write.as/jeongwooniverse/

Meet Kanaya and The Genks


Kanaya berdecak sebal melihat 3 kurcaci berjalan dibelakangnya. Caca, Yumi dan Thea benar-benar tidak bisa diam dari tadi. Pasalnya Mereka sibuk memoles wajah mereka sebelum bertemu dengan Danny.

“Eh, eh poni gue udah cantik belom?” Itu Yumi.

“Yaampun, lipbalm gue ketinggalan. Bibir gue kering banget. Caca bagi lipbalm dong.” Yang ini Thea.

“Gue bawa liptint tony moly sih, bukan lipbalm. Mau pake?” Jawab Caca.

Thea mengangguk dan memoleskan liptint tersebut dibibirnya.

Kanaya merotasi matanya. Gadis itu bahkan tidak perduli dengan penampilannya yang sudah kusam dengan muka kelelahan.

“Yaampun Kinan! Ayo kita cuci muka dulu. Muka lo kaya 10 tahun engga mandi.” Ujar Thea mendorong Kinan ke arah toilet diikuti kedua teman laknatnya.

Kinan menurut dengan malas. Tapi sebenarnya ia memang butuh cuci muka agar wajahnya terlihat lebih segar.

Setelah mencuci muka Yumi langsung mengoleskan sunscreen dan bedak tabur di wajah Kinan, diikuti oleh Caca yang mengoleskan liptint agar gadis itu terlihat lebih segar.

“Nah kan gini lebih fresh kelihatannya!” Ujar Thea bangga.

“Ngapain sih harus dandan? Cuma ketemu Om Om itu doang kalian lebay banget.”

“Hey! Om om mana yaampun. Danny gantengnya berkelas gitu kok dipanggil om om.” Yumi tidak setuju.

“Lagian dia cocok banget jadi abang gue kin, abang sayang maksudnya. Hahaha.” Caca tertawa atas bercandaannya yang garing.

Kanaya tidak menjawab dan masih menampakkan muka masam. Gadis itu yakin sekali 3 kurcaci ini akan mengacaukan waktu belajarnya dan sibuk mencari perhatian Danny.

Tidak. Kanaya tidak cemburu, ia hanya ingin belajar dengan tenang. Catat itu.


Danny melihat gerombolan siswi SMA itu menghampirinya, tapi matanya hanya tertuju pada satu wajah. Siapa lagi kalau bukan Kanaya. Lelaki itu mengukir senyum lebar hingga matanya menyipit.

Ia lalu mempersilahkan teman-teman Kanaya untuk duduk di belakang, sementara Kanaya tetap duduk dibangku sebelah Danny.

Mobil baru saja melaju, namun tiga teman laknat Kanaya sudah menodong Danny dengan berbagai pertanyaan.

“Kak Danny lulus S1 nya cumlaude ? Yaampun keren banget.”

“Kak Danny S2 nya di Inggris? IH AKU MAU JUGA KE INGGRIS.”

“Ya ampun Kak Danny kok keren banget siih, ajarin aku dong.”

Kanaya benar-benar ingin muntah melihat kelakuan teman-temannya yang berlagak sok imut. Pulang dari sini mereka sepertinya harus diberi pelajaran.

Kanaya juga sebal dengan Danny, bisa-bisanya lelaki itu menjawab pertanyaan mereka dengan senyuman setulus itu. Apa lelaki itu tidak sadar bahwa dia sedang digoda bocah-bocah SMA yang baru puber?.

Dasar Om Om genit. Batin Kanaya

Tidak cukup sampai disana ternyata.

Fakta yang terjadi di lapangan ternyata membuktikan bahwa 3 kurcaci itu hanya ingin bermain-main bertemu dengan Danny.

Mereka saling berebut perhatian Danny selama belajar bersama itu berlangsung.

“Kak Danny, ini yang rumus bangun ruang bener gini gak sih? Aku  bingung. ” tanya Caca sok imut padahal gadis itu mendapatkan nilai matematika tertinggi di tryout terakhir.

“Kak Danny, Ini soal fluida statis yang ini aku bingung pake rumus yang mana?.” Thea ikut bergabung padahal gadis itu merupakan peraih medali emas olimpiade fisika selama 2 tahun berturut-turut.

“Kak Danny soal stoikiometri yang ini bener ga sih gini jawabannya?” Yumi yang diberi julukan hands of Chemistry ikut nimbrung dalam drama yang mereka ciptakan.

Kanaya menghela nafas. Sejujurnya dia tidak fokus daritadi meskipun buku wangsit utbk berada di pangkuannya. Gadis itu lalu menghempas buku tebal itu keatas meja membuat keempat orang itu (red:thea,caca,yumi,Danny) menatap kearahnya terkejut.

“Mau ke toilet.” Ujarnya ketus.

Gadis itu membalikkan badan ke arah toilet, tanpa tahu bahwa ketiga temannya tertawa cekikikan dibelakangnya.

@.bil

Antara Langit dan Awan


Awan menghabiskan waktunya dengan mengulas kembali novel yang telah ia terbitkan. Hari ini tidak cerah seperti biasanya, cuacanya mendung dan terlihat akan hujan. Seketika ia khawatir dengan Langit yang hanya mengndarai sepeda motor. Takut abang kesayangannya basah karena hujan. Dalam hati, Awan berdoa semoga hujan turun ketika Langit sudah sampai dirumah sakit.

Tak lama, rinai hujan ternyata membasahi bumi. Seketika Awan langsung khawatir kalau abangnya kehujanan. Tak henti-hentinya lelaki itu memandang ke arah jendela berharap hujan mereda, juga melirik ke arah pintu berharap sosok Langit muncul disana.

Ceklek!

Daun pintu dibuka, muncullah sosok Langit yang terlihat kuyup buru-buru masuk menghampiri Awan.

“Kehujanan bang?” Tanya Awan, ada nada khawatir yang tersirat disana.

“iya nih.” jawab Langit sembari meletakkan donat pesanan Awan diatas meja.

“Katanya mau bawa kakak ipar? Mana?”

Langit tersenyum malu-malu.

“Anaknya malu ketemu sama kamu. Kayanya fans berat deh Wan.”

Awan tertawa. Ia lalu menyodorkan sebuah handuk kecil yang memang disediakan dalam buffet yang terletak disebelah ranjangnya. Langit menerima handuk tersebut lalu mengeringkan rambutnya.

“Awan, kalau suatu saat abang harus pergi jauh. Kamu jaga diri baik-baik ya? jangan makan donat terus, nanti sakit gigi, juga jangan pernah berhenti nulis. Kamu bilang kamu bahagia kan kalau nulis?”

“Emang abang mau kemana? Ke luar negeri?” Tanya Awan tidak paham.

“Ya, kan bentar lagi abang lulus kan. Mungkin abang gak kuliah disini. Takutnya ntar Awan kesepian.”

