write.as/jeongwooniverse/

Tentang DinDavid dan Teman Makan Indomie


Dinda menepuk dadanya berulang kali. Gadis itu menangis kuat. Jeritannya terdengar pilu, mewakili jiwanya yang hancur berkeping-keping. Tidak pernah ia membayangkan bahwa hubungannya bisa kandas seperti ini.

Kepercayaan yang ia bangun begitu lama dengan seorang David Gionino kini hilang seperti debu yang ditiup oleh angin.

Hujan masih setia membasahi bumi, seolah menutupi air matanya yang jatuh agar tidak ada seorangpun tahu bahwa gadis itu sedang menangis.

Setelah naik taxi, Dinda meminta sopirnya untuk berhenti disebuah taman. Ia tidak sanggup pulang ke persinggahannya saat ini. Ia tidak mau ada yang melihat dirinya hancur.

“gue tau ini bakalan awkward, karena kita udah temenan sejak lama kan Din? Tapi gue suka sama lo.” ucapan David 6 tahun lalu terngiang dibenaknya. Itu adalah kali pertama David menyatakan cinta kepada Dinda.

Sebelum menjalin hubungan dengan David, mereka adalah sahabat dekat semenjak SMP. Bisa dikatakan bahwa separuh hidup Dinda sudah ia habiskan bersama David.

Ketika keluarga David terpuruk karena ayahnya bangkrut, kemudian bunda dan Ayah David bercerai. Dinda adalah saksi bisu kehancuran David kala itu.

“Hari ini Ayah mukul bunda Din, gue mau coba ngelindungin bunda. Tapi malah gue yang kena lempar vas bunga.” cerita David ketika ia datang ke sekolah dengan tangan penuh luka. Dinda dengan telaten mengobati luka David.

“Bunda sering bilang sama gue Din, orang baik itu jarang adanya. Makanya kalau gue ditolong sama orang baik, sebisa mungkin gue harus balas kebaikan mereka tanpa merasa terbebani. Karena hari ini lo udah nolong gue, nanti kalau gue udah sukses gue bakal ngasih apapun yang lo mau. Gue janji.”

David tidak mengingkari janjinya. Terbukti selama berpacaran, ia tidak segan-segan merogoh kocek berapapun asal Dindanya bahagia.

Lelaki itu tidak sering tersenyum dan tertawa seperti saat ini. Tapi Dinda datang membawa senyuman hangat dan berhasil membuat David keluar dari jurang kehancuran.

Ikatan mereka sudah terlalu kuat. Namun semuanya lepas dalam sekejap. Kenangan manis yang mereka ukir selama enam tahun lamanya sirna dalam semalam.

Tidak pernah tersirat dalam bayangan perempuan itu bahwa dia harus berpisah dengan seorang David Gionino. Entah bagaimana kehidupannya setelah ini, setelah dirinya dan David harus bertemu sebagai orang asing di kemudian hari.


Hujan masih setia mentupi tangisan Dinda. Tanpa menggunakan pelindung apapun, gadis tu masih setia berdiri dibawah hujan. Tubuhnya menggigil, tetapi ia masih tidak beranjak mencari tempat berteduh.

Gadis itu masih terisak. Hingga kemudian ia merasakan air hujan yang mengguyur tubuhnya berhenti seketika.

Dinda mendongak keatas memastikan apakah hujan benar-benar berhenti. Namun yang ia temukan adalah siluet seorang pria yang sedang memayungi dirinya.

“Kalau kamu menangis karena masalah hidup, percayalah kalau Tuhan itu tidak akan menyengsarakan hambanya. Tapi kalau kamu menangis karena masalah cinta, kamu menyia-nyiakan waktu kamu yang berharga.” Lelaki itu berucap dengan suara baritonnya yang terdengar sangat rendah.

Pria itu kemudian mengulurkan tangannya, mengajak Dinda untuk bangkit. Namun Dinda tidak merespon apapun.

“Gue bukan orang jahat kok. Lo kedinginan begini nanti bisa sakit.” Lelaki itu lalu mengambil sebuah jaket dari dalam tasnya dan memakaikannya untuk Dinda. Dinda masih terdiam.

“Gue lagi mau cari temen makan. Kalo lo gak keberatan, mau temenin gue makan indomie ga? Hujan-hujan begini enaknya makan mie ga sih?”

Hening. Dinda Tak menjawab. Lidahnya kelu, ia bahkan tidak sanggup berbicara.

Lelaki itu kemudian berjongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan Dinda. Ia lalu meletakkan ponsel miliknya di tangan Dinda.

“Kalau gue macem-macem lo bisa langsung telpon polisi. Hp gue jaminannya.”

Dinda terdiam sebentar,  melirik ponsel yang kini berada di genggamannya.

Entah dorongan darimana, Dinda pikir lelaki ini bisa dipercaya. Hingga akhirnya Dinda merapatkan jaket yang diberikan dan berdiri dari tumpuannya.

@.bae

Antara David, Chloe, dan Balas Budi.


David bergegas masuk kedalam apartemen Chloe yang sudah ia hafal kata sandinya. Lelaki itu menemukan Chloe telah tergeletak di atas tempat tidurnya dengan tangan berlumuran darah. Chloe menyayat nadi di pergelangan tangannya sebagai tanda bahwa ia tidak main-main.

Panik. David langsung menelpon emergency call dan membawa gadis itu ke rumah sakit.

David merutuki dirinya sendiri, harusnya ia tidak bersikap seperti itu kepada Chloe. Harusnya ia ingat pesan yang dititipkan oleh Mario ketika Mario mengajaknya berjumpa sebulan yang lalu.

