hyukies

Pembeli pertama.

krincing

Bunyi lonceng terdengar sangat nyaring, pertanda bahwa ada pembeli yang datang. Segera saja Mashiho meletakkan ponselnya dan memasang senyum manis untuk menyambut pembeli pertama, bagi dirinya.

“Selamat datang, silahkan duduk dan pilih kue yang ingin anda beli” sambut Mashiho ramah.

Pembeli itu mengangguk tetapi matanya hanya fokus ke arah ponselnya dan berkata, “Yang biasanya, kak. Kotak isi 6 aja tapi.”

Mashiho mengerutkan keningnya, menunjukkan bahwa dirinya tidak mengerti apa yang dimaksud ucapan 'biasanya' dari sang pembeli.

“Maaf, kak. Saya karyawan baru disini, jadi tidak tahu apa yang kakak maksud dengan biasanya. Boleh kakak jelaskan?” pinta Mashiho sedikit tidak enak.

Pembeli itu mendongak, menatap wajah manis Mashiho. Matanya berkedip cepat, serasa tidak percaya ada manusia yang selembut dan semanis Mashiho. Pembeli itu adalah, Park Jihoon.

“Eh, maaf ya tadi gak lihat wajahnya dulu”

“Santai aja. Kayaknya kakaknya udah langganan ya disini?” Mashiho mulai bertanya, hanya untuk sekedar basa-basi.

“Iya, udah langganan kesini. Pantesan tadi suaranya agak beda, ternyata karyawan baru”

“Ah ya, lupa. Perkenalkan, saya Mashiho. Karyawan baru sekaligus keponakan dari pemilik toko kue ini”

“Salam kenal, Mashiho. Gue Jihoon, santai aja gausah baku baku banget” Jihoon turut serta memperkenalkan dirinya.

“Oke, Jihoon. Jadi, mau beli apa?”

“Cupcake cokelat 6 ya, Mashi. Krim nya 1 strawberry, 2 oreo, 1 vanilla pake wafer diatasnya, 1 vanilla diguyur coklat dikasih Cherry. Pake kotak yang isi 6 kayak biasa” jelas Jihoon sambil melihat buku menu.

“Sip, tunggu bentar ya”

_“Tuhan, gue boleh minta soulmate modelan dia gak sih? Atau dia aja yang jadi soulmate gue gitu, boleh gak? Manis banget gue gak kuat..”_ batin Jihoon.

.

jeoly.

kafe dan si pegawai.

Mashiho menghentikan langkahnya didepan kafe sederhana. Netra nya menyapu ke seluruh bagian luar kafe, cukup menarik. Tanpa berlama-lama lagi, kakinya kembali melanjutkan langkahnya untuk masuk ke dalam kafe.

Dirinya disambut dengan senyum manis para pegawai. Tidak lupa, Mashiho menatap seluruh mata para pekerja yang ada di hadapannya. Siapa tahu soulmate nya ada disini 'kan? Semua mata pegawai sudah Mashiho tatap, tetapi dirinya tak merasakan pusing atau ciri-ciri lain. Mungkin mate nya tidak ada disini, Mashiho harus mencoba di tempat lain.

“Silahkan, mau pesan apa kak?” tanya pelayan ramah.

“Milkshake coklat aja 1, ya” jawab Mashiho setelah melihat-lihat menu yang ada.

“Baik, silahkan duduk dulu kak. Nanti pesanan kakak akan diantar ke meja kakak.”

Mashiho mengangguk dan segera mencari tempat duduk yang cocok.

Hampir 8 menit lamanya ia menunggu, akhirnya pesanannya siap untuk disantap.

“Ini milkshake coklat yang dipesan” pegawai itu menyodorkan milkshake coklat pesanan Mashiho, dan cepat-cepat ingin kembali. Tetapi Mashiho menahannya.

“Tunggu,”

Mashiho menatap manik sang pegawai sebentar. Tiba-tiba dirinya merasa pusing, tapi Mashiho masih bisa mengontrol dirinya.

“Terimakasih.” ujar Mashiho setelah merasa pusing nya sedikit hilang.

“Pusing?” pegawai itu mengajukan pertanyaan saat melihat tangan Mashiho memijit pelipisnya sendiri.

“Sedikit.”

Pegawai itu dengan sigap mengambil minyak angin di sakunya, lalu mengoleskan ke pelipis Mashiho.