“Abang ada rencana kuliah dimana deh? Kalau enggak Awan ikut sama Abang aja, ikut ngekos, atau nanti kita sewa apartemen. Abang kuliah, nanti pas abang kuliah Awan gapapa di apartemen sendiri.” Ucapnya dengan wajah memohon.

Langit yang mendengar hal itu tersenyum, kemudian mengacak rambut Awan. “Gabisa banget jauh-jauh dari abang?”

Awan tersenyum lalu mengangguk. “Cuma abang satu-satunya yang Awan punya. Kalau abang pergi, Awan nanti main sama siapa? Awan gak punya tempat misuh-misuh lagi nanti, Awan gabisa minta saran tentang tulisan Awan sama orang lain selain abang.”

“Kan ada bunda. Nanti abang minta bunda untuk nemenin Awan selalu pokoknya, abang bilang sama bunda gaboleh ninggalin Awan meskipun satu detik. Hahaha.”

“Bakalan beda rasanya bang.”

Langit hanya tersenyum tidak menjawab.

“Eh abang keluar sebentar ya, ada yang ketinggalan.” ujar Langit sembari meletakkan handuk kecil tadi di kaki ranjang, kemudian daksa itu menghilang dibalik pintu.

Selang beberapa detik, bunda masuk dengan membawa makan malam. Wanita paruh baya itu meletakkan nampan berisi makanan disebelah donat yang dibawakan oleh Langit.

“Siapa yang datang nak? Kok ada donat?”

“Loh, tadi bang Langit sampe. Baru aja keluar, apa gak papasan sama bunda?”

“Langit?” Bunda mengerutkan kening. “Tadi gaada siapa-siapa di koridor, cuma beberapa suster yang lewat.”

“Mungkin bunda gak lihat, tadi baru aja dia keluar bener-bener beberapa detik yang lalu.”

“Ini handuk siapa?” Tanya bunda lagi.

“Tadi bang Langit kehujanan kan bun, terus Awan kasih handuk.”

“Tapi gak ada siapa-siapa tadi, bahkan koridornya sepi. Gak mungkin  bunda gak lihat Langit kalau emang dia keluat dari kamar ini.”

Awan kemudian merasakan seuatu yang janggal.

Tiba-tiba pintu ruangan Awan terbuka menampilkan figur seorang gadis yang telah basah kuyup terisak dengan baju penuh darah.

“Kamu?” Celetuk bunda kaget.

“Tante tolong! Tolong!  Langit kecelakaan dan sekarang kondisinya kritis! Tolong tante.!”

Awan yang mendengar hal itu sontak terkejut.

“GAK MUNGKIN!”

“Kamu jangan ngarang cerita ya!”

“Tolong tante percaya sama Starla. Tolong buang ego tante sesaat, anak tante sedang kritis. Tolong tante aku moohon!.” Gadis itu berbicara dengan nada permohonan yang begitu menyedihkan, tangannya masih berlumuran darah dan gemetar.

“Kamu siapa sih?! Jangan ngarang cerita! Bang langit baru aja dateng kesini ketemu aku!”.

“Awan, abang kamu bilang mau kenalin kamu sama aku kan? Aku penggemar kamu yang mau ketemu kamu hari ini. Aku yang mau dikenalin ke kamu. Sekarang, dia sedang kritis di ruang operasi. Langit kecelakaan dalam perjalanan menuju kesini.” Gadis itu terisak semakin menjadi.

Awan langsung melepas selang infusnya dan berlari keluar menuju ruang operasi.

“AWAN–” panggil bundanya.

Wanita paruh baya itu kemudian berlari keluar mengikuti putra bungsunya.

Tiba didepan ruang operasi, Awan langsung dihadang oleh Haga.

“BANG BILANG SAMA AWAN DIDALAM SANA BUKAN BANG LANGIT! BANG LANGIT BARU AJA NYAMPERIN AWAN! KAMI BARU AJA NGOBROL BARUSAN! BILANG KALAU DIDALAM SANA BUKAN BANG LANGIT! CEPAT BILANG KE AWAN!!”

“Awan, tenang dulu. Kita berdoa semoga dokter bisa mengusahakan yang terbaik untuk Langit.”

“Apasih! Orang bang Langit baru ketemu Awan! Kalian salah orang! Yang didalam sana gak mungkin bang Langit!”

Awan berteriak histeris. Sementara bundanya telah jatuh terduduk di lantai. Wanita paruh baya itu terisak kuat.

“Bunda! Kenapa bunda nangis!? Bunda percaya bang Langit didalam sana?! Tadi Awan baru ketemu! OH! Pasti bang Langit lagi ke toilet kan?! LEPASIN! Biar Awan yang cari bang Langit aja! Awan gamau dibohongin sama pembohong kaya kalian!”

Awan berusaha melepaskan tubuhnya yang dihadang oleh Haga. Namun kekuatannya tidak sebanding dengan kekuatan yang dimiliki Haga sehingga lelaki itu tak bisa berkutik.

“Awan dengerin! Sekarang, Awan berdoa biar Langit selamat. Kita cuma bisa berharap mukjizat datang kepada Langit. Awan harus ikhlas apapun yang terjadi.” Haga mencoba menenangkan Awan. Padahal lelaki itu juga rapuh.

Tubuh Awan melemah. Ia tak sanggup memberontak lagi. Lelaki itu kini terisak kuat. Isakannya terdengar pilu, membuat siapapun yang mendengarnya ikut merasakan sakit yang dialami Awan.

“Tapi tadi bang Langit datengin Awan.” Ucapnya lemah disela-sela tangisannya.

Haga memeluk Awan mencoba menenangkannya. Sementara itu bunda juga sudah terisak dibelakang mereka. Wanita paruh baya itu kemudian dihampiri oleh Starla dan diusap punggungnya, berharap hal itu dapat membuat bunda lebih tenang. Meskipun sebenarnya hati Starla sendiri sudah hancur berkeping-keping melihat kekasihnya berlumuran darah tepat didepan netranya.

3 jam berlalu, lampu ruang operasi telah padam, menandakan operasi telah selesai. Dokter keluar dari ruang tersebut dengan raut wajah yang tidak bisa didefinisikan.

“DOKTER! ABANG SAYA BAIK-BAIK AJA KAN DOK, BILANG SAMA SAYA KALAU ABANG SAYA BAIK-BAIK AJA!” Awan mencengkram lengan dokter meminta kejelasan.

Dokter menunduk dalam sembari menghela nafas. “Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi pasien tidak mampu bertahan lebih lama.”

Mata Awan membulat lebar. Seperti ada panah yang menghujam langsung ke ulu hatinya. Lelaki itu roboh ke lantai.

Terdengar isakan pilu dari bundanya dan Starla dibelakang sana. Sementara Haga tidak mampu membendung airmatanya, lelaki itu menangis dalam diam.

