwa setiap gerakan mereka, pasti selalu di awasi oleh media maupun sasaeng yang terus berkeliaran, bahkan Sunghoon bercerita bahwa sekarang dirinya punya sasaeng.

“Bang, sekarang gua tau kenapa lo gak pernah kasih Sunghoon buat nyetir soalnya dia- eh?!”

Jay yang melihat Heeseung langsung menghampiri Heeseung dan mengoceh, namun perkataannya terhenti ketika ia melihat ada orang lain yang duduk di samping Heeseung. Sunghoon awalnya sudah marah-marah, tapi ketika melihat Heeseung dan orang asing disampingnya ia terdiam sama seperti Jongseong.

“Duduk dulu terus minum, sambil nunggu Jaeyoon sama Sunoo”

Akhirnya Jay dan Sunghoon duduk di depan Heeseung dan orang tadi, Sunghoon ia langsung bertanya perihal keadaan Heeseung, apa ia baik-baik saja selama ini dan Heeseung menjawab bahwa ia baik-baik saja karena orang disampingnya telah membantunya banyak sekali.

Lima belas menit kemudian, Jake datang bersama dengan Sunoo yang disambut baik oleh keempat orang disana.

***

“Gua bersyukur kalo selama ini Jay yang bantu lo Hoon”

Heeseung berkata setelah mendengar cerita dari Sunghoon sambil memandang Sunghoon dengan tatapan tidak enaknya.

“Iya kak, gua bersyukur banget kalo Jongseong ada disamping gua dan juga Jaeyoon. Serta lo, dari lo gua belajar banyak hal”

Sambung Sunghoon dan Heeseung menggeleng pelan.

“Gak ada yang perlu lo pelajarin dari gua Hoon”

Sunghoon tidak menjawab, ia tersenyum lalu menunjuk laki-laki manis di samping Heeseung yang sendari tadi tidak banyak bicara dan hanya mendengarkan mereka berbicara saja.

“Oh iya, kenalkan namanya Yang Jungwon. Dia salah satu perawat di rumah rehabilitas yang membantu gua sembuh, dan sekarang udah gak jadi perawat disana, jadi dah gua jadiin perawat pribadi. Jungwon banyak sekali bantu gua di sana”

Ucap Heeseung, Jungwon yang sendari tadi hanya berdiam diri membungkukan kepalanya sambil mengenalkan dirinya pada teman-teman Heeseung.

“Satu lagi, dia penggemar berat Sunghoon”

“Oh benarkah??!”

“Jungwon-ah, mau foto bersama?”

“Eh?!”

****

Setelah dua jam lebih mereka berbincang-bincang dan mengetahui bahwa Heeseung akan kembali ke kampung halamannya bersama dengab Jungwon dan memutuskan untuk hidup disana, lalu Jake yang tentunya akan menetap di Jepang karena Sunoo masih melanjutkan S2nya di sana, serta Sunghoon dan Jay yang kembali beraktifitas.

Rasanya masih seperti mimpi bahwa mereka bisa duduk bersama sambil bercerita tentang ini dan itu, tidak ada lagi rahasia yang mereka sembunyikan. Tidak ada lagi merasa kesepian, kesedihan, kese dirian. Mereka memutuskan untuk mengubur itu dalam-dalam di diri mereka sendiri. Sekarang mereka hanya akan berfokus pada masa yang akan datang, dan melupakan masa lalu.

Heeseung membuka matanya, lalu menaruh satu tangkai bunga krisan berwarna putih di atas pusaran milik Lee Geonu, kemudian secara bergantian mulai dari Sunghoon, Jay dan Jake. Mereka berempat masih berdiri di depan pusaran tersebut, setelah mengirim doa masing-masing pada Geonu, mereka juga tenggalam dalam pikiran mereka masing-masing.

Geonu harus tau bahwa mereka berempat mulai sekarang akan menjalankan hidup dengan baik, tanpa adanya rasa bersalah karena tidak bisa menolong Geonu.

Biarkan masa lalu yang buruk itu menjadi ingatan ya kamu ingat, tapi kamu tidak boleh menjadikan masa lalu menjadi penghambat untuk kamu berjalan di masa sekarang dan masa depan.

XI. Full House

Sunghoon tersenyum begitu melihat Jay berdiri di depan pintu apartemennya sambil membawa dua kantung plastik hitam di tangannya. Kemudian ia menyuruh Jay segera masuk.

