auteurlavie

the girl's who love writing

I. Three mas ketir

Sunghoon mengikuti wali kelasnya di belakang ketika mereka akan berjalan menuju kelas Sunghoon. Dan Sunghoon bisa melihat bahwa kelasnya sedikit ricuh, bahkan wali kelasnya harus mengetuk buku pada mejanya sebelum anak-anak kelasnya diam dan memperhatikan wali kelas mereka.

“Perhatian semuanya, kita kedatangan murid pindahan”

Ucap wali kelas 2-3 tersebut lalu mempersilahkan Sunghoon masuk ke dalam kelas.

“Nah Sunghoon, perkenalkan dirimu”

Sunghoon mengangguk lalu menatap satu persatu teman sekelasnya yang tatapannya sekarang tertuju hanya pada Sunghoon.

“Park Sunghoon, mohon bantuannya”

Sambung Sunghoon kemudian memberi hormat dan salam.

“Sunghoon, apa kau adik dari kak Soobin? Fotomu sudah tersebar di menfess sekolah”

Sunghoon mengerutkan keningnya, tidak mengerti apa yang di maksud oleh salah satu.

“Terlihat mirip sama kak Soobin, sama-sama manis”

“Gua aduin lo ya sama bang Yeonjun, biar di lempar palak lo pakek bola basket”

“Sunghoon sini duduk sama gua aja, gua pinter”

“Duduk sama gua aja, sini. Jangan duduk sama Junho, dia makan orang soalnya”

“Yeu, Dongpyo babi!!”

“Anak-anak tenang!”

Wali kelas menghela nafasnya mendengar keributan anak didiknya, kemudian menyuruh Sunghoon duduk di bangku kosong samping jendela nomor 3 dari depan.

“Kalo begitu, kita mulai pelajarannya”

Sunghoon berjalan ke arah kursi yang di maksud oleh wali kelasnya tadi, dan duduk disana.

Teman sebangkunya memperhatikan Sunghoon kemudian tersenyum.

“Kang Taehyun”

Ucap Taehyun sambil tersenyum dan di balas oleh Sunghoon.

“Beneran adek kak Soobin?”

Tiba-tiba orang yang duduk di depan Sunghoon berbalik dan bertanya, membuat Sunghoon menaikan sebelah halisnya dan mengangguk kecil.

“Wah berarti kita iparan dong. Kenalin Leo adiknya bang Yeonjun”

Ah Sunghoon mengerti, pantas saja wajahnya terlihat mirip dengan pacar kakaknya.

“Kalo ada apa-apa tanya-tanya sama gua aja ya Hoon, salam ke-”

“Leo perhatikan kedepan”

Perkataan dari guru wali kelasnya membuat Leo segera berbalik ke posisi awalnya.

Sunghoon menghela nafasnya, mengeluarkan buku dan juga peralatan belajarnya dan mulai fokus belajar.

***

Pelajaran kedua telah selesai, dan kini jam istirahat, Taehyun berdiri lalu mengajak Sunghoon untuk ke kantin, tapi ketika ia berdiri tidak sengaja menabrak Jongseong yang saat itu berjalan dari kursinya menuju keluar dan berakibat menabrak tubuh Sunghoon dan Sunghoon hampir saja oleng jika tubuhnya tidak di tahan oleh Jongseong.

Tangan kanan Jongseong yang menarik tangan Sunghoon dan tangan kirinya yang melingkar pada pinggang Sunghoon.

“Yaaaakkk!!! Lo ngapain”

Leo yang disana menatap Jongseong yang menyadari posisi kemudian melepaskan Sunghoon.

“Sorry gua gak sengaja”

Ucap Jongseong dan Sunghoon yang masih agak sedikit kaget hanya mengangguk kecil.

“Jalan tuh makanya di lihat, jangan asal jalan-jalan doang”

Sunghoon melirik ke arah kanan, melihat seorang teman kelasnya yang baru saja berdiri dari kursinya.

“Gak sengaja atau modus lo Jong? Gua aduin bang Yeon ah”

“Apaan sih? Gak sengaja bego-”

“Santai dong”

***

“Nih minum ini”

Taehyun menyerahkan satu kotak susu strawberry sedangkan dirinya meminum susu pisang.

“Yang tadi nabrak lo itu Jongseong, ketua club basket di sekolah kita. Terus yang ngomel-ngomel gak jelas tadi itu Hyuka anak club musik kesayangan pak pendek aka pak woozi, disebelahnya tadi itu Jaeyoon”

Sebenarnya Sunghoon tidak minta di jelaskan sih, tapi ya sudah lah. Lagian Taehyun dengan senang hati mengenalkan beberapa hal tentang sekolahnya.

“Hyun, di panggil bang Heeseung”

Tiba-tiba saja, seseorang datang ke meja Sunghoon dan Taehyun menyuruh Taehyun untuk pergi ke orang yang memanggilnya.

“Hoon gua pergi dulu”

Sunghoon hanya mengangguk kemudian kembaki meminum minumannya, sosok tadi duduk di tempat Taehyun sebelumnya. Posisi saat ini mereka masih berada di kantin.

“Jaeyoon”

Sosok tadi berkata sambil tersenyum dan menatap Sunghoon sedangkan Sunghoon hanya menatapnya dan kemudian tersenyum.

“Beneran adik kak Soobin?”

Sunghoon kembali mengangguk kecil.

“Lo udah tau gak? Kalo di sekolah sini ada beberapa club, kalo lo tertarik sama club musik, hubungi gua aja yah.. gua dari club musik soalnya”

Jaeyoon berkata lagi, menatap Sunghoon yang masih meminum susu strawberrynya dan Jaeyoon hanya bisa menahan rasa gemasnya melihat Sunghoon.

“Ya udah Hoon, gua tinggal yah. Mau ke ruang guru dulu”

Tidak memberi jawaban, Sunghoon hanya menatap perginya sosok tadi dan masih melanjutkan acara menimum susunya.

Melihat ke depan sana, di mana adiknya sudah mendapatkan dua teman dan terlihat asik mengobrol. Membuat Sunghoon bangkit dan kemudian berjalan kembali ke kelasnya.

***

Sunghoon tengah duduk di salah satu kursi panjang di taman, Soobin bilang ia dan Sunoo harus menunggunya sebentar karna ia ada rapat osis.

Awalnya ia disuruh menunggu di lapangan sambil melihat anak basket latihan, tapi Sunghoon tidak terlalu suka.

Jadi memilih untuk duduk di taman, mengeluarkan sketchbook. Sebenarnya Sunghoon sangat ahli dalam mengambar.

Hanya saja keahliannya ia pakai untuk hal lain.

Ntah lah, tapi Sunghoon memiliki hobi mengambar dengan tema rated.

Ketika ia ingin mengambil sketchbook dari dalam tasnya, tangannya tidak sengaja menyengol botol minum yang memang ia bawa, sehingga botol itu mengelinding ke lawan arah dan berhenti di sebuah kaki.

“Oh, sorry”

Sunghoon segera menghampiri untuk mengambil botol minumnya.

“Nungguin siapa? Kok belum pulang?”

Sosok tadi bertanya kepada Sunghoon, Sunghoon menatap sosok yang agak lebih tinggi darinya dan melihat nametag di sebelah kiri sosok tadi.

Lee Heeseung

“Adeknya Soobin ya?”

Tanyanya lagi dan kali ini Sunghoon hanya mengangguk, ternyata satu sekolah mengenal Soobin dan sekarang tau bahwa ia adalah adik Soobin dan selalu di panggil adik Soobin.

“Kakak lo rapat dulu, gak lama sih. Paling satu jam”

Sosok berkata lagi, kemudian Sunghoon hanya mengangguk kecil.

Heeseung membersihkan botol minuman tadi dengan tangan dan ujung blezer sekolah miliknya dan kembali menyerahkannya pada Sunghoon.

“Nih, ya udah gua pamit dulu. Biar rapatnya cepet kelar”

Sambung Heeseung kemudian ia tersenyum dan berjalan meninggalkan Sunghoon yang masih menatap sosok Heeseung tadi.

Anjir ganteng banget

X. Full House

Tw// hashword, flashback, mcd, murder and suicide and ect.

“Gua mau ikut yoon!”

Sunghoon bersikeras namun Jake menahannya, mengatakan lebih baik untuk saat ini Sunghoon diam disini.

“Media lagi banyak banget Hoon, biar gua aja yang nyari kak Heeseung”

Sunghoon menggelengkan kepalanya, menolak dan tetap memaksa ingin ikut mencari keberadaan Heeseung.

“Hoon, please kali ini dengerin gua ya-”

“Gua gak mau kehilangan kak Heeseung kaya gua kehilangan kak Geonu”

Jake menghela nafasnya, “gua tau perasaan lo kaya gimana Hoon. Tapi situasi saat ini gak mungkin buat lo keluar, biar gua yang cari kak Heeseung”

Sunghoon tidak bisa untuk membantah, karena yang di katakan Jake ada benarnya. Untuk saat ini dirinya tidak bisa untuk keluar sembarangan tanpa sepengatahuan manager dan agensi, karena berita yang beredar.