“KALIAN SEMUA NGAPAIN NANGIS SIH! BANG LANGIT ENGGAK PAPA!” Teriak Awan frustasi.

Suara ranjang yang didorong keluar dari ruang operasi mengalihkan perhatian semua orang. Awan bangun untuk benar-benar memastikan bahwa bukan Langit yang ada disana.

Lelaki itu membuka selimut putih yang menutupi daksa yang terbaring diatas ranjang tersebut.

Tangisnya pecah.

Wajah Langit terlelap damai disana.

Awan meremas bajunya. Lelaki itu menangis pilu.

“Abang–” lirihnya.

“Bang Langit jangan tinggalin Awan–”

Sesak, hanya itu yang dapat dirasakannya. Bahkan Awan lupa bagaimana cara bernafas dengan benar.

Tolong bangunkan Awan dari mimpi yang menyakitkan ini.

Langit yang menjadi tempat Awan untuk berteduh kini telah runtuh. Tidak ada lagi senyum bang Langit yang ceria. Tidak ada lagi tempat Awan berkeluh kesah. Tidak ada lagi tempat Awan bercerita. Tidak ada.

Kedengeran Ga?


Langit dan Starla berjalan beriringan keluar dari kantor OSIS, kedua daksa itu terlihat canggung untuk sesaat. Masalah pengunduran Langit sebagai ketua Panitia telah beres, mereka sangat beruntung karena Kak Juna dalam mood yang baik dan menerima alasan Langit melakukan pengunduran diri.

“Adek lo, sakit apa sebenarnya Lang?” Tanya Starla tidak ingin suasana canggung itu berlangsung lebih lama.

“Gagal Hati.” Ucap Langit lemah, ada sirat kesedihan dalam nada bicaranya.

“Maaf Lang–”

“It's okay Star. Dia juga ga suka dikasihani, selama ini gue ngeliat dia semangat banget untuk menjalani hari-harinya, itu ngebuat gue makin semangat buat ngejaga dia dari apapun yang bisa nyakitin dia.”

“Oh iya, hari ini dia ngadain online fansign gitu sama fansnya. Gue seneng banget liat dia semangat gitu. Bahkan dari tadi pagi gue udah bantuin dia biar gak awkward ngomong sama fansnya, Hehehe.”

wait‐ jangan bilang adek lo Cloudy?”

“Emang cuma Cloudy sih yang bikin online fansign hari ini.”

Mata Starla membulat seperti telur. “LANGIT ANJIR LO SERIUS? Gue penggemar berat Cloudy, sumpah. Jadi ternyata selama ini, penulis favorit gue itu adek lo?? Jadi Awan itu White Cloudy?” Starla seketika menjadi heboh sendiri.

Beruntung koridor yang mereka lewati tengah sepi, jadi gadis itu bisa bereaksi dengan bebas.

Langit hanya bisa tersenyum lembut melihat keterkejutan Starla. Bereaksi seperti itu membuat Starla terlihat menggemaskan di mata Langit. Entah dorongan darimana lelaki itu refleks mencubit pipi Starla.

“Gemes.” Ucap Langit sembari tersenyum.

Starla yang tadinya sempat heboh mendadak mematung.

Plak!

Gadis itu memukul lengan Langit dengan keras hingga lelaki itu mengaduh kesakitan.

“Bisa gak sih gak refleks gitu! Lo ga tau apa, yang dicubit pipi, yang berantakan hati!” Ucap Starla dengan wajah yang kini memerah seperti kepiting rebus.

Tanpa basa-basi Langit menarik Starla ke dalam pelukannya, membuat gadis itu mematung untuk kedua kalinya.

“Denger gak? Detak jantung gue?” Tanya Langit dengan suara nyaris seperti berbisik.

Ya Tuhan, tolong. Starla rasanya ingin pingsan ditempat.

“Lo gak deg-degan sendiri Star, gue juga. Kalau gue ajak lo untuk deg-degan sama-sama kedepannya, apa lo mau?” Tanya Langit kemudian.

Kalau Langit bisa melihat wajah Starla sekarang, ia pasti berpikir bahwa Starla sakit karena wajah itu kini berubah menjadi merah jambu.

Langit kemudian merasakan anggukan Starla dalam pelukannya. Lelaki itu tersenyum lebar.

“Gue gabisa janji jadi orang yang romantis Star, tapi kalau lo minta gue ngejaga lo, i'm gonna protect you with all cost. Gue bakalan ngelindungi orang yang gue sayang mati-matian.” Lanjut lelaki itu.

Jangan– please jangan jadi orang romantis. Gak romantis aja lo bisa bikin gue jantungan, apa lagi jadi orang romantis. Bisa mati berdiri gue. batin Starla.

Tiba-tiba ponsel Langit berdering membuat pelukan mereka terlepas. Langit buru-buru mengangkat ponselnya, menjawab panggilan dari seberang.

Detik ketiga panggilan itu diterima, wajah Langit langsung berubah kaku. Starla yakin ada sesuatu yang tidak beres telah terjadi.

“Maafin gue, gue harus pergi sekarang.” Ucap lelaki itu.

Starla mencekal tangan Langit. “Gue ikut, please.” Ujar gadis itu memohon.

Langit kemudian mengangguk dan membiarkan Starla mengikutinya.

@.bil

Kita yang Tak Bisa Bersatu


Dinda melangkahkan kakinya ke arah taman tempat pertama kali ia dan David berkencan. Gadis itu terlihat lebih lega dari biasanya. Entah apa yang akan terjadi hari  ini, ia berharap kedepannya dirinya dan David akan baik-baik saja.

Gadis itu duduk disebuah bangku taman. Tak lama sebuah suara menginterupsi kegiatannya.

“Dinda.” Panggil sebuah suara familiar yang sudah sangat ia hafal.

Gadis itu tersenyum lalu berbalik. Namun seketika senyuman itu langsung memudar kala Dinda melihat David tidak sendirian, melainkan dengan seorang gadis yang kini tengah duduk di kursi roda. Wajahnya pucat dan matanya sayu.

Dinda mengerutkan keningnya.

Sementara David mendorong gadis diatas kursi roda itu kearah Dinda. Gadis itu menatap Dinda lamat dan hangat. Tapi Dinda sama sekali tidak peduli, ia itu masih menahan ribuan pertanyaan yang menyambar dalam otaknya, menunggu semua penjelasan.

“Kak Dinda.” Panggil gadis itu lemah. Dinda tidak menjawab, ia mengepalkan tangannya.

“Aku Chloe.” Jelasnya.

Dinda menarik napas dalam, benar ternyata apa yang dipikirkannya.

“David, bukannya lo yang ngajak ketemu? Tapi kenapa bawa-bawa setan?” Kesal Dinda.

“Din, tahan sebentar ya. Ada yang mau gue jelasin. Please kita harus selesaikan semuanya.”

