Dream.
Lagi-lagi Dia berada di tempat antah-berantah. Namun anehnya, dirinya tak merasa terancam ataupun tidak nyaman. Hal ini sudah terjadi berulang kali, tetapi dirinya masih tak mengerti dengan segala teka-teki ini.
Suasananya nyaman. Hatinya kembali tenang, segala rasa resah yang tadinya bersarang kini terbang ntah kemana. Rasanya seperti berada di rumah. Rumah yang benar-benar rumah, bukan hanya namanya saja yang rumah, namun suasananya juga seperti rumah baginya.
“Halo Kak? Kali ini tempatnya beda lagi ya, hehe.”
Suara siapa itu?
Rasanya tidak asing. Seperti sudah biasa mendengar. Namun, dimana wujudnya? Dimana batang hidungnya?
“Kak, di sini!” Seru orang itu, lagi.
Ia menoleh, dan gotcha! Itu dia sosok yang dicarinya!
Buru-buru Ia berlari menuju ke sana. Senyum manis terpatri di paras tampannya. Entah siapa namanya, yang terpenting auranya dahsyatnya luar biasa. Seperti sudah mengenal sejak lama, padahal tau namanya saja tidak.
“Aku denger, hari ini buruk ya?”
Anggukan sosok itu dapatkan. “Yaudah, sini peluk dulu biar cepat hilang yang buruk-buruk,” suruhnya dengan kekehan kecil.
Diberi instruksi seperti itu, Ia segera bergegas menubrukkan diri pada lawan bicara. “Kamu baik banget. Padahal aku nggak tau kamu siapa,” ucapnya disela pelukan.
“Kamu nggak perlu tau aku siapa. Yang terpenting aku bakal selalu ada buat kamu, kapanpun kamu butuh, aku bakal ada di samping kamu.” Ucapnya dengan tatapan mendalam.
“Kamu... Kenapa cuma ada di mimpi? Kenapa kita nggak ketemu di dunia nyata aja?”
Sosok itu tak menjawab. Ia hanya memberikan senyuman tipis penuh arti.
Yedam duduk termangu sambil memandang secarik kertas yang penuh coretan garis. Gambar itu, adalah gambar orang yang selalu ada dalam mimpinya. Orangnya selalu sama. Aneh, memang sangat aneh. Lebih anehnya lagi, Yedam selalu merasa nyaman di dekatnya.
“Kamu sebenernya siapa?” Monolog Yedam lirih.
“Pagi!” Seru seseorang yang baru saja menginjakkan kaki di kediaman Yedam.
“Eh, pagi kak,” jawab Yedam. Ia segera bergegas menemui sumber suara, lalu memberinya sambutan berupa pelukan hangat.
“Eits, masih pagi udah peluk-pekuk aja nih,” goda Junkyu. Iya, Junkyu, kekasihnya.
“Aku... Aku lagi bingung.” Suaranya sedikit terendam dalam kain, namun Junkyu masih dapat mendengarnya.
“Bingung kenapa ganteng?” Tanya Junkyu sambil menggoyang-goyangkan badan Yedam.
Yedam sedikit menaruh dagu di pundak Junkyu. Menghirup aroma parfum andalan si lelaki Kim. “Kakak pernah mimpi nggak? Tapi di dalam mimpi itu kakak berkali-kali ketemu sama orang yang sama tiap hari, setiap mimpi lah pokoknya.”
“Belum pernah. Emangnya kenapa?”
Pelukan tadi Yedam lepaskan perlahan. Kini Ia beranjak menuju tempat duduk ruang tamu, mengambil secarik kertas yang ditatapnya tadi.
“Orang ini,” Ia menunjuk bagian gambar wajah. “Selalu dateng ke mimpiku. Gak peduli dimana dan kapan waktunya, dia selalu ada. Aku nggak kenal dia, aku juga nggak tau dia siapa. Tapi anehnya, aku nggak merasa terancam dan asing di dekatnya. Malah aku ngerasa nyaman,” jelas Yedam.
Junkyu mengambil dan menatap lama kertas gambaran Yedam. Matanya terbuka lebar; terkejut dengan kenyataan ini. “Orang ini...”
“Kak Junkyu kenal?” Sambar Yedam segera. Junkyu mengangguk, “dia adik sepupuku.”
“Hah?”
Junkyu menghela napas panjang. “Ceritanya panjang, kamu yakin mau denger?”
“Yakin,” jawab Yedam mantap.
“Yaudah. Duduk dulu tapi, pegel berdiri.”
Dengan cekatan Yedam bergerak menuju sofa panjang ruang tamu. Tentu dengan Junkyu di sampingnya yang masih setia menatap gambar Yedam.
“Dia adik sepupuku. Namanya Kim Doyoung, biar singkat panggil aja Dobby. Semasa hidupnya dia memang pernah suka ke kamu. Suka banget malahan. Tapi ya gitu, cupu, gak berani langsung bilang. Waktu SMA kamu inget nggak, loker kamu tiap pagi selalu dipenuhi sticky note kalimat penyemangat? Iya, itu dia yang buat.”