Yang bisa Sunghoon lalukan adalah berdoa agar Heeseung tidak bertindak di luar kendali.

***

Heeseung menatap gedung-gedung pencakar langit di depannya, merasakan angin malam yang menerpa wajahnya. Ia menutup matanya, merasakan angin malam yang semakin dingin.

“Aaakkkhhhh!!!”

Terdengar suara keras dari ujung sambungan teleponnya membuat Heeseung segera berlari dari dorm mereka menuju gedung agensi

“Geonu-ya.. Geonuu... lo denger gua kan?”

“Sepertinya aku harus menyingkirkanmu. Kau hanya seekor tikus tidak berguna yang menghancurkan image group yang ingin aku bangun-”

“akkhhh.. Daepyonim... lepaskan!!”

Langkah Heeseung terdiam untuk sesaat, mendengar ada suara orang lain di sebrang sana selain Geonu

“aku akan membokar semua kejahatan Daepyonim.... memaksa Sunghoon untuk memilih acting dan menjadikan Sunghoon sebagai.. akhh!!! Mainanmu, lalu memanipulasi Jongseong... aku tidak— akhhhh!!!”

“kau keparat!! Sialaan!!!.. kau pantas mati!!! Lebih baik aku kehilangan orang sepertimu dari pada aku harus kehilangan Sunghoon dan juga Jongseong”

“uhukk!! Lepaskah!! Uhukkk!!”

“Mati kau keparat!!!!”

“akhhhhhhhhhhh!!!”

brak

tutututu!!

Heeseung berdiri tepat di samping gedung agensi ketika mendengar suara keras dan panggilan terputus, ia melihat dengan kepalanya sendiri bagaimana tubuh orang yang dicintainya jatuh dari atas gedung ke bawah

“Hah... hah...”

Heeseung membuka matanya dengan nafas terengah-engah, menatap kebawah gedung berlantai 10 ini.

Ingatan kembali ke beberapa tahun silam, jika saat itu dirinya tidak berhenti dan tetap berlari mungkin saja, mungkin saja saat ini Geonu masih ada disampingnya.

“Kak Heeseung!!”

Heeseung menoleh, melihat Sunghoon berdiri di pintu masuk ke atap, lengkap dengan topi dan masker untuk menutupi dirinya.

Entah bagaimana Sunghoon bisa lolos dari pada media yang menunggu di gedung apartemennya. Intinya Sunghoon bisa tau bahwa Heeseung akan ada disini.

“Kak Heeseung ngapain disitu?”

Sunghoon berjalan secara perlahan mendekat ke arah Heeseung yang berdiri terlalu pinggir.

“Maafin gua ya Hoon, karna gua mungkin citra lo jelek! Tapi gua gak mau lo hidup dalam ketakutan dengan banyangan si brengsek Kwak”

Sunghoon menggeleng pelan dan kembali berjalan ke arah Heeseung.

“Gak kok kak, selama ini gua aja yang gak berani buat bicara ke orang-orang. Gua seneng kok, gua seneng sekarang Kwak Daepyonim di tanggap dan besok gua bakal wawancara sama media masalah ini”

Heeseung tersenyum ke arah Sunghoon.

“Maafin gua juga ya, soalnya gua pakek acara teror kalian semua. Selalu denial dan beranggapan kalo Geonu meninggal karna kalian, padahal gua tau kalian gak salah apa-apa. Lo tau gak hoon? Harusnya waktu itu gua lari terus menerus tanpa berhenti dan mungkin aja Geonu bisa ada sampe sekarang. Gua-”

Heeseung menghentikan perkataannya, kemudian ia menutup matanya membiarkan setetes air matanya jatuh mengenai kedua pelupuk matanya.

“Bahkan disaat-saat terakhir gua gak bisa lindungi Geonu, gua gak bisa lindungi lo, gua gak bisa lindungi Jaeyoon, Jongseong. Gua gak bisa lindungi team”

“Kak lo udah lindungi kita berempat bahkan berlima, asal lo tau kak Geonu juga suka sama lo”

Heeseung menatap kearah mata Sunghoon.

“Kak Geonu juga pasti pengen lihat lo bahagia, Kak Geonu juga gak pengen semuanya berantakan kaya gini”

Heeseung terkekeh pelan, berbalik dan menatap kembali gedung-gedung tinggi dengan langkah yang semakin mendekati pinggir gedung.

“Gua udah titip masalah lo sama Jaebum, dia bakal jadi manager lo. Tugas gua udah selesai, udah berhasil masukin Kwak Daepyonim ke penjaran, buat lo terlepas dari masa lalu lo dan udah buat Jongseong sadar sama kesalahannya sendiri. Gua bahagia sekarang, gua bisa nyusul Geonu sekarang”

“Kak Heeseung!!!!”

IX. Full House

Jay mencoba meraba nakas di samping tempat tidur untuk mengambil ponselnya yang terus bergetar sejak lima menit yang lalu, Jay bukan tidak mau bangkit dari tempat tidur tapi ia tidak ingin membangunkan Sunghoon yang tidur dalam pelukannya setelah semalaman ia habiskan untuk menangkan Sunghoon.

“Hmm?”

Jay mengangkat teleponnya yang berasal dari Jake, menurut jadwalnya harusnya hari ini Jay libur. Masa promisi comebacknya juga sudah selesai.

“Nicholas bilang, dia lihat kak Heeseung ke agensi lama”

Jay mengerutkan dahinya, sejujurnya ia masih mengantuk jadi suara Jake masih terdengar samar-samar.

“Nicholas bilang kak Heeseung ketemu sama Kwak Daepyonim”

Mendengar nama mantan Ceonya dulu Jay langsung menatap Sunghoon yang masih tertidur di sampingnya.

“Jake, nanti siang kita ketemu ya. Ada yang pengen gua kasih tau ke lo”

Jay menutup panggilannya, menaruh ponselnya balik ke nakas samping tempat tidur Sunghoon lalu kembali menatap Sunghoon, merapikan rambut depan Sunghoon dan mengelus sisi wajah Sunghoon.

Jay menarik nafasnya, menarik Sunghoon kedalam pelukannya dan kembali tertidur.

***

“Coba lo lihat pesan ini”

Jay menyerahkan ponselnya pada Jake, saat ini keduanya sedang berada di dalam mobil van. Jake mengambil ponsel milik Jay dan membaca pesan yang di berikan oleh si peneror.

“Ini foto Kak Heeseung waktu berkunjung ke agensi”

Jake menyerahkan foto yang ia dapat dari Nicholas, salah satu teman semasa trainee yang sekarang masih berada di agensi lama mereka.

Jay cukup lama menatap foto Heeseung pada ponsel Jake, namun ada satu hal yang menarik perhatian Jay. Jay dengan cepat mengeluarkan ponsel miliknya yang lain, kemudian membuka galerinya.

“Jake, coba lo lihat? Ini foto sasaeng yang udah lama ngikuti gua”

Jay menyerahkan foto tersebut pada Jake dan Jake mengamatinya, “dan lo lihat ini foto kak Heeseung” Jay memberikan perbandingan.

“Dari postur tubuhnya sama, dan lo lihat merk sepatu mereka juga sama”

Tambah Jay dan Jake menatap Jay sekarang tidak percaya, “gua gak ada bukti yang pasti, tapi bisakah kita gak percaya sama bang Heeseung?”

Jake berkedip untuk sesaat, masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat. “Kita gak akan pernah tau apa maksud dari bang Heeseung, tapi kita harus jaga-jaga”

“Tapi Jay, kak Heeseung gak mungkin ngelakuin ini sama kita kan? Maksud dia apa? Alasan dia kaya gini apa?”

“Kak Geonu”

Jake berkedip sambil menatap Jay.

“Alasannya pasti sama kak Geonu”

***

Heeseung menaruh satu tangkai bunga krisan putih pada satu pusaran dengan tulisan Lee Geonu di depan sana, ia memejamkan matanya untuk berdoa sebelum kembali membuka matanya. Menatap satu figuran kecil di samping pusarannya, foto mereka berlima yang di ambil selesai mereka latihan di hari pertama team debut terbentuk.

“Sebentar lagi keadilan bakal kita dapatkan bukan?”

Heeseung tersenyum, duduk di samping pusaran tersebut sambil mengelus pelan.

“Kalo semuanya udah beres, aku bakal nyusul kamu”

Ucapnya lagi, kemudian dengan mata yang masih menatap foto lima orang disana.

“Aku bakal usut tuntas kematian kamu, aku bakal buat Jay minta maaf atas lagu-lagu kamu yang dia ambil dan aku bakal buat Sunghoon terlepas dari traumanya dan terutama-”

Heeseung mengepalkan tangannya.

“Aku akan membuat bajingan Kwak menderita seumur hidupnya, karna telah melukai kamu dan Sunghoon. Aku janji”

VIII. Full House

Jay merapatkan topi miliknya dan segera menelepon seseorang ketika ia sudah berdiri di depan pintu apartemen Sunghoon.

“Halo bang Hee?”

“iya Jay, tumben telepon ada apa?”