“Alasan gue ajak lo ketemu, karena ada yang mau gue omongin Dav.” ucap Mario sebulan lalu.

“Adek gue si Chloe, lo ingat kan? Yang dulu masih main barbie-barbie an pas lo main ke rumah gue. “ David mengangguk.

“semenjak lahir, dia punya penyakit gagal jantung bawaan. Awalnya dia di prediksi engga bakal hidup lama. Tapi ternyata anugerah dari Tuhan, dia bisa bertahan sampai sekarang, itu juga merupakan anugerah buat keluarga gue—.”

“Dan kemarin dokter bilang bahwa semakin lama jantung Chloe semakin melemah. Tapi dia bersikeras pingin kuliah, dia pingin ngerasain hidup normal. Dia bilang sama gue, dia juga mau merasakan mencintai dan dicintai. Dia sampe mohon-mohon sama papa untuk bisa kuliah kesini.” cerita Mario panjang lebar.

Kala itu, David hanya terdiam mendengarkan sembari menaruh wajah simpati.

“Lo tau kan, gue juga gabisa jaga dia disini karena gue kuliah di Aussie. Boleh ga gue minta tolong jagain Chloe? Gimanapun gue khawatir sama dia Dav.”

Dan dengan mudahnya David mengangguk menyetujuinya. Bukan tanpa alasan. David sudah mengatakan bahwa dia akan membalas kebaikan orang-orang yang telah membantu dirinya di masa lalu. Ketika keluarga David bangkrut, Ayah dan ibu David bercerai. Keluarga Mario datang bak malaikat penolong memberikan bantuan kepada David dan bundanya.

Mereka bisa hidup seperti saat ini karena bantuan dari keluarga Mario, dan David tidak akan pernah lupa mengenai hal itu.

Hanya saja, David tidak pernah berfikir bahwa keadaan akan menjadi runyam seperti ini.

David tidak tahu bahwa sedari dulu Chloe sudah menyukainya.

David juga tidak menyangka Chloe akan bertindak sejauh ini untuk mendapatkan perhatiannya.

Tuhan, tolong David.


Dokter sudah memberikan akses agar David bisa masuk ke ruangan tempat Chloe di rawat. Beruntung Chloe telah melewati masa kritisnya. Gadis itu terlihat damai dalam balutan baju rumah sakit. David beranjak ke sebelah ranjang dan duduk disana.

Lelaki itu melihat wajah Chloe dengan seksama.

Cantik. Gadis itu sangat cantik, bahkan wajahnya bisa dikatakan imut. Tidak ada yang kurang dari diri Chloe sebenarnya. Dia bahkan bisa membuat siapapun jatuh cinta kepadanya.

Tapi, David sudah punya Dinda dihatinya. Ruang kalbunya sudah dipenuhi oleh Dinda. Dia tidak bisa mencintai gadis lain meskipun harus dipaksa.

Perlahan bulu mata lentik milik Chloe bergerak. Gadis itu mencoba membuka matanya. Dan menemukan David sebagai orang pertama yang ada disana ketika ia bangun merupakan hal yang sangat Chloe Syukuri. Karena ternyata, David benar-benar tidak meninggalkannya.

Tiba-tiba gadis itu menangis terisak, membuat David langsung gelagapan mencoba menenangkannya.

Chloe menggenggam tangan David dengan kuat. Gadis itu bahkan gemetar.

“Plis, jangan marahin Chloe lagi. Tolong jangan benci Chloe. Chloe beneran sayang sama ka David. Chloe gamau kehilangan ka David. please stay with me ka

Hati David mencelos. Dia tidak bisa berkata apapun. Lelaki itu membawa Chloe dalam pelukannya, mencoba menenangkan gadis itu.

@.bae

Tentang DinDavid dan Teman Makan Indomie


Dinda menepuk dadanya berulang kali. Gadis itu menangis kuat. Jeritannya terdengar pilu, mewakili jiwanya yang hancur berkeping-keping. Tidak pernah ia membayangkan bahwa hubungannya bisa kandas seperti ini.

Kepercayaan yang ia bangun begitu lama dengan seorang David Gionino kini hilang seperti debu yang ditiup oleh angin.

Hujan masih setia membasahi bumi, seolah menutupi air matanya yang jatuh agar tidak ada seorangpun tahu bahwa gadis itu sedang menangis.

Setelah naik taxi, Dinda meminta sopirnya untuk berhenti disebuah taman. Ia tidak sanggup pulang ke persinggahannya saat ini. Ia tidak mau ada yang melihat dirinya hancur.

“gue tau ini bakalan awkward, karena kita udah temenan sejak lama kan Din? Tapi gue suka sama lo.” ucapan David 6 tahun lalu terngiang dibenaknya. Itu adalah kali pertama David menyatakan cinta kepada Dinda.

Sebelum menjalin hubungan dengan David, mereka adalah sahabat dekat semenjak SMP. Bisa dikatakan bahwa separuh hidup Dinda sudah ia habiskan bersama David.

Ketika keluarga David terpuruk karena ayahnya bangkrut, kemudian bunda dan Ayah David bercerai. Dinda adalah saksi bisu kehancuran David kala itu.

“Hari ini Ayah mukul bunda Din, gue mau coba ngelindungin bunda. Tapi malah gue yang kena lempar vas bunga.” cerita David ketika ia datang ke sekolah dengan tangan penuh luka. Dinda dengan telaten mengobati luka David.

“Bunda sering bilang sama gue Din, orang baik itu jarang adanya. Makanya kalau gue ditolong sama orang baik, sebisa mungkin gue harus balas kebaikan mereka tanpa merasa terbebani. Karena hari ini lo udah nolong gue, nanti kalau gue udah sukses gue bakal ngasih apapun yang lo mau. Gue janji.”

