Remember Me
Ketika Waktumu Tidak Banyak Lagi
Sunghoon memandang kedua temannya yang saat ini menatapnya sedih.
“Jadi beneran bakal balik ke Mokpo?”
Sunghoon mengangguk kecil, sambil menatap kedua sahabatnya selama ia tinggal di Seoul dan bekerja disini.
“Sudah bilang ke Manager kalo lo resign“
Untuk sekali lagi, Sunghoon mengangguk kecil kemudian kedua sahabatnya secara bergantian memeluk Sunghoon di hari terakhirnya bekerja disini.
“Semoga lo mendapatkan apa yang lo mau di Mokpo nanti”
Sunghoon mengangguk, membalas pelukan teman-temannya sebelum ia pamit untuk pergi pulang.
Sesampainya di Apartemen miliknya, Sunghoon menatap seluruh apartemen yang sudah hampir ia tinggalin dua tahun belakangan ini. Sunghoon tersenyum sambil menatap kardus-kardus yang sudah ia susun dan tinggal di angkat oleh kurir besok pagi.
Tiga bulan yang lalu, ia mendapatkan kabar dari pihak rumah sakit. Kabar yang tidak mengejutkan tapi ia tau bahwa waktunya sudah tidak banyak lagi. Sunghoon pikir ketika ia menjalani operasi dan kemoterapi dua tahun lalu sel kankernya akan mati, namun yang ia dapatkan bahwa sel kankernya untuk saat ini sudah menyebar ke mana-mana dan sudah sampai stadium akhir. Jadi Sunghoon memutuskan untuk membuat dirinya bahagia di akhir hidupnya dari pada ia harus mengalami kesakitan menjalani kemoterapi.
Alasan Sunghoon untuk pulang ke kampung halamannya selain menghabiskan sisa waktunya bersama dengan ibunya, ia juga ingin mengingat masa-masa bahagia dirinya ketika tinggal di kampung, suasana pagi hari dan segala sesuatu. Dimana ia menghabiskan masa remajanya.
“Sunghoon”
Hal pertama ketika ia sampai di rumah masa kecilnya adalah pelukan hangat ibunya yang menunggunnya di depan rumah, wanita paru bayah itu memeluk erat Sunghoon dan menangis sejadi-jadinya.
Ibunya mendengar kabar tentang penyakit Sunghoon satu minggu yang lalu dari pihak rumah sakit, ketika Sunghoon memutuskan untuk menyerah pada pengobatannya dan memilih hidup bahagia seperti ini.
“Bu, sudah jangan menangis lagi”
Sunghoon berkata, melepaskan pelukan wanita yang lebih pendek darinya. Sunghoon tersenyum kemudian menghapus sisa air mata ibunya.
“Sekarang anak ibu sudah pulang dan akan menghabiskan waktu bersama dengan ibu, ayo kita buat kenangan yang tidak terlupakan bersama”
Perkataan Sunghoon kembali membuat sang ibu menangis.
“Ayo makan yang banyak, ibu sudah membuatkan semua makanan kesukaanmu”
Sunghoon tersenyum ketika sang ibu menyiapkan banyak makanan untuknya, dan semua makanan yang ada di atas meja makan adalah makanan kesukaan Sunghoon.
“Ibu terlalu banyak memasak, jika seperti ini siapa yang akan menghabiskannya?”
“Bibi aku datang~~”
Sunghoon dan sang ibu menoleh ke pintu rumah mereka, setelah mendengar suara seseorang yang datang. Sunghoon menatap ibunya yang tersenyum dengan berkata bahwa yang akan membantu mereka menghabiskan makanan adalah orang yang baru saja masuk.
“Aigooo, Jongseong-ah ayo masuk”
Sunghoon kembali menatap pintu masuk rumahnya, dan Jongseong teman semasa kecil masuk sambil membawa satu kerajang buah untuk ibunya.
“Eh? Sunghoon?”
Jongseong sedikit terkejut ketika melihat teman kecilnya tengah duduk, suasana sedikit terasa canggung karena bagaimanapun mereka tidak pernah bertemu selepas kelulusan SMA mereka. Sunghoon yang memilih untuk sekolah di Seoul dan Jongseong yang memilih untuk tetap di Mokpo dengan menjalankan pertanian milik keluarganya.
“Sunghoon rupanya sudah tumbuh menjadi pria yang hebat”
Jongseong berkata dan disusul anggukan dari Ibu Sunghoon, sedangkan Sunghoon hanya mengulas senyum simpulnya dan mereka melanjutkan makan malam bersama.