“Gua boleh tau password apartemen Sunghoon gak kak? Gua takut Sunghoon kenapa-kenapa, teleponnya gak aktif, gua juga udah coba ketok pintu tapi gak dibuka”

Ucap Jay sambil melirik ke kanan dan kekiri, ia takut ada seseorang yang mengenalinya.

“Tanggal ulang tahun lo”

“Hah?”

“Tanggal ulang tahun lo, peak!”

Jay berkedip sesaat, dengan ragu ia memencet angka pada kunci pintu apartemen Sunghoon dan benar saja, terbuka. Jadi Jay dengan cepat berlari memasuki apartemen Sunghoon.

Hal pertama yang Jay lihat dari apartemen Sunghoon, di sana banyak foto-foto Sunghoon dan foto-foto zaman Sunghoon trainee dengan teman-temannya, termasuk dengan Jay sendiri.

Jay berjalan, mencari sosok Sunghoon yang sama sekali belum ia lihat.

“Sunghoon, ini gua Jay?”

Jay bersuara lagi, sambil berjalan ke arah pintu yang Jay yakin itu kamar Sunghoon. Ketika ia memutar kenop pintu dan membukanya, benar saja itu adalah kamar Sunghoon namun Sunghoon tidak ada disana.

Jay bisa mendengar suara kran di dalam kamar mandi, dan ponsel Sunghoon yang ada di kasurnya. Merasa penasaran Jay menghampiri ponsel Sunghoon dimana terbuka roomchat dengan seseorang tidak bernama, Jay mengambil ponsel Sunghoon dan membuka file video dari nomor yang tidak di kenal tersebut.

Hati Jay bergetar, rasanya seperti tercabik-cabik. Jay menggeram kemudian ia mengetuk pintu kamar mandi Sunghoon namun tidak mendapat balasan, mengingat apa yang Jake pernah bilang padanya jadi Jay mencoba untuk membuka pintu kamar mandi dan benar saja sesuai dengan apa yang di pikirkannya.

Melihat Sunghoon memeluk lututnya, dan membiarkan shower dengan air menyala menguyur tubuhnya yang berlutut sambil membenamkan matanya.

“Sunghoon-ah”

Jay berjalan menghampiri Sunghoon dan langsung memeluk tubuh Sunghoon, membiarkan tubuhnya ikut terguyur oleh shower.

”..Jay.... gua”

Jay mengelus pelan kepala Sunghoon dan punggungnya pelan, memberikan ketenangan disana.

“Jangan di pikirin videonya”

Jay berkata sedangkan Sunghoon menggeleng pelan.

“Gua jijik sama diri gua sendiri Jay, gua jijik”

Jay terus mengelus kepala bagian belakang Sunghoon sambil mengucapka beberapa kata penenang bagi Sunghoon.

Jay melepaskan pelukannya, menatap Sunghoon yang kini juga menatap Jay.

“Jangan takut, kalo dulu gua gak ada buat lo tapi sekarang gua ada buat lo. Tolong jadiin gua sebagai sandaran lo lagi ya Hoon, gua gak akan ninggalin lo lagi”

Sunghoon tidak menjawab, ia menatap mata Jay. Tatapan yang selalu bisa membuat dirinya selalu merasa nyaman, ia menangis sambil memeluk Jay dan Jay membalas memeluk Sunghoon.

Remember Me

Ketika Waktumu Tidak Banyak Lagi

Sunghoon memandang kedua temannya yang saat ini menatapnya sedih.

“Jadi beneran bakal balik ke Mokpo?”

Sunghoon mengangguk kecil, sambil menatap kedua sahabatnya selama ia tinggal di Seoul dan bekerja disini.

“Sudah bilang ke Manager kalo lo resign

Untuk sekali lagi, Sunghoon mengangguk kecil kemudian kedua sahabatnya secara bergantian memeluk Sunghoon di hari terakhirnya bekerja disini.

“Semoga lo mendapatkan apa yang lo mau di Mokpo nanti”

Sunghoon mengangguk, membalas pelukan teman-temannya sebelum ia pamit untuk pergi pulang.

Sesampainya di Apartemen miliknya, Sunghoon menatap seluruh apartemen yang sudah hampir ia tinggalin dua tahun belakangan ini. Sunghoon tersenyum sambil menatap kardus-kardus yang sudah ia susun dan tinggal di angkat oleh kurir besok pagi.

Tiga bulan yang lalu, ia mendapatkan kabar dari pihak rumah sakit. Kabar yang tidak mengejutkan tapi ia tau bahwa waktunya sudah tidak banyak lagi. Sunghoon pikir ketika ia menjalani operasi dan kemoterapi dua tahun lalu sel kankernya akan mati, namun yang ia dapatkan bahwa sel kankernya untuk saat ini sudah menyebar ke mana-mana dan sudah sampai stadium akhir. Jadi Sunghoon memutuskan untuk membuat dirinya bahagia di akhir hidupnya dari pada ia harus mengalami kesakitan menjalani kemoterapi.

Alasan Sunghoon untuk pulang ke kampung halamannya selain menghabiskan sisa waktunya bersama dengan ibunya, ia juga ingin mengingat masa-masa bahagia dirinya ketika tinggal di kampung, suasana pagi hari dan segala sesuatu. Dimana ia menghabiskan masa remajanya.

“Sunghoon”

Hal pertama ketika ia sampai di rumah masa kecilnya adalah pelukan hangat ibunya yang menunggunnya di depan rumah, wanita paru bayah itu memeluk erat Sunghoon dan menangis sejadi-jadinya.

Ibunya mendengar kabar tentang penyakit Sunghoon satu minggu yang lalu dari pihak rumah sakit, ketika Sunghoon memutuskan untuk menyerah pada pengobatannya dan memilih hidup bahagia seperti ini.

“Bu, sudah jangan menangis lagi”

Sunghoon berkata, melepaskan pelukan wanita yang lebih pendek darinya. Sunghoon tersenyum kemudian menghapus sisa air mata ibunya.

“Sekarang anak ibu sudah pulang dan akan menghabiskan waktu bersama dengan ibu, ayo kita buat kenangan yang tidak terlupakan bersama”

Perkataan Sunghoon kembali membuat sang ibu menangis.

“Ayo makan yang banyak, ibu sudah membuatkan semua makanan kesukaanmu”

Sunghoon tersenyum ketika sang ibu menyiapkan banyak makanan untuknya, dan semua makanan yang ada di atas meja makan adalah makanan kesukaan Sunghoon.

“Ibu terlalu banyak memasak, jika seperti ini siapa yang akan menghabiskannya?”

“Bibi aku datang~~”

Sunghoon dan sang ibu menoleh ke pintu rumah mereka, setelah mendengar suara seseorang yang datang. Sunghoon menatap ibunya yang tersenyum dengan berkata bahwa yang akan membantu mereka menghabiskan makanan adalah orang yang baru saja masuk.

“Aigooo, Jongseong-ah ayo masuk”

Sunghoon kembali menatap pintu masuk rumahnya, dan Jongseong teman semasa kecil masuk sambil membawa satu kerajang buah untuk ibunya.

“Eh? Sunghoon?”

Jongseong sedikit terkejut ketika melihat teman kecilnya tengah duduk, suasana sedikit terasa canggung karena bagaimanapun mereka tidak pernah bertemu selepas kelulusan SMA mereka. Sunghoon yang memilih untuk sekolah di Seoul dan Jongseong yang memilih untuk tetap di Mokpo dengan menjalankan pertanian milik keluarganya.

“Sunghoon rupanya sudah tumbuh menjadi pria yang hebat”

Jongseong berkata dan disusul anggukan dari Ibu Sunghoon, sedangkan Sunghoon hanya mengulas senyum simpulnya dan mereka melanjutkan makan malam bersama.

***

“Rasanya sedikit canggung untuk mengobrol bersama denganmu”

Sunghoon menyerahkan satu cangkir teh camomile untuk Jongseong, saat ini keduanya duduk di halaman rumah Sunghoon yang terdapat pohon besar yang di bawahnya ada kursi lebar yang bisa kita gunakan untuk beristirahat.

“Terima kasih Jongseong, karena sudah merawat ibuku dengan baik”

Jongseong tersenyum dan mengangguk, meminum teh buatan Sunghoon.

“Bukan kah aku sudah berjanji padamu? Saat kamu pertama kali pergi ke Seoul, bahwa aku akan menjaga ibumu”

Ucap Jongseong dan sekarang Sunghoon mengingatnya.

“Kenapa memilih untuk pulang?”

Sunghoon terdiam ketika mendapat pertanyaan itu dari Jongseong.

“Aku hanya ingin kembali menikmati masa-masa bahagiaku, tinggal di ibu kota membuatku sedikit pusing”

Akhirnya Sunghoon menjawab pertanyaan Jongseong, ia tidak ingin Jongseong sedih setelah mendengar kabar tentang penyakitnya.

Salah satu alasan Sunghoon kembali ke kampung halamannya adalah menghabiskan waktunya dengan Jongseong, pria bertubuh lebih pendek darinya itu telah mencuri perhatiannya semenjak mereka duduk di bangku SMP. Hanya saja Sunghoon tidak berani mengatakannya bahwa ia menyukai Sunghoon, karena ia takut bahwa pertemanan mereka menjadi canggung jika Sunghoon mengatakan perasaannya pada Jongseong

Keduanya saling memandang, kemudian menatap ke arah langit yang malam ini di penuhi oleh bintang-bintang.