David tidak mengingkari janjinya. Terbukti selama berpacaran, ia tidak segan-segan merogoh kocek berapapun asal Dindanya bahagia.

Lelaki itu tidak sering tersenyum dan tertawa seperti saat ini. Tapi Dinda datang membawa senyuman hangat dan berhasil membuat David keluar dari jurang kehancuran.

Ikatan mereka sudah terlalu kuat. Namun semuanya lepas dalam sekejap. Kenangan manis yang mereka ukir selama enam tahun lamanya sirna dalam semalam.

Tidak pernah tersirat dalam bayangan perempuan itu bahwa dia harus berpisah dengan seorang David Gionino. Entah bagaimana kehidupannya setelah ini, setelah dirinya dan David harus bertemu sebagai orang asing di kemudian hari.


Hujan masih setia mentupi tangisan Dinda. Tanpa menggunakan pelindung apapun, gadis tu masih setia berdiri dibawah hujan. Tubuhnya menggigil, tetapi ia masih tidak beranjak mencari tempat berteduh.

Gadis itu masih terisak. Hingga kemudian ia merasakan air hujan yang mengguyur tubuhnya berhenti seketika.

Dinda mendongak keatas memastikan apakah hujan benar-benar berhenti. Namun yang ia temukan adalah siluet seorang pria yang sedang memayungi dirinya.

“Kalau kamu menangis karena masalah hidup, percayalah kalau Tuhan itu tidak akan menyengsarakan hambanya. Tapi kalau kamu menangis karena masalah cinta, kamu menyia-nyiakan waktu kamu yang berharga.” Lelaki itu berucap dengan suara baritonnya yang terdengar sangat rendah.

Pria itu kemudian mengulurkan tangannya, mengajak Dinda untuk bangkit. Namun Dinda tidak merespon apapun.

“Gue bukan orang jahat kok. Lo kedinginan begini nanti bisa sakit.” Lelaki itu lalu mengambil sebuah jaket dari dalam tasnya dan memakaikannya untuk Dinda. Dinda masih terdiam.

“Gue lagi mau cari temen makan. Kalo lo gak keberatan, mau temenin gue makan indomie ga? Hujan-hujan begini enaknya makan mie ga sih?”

Hening. Dinda Tak menjawab. Lidahnya kelu, ia bahkan tidak sanggup berbicara.

Lelaki itu kemudian berjongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan Dinda. Ia lalu meletakkan ponsel miliknya di tangan Dinda.

“Kalau gue macem-macem lo bisa langsung telpon polisi. Hp gue jaminannya.”

Dinda terdiam sebentar,  melirik ponsel yang kini berada di genggamannya.

Entah dorongan darimana, Dinda pikir lelaki ini bisa dipercaya. Hingga akhirnya Dinda merapatkan jaket yang diberikan dan berdiri dari tumpuannya.

@.bae

Heartbreak at Anniversary


David menghidupkan lilin yang tertata diatas meja. Lelaki itu mengukir senyum lembut. Dia benar-benar berharap Dinda datang terkhusus untuk malam ini.

Banyak hal yang sudah David persiapkan, termasuk kado terindah yang David harap, Dinda akan menyukainya. Malam ini Lelaki itu ingin mengungkapkan bahwa ia akan mengajak Dinda ke jenjang yang lebih serius. Tidak langsung menikah, namun diikat dalam sebuah pertunangan.

Mungkin ini terkesan terburu-buru. Tapi malam ini setidaknya, ia ingin mengungkapkan kepada Dinda bahwa dia serius mencintai gadis itu. Gadis yang telah menerima untuk membersamainya selama 6 tahun ini. Gadis yang menemani jatuh bangunnya David selama 6 tahun ini. Juga gadis yang tidak pernah hilang dari pikirannya selama 6 tahun ini.

David menyayangi Dinda setulus itu. Tidak pernah sekalipun ia mencoba mencintai gadis lain selain dindanya.

Lelaki itu mengukir senyum manis sekali lagi, ketika melihat kotak beldu kecil berwarna biru yang ia genggam. Disana terpajang sebuah cincin perak dengan ukiran D ditengahnya. Simpel namun tampak mewah. Karena ia tahu, Dinda tidak suka sesuatu yang berlebihan.


Pukul 11.00 WIB, Dinda juga belum datang. David melenguh frustasi. Dia menyugar rambutnya sembari menghela nafas. Apakah Dinda benar-benar tidak akan datang?

Lelaki itu menggenggam kotak beldu kecil yang telah ia siapkan, kotak itu kembali dimasukkan kedalam sakunya.

Pasrah, David kemudian meniup lilin yang tertata diatas meja. Selesai sudah, sepertinya Dindanya benar-benar tidak datang. Pikirnya saat itu.

Namun, baru saja ia melangkahkan kaki ingin meninggalkan rooftop -yang ia sewa khusus malam ini- salah satu pintu rooftop terbuka dan menampilkan figur seorang perempuan dihadapannya.

“Chloe?” David mengernyit heran.

Baru saja David ingin bertanya, namun Chloe tiba-tiba saja berlari ke arahnya dan langsung menabrakkan bibirnya ke bibir David. Gadis itu merengkuh rahang David dengan paksa.

David terkejut sepersekian detik. Ia membelalak.

Karena tepat saat itu Dinda masuk dengan membawa sebuah kue tart besar dengan potret mereka berdua di tengahnya.

Tapi kini kue itu terjatuh, bersamaan dengan hancurnya hati gadis yang membawanya.