“Pakek aroma terapi yah?”

Jay berkata begitu ia masuk dan mencium aroma terapi, Sunghoon mengangguk kecil kemudian mereka sekarang duduk di ruang tengah apartemen Sunghoon.

Jay membuka kantong plastik hitam yang isinya adalah beberapa kaleng minuman soda dan kepiting pedas di sana.

“Waaahhhh, rasanya masih sama, tapi suasananya berbeda”

Sunghoon berkata, kemudian ia mengambil bagian pencapit dari kepiting tersebut. Bagian kesukaannya.

Dulu sekali di masa trainee mereka, selepas latihan. Mereka selalu menyempatkan diri untuk membeli kepiting saus pedas di dekat dorm mereka dan memakannya berlima, jika dulu mereka memakannya berlima saat ini hanya ada Sunghoon dan juga Jay.

“Lo kangen gak sih Hoon?”

Sunghoon yang lagi memakan bagian kesukaannya menatap Jay lucu dan berkedip, kemudian ia melepaskan capit kepiting dari mulutnya dan menguyah daging yang sudah ada di mulutnya.

“Kangen kebersamaan sih iya”

Jawab Sunghoon sambil melanjutkan memakan kepiting pedasnya.

“Bukan, kangen gua gak?”

“Uhuk!!! Uhuk!!”

Jay dengan cepat membuka kaleng minuman di depannya dan memberikannya pada Sunghoon, Sunghoon menatap tajam ke arah Jay.

“Gak usah mimpi. Kita udah selesai!”

Ucap Sunghoon sambil kembali memakan, makanannya sedangkan Jay terkekeh walau dalam hatinya sedikit kecewa mendengar jawaban dari Sunghoon.

***

Jay menatap Sunghoon yang kini tertidur dan menjadikan lengannya sebagai bantalan kepalanya, setelah selesai makan Sunghoon mengomel bahwa ia mengantuk dan meminta untuk Jay menemaninya hingga Sunghoon tertidur. Dan berkahirlah mereka disini sekarang, di kamar tidur milik Sunghoon dengan Jay yang menatap wajah Sunghoon yang tengah tertidur lelap.

“Gua minta maaf ya Hoon”

Ucap Jay pelan, ia mengelus wajah damai Sunghoon yang tengah terlelap.

“Sekarang lupain semuanya, lupain hal-hal buruk yang pernah terjadi sama lo. Gua janji bakal selalu ada di samping lo untuk saat ini”

Sambung Jay, masih tetap mengelus rahang Sunghoon.

“Apa kali ini janji lo bisa gua pegang?”

Jay terkejut ketika mendengar perkataan Sunghoon, namun mata Sunghoon masih terpejam.

“Gua cuma gak mau denger janji yang gak bisa lo tepati”

Sunghoon membuka matanya, menatap Jay lekat-lekat. Jay menghela nafasnya, merapikan surai hitam milik Sunghoon.

“Kali ini lo bisa pegang janji gua, gua bakal selalu ada di samping lo”

“Sekarang gua cuma punya lo Jong, kak Heeseung lagi masa pengobatan, Jaeyoon gak bisa terus menerus gua ganggu karna dia punya kehidupan pribadi dan Jaeyoon sudah banyak bantuin gua lewatin semua ini semenjak kak Geonu gak ada. Sekarang gua cuma punya lo, tapi gua takut. Gua takut lo bakal tinggalin dua kaya dulu, ngebiarin gua sendirian, ketakutan. Gua gak mau Jong”

Sunghoon menggelengkan kepalanya, matanya terpejam membayangkan apa yang akan terjadi kedepannya pada dirinya.

Jay menarik Sunghoon kedalam pelukannya dan mengelus punggung Sunghoon dan memberikan ketenangan bagi Sunghoon.

“Kali ini gua bakal ada si samping lo, bakalan terus sama-sama lo. Bahkan kalo gua harus ngelepas karir gua demi lo, gua rela kok. Asal gua masih bisa terus menerus sama lo”

Sunghoon tidak menjawab, ia menenggelamkan wajahnya pada dada Jay dan memeluk lelaki itu erat seakan besok lelaki di hadapannya akan menghilang.

Sunghoon hanya takut.

Ia takut bahwa ia harus ditinggalkan kembali oleh orang-orang yang di kasihinya.