Dinda menghela nafas kasar. Dadanya terasa sesak. Mengapa David begitu tega dengan dirinya? Gadis itu benar-benar berharap mereka bisa memperbaiki semuanya, tapi mengapa David membawa benalu ini ditengah keduanya?

“Kak, aku mau minta maaf.” Ujar Chloe dengan suara lemah, namun masih terdengar oleh Dinda.

“Selama ini kakak salah paham. Kak David gak pernah selingkuh, aku yang salah. Aku yang datang kedalam hubungan kalian dan menghancurkan segalanya. Aku terlalu egois berpikir bahwa diri aku yang kurang akan segalanya ini cuma butuh kak David. Aku yang maksa kak David untuk tinggal dan menjauh dari kakak. Aku yang salah kak, aku maksa kak David tinggal dengan mengandalkan penyakit aku, mengandalkan umur aku yang udah ga lama lagi. Tapi sekarang aku sadar, sampai kapanpun hati kak David gabisa berpaling. Gimanapun caranya cuma kak Dinda yang ada di hati kak David.”

Dinda menghela nafas. Mencoba meredakan sesak di dadanya, namun mengapa rasanya semakin sakit?

“Aku tahu perlakuan aku gabisa dimaafin. Tapi aku tahu umurku udah ga lama lagi, aku mau menjelaskan semuanya sama kakak sebelum semuanya terlambat. Aku mau kalian kembali bersama kak. Tolong maafkan kak David.”

PLAK!

Sebuah tamparan mendarat di pipi Chloe.

“DINDA!” David terkejut.

“Hebat banget ya lo! Dateng-dateng minta maaf seenaknya setelah menghancurkan semuanya! Kaya gini lo dididik dari kecil?! Jadi benalu yang gak tahu malu! Iya??!!”

“APAA? UMUR LO GAK LAMA LAGI?” Dinda mengeluarkan senyum miring.

“Yaudah mati aja sana! Gue gak bakal maafin lo sebagai bentuk pelajaran, biar lo menyesal seumur hidup! Lo pantes untuk gak dimaafin! Lo pantes untuk menderita karena kelakuan jahat lo! Lo pantes untuk itu! Persetan masalah lo sakit atau engga. Lo gabisa membenarkan perbuatan lo cuma karena lo sakit! Kalau gitu kenapa gak bunuh aja gue sekalian terus ngelak alasannya lo gasuka liat gue hidup karena lo sakit!”

“No excuse for a bad attitude, bitch!”

Napas Dinda naik turun. Ia benar-benar tidak bisa mengendalikan emosinya. Gadis itu menatap Chloe dengan amarah menggebu-gebu seolah akan menelan Chloe hidup-hidup.

Chloe hanya menunduk menerima semua makian yang Dinda layangkan, tak ada pembelaan lagi. Dirinya sudah pasrah bahwa Dinda tidak mau memaafkannya.

“Lo! Bawa pergi iblis kecil ini dari hadapan gue sekarang! Gue gak sudi liat wajahnya!” Tunjuk Dinda ke arah David.

David menghela nafas. Ia mendorong kursi roda Chloe, namun tiba-tiba tangannya di tahan dengan Chloe.

“Aku bisa sendiri kak. Jangan peduliin aku, tolong temenin kak Dinda disini.” Gadis itu kemudian menekan tombol kursi rodanya dan menjauh dari sepasang mantan kekasih itu.

Dinda yang melihat hal itu masih tidak bisa berkata-kata. Gadis itu benar-benar merasa ditusuk begitu dalam.

“Din..” panggil David setelah Chloe menjauh dari sana.

“Gini ternyata maksud lo fixing everything? Lo sebenarnya sayang gak sih sama gue Dav? Kok lo tega sih Dav sama gue? Gue gak pernah berniat ninggalin lo, gue gak pernah berpikir ngelupain lo! Tapi apa? Bacot doang lo bilang sayang tapi apa yang lo lakuin semuanya jauh dari itu.”

David memegang pundak Dinda, namun langsung ditepis oleh gadis itu.

“Semua ini salah paham Din. Dari awal semuanya salah paham. Gue gak pernah berniat nyakitin lo. Maafin gue.”

“Gue cuma bantuin Chloe karena keluarganya udah pernah bantu gue pas gue lagi susah. Tapi gue gatau kalau Chloe ternyata suka sama gue.”

“Cukup–” Dinda tidak sanggup mendengar kelanjutannya.

Mata gadis itu memerah karena menahan tangis dan amarah, namun ia tak mau kelihatan lemah dihadapan David.

“Pergi!”

“Din, tolong–”

“PERGI GUE BILANG BRENGSEK! PERGI LO! LO GAK PANTES DAPETIN HATI GUE! PERGI! JANGAN PERNAH GANGGU GUE LAGI! PERGI!!!”

“Din, jangan gini–”

“PERGIIII! PERGI DAVID! JANGAN PERNAH MUNCUL DIHADAPAN GUE! SELAMANYA GUE GAK MAU KETEMU SAMA BAJINGAN KAYA LO.!”

David berlutut dihadapan Dinda. Lelaki itu kini menitikkan air mata, ikut merasakan sesak yang Dinda rasakan.

“Gue sayang sama lo Din, gue gak bohong. Gue minta maaf!”

“KALO LO SAYANG SAMA GUE LO GAK BAKAL NINGGALIN GUE! DARI AWAL! LO HARUSNYA TETEP PERTAHANIN HUBUNGAN KITA! TAPI APA?! LO MALAH MILIH BERSAMA CEWEK ITU KAN? SAYANG MACAM APA YANG LO MAKSUD DAV?!”

David terdiam. Lelaki itu tidak bisa berkutik atas apa yang dituturkan oleh Dinda.

“PERGI GUE BILANG! PERGI SEBELUM GUE TERIAK!” Gadis itu berteriak frustasi. Beruntung tidak ada siapapun disana.

Lagi, David lagi-lagi membuat Dinda patah dan hancur. David lagi-lagi menyakiti Dinda begitu dalam. Lelaki itu menyadari bahwa semuanya adalah kesalahan dirinya.

David bangkit dan berdiri dihadapan Dinda. Tidak ada harapan, bahkan sekarang kata maaf pun tidak cukup untuk mengobati semua luka yang telah ia torehkan bagi Dinda.

Gadis yang menjadi pusat dari semestanya kini benar-benar membencinya hingga ujung nadi.

“Din, jaga diri lo baik-baik ya. Maaf gak bisa membahagiakan lo. Makasih untuk 6 tahunnya.” Ucap David lembut. Lelaki itu kini berbalik dan berjalan pergi meninggalkan Dinda.

Dinda semakin merasakan sesak yang dalam. Gadis itu kini terjatuh, kakinya bergetar tak kuat menopang tubuhnya. Ia menangis sesenggukan ditengah taman sepi. Sementara David sudah pergi menjauh seperti yang diharapkan oleh Dinda.