***
“Rasanya sedikit canggung untuk mengobrol bersama denganmu”
Sunghoon menyerahkan satu cangkir teh camomile untuk Jongseong, saat ini keduanya duduk di halaman rumah Sunghoon yang terdapat pohon besar yang di bawahnya ada kursi lebar yang bisa kita gunakan untuk beristirahat.
“Terima kasih Jongseong, karena sudah merawat ibuku dengan baik”
Jongseong tersenyum dan mengangguk, meminum teh buatan Sunghoon.
“Bukan kah aku sudah berjanji padamu? Saat kamu pertama kali pergi ke Seoul, bahwa aku akan menjaga ibumu”
Ucap Jongseong dan sekarang Sunghoon mengingatnya.
“Kenapa memilih untuk pulang?”
Sunghoon terdiam ketika mendapat pertanyaan itu dari Jongseong.
“Aku hanya ingin kembali menikmati masa-masa bahagiaku, tinggal di ibu kota membuatku sedikit pusing”
Akhirnya Sunghoon menjawab pertanyaan Jongseong, ia tidak ingin Jongseong sedih setelah mendengar kabar tentang penyakitnya.
Salah satu alasan Sunghoon kembali ke kampung halamannya adalah menghabiskan waktunya dengan Jongseong, pria bertubuh lebih pendek darinya itu telah mencuri perhatiannya semenjak mereka duduk di bangku SMP. Hanya saja Sunghoon tidak berani mengatakannya bahwa ia menyukai Sunghoon, karena ia takut bahwa pertemanan mereka menjadi canggung jika Sunghoon mengatakan perasaannya pada Jongseong
Keduanya saling memandang, kemudian menatap ke arah langit yang malam ini di penuhi oleh bintang-bintang.
“aku harap, dengan menghabiskan waktu disini aku bisa bahagia dengan kebersamaan kita”
“aku akan mengingat hari ini, hari dimana aku kembali bertemu denganmu”
***
Sunghoon bangun lebih pagi, ia berencana untuk berjalan-jalan di pagi hari. Menikmati suasana pagi hari di kampung halamannya.
“Ibu aku pergi sebentar untuk jalan-jalan”
Sunghoon pergi pamit, kemudian ia keluar dari rumahnya. Ketika menutup pintu pagar yang terbuat dari kayu ia terkejut ketika melihat Jongseong berdiri di depannya, dengan sepeda di samping Jongseong.
“Pasti mau jalan di pagi hari kan?”
Jongseong menebak kemudian Sunghoon terkekeh pelan, Sunghoon menatap sepeda Jongseong dimana di kerajang sepeda milik Jongseong, Sunghoon menemukan beberapa kotak susu dan koran.
“Kegiatan pagi hariku adalah membagikan koran dan juga susu kotak. Apa Sunghoon mau ikut bersama?”
Tawar Jongseong yang membuat Sunghoon tersenyum.
“Jadi kamu masih melakukan kegiatan ini?”
Jongseong mengangguk lalu jari-jari tangannya membentuk angka 7, itu tandanya ia sudah melakukan ini lebih dari 7 tahun.
“Aku suka berkeliling pagi hari, dan itu membuatku tidak akan melupakan jalan-jalan disini”
Jongseong kemudian menarik Sunghoon agar segera naik di belakang. Sunghoon tidak menolak, toh mereka juga dulu sering melakukannya saat SMA.
Sunghoon memengang kedua sisi pingang Jongseong, sedangkan Jongseong mulai menggayuh sepeda miliknya untuk berkeliling desa.
Mereka kembali membagi tugas, sama seperti 7 tahun yang lalu, Sunghoon yang membagikan susu kotak dan koran di depan rumah-rumah warga dan Jongseong yang mengendarai sepeda mereka.
Sekarang mereka sedang duduk di depan sebuah warung kecil, setelah selesai mengantarkan susu dan koran.
Jongseong keluar dari dalam toko tersebut kemudian menyerahkan minuman dingin pada Sunghoon, Sunghoon menerimanya dengan senang hati.
“Toko dan suasananya masih terasa sama”
Sunghoon berkata sedangkan Jongseong hanya bisa tersenyum sambil terus menatap wajah Sunghoon dari samping.
Setelah beristirahat keduanya kembali melanjutkan perjalanan mengelilingi desa dan berhenti di sebuah bukit kecil yang ada disana dan berteduh dibawah pohon besar yang katanya sudah tumbuh selama ratusan tahun. Sunghoon dan Jongseong merebahkan tubuh mereka di rerumputan, menikmati angin segar disiang hari.