“aku harap, dengan menghabiskan waktu disini aku bisa bahagia dengan kebersamaan kita”

“aku akan mengingat hari ini, hari dimana aku kembali bertemu denganmu”

***

Sunghoon bangun lebih pagi, ia berencana untuk berjalan-jalan di pagi hari. Menikmati suasana pagi hari di kampung halamannya.

“Ibu aku pergi sebentar untuk jalan-jalan”

Sunghoon pergi pamit, kemudian ia keluar dari rumahnya. Ketika menutup pintu pagar yang terbuat dari kayu ia terkejut ketika melihat Jongseong berdiri di depannya, dengan sepeda di samping Jongseong.

“Pasti mau jalan di pagi hari kan?”

Jongseong menebak kemudian Sunghoon terkekeh pelan, Sunghoon menatap sepeda Jongseong dimana di kerajang sepeda milik Jongseong, Sunghoon menemukan beberapa kotak susu dan koran.

“Kegiatan pagi hariku adalah membagikan koran dan juga susu kotak. Apa Sunghoon mau ikut bersama?”

Tawar Jongseong yang membuat Sunghoon tersenyum.

“Jadi kamu masih melakukan kegiatan ini?”

Jongseong mengangguk lalu jari-jari tangannya membentuk angka 7, itu tandanya ia sudah melakukan ini lebih dari 7 tahun.

“Aku suka berkeliling pagi hari, dan itu membuatku tidak akan melupakan jalan-jalan disini”

Jongseong kemudian menarik Sunghoon agar segera naik di belakang. Sunghoon tidak menolak, toh mereka juga dulu sering melakukannya saat SMA.

Sunghoon memengang kedua sisi pingang Jongseong, sedangkan Jongseong mulai menggayuh sepeda miliknya untuk berkeliling desa.

Mereka kembali membagi tugas, sama seperti 7 tahun yang lalu, Sunghoon yang membagikan susu kotak dan koran di depan rumah-rumah warga dan Jongseong yang mengendarai sepeda mereka.

Sekarang mereka sedang duduk di depan sebuah warung kecil, setelah selesai mengantarkan susu dan koran.

Jongseong keluar dari dalam toko tersebut kemudian menyerahkan minuman dingin pada Sunghoon, Sunghoon menerimanya dengan senang hati.

“Toko dan suasananya masih terasa sama”

Sunghoon berkata sedangkan Jongseong hanya bisa tersenyum sambil terus menatap wajah Sunghoon dari samping.

Setelah beristirahat keduanya kembali melanjutkan perjalanan mengelilingi desa dan berhenti di sebuah bukit kecil yang ada disana dan berteduh dibawah pohon besar yang katanya sudah tumbuh selama ratusan tahun. Sunghoon dan Jongseong merebahkan tubuh mereka di rerumputan, menikmati angin segar disiang hari.

“Aduh!!”

Jongseong sedikit memegang kepalanya dan itu membuat Sunghoon menoleh ke arah Jongseong yang juga menghentikan laju sepedanya.

“Kenapa Jong?”

Tanya Sunghoon dan Jongseong melihat ke arah Sunghoon di belakannya.

“Sorry Hoon, lupa jalan pulang hehe”

Sunghoon tertegun untuk beberapa saat sebelum ia tersenyum dan menunjukan jalan yang benar ke pada Jongseong.

Disepanjang jalan, Sunghoon hanya berkelut dengan pikirannya. Ia ingat sebuah fakta. Fakta bahwa Jongseong mempunyai penyakit alzheimer penyakit yang ia derita dari lama.

Sunghoon mengeratkan pegangnya pada pinggir pinggang Jongseong

Sunghoon ingin bahwa ia adalah orang terakhir yang Jongseong ingat begitu juga sebaliknya

Jongseong dirumah menulis pada sebuah noted kecil, tentang kesehariannya hari ini bersama dengan Sunghoon, tidak ada yang terlewat, ia menulisnya dengan sangat detail agar ia tidak melupakan sedikitpun tentang hari ini.

Memiliki penyakit alzheimer yang merupakan penyakit turunan ini menjadi faktor utama Jongseong tetap tinggal disini, tidak seperti teman-temannya yang memilih melanjutkan kehidupan di kota-kota besar.

Jongseong menaruh noted tadi disamping noted-notednya yang lain lalu ia tersenyum sebelum membersihkan dirinya dan pergi tidur.

***

“Bagaimana dengan ini?”

Jongseong menyerahkan satu gelang berwarna hitam pada Sunghoon, saat ini mereka berada di pasar tradisional. Sunghoon menemani Jongseong untuk mengantar buah segar ke beberapa pedagang yang ada di pasar dan sebelum pulang mereka mampir ke sebuah kios kecil yang berisikan aksesoris.

“Bagus”

Sunghoon tersenyum dan mengambil gelas pada tangan Jongseong lalu memakainya, kemudian ia mengambil satu gelang yang sama kemudian memakaikannya pada Jongseong, lalu keduanya tersenyum.

Setelah keluar dari pasar, mereka kembali kebukit.

Sunghoon bilang, ia sangat menyukai tempat ini.

Tempat ini bisa membuatnya tenang dan kesedihannya perlahan hilang ditambah hadirnya Jongseong disini.

“Sunghoon-ah?”

Sunghoon menoleh pada Jongseong yang duduk disampingnya, Jongseong juga menoleh kemudian menatap Sunghoon.

“Kamu inget gak? 7 tahun lalu disini?”

Sunghoon terlihat mencoba mengingat moment tujuh tahun yang lalu, ketika mereka masih menggenakan seragam sekolah dan duduk seperti sekarang.

Sunghoon mengangguk kecil, ketika ingatannya akan tujuh tahun terbesit.

“Harusnya waktu itu aku kasih gelang ini ke kamu, tapi aku lupa simpen dimana.. dan untungnya kita tadi kesana dan aku ingat”

Jongseong terkekeh pelan dan Sunghoon masih menatap wajah Jongseong yang sama sekali tidak berubah, perasaan Sunghoon juga tidak berubah. Ia masih berdebar jika menatap Jongseong secara langsung.

“Kalo ini adalah hari terakhir kamu, kamu bakal ngapain?”

Mendapat pertanyaan dari Sunghoon membuat Jongseong menatap lurus kedepan, matanya tertutup menikmati angin sore hari ini yang berhembus dan mengenai wajah mereka berdua.

“Bakal disini, sama kamu dan genggam tangan kamu”

Jongseong berunjar kemudian meraih tangan Sunghoon, menautkan jari-jari mereka. Sunghoon berdebar begitu juga dengan Jongseong, namun keduanya memilih untuk menatap lurus kedepan, menikmati angin sore dengan tangan yang saling bergandeng.

***

Sunghoon memegang kepalanya yang sakit dan segera berlari ke laci di ruang tengahnya, mencoba mencari obat miliknya dan segera meminumnya. Ia tidak boleh merasa sakit, karena ia punya janji untuk pergi berkencan bersama dengan Jongseong.

30 menit kemudian, mereka sudah berada di sekolah mereka dengan menggunakan seragam sekolah.

Tidak seperti kencan pada umumnya, tapi Jongseong maupun Sunghoon sangat menikmatinya. Mereka ingin mencoba mengingat kembali masa-masa sekolah mereka.

Dengan tangan yang bergandengan, mereka berjalan menelusuri setiap koridor kelas, bermain di kelas di mana yang dulu menjadi tempat duduk mereka. Jongseong yang berdiri di depan seperti guru yang mengajar dan Sunghoon yang duduk sambil tertawa ketika Jongseong melontarkan sebuah Jokes kecil.

Setelah di ruang kelas, sekarang mereka berada di kantin sekolah. Duduk di kantin sekolah sambil memakan bekal yang di sudah di buat oleh Sunghoon tadi, keduanya saling berbagi cerita semasa Sunghoon tinggal di Seoul dan sebaliknya.

Kemudian mereka menuju lapangan untuk bermain bola kaki, dimana merupakan permainan kesukaan Jongseong. Mereka bermain dan melupakan sejenak masalah yang ada di hidup mereka, tertawa bersama dan Sunghoon menyukainya. Keputusannya untuk kembali kesini tidak pernah ia sesali, di sisa hidupnya ia mungkin saja benar-benar akan bahagia bersama dengan Jongseong.

Setelah puas bermain bola keduanya memilih untuk berbaring di rerumputan lapangan sekolah, menatap langit yang sudah mulai berubah warna menjadi warna jinga namun sedikit mendung dan sesuai dugaan mereka, rintikan hujan mulai turun membasahi mereka. Tapi Jongseong maupun Sunghoon masih berada di posisinya, membiarkan hujan membasahi mereka.

“Sunghoon-ah

Jongseong lagi-lagi memanggil nama Sunghoon dan dijawab seadanya oleh Sunghoon.