Tak ada lagi Dinda dan David.

Rasa yang telah mereka pupuk selama 6 tahun kini telah berubah menjadi racun.

Mereka usai dengan berbagai bumerang yang membantai.

Hati keduanya remuk begitupula dengan lara yang dipupuk.

Janji untuk bersama hanya tinggal sebuah janji.

Karena Dinda dan David telah berakhir disini.

Kita yang Tak Bisa Bersatu


Dinda melangkahkan kakinya ke arah taman tempat pertama kali ia dan David berkencan. Gadis itu terlihat lebih lega dari biasanya. Entah apa yang akan terjadi hari  ini, ia berharap kedepannya dirinya dan David akan baik-baik saja.

Gadis itu duduk disebuah bangku taman. Tak lama sebuah suara menginterupsi kegiatannya.

“Dinda.” Panggil sebuah suara familiar yang sudah sangat ia hafal.

Gadis itu tersenyum lalu berbalik. Namun seketika senyuman itu langsung memudar kala Dinda melihat David tidak sendirian, melainkan dengan seorang gadis yang kini tengah duduk di kursi roda. Wajahnya pucat dan matanya sayu.

Dinda mengerutkan keningnya.

Sementara David mendorong gadis diatas kursi roda itu kearah Dinda. Gadis itu menatap Dinda lamat dan hangat. Tapi Dinda sama sekali tidak peduli, ia itu masih menahan ribuan pertanyaan yang menyambar dalam otaknya, menunggu semua penjelasan.

“Kak Dinda.” Panggil gadis itu lemah. Dinda tidak menjawab, ia mengepalkan tangannya.

“Aku Chloe.” Jelasnya.

Dinda menarik napas dalam, benar ternyata apa yang dipikirkannya.

“David, bukannya lo yang ngajak ketemu? Tapi kenapa bawa-bawa setan?” Kesal Dinda.

“Din, tahan sebentar ya. Ada yang mau gue jelasin. Please kita harus selesaikan semuanya.”

Dinda menghela nafas kasar. Dadanya terasa sesak. Mengapa David begitu tega dengan dirinya? Gadis itu benar-benar berharap mereka bisa memperbaiki semuanya, tapi mengapa David membawa benalu ini ditengah keduanya?

“Kak, aku mau minta maaf.” Ujar Chloe dengan suara lemah, namun masih terdengar oleh Dinda.

“Selama ini kakak salah paham. Kak David gak pernah selingkuh, aku yang salah. Aku yang datang kedalam hubungan kalian dan menghancurkan segalanya. Aku terlalu egois berpikir bahwa diri aku yang kurang akan segalanya ini cuma butuh kak David. Aku yang maksa kak David untuk tinggal dan menjauh dari kakak. Aku yang salah kak, aku maksa kak David tinggal dengan mengandalkan penyakit aku, mengandalkan umur aku yang udah ga lama lagi. Tapi sekarang aku sadar, sampai kapanpun hati kak David gabisa berpaling. Gimanapun caranya cuma kak Dinda yang ada di hati kak David.”

Dinda menghela nafas. Mencoba meredakan sesak di dadanya, namun mengapa rasanya semakin sakit?

“Aku tahu perlakuan aku gabisa dimaafin. Tapi aku tahu umurku udah ga lama lagi, aku mau menjelaskan semuanya sama kakak sebelum semuanya terlambat. Aku mau kalian kembali bersama kak. Tolong maafkan kak David.”

PLAK!

Sebuah tamparan mendarat di pipi Chloe.

“DINDA!” David terkejut.

“Hebat banget ya lo! Dateng-dateng minta maaf seenaknya setelah menghancurkan semuanya! Kaya gini lo dididik dari kecil?! Jadi benalu yang gak tahu malu! Iya??!!”

“APAA? UMUR LO GAK LAMA LAGI?” Dinda mengeluarkan senyum miring.

“Yaudah mati aja sana! Gue gak bakal maafin lo sebagai bentuk pelajaran, biar lo menyesal seumur hidup! Lo pantes untuk gak dimaafin! Lo pantes untuk menderita karena kelakuan jahat lo! Lo pantes untuk itu! Persetan masalah lo sakit atau engga. Lo gabisa membenarkan perbuatan lo cuma karena lo sakit! Kalau gitu kenapa gak bunuh aja gue sekalian terus ngelak alasannya lo gasuka liat gue hidup karena lo sakit!”

“No excuse for a bad attitude, bitch!”

Napas Dinda naik turun. Ia benar-benar tidak bisa mengendalikan emosinya. Gadis itu menatap Chloe dengan amarah menggebu-gebu seolah akan menelan Chloe hidup-hidup.

Chloe hanya menunduk menerima semua makian yang Dinda layangkan, tak ada pembelaan lagi. Dirinya sudah pasrah bahwa Dinda tidak mau memaafkannya.

“Lo! Bawa pergi iblis kecil ini dari hadapan gue sekarang! Gue gak sudi liat wajahnya!” Tunjuk Dinda ke arah David.

David menghela nafas. Ia mendorong kursi roda Chloe, namun tiba-tiba tangannya di tahan dengan Chloe.

“Aku bisa sendiri kak. Jangan peduliin aku, tolong temenin kak Dinda disini.” Gadis itu kemudian menekan tombol kursi rodanya dan menjauh dari sepasang mantan kekasih itu.

Dinda yang melihat hal itu masih tidak bisa berkata-kata. Gadis itu benar-benar merasa ditusuk begitu dalam.

“Din..” panggil David setelah Chloe menjauh dari sana.

“Gini ternyata maksud lo fixing everything? Lo sebenarnya sayang gak sih sama gue Dav? Kok lo tega sih Dav sama gue? Gue gak pernah berniat ninggalin lo, gue gak pernah berpikir ngelupain lo! Tapi apa? Bacot doang lo bilang sayang tapi apa yang lo lakuin semuanya jauh dari itu.”

David memegang pundak Dinda, namun langsung ditepis oleh gadis itu.

“Semua ini salah paham Din. Dari awal semuanya salah paham. Gue gak pernah berniat nyakitin lo. Maafin gue.”

“Gue cuma bantuin Chloe karena keluarganya udah pernah bantu gue pas gue lagi susah. Tapi gue gatau kalau Chloe ternyata suka sama gue.”

“Cukup–” Dinda tidak sanggup mendengar kelanjutannya.

Mata gadis itu memerah karena menahan tangis dan amarah, namun ia tak mau kelihatan lemah dihadapan David.

“Pergi!”

“Din, tolong–”

“PERGI GUE BILANG BRENGSEK! PERGI LO! LO GAK PANTES DAPETIN HATI GUE! PERGI! JANGAN PERNAH GANGGU GUE LAGI! PERGI!!!”

