auteurlavie

the girl's who love writing

IX. Because of the twins

Jongseong memijit sedikit kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing kemudian ia menutup laptopnya dan membereskan barang-barangnya. Lebih baik ia pulang dan bertemu dengan Sangwon yang bisa menghilangkan rasa lelahnya.

Ketika ia keluar dari ruangannya ia bertemu dengan Sunghoon yang ternyata juga bersiap untuk pulang, ada rasa canggung antara keduanya namun kemudian Jongseong dengan memberanikan diri menghampiri Sunghoon yang masih membereskan mejanya.

“Sudah mau pulang?”

Pertanyaan yang tidak begitu penting begitu saja keluar dari mulut Jongseong, Sunghoon hanya menoleh kemudian mengangguk.

“Mau turun bersama?”

Ajak Jongseong dengan sedikit keberanian, awalnya Jongseong kira ia akan di tolak tapi ternyata Sunghoon mengangguk kecil.

Tidak ada pembicaraan di antara keduanya, mereka hanya tenggelam dalam pikiran masing-masing bahkan saat hanya ada mereka berdua di dalam lift.

“Sunghoon?”

Jongseong memanggil Sunghoon yang baru saja membuka pintu mobilnya, kebetulan mobil mereka terparkir sebelahan di basement.

“Kalo tidak keberatan mau mencari udara segar? Aku lihat sepertinya banyak hal yang kamu pikirkan”

Sunghoon terdiam untuk sesaat, menimbang-nimbang ajakan Jongseong kemudian akhirnya ia mengangguk kecil.

***

Dan disini lah keduanya berada, di pinggir sungai Han, waktu menunjukan pukul 10 malam dan mereka masih duduk di pinggir sungai Han dengan dua kaleng minuman beralkohol yang sudah habis.

Jongseong menoleh, melihat Sunghoon yang hanya menggunakan kemeja beberapa kali mengelus kedua lengannya dan meniup-niup tangannya kedinginan. Jongseong membuka jas yang ia kenakan lalu memberikannya pada Sunghoon, walau awalnya terkejut namun Sunghoon menerima itu.

“Kira-kira gimana reaksi anak-anak ya?”

Jongseong berkata sambil menoleh pada Sunghoon, Sunghoon hanya terdiam untuk sesaat.

“Mungkin sedikit terkejut atau senang? ntah lah”

Ucap Sunghoon sambil membayangkan bagaimana reaksi si kembar.

“Sangwon itu mirip sekali denganmu, senyumnya tingkah lakunya”

Sekarang giliran Sunghoon yang menoleh pada Jongseong, melihat bagaimana Jongseong menceritakan masa kecil Sunghoon yang mungkin bisa mengobati kerinduan Sunghoon akan putra sulungnya itu.

“Dia selalu bermimpi bisa bertemu denganmu, memakan masakanmu dan melakukan banyak hal bersamamu”

Sambung Jongseong, ia menceritakan setiap detail perkembangan Sangwon pada Sunghoon.

Sunghoon menundukan kepalanya menahan nangisnya.

“Pasti sangat berat untukmu membesarkan Sangwon”

Sunghoon berkata dan Jongseong menggeleng kepalanya, ia menatap wajah Sunghoon yang memerah.

mungkin karna udara dingin

menahan nagis

atau karna dua kaleng minuman yang dia minum sendiri, karna Jongseong tidak meminum minuman beralkohol

“Lebih berat menjadi dirimu bukan? membesarkan Jungwon sendirian dan berjuang mati-matian. aku meminta maaf, jika dulu aku memberitau mu alasanku membawa Sangwon dan jika aku lebih berani berbicara pada orang tuaku”

“Tidak apa-apa, setidaknya apa yang dikatakan orang tuamu ada benarnya. kamu anak mereka satu-satunya dan kamu harapan kedua orang tuamu, mereka tidak bisa menerima keadaanku yang aneh serta Jungwon yang lemah-”

“Gak, kamu gak pernah aneh. kamu istimewah Sunghoon”

Jongseong meraih tangan Sunghoon. Sunghoon terkejut, ia menatap genggaman tangan Jongseong pada tangannya, dinginnya angin malam bahkan tidak menembus hangatnya gengaman tangan Jongseong padanya.

“Hiks!”

Sunghoon mengigit bibirnya menahan isak tangisnya, perasaanya campur aduk sekarang.

Satu tangan Jongseong ia bawa untuk mengelus pelan pipi Sunghoon, menghapus air mata disana.

“Kamu adalah orang yang paling istimewah yang pernah aku temui, kamu juga orang hebat yang mempertaruhkan nyawamu untuk si kembar

Jongseong tersenyum, menatap Sunghoon yang masih mencoba menahan tangisnya dengan mengigit bibir bawahnya, Jongseong membawa ibu jarinya pada bibir merah Sunghoon menghentikan Sunghoon untuk tidak mengigit bibirnya yang mungkin saja bisa terluka.

Dan entah karna terbawa suasana atau apapun, Jongseong menarik dagu milik Sunghoon dan mencium Sunghoon. Ciuman lembut yang menumpahkan semua rasa rindu yang Jongseong rasakan selama ini.

Sunghoon yang bisa ia lakukan adalah menutup matanya dan menahan tangisnya, genggaman tangan Jongseong pada tangannya semakin kuat dan semakin menghangatkan tubuh dan hatinya.

VIII. Because of the twins

Sunghoon sekarang berhenti di depan sebuah pintu apartemen yang Jungwon beritahu tadi, ia memencet tombol intercom yang ada disana.

Selang beberapa detik pintu terbuka menampilkan sosok Sangwon yang tersenyum padanya, membuat Sunghoon tersentak kaget.

“Jungwonnya lagi di kamar mandi, om mau masuk?”

Sunghoon terdiam, menatap Sangwon yang tersenyum padanya.

“Ini rumah kamu?”

Sangwon menjawab dan entah kenapa hati Sunghoon menjadi sedikit gusar.

“Ayo masuk dulu om, Jungwonnya masih di kamar mandi”

Akhirnya mau tidak mau Sunghoon masuk ke dalam apartemen minimalis dan elegan tersebut. Ia menatap sekitar, di dinding ruang tengah ada foto Sangwon berukuran besar disana serta beberapa foto masa kecil Sangwon.

Om mau minum apa? Biar Sangwon buatin?”

Lamunan Sunghoon buyar ketika Sangwon berkata, Sunghoon menggeleng pelan. Matanya tertuju pada meja ruang tengah yang berantakan, bekas kimbab dan dua mangkuk bibimbap tadi.

“Sangwon”

Sangwon dan Sunghoon langsung menoleh begitu mendengar suara serak dari orang yang baru saja keluar dari pintu kamar di sebrang sana.

“Papi mau kemana?”

Sangwon langsung berdiri menghampiri Jongseong, dan seketika itu manik mata Jongseong menatap Sunghoon yang duduk disana.

Sunghoon langsung berdiri, ia tiba-tiba jadi teringat jika Jongseong sedang sakit.

“Papi udah tidur aja di dalem, nanti tambah sakit! Nuh kan panasnya malah makin tinggi”

Sangwon berkata lagi sambil berjinjit untuk menyentuh dahi Jongseong.

“Uhukk!! Papi cuma uhuk!! Mau ambil minum”

“Udah papi masuk, biar Sangwon yang ambilin”

Jongseong mau tidak mau terpaksa masuk kembali ke kamarnya.