David langsung melepaskan pagutan Chloe dan menjauhkan tubuhnya.

“LO GILA YAA!!” Bentak David kepada Chloe.

Lelaki itu langsung pergi meninggalkan Chloe sendirian, sembari mengejar kekasihnya.

Jantung David berdetak kencang, bukan hanya karena berlari namun juga karena ia takut. Sungguh, ia tidak tahu bahwa akhirnya akan menjadi kacau seperti ini. Tuhan tolong David, dia benar-benar tidak ingin Dinda salah paham.

Lelaki itu terus berlari mengejar, hingga akhirnya dia mampu menggapai tangan gadisnya. Tetapi, Dinda memberontak kuat.

“LEPASIN BAJINGAN!” Dinda memaki. Wajah gadis itu dipenuhi airmata.

“Dengerin gue dulu Din! Pliss!!” David memohon, lelaki itu juga kini menangis. Ia benar-benar takut, ia khawatir Dinda akan salah paham.

“Semuanya salah paham. Plis dengerin gue!!.” Pinta David.

Dinda masih memberontak, ia menghempaskan tangan David dengan kuat. “KITA PUTUS!” Ucap Dinda final.

Gadis itu berlari memanggil taxi dan pergi meninggalkan David.

“Pu– putus?”

Tubuh David limbung, ia terduduk diatas tanah.

Lelaki itu tidak terisak, tetapi airmatanya mengalir bersamaan dengan rintik hujan yang jatuh membasahi bumi.

David patah, hatinya melebur, jiwanya hancur, semestanya luluh lantak.

@.bae

Love Me or Leave Me

Now playing: Love me or leave me—Day 6


P.s untuk kali ini aku tidak menyertakan lirik lagu biar kalian bisa lebih menghayati ceritanya.


Junghwan menghela nafas. Ia melihat ke arah Starla yang sedang sibuk mengunyah makanannya tanpa melihat ke arah Junghwan.

“Tugasnya udah selesai?” Tanya Junghwan basa-basi.

“Belum, tapi aku titip ke temen.” Jawab Starla masih tidak melihat ke arah Junghwan.

“Star, liat aku kalau ngomong. ” ucap Junghwan sedikit jengkel.

Starla melihat ke arah Junghwan dengan tatapan dingin. Gadis itu bahkan tidak berniat tersenyum sedikitpun.

Junghwan meletakkan sendok dan menopang dagunya. Dilihatnya Starla dengan lamat, mencari sesuatu yang tidak dimiliki olehnya. Tatapan Starla yang hangat, penuh cinta dan kasih sayang. Junghwan tidak memilikinya sama sekali.

Netra itu sudah menjadi beku semenjak kepergian Jeongwoo, kakak Junghwan 2 tahun lalu.

“Apa gak bisa belajar mencintai aku Star?”

Kali ini Starla yang meletakkan utensil nya dan menghela nafas. Gadis itu terlihat lelah dengan perdebatan kecil ini.

“Aku masih nyoba Wan, aku tau Jeongwoo nitip aku ke kamu karena dia gamau aku sedih. Tapi dia nitip raga aku, bukan hati aku.” Ini adalah kalimat terpanjang yang pernah Junghwan dengar setelah 2 tahun kebisuan dalam diri Starla sekaligus kalimat menyakitkan yang tidak ingin Junghwan dengar.

Lelaki ini mencintai kekasih dari kakaknya yang telah lama pergi dan takkan kembali. Amanat itu memang hanya mengatakan untuk menjaga Starla, bukan mencintai dan berharap dicintai oleh Starla. Tapi Junghwan tidak bisa menahan perasaannya. Pada akhirnya dia benar-benar jatuh kepada Starla.

Bisu menyergap, keduanya masih nyaman dalam keheningan tanpa berucap. Dua manusia itu larut dalam pikirannya masing-masing. Hingga kemudian, air mata itu mengalir hangat di pipi Starla. Gadis itu terisak dalam diam.

Junghwan merasakan sesak tak tertahan. Starla menangis, gadis itu menangis sudah pasti karena merindukan kakaknya. Lelaki itu menggenggam tangan Starla lembut, mencoba menyalurkan ketenangan disana.

“Kalau terlalu sakit untuk bertahan sama aku,  kamu boleh pergi.” Ucap Junghwan tertahan.

“Aku akan melepas kamu kalau kamu memang meminta untuk pergi Star.”

Junghwan mengeratkan genggamannya. Munafik jika dia mengatakan akan merelakan Starla. Tetapi, mempertahankan juga bukan cara yang terbaik.

Junghwan yakin pasti gadis itu akan menolak untuk meneruskan hubungan ini. Karena pada dasarnya, hubungan mereka hanya akan menimbulkan luka. Luka pada Junghwan yang mencintai sepihak, dan luka pada Starla yang tidak bisa melepaskan bayang-bayang Jeongwoo karena Junghwan.

Junghwan menguatkan hati. Egois. Dia ingin egois dan ingin Starla tetap melanjutkan hubungan ini.

Perlahan, ia merasakan Starla mencoba melepaskan genggaman tangannya. Junghwan menghela nafas pasrah.

“Maafin aku Wan.” Ucap Starla penuh sesal.

Gadis itu lalu mengambil tas nya dan meninggalkan Junghwan disana.

Junghwan mengehela nafas. Sesak yang tadi tertahan kini telah hilang berganti dengan sakit yang merayap di ulu hatinya. Kini hubungan itu kandas begitu saja.

Pada akhirnya Junghwan tahu, bahwa Starla adalah bintang yang tidak pernah bisa Junghwan gapai.

@.bae

Survey ala Jeyden


“Sendirian aja nih?” Sapa seseorang yang kemudian duduk langsung dihadapan dinda.