“Kamu tau kan kalo aku punya alzheimer, makanya aku pengen ngabisin waktu sama kamu dan mengingatnya dalam memori kecilku”

Jongseong berkata yang membuat Sunghoon bangkit dari posisi tidurnya menjadi duduk, dan Jongseong pun mengikutinya.

Ia menatap Sunghoon dan kembali meraih tangan Sunghoon, “harusnya aku bilang ini dari dulu, cuma aku takut”

“Aku suka sama kamu”

Hati Sunghoon tidak karuan, ia senang namun sedih secara bersamaan. Tidak menyangka bahwa Jongseong menyukainya.

“Jongseong”

Sunghoon bertekad bahwa hari ini ia harus memberi tau penyakitnya pada Jongseong.

Sunghoon menghela nafasnya dan kemudian menatap Jongseong.

“Aku punya penyakit kanker, umur ku tidak panjang lagi maka dari itu aku pulang kesini”

Jongseong sedikit terkejut namun ia menguatkan genggamannya pada Sunghoon.

“Aku tidak tau apa besok aku masih disini atau tidak, tapi aku senang bahwa kamu termasuk orang yang ingin aku lihat di hari-hari terakhir ku”

Sambung Sunghoon sambil tersenyum, setidaknya perasaannya selama bertahun-tahun kini ia bisa sampaikan.

“Aku juga suka kamu, dari lama. Makasih Jongseong”

“Sunghoon, aku punya alzheimer

Jongseong menghentikan perkataannya menatap lekat mata Sunghoon.

“Ayo kita menikah, aku ingin membuat banyak kenangan indah bersama denganmu”

Sunghoon terdiam, terkejut mendengar perkataan dari Jongseong dan dari sorot matanya, Sunghoon tau bahwa Jongseong sangat tulus.

Sunghoon tersenyum, kemudian ia menangguk kecil. Jongseong menarik Sunghoon kedalam pelukannya, ditengah hujan dan dilapangan sekolah yang menjadi saksi dimana keduanya memutuskan untuk hidup bersama.

***

Sunghoon tersenyum sambil berjalan ke altar, di depan sana Jongseong sudah menunggunya. Mereka tidak membuat pesta yang besar untuk acara pernikahan mereka, hanya di hadiri oleh keluarga kecil mereka masing-masing. Mereka hanya ingin hidup mereka bahagia.

Kehidupan mereka sangat baik, mereka melewati fase dimana pasangan yang baru menikah menjalani aktifitas mereka. Menggosok gigi bersama di pagi hari dan malam hari, saling berbagi cerita di malam hari, berbagi kehangatan dan banyak hal lainnya yang mereka lakukan bersama.

Jongseong yang selalu menulis setiap notednya di bantu dengan Sunghoon, Sunghoon menata rapih setiap noted milik Jongseong.

“akh!!”

Jongseong yang sedang duduk di meja kerjanya menatap ke arah Sunghoon yang memengang kepalanya sambil meringis sakit, dan Jongseong dengan cepat berlari ke arah dapur untuk mengambil obat milik Sunghoon.

Namun ketika Jongseong sampai di dapur, ia terdiam sambil menatap dapur rumahnya. Ia tidak mengingat dimana ia meletakan obat milik Sunghoon. Ia mencarinya terus menerus, disetiap lemari dan meja.

“Ayoo ingatt Jongseong!! ingat!!”

Jongseong memukul kepalanya dan sedikit menarik rambutnya, mencoba mengingat dimana ia meletakan obat milik Sunghoon. Ketika ia membuka laci di bawah wastafel akhirnya ia menemukan obat Sunghoon dan segera memberikannya pada Sunghoon.

Sunghoon keluar dari dalam rumahnya dan menuju perkarangan, mencari sosok Jongseong dan benar saja Jongseong sedang duduk sendirian dengan pikirannya. Sunghoon duduk di samping Jongseong dan mengenggam tangan Jongseong, ia tau apa yang membuat Jongseong seperti ini.

“Udah ya, aku gak papa kok”

Jongseong mengigit bibir bawahnya.

“Maaf, harusnya aku ingat di mana aku nyimpen obatnya biar kamu gak kesakitan kaya gitu”

Jongseong menghela nafasnya kemudian kembali memukul kepalanya dan dihentikan oleh Sunghoon.

“Kamu gak salah Jong, aku udah gak ngerasa sakit lagi kok”

Sunghoon meraih tangan Jongseong untuk menghentikan pria itu agar tidak memukul kepalanya.

“Maaf Sunghoon!”

***

Siang ini setelah kejadian seminggu yang lalu, Jongseong menaruh obat milik Sunghoon di nakas kamar mereka dan di beri noted. Saat ini mereka baru saja selasai berkebun di perkarangan rumah mereka.

“Ahhh... aku sangat lelah”

Sunghoon berkata kemudian Jongseong menghampirinya dan memijat pundak Sunghoon dan memijitnya kecil.

“Kebunnya sudah jadi, tinggal kita tunggu mereka menjadi tumbuh dan siap di panen”

Sunghoon berkata, kemudian keduanya lebih memilih membaringkan diri mereka di pendopo rumah mereka.

“Euhmm... Jong”

Jongseong menoleh, melihat Sunghoon yang melirik ke arahnya.

“Aku pengen minuman yang di jual deket sekolah kita dulu”

Sunghoon tiba-tiba berkata dan membuat Jongseong menaikan sebelah halisnya.

“Kalo gitu ayok kita pergi”

Sunghoon menggeleng pelan.

“Kamu aja ya, aku mau beresin rumah sama siapin makan malam untuk kita”

Jongseong terdiam, kemudian ia mengangguk kecil dan bangkit berdiri. Sebelum pergi Jongseong tidak lupa mengecup sekilas bibir Sunghoon kemudian kening Sunghoon dan melambaikan tangannya.

“Tunggu aku dirumah”

Ucapnya sambil melambaikan tangannya dan pergi.

Sedangkan Sunghoon masuk kedalam rumah untuk menyiapkan makan malam, namun ketika ia berjalan kedapur kepalanya terasa sakit dan dadanya terasa sesak.

Ini sakit sekali, Sunghoon tidak pernah merasakan sakit yang seperti ini. Kepalanya seperti di hantam oleh berton-ton batu dan dadanya terasa sesak seperti di ikat oleh tali tambang yang kuat, ia terjatuh dengan nafas yang terengah-engah, memengang dadanya yang begitu sakit, keringat dingin bercucuran serta setetes cairan kental berwarna merah yang keluar dari hidungnya.

Sunghoon meremas dadanya, ia tidak ingin berakhir disini. Ia ingin berkahir dalam pelukan Jongseong, ia ingin melihat Jongseong untuk terakhir kalinya. Namun yang bisa ia lihat saat ini adalah pandangannya semakin kabur dan berbayang, hingga tubuh lemasnya terjatuh di antara pintu dapur dan ruang tengah.

“Kak, Sunghoon!!”

Lee Sangwon yang merupakan adik sepupunya yang kebetulan ingin berkunjung tiba-tiba terkejut melihat Sunghoon yang tergeletak dan ia segara menelepon kakaknya untuk membantu Sunghoon ke rumah sakit di Desa mereka.

***

Kaki Jongseong berhenti ketika ia dihadapkan oleh persimpangan, ia memengang kepalanya yang terasa sakit dan pusing. Ia tidak ingin kearah mana rumahnya, maka dari itu ia mencoba berbelok ke arah kiri dan terus berjalan, namun yang ia temukan adalah jalan menuju perkebunan membuat Jongseong kembali memutar jalannya dan kembali berjalan dengan sekatung plastik berisikan minuman yang dimaskud oleh Sunghoon tadi.

Jongseong kembali berada di persimpangan tadi, kemudian mencoba mengingat dua jalan kerumahnya, sebelah kanan atau lurus ke depan.

“Ayo ingat Jongseong.. ayoo, Sunghoon menunggumu!”

Jongseong kembali memukul kepalanya dan berjalan ke kanan, langit yang awalnya cerah tiba-tiba mendung dan turun hujan membuat Jongseong segera berlari.

Jongseong menaruh kedua tangannya pada lututnya dan mengatur nafasnya, setelah mencoba tiga kali akhirnya ia berhasil menemukan rumahnya dengan nafas terengah ia masuk kedalam rumahnya dan mencari sosok Sunghoon dimana.

“Sunghoon-ah?”

Jonseong berjalan kedapur namun tidak menemukan siapa-siapa.

“Park Sunghoon?”

Ia berjalan ke kamar mereka, namun kembali tidak menemukan sosok Sunghoon.

“Sunghoon?”

Dengan keadaan tubuh yang basah, ia menelusurin setiap sudut rumahnya namun Sunghoon tidak ditemukan. Hingga pintu rumahnya terbuka dan Jongseong tersenyum untuk menyambut Sunghoon, namun yang ia temukan adalah Sangwon berdiri di sana dengan keadaan yang sama sepertinya basah kuyup.

“Oh Sangwon-ya, apa kamu juga mencari Sunghoon? Aku tidak melihatnya, tadi aku membeli minuman kesukaan dan ia tidak ada dirumah”

Jongseong berkata sedangkan Sangwon menatap Jongseong nanar, matanya memerah karena ia habis menangis.

“Kakak dari mana aja? Kenapa baru pulang?”