“Maaf ya om, papi lagi sakit terus aku bingung jadi tadi aku telepon Jungwon. Soalnya temenku cuma Jungwon, aku gak punya temen yang bisa bantu aku buat rawat papi tadi”

Perkataan Sangwon tadi sontak membuat hati Sunghoon terasa teriris beberapa kali, ia melihat bagaimana Sangwon pergi ke dapur dan menyiapkan minum serta obat untuk Jongseong.

“Papa?”

Jungwon memanggil Sunghoon, ia baru saja keluar dari kamar mandi.

“Sangwon cerita katanya dia gak punya siapa-siapa disini selain papinya, makanya dia panik banget waktu papinya sakit. Omnya juga lagi di luar kota, jadi dia cuma bisa minta tolong sama aku yang merupakan satu-satunya teman di sekolah”

Sunghoon terdiam sesaat kemudian tersenyum sambil menatap Jungwon.

“Papa gak marah kan?”

Sunghoon menggeleng pelan, ia mengelus pelan puncak kepala Jungwon.

Di ujung pintu Sangwon melihatnya dengan tatapan sendu, kemudian ia berjalan menghampiri mereka.

Om aku boleh minta tolong?”

Sunghoon mengerutkan keningnya, dan menatap Sangwon.

“Papi dari tadi belum makan, aku gak bisa buat bubur. Papi kalo sakit cuma pengen bubur hasil buatan sendiri gak mau beli, dulu kalo papi sakit oma yang buatin. Sekarang gak tau, aku gak bisa buatin papi bubur. Jadi om mau bantuin aku? Setidaknya ajarin aku buat bikin bubur?”

***

Sekarang disini Sunghoon berada, di dapur apartemen milik Jongseong dan tengah membuatkan bubur untuk Jongseong.

Sedangkan Sangwon dan Jungwon, keduanya sudah tertidur di kamar milik Sangwon. Sunghoon menghela nafasnya, untuk saat ini ia harus menghilangkan semua egonya, mendengar bagaimana lelahnya Sangwon mengurus Jongseong yang sakit. Dan Sunghoon harus paham, bahwa kebiasaan dan sifat seseorang memang sulit berubah.

Jongseong akan menjadi lebih manja ketika ia sakit, Sunghoon paham betul, pria itu tidak akan makan makanan apapun yang di beli di luar kecuali buatan sendiri.

Setelah selesai memasak dan membereskan, Sunghoon berjalan ke kamar milik Sangwon. Ia duduk di pinggir ranjang milik Sangwon, melihat bagaimana anak itu tertidur bersama dengan Jungwon di sampingnya.

Sunghoon merapikan anak rambut di depan dan poni Sangwon sambil tersenyum, ia tidak pernah menyangka jika ia masih di beri kesempatan untuk kembali bertemu dengan putranya dan melihat kedua putranya tidur bersama.

Sunghoon menaikan selimut mereka sampai batas dada, kemudian mencium kening keduanya secara bergantian sebelum ia keluar dari kamar mereka.

Sunghoon membawa nampan berisikan satu mangkuk bubur dan segelas air hangat, ia berjalan ke kamar Jongseong.

Sunghoon menghela nafasnya dalam-dalam sebelum akhirnya membuka pintu kamar Jongseong. Sunghoon menyimpan bubur buatannya di nakas samping tempat tidur kemudian ia kembali keluar dan membereskan beberapa sampah yang ada di ruang tengah.

Berhubung besok adalah hari sabtu dan tidak ke kantor, kemungkinan Sunghoon akan menginap disini.

Bukan karna Jongseong sakit.

Ia hanya tidak bisa membiarkan Sangwon mengurus Jongseong sendirian.

VII. Because of the twins

Sangwon langsung berlari begitu mendengar suara bell dari pintu apartemennya, dan begitu ia buka Jungwon berdiri dengan satu kantong plastik besar di tangannya kemudian ia menyuruh Jungwon untuk masuk.

“Om Heeseungnya kemana?”

Tanya Sangwon, ia sekarang membuka plastik yang di bawa Jungwon, ada satu potong kimbab dan dua bibimbap serta obat-obatan yang dari Jungwon pergi beli saat perjalanan ke sini.

“Om Heeseung mau ketemu sama orang, ini kamu makan dulu. Papi kamu gimana?”

Jungwon bertanya dan Sangwon menunjuk ke arah pintu kamar Jongseong.

“Kamu mau lihat?”

Tawar Sangwon dan Jungwon hanya diam, ia terlihat antara ingin dan tidak.

“Papiku juga papimu”

Sangwon berkata sambil tersenyum, menarik tangan adik kembarnya untuk berjalan perlahan ke kamar Jongseong.

Setelah membuka pintu secara perlahan, Sangwon dan Jungwon masuk dan mendekat ke ranjang dimana Jongseong terlihat tertidur dengan handuk hangat di dahinya.

Sangwon yang memberikannya dengan anjuran dari Jungwon tadi. Jungwon terdiam sambil menatap Jongseong lama-lama, tangannya terulur ingin menyentuh tangan Jongseong yang terlipat di dadanya.

Namun Jungwon berhenti lalu menggeleng, kemudian menatap Sangwon yang berdiri disamping.

“Sangwon~?”

Jongseong bersuara dengan suara seraknya dan membuka matanya, membuat Sangwon segera mendekat dan Jungwon melangkah mundur di belakang Sangwon.

Jongseong bangun dan meraba dahinya, dimana ada handuk hangat disana. Ia tersenyum sambil memandang Sangwon, kepalanya sekarang terasa sakit, namun ia masih bisa melihat ada sosok lain di belakang Sangwon.

“Jungwon?”

Jungwon tersentak kaget, namun ia menatap Jongseong sambil tersenyum kaku. Jongseong bangkit dari posisi tidurnya, menatap ke arah Jungwon masih tidak percaya.

“Aku yang manggil Jungwon kesini pih, soalnya om Yeonjun ke luar kota. Aku gak punya teman selain Jungwon”

Sangwon berkata, ia menjelaskan kenapa Jungwon bisa ada disini. Jongseong menatap lama ke arah Jungwon hatinya tergerak ingin menghampiri Jungwon dan memeluk anak laki-laki itu, namun badannya seakan menahan untuk melakukannya.

“Pih, Sangwon sama Jungwon mau makan dulu. Papi mau makan gak? Tadi juga Jungwon beliin obat, tunggu sebentar Sangwon ambilin obatnya”

Sangwon berlari keluar meninggalkan Jungwon yang tidak tau harus berbuat apa bersama dengan Jongseong.

“Hallo om, Jungwon teman sekelas Sangwon”

Jungwon berucap, ini memang bukan pertama kalinya mereka bertemu tapi ia belum secara resmi mengenalkan diri pada Jongseong.

Ada rasa sakit ketika Jungwon memanggil Jongseong dengan sebutan Om tapi Jongseong harus tau, bahwa ia adalah orang yang sudah meninggalkan anak laki-laki di depannya sekarang.

“Aku gak tau om sakit apa, kalo misalnya demam biasa mungkin obat yang aku bawa bisa bikin cepet sembuh soalnya kalo papa sakit aku juga suka kasih obat itu”

Jungwon juga berkata. Jongseong tersenyum.

“Jungwon?”

Jungwon melihat ke arah manik mata milik Jongseong yang menatapnya teduh.

“Iya?”

“Kamu mirip sekali sama pa-”

“Ini Sangwon bawa obatnya”

Sangwon tau-tau masuk lalu kemudian memberi obat dan sebotol air mineral pada Jongseong.

“Pih, Sangwon sama Jungwon keluar dulu ya.. obatnya di minum kalo ada apa-apa tolong panggil Sangwon aja”

Jongseong mengangguk kecil, kemudian Sangwon menarik tangan Jungwon untuk segera keluar dari kamar Jongseong.