“Din, jangan gini–”

“PERGIIII! PERGI DAVID! JANGAN PERNAH MUNCUL DIHADAPAN GUE! SELAMANYA GUE GAK MAU KETEMU SAMA BAJINGAN KAYA LO.!”

David berlutut dihadapan Dinda. Lelaki itu kini menitikkan air mata, ikut merasakan sesak yang Dinda rasakan.

“Gue sayang sama lo Din, gue gak bohong. Gue minta maaf!”

“KALO LO SAYANG SAMA GUE LO GAK BAKAL NINGGALIN GUE! DARI AWAL! LO HARUSNYA TETEP PERTAHANIN HUBUNGAN KITA! TAPI APA?! LO MALAH MILIH BERSAMA CEWEK ITU KAN? SAYANG MACAM APA YANG LO MAKSUD DAV?!”

David terdiam. Lelaki itu tidak bisa berkutik atas apa yang dituturkan oleh Dinda.

“PERGI GUE BILANG! PERGI SEBELUM GUE TERIAK!” Gadis itu berteriak frustasi. Beruntung tidak ada siapapun disana.

Lagi, David lagi-lagi membuat Dinda patah dan hancur. David lagi-lagi menyakiti Dinda begitu dalam. Lelaki itu menyadari bahwa semuanya adalah kesalahan dirinya.

David bangkit dan berdiri dihadapan Dinda. Tidak ada harapan, bahkan sekarang kata maaf pun tidak cukup untuk mengobati semua luka yang telah ia torehkan bagi Dinda.

Gadis yang menjadi pusat dari semestanya kini benar-benar membencinya hingga ujung nadi.

“Din, jaga diri lo baik-baik ya. Maaf gak bisa membahagiakan lo. Makasih untuk 6 tahunnya.” Ucap David lembut. Lelaki itu kini berbalik dan berjalan pergi meninggalkan Dinda.

Dinda semakin merasakan sesak yang dalam. Gadis itu kini terjatuh, kakinya bergetar tak kuat menopang tubuhnya. Ia menangis sesenggukan ditengah taman sepi. Sementara David sudah pergi menjauh seperti yang diharapkan oleh Dinda.

Tak ada lagi Dinda dan David.

Rasa yang telah mereka pupuk selama 6 tahun kini telah berubah menjadi racun.

Mereka usai dengan berbagai bumerang yang membantai.

Hati keduanya remuk begitupula dengan lara yang dipupuk.

Janji untuk bersama hanya tinggal sebuah janji.

Karena Dinda dan David telah berakhir disini.

Chloe dan Anak yang Tidak Dianggap


David menghela nafas berkali-kali. Lelaki itu terlihat gusar menunggu dokter keluar dari ruang ICU. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa ada yang tidak beres dengan keluarga Chloe. Lelaki itu harus meminta penjelasan langsung dari Chloe.

David berjalan mondar-mandir didepan pintu. Tepat saat dokter membuka pintu ruang ICU David dengan sigap menghampiri sang dokter.

“Dok, gimana keadaan Chloe?” Tanya nya dengan wajah khawatir.

Dokter memegang pundak David. “Saat ini keadaannya baik-baik saja. Tetapi semakin lama jantungnya semakin melemah. Gadis itu mungkin tidak bisa bertahan lebih lama.”

David mengusap wajahnya kasar. “Sekarang apa saya boleh menemuinya dokter?”

Dokter tersebut mengangguk. “Tapi jangan tanyakan hal-hal sensitif yang memicu detak jantungnya menjadi lebih cepat ya.” Nasihat dokter.

David mengangguk pasti. Lelaki itu berjalan cepat melangkah kedalam ruangan. Ia melihat Chloe yang tidur dengan damai disana. Lelaki itu datang dan duduk ditepi ranjang Chloe.

Ia menggenggam tangan Chloe dengan lembut, juga mengusap kepala gadis itu perlahan.

Tak lama, gadis itu membuka matanya dan tersenyum melihat David. David membalas senyumannya hangat.

“Aku– nyusahin banget ya kak?” Tanyanya lemah.

David menggeleng. “Jangan ngomong yang enggak-enggak. Kamu cuma perlu istirahat.”

“Papa, mama, kak Mario pasti gabisa dateng.” Lanjut gadis itu lagi.

“Hey, ada aku disini Chloe. Aku bakal ada terus disisi kamu, gak perlu mikirin macem-macem.”

“Hidup aku menyedihkan banget kan kak? Dibuang sama keluarga sendiri. Terus ngerebut pacar orang cuma biar dapet perhatian yang gak pernah aku dapetin dari kecil–”

“Aku malu sama kakak. Aku malu sama kak Dinda.” Kini gadis itu menangis.

“Aku malu dan ngerasa hina karena udah jadi orang jahat yang memisahkan kalian. Cuma karena keegoisan aku. Padahal aku dan kak Dinda sama sama cewek, tapi dengan jahatnya aku bikin dia sakit hati.”

“Kalau kak David mau tau, aku setiap malam gapernah berhenti nangis. Nangis karena udah jadi manusia jahat yang memisahkan dua hati yang udah lama bersatu. Pada akhirnya, aku hampa, aku bahkan gak dapet apa yang aku mau. Aku cuma dapet penyesalan dan mimpi buruk setiap malamnya.” Ungkap gadis itu dengan wajah terisak.

David mendengar penyesalan yang dituturkan oleh gadis itu. Tak ada amarah, hanya perasaan kasihan dan simpati yang David rasakan saat ini.

Dari awal, Mario tidak pernah menitipkan Chloe karena keinginannya sendiri. Tapi karena keluarga mereka merasa terbebani dengan kehadiran Chloe. Fakta menyakitkan lainnya yang terungkap adalah, Mario bukan abang kandung Chloe.

Gadis itu diangkat menjadi anak dari sebuah panti asuhan. David tidak habis pikir bagaimana keluarga itu bisa berubah 180 derajat. Karena dari awal, David menganggap keluarga mereka adalah keluarga yang sangat baik karena telah membantu keluarganya. Tapi David tidak habis pikir mereka tega melakukan tindakan tidak berperikemanusiaan kepada seorang gadis kecil nan rapuh yang sedang merenggang nyawa.

“Karena keluarga aku gak mau menampung aku lagi, aku yakin setelah kejadian ini aku akan dikirim keluar negeri dan berobat disana seorang diri–”

“Sebelum aku meninggalkan semuanya, apa boleh aku meminta tolong sama kakak?” Ujar gadis itu memohon. Matanya berkaca-kaca penuh harap.

Tentang Jerome dan Cinta Pertama


Pernah mendengar tentang cinta monyet?

Benar, cinta monyet ini adalah perasaan suka yang dianggap 'sementara' dan biasanya terjadi pada usia sekitar 14 tahun.

Kamu, aku, kita bahkan seorang Jerome Allinson juga mengalami hal itu.