“Maaf lancang” ucap sang pegawai setelah selesai mengoleskan minyak angin.

“Gapapa, makasih ya” Mashiho memberikan senyum manisnya.

Pegawai tersebut mengangguk lalu pamit kebelakang untuk kembali bekerja. Mashiho hanya mengangguk sebagai jawaban, karena jujur saja sakit di kepalanya masih belum menghilang.

Oh, tunggu. Warna apa yang dilihatnya itu? Sangat asing baginya. Sebelumnya hiasan bunga diatas meja tadi berwarna hitam putih di matanya, dan sekarang menjadi berwarna..?

. . : jeoly

Hujan.

Dua pemuda berbeda usia kini tengah meneduh di kafe sederhana dipinggir jalan. Salah satu dari mereka memandang hujan dengan tatapan sendu, kesal karena acara yang telah ia rencanakan gagal karena hujan sedang turun. Sedangkan yang satunya sibuk menyesap coklat hangat favoritnya.

“Kak, gue udah pernah bilang belum kalo lo itu dunia gue?” celetuk Doyoung memecahkan keheningan.

Dahi Yedam mengerut, pertanda dirinya tidak mengerti apa yang sedang diucapkan adiknya ini. Tak lama kemudian, Yedam tertawa lepas. Menertawakan apa yang adiknya tanya 'kan tadi.

Doyoung memandang Yedam dengan tatapan kesal, “Kak, gue tanya itu harus dijawab. Bukan diketawain.”

“Hahaha, maaf maaf. Pertanyaan lo dangdut banget soalnya” tawa Yedam terhenti, dan berubah dengan raut wajah serius.

“Gue tanya, gue udah pernah bilang belum?” ulang Doyoung.

“Belum.”

“Tapi lo tahu itu 'kan?” Doyoung menatap manik sang Kakak dalam.

Yedam mengangguk, “Tahu. Dari perlakuan lo gue juga udah tahu kok.”

“Bagus. Kalo gitu, pacaran yuk?”

Yedam mendengus mendengar pertanyaan itu 'lagi'. Bukan sekali dua kali Doyoung menanyakan itu kepadanya. Padahal dirinya sudah berkali-kali mengingatkan adiknya itu untuk tidak menanyakan pertanyaan itu, lagi.

“Doyoung, udah berapa kali gue bilang jangan nanya gitu lagi.”

“Kasih gue alasan yang jelas dulu. Nanti gue bakal berhenti tanya begituan.”

“Oke. Coba lo amatin hujan, jalan, sama orang-orang diluar sana” perintah Yedam.

Doyoung menurut, dirinya memfokuskan pandangannya ke luar sana. Mengamati rintik hujan dan jalanan serta orang-orang yang berlalu lalang. Sesuai perintah Yedam.

“Anggap aja kalo hujan itu masalah, jalan itu hubungan yang bakal dijalani, terus orang-orang itu kita.”

Doyoung berdecak kesal, “Kak, to the point aja. Otak gue gak bisa mikir kayak lo.”

Yedam tertawa kecil, adiknya memang selalu menggemaskan dimatanya.

“Kalo misal kita beneran jalanin hubungan yang lo minta, gak selamanya kita bakal bareng, Doyoung. Hujan perlahan bakal turun, mulai dari gerimis sampek hujan badai. Sama kayak masalah yang bakal datang ke hubungan, awalnya masalah kecil tapi lama-kelamaan bakal jadi besar 'kan?”

“Dan orang-orang itu, anggap aja itu lo sama gue. Waktu gerimis atau masalah kecil kita masih bisa bertahan dan terus jalan. Tapi waktu hujan badai apa iya kita bakal lanjut nerobos hujan gitu? Enggak 'kan? Bisa aja salah satu dari kita milih lanjut nerobos dan bertahan, tapi enggak tentu sama salah satunya lagi 'kan?”

“Mangkanya gue selalu nolak kalo lo tanya begitu. Gue enggak mau kita pisah nantinya, Doy. Biasanya orang-orang kalo habis putus pasti canggung gitu 'kan? Gue gamau nantinya bakal gitu.”

Doyoung mengangguk, ia paham ke khawatiran kakaknya itu. Jujur setelah mendengar penjelasan Yedam tadi dapat membuat dirinya merasa lega. Selama ini ia hanya ditolak tanpa diberi penjelasan. Menyakitkan tapi Doyoung tidak pernah menyerah.