Jungwon duduk sambil terlihat melamun dan Sangwon yang duduk di depannya terlihat melamun juga.

“Apa aku aku harus telepon papa?”

VI. Because of the Twins

“Ini, coba kamu lihat ini”

Jungwon menyerahkan satu amplop perkop salah satu rumah sakit di Seoul kepada Sangwon, saat ini keduanya sedang berada di perpustakaan sekolah.

“Dari awal, ketika aku lihat kamu aku ngerasa gak asing”

Jungwon kembali berkata lalu menyerahkan satu foto usang kepada Sangwon, dimata di foto tersebut ada dua bayi yang sedang tertidur di penempatan bayi rumah sakit.

“Maksudnya?”

Sangwon terlihat bingung dengan apa yang di jelaskan Jungwon dan yang di berikan oleh Jungwon.

“Aku tau kamu pasti bingung, tapi secara garis besar kamu dan aku, kita saudara. Kita saudara kembar”

Sangwon menatap ke arah Jungwon lagi.

“Aku sudah merasakannya ketika papaku bertemu dengan papimu, dan melihatnya menangis padahal aku tidak pernah melihat papa menangis sampai seperti itu”

Jungwon berkata lagi.

“Beberapa bulan yang lalu aku menemukan foto itu di kotak yang ada di bawah tempat tidur papa, di belakang sana ada tertulis Park Sangwon dan Park Jungwon”

Sangwon langsung membalikan foto tersebut dan benar ada tulisan Park Sangwon dan juga Park Jungwon.

Sangwon terdiam untuk sesaat, “Jadi papamu adalah orang yang melahirkan kita?”

Jungwon mengangguk kemudian Sangwon terdiam lagi.

“Sebenarnya aku gak tau kenapa mereka pisah, tapi pasti tidak ada yang beres di antara mereka”

Jungwon langsung memegang tangan Sangwon.

“Kamu mau bantu aku gak? supaya bisa buat mereka sama-sama lagi, ah tidak.. walaupun mereka tidak bisa bersama lagi, setidaknya kita harus membuat mereka bertemu dan berbicara satu sama lain, aku rasa pasti ada kesalapahaman antara mereka berdua”

Sangwon menatap ke arah Jungwon.

“Mau bantu aku kan Kak Sangwon?”

***

Sekarang di sini Jongseong duduk, di hadapannya duduk tiga orang yang sedang menatapnya tajam serta melipat kedua tangan mereka.

Jongseong beberapa kali menelan ludahnya dengan kasar.

“Lama tidak bertemu?”

Kakak perempuan yang berambut pirang berkata sambil tersenyum, Jongseong ingat di antara ketiganya dia adalah yang paling barbar.

“Tentu saja lama, bukankah ini sudah hampir tiga belas tahun?”

Kakak perempuan berambut hitam dan pendek menambahkan sambil terkekeh sinis.

“Pergi dengan membawa salah satu dari si kembar yang sehat”

Terakhir kakak laki-laki yang Jongseong kenal paling baik di antara suadara kembarnya, namun kini tatapannya lebih tajam dari yang lain.

“Apa dia tidak merasa bahwa pengorbanan Sunghoon sangat besar? Bahkan sampai sekarang orang tuanya masih belum bisa memaafkan Sunghoon walaupun ada Jungwon disana”

Ryujin berkata ia menatap Jongseong.

“Jadi tolong berikan kami penjelasan tentang mengapa kamu pergi membawa Sangwon dan meninggalkan Sunghoon beserta Jungwon?”

“Jawab dengan benar-benar Jongseong!!”

“JAWAB PARK JONGSEONG!!!”

V. Because of the twins

Sunghoon berlari dan kemudian berhenti di depan ruang kepala sekolah, ia mengetuk pintu dan masuk kedalam. Melihat ada orang tua murid lainnya di dalam sana, serta anaknya dan beberapa temannya duduk disana.

“Jadi begini, mereka terlibat perkelahian dan membuat salah satu teman sekelas mereka terluka”

Wali kelas Jungwon mulai berkata, sedangkan Sunghoon melihat ke arah Jungwon yang tengah menundukan kepalanya.

30 menit berlalu, Sunghoon beserta yang lain keluar dan masalah sudah selesai dan saling memaafkan.

“Kenapa kamu berantem Jungwon?”

Sunghoon berkata, sedangkan Jungwon masih menundukan kepalanya.

“Dia yang salah om, dia ngatain Jungwon terus menerus, dia ngatain kalo Jungwon lemah karena Jungwon jarang ikut olahraga lari dan olahraga berat. Lalu ngatain fisik Jungwon, pokoknya mulut mereka jahat banget sama Jungwon, ya udah jadinya aku tonjok aja wajahnya biar tau rasa”

Sunghoon terdiam, pandangannya yang semula tertuju pada Jungwon kini tertuju pada Sangwon yang baru menceritakan detail kejadiannya.

Sunghoon terdiam kemudian tersenyum, mengajak Jungwon dan juga Sangwon untuk ketaman di dekat sana.

Sunghoon mengeluarkan obat merah yang juga cotton buds yang memang selalu ada di tasnya.

“Sangwon, bolehkan aku mengobati lukamu?”

Sunghoon menunjuk sudut bibir milik Sangwon yang terlihat terluka akibat pukulan dari temannya itu, Sangwon mengangguk kemudian mengubah posisinya menjadi kesamping dan berhadapan dengan Sunghoon.

Sunghoon untuk saat ini, rasanya ia ingin memeluk Sangwon dan mengatakan bahwa dia salah satu orang tua Sangwon namun Sunghoon tidak bisa melakukannya untuk saat ini.

“Jungwon benar, kalo papanya baik banget”

Sangwon berkata setelah lukanya di obati oleh Sunghoon.

“Papaku emang baik, dia adalah papa terbaik di dunia ini”

Jungwon berkata lalu di susul kekehan kecilnya bersama dengan Sangwon.

Sunghoon melihat keduanya penuh arti, hal yang selama ini sangat ia rindukan, hal yang hanya menjadi hayalan bagi Sunghoon jika bisa melihat kedua anaknya berdampingan dan tertawa bersama. Sekarang hayalan ini menjadi nyata namun dengan keadaan yang berbeda.

“Sangwon?”

Ketiganya menoleh, melihat Jongseong yang berlari menghampiri mereka.

“Maaf, papi baru aja selesai meeting. astaga bibir kamu kenapa?”

Jongseong mengelus rambut anaknya tersebut kemudian sedikit terkejut karna melihat sosok Sunghoon yang tengah membereskan peralatannya.

“Aku tadi habis nonjok orang pih, habis kesel aku. dia ngatain Jungwon terus menerus, ya udah aku tonjok aja, terus lukanya di bersihiin sama papanya Jungwon. hehehe”

Jongseong menoleh kembali ke arah Sunghoon dan Jungwon yang memandang Jongseong sambil tersenyum.

“Makanya jangan sok kejagoan! buat apa gitu berantem sama Nicholas”

“Aduh sakit Hoon, pelan-pelan dong”

Jongseong mengaduh sakit ketika Sunghoon menekan luka yang ada di sudut bibirnya

“Makanya jangan sok jagoan, baru juga di obatin udah ngeluh! untung aja aku selalu bawa obat merah kemana-mana. Awas aja kalo aku lihat kamu berantem lagi!”

“Iya bawel banget sih, dasar pacar Jongseong!!”

***

“Pah?”

Sunghoon menoleh begitu Jungwon memanggilnya, saat ini mereka Sunghoon sedang menyiapkan makan malam untuk dirinya, Jungwon dan juga Beomgyu. Jungwon berdiri disana, sedangkan Beomgyu masih ada urusan dan akan pulang sebentar lagi.

