Hujan.
Dua pemuda berbeda usia kini tengah meneduh di kafe sederhana dipinggir jalan. Salah satu dari mereka memandang hujan dengan tatapan sendu, kesal karena acara yang telah ia rencanakan gagal karena hujan sedang turun. Sedangkan yang satunya sibuk menyesap coklat hangat favoritnya.
“Kak, gue udah pernah bilang belum kalo lo itu dunia gue?” celetuk Doyoung memecahkan keheningan.
Dahi Yedam mengerut, pertanda dirinya tidak mengerti apa yang sedang diucapkan adiknya ini. Tak lama kemudian, Yedam tertawa lepas. Menertawakan apa yang adiknya tanya 'kan tadi.
Doyoung memandang Yedam dengan tatapan kesal, “Kak, gue tanya itu harus dijawab. Bukan diketawain.”
“Hahaha, maaf maaf. Pertanyaan lo dangdut banget soalnya” tawa Yedam terhenti, dan berubah dengan raut wajah serius.
“Gue tanya, gue udah pernah bilang belum?” ulang Doyoung.
“Belum.”
“Tapi lo tahu itu 'kan?” Doyoung menatap manik sang Kakak dalam.
Yedam mengangguk, “Tahu. Dari perlakuan lo gue juga udah tahu kok.”
“Bagus. Kalo gitu, pacaran yuk?”
Yedam mendengus mendengar pertanyaan itu 'lagi'. Bukan sekali dua kali Doyoung menanyakan itu kepadanya. Padahal dirinya sudah berkali-kali mengingatkan adiknya itu untuk tidak menanyakan pertanyaan itu, lagi.
“Doyoung, udah berapa kali gue bilang jangan nanya gitu lagi.”
“Kasih gue alasan yang jelas dulu. Nanti gue bakal berhenti tanya begituan.”
“Oke. Coba lo amatin hujan, jalan, sama orang-orang diluar sana” perintah Yedam.
Doyoung menurut, dirinya memfokuskan pandangannya ke luar sana. Mengamati rintik hujan dan jalanan serta orang-orang yang berlalu lalang. Sesuai perintah Yedam.
“Anggap aja kalo hujan itu masalah, jalan itu hubungan yang bakal dijalani, terus orang-orang itu kita.”
Doyoung berdecak kesal, “Kak, to the point aja. Otak gue gak bisa mikir kayak lo.”
Yedam tertawa kecil, adiknya memang selalu menggemaskan dimatanya.
“Kalo misal kita beneran jalanin hubungan yang lo minta, gak selamanya kita bakal bareng, Doyoung. Hujan perlahan bakal turun, mulai dari gerimis sampek hujan badai. Sama kayak masalah yang bakal datang ke hubungan, awalnya masalah kecil tapi lama-kelamaan bakal jadi besar 'kan?”
“Dan orang-orang itu, anggap aja itu lo sama gue. Waktu gerimis atau masalah kecil kita masih bisa bertahan dan terus jalan. Tapi waktu hujan badai apa iya kita bakal lanjut nerobos hujan gitu? Enggak 'kan? Bisa aja salah satu dari kita milih lanjut nerobos dan bertahan, tapi enggak tentu sama salah satunya lagi 'kan?”
“Mangkanya gue selalu nolak kalo lo tanya begitu. Gue enggak mau kita pisah nantinya, Doy. Biasanya orang-orang kalo habis putus pasti canggung gitu 'kan? Gue gamau nantinya bakal gitu.”
Doyoung mengangguk, ia paham ke khawatiran kakaknya itu. Jujur setelah mendengar penjelasan Yedam tadi dapat membuat dirinya merasa lega. Selama ini ia hanya ditolak tanpa diberi penjelasan. Menyakitkan tapi Doyoung tidak pernah menyerah.
“Tapi, gue takut kalo lo bakal jadi milik orang lain kak. Gue gak mau hal itu kejadian” Doyoung mengungkapkan keresahannya.
“Tenang aja. Gue bakal nunggu lo kok. Gue bakal ada di samping lo, gue bakal nunggu lo sukses dan nantinya kita bisa lanjut ke jenjang yang lebih serius. Lo percaya gue 'kan?” tanya Yedam.
Bukan anggukan, tetapi malah gelengan yang Yedam dapat. Sedikit mengecewakan karena tidak sesuai oleh bayangan Yedam.
“Kok enggak?”
“Gue percaya kok sama lo, Kak. Tapi ya gak sepenuhnya. Bisa aja suatu saat nanti lo ninggalin gue, ya kan? Kejadian di masa depan nggak bisa di prediksi, Kak” jelas Doyoung.
“Hmm, bener juga” gumam Yedam.
“Yaudah kalo gitu, janji ya gak bakal ninggalin gue?” pinta Yedam.
“Nggak.”
Yedam mengerucutkan bibirnya, lagi-lagi tolakan yang ia dapatkan. Apakah ada yang salah dengan permintaannya?
“Gue nggak bisa janji kak, tapi bakal gue usahain. Takutnya kalo gue janji, nanti gue nggak bisa nepatin dan bikin lo kecewa.”
Yedam tersenyum lebar mendengar ucapan Doyoung. Segera saja tangannya naik dan menepuk-nepuk pelan kepala adiknya itu. Doyoung tidak protes, justru dirinya senang diperlakukan seperti itu.
Perlahan, rintik hujan mulai menghilang. Orang-orang mulai kembali melanjutkan perjalanannya. Doyoung segera meraih tangan kakak kesayangannya itu.
“Ayo pulang. Hujannya udah berhenti, minumannya juga udah gue bayar” ajak Doyoung.
Yedam tak menolak, dirinya segera beranjak dari tempat duduk dan mulai melangkah mengikuti Doyoung yang sudah menunggunya di depan pintu.
Semuanya membutuhkan proses, jangan terlalu terburu-buru untuk mengambil keputusan.
Jangan terburu-buru mengambil keputusan. Pikirkan dulu apa yang akan terjadi kedepannya. Yakinkanlah jika dirimu mengambil jalan yang benar, serta siapkan diri untuk menghadapi masalah yang akan terjadi di masa depan nanti.
© jeoly.