“Tapi, gue takut kalo lo bakal jadi milik orang lain kak. Gue gak mau hal itu kejadian” Doyoung mengungkapkan keresahannya.

“Tenang aja. Gue bakal nunggu lo kok. Gue bakal ada di samping lo, gue bakal nunggu lo sukses dan nantinya kita bisa lanjut ke jenjang yang lebih serius. Lo percaya gue 'kan?” tanya Yedam.

Bukan anggukan, tetapi malah gelengan yang Yedam dapat. Sedikit mengecewakan karena tidak sesuai oleh bayangan Yedam.

“Kok enggak?”

“Gue percaya kok sama lo, Kak. Tapi ya gak sepenuhnya. Bisa aja suatu saat nanti lo ninggalin gue, ya kan? Kejadian di masa depan nggak bisa di prediksi, Kak” jelas Doyoung.

“Hmm, bener juga” gumam Yedam.

“Yaudah kalo gitu, janji ya gak bakal ninggalin gue?” pinta Yedam.

“Nggak.”

Yedam mengerucutkan bibirnya, lagi-lagi tolakan yang ia dapatkan. Apakah ada yang salah dengan permintaannya?

“Gue nggak bisa janji kak, tapi bakal gue usahain. Takutnya kalo gue janji, nanti gue nggak bisa nepatin dan bikin lo kecewa.”

Yedam tersenyum lebar mendengar ucapan Doyoung. Segera saja tangannya naik dan menepuk-nepuk pelan kepala adiknya itu. Doyoung tidak protes, justru dirinya senang diperlakukan seperti itu.

Perlahan, rintik hujan mulai menghilang. Orang-orang mulai kembali melanjutkan perjalanannya. Doyoung segera meraih tangan kakak kesayangannya itu.

“Ayo pulang. Hujannya udah berhenti, minumannya juga udah gue bayar” ajak Doyoung.

Yedam tak menolak, dirinya segera beranjak dari tempat duduk dan mulai melangkah mengikuti Doyoung yang sudah menunggunya di depan pintu.

Semuanya membutuhkan proses, jangan terlalu terburu-buru untuk mengambil keputusan.

Jangan terburu-buru mengambil keputusan. Pikirkan dulu apa yang akan terjadi kedepannya. Yakinkanlah jika dirimu mengambil jalan yang benar, serta siapkan diri untuk menghadapi masalah yang akan terjadi di masa depan nanti.

© jeoly.

Pembeli, pertama.

krincing

Bunyi lonceng terdengar sangat nyaring, pertanda bahwa ada pembeli yang datang. Segera saja Mashiho meletakkan ponselnya dan memasang senyum manis untuk menyambut pembeli pertama, bagi dirinya.

“Selamat datang, silahkan duduk dan pilih kue yang ingin anda beli” sambut Mashiho ramah.

Pembeli itu mengangguk tetapi matanya hanya fokus ke arah ponselnya dan berkata, “Yang biasanya, kak. Kotak isi 6 aja tapi.”

Mashiho mengerutkan keningnya, menunjukkan bahwa dirinya tidak mengerti apa yang dimaksud ucapan 'biasanya' dari sang pembeli.

“Maaf, kak. Saya karyawan baru disini, jadi tidak tahu apa yang kakak maksud dengan biasanya. Boleh kakak jelaskan?” pinta Mashiho sedikit tidak enak.

Pembeli itu mendongak, menatap wajah manis Mashiho. Matanya berkedip cepat, serasa tidak percaya ada manusia yang selembut dan semanis Mashiho. Pembeli itu adalah, Park Jihoon.

“Eh, maaf ya tadi gak lihat wajahnya dulu”

“Santai aja. Kayaknya kakaknya udah langganan ya disini?” Mashiho mulai bertanya, hanya untuk sekedar basa-basi.

“Iya, udah langganan kesini. Pantesan tadi suaranya agak beda, ternyata karyawan baru”

“Ah ya, lupa. Perkenalkan, saya Mashiho. Karyawan baru sekaligus keponakan dari pemilik toko kue ini”

“Salam kenal, Mashiho. Gue Jihoon, santai aja gausah baku baku banget” Jihoon turut serta memperkenalkan dirinya.