“Papa kenal ya sama papinya Sangwon?”

Gerakan memotong daun bawang untuk sop yang ia buat berhenti, ia menatap Jungwon yang saat ini juga menatapnya.

“Tapi kalo gak juga gak papa sih pah, tapi yang Jungwon lihat dari tatapan papa sama papinya Sangwon, kayanya kalian saling kenal deh”

Sunghoon mematikan kompornya, dan menaruh potongan daun bawang pada sayur sopnya.

“Papinya Sangwon mananger baru di tempat kerja papa, makanya kita saling kenal”

Jungwon mengangguk setelah mendapatkan jawabannya, kemudian ia berjalan dan memeluk Sunghoon.

“Papa harus tau, kalo di dunia ini ada Jungwon yang sayang sama papa”

VI. Hug Me

Jongseong mengerjapkan matanya dan meraba sekitar, mencari sosok Jake namun tidak kunjung ditemukan, biasanya Jake selalu ada disampingnya ketika ia bangun tidur dan menjadi pemandangan pertama yang Jongseong lihat ketika ia membuka mata.

“Hoekk!!”

Jongseong langsung bangun dari tempat tidurnya dan turun, berjalan ke arah kamar mandi untuk mengecek Jake. Dugaannya benar ia melihat Jake sedang berada di depan wastafel sambil membasuh wajahnya.

“Jake?”

Jake sedikit terkejut lalu ia menatap Jongseong sambil tersenyum, “Oh, kamu udah bangun Jong? Bentar aku siapin sarapan dulu” Jake melangkah keluar dari kamar mandi, namun Jongseong menghentikan langkah Jake dengan menahan tangan Jake.

“Kamu sakit ya? kalau sakit kita ke dokter aja mau?” Jake menggeleng cepat dan melepaskan tangan Jongseong dari lengannya lalu ia berjalan keluar dari kamar untuk menuju dapur.

Jongseong berjalan untuk melihat ponselnya setelah ia membersihkan dirinya, Ia melihat ada satu notif yang masuk. Pesan dari neneknya yang menyuruh Jongseong untuk pulang, hari ini mereka akan pergi mencari baju bersama dengan calon Jongseong, Jongseong menghela nafasnya ia berjalan ke arah dapur dan melihat Jake yang sedang menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.

Tidak bisakah waktu berhenti sekarang? Atau tidak bisakah ia seperti ini selamanya? Ia hanya ingin Jake yang selalu menyiapkan sarapan untuknya, ia hanya ingin hidup bersama dengan Jake, Hidup bahagia bersama dengan keluarga kecilnya nanti yang hanya akan diisi oleh dirinya, Jake dan juga anak-anak mereka nantinya.

Jongseong berjalan menghampiri Jake dan memeluk tubuh Jake dari belakang yang membuat Jake terkejut karena perilaku Jongseong yang tiba-tiba, “Tidak bisa kah kita terus seperti ini?” Jongseong menyembunyikan wajahnya pada perpotongan leher Jake, sedangkan Jake terlihat menghela nafasnya berat-berat, tangannya yang sedang memengang gelas terlihat mencengkram gelas itu kuat-kuat.

Jake membalikan badannya, menatap Jongseong lalu tersenyum sambil memengang wajah lelakinya, yang mungkin beberapa minggu lagi tidak akan pernah ia sentuh lagi. “Jalanmu bukan lagi bersama ku Jongseong, bahagiamu bukan lagi bersamaku” Ucap Jake ia mengecup singkat bibir Jongseong dan tersenyum.

“Mungkin ini adalah minggu-minggu terkahir kita bersama, setelah ini kamu harus pulang kerumah. Tidak mungkin kamu terus menumpang tidur disini kan?” Jongseong tidak menjawab ia mengeratkan pelukannya pada pinggang Jake.

“Ini pertanyaan terakhirku untuk mu?” Jongseong menarik nafasnya dalam-dalam

“Mau kah kau berlari bersama ku? Sebesar apapun badai yang nanti akan kita lewati, aku akan tetap berdiri paling depan untuk melindungi mu dan melindungi keluarga kita nanti”

Jake mengigit bibir bawahnya, mencoba menahan tangisnya. Ia menatap wajah Jongseong yang terlihat sangat serius akan setiap perkataan yang ia ucapkan.

“Maaf Jongseong aku tidak bisa” Jongseong melepaskan pelukannya dari Jake dan menatap ke arah manik mata Jake, mencoba mencari kebohongan pada mata kekasihnya tersebut. Nihil, ia tidak melihat tatapan ataupun sorot berbohong dari mata Jake.

Jongseong berjalan ke arah meja makan dan duduk disana, sedangkan Jake berjalan sambil menaruh segelas susu hangat di samping Jongseong dan sepiring roti isi yang sudah di buatnya tadi. Sedangkan Jongseong mengambil duduk di hadapan Jongseong dan menatap bagaimana pria itu sedang menyantap sarapan paginya.

“Jongseong?”

“hhhmmm”

Jake harus berani sekarang, ia harus menyampaikan semuanya pada Jongseong tentang kepindahannya ke Amerika lusa. Bukan kah ini terkesan mendadak atau Jake terkesan kejam pada Jongseong? Meninggalkan prianya begitu saja? Pria yang selama lima tahun ini menemaninya, suka dan duka benar-benar mereka jalankan secara bersama? Tapi ini demi kebaikan mereka berdua dan juga demi kebaikan janin yang sedang Jake kandung.

“Aku ingin kita berpisah disini”

Seperti adanya ribuan anak panah yang mengenai dada Jongseong, ia terdiam dan menatap Jake yang sedang menundukan kepalanya,

“Apa maksudmu?”

Jake menatap Jongseong dengan berani, sekarang ia harus menyelesaikan semuanya.

“Aku mau kita berpisah Jongseong”

“Aku tanya apa maksudmu, Shim Jaeyoon?!” Jongseong menajamkan suaranya dan menatap Jake tidak kalah tajam.

“Apa kau tidak dengar? Aku mau kita berpisah, sekarang tidak ada gunanya kita mempertahannya hubungan ini. bukannya aku tidak mau bertahan dengan mu atau apapun itu Jongseong. Sekarang aku hanya ingin berfokus pada mimpiku, Lusa aku akan pergi ke Amerika untuk melanjutkan kuliahku”

***

Sunghoon menghentak-hentakan kakinya bosan, ini sudah tiga puluh menit ia menunggu di depan rumahnya. Menunggu kehadiran calon suaminya yang akan menjemputnya, Ayah dan ibunya beserta neneknya sudah pergi dari tiga puluh menit yang lalu, meninggalkannya sendiri. Lagian kenapa juga harus pergi secara terpisah jika bisa pergi bersama?

Sunghoon membuka ponselnya dan membuka beberapa aplikasi secara acak, bahkan sampai memutar beberapa video pemain biola di chanel youtube.

“Kenapa disana? Kau terlihat seperti tidak mempunyai rumah” Sunghoon menoleh dan melihat Heeseung tengah bersadar pada pagar pembatas rumah keduanya.

“Aku menunggu seseorang menjemputku, tapi ini sudah tiga puluh menit” Ucap Sunghoon, ia mematikan ponselnya dan memasukannya ke dalam tas selempangnya.

“Menunggu? Pacar ya? Cie Sunghoon sudah punya pacar”

“Bukan!”

Sunghoon menjawab cepat dan bangkit berdiri membuat Heeseung terkejut sekaligus tertawa.

“Bukan pacar, aku tidak mempunyai pacar” sambung Sunghoon lagi.