Dinda menarik sedikit laptopnya untuk melihat siapa yang berada didepannya.

“Jeyden? Ngapain lo disini?” Tanya Dinda terkejut.

“Jadi anak ekonomi gaboleh ke kantin Mipa?”

“Ih gak gitu bambang.”

Jeyden tertawa.

“Pantesan si David galau. Ternyata dia cemburu sama laptop.”

“Apaan sih jed hahaha.”

“Gue lagi survey, katanya Jihan mau masuk fakultas Mipa. Dan ngeliat lo begini, gue gak tega ngasih dia masuk ke sini. “

“Dih, emangnya gue kenapa?” Dinda menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.

“Ya gitu, pacaran sama tugas. Terus pasti uring-uringan setiap hari. Nangis-nangis setiap hari karena banyak beban, tapi tetep dikerjain juga.”

“Lo beneran cenayang ya??” Dinda mengkerutkan dahinya.

Jeyden tertawa lagi.

“Gue ramal, lo juga belom makan karena nugas. Lo hari ini lupa bawa bekal, terus tadi pagi kesiangan.”

Dinda membelalak, mulutnya ternganga.

“Jeyden, lo kripi anjir. Kok bisa bener semuaa?? Jangan-jangan lo ngintilin gue kan?  Ngaku lo!”

“Ya enggak lah gila!. Gue nebak ajaa.”

“Gak percaya! jangan-jangan lo ngintipin gue di kosan.”

“Gak ada kerjaan banget gue. Mending ngintip kucing mandi daripada ngintip elo.”

Dinda tertawa sembari menabok tangan Jeyden. Lelaki itu kemudian pura-pura kesakitan.

“Kuy lah makan. Masa nugas mulu Din, yuk temenin gue ke malioboro.”

“Gamau ah. Makan disini aja.”

“Percaya sama gue, pulang dari malioboro nanti lo makin semangat nugas.”

“Kalo gak gimana?”

“Kalau gak gue bantuin cari joki tugas deh buat lo.”

“Ah lo sama aja kaya David.”

Dinda menggerutu, tetapi gadis itu memasukkan laptopnya kedalam tas dan bersiap bangun dari tempat duduknya.

“Lah, mau kemana Din?”

“Kan lo ngajak ke malioboro, kambing.”

Jeyden tertawa lagi, kali ini matanya menyipit karena tertawa terbahak-bahak. 

“Gue itung ya, kalau sampe tiga gak jadi gue nugas lagi nih.”

“Iya iya bawel banget pacar orang.”

Semestaku tidak kembali


Chiara's pov.

Pernahkah kamu merasa begitu khawatir akan sesuatu sampai kamu merasa sesak akannya?

Aku pernah. Dan saat ini aku sedang merasa sesak yang mendalam. Entah bagaimana menjelaskannnya, sesekali aku merasa nafasku tercekat di tenggorokan dan tidak bisa melakukan inhalasi dengan lancar. Ini akibat dari terlalu khawatir.

Benar. Aku khawatir dengan Asahi. Sudah 3 jam semenjak terakhir kali kami berkomunikasi, namun aku belum mendapatkan satu kabarpun dari medan perang yang tengah dihadapi oleh Asahi.

Yoshi dan Woonyoung sudah tiba disini selama beberapa jam yang lalu. Namun Asahi dan Yedam tak kunjung datang. Firasatku benar-benar buruk. Aku takut sesuatu terjadi padanya. Aku tahu dia lelaki kuat yang tidak bisa merasakan sakit. Tapi bagaimana jika 'tidak bisa merasakan sakit itu' malah menjadi bumerang baginya.

“Asahi pasti baik-baik aja Chi.” Ini adalah ke 10 kali Yeji mengulangi ucapan itu.

“Kalau dia baik-baik aja dia pasti akan kembali kesini. “

“Kan dia udah janji sama lo bakal kesini.”

Aku terdiam tak menanggapi. Masih merasa khawatir karena dia belum menampakkan diri.

Selang beberapa menit, tiba-tiba aku mendengar suara ambulance dan suara sirine polisi dan suara mobil pemadam kebakaran bersaut-sautan didepan persembunyian kami. Sejujurnya kami tidak bersembunyi cukup jauh dari jalan raya. Sehingga apapun yang terjadi bisa lebih mudah untuk dijangkau.

Yoshi mencoba mengintip dibalik pintu. Sebuah senyum mengembang dari wajahnya. Ia langsung berjalan kearahku dengan sumringah.

“Yedam didepan Chi.” Ucapnya antusias.

Aku langsung berlari membuka pintu dan keluar. Aku melihat Yedam dan langsung menghampirinya dengan senang.

“Asahi mana Dam? Gue pingin ketemu!” Seruku antusias.

Namun ternyata, aku lengah. Tidak melihat bahwa kembalinya Yedam bukan dengan wajah yang ceria, melainkan dengan wajah tertekan dan mata sembab sehabis menangis. Lelaki itu lalu menjatuhkan tubuhnya, berlutut dihadapanku.

“Maafin gue Chia. Gue gabisa bawa Asa ketemu sama lo.” Ujarnya dengan suara putus asa.

Aku mematung. Duniaku terhenti sepersekian detik. Aku merasakan ada mata pisau menghujam tepat dijantungku.

“Gak- jangan bercanda Dam.” Ucapku mengelak.

Aku mencekal bahunya. “ASAHI JANJI BAKAL BALIK! DIA JANJI!” Aku berteriak, berharap Asa bersembunyi di suatu tempat dan mendengarnya.

Berharap bahwa ini adalah akal-akalan Asa yang ingin memberikan aku kejutan.