“Aduh!!”
Jongseong sedikit memegang kepalanya dan itu membuat Sunghoon menoleh ke arah Jongseong yang juga menghentikan laju sepedanya.
“Kenapa Jong?”
Tanya Sunghoon dan Jongseong melihat ke arah Sunghoon di belakannya.
“Sorry Hoon, lupa jalan pulang hehe”
Sunghoon tertegun untuk beberapa saat sebelum ia tersenyum dan menunjukan jalan yang benar ke pada Jongseong.
Disepanjang jalan, Sunghoon hanya berkelut dengan pikirannya. Ia ingat sebuah fakta. Fakta bahwa Jongseong mempunyai penyakit alzheimer penyakit yang ia derita dari lama.
Sunghoon mengeratkan pegangnya pada pinggir pinggang Jongseong
Sunghoon ingin bahwa ia adalah orang terakhir yang Jongseong ingat begitu juga sebaliknya
Jongseong dirumah menulis pada sebuah noted kecil, tentang kesehariannya hari ini bersama dengan Sunghoon, tidak ada yang terlewat, ia menulisnya dengan sangat detail agar ia tidak melupakan sedikitpun tentang hari ini.
Memiliki penyakit alzheimer yang merupakan penyakit turunan ini menjadi faktor utama Jongseong tetap tinggal disini, tidak seperti teman-temannya yang memilih melanjutkan kehidupan di kota-kota besar.
Jongseong menaruh noted tadi disamping noted-notednya yang lain lalu ia tersenyum sebelum membersihkan dirinya dan pergi tidur.
***
“Bagaimana dengan ini?”
Jongseong menyerahkan satu gelang berwarna hitam pada Sunghoon, saat ini mereka berada di pasar tradisional. Sunghoon menemani Jongseong untuk mengantar buah segar ke beberapa pedagang yang ada di pasar dan sebelum pulang mereka mampir ke sebuah kios kecil yang berisikan aksesoris.
“Bagus”
Sunghoon tersenyum dan mengambil gelas pada tangan Jongseong lalu memakainya, kemudian ia mengambil satu gelang yang sama kemudian memakaikannya pada Jongseong, lalu keduanya tersenyum.
Setelah keluar dari pasar, mereka kembali kebukit.
Sunghoon bilang, ia sangat menyukai tempat ini.
Tempat ini bisa membuatnya tenang dan kesedihannya perlahan hilang ditambah hadirnya Jongseong disini.
“Sunghoon-ah?”
Sunghoon menoleh pada Jongseong yang duduk disampingnya, Jongseong juga menoleh kemudian menatap Sunghoon.
“Kamu inget gak? 7 tahun lalu disini?”
Sunghoon terlihat mencoba mengingat moment tujuh tahun yang lalu, ketika mereka masih menggenakan seragam sekolah dan duduk seperti sekarang.
Sunghoon mengangguk kecil, ketika ingatannya akan tujuh tahun terbesit.
“Harusnya waktu itu aku kasih gelang ini ke kamu, tapi aku lupa simpen dimana.. dan untungnya kita tadi kesana dan aku ingat”
Jongseong terkekeh pelan dan Sunghoon masih menatap wajah Jongseong yang sama sekali tidak berubah, perasaan Sunghoon juga tidak berubah. Ia masih berdebar jika menatap Jongseong secara langsung.
“Kalo ini adalah hari terakhir kamu, kamu bakal ngapain?”
Mendapat pertanyaan dari Sunghoon membuat Jongseong menatap lurus kedepan, matanya tertutup menikmati angin sore hari ini yang berhembus dan mengenai wajah mereka berdua.
“Bakal disini, sama kamu dan genggam tangan kamu”
Jongseong berunjar kemudian meraih tangan Sunghoon, menautkan jari-jari mereka. Sunghoon berdebar begitu juga dengan Jongseong, namun keduanya memilih untuk menatap lurus kedepan, menikmati angin sore dengan tangan yang saling bergandeng.
***
Sunghoon memegang kepalanya yang sakit dan segera berlari ke laci di ruang tengahnya, mencoba mencari obat miliknya dan segera meminumnya. Ia tidak boleh merasa sakit, karena ia punya janji untuk pergi berkencan bersama dengan Jongseong.
30 menit kemudian, mereka sudah berada di sekolah mereka dengan menggunakan seragam sekolah.