“Semasa hidupnya? Dia udah.....?” Yedam tak berani melanjutkan kata-katanya.
“Iya. Dia udah pergi ke atas duluan. Karena kecelakaan yang, ah, aku nggak kuat jelasinnya. Parah pokoknya.”
“Oke-oke.. jangan dipaksa. Makasih ya kak, udah mau cerita,” ucap Yedam menenangkan.
“Sama-sama.” Junkyu diam sejenak, lalu lanjut mengucapkan beberapa kalimat, lagi. “Dia datang ke mimpimu karena pengen jaga kamu, mastiin kamu baik dan bahagia terus. Dari dulu juga begitu. Tapi dia beraninya cuma ngawasin dari jauh, atau nggak titip sesuatu sama ngingetin kamu lewat temen-temen mu,” jelas Junkyu.
“Kak,”
“Ha?”
“Anterin aku ke makan dia,” pinta Yedam.
“Oke. Tapi kamu mandi dulu sana, bauuuu,” suruh Junkyu.
“ENAK AJA! Aku masih wangi ya!!!” Kesal Yedam.
“Emang Kak Junkyu sendiri udah mandi?”
“Belum sih.”
“DASAR MANUSIA!”
“Halo Doyoung. Ini Yedam,” sapa Yedam sambil menebar potongan-potongan kelopak bunga mawar khas orang yang berpulang.
Seakan mendengar sapaan Yedam, pepohonan sekitar meliuk-liukkan tubuh mereka. Menyebabkan angin sepoi-sepoi menghias kegiatan berkunjung kali ini. Junkyu turut tersenyum tipis akan kejadian saat ini. Ia yakin, Doyoung melihat ini. Ia yakin, Doyoung sedang meloncat-loncat kegirangan saat ini. Dan ia yakin, Doyoung akan bertambah bahagia setelah kejadian ini.
“Hehe, maaf baru berkunjung ke sini. Soalnya aku baru tau tentang kamu hari ini.” Yedam mengelus pelan nisan bertuliskan nama adik sepupu dari kekasihnya.
“Kak Junkyu bilang kamu suka banget ke aku? Eh, atau sayang ya kira-kira? Hahaha.”
“Dam, aku tunggu di pinggir sana ya. Biar kegiatan kamu nggak terganggu,” pamit Junkyu. Yedam mengangguk. “Iya kak, paling sebentar doang kok,” jawab Yedam segera.
Lalu Ia kembali melanjutkan kegiatannya tadi. “Doyoung, kamu baik banget deh. Kenapa pergi duluan coba? Padahal belum sempat makan berdua sama aku huhu,” rengekan dibuatnya.
“Hah.”
“Takdir memang terkadang begini ya. Hus, gak boleh ngeluh, harus disyukuri,” tegurnya pada diri sendiri.
“Iya, aku bersyukur kok Doy. Bersyukur karena ada kamu yang selalu datang di mimpiku, kasih aku banyak rentetan kata semangat sama pelukan hangat. Coba kalau kamu masih ada, pasti kamu bakal terus-menerus diem gak bergerak. Ya kan? Memang setiap kejadian itu ada hikmahnya. Entah kecil atau besar pasti ada.”
“Tapi, di beberapa saat aku pengen kamu beneran ada di kehidupan ku Doy.” Manik bulatnya menatap sang cakrawala.
“Aku pengen ngerasain pelukan kamu setiap saat, nggak cuma waktu malam hari. Dipeluk kamu pagi-pagi enak kali ya, sambil diceritain gimana mimpimu malam itu, haha,” tawa miris mengalun dari bilah bibirnya.
“Kamu... Bahagia ya di sana? Maaf belum sempat ngasih kenangan paling indah buat kamu, selama kamu suka dan sayang ke aku. Jangan bosen buat terus datang ke mimpiku ya...”
”..karena kamu, perlahan mulai jadi tumpuanku.”
Yedam bergegas bangkit dari duduknya dan mengusap sebulir air mata yang menetes pada pipinya. Tak rela, namun kenyataan terus memaksa.
“Sampai jumpa dilain waktu, Doyoung.”
Setelahnya hanya terdengar suara sepatu yang bertolakan dengan tanah. Yedam berlari. Berlari meninggalkannya, Yedam pergi menjauh dari tempatnya.
Doyoung melihat semuanya. Benar-benar melihat bagaimana kesayangannya menumpahkan segala isi hatinya serta ucapan terimakasih pada dirinya. Dan juga ia mendengar dengan jelas saat Yedam mengatakan bahwa Ia perlahan menjadi tumpuan Yedam. Doyoung bahagia. Doyoung senang bukan main.
Akhirnya...
“Terimakasih kembali sudah datang kemari.”
“Maaf belum bisa memenuhi keinginan Kakak. Tapi, aku bakal terus mencoba buat jadi yang terbaik.“
“Kak Yedam,”
“Doyoung sayang Kak Yedam.”
“Benar-benar sayang.”
“Semoga Kakak terus bahagia dan baik-baik sama Kak Junkyu, ya,” harapnya.