Jika ini adalah kejutan ini sungguh tidak lucu. Aku tidak membutuhkan kejutan apapun. AKU HANYA INGIN BERTEMU ASAHI!!

“JAWAB DAM! DIMANA ASA? INI GAK LUCU SAMA SEKALI.”

Bukannya menjawab, Yedam malah menangis lebih keras dari sebelumnya. Aku terus menggoncangkan bahunya memaksa lelaki itu untuk jujur. Tapi yang ia lakukan hanyalah menangis.

Yeji datang mencoba melepaskan cekalan tanganku di bahu Yedam. Tapi aku menepis kuat tangannya.

“JAWAB DIMANA ASAHI SEKARANG!” Teriakku dengan suara bergetar.

Namun nihil, pada akhirnya Yedam masih menangis sesenggukan.

Kemudian Yeji menunjukkan sebuah artikel kehadapanku. Artikel itu berisi tentang ledakan yang terjadi di sebuah lokasi pertambangan, dan yang lebih mengejutkan adalah, ada nama Asahi disana.

Bukan sebagai saksi mata, tetapi sebagai korban

Ini bohong bukan? Asahi tidak selemah itu.

Dia bahkan tidak pernah merasakan sakit di tubuhnya.

Asahi itu lelaki yang kuat. Dia tidak mungkin-

Tubuhku gemetar.

Airmataku mengalir tanpa paksaan.

Aku terduduk diatas tanah berpasir.

Dadaku sakit.

Sakit tiada tertahan.

Hatiku remuk.

Asahi? Apakah itu Asahi yang aku kenal?

Apakah berita itu memuat seseorang bernama Asahi yang berjanji akan kembali?

Apakah Asahi -

Tidak kembali?

“Chia, yang kuat ya.” Ucap Yeji memelukku sembari menangis. Ia menepuk lembut punggungku menenangkan.

Tapi pelukan itu sama sekali tidak menenangkan.

Tidak ada yang lebih menenangkan selain melihat senyum Asa.

Tapi Asa-

Asaku, benar-benar pergi?

Aku merasakan pusing yang luar biasa. Tiba-tiba semuanya menjadi gelap.

Semestaku ternyata tidak akan pernah kembali.

Misi Penyelamatan


Yoshi dan Yeji berjalan ke arah sebuah ruko yang terletak di sudut jalan. Jika dilihat dari luar ruko tersebut tampak seperti ruko biasa saja yang menjual berbagai cinderamata. Namun sebenarnya penjual cinderamata tersebut juga merupakan agen BIN yang menyamar.

Mereka berjalan memasuki ruko tersebut. Berdasarkan info dari Asahi, Chiara diamankan di lantai dua.

Yoshi dan Yeji berjalan pelan menaiki tangga. Namun saat tiba di sebuah lorong. Mereka berpapasan dengan 5 orang yang juga berjalan mengendap-ngendap ke arah ruangan tempat Chiara diamankan.

Yoshi menatap kening mereka, dan disana terdapat tato naga yang melambangkan orang-orang tersebut merupakan bagian dari kelompok Chizu. Yeji yang berhenti dibelakang Yoshi terlihat sangat deg-degan.

Yoshi kemudian memberi isyarat, tangannya membentuk angka tujuh.

Yeji mengeluarkan sebuah pistol dibalik sakunya.

“BUMI!” teriak Yoshi tiba-tiba.

Sepersekian detik, Yeji langsung memborbardir orang-orang itu dengan tembakan di kaki mereka. Tanpa basa-basi Yoshi juga langsung memberikan tendangan ke arah kepala mereka satu persatu. Sebagai informasi tambahan, peluru pistol itu telah terisi dengan bius dan tendangan Yoshi hanya diperuntukkan agar mempercepat mereka pingsan.

Kerjasama yang bagus, mereka benar-benar pingsan.

Yoshi langsung mendobrak pintu kediaman Chiara. Kedua manusia yang berada didalam sana terkejut. Yeji berlari menghambur kedalam pelukan Chiara.

Sementara Woonyoung melihat mereka dengan was-was. Ia mengenal Yeji, tapi tidak dengan Yoshi.

“Gue temen Asa, dan disini untuk nyelametin Chiara.” Yoshi menjelaskan tanpa diminta.

“Orang-orang kepercayaan Golden blood udah tiba diluar, biar gue aja yang ngurus, kalian plis bawa Chiara kabur yang jauh dari sini.” Sambung Yoshi.

“Tapi mau keluar darimana? Mereka udah ngepung lantai dua gara-gara suara tembakan kalian tadi.” Ucap Woonyoung sedikit kesal. Yeji melihat ke arah jendela. Mereka bisa kabur dari jendela, tapi untuk terjun kebawah terlalu tinggi. Mereka bisa membahayakan nyawa mereka.

Dengan sigap Yeji kemudian menarik tirai lusuh yang tersampir di jendela, ia mengoyak tirai itu menjadi beberapa bagian dan menjadi sebuah untaian panjang. Kemudian ia mengikat untaian itu ke sebuah tembok. Dan ujung lainnya dijatuhkan ke luar jendela.

“Cerdas.” Puji Yoshi.

“Sekarang kalian keluar dari sana dan gue bakal urus orang-orang ini.” -Yoshi.

“Biar gue bantu.” Ucap woonyoung kemudian.

Yoshi menatap Woonyoung remeh.

“Gue bahkan bisa bikin leher lo patah. Gausah anggap gue lemah cuma karena gue seorang cewek. ” ucap woonyoung tegas.

Yoshi terdiam. Selanjutnya, Yeji dan Chiara turun dari jendela sedangkan Woonyoung dan Yoshi menyambung pertarungan.