“Jadi?”

Heeseung menopang dagunya di atas pembatas rumah mereka sambil menatap Sunghoon yang tengah berpikir.

“Bagaimana mengatakannya ya? hmm... bisa di sebut calon suami?”

“hah!?”

Bertepatan dengan keterkejutan Heeseung, mobil sport milik Jongseong berhenti tepat di depan rumah Sunghoon dan terdengar bunyi klason dari sana, membuat Sunghoon dan Heeseung melirik secara bersamaan.

“Oke dia sudah datang, kalau begitu aku pergi dulu kak” Sunghoon melambaikan tangannya dan pergi meninggalkan Heeseung yang melambaikan tangan juga.

“Maaf membuatmu lama menunggu, ada beberapa urusan kecil tadi”

Jongseong berkata ketika Sunghoon masuk ke dalam mobilnya dan memasang sabuk pengaman, Sunghoon mengangguk pelan. Tadinya ia ingin mengajak Jongseong berbicara tapi Sunghoon merasa aura yang sedikit berbeda dari laki-laki di sampingnya tersebut. Dan dari sorot matanya, Sunghoon bisa tau jika lelaki di sampingnya ini baru saja selesai menangis.

Sunghoon tidak ambil pusing dan ia tidak ingin mencampur urusi permasalahan yang terjadi pada Jongseong.

“Kami baru saja mengakhiri hubungan kami” Sunghoon yang sedang menatap ke luar jendela menatap ke arah Jongseong yang masih fokus menyetir.

“Dia bilang, memang seharusnya kami berakhir disini”

Sunghoon masih diam, ia tau sepertinya Jongseong membutuhkan teman cerita. Pasti Jongseong tidak bisa bercerita kepada siapapun perihal ini.

“Tidak ada satupun yang menyetujui hubungan kami, bahkan takdir pun begitu”

Ada raut kekecewaan dalam setiap kata yang di ucapan Jongseong, setidaknya lelaki itu sedang mencoba untuk mengutarankan isi hatinya saat ini.

“Aku cukup egois, aku tidak bisa menentang perjodohan ini. Tapi aku juga tidak bisa melepaskannya begitu saja”

Sunghoon bisa melihat bagaimana Jongseong mencengkram kuat stir mobilnya, Bagaimana emosionalnya Jongseong setiap kali ia berbicara.

Sunghoon tidak memberi respon apapun, ia hanya menjadi pendengar yang baik untuk Jongseong. Karena sejujurnya Sunghoon tidak mengerti, ia tidak mengerti arti memiliki,kehilangan dan merelakan seperti yang di katakan Jongseong.

“Maaf kak”

Yang hanya bisa Sunghoon katakan adalah kata Maaf dan Maaf. Ia juga tidak tau, tapi rasanya sekarang posisinya yang membuat semuanya menjadi rumit.

Terkadang kehadiran kita secara perlahan bisa membuat seseorang akan lupa tentang apa yang di rasakannya

Melepaskan, Merelakan, Memiliki dan Kehilangan.

V. Hug Me

Sunghoon pagi hari ini keluar dari rumahnya,untuk membersihkan beberapa rumput liar yang ada di perkarangan rumahnya, setidaknya itu lah yang di perintahkan oleh neneknya tadi malam.

Mata Sunghoon terarah pada sosok Heeseung yang baru saja datang lengkap dengan pakaian olahraganya serta handuk kecil di lehernya.

“Pagi Sunghoon” Sapa Heeseung sambil tersenyum dan Sunghoon membalas senyuman dari Heeseung. Heeseung memengang pagar pembatas antara rumahnya dan juga rumah Sunghoon.

“Hari ini apa kamu sibuk?” Heeseung bertanya, membuat Sunghoon yang sedang mencabut rumput liar menatap Heeseung, berpikir sebentar lalu menggeleng kecil.

“kalau begitu, apa kau mau pergi bersama malam ini? Seperti menonton film atau bermain di game center? Sebagai ucapan terima kasihku atas kado yang kau berikan padaku?” Heeseung berkata sambil menunjukan pergelangan tangan kanannya yang terdapat gelang yang di berikan oleh Sunghoon tadi malam, Sunghoon terdiam sesaat lalu kemudian tersenyum dan mengangguk kecil.

“Oke. Sampai jumpa nanti sore” Heeseung melambaikan tangannya lalu masuk ke dalam rumahnya, meninggalkan Sunghoon yang sedang tersenyum dan kembali mencabut lumpur liar.

***

“besok kita akan kembali mengadakan makan malam bersama untuk membahas masalah pernikahan kalian berdua. jadi kosongkan semua jadwalmu” Sunghoon mengangguk pelan ketika mendengar perkataan dari neneknya ketika ia mengantar satu cangkir teh pada neneknya di ruang baca milik wanita paru bayah tersebut.

“Jongseong akan menjemputmu, karena kami harus pergi terlebih dahulu” Sunghoon menghela nafasnya lalu kembali berjalan keluar, namun langkahnya sempat terhenti ketika ia mendengar kalimat yang di keluarkan oleh neneknya tersebut.

“jangan terlalu dekat dengan Heeseung. kau akan segera menikah dalam waktu dua minggu” Sunghoon mengangguk lalu keluar dari ruang baca milik neneknya tersebut.

memang salah jika ia dekat dengan pria baik seperti Heeseung?

***

Sunghoon tersenyum begitu melihat Heeseung keluar dari rumahnya, ia melambaikan tangan pada Sunghoon dan menyuruh Sunghoon untuk ke depan, mobil milik Heeseung sudah terparkir di depan sejak tadi siang.

“kamu suka film genre apa? Horor? Romantis? Action? Family? Melodrama?” Heeseung bertanya begitu keduanya masuk ke dalam mobil milik Heeseung, Sunghoon memasang sabuk pengamannya sedangkan Heeseung menyalakan mesin mobilnya.

“aku suka semua, tapi lebih suka melodrama” jawab Sunghoon sambil tersenyum dan Heeseung mengangguk kecil lalu menjalankan mobilnya menuju ketempat tujuan mereka.

Selama perjalanan mereka di mobil, mereka banyak berbicara ini dan itu. dan mereka juga baru tau kalau mereka mempunyai hobi yang sama, menyukai genre musik yang sama, dan juga menyukai makanan yang sama. Terlalu banyak kesamaan dalam diri mereka yang membuat setiap perbincangan mereka selalu diiringi gelak tawa dari keduanya, di tambah Heeseung dengan selera humornya yang tinggi mampu membuat Sunghoon terus tertawa.

“Mau popcorn asin atau manis?” Heeseung membalikkan badannya dan menatap Sunghoon, Sunghoon menoleh ke papan menu yang terletak di atas sana.

“mix aja kali ya?” Sunghoon bersuara dan itu membuat Heeseung mengangguk setuju lalu ia memutar badan menghadap kasir. mengatakan semua pesanan mereka berdua. Awalnya Sunghoon mengira bahwa Heeseung akan memilih studio biasa untuk mereka menonton, namun ternyata Heeseung memilih bioskop dengan kelas vip, dimana setiap kursinya hanya ada dua orang. Agar menjadi setiap privasi orang-orang yang menonton. dan kalau kata Heeseung, agar tidak ada yang menganggunya saat nonton tadi, Heeseung memang sering ke bioskop dengan kursi tersebut.

“filmnya masih setengah jam lagi? kau mau bermain di sana dulu?” Heeseung menunjuk ke bagian ujung di lantai ini, yang berisikan beberapa permainan, yang sengaja di buat untuk mereka yang merasa bosan ketika menunggu jam tayang film mereka.