Jongseong terdiam, tiba-tiba firasatnya tidak enak.

“Maaf Sangwon, tapi penyakitku tadi kambuh”

Jongseong berkata dan Sangwon tidak bisa menahan air matanya.

“Kak Sunghoon.. Kak Sunghoon...”

Sangwon terjatuh, kakinya tidak kuat untuk menahan tubuhnya dan ia menangis sedangkan Jongseong masih terdiam dan menghampiri Sangwon, menyentuh pundak adik sepupunya tersebut.

“Sunghoon kenapa Sangwon?”

***

test!! test!! test!!, Jongseong-ah

Sebentar, wajahku terlalu pucat.. hmmmm

Nah, begini lebih bagus

Haloo Jongseong... kekasih hatikuu... aduh agak sedikit geli sih tapi gak papa

Aku harap ketika kamu menonton ini kamu mengenali aku, atau gak aku kenalin lagi deh

Namaku Park Sunghoon aku adalah suamimu, lihat cincin ini? Kamu yang memasangkannya untukku. Jongseong-ah. aku tidak bisa banyak berkata apa-apa, tapi kamu harus tau bahwa aku sangat mencintaimu dulu sekarang dan selamanya, terima kasih karena kamu sudah menjadikan ku sebagai pasangan hidupmu.. terima kasih juga karena kamu selalu berusaha untuk mengingatku, jika aku sudah tidak ada di sampingmu lagi, aku mohon tolong lihat video ini dan kenali aku.. huhuhuhu... oh iya Jongseong, terima kasih karena sudah memenuhi keinginaku untuk bahagia di hari-hari terakhir ku. Park Jongseong, laki-laki yang sangat aku cintai tolong ingat aku seumur hidupmu, jadikan aku memori terakhir dalam hidupmu

Ah rasanya seperti batre kameraku akan habis, intinya aku mencintaimu. dikehidupan selanjutnya ayo hidup bersama lagi dan menjadi sehat. Baiii baiiii sayangg~~

Jongseong memengang dadanya yang terasa sakit, air matanya juga tidak berhenti mengalir dari pertama ia melihat video tersebut. Jongseong memengan ponselnya dan menaruhnya di dada, menutup matanya.

Aku tidak akan pernah melupakanmu, dan akan selalu mengingatmu

Fin

VII. Full House

Sunghoon melepaskan topi dan masker hitamnya setelah sampai di studio milik Jay.

“Ini studio punya lo sendiri?”

Tanya Sunghoon dan Jay mengangguk kecil, mempersilahkan Sunghoon untuk duduk di sofa panjang yang ada disana sedangkan Jay duduk di kursinya dan menyerahkan selembar ketas berukuran A4.

“Ini lirik lagunya, gua udah bagi part-partnya sama lo, sesuai dengan tipe suara lo. Kalo lo kurang berkenan bisa bilang sama gua”

Sunghoon mengambil kertas tersenyum dan melihat untuk beberapa waktu, sedangkan Jay kembali ke mejanya dan menyalakan komputer di depannya.

“Gimana Hoon?”

Jay bertanya menatap Sunghoon yang masih menatap kertas di tangannya.

“Gak ada sih Jay, tapi yang bagian ini boleh di ubah sedikit gak?”

Jay beranjak dari kursinya lalu menghampiri Sunghoon, duduk di samping Sunghoon dan melihat bagian mana yang ingin Sunghoon ubah.

Keduanya untuk beberapa menit mencoba kembali merevisi misi mereka, hingga akhirnya mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan.

“Mau mulai rekamannya gak? Lo dulu deh”

Sunghoon mengangguk kecil, ia duduk di kursi samping kursi Jay dimana disana ada recording yang biasa Jay pakai ketika ia membuat demo dengan lirik yang ia buat.

Ketika Sunghoon sedang menyesuaikan letak micnya, mata Sunghoon tertuju pada sebuah figuran kecil yang Jay letakan di bekalang figuran foto groupnya.

Sunghoon terdiam hingga Jay menyengol pelan lengannya kemudian Sunghoon mulai untuk recording bagian miliknya.

***

Sunghoon meminum minumannya setelah selesai merekam bagiannya dan Jay menyerahkan kembali kertas yang sudah di revisi.

“Nanti hasil filenya gua kirim ke lo”

Sambung Jay lagi dan Sunghoon hanya mengangguk kecil.

“Pulang sama siapa lo?”

Sunghoon menoleh ke arah Jay, Jay berjalan mendekat dan duduk disampingnya saat ini.

“Di jemput sama Kak Heeseung kayanya”

Jay mengangguk, kemudian sekitar 1 menit mereka saling diam. Berkutat di dalam pikiran masing-masing.

“Jong?”

Jay sedikit terkejut ketika mendengar Sunghoon memanggil nama lengkapnya.

“Tadi gua gak sengaja lihat foto kita yang ada di belakang foto group lo?”

Sunghoon akhirnya berani bertanya, setelah dari tadi memikirkan sebaiknya ia bertanya atau tidak.

“Oh itu, iya. Gua sengaja simpen disitu, kalo gua misalnya capek gua tinggal lihat foto itu aja”

Jawab Jay kemudian ia berjalan ke mejanya, mengambil foto tadi dan menaruhnya di depan komputernya. Terus berbalik menatap Sunghoon.

“Lo mau dengerin sesuatu gak?”

Sunghoon mengerutkan keningnya.

“Gua ada buat lagu sih, coba lo denger terus lo resapi yah”

Sunghoon hanya mengangguk, kemudian Jay membuka file yang tidak pernah ia buka sebelumnya.

Kamu tau, kamu adalah orang yang selalu ada di hatiku sampai kapanpun

semua kenangan bersamamu tidak akan pernah ku lupakan

dimasa-masa sulitku, kamu yang selalu hadir dan menemaniku

tapi aku tidak ada disaat masa sulitmu

maafkan aku

maaf jika aku egois dan tidak mau mendengar semua pendapatmu

aku memang pria bodoh

jika aku bisa memutar waktu, aku ingin selalu bersamamu

aku harap kita masih bisa berada di mimpi yang sama

Seperti sebuah film yang kembali berputar, Sunghoon ditarik ke masa dimana ia masih bersama dengan Jongseong beberapa tahun silam.

Di setiap lirik yang ia dengarkan, maka bayangan kisah merekapun kembali teringat oleh Sunghoon.

maafkan aku

aku adalah pria yang bodoh

maaf telah membohongimu

maaf bahwa aku masih mencintaimu hingga saat ini

Sunghoon menatap Jay yang tersenyum dan berjalan mendekat ke arah Sunghoon.

“Beberapa hari yang lalu gua sempet revisi sedikit liriknya, di bagian aku tidak ada di masa sulitmu

Ucap Jay lagi, kini ia sudah duduk di samping Sunghoon. Menatap mata Sunghoon dengan dalam. Lagu yang Jay buat untuk Sunghoon terus berputar memenuhi ruangan studio pribadi Jay.

Jay tersenyum mengenggam tangan Sunghoon “harusnya gua waktu itu gak salah paham sama lo”

Sambung Jay, Sunghoon hanya diam untuk sesaat kemudian ia tersenyum.

“Gak kok, semua itu salah gua. Harusnya gua cerita sama lo. Tapi itu terlalu menyakitkan”

Jay mengangguk, ia mengerti.

maafkan aku

kamu harus tau bahwa aku mencintaimu hingga hari ini

tidak

dulu, sekarang dan selamanya. Aku akan tetap mencintaimu

Jay secara perlahan menarik dagu Sunghoon, mengikis jarak antara keduanya. Menempelkan bibirnya pada bibir Sunghoon.

Jay maupun Sunghoon sama-sama menutup mata mereka, menikmati setiap lirik lagu yang terus terputar dan perasaan hangat pada diri mereka masing-masing.

maaf dan aku mencintaimu

VI. Full House

Sunghoon yang sedang berdiri di samping halaman rumah Full House terkejut begitu melihat Jay datang ke arahnya, berjalan dengan cepat.

Syuting sudah selesai untuk hari ini dan mereka tinggal menunggu para manager untuk menjemput dan sekarang hanya tinggal Sunghoon dan Jay yang belum di jemput.

Sunghoon menaikan sebelah halisnya, menatap Jay yang berdiri di depannya dengan mata merah dan tangan mengepal.

Kali ini apa lagi yang akan di ributkan oleh Jay, ditambah tidak ada siapapun di rumah Full House ini.

Sunghoon membulatkan matanya ketika Jay menarik tubuhnya dan membawa Sunghoon kedalam pelukannya.

Ia memeluk Sunghoon dengan erat, seolah ia tidak ingin melepaskan pelukan dari Sunghoon.

“Jay?”

Lirih Sunghoon, karan demi apapun ia terkejut akan apa yang di lakukan oleh Jay.

“Maaf”

Satu kata yang keluar dari mulut Jay yang masih memeluknya, bahunya bergetar begitu juga suaranya. Sedangkan Sunghoon hanya terdiam.

“Maaf Sunghoon! Maaf, gua emang manusia tertolol”

Sunghoon masih diam, ia sama sekali tidak membalas pelukan dari Jay.