Mas Dosen

Ini hanya cerita tentang Jaeyoon, si mahasiswa semeter lima jurusan sastra inggris yang jatuh cinta pada dosen mata kuliah Pengantar Sosiolinguistik.

Sebenarnya rata-rata teman kuliahnya tidak begitu suka mata kuliah ini, ditambah dosen yang terbilang masih muda dan sedikit membosankan. Tapi Jaeyoon tidak.

Ia menyukai dosen mata kuliah tersebut, bahkan tidak dipungkiri jika Jaeyoon akan duduk paling depan dan selalu mengangkat tangannya ketika sang dosen bertanya.

Bahkan kedua teman dekatnya dari zaman maba Sunghoon dan Jay terheran-heran melihat bagaimana semangatnya Jaeyoon ketika jam mata kuliah tersebut dan akan kembali lesu ketika ketika berganti mata kuliah.

Sebelumnya Jaeyoon tidak pernah merasa setertarik ini pada seseorang, menurutnya Dosen mata kuliah Pengantar Sosiolinguistik ini mempunyai daya tarik tersendiri, Jaeyoon menyukainya di saat pertama kali sang dosen masuk ke kelasnya di awal semester.

Tepat hari ini,hujan sedang turun lumayan lebat dan Jaeyoon baru saja menyelesaikan kelas Pengantar Sosiolinguistik, masalahnya Jaeyoon tidak bisa pulang di karenakan ia tidak diperbolehkan membawa kendaraan oleh sang Bunda, biasanya ia akan naik bis kota tapi kalo dalam keadaan hujan lebat seperti ini pastinya ia tidak bisa ke halte bis, kedua sahabatnya Sunghoon dan Jay tidak masuk karena katanya mereka berdua demem berjama'ah tapi Jaeyoon tidak terlalu polos untuk mengerti demam seperti apa kedua sahabatnya tersebut.

“Aisshhh”

Jaeyoon berdecak sebal sambil menghentakan kakinya, berdiri lebih dari lima menit membuatnya sedikit sebal, mana hujan tidak kunjung berhenti malah semakin deras di tambah ia tidak membawa payung. Jaeyoon menunduk, menghentakan kakinya dengan sebal. Namun hentakan kakinya berhenti ketika ia melihat ada sepatu pentopel berwarna hitam di sampingnya.

Jaeyoon mengangkat kepalanya dan sedikit terkejut ketika melihat siapa yang berdiri di sampingnya, dosen yang selama ini ia kagumi.

“Kenapa belum pulang, Jaeyoon?”

Jaeyoon tersentak kaget, ini dosennya mengingat namanya.

“Bapak tau nama saya?”

Sang Dosen terkekeh renyah dan itu kembali membuat Jaeyoon terdiam dan terkesima, senyum dari dosennya sungguh membuat jantung Jaeyoon berdetak lebih cepat. Dosen yang sangat jarang tersenyum.

“Tentu saja tau, kamu sering bertanya dan hanya kamu yang memperhatikan kelas saya”

Jaeyoon menundukan kepalanya, sedikit bersemu malu.

“Kenapa belum pulang? Tunggu hujan?”

Jaeyoon mengangguk, lalu menjelaskan bahwa ia tidak membawa payung.

“Kamu pakek payung saya aja”

Dosennya memberikan payung yang ia bawa kepada Jaeyoon, sedangkan Jaeyoon terlihat menolak.

“Nanti bapak pakek apa?”

“Saya bawa mobil, keparkiran gak begitu jauh. Ya udah saya pamit dulu ya dek Jaeyoon”

Setelah menyerahkan payung secara sepihak, sang dosen langsung berlari menerobos hujan ke arah parkiran, membuat Jaeyoon terdiam sambil memengang payung tersebut.

***

Keesokan harinya, Jaeyoon tau bahwa hari ini tidak ada kelas mata kuliah Sosiolinguistik, tapi ia rasa dirinya harus mengembalikan payung sang dosen.

Jaeyoon berdiri di depan ruang dosen, mengetuk ruangan tersebut sebelum masuk. Di mejanya sang dosen tengah memeriksa tugas anak-anak didiknya.

“Oh, kenapa Jaeyoon? Bukan kah hari ini tidak ada kelas?”

Sang dosen bertanya pada mahasiswanya, Jaeyoon mengaruk kepala bagian belakangnya lalu meletakan payung di samping meja sang dosen.