Tidak seperti kencan pada umumnya, tapi Jongseong maupun Sunghoon sangat menikmatinya. Mereka ingin mencoba mengingat kembali masa-masa sekolah mereka.
Dengan tangan yang bergandengan, mereka berjalan menelusuri setiap koridor kelas, bermain di kelas di mana yang dulu menjadi tempat duduk mereka. Jongseong yang berdiri di depan seperti guru yang mengajar dan Sunghoon yang duduk sambil tertawa ketika Jongseong melontarkan sebuah Jokes kecil.
Setelah di ruang kelas, sekarang mereka berada di kantin sekolah. Duduk di kantin sekolah sambil memakan bekal yang di sudah di buat oleh Sunghoon tadi, keduanya saling berbagi cerita semasa Sunghoon tinggal di Seoul dan sebaliknya.
Kemudian mereka menuju lapangan untuk bermain bola kaki, dimana merupakan permainan kesukaan Jongseong. Mereka bermain dan melupakan sejenak masalah yang ada di hidup mereka, tertawa bersama dan Sunghoon menyukainya. Keputusannya untuk kembali kesini tidak pernah ia sesali, di sisa hidupnya ia mungkin saja benar-benar akan bahagia bersama dengan Jongseong.
Setelah puas bermain bola keduanya memilih untuk berbaring di rerumputan lapangan sekolah, menatap langit yang sudah mulai berubah warna menjadi warna jinga namun sedikit mendung dan sesuai dugaan mereka, rintikan hujan mulai turun membasahi mereka. Tapi Jongseong maupun Sunghoon masih berada di posisinya, membiarkan hujan membasahi mereka.
“Sunghoon-ah“
Jongseong lagi-lagi memanggil nama Sunghoon dan dijawab seadanya oleh Sunghoon.
“Kamu tau kan kalo aku punya alzheimer, makanya aku pengen ngabisin waktu sama kamu dan mengingatnya dalam memori kecilku”
Jongseong berkata yang membuat Sunghoon bangkit dari posisi tidurnya menjadi duduk, dan Jongseong pun mengikutinya.
Ia menatap Sunghoon dan kembali meraih tangan Sunghoon, “harusnya aku bilang ini dari dulu, cuma aku takut”
“Aku suka sama kamu”
Hati Sunghoon tidak karuan, ia senang namun sedih secara bersamaan. Tidak menyangka bahwa Jongseong menyukainya.
“Jongseong”
Sunghoon bertekad bahwa hari ini ia harus memberi tau penyakitnya pada Jongseong.
Sunghoon menghela nafasnya dan kemudian menatap Jongseong.
“Aku punya penyakit kanker, umur ku tidak panjang lagi maka dari itu aku pulang kesini”
Jongseong sedikit terkejut namun ia menguatkan genggamannya pada Sunghoon.
“Aku tidak tau apa besok aku masih disini atau tidak, tapi aku senang bahwa kamu termasuk orang yang ingin aku lihat di hari-hari terakhir ku”
Sambung Sunghoon sambil tersenyum, setidaknya perasaannya selama bertahun-tahun kini ia bisa sampaikan.
“Aku juga suka kamu, dari lama. Makasih Jongseong”
“Sunghoon, aku punya alzheimer“
Jongseong menghentikan perkataannya menatap lekat mata Sunghoon.
“Ayo kita menikah, aku ingin membuat banyak kenangan indah bersama denganmu”
Sunghoon terdiam, terkejut mendengar perkataan dari Jongseong dan dari sorot matanya, Sunghoon tau bahwa Jongseong sangat tulus.
Sunghoon tersenyum, kemudian ia menangguk kecil. Jongseong menarik Sunghoon kedalam pelukannya, ditengah hujan dan dilapangan sekolah yang menjadi saksi dimana keduanya memutuskan untuk hidup bersama.
***
Sunghoon tersenyum sambil berjalan ke altar, di depan sana Jongseong sudah menunggunya. Mereka tidak membuat pesta yang besar untuk acara pernikahan mereka, hanya di hadiri oleh keluarga kecil mereka masing-masing. Mereka hanya ingin hidup mereka bahagia.
Kehidupan mereka sangat baik, mereka melewati fase dimana pasangan yang baru menikah menjalani aktifitas mereka. Menggosok gigi bersama di pagi hari dan malam hari, saling berbagi cerita di malam hari, berbagi kehangatan dan banyak hal lainnya yang mereka lakukan bersama.
Jongseong yang selalu menulis setiap notednya di bantu dengan Sunghoon, Sunghoon menata rapih setiap noted milik Jongseong.