Setelah sampai dibawah, Yeji langsung menarik tangan Chiara untuk kabur, namun langkah mereka kemudian terhadang oleh seorang lelaki bertubuh tinggi dan berpundak lebar. Lelaki itu berkulit coklat dan memiliki mata sipit yang unik.

“Emangnya semudah itu?” Ucapnya menantang.

“Lo, perlu tau gue siapa?” Tanya Yeji.

“Oh mau kenalan dulu? Gue Justin, a prodigy child

I don't give a f*ck bij

Yeji membawa Chiara ke arah berlawanan. Tapi ada seorang lelaki berambut merah disana, menghalangi mereka.

Jika lelaki ini adalah Justin, pasti yang satunya adalah Rabbit-Yeji tidak tahu siapa nama aslinya- yang pasti mereka anak buah golden blood.

Yeji teringat ucapan Asahi, bahwa wolf dan Rabbit bukanlah petarung yang hebat, wolf selalu diandalkan melalui otaknya sedangkan rabbit pintar dalam memilah kata. Mereka tidak pernah terlibat pertarungan fisik sama seperti golden blood maka dari itu tidak sulit untuk mengalahkan mereka.

“Chia, lo tau kan kelemahan cowok ada dimana?” Bisik Yeji. Chiara mengangguk.

“Gue hitung sampe tiga.”

“1”

“2”

“3”

Yeji dan Chiara menendang kelemahan kedua lelaki itu dan berlari dengan cepat.

Berhasil. Kedua lelaki itu tidak berkutik dan gagal mengejar chiara serta Yeji.

___

Kebenaran dari Bunda


Asahi memasuki rumah mewah beraksen eropa itu dengan disambut beberapa pengawal. Begitu pula ketika ia beranjak menuju kamar bundanya, lelaki itu disapa dengan hormat oleh beberapa maid yang bekerja disana. Sebagai informasi tambahan, Asahi adalah pewaris tunggal dan merupakan putra salah satu dari 10 orang terkaya di Asia Tenggara.

Lelaki itu membuka pintu kamar bundanya dan tersenyum hangat. Bunda terlihat sangat terkejut melihat Asahi bisa tersenyum sehangat itu. Selama puluhan tahun Asahi hidup bersama sang bunda, lelaki itu bahkan selalu menunjukkan ekspresi datar tanpa emosi.

“Udah merasa baikan bun?” Tanya Asahi setelah duduk didekat ranjang bundanya.

Wanita paruh baya itu terlihat pucat dan lemah. Namun ia tampak memaksakan senyumnya kepada Asahi.

“Sangat baik karena ada kamu disini.” Ucap bunda hangat.

Lelaki itu kemudian menggenggam jemari bundanya.

“Ada apa bunda, tiba-tiba nyuruh Asa pulang?” “Ada beberapa hal yang perlu bunda ceritakan. Bunda mohon, kamu mau mendengarkannya sampai selesai. “

Asahi mengangguk. Bundanya mulai bercerita.

“Kamu tahu,  semua kekayaan yang kita miliki ini adalah turunan dari kakek kamu. Beliau yang mengusahakan agar anak dan cucunya tidak hidup dalam kemiskinan hingga 7 turunan. Kakek kamu adalah Fernando Allinson.”

“Mungkin di telinga kamu nama itu terdengar biasa saja. Tapi jika kamu menyebutkannya di dunia hitam. Para bandit akan berlari ketakutan bahkan bisa terkencing di celana.”

Asahi sedikit mengerutkan dahinya ketika sang bunda menyebutkan dunia hitam.

“Kakek kamu, mantan mafia tambang kelas kakap Asahi. Konon dia mampu bergerak dalam diam dan bersikap sangat kejam tanpa belas kasih. Bahkan hingga berpuluh-puluh tahun, pergerakannya tidak pernah tercium oleh pemerintah. “

“Hingga saat-saat mendekati akhir kehidupannya. Kakek kamu menyerahkan diri kepada negara. Dia bahkan memberikan 50% kekayaan dari hasil tambang yang ia kumpulkan selama ini untuk membantu negara dalam krisis moneter. “

“Tapi ternyata, hal ini dimanfaatkan oleh sebuah kelompok mafia baru yang juga merampas tambang dengan tindakan kejam. Kelompok mafia ini bernama Chizu, asalnya dari Jepang dengan ketua bermarga Watanabe. Mereka memang baru saja bergerak, namun karena kecerdikan mereka, mereka hampir menyaingi kakek kamu. Puncaknya ketika mereka merencanakan pembunuhan besar-besaran dengan menenggelamkan kapal Ayah kamu yang baru pulang menyusuri bagian selatan.”

Asahi terkejut. “Jadi, Ayah tidak meninggal karena kecelakaan?”

Bunda menggeleng. “Itu adalah pembunuhan berencana, ayah dan kakak kamu tewas karena berada ditempat yang sama.”

Bunda menghapus jejak airmatanya. Kendati demikian, beliau tetap melanjutkan cerita menyakitkan itu.

“Tujuan terakhir dari kelompok Chizu adalah mengambil tambang intan di Kalimantan. Karena itu merupakan tambang terbesar yang berisi ratusan intan, dengan harga tak ternilai.”

“Kakek kamu khawatir akan hal itu. Akhirnya dia membangun sebuah gerbang baja yang menutupi tambang tersebut. Kakek kamu membentuk teknologi mutakhir dimana gerbang itu hanya bisa dibuka dengan sidik jari pada saat itu. Ketika itu pula, kebetulan kamu lahir dengan jemari yang unik. Ada lambang salju dijari telunjuk kamu, akhirnya kakek kamu menetapkan bahwa hanya kamu yang mampu membuka gerbang baja tersebut.”