“Saya cuma mau balikin payung yang kemarin pak”

Sang dosen kembali menatap Jaeyoon lekat-lekat kemudian tersenyum.

“Seharunya gak perlu di kembali kan secepat ini, nanti saya jadi gak punya waktu untuk ketemu kamu”

Jaeyoon mengerutkan keningnya kembali, sedangkan sang dosen masih memeriksa tugas mahasiswa lainnya.

“Pak Heeseung”

Jaeyoon akhirnya berkata, memanggil nama sang dosen yang membuat Heeseung menatap lagi ke mahasiswanya.

“Hmm?”

“Kalo ada waktu, sebagai ucapan terima kasih, boleh saya traktir pak Heeseung minum coffe di cafetarian kampus?”

Jaeyoon memberanikan diri, karena sejujurnya ia ingin deket dengan dosen yang setiap malam selalu datang ke mimpinya tersebut.

Heeseung menopang dagunya dengan tangan kirinya, kemudian menatap Jaeyoon sambil tersenyum.

“Oke. Kalo gitu saya minta nomor hape kamu, biar saya kasih tau jadwal kosong saya”

Jaeyoon mengedipkan matanya tidak percaya, tapi kemudian segera memberikan nomor ponselnya pada dosennya tersebut.

***

“Adek lagi ngapain?”

“Ihh mamas bikin kaget aja!”

Jaeyoon tersentak kaget, ketika pipinya terasa dingin akibat sebuah coffe dingin menempel pada pipinya.

“Mamas lihat adek ngelamun aja”

Heeseung membuka kaleng coffe tadi dan memberikannya pada Jaeyoon.

“Adek jadi keinget waktu pertama kita kenalan dulu, hehehe”

Jaeyoon menjawab lalu meninum coffenya, Heeseung tersenyum kemudian ikut meminum coffenya.

“Yang waktu itu adek kehujanan terus mamas kasih payung?”

Jaeyoon mengangguk, “sama pas adek traktir mamas coffee disini, kita juga duduk disini mamas” sambung Jaeyoon.

“Adek gemes banget sih”

“Adek gak gemes, gemesnya cuma sama mamas aja”

Heeseung terkekeh pelan, kemudian ada dua mahasiswanya yang datang menghampiri mereka.

“Siang pak Heeseung dan siang adek

Jaeyoon menoleh, dan rasanya ingin melempar kedua sahabatnya tersebut, sedangkan Heeseung hanya tersenyum melihat bagiamana saat ini Jaeyoon tengah berlari sambil mengejar kedua sahabatnya.

II. Three Mas Ketir

Sunoo begitu antusias ketika Soobin bilang bahwa mereka akan makan di luar, jadi ia bersiap-siap cukup lama sedangkan Sunghoon hanya memakai baju kaos putih polos dan celana training hitam panjang dan hoodie berwarna abu-abu.

Berbandi balik dengan Sunoo yang memakai kemeja serta celana jeans.

“Gua udah dapat temen dua, mereka anak kembar”

Ucap Sunoo begitu mereka naik ke mobil Yeonjun dan segera menuju tempat makan.

“Kembar?”

Tanya Soobin dan Sunoo segera mengangguk.

“Adeknya Jongseong berarti”

Sambung Yeonjun sambil melirik ke arah Soobin lalu kemudian kembali fokus menyetir.

“Kalo Sunghoon?”

Yeonjun bertanya, kali ini pada Sunghoon yang matanya fokus menatap luar jendela.

“Tadi Sunoo lihat dia duduk di kantin sendirian, kayanya gak punya temen”

Sunghoon menatap Sunoo males, lagian teman tidak terlalu penting baginya.

Sunghoon melihat ponselnya yang berdering tanda ada pesan masuk, kemudian kembali mengunci layar ponsenya mengabaikan pesan tersebut.

“Harusnya Sunghoon udah banyak temen, orang kelas dia isinya temen-temen kakak kok”

Sambung Yeonjun, lalu akhirnya mereka melanjutkan perjalanan dengan membahas hal lain. Seperti Yeonjun dan Soobin yang lebih membahas masalah osis dan Sunoo yang tengah chatingan dengan teman barunya dan Sunghoon yang menikmati jalanan dari jendela mobil.

15 menit kemudian, mereka sampai di tempat yang di maksud oleh Yeonjun.

“Oh?!”

“Eh!? Bang Yeonjun!!”