“akh!!”
Jongseong yang sedang duduk di meja kerjanya menatap ke arah Sunghoon yang memengang kepalanya sambil meringis sakit, dan Jongseong dengan cepat berlari ke arah dapur untuk mengambil obat milik Sunghoon.
Namun ketika Jongseong sampai di dapur, ia terdiam sambil menatap dapur rumahnya. Ia tidak mengingat dimana ia meletakan obat milik Sunghoon. Ia mencarinya terus menerus, disetiap lemari dan meja.
“Ayoo ingatt Jongseong!! ingat!!”
Jongseong memukul kepalanya dan sedikit menarik rambutnya, mencoba mengingat dimana ia meletakan obat milik Sunghoon. Ketika ia membuka laci di bawah wastafel akhirnya ia menemukan obat Sunghoon dan segera memberikannya pada Sunghoon.
Sunghoon keluar dari dalam rumahnya dan menuju perkarangan, mencari sosok Jongseong dan benar saja Jongseong sedang duduk sendirian dengan pikirannya. Sunghoon duduk di samping Jongseong dan mengenggam tangan Jongseong, ia tau apa yang membuat Jongseong seperti ini.
“Udah ya, aku gak papa kok”
Jongseong mengigit bibir bawahnya.
“Maaf, harusnya aku ingat di mana aku nyimpen obatnya biar kamu gak kesakitan kaya gitu”
Jongseong menghela nafasnya kemudian kembali memukul kepalanya dan dihentikan oleh Sunghoon.
“Kamu gak salah Jong, aku udah gak ngerasa sakit lagi kok”
Sunghoon meraih tangan Jongseong untuk menghentikan pria itu agar tidak memukul kepalanya.
“Maaf Sunghoon!”
***
Siang ini setelah kejadian seminggu yang lalu, Jongseong menaruh obat milik Sunghoon di nakas kamar mereka dan di beri noted. Saat ini mereka baru saja selasai berkebun di perkarangan rumah mereka.
“Ahhh... aku sangat lelah”
Sunghoon berkata kemudian Jongseong menghampirinya dan memijat pundak Sunghoon dan memijitnya kecil.
“Kebunnya sudah jadi, tinggal kita tunggu mereka menjadi tumbuh dan siap di panen”
Sunghoon berkata, kemudian keduanya lebih memilih membaringkan diri mereka di pendopo rumah mereka.
“Euhmm... Jong”
Jongseong menoleh, melihat Sunghoon yang melirik ke arahnya.
“Aku pengen minuman yang di jual deket sekolah kita dulu”
Sunghoon tiba-tiba berkata dan membuat Jongseong menaikan sebelah halisnya.
“Kalo gitu ayok kita pergi”
Sunghoon menggeleng pelan.
“Kamu aja ya, aku mau beresin rumah sama siapin makan malam untuk kita”
Jongseong terdiam, kemudian ia mengangguk kecil dan bangkit berdiri. Sebelum pergi Jongseong tidak lupa mengecup sekilas bibir Sunghoon kemudian kening Sunghoon dan melambaikan tangannya.
“Tunggu aku dirumah”
Ucapnya sambil melambaikan tangannya dan pergi.
Sedangkan Sunghoon masuk kedalam rumah untuk menyiapkan makan malam, namun ketika ia berjalan kedapur kepalanya terasa sakit dan dadanya terasa sesak.
Ini sakit sekali, Sunghoon tidak pernah merasakan sakit yang seperti ini. Kepalanya seperti di hantam oleh berton-ton batu dan dadanya terasa sesak seperti di ikat oleh tali tambang yang kuat, ia terjatuh dengan nafas yang terengah-engah, memengang dadanya yang begitu sakit, keringat dingin bercucuran serta setetes cairan kental berwarna merah yang keluar dari hidungnya.
Sunghoon meremas dadanya, ia tidak ingin berakhir disini. Ia ingin berkahir dalam pelukan Jongseong, ia ingin melihat Jongseong untuk terakhir kalinya. Namun yang bisa ia lihat saat ini adalah pandangannya semakin kabur dan berbayang, hingga tubuh lemasnya terjatuh di antara pintu dapur dan ruang tengah.
“Kak, Sunghoon!!”
Lee Sangwon yang merupakan adik sepupunya yang kebetulan ingin berkunjung tiba-tiba terkejut melihat Sunghoon yang tergeletak dan ia segara menelepon kakaknya untuk membantu Sunghoon ke rumah sakit di Desa mereka.