Kala itu ia merupakan bocah berumur 14 tahun yang masih sibuk bermain kelereng dengan teman-temannya. Lelaki itu tidak pernah berfikir bahwa dirinya akan bertemu dengan cinta pertamanya.

Hingga suatu hari, ia melihat seorang gadis berambut panjang duduk dengan nyaman diatas sebuah ayunan. Saat semua anak-anak bermain bersama teman-temannya, gadis itu tenggelam dengan sebuah buku berwarna pink tanpa perduli dengan sekitar. Seolah dunia hanya berputar pada dirinya.

Tidak hanya sekali, namun setiap hari sepulang sekolah ia menemukan gadis itu duduk disana. Karena penasaran ia mencoba mendekati gadis itu.

Bocah laki-laki itu menjulurkan sebuah eskrim kehadapan gadis berambut panjang. Berhasil, perhatian gadis itu teralihkan ke arah Jerome.

“Mau? Ini rasa stoberi.” Ucap Jerome.

Gadis itu hanya menatap Jerome dengan tatapan datar, kemudian kembali membaca bukunya.

“Kamu bisu?” Tanyanya.

Gadis itu kembali menatap kearah Jerome dengan tatapan kesal.

“Aku gak biasa berteman. Jadi gausah coba berteman sama aku.” Ujar gadis itu terganggu.

“Oh ternyata bisa berbicara.” Jawab Jerome.

“Mau kamu apa sih?”

“Ayo berteman. “

“Aku udah bilang gamau berteman sama siapapun!”

“Kamu butuh teman. Gak ada yang bisa hidup sendiri didunia ini.”

Gadis itu malah mengacuhkan Jerome dan bangkit dari ayunan yang ia naiki. Namun tiba-tiba saja ia tersandung dan terjatuh. Gadis itu memekik kesakitan.

Jerome langsung berjongkok dan mengulurkan tangannya berniat membantu.

“Lihat kan. Kamu butuh bantuan, karena itu kamu butuh teman.” Cecar bocah lelaki itu.

“Jangan takut, aku bukan orang jahat. Ayo naik kesini kita cari antiseptik. Kalau gak lukanya bisa infeksi. ” sambung Jerome lagi. Lelaki itu berbalik dan memberikan punggungnya.

Awalnya gadis itu ragu-ragu. Tapi kali ini dia bahkan tidak bisa berdiri karena lututnya terluka dan pergelangan kakinya keseleo.

Akhirnya dia menurut dan naik ke punggung Jerome. Jerome mencoba bangun dan membopong tubuh gadis itu yang ternyata lebih ringan dari yang Jerome bayangkan.

“Aku Jerome. Nama kamu siapa?”

Malu-malu, gadis itu menjawab dengan suara yang cukup kecil. “Dinda.”

Jerome mengukir senyum.

“Dinda, jangan takut berteman dengan siapapun ya? Memang tidak semua orang baik, tapi orang baik itu banyak.”

“Tapi orang jahat juga banyak. “

“Memang sih, tapi kita kan bisa memilih untuk berteman dengan orang-orang baik aja. Di dunia ini, kita gabisa hidup sendiri. Kita butuh orang lain. Kamu kenapa takut berteman?”

“Untuk apa berteman kalau cuma untuk diminta contekan. Tapi mereka gak pernah ngajak main. Aku gak butuh.”

Jerome tersenyum lagi.

“Kalau gitu aku bakalan ajak kamu bermain setiap hari, tapi kamu harus janji mau jadi temen aku.”

Jerome merasakan gadis itu mengangguk, membuatnya tenang.

Hari itu, gadis tertutup dan pemalu itu akhirnya memulai membuka dirinya kepada dunia setelah mengenal sosok Jerome.


Beberapa tahun kemudian, Dinda mulai bersikap ramah kepada orang-orang. Gadis itu masih tidak suka keramaian, tetapi ia tidak bersikap galak seperti dahulu. Hingga suatu hari gadis itu bertemu dengan seorang lelaki yang selalu menyendiri dan tidak pernah suka berkumpul di keramaian.

Dinda langsung mengingat kilas balik dirinya dahulu. Melihat lelaki itu membuat Dinda bercermin akan sosoknya yang tidak ramah dan benci dengan sesama.

Dinda mulai mendekati lelaki itu dan mencoba berteman dengannya. Persis seperti apa yang Jerome lakukan padanya. Perlahan mereka semakin akrab, sampai kedua manusia itu menaruh hati satu sama lain.

Persis ketika Jerome ingin mengungkapkan perasaannya kepada Dinda, gadis itu mendatangi Jerome dengan senyum sumringah.

Ia memeluk Jerome dengan erat dan berteriak kesenangan. Jerome tersenyum melihat Dinda yang samgat antusias menjadi penasaran, apa sebenarnya yang membuat gadis itu kegirangan.

“Gue jadian sama David!” Ungkap Dinda dengan wajah berbunga-bunga.

Disitulah Jerome patah, perasaan yang sudah ia pupuk selama beberapa tahun akhirnya layu dalam sekejap. Ia kira, Dinda bisa menjadi Dindanya. Ia kira, dirinya adalah dunia bagi Dinda. Namun ternyata Dinda telah berpaling kepada semesta lain yang mengisi relung hatinya.

Bukan semesta yang dihuni oleh Dinda dan Jerome.

Namun semesta yang dihuni oleh Dinda dan David.

WOULD YOU..


Alvaro berlari menemui Dinda yang sudah menunggu di Aula beberapa saat yang lalu. Senyum lelaki itu terlihat sangat sumringah dan bahagia.

“Udah lama nungguinnya?” Tanya Alvaro masih dengan wajah penuh senyuman.

Dinda menggeleng. “Enggak juga sih, tapi sedikit.“jawab Dinda sambil membentuk jari jempol dan telunjuknya berbentuk kerucut.

Suasana tiba-tiba berubah menjadi canggung. Alvaro menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

“Ada yang mau aku omongin.” Ucap Alvaro malu-malu. Lelaki itu bahkan sudah mengubah subjek dari gue menjadi aku. Membuktikan bahwa apa yang ia ingin bicarakan adalah serius.

“Dinda, makasih untuk perkenalan kita selama sebulan ini. Ada banyak hal yang aku pelajari dari kamu. Kamu yang masih bertahan disaat cinta kamu sedang diuji. Kamu yang gak pernah berhenti berjuang untuk bahagia meski sakit hati kamu tidak tertahankan. Dan kamu yang selalu mencoba bangkit dari keterpurukan. Itu semua bikin aku mengingat bagaimana kelamnya masa lalu aku, bagaimana kamu lebih bertahan dan lebih kuat dari aku. Makanya aku selalu bilang kalau kamu wanita hebat.”

Alvaro mencoba menggenggam lembut tangan Dinda. Ia mencoba menatap netra gadis itu dengan dalam. Tidak ada penolakan dari Dinda.