“Oke, Jihoon. Jadi, mau beli apa?”

“Cupcake cokelat 6 ya, Mashi. Krim nya 1 strawberry, 2 oreo, 1 vanilla pake wafer diatasnya, 1 vanilla diguyur coklat dikasih Cherry. Pake kotak yang isi 6 kayak biasa” jelas Jihoon sambil melihat buku menu.

“Sip, tunggu bentar ya”

“Tuhan, gue boleh minta soulmate modelan dia gak sih? Atau dia aja yang jadi soulmate gue gitu, boleh gak? Manis banget gue gak kuat..” batin Jihoon.

Pembeli

_________

Pembeli, pertama. __________

Pembeli, pertama. _______________________

Truk sayur

Athala masih bingung dengan truk sayur yang berada didepannya sekarang ini. Mengapa harus memakai namanya? Siapa yang berani memainkan nama Athala? Jika Thala bertemu dengan orang itu, maka dirinya tak segan-segan untuk memikul wajahnya.

“Dor”

Plak

Athala terkejut, refleks menampar pipi manusia yang mengagetkan nya. Bagaimana tidak terkejut, bayangkan kalian ada diposisi Athala. Sedang asik melamun tiba-tiba dikejutkan dari belakang, tentu saja akan terkejut bukan? Apalagi Athala memiliki refleks yang buruk.

“Aduh, kenapa ditampar sih..” keluh sosok yang menampar Athala tadi.

“Maaf ya maaf. Lagian kamu sih pake ngagetin segala” ujar Athala tidak enak, tetapi dirinya belum menatap siapa manusia yang berani-beraninya mengejutkan dirinya.

“LOH JEYFAN????”

Iya, itu tadi Jeyfan Natana. Lelaki tampan yang semalam menanyainya tentang pacaran.

“Iya hehehe” balasnya dengan cengiran.

“Jangan ngagetin gitu lagi ah, ngeselin dasar” ucap Athala sedikit merajuk, mungkin.

“Maaf, salah siapa ngelamun. Ngelamunin apa sih?” tanya Jeyfan penasaran.

“Ituuu, ada yang pesen sayur se truk tapi pake nama gue. Ngeselin gak sih?” cerita Thala dengan nada yang menggebu-gebu.

“Oh, itu gue sih yang pesen” ujar Jeyfan Santai.

“ANJIR? LO???”

“BENER BENER YA—”

“Syuttt, diem. Dengerin penjelasan gue dulu oke?” sela Jeyfan ditengah omelan Athala. Tentu dengan jari telunjuk yang menyuruh mulut Athala diam juga.

Akhirnya Athala mengangguk pasrah.

“Jadi gini, gue tau ini kecepetan karena kita baru kenal semingguan. Tapi serius Athala, gue nyaman sama lo. Pertama kali ngelihat lo gue langsung kayak jatuh ke pesona lo?, gatau deh gue bingung juga. Ya intinya gitu. Jadi, mau pacaran sama Jeyfan gak Thal? Satu truk sayur itu buat bahan nembak gue ke lo”

“Jujur aneh Je, kita baru kenal semingguan terus tiba-tiba lo nembak gue—”

“Gapapa Thal kalo lo mau nolak gue, tapi nanti truk sayuran nya terima ya” lagi, Jeyfan memotong ucapan Athala.

Ctakkk

Dahi Jeyfan disentil agak keras oleh Athala,

“Dengerin gue dulu bodoh” kesal Athala.

“Iya-iya, maaf. Lanjut”

“— aneh karena kita belum terlalu deket. Aneh juga lo nembak gue pake se truk sayuran gini, tapi gapapa biar nanti Ibu gue gausah ngeluarin duit lagi buat nge stok dagangan. Jujur lagi, gue juga ngerasa nyaman sama lo Je. Gatau juga sih, biasanya gue jarang bisa langsung nyaman sama orang baru. Tapi lo beda. Jadi, gue gak bisa buat jawab 'enggak'. ” celoteh Athala panjang lebar.

“Intinya lo gak nolak gue, gitu aja kan?”

“Yapp”

Tanpa ba-bi-bu lagi, Jeyfan segera mendekap tubuh mungil Athala dengan erat.

“Thala, gue janji gak bakal ninggalin lo”

.

.