“ayooo” Heeseung menarik tangan Sunghoon dan mengajak Sunghoon kesana.

“pertama ayo kita bertaruh, siapa yang kalah dia yang traktir untuk makan malam nanti?” Heeseung menunjuk ke arah mainan balap mobil, Sunghoon menatap ke arah mainan mobil tersebut lalu menatap Heeseung yang terlihat antusias.

“oke siapa takut” keduanya langsung berjalan ke arah mesin game tersebut dan memasukan koin sesuai apa yang ada di petunjuk mesin tersebut.

“Siap-siap meneraktirku makan” Sunghoon berkata dan kini ia sibuk memilih warna mobilnya, hingga ia memilih warna putih.

“ready goo..”

Heeseung dan Sunghoon akhirnya bertanding, pada awalnya Heeseung memimpin karena ia sama sekali tidak membentur badan jalan ataupun mobil lainnya, berbeda dengan Sunghoon yang kecepatannya memang tinggi namun beberapa kali menabrak pembatas jalan. Heeseung menoleh ke arah Sunghoon yang terlihat bahwa mulutnya terus berbicara ini dan itu, terlihat lucu di tambah ketika bibirnya mengerucut dan pipinya mengembung.persis seperti anak kecil. Jadi secara perlahan Heeseung mengangkat kakinya dari pedal gas yang ada di bawah sana, membuat laju mobilnya menjadi pelan. hingga tiba di garis finish, mobil Sunghoon lebih dulu sampai membuat Sunghon berteriak heboh dan mengangkat kedua tangannya bersorak.

“aku menang.... akhirnya bisa di traktir oleh kak Heeseung” Heeseung tersenyum kecil melihat bagaimana senangnya Sunghoon.

“oke oke, setelah selesai menonton kita akan makan” Heeseung beranjak dari kursi kemudi mesin game tersebut, namun sebelum itu ia menghampiri Sunghoon yang mau keluar juga. Ia menahan tubuh Sunghoon agar tetap duduk, membuat Sunghoon tersentak kaget ketika Heeseung kembali membenarkan tali sepatu miliknya.

“kan sudah berapa kali aku katakan, kalau memakai sepatu bertali pastikan bahwa talinya sudah terikat dengan benar. nanti kamu jatuh” Sunghoon mengucapkan terima kasih dan tersenyum ketika Heeseung sudah selesai mengikatkan tali sepatunya, lalu kedua berjalan ke bioskop karena lima belas menit lagi film mereka akan di mulai.

Seperti sebuah adegan film di drama-drama yang ia lihat atau ini yang namanya takdir atau bisa jadi kebetulan, Sunghoon melihat Jongseong dan juga Jake yang berada di depan mereka dengan kedua tangan yang saling bertautan, mereka juga mengantri untuk menonton film yang sama dengan film yang Sunghoon tonton.

Terkadang untuk hal seperti ini Sunghoon tidak mengerti, mengapa Jongseong menerima perjodohan mereka jika ia memiliki seseorang yang ia cintai seperti Jake? Apa ia ingin melukai hati pria baik seperti Jake? Apa Jake mengetahui bahwa Jongseong akan menikah dalam waktu dekat ini? Bukan kah itu sedikit keterlauan jika Jake tadi mengetahuinya?

“Sunghoon!” Sunghoon tersentak kaget ketika Heeseung menepuk pundaknya pelan.

“jangan melamun di sembarang tempat, nanti kamu kesambet loh” Sunghoon hanya tersenyum kecil, lalu kedua masuk ke dalam bioskop.

***

“Terima kasih untuk traktirannya hari ini” Sunghoom melepaskan sabuk pengamannya dan keluar dari mobil Heeseung.

“sama-sama, lain kali jika kita ada waktu ayo kita pergi bermain lagi” Heeseung juga keluar dari mobilnya lalu berjalan ke depan Sunghoon sambil tersenyum.

“lain kali aku akan membawamu ketempat yang indah, akan aku tunjukan sesuatu tempat yang indah. nah jadi sekarang pergilah tidur,selamat malam” Heeseung mengacak rambut Sunghoon lalu masuk ke dalam rumahnya, sedangkan Sunghoon terdiam untuk sesaat.

jantungnya kembali berdetak lebih cepat, bahkan sentuhan tangan Heeseung masih terasa di kepalanya.

Jangan bilang bahwa ia jatuh cinta pada Heeseung.

Terkadang memang benar apa yang di katakan oleh orang-orang, bahwa cinta tidak pernah salah

Terkadang memang benar apa yang di katakan oleh orang-orang, bahwa cinta tidak pernah salah.

Tapi kepada siapakah kita jatuh cinta?

Apakah dia orang yang tepat atau salah?

IV. Because of the twins

Jongseong membawa beberapa dokumen untuk keperluan meeting nanti keluar ruangan, ia ingin memberikannya pada Sunghoon.

Jongseong keluar ruangannya untuk mendatangi meja Sunghoon, namun ketika ia keluar ruangan ia tidak melihat siapun di sana. Sunghoon, Jaeyoon maupun Taehyun. Ketiganya tidak ada disana.

Jadi Jongseong memilih untuk tetap mengampiri meja Sunghoon dan menyimpan dokumen tersebut ke meja Sunghoon.

Mata Jongseong tertuju pada satu figuran foto di samping komputer kerja milik Sunghoon. Disana Sunghoon berfoto sambil merangkul anak laki-lakinya, tersenyum lebar ke arah kamera.

“Ngapain disana?”

Jongseong menoleh kemudian melihat Sunghoon berdiri di sana, bahkan dari tatapan matanya saja Jongseong bisa merasakan bahwa Sunghoon tidak menyukainya sama sekali.

“Maaf, aku hanya mengantar dokumen untuk meeting nanti”

Ucap Jongseong kemudian ia berjalan dan menghampiri Sunghoon, berdiri di hadapan Sunghoon untuk beberapa saat kemudian tersenyum.

“Terima kasih karena sudah menjaganya dengan baik”

Sambung Jongseong sebelum ia pergi kembali keruangannya, Sunghoon yang mendengar itu mengepalkan kedua tangannya.

Wajahnya memerah menahan amarah, kemudian ia kembali duduk di kursinya. Menatap foto yang sempat tadi Jongseong lihat.

Sunghoon menghentikan langkahnya di depan gedung falkutas milik Jongseong, wajahnya penuh dengan keringat dan ia terlihat gelisah

Jongseong yang melihat kedatang Sunghoon tersenyum, tiga puluh menit yang lalu Sunghoon meneleponnya dan ingin mengatakan sesuatu

“aku”

Sunghoon menghentikan perkataannya, kemudian ia menyerahkan satu lembar foto kepada Jongseong yang membuat Jongseong terkejut.

“maksud kamu?”

“Mereka bilang, ada dua. Ada dua nyawa yang hidup sama aku sekarang Jong. Aku harus gimana?”

Jongseong terdiam untuk sesaat, sedangkan Sunghoon menundukan kepalanya. Namun menit berikutnya, Jongseong memeluk Sunghoon.

“ayo kita jaga mereka sampai mereka bisa melihat dunia ini”

“Salah satu dari mereka memiliki kelainan pada jantung, sang kakak bisa kita perbolehkan pulang setelah 10 hari berada di NICU, namun sang adik kita harus menjaganya dengan extra”

“Hoon, aku pulang dulu sama Sangwon ya. Nanti kita balik lagi kesini”

“Sunghoon, lihat ini! Lo lihat ini!!”

“Brengsek!! Jongseong sialan! Berani-beraninya dia kabur!!”

