Pertemuan Tak disengaja
Praktikum telah berakhir. Dinda segera mengemasi peralatan labnya kedalam sebuah kotak agar barang-barang kaca itu tidak pecah. Ia menanggalkan jas labnya dan melipatnya asal.
“Buru-buru banget sih Din?” Tanya zarra yang masih melipat jas labnya dengan tenang.
“Udah ada janji.” Ucap gadis itu kemudian berlari meninggalkan laboratorium.
Zarra, Dio dan Jerome hanya saling berpandangan tak mengerti apa yang membuat Dinda terburu-buru pergi.
Dinda melihat kearah jam tangannya. Jarum sudah menunjukkan pukul 4 sore. Ia mencoba menelpon seseorang namun tidak ada jawaban dari seberang. Gadis itu kini berhenti didepan sekretariat UKM musik yang tertutup, sayup-sayup ia mendengar suara Yedam yang sedang mengecek nada.
Ruang UKM musik memang dibuat kedap suara, namun berdiri didepan pintunya membuat kita dapat mendengar sayup-sayup suara mereka yang sedang latihan.
Dinda menarik nafas, kemudian mengetuk pintu perlahan.
Tidak lama pintu terbuka, menampilkan figur Yedam berdiri dihadapannya.
“Dinda?” Panggil Yedam heran.
Gadis itu tersenyum, matanya menerawang kedalam ruangan mencari seseorang yang ingin ia temui. Namun tatapannya malah bertemu dengan visus seseorang yang ia hindari. Seseorang yang telah mematahkan hatinya. Netra itu menangkap atensi mantan pacarnya yang tengah menggenggam microfon seakan bersiap untuk bernyanyi.
Mereka saling menatap untuk beberapa saat, hingga tepukan Yedam menyadarkan Dinda dari lamunannya.
“Lo cari siapa Din?”
“Ah, Alvaro ada?” Tanya Dinda tersenyum ke arah Yedam.
“Alvaro?” Yedam mencoba memastikan. “OH Si Haris?? Tadi sih keluar sebentar anaknya—”
“Loh Dinda?” Alvaro tiba-tiba sudah berdiri dibelakang Dinda entah sejak kapan.
“Eh, hai!” Dinda menyambut kedatangan pemuda jangkung itu dengan senyuman tulus.
“Katanya lo ada praktikum? Kok disini?”
“Udah selesai kok, gue kesini mau liat orang pamer soalnya.”
Alvaro tertawa. Lelaki itu kemudian merangkul tubuh Dinda masuk kedalam ruangan. “Ayo masuk.” Ucapnya santai. Lelaki itu tidak tahu sama sekali bahwa didalam sana ada seseorang yang menatap kearah mereka dengan tatapan tak suka.
Awalnya Dinda ragu untuk melanjutkan niatnya melihat penampilan Alvaro. Namun jika ia lari, sampai kapanpun ia tidak akan berani menghadapi David.
Dinda menggenggam jemarinya sembari menguatkan hati. Mengacuhkan tatapan David yang sedari tadi tidak lepas dari dirinya. Gadis itu ingin menunjukkan bahwa ia tidak lemah dan bahagia saat ini. .
Yedam yang memahami atmosfer ruangan mulai tidak stabil langsung mengambil alih.
“Justin, ayo rekaman duluan.” Ujar Yedam. Justin pun langsung memasuki studio rekaman.
Sementara David masih teduduk di pojok ruangan menyaksikan Dinda yang bercengkrama dengan laki-laki lain. Lelaki itu jelas saja terlihat cemburu. Bagaimana tidak? Gadis yang sekarang berstatus sebagai mantan pacarnya itu kini sedang tertawa bahagia dengan seseorang asing bernama Haris Alvaro.
Tidak tahan, David akhirnya bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke arah Dinda. Yedam yang melihat hal tersebut juga refleks terbangun, takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
“Haris.” Panggil David dengan suara pelan. Ia menekan emosinya dalam-dalam.
Alvaro menoleh ke arah David, begitupula Dinda yang terkejut melihat David sudah berdiri di belakangnya.
“Boleh pinjem Dinda sebentar?” Tanyanya dengan nada hampir setengah berbisik.
David melihat ke arah Dinda dengan tatapan memohon. Dinda menghela nafas. “Gue bicara sama dia sebentar ya?” Dinda meminta persetujuan Alvaro.
Alvaro mengangguk santai. Lelaki itu kini tahu bahwa ada yang belum terselesaikan antar dua mantan kekasih ini. Karena tadinya Dinda sempat berbisik kepada Alvaro bahwa David merupakan orang yang selama ini ia ceritakan.
Mereka meninggalkan ruang ukm musik dan pergi ke taman belakang agar dapat berbicara lebih intensif.
“Apa kabar Din?” Tanya David basa-basi.
“Lo serius nanya kabar gue?” Balas Dinda terlihat abai.
“Din, ada kesalahpahaman yang belum gue jelasin ke lo. Gue mohon lo mau denger.”
“Apa dengan mendengar semua penjelasan ini bakal bikin keadaan berubah Dav?”
David terdiam, menatap Dinda dengan hati yang hancur. Ternyata Dindanya tidak ingin mendengar penjelasannya.
“Setidaknya lo tau kebenarannya Din, gue—”
“Gue capek Dav. Tolong, please banget jangan ganggu gue lagi bisa? Baru seminggu ini gue merasakan bebas dan lepas. Sebulan kebelakang gue ngerasa kaya Zombie. Gue ngerasa kaya hati gue udah mati total. Hampa rasanya, semu. Gue nunggu dan gak ada jawaban serta kepastian. Jadi please, leave me alone and give me some space, kita udah selesai.”
Gadis itu terus mencecar David dengan airmata yang terus mengalir. Hatinya sakit, tapi melihat David membuatnya ribuan kali menyakitkan. Dinda benar-benar lelah.
David berusaha mengusap airmata Dinda yang jatuh karenanya namun gadis itu langsung berpaling. Ia bahkan berlari meninggalkan David yang masih mematung disana.
Lelaki itu menghela nafas berat.
“gue kasih waktu ya Din? Nanti kalau udah waktunya gue bakal balik untuk bikin lo bahagia. Gue masih bisa melihat kasih sayang itu belum menghilang. At least gue tau, hati lo masih ada untuk gue.”