“Din, senyum kamu bikin aku menemukan dunia baru. Tatapan mata kamu yang cantik membuat aku sadar bahwa ada hal yang paling indah didunia, yaitu mata milik Adinda Azalea. Aku tenggelam dalam hangatnya tatapan kamu, aku selalu berfikir bahwa gak ada senyuman dan tatapan yang bikin aku kepikiran semaleman kalau bukan milik Adinda Azalea.”

“So—”

“Would you be the reason I'm falling in love again? After all of disaster happen in my own life, would you be the cure of my pain? Kita bisa mencoba untuk menyembuhkan luka satu sama lain. Kita bisa mencoba membuka lembaran baru dan membuat definisi bahagia milik kita berdua. Mau gak kamu melakukannya bersama Haris Alvaro?”

Ucapan pengakuan cinta itu terucap dengan lancar oleh Alvaro. Lelaki itu menatap dalam kearah manik coklat milik Dinda. Tidak ada siapa-siapa disana, hanya hembusan angin malam seolah menjadi melodi indah yang melatarbelakangi ungkapan hati seorang Haris Alvaro.

Dinda tersenyum. Gadis itu kemudian mengusap tangan Alvaro dengan lembut.

“Al–” panggilnya.

“Hmm?”

“Makasih ya, makasih udah berani mengungkapkan perasaan lo–” Gadis itu canggung dan masih tidak ingin mengubah subjeknya.

“Gue gak tau apa yang terjadi dengan lo dimasa lalu, tapi mengingat apa yang udah terjadi dengan mantan lo. Gue tau satu hal, lo terluka lahir dan batin. Dan butuh waktu lama untuk menyembuhkan luka itu kan?”

Alvaro mengangguk.

“Tapi, pernah gak kira-kira lo berpikir gini. Ketika dua orang yang terluka saling bertemu, kemudian berdalih bersama untuk menyembuhkan luka tersebut. Tapi akhirnya mereka enggak sadar bahwa  mereka akan menciptakan luka yang baru.”

“Seperti kata lo, gue juga lagi menerapkan cara mengikhlaskan. Tapi gue gak mau menjadikan lo pelampiasan dari hati gue yang terluka karena David.”

“Jadi, maaf–”

Alvaro menghela nafas.

“Maaf gabisa menerima lo untuk saat ini. Kita baru kenal dan gue dapet banyak banget hal yang bisa gue pelajari dari lo. Tapi saat ini, gue belum bisa membuka lembaran baru untuk mencintai yang lain. Gue lebih memilih menyembuhkan diri sendiri tanpa melibatkan banyak hati.”

“Boleh kan kita terus temenan kaya biasa?” Tanya dinda mengakhiri jawabannya.

Alvaro tersenyum. Lelaki itu kemudian mengangguk. Jujur ia kecewa, tapi ia menyembunyikannya dengan senyuman.

“Semangat Move On nya Din.” Ucapnya dengan nada melemah mencoba terlihat baik-baik saja.

CONFESSION NIGHT


Setelah penampilan dari vocal trio kebanggan Treasure University. Kali ini tiba penampilan solo dari Haris Alvaro. Sorak sorai kembali bergemuruh di bangku penonton. Begitupula Dinda yang spontan bersemangat melihat Alvaro yang sudah berdiri diatas panggung dengan sebuah gitar.

Lelaki itu tersenyum menatap Dinda. Seolah semangatnya kembali bangkit ketika melihat Dinda di bangku paling depan.

“Jadi, lagu ini gue nyanyiin buat seseorang yang spesial.” Ucapnya sebelum memulai pertunjukkan.

Semua penonton, terkhususnya kaum hawa menjadi histeris.

“Untuk lo, Makasih udah datang ke kehidupan gue dan membuat warna monokrom berubah menjadi pelangi.” Kali ini Alvaro menatap ke arah Dinda.

Gadis itu kini terlihat sedikit salah tingkah karena semua penonton juga melihat ke arahnya.

“Malam ini, gue mau nyanyi lagu lama. it's old but gold. karena bentar lagi bakal ada confession night gimana kalau gue yang mulai duluan? Lagu yang gue nyanyiin ini sekaligus jadi pembuka untuk confession night malam ini.”

Riuh penonton semakin membahana. Dinda sedikit risih karena ia tidak biasa dengan keramaian yang ditunjukkan untuk dirinya. Tapi gadis itu menahannya. Ia sudah berjanji untuk melihat penampilan Alvaro hingga selesai.

Gitar dipetik, Alvaro mulai menyanyikan lagu tersebut versi akustik.

I used to wanna be Living like there's only me But now I spend my time Thinking 'bout a way to get you off my mind (Yeah, you!) I used to be so tough Never really gave enough And then you caught my eye Giving me the feeling of a lightning strike

Jerome memperhatikan Dinda yang mulai menikmati alunan yang dimainkan oleh Alvaro. Gadis itu tidak melepaskan senyuman begitupula tatapannya kepada Alvaro.

Look at me now, I'm falling I can't even talk, still stuttering This ground I'm on, it keeps shaking Oh, oh, oh, now

Alvaro mengangkat tangannya keatas, diikuti oleh seluruh penonton.

“Semuanya!”

All I wanna be, yeah, all I ever wanna be, yeah, yeah Is somebody to you All I wanna be, yeah, all I ever wanna be, yeah, yeah Is somebody to you Everybody's tryna be a billionaire But every time I look at you, I just don't care 'Cause all I wanna be, yeah, all I ever wanna be, yeah, yeah Is somebody to you

Dinda mengikuti Alvaro bernyanyi hingga akhir. Gadis itu terlihat sangat senang dan terpukau. Begitupula para penonton yang ikut bernyanyi dari awal hingga akhir. Penampilan penutup dan pembukaan confession night berhasil dibawa oleh Alvaro.

Lelaki itu kemudian tersenyum bangga ke arah Dinda. Sementara Dinda membalas Alvaro dengan memberikan sebuah jempol menandakan lelaki itu tampil dengan baik.

Prolog


Namanya Danny

Lelaki dengan sejuta afeksi

senyumnya hangat sehangat mentari

Melihat senyumnya menciptakan kebahagiaan tersendiri

Namanya Danny

Lelaki cerdas dengan pikiran yang luas

semua hal yang dilakukan olehnya akan berbekas

Bahkan caranya mencintai juga sangat berkelas

Dia adalah Danny

Dia akan memperlakukanmu layaknya seorang putri

Dicintai olehnya adalah Keistimewaan yang hakiki

Mencintainya membuatmu merasa seperti seorang permaisuri

Dia adalah Danny

Jika dia sudah jatuh cinta, dia akan memberikan dunianya

Jika dia sudah jatuh cinta, berarti cintanya adalah cinta istimewa

Danny Darmawangsa, seorang lelaki yang namanya terukir dalam ingatan Kanaya Kinandita

@.bae