“Harusnya gua denger penjelasan lo, harusnya gua tau apa yang udah terjadi sama lo”

Sunghoon menutup matanya, bayangan kejadian 3 tahun yang sangat ingin ia lupakan kembali teringat, membuat dadanya kembali sakit.

“Gau gak tau kalo selama ini ternyata lo dapat perlakuan buruk dari si bajingan, dan lo keluar agar team dapat bertahan. Sunghoon gua minta maaf”

“Hiks”

Sunghoon meletakan kepalanya pada pundak Jay, entah kenapa hatinya kembali terluka meingat semua itu. Mengingat bagaimana perlakuan orang-orang pada dirinya, pada teman-temannya dan juga pada mimpinya.

Jay melepaskan pelukannya, menatap Sunghoon yang masih memangis.

“Gua emang tolol! Bisa-bisanya gua lebih percaya apa kata si brengsek tentang lo tanpa tau apa yang udah dia lakuin sama lo! Bajingan!”

Sunghoon masih terdiam ia menundukan kepalanya.

“Sunghoon gua tau gua gak pantas ngomong kaya gini, tapi gua beneran minta maaf atas segala perkataan gua sama lo dan perbuatan gua sama lo”

Sunghoon menggeleng pelan, ia menghapus air matanya kemudian menatap Jay sambil tersenyum.

“Udah lah, gua udah maafin lo dari tiga tahun yang lalu”

Ucap Sunghoon dan Jay menggeleng pelan, Jay meraih kedua tangan Sunghoon.

“Gua pikir selama ini gua paling menderita, tapi semua salah. Lo orangnya, lo orang yang paling menderita diantara kita berlima. Gua beneran minta maaf Sunghoon”

“Gua udah maafin lo kok Jong, jauh sebelum lo minta maaf”

Jay terdiam untuk sesaat, perasaannya sangat campur aduk. Ia menarik kembali Sunghoon kedalam pelukannya.

“Gua minta maaf Sunghoon. Gua minta maaf”

Jake di ujung sana berdiri bersama dengan Heeseung sambil menatap kedua temannya yang sekarang sedang berpelukan.

“Tapi emang ada bagusnya mereka ikut acara ini kan?”

Heeseung berkata, kemudian Jake mengangguk.

“Setidaknya kesalah pahaman di antara mereka sudah berakhir kak”

Heeseung menatap Jake sambil tersenyum.

“Sekarang kita cuma perlu cari tau siapa yang teror kita. Pasti dia ada sangkut pautnya dengan Geonu”

Jake mengangguk lalu mereka berdua memutuskan untuk pergi dari sana

Full house

Cerita ini adalah flashback 3 tahun yang lalu

Jaeyoon berlari ke arah kamar mandi ketika mendapat kabar bahwa Sunghoon berada di kamar mandi basement gedung agensi mereka dari dua jam yang lalu, selesai mereka berlatih menari bersama.

“Hoon, Sunghoon?”

Jaeyoon membuka pintu kamar mandi yang memang biasa mereka gunakan untuk mandi ketika selesai latihan, dan disana ia menemukan Sunghoon duduk dengan memengang lututnya dan tubuh yang terguyur oleh shower.

“Sunghoon!”

Jaeyoon mendekat ia memengang bahu Sunghoon, sedangkan Sunghoon menepis tangan Jaeyoon.

“Jangan deket-deket sama gua”

“Hoon. Please”

“Gua kotor! Gua kotorrr Jaeyoon!!!! Pergi sekarang! Pergi!!!”

Sunghoon mendorong tubuh Jaeyoon hingga Jaeyoon terduduk sedangkan Sunghoon menarik dan memukul rambutnya sendiri.

“Sunghoon! Please, Sunghoon!”

Jaeyoon panik, ia mengeluarkan ponselnya dan terlihat menelepon seseorang.

“Kak Geonu!! Kak bantuin gua, Sunghoon kak”

”....”

“Kita ada di kamar mandi basement. Jangan kasih tau Jongseong atau kak Heeseung ya kak”

”...”

“Makasih ya kak”

Jaeyoon menutup sambungan panggilannya, kemudian ia menghampiri Sunghoon dan langsung memeluk Sunghoon yang menangis, dan menahan tangan Sunghoon agar tidak memukul kepalanya lagi.

***

plak!!

Tubuh Sunghoon terhuyung kebelakang, ia memengang wajah sebelah kirinya yang baru saja di tampar oleh CEO agensinya sendiri.

“Apa kamu tidak mau mengikuti keinginan ku? Aku bahkan memberikan tawaran yang tinggi, tinggalkan team debut lalu berahlilah ke aktor. Kamu punya potensi tinggi Sunghoon”

Sunghoon melangkahkan kakinya ketika sang CEO berjalan mendekat.

“Ayo Sunghoon, kami bisa menjamin hidupmu. Uper adalah team yang buruk untukmu”

***

“Akh!”

“Sunghoon?”

Semua mata tertuju pada Sunghoon yang terjatuh di tengah-tengah kelas menari mereka.

“Hoon, gak papa?”

Jongseong yang kebetulan berdiri disamping Sunghoon langsung menghampiri Sunghoon dan memengang tangan Sunghoon.

“Apa kamu sudah kerumah sakit Sunghoon? Aku rasa cidera pergelangan kakimu semakin parah, kamu memperlambat team”

Guru menari mereka berkata sambil melipat kedua tangannya, Sunghoon mencoba bangkit berdiri di bantu oleh Jongseong.

“Maafkan saya ssaem, saya akan berlatih lebih giat lagi”

“Buat apa berlatih giat jika kamu cidera? Kamu hanya akan memperlambat team mu, ini lah mengapa team kalian tidak debut-debut juga. Hari ini kita sampai disini dan di lanjutkan esok hari”

Guru menari mereka keluar ruangan, dan mereka langsung menatap Sunghoon yang menghela nafas.

“Maaf”

Hanya kata itu yang bisa Sunghoon katakan pada ke empat orang di depannya. Maaf dan maaf, perasaan bersalahpun ada dalam diri Sunghoon. Jaeyoon dan Geonu menatap nanar kepada Sunghoon.

***

“Lo gak mesti kaya gini Sunghoon!!”

Sunghoon menundukan kepalanya, tidak berani menatap keempat orang di depannnya.

“Lima bulan lagi kita debut dan lo milih keluar!!!”

Jongseong menatap tajam ke arah Sunghoon yang masih menundukan kepalanya.

“Lo gila! Dimana otak lo!”

“Jong, udah!”

Geonu menahan Jongseong, sedangkan Jongseong menatap manik mata Sunghoon. Ada raut kecewa dalam diri Jongseong pada Sunghoon.

Sunghoon menghancurkan hatinya dengan berkata bahwa ia keluar dari agensi, Sunghoon juga menghancurkan mimpinya untuk menjadi seorang idol.

“Gua nyesel kenal sama lo!”

Jongseong kemudian pergi dari ruangan, Heeseung menyusul Jongseong sedangkan Jaeyoon dan Geonu menghampiri Sunghoon yang sekarang sudah menangis.

“Bagus Hoon, bagus. Pilihan lo gak salah kok, ini demi kesehatan lo dan mental lo”

Jaeyoon dan Geonu mengelus pelan punggung Sunghoon.

My Teacher

“Sunghoon?”

Sunghoon menoleh mendapati Heeseung berjalan ke arahnya ketika mereka sudah selesai kelas terakhir hari ini.

“Kenapa?”

Tanya Sunghoon, kemudian mereka melanjutkan perjalanan ke luar gedung falkutas mereka.

“Lo bilang kemarin pengen freelance gitu kan? Ngajar bisa?”

Sunghoon mengerutkan keningnya.

“Gua punya kenalan adik sepupu, dia ini anak SMA tingkat akhir lagi nyari tutor”

Sambung Heeseung, sekarang mereka sudah berada di kantin falkutas mereka untuk menunggu teman yang lain sebelum mereka ketempat tongkrongan.

“Bundanya bilang kalo misalnya gua punya kenalan gak papa kok anak kuliahan juga, gak mesti guru tutor yang bener-bener seorang guru. Bundanya juga bilang ini cuma temenin dia buat isi-isi soal latihan ujian akhirnya doang. Mau gak?”

Sunghoon terlihat berpikir, ia memang sedang mencari pekerjaan Freelance untuk mengisi kekosongannya saja.

“Ya udah gua coba dulu, mana tau cocok”

***

Jongseong menatap Sunghoon di depannya tidak berkedip, ia masih dalam posisi duduk di depan Sunghoon yang tengah mengobrol bersama dengan bundanya.

Jongseong terpana, ia sama sekali tidak pernah melihat manusia secantik Sunghoon untuk ukuran seorang laki-laki, tubuhnya mungkin lebih tinggi beberapa senti dari Sunghoon, hidungnya mancung serta mole yang menambah kesan manis di ujung sana, lalu mulu matanya yang lentik.

Jongseong memengang dadanya yang terasa aneh, seperti detak jantungnya yang selalu berdetak lebih cepat ketika Sunghoon tersenyum.