Yeonjun beserta yang lain menoleh ke arah sumber suara, lebih tepatnya ke samping mobil mereka.

“Wehhhhh!!!! Bang Yeonjun!!”

Salah satu dari sosok tadi menghampiri Yeonjun dan bersorak.

“Yeah!! Ada kak Soobin juga, mau makan disini kan? Ciee ayokkk bareng aja kalo gitu”

Yeonjun menatap Soobin yang hanya bisa menghela nafasnya antara pertanda baik atau buruk bergabung bersama dengan mereka.

“Eh, kalian sekelas kan dengan Sunghoon?”

Kali ini Yeonjun bertanya, sambil meletakan daging ke panggangan.

Jaeyoon dan Jongseong menatap satu sama lain, menatap ke arah Sunghoon yang tengah mengigit sumpitnya sambil menunggu daging yang matang.

“Iya, tadi juga udah sempet kenalan”

Jawab Jongseong kemudian di susul anggukan dari Jaeyoon.

Kemudian mereka melanjutkan makan mereka.

“Makasih baba”

Sunghoon bersuara ketika Yeonjun meletakan satu potongam daging pada piring kecilnya, yang membuat antensi ketiga orang disana menatap ke arah Yeonjun.

“Baba?”

Tanya Heeseung sambil mengerutkan keningnya.

“Yang ini Baba yang ini Bubu, begitulan cara kami memanggil mereka”

Jawab Sunoo sambil menunjuk Yeonjun dan Soobin secara bergantian.

“Baba, aku juga mau daging”

Tiba-tiba saja Jaeyoon menyodorkan piring kecilnya pada Yeonjun yang memang sendari tadi sibuk memanggang daging walau sesekali Soobin menyuapinya.

Yeonjun menatap Jaeyoon dengan tatapan garangnya, namun bukannya takut sekarang malah ada tiga piring di hadapannya.

“Baba aku juga mau”

“Baba aku juga dong”

Kalo misalnya bukan di tempat umum, mungkin saja Yeonjun sudah melempar daging-daging ini kemuka tiga orang yang paling menyebalkan malam ini.

“Uhuk! Uhuk!”

Sunghoon sedikit terbatuk karena terburu-buru memakan dagingnya, sehingga sekarang ada tiga gelas yang terjulur ke depannya. Tiga gelas itu tentu saja dari

Heeseung.

Jongseong.

Dan

Jaeyoon.

Sunghoon mengambil gelas miliknya sendiri di sisi kanannya dan segera meminumnya, tidak mengubris tiga gelas yang terjulur padanya. Yang membuat ketiganya menjadi canggung kemudian langsung minum.

Yeonjun yang menatap itu hanya bisa terkekeh pelan, Yeonjun sendari memperhatikan bahwa tiga sekawan ini, semenjak mereka duduk hingga saat ini terus memperhatikan Sunghoon.

“Terima kasih atas makanannya baba dan bubu”

Jaeyoon membungkukan badannya ketika mereka keluar dari tempat makan dan menuju parkiran mobil.

Yeonjun menatap sebal, dan mengambil ancang-ancang ingin memukul Jaeyoon yang akhirnya di susul tawa oleh Jaeyoon sendiri.

“Makasih ya baba dan bubu atas traktiran makan malamnya, tolong sering undang kami untuk makan malam bersama”

Kali ini Jongseong yang mengucapkan terima kasih dan langsung mendapat gelengan dari Yeonjun karena mendengar kata tolong sering undang kami

“Kalo keberatan bagi dua aja bray”

Heeseung yang keluar paling akhir berkata pada Yeonjun dan Yeonjun menggeleng pelan, sebenarnya ia sama sekali tidak keberatan.

“Santai aja sih”

Ucap Yeonjun, lalu ketiganya pamit terlebih dahulu.

“Bubu, Sunghoon dan Sunoo kita pulang duluan yah”

Jaeyoon berkata dan langsung berlari karena tatapan tajam dari Soobin.

“Selamat malam baba, bubu , Sunghoon dan Sunoo”

Jongseong melanjutkan lalu lari mengikuti Jaeyoon.

“Gua duluan. Semuanya mari”

Heeseung yang terakhir, sambil menyentuh bahu Yeonjun sebelum berjalan menyusul kedua temannya.

Mata Sunghoon sendari tadi tidak pernah lepas dari mereka bertiga.

“Ayo pulang”

Sambung Yeonjun dan mereka berjalan ke mobil.