***
Kaki Jongseong berhenti ketika ia dihadapkan oleh persimpangan, ia memengang kepalanya yang terasa sakit dan pusing. Ia tidak ingin kearah mana rumahnya, maka dari itu ia mencoba berbelok ke arah kiri dan terus berjalan, namun yang ia temukan adalah jalan menuju perkebunan membuat Jongseong kembali memutar jalannya dan kembali berjalan dengan sekatung plastik berisikan minuman yang dimaskud oleh Sunghoon tadi.
Jongseong kembali berada di persimpangan tadi, kemudian mencoba mengingat dua jalan kerumahnya, sebelah kanan atau lurus ke depan.
“Ayo ingat Jongseong.. ayoo, Sunghoon menunggumu!”
Jongseong kembali memukul kepalanya dan berjalan ke kanan, langit yang awalnya cerah tiba-tiba mendung dan turun hujan membuat Jongseong segera berlari.
Jongseong menaruh kedua tangannya pada lututnya dan mengatur nafasnya, setelah mencoba tiga kali akhirnya ia berhasil menemukan rumahnya dengan nafas terengah ia masuk kedalam rumahnya dan mencari sosok Sunghoon dimana.
“Sunghoon-ah?”
Jonseong berjalan kedapur namun tidak menemukan siapa-siapa.
“Park Sunghoon?”
Ia berjalan ke kamar mereka, namun kembali tidak menemukan sosok Sunghoon.
“Sunghoon?”
Dengan keadaan tubuh yang basah, ia menelusurin setiap sudut rumahnya namun Sunghoon tidak ditemukan. Hingga pintu rumahnya terbuka dan Jongseong tersenyum untuk menyambut Sunghoon, namun yang ia temukan adalah Sangwon berdiri di sana dengan keadaan yang sama sepertinya basah kuyup.
“Oh Sangwon-ya, apa kamu juga mencari Sunghoon? Aku tidak melihatnya, tadi aku membeli minuman kesukaan dan ia tidak ada dirumah”
Jongseong berkata sedangkan Sangwon menatap Jongseong nanar, matanya memerah karena ia habis menangis.
“Kakak dari mana aja? Kenapa baru pulang?”
Jongseong terdiam, tiba-tiba firasatnya tidak enak.
“Maaf Sangwon, tapi penyakitku tadi kambuh”
Jongseong berkata dan Sangwon tidak bisa menahan air matanya.
“Kak Sunghoon.. Kak Sunghoon...”
Sangwon terjatuh, kakinya tidak kuat untuk menahan tubuhnya dan ia menangis sedangkan Jongseong masih terdiam dan menghampiri Sangwon, menyentuh pundak adik sepupunya tersebut.
“Sunghoon kenapa Sangwon?”
***
test!! test!! test!!, Jongseong-ah
Sebentar, wajahku terlalu pucat.. hmmmm
Nah, begini lebih bagus
Haloo Jongseong... kekasih hatikuu... aduh agak sedikit geli sih tapi gak papa
Aku harap ketika kamu menonton ini kamu mengenali aku, atau gak aku kenalin lagi deh
Namaku Park Sunghoon aku adalah suamimu, lihat cincin ini? Kamu yang memasangkannya untukku. Jongseong-ah. aku tidak bisa banyak berkata apa-apa, tapi kamu harus tau bahwa aku sangat mencintaimu dulu sekarang dan selamanya, terima kasih karena kamu sudah menjadikan ku sebagai pasangan hidupmu.. terima kasih juga karena kamu selalu berusaha untuk mengingatku, jika aku sudah tidak ada di sampingmu lagi, aku mohon tolong lihat video ini dan kenali aku.. huhuhuhu... oh iya Jongseong, terima kasih karena sudah memenuhi keinginaku untuk bahagia di hari-hari terakhir ku. Park Jongseong, laki-laki yang sangat aku cintai tolong ingat aku seumur hidupmu, jadikan aku memori terakhir dalam hidupmu
Ah rasanya seperti batre kameraku akan habis, intinya aku mencintaimu. dikehidupan selanjutnya ayo hidup bersama lagi dan menjadi sehat. Baiii baiiii sayangg~~
Jongseong memengang dadanya yang terasa sakit, air matanya juga tidak berhenti mengalir dari pertama ia melihat video tersebut. Jongseong memengan ponselnya dan menaruhnya di dada, menutup matanya.
Aku tidak akan pernah melupakanmu, dan akan selalu mengingatmu
Fin