Sunghoon terdiam, menatap secarik kertas di tangannya sedangkan Jaeyoon di sampingnya sedang mengeluarkan kata-kata umpatan kasar pada Jongseong

Sunghoon menatap tubuh mungil yang masih berada di inkubator, ia meneteskan air matanya kemudian tangannya mengepal kuat

aku gak butuh siapapun, sekarang aku hanya butuh Jungwon. Jungwon segalanya untukku

Sunghoon terdiam, kilas balik kejadian belasan tahun kembali melintas dalam benaknya. Kejadian yang ingin sekali Sunghoon lupakan.

Sunghoon mengatur nafasnya kemudian bangkit berdiri, ia berjalan menghampiri ruangan managernya.

Jongseong terkejut begitu melihat Sunghoon yang berada di depan ruangannya dan berjalan mendekat.

“Jangan pernah mencoba untuk mendekati Jungwon”

Sunghoon berkata nafasnya naik dan turun.

Jongseong menatap Sunghoon cukup dalam, Jongseong rasanya ingin menghampiri Sunghoon dan membawa sosok itu kedalam pelukannya, namun ia tau bahwa itu mungkin tidak akan pernah bisa ia lakukan.

“Setelah apa yang kamu lakukan padaku dan Jungwon, dengan beraninya kamu muncul?”

Jongseong masih terdiam, ia sadar dengan kesalahan yang telah di lakukan.

“Sangwon, Sangwon ingin sekali bertemu denganmu. Ia ingin bertemu dengan seseorang yang telah berjuang membuatnya berada di dunia ini”

Sunghoon terdiam, bayangannya kembali ketika ia berhasil membawa kedua anaknya untuk melihat dunia ini, tangisan Sangwon lalu di susul oleh tangisan Jungwon.

Sunghoon menutup matanya, kemudian berbalik dan berjalan keluar.

“Jika kau tidak bisa menerimaku, setidaknya biarkan Sangwon tau bahwa kau adalah orang yang ia rindukan selama ini”

IV. Hug Me

“Mau kemana Sunghoon?”

Sunghoon menoleh begitu ia keluar dari rumahnya dan melihat Heeseung yang baru saja pulang bekerja, Sunghoon tersenyum sesaat dan mengatakan bahwa ia akan pergi ke Hongdae untuk bermain bersama dengan teman-temannya.

Heeseung mengangguk lalu melambaikan tangannya pada Sunghoon dan mengatakan hati-hati pada Sunghoon yang membuat hati Sunghoon menghangat dan ia membalas senyum dari Heeseung lalu pergi ke mobil miliknya.

Sepanjang jalan sambil di temanin oleh insturmen-insturmen klasik Sunghoon memikirkan sesuatu dalam dirinya. Sejujurnya ia tidak pernah merasa hatinya menghangat karena perlakuan seseorang yang baik padanya, ia juga tidak pernah merasa senyaman ini ketika berbicara dengan orang lain selain teman-teman sekolahnya. Ia tidak mengerti kenapa Heeseung begitu memberinya pandangan yang berbeda pada orang asing.

Dimulai ketika Heeseung yang selalu memuji setiap pemaiannya setiap malam, tanpa rasa bosan sedikitpun. Heeseung selalu antusias atas semua permainan yang Sunghoon mainkan.

Sunghoon memakirkan mobilnya di salah satu tempat parkir di kawasan Hongdae dan mengecek ponselnya, ia berjanji akan bertemu dengan Jongseong disini untuk mengambil biolanya.

Sunghoon keluar dari mobilnya sambil mengecek ponselnya, mana tau ada pesan masuk dari Jongseong. Dan benar saja, lima menit kemudian ponselnya berbunyi, mendapat pesan dari Jongseong yang mengatakan bahwa ia sudah sampai di parkiran dan ia bisa melihat Sunghoon. Sunghoon menoleh ke kiri dan ke kanan, mencari mobil Jongseong.

Sunghoon segera menghampiri mobil Jongseong dan mengetuk pelan kaca mobil milik Jongseong, ia membungkukan badannya pada Jongseong.

“Maaf sudah merepotkan kakak”

Sunghoon berkata lalu ia segera menuju ke bagasi belakang untuk mengambil biolanya.

“Kamu kesini sama siapa?”

Tanya Jongseong, ia sekarang keluar dari mobilnya dan bertanya pada Sunghoon yang baru saja menutup bagasinya.

“Dari rumah aku bawa mobil sendiri, nanti ada janji sama teman teman disini”

Jongseong mengangguk kecil, Sunghoon sekali lagi membungkukan badannya lalu pamit pada Jongseong karna teman-temannya sudah menunggu.

Jongseong mengeluarkan ponselnya dan terlihat menghubungi seseorang, sebelum akhirnya ia pergi dari sana dan berjalan ke sebuah restoran yang tidak jauh disana.

***

“Tumben sekali kamu mau keluar begini?”

Jongseong bertanya pada Jake yang sekarang berjalan di sampingnya dengan tangan yang saling bertautan, Jake tidak menjawab ia hanya melihat sekelilingnya dan jalanan yang mulai rame ketika matahari mulai tenggelam.

“Jake?”

Jake menoleh dan tersenyum pada Jongseong.

“Apa aku salah mengajak kekasihku untuk berjalan-jalan seperti ini? Aku juga ingin pergi kencan seperti sepasang kekasih yang lain. Tapi kekasihku terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan juga acara pernikahannya” 

Jongseong menghentikan langkahnya yang membuat Jake juga ikut menghentikan langkahnya dan menatap ke arah Jongseong di belakangnya, Jongseong terlihat menundukan kepalanya.

“Maaf Jake” Jake segera menggeleng lalu menarik tangan Jake lagi agar mereka kini kembali berjalan.

“Tidak perlu meminta maaf. Karena pada akhirnya kita tetap tidak akan bersama”

Jongseong dan Jake berhenti dan menoleh ke arah kerumunan orang-orang disana, terdengar suara alunan musik klasik dari arah orang-orang yang berkumpul tersebut.

“Mau kesana?” Tanya Jongseong dan Jake mengangguk pelan, Jongseong tersenyum dan menarik tangan Jake agar keduanya mendekat kesana. Bahkan Jongseong meminta ijin kepada beberapa orang disana, agar ia dan Jake bisa berada di barisan paling depan.

Jongseong terdiam begitu melihat ke empat orang di depan sana, salah satunya ia kenal siapa. Sunghoon dan juga teman-temannya sedang melakukan pertunjukan kecil di jalanan Hongdae, Sunghoon dengan biolanya, teman Sunghoon yang berkulit Putih yang kemarin mengobrol bersama dengan Sunghoon, Kang Minhee ia memengang celo di tangannya, lalu ada Huening Kai yang memengang gitar dan terakhir ada Lee Eunsang yang bermain clarinet. Mereka membawakan beberapa lagu klasik yang biasa kalian lihat jika ada konser orkestra.

Permainan berakhir setelah lima menit mereka bermain, dan tidak dapat di pungkirin jika terdengar tepuk tangan dari para penotonnya, merasa terhibur dengan permaian klasik mereka yang sungguh bisa membuat hati menjadi lebih tenang jika mendengarnya.

“Permainan mereka sungguh menyenangkan bukan?” Jake bertanya pada Jongseong, Jongseong mengangguk kecil sambil tersenyum ke arah Jake lalu kemudian padangannya tidak sengaja bertemu dengan pandangan Sunghoon.

Sunghoon tersenyum dan membungkukan badannya pada Jongseong yang hanya di susul anggukan pelan dari Jongseong.