“Nah Jongseong, Sunghoon Ssaem akan mengajarinmu sampai nanti ujian akhirmu selesai”

Perkataan bundanya membuat Jongseong tersadar kemudian mengangguk.

***

Jongseong menopang dagunya dengan tangan kiri sedangkan tangan kanannya sedang berkutat dengan rumus-rumus fisika. Sesekali ia mencuri pandang pada gurunya yang duduk di sampingnya, yang sedang membantu Jongseong mengerjakan tugasnya.

Dari jarak yang tidak terlalu jauh, Jongseong bisa merasakan harum tubuh Sunghoon yang menyegarkan dan membuat Jongseong kembali berdebar.

“Kamu punya cita-cita untuk sekolah di luar negeri ya?”

Jongseong menoleh dan kini tatapan mereka bertemu dan Jongseong segera membuang mukanya, karena debaran di dadanya semakin cepat.

“Hmm, iya”

Jawab Jongseong pelan kemudian ia melanjutkan mengisi soal-soalnya.

Ssaem, aku sudah selesai”

Jongseong menyerahkan lembaran tugas-tugas miliknya untuk di periksa oleh Sunghoon. Jadi selama Sunghoon memeriksa tugasnya Jongseong sama sekali tidak mengalihkan pandangannya pada Sunghoon.

“Oke Jongseong, ini sudah benar hanya saja ada beberapa yang salah di nomor 3”

Sunghoon menarik kursinya agar mendekat pada Jongseong, dan memberi tau Jongseong di mana letak kesalahan Jongseong.

***

“Kenapa lo?”

Sunoo teman sekelas Jongseong memberi Jongseong satu kaleng minuman dingin, mereka baru saja menyelesaikan pelajaran olahraga.

“Ini tentang guru tutor gua noo”

Jongseong berkata sambil membuka minuman kalengnya.

“Kenapa dia?”

“Sunoo, kenapa ya kalo misalnya dengan dekat Sunghoon ssaem gua sering degdegan, terus kalo dia senyum gua jadi rasanya tuh gimana gitu, terus-terus gua selalu mimpiin dia terus, padahal sudah 1 bulan lebih dia ngajar tapi tetep degdegan kalo ketemu, Pokoknya gua tuh rasanya pengen dekat-dekat terus sama Sunghoon ssaem

Sunoo mengangguk mendengar menuturan dari Jongseong.

“Itu gua kenapa yah?”

“Itu tandanya lo suka sama guru lo, jatuh cinta lo”

“Hah? Masa?”

“Iyaa, btw Jong gua mau kasih tau lo sesuatu”

“Apa?”

“Kemarin gua baru aja ciuman sama kak Jake. Hehehe”

“Ciuman?”

“Iya. Rasanya manis, lo harus coba”

“Sama kak Jake?”

“Bukan! Lo harus coba ciuman”

“Tapi gua gak punya pacar”

“Sama guru lo aja, malam ini dia masih datang kan? Coba tanya dia punya pacar gak? Sama pernah ciuman gak?”

Jongseong terlihat berpikir sedangkan Sunoo tersenyum, Jongseong menghela nafasnya lalu menggeleng pelan.

***

Jongseong bangun dari tidurnya, ini adalah merupakan hari kelulusannya. Ia segera bangkit dari tidurnya kemudian mengecek ponselnya, ada satu pesan masuk dari gurunya.

Pipi Jongseong tiba-tiba pemanas dan berubah menjadi merah, ia masih mengingat dengan jelas apa yang sudah ia lakukan bersama dengan gurunya itu satu bulan lalu dan sekarang mereka resmi berpacaran.

Setiap deretan kata dan pesan yang disampaikan oleh gurunya membuat dada Jongseong kembali bergetar hebat.

Jongseong tersenyum lalu segera berlari ke kamar mandi dan mengambil handuknya.

“Selamat atas juara pertamanya~~”

Ucapan-ucapan itu terus berdatangan, mulai dari wali kelas dan juga guru-guru Jongseong di sekolah, teman-temannya dan yang lainnya. Memberi selamat atas peringat pertama yang di terima oleh Jongseong.

“Jongseong, selamat!!”

Sunoo datang lalu memeluk Jongseong serta menyerahkan bucket bunga pada Jongseong.

“Ayoo berfoto, Jungwon sini!”

Sunoo memanggil nama temannya yang lain, kemudian meminta salah satu siswa yang ada disana untuk memfoto mereka bertiga.

“Euh! ssaem

Jongseong melambaikan tangannya ketika melihat Sunghoon datang dengan bucket bunga di tangannya dan dua orang disisi kanan dan kirinya.

“Selamat atas kelulusannya, sayang

Sunghoon tersenyum sambil menyerahkan bucket bunga miliknya pada Jongseong jadi sekarang ada dua bucket bunga di tangan Jongseong.

Jongseong tersenyum, ia sangat senang. Senang bukan karna ia adalah siswa terbaik di angkatannya tahun ini.

Melainkan senang karna Sunghoon hadir disini, di hari kelulusannya.

***

“Menurut ssaem, aku orangnya seperti apa?”

Jongseong bertanya, menatap Sunghoon yang sedang berjalan di sampingnya dengan tangan yang bertautan, saat ini mereka sedang berjalan-jalan di minggir sungai Han.

Jongseong bilang, ia ingin pergi berkencan dengan Sunghoon di area sungai Han pada malam hari. Karena terhitung semenjak mereka mulai pacaran, mereka tidak pernah pergi berkencan.

Jongseong yang sibuk dengan persiapan kelulusannya, dan Sunghoon dengan ujian semesternya, maka hari ini adalah hari yang tepat untuk keduanya pergi berkencan.

“Coba jangan panggil ssaem, kamu itu pacarku loh”

Sunghoon berkata dan Jongseong tersenyum sambil mengaruk kepala bagian belakangnya yang tidak gatal.

“Hehehe.. jadi menurut ssaem ~ eh”

Jongseong menutup mulutnya dan menatap Sunghoon yang menatapnya.

“Kamu itu gemesin Jongseong, orang-orang mikirnya kamu galak karna mukamu, tapi kamu itu gemesin aslinya”

Sunghoon mencubit hidung Jongseong.

“Ihh, jangan gitu. Aku gak gemes, aku maco!”

Sunghoon terkekeh.

“Maco dari mana, gemes kamu tuh”

“Maco. Gentle. Sexy”

“Gemes kamu tuh Jong!”

“Mana ada orang gemes yang bisa buat ssaem enak”

“Eh?!”

V. Full House

Jay menatap Sunghoon yang masih menatap layar ponselnya, bisa di lihat bahwa tangan Sunghoon sedikit gemetar.

“Bagaimana jika kita membuat ketukkan seperti ini!”

Jay berkata ia mengetuk meja di depan mereka, saat ini keduanya sedang duduk di halaman depan Full House, melanjutkan misi mereka dan ini syuting hari kedua.

“Dan seperti ini, ngerti kan Sunghoon?”

Sunghoon menghela nafasnya dalam-dalam kemudian mengangguk kecil.

Lalu selama dua jam lebih mereka terus berkutat pada demo lagu dan juga lirik untuk lagu mereka, sampai larut malam hingga mereka memutuskan untuk balik ke kamar mereka.

Sunghoon masuk ke dalam kamar mandi kamar mereka kemudian di susul oleh Jay, keduanya sepakat untuk mematikan mic mereka dan melepasnya.

Keduanya terdiam untuk sesaat.

“Apa lo masih mikir kalo gua yang ngebunuh Kak Geonu?”

Sunghoon berkata lagi, ia menatap manik mata Jay.

“Sumpah demi Tuhan, Jong. Gua sama sekali gak tau kalo malam itu Kak Geonu milih buat akhiri hidupnya. Gua gak bisa angkat teleponnya, dan lo harus tau kalo gua masih trauma denger nada dering telepon”

Jay terdiam, masih menatap Sunghoon. Sunghoon kembali memanggil nama lahirnya.

“Kalo gua tau saat itu kak Geonu butuh gua, butuh kita, mungkin aja gua bakal lari ke gedung agensi. Dan lo gak bisa nyalahin gua sendiri, lo bertiga juga sama aja gak ada di tempat-”

“Lo ngerti gak sih Hoon, kalo misalnya lo gak terima tawaran agensi lain buat jadi aktor mungkin aja kita bisa debut bareng”

“Gua gak bisa Jongseong! Gua gak bisa terus menerus di lec-”

Sunghoon menutup mulutnya, kemudian berbalik badan ingin pergi namun Jay menahannya.

“Apa?”

Jay menahan tangan Sunghoon dan Sunghoon berusaha melepaskan tangan Jay dari lengannya.

“Lepasin Jay!”

“Jawab jujur Sunghoon. Alasan lo keluar agensi bukan karna lo cidera kan? Lo gak ngeluarin diri kan? Tapi lo di keluarin kan? Jawab Sunghoon!”

Nada bicara Jay meninggi, namun ia masih mengatur nafas dan suaranya agar tidak terdengar oleh siapapun.

Sunghoon menatap Jay.

“Aku pikir kamu tau semuanya, ternyata tidak sama sekali”

Sunghoon melepaskan tangan Jay kemudian keluar dari kamar mandi begitu saja.