© DDY1SH

Sampai jumpa.

“Makasih ya thal, maaf banget ngerepotin kamu” ujar Jeyfan sedikit tidak enak.

Athala benar-benar menemani dan menunjukkan jalan selama Jeyfan berbelanja. Meskipun dengan hati yang sedikit kesal tetapi Athala senang menemani lelaki ini, akhirnya dirinya bisa berjalan-jalan sebentar tidak hanya duduk menunggu pembeli saja.

“Santai aja Mas, saya juga seneng kok nemenin mas”

“Panggil Jeyfan aja thal, kita kayak nya seumuran”

“Oh oke Jey, ada yang mau dibeli lagi?” Jeyfan segera mengecek daftar belanjaan dan barang barang nya setelah ditanya seperti itu dengan Athala.

“Udah semua kok thal” jawabnya setelah memeriksa semuanya.

“Gue pamit pulang dulu ya. Sekali lagi makasih banyak dan maaf ngerepotin”

“Iyaa. Hati-hati”

Jeyfan memberikan senyum manisnya sebelum dirinya benar-benar pergi untuk pulang dan memberikan titipan mama tersayangnya.

“Senyumnya ganteng banget...” gumam Athala

“AISH THALA MIKIR APAAN SIH”

first meet

Jeyfan menatap manusia di depannya dengan mulut sedikit terbuka, memalukan.

“Mas, mau beli apa?” tanya manusia yang menurut Jeyfan sangat manis.

“Ah, i-iya. Maaf saya melamun” Jeyfan menggaruk-garuk belakang lehernya yang tidak gatal.

“Ini daftarnya”

Athala menerima handphone Jeyfan yang ada daftar belanjaan nya.

“Mas, sebelumnya maaf. Tapi ibu saya cuman jual sayur-sayuran”

“Iya gapapa, yang ada disini aja”

“Yaudah, sebentar ya mas” ucap Thala sebelum meninggalkan Jeyfan untuk mencari pesanannya.

“Iya”

“Katanya mama saya, toko ini langganan dia” celetuk Jeyfan.

“Oh ya? Mama mas namanya siapa ya?” tanya Athala sedikit tertarik.

“Natania”

“Ohhh anaknya mama nat ya? Mama nat emang langganan disini. Tumben kok nyuruh anaknya yang beli” kata Thala sembari memasukkan sayur pesanan Jeyfan kedalam kresek.

“Mama nat? Mama udah deket kayaknya sama dia sampek disuruh manggil mama. Biasanya kan disuruh panggil tante aja” batin Jeyfan

“Gatau tuh, tadi kebetulan saya lagi keluar aja kali ya mangkanya dititipin”

“Hm gitu ya, ini mas udah selesai. Totalnya 15rb ya” Athala menyerahkan kresek putih berukuran sedang yang isinya sayuran.

“Makasih ya em?”

“Athala, panggil Thala aja mas”

“Ah ya, makasih ya thala” Jeyfan memberikan senyum manisnya.

“Thal ini tolong– loh ada pembeli” Ibu Athala sedikit kaget.

“Eh iya tante, saya disuruh mama buat belanja” ujar Jeyfan disusul dengan bungkuk kan badan.

“Oalah begitu, mamanya namanya siapa?” tanya Ibu Athala ramah.

“Dia anaknya Mama Nat, bu” sela Athala.

“Bu nat ya, pantesan agak mirip. Kamu pasti gatau jalan dipasar ini kan? Thal, temenin anaknya bu nat sana” suruh Ibu.

“Sebelumnya, namanya siapa ganteng?”

“Jeyfan, Bu”

“Yaudah Thal, temenin nak Jeyfan belanja sana”

“Bu, tap—”

“Gak ada tapi tapi nan ya thala” potong Ibu saat Athala ingin menolak.

“Iya bu” pasrah Athala.

“Saya pamit dulu ya, Bu. Nanti anaknya saya kembalikan kok” pamit Jeyfan.

“Bawa pulang juga gapapa nak Jef. Omong-omong namanya Athala” kata Ibu.

“Ibu mah gitu sama anak sendiri” Athala sedikit kesal.

“Hehe, udah sana temenin nak Jeyfan belanja” usir Ibu.

“Saya permisi, Bu” pamit Jeyfan, lagi.

“Hati-hati”

.

.

© DDY1SH