“Jake, yang di sana. Yang bermain biola, itu adalah Sunghoon”

Jake cukup terkejut dan melihat ke arah Sunghokn yang tengah membereskan peralatan biolanya, hati Jake tiba-tiba menjadi tidak tenang dan sesak secara bersamaan, ia bisa merasakan genggama tangan Jongseong di tangannya menjadi lebih erat dari sebelumnya.

“Mau bertemu dengannya?” tawar Jongseong dan Jake menggeleng, ia tidak enak menganggu waktu Sunghoon bersama dengan teman-temannya, kalau boleh jujur. Sebenarnya Jake ingin bertemu dengan Sunghoon untuk membicarakan sesuatu, tapi mungkin kali ini bukan waktunya untuk Jake bertemu dengan Sunghoon.

“Sepertinya dia sedang sibuk Jong, kita tidak bisa menganggunya. Lain kali saja, jika ada waktu” Jongseong mengangguk lalu pergi dari sana.

Sunghoon menatap punggung Jongseong yang berjalan menjauh, sejujurnya Sunghoon tidak mengerti tentang perasaannya hingga saat ini, ia baru ketiga kalinya bertemu dengan Jongseong, tapi setiap kali menatap mata Jongseong ia selalu menemukan kehangatan disana. kehangatan yang tidak ia mengerti.

“Mau makan ramen? atau sushi?” Huening Kai bertanya kepada teman-temannya

“Aku ramen saja” Jawab Eunsang dengan cepat sambil membereskan alat musiknya.

“Bagaimana dengan mu Minhee?” Minhee menoleh setelah memasukan alat musiknya yang memang paling besar di antara alat musik teman-temannya.

“Ramen” Jawab Minhee singkat.

“Sunghoon?”

“Jawabannya sudah pasti ramen kan?” Huening Kai berkata dan Sunghoon hanya membalasnya dengan acungan jempol.

Lalu keempatnya segera pergi dari sana untuk menuju restoran ramen yang menjadi langganan mereka setelah mereka melakukan pertunjukan jalanan seperti tadi.

***

Sunghoon meletakan biolanya pada lemarinya lalu berjalan ke arah balkon kamarnya, malam ini sepertinya ia tidak akan bermain dengan biolanya. Sunghoon membawa sebuah kotak kecil di tangannya, berharap Heeseung si tetangganya ada di sana.

Sunghoon menoleh ke kiri, mencari sosok tetangganya tersebut. Ia melirik sekilas dan melihat Heeseung sedang asik bermain bersama dengan ponselnya.

“Kak Heeseung!”

Heeseung yang di panggil menoleh dan tersenyum begitu melihat Sunghoon yang berjalan ke arah pembatas balkon mereka, Sunghoon tersenyum manis sekali. Senyum yang baru pertama kali Heeseung lihat dari wajah Sunghoon.

“Hari ini aku tidak bermain biola, tapi aku punya sesuatu untukmu” Sunghoon menyerahkan kotak tadi pada Heeseung dan diterima langsung oleh Heeseung.

“Apa ini?” Heeseung bertanya sedangkan Sunghoon menyuruh Heeseung untuk membukanya, Heeseung membuka kotak tersebut dan melihat bahwa ada gelang tali disana. Heeseung mengalihkan pandangannya pada Sunghoon, dan menatap ke manik mata Sunghoon.

“Hadiah, karena kak Heeseung yang selalu mau mendengarkan setiap permainanku malam-malam”

Ucap Sunghoon sambil tersenyum, memperlihatkan deretan gigi rapinya pada Heeseung. Senyum Sunghoon akan selalu menjadi daya tariknya sendiri.

“Sepertinya aku juga harus memberimu hadiah” Heeseung mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jaketnya dan memberikannya pada Sunghoon.

“Aku tidak tau kau menyukainya atau tidak, semoga saja” Heeseung meraih telapak tangan Sunghoon dan meletakan satu permen pada Sunghoon, yang membuat Sunghoon tertawa sambil melihat permen yang di berikan oleh Heeseung

“Ini hanya pembukaannya saja, nanti aku akan memberikan hadiah yang besar untukmu”

Heeseung kembali menepuk kepala Sunghoon sambil tersenyum, membuat Sunghoon memengang kepalanya dan memandang Heeseung yang saat ini masih memandang kotak yang Sunghoon berikan.

“Oh iya, aku harus segera beristirahat. Goodnite Sunghoon”

Sunghoon memengang dada kirinya yang berdetak lebih cepat dari biasanya, pipinya bahkan terasa panas dan juga tepukan tangan Heeseung pada kepalanya masih terasa membekas.

Terkadang tanpa sadar, perlakuan kecilpun bisa membuat kita merasa sangat bahagia.

Hanya dengan melihat senyummu, aku juga merasa bahagia.

III. Because of the twins

Sunghoon berdiri di luar gedung apartemen keluarga Hwang tersebut, sambil menunggu Jungwon yang katanya sudah keluar dari rumah Seongmin dan turun ke bawah.

“Papa”

Jungwon melambaikan tangannya, ia keluar bersama dengan Jinwoo dan juga satu temannya yang belum pernah Sunghoon lihat.

“Papa, ini kenalin namanya Sangwon”

Jungwon menunjuk ke arah Sangwon yang seketika langsung membungkukan badannya, Sunghoon terdiam menatap anak itu dalam diam.

Ntah kenapa perasaannya dan tubuhnya bergerak untuk menghampiri teman anaknya tersebut.

“Oh papi!!”

Ketika Sunghoon mendekat, anak itu bersuara melambaikan tangan pada seseorang yang membuat Sunghoon menoleh dan kemudian membulatkan matanya melihat siapa sosok yang di panggil papi oleh Sangwon.

sesak

Hanya itu yang bisa Sunghoon rasakan sekarang.

“Papi, ini temen-teman Sangwon”

Sangwon berkata kemudian menunjuk Jungwon dan Jinwoo.

Jongseong terdiam, menatap Sunghoon dan juga Jungwon bergantian.

Jongseong merasakan bahwa nafasnya terasa tercekit, dan seperti ada ribuan jarum kecil yang menghantam hatinya.

Jongseong melangkah pelan, mendekat ke arah Sangwon dengan mata yang tertuju pada Jungwon.

Sunghoon menarik tubuh Jungwon agar berdiri tepat di belakangnya.

“Jungwon-ah, ayo kita pulang. Om Heeseung mungkin sudah menunggu”

Sunghoon mengandeng tangan Jungwon lalu berjalan melewati Jongseong dan Sangwon.

Jungwon melambaikan tangannya pada Sangwon begitu juga sebaliknya.

Jongseong, tanpa sadar ia meneteskan air matanya sambil menatap kedua sosok yang sekarang sudah menghilang di balik pintu mobil yang melaju.

“Papi kenapa? Kok nangis?”

Sangwon berkata melihat ke arah Jongseong yang masih terdiam. Jongseong menggeleng pelan kemudian mengajak Sangwon untuk segera masuk ke dalam mobil.

***

“Pah, boleh berhenti di minimarket dulu?”

Sunghoon menoleh ke arah Jungwon lalu mengangguk pelan, menghentikan mobilnya di pinggir jalan dan membiarkan Jungwon keluar untuk ke minimarket yang ada disana.

Begitu Jungwon keluar, Sunghoon memengang dadanya dan mengigit pungung tangannya, ia merasa sesak untuk saat ini.

Ia menangis, dalam diam.

Sedangkan Jungwon hanya diam beberapa saat sambil menatap ke dalam mobil, ia tau bahwa papanya sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.

Jadi ia berpura-pura ke mini market membiarkan papanya mengeluarkan emosinya dan menangis.

Karna yang Jungwon tau, papanya tidak akan pernah menangis di depan dirinya.