Asahi menatap jari telunjuknya, benar saja. Lambang salju itu masih terukir dengan jelas di jemari nya.

“Semenjak itu, semua informasi tentang kamu dipalsukan, kakek kamu membuat dokumen palsu agar kelompok Chizu tidak mengetahui siapa sebenarnya pemegang kunci gerbang baja itu. Bahkan, kakek kamu mengganti identitas cucunya yang sebenarnya seorang lelaki menjadi seorang perempuan dengan tanda lahir petir di tangannya. Lalu dia menyebarkan desas-desus agar mengalihkan perhatian kelompok Chizu untuk kamu.”

Asahi terhenyak. Jangan bilang kalau..

“Seorang perempuan?” Tanya Asahi khawatir.

Bunda mengangguk. “Kalau tidak salah namanya Chiara. Terakhir bunda mendapat informasi bahwa dia berkuliah di kampus yang sama dengan kamu.”

Asahi menghela nafas kasar. Ia mengepalkan tangannya hingga buku jarinya memutih.

“Mengapa harus mengorbankan orang lain untuk menyelamatkan keluarga kita! Bukankah sangat egois bertahan hidup dengan menumbalkan seorang gadis yang tidak bersalaah!” Nada Asahi meninggi.

“Bukan salah kakekmu nak, Ayah gadis itu yang menyerahkannya secara sukarela.”

“Maksud bunda?”

Bunda menatap langit-langit menerawang. Ia mencoba membuka kembali cerita luka yang sudah lama ia kubur dalam-dalam.

“Suatu hari, datang seorang lelaki meminta pinjaman kepada kakek kamu. Dia bukan lelaki yang baik, dia menghidupi keluarganya dengan uang hasil perjudian. Itu bukan kali pertama, tapi sudah kesekian kali ia datang untuk meminjam uang. Lelaki itu bilang ia akan berhenti berjudi, tapi nyatanya dia akan terus berjudi. Dia bahkan memohon sambil mengatakan 'kalau saya bisa memberikan anak saya kepada anda, saya rela asalkan saya mendapat uang dari tuan' begitu ujarnya kala itu.”

“Bajingan.” Asahi bergumam.

“Kakek kamu menyetujuinya. Karena itu semua hal tentang kamu dipalsukan dan diganti menjadi gadis bernama Chiara itu. Kakek kamu juga meminta bantuan kepada BIN untuk melindungi gadis itu semenjak saat itu.”

Asahi mengusap wajahnya. Mata lelaki itu memerah.

“Dan pada akhirnya, takdir membuat Asa mencintai gadis itu bunda.” Ujarnya lemah. Asahi seolah kehilangan tumpuannya.

Bunda yang mendengar hal itu terkejut.

“Benarkah?”

Asahi mengangguk. Bunda menggenggam jemari Asahi. “Karena itu,  tolong hentikan semua ini Asa, hentikan semuanya sekarang.”

Kembali, Asahi mengangguk lesu. Airmatanya tumpah mengingat semua beban yang telah ditanggung oleh Chiara untuk dirinya.

Lelaki itu kemudian berjalan keluar dari kamar bunda dengan hati yang begitu hancur. Ia berjalan ke arah balkon di lantai 2, sembari menghela nafas kuat.

Tangannya mengambil ponsel di saku, kemudian mengetik sebuah nomor dan membuat panggilan.

“Halo. Benar ini dengan Koala?”

Berpikir dengan Jernih


Zara mengelus lembut rambut Dinda. Gadis itu masih tergugu didalam pelukannya. Tidak ada yang bisa Zara lakukan, pada akhirnya semuanya kembali kepada keputusan Dinda.

“Bisa-bisanya dia main belakang setelah 5 tahun lamanya. Kalo bosan sama gue ya tinggal minta putus. Gausah selingkuh begitu. Apa gue kurang cantik?”

Zara langsung menginterupsi “Siapa bilang?? Dinda cantik kok cantik bangeet. Udah ya jangan nangis lagi.”

Dinda kemudian menghapus airmatanya. Lalu melihat ke arah ponsel.

“Huee gue lupa udah ngeblock David, jadi gabisa liat potonya lagi, hueee.”

Kening Zara mengkerut. Baru saja sahabatnya itu misuh-misuh gajelas sekarang udah kangen lagi dengan David.

Apakah bucin memang seperti ini bentukannya?

Zara memberikan tisu kepada Dinda, gadis itupun menumpahkan semua ingusnya disana.

“Lagian kenapa sama Amel sih?? Gue kan jadi insekyur. Secara Amel cantik, sexy, anggun. Beda banget sama gue yang asal jeplak dan gabisa anggun sama sekali, hueeee.”

Zara masih mendengarkan curahan hati sahabatnya itu sambil menyodorkan tisu, Dinda kembali membuang ingusnya disana.

“Udah Din udah ya nangisnya. Nanti lo sakit. Gue yakin kok ini cuma salah paham.”

“Tadi lo bilang liat dia sama cewek, terus sekarang bilang salah paham. Gimana sih Zar..”

“Tadi Jerome ngechat gue, katanya alasan David ke mall sama si Amel gara-gara nyari hadiah buat lo.”

Dinda terdiam.

hadiah?

“Terus apa gue harus percaya?”

“Sekarang, dalam lubuk hati lo yang paling dalam. Lo percaya gak sama David? Lo percaya gak David cuma sayang sama lo doang? Meskipun ada ratusan bahkan jutaan wanita cantik diluar sana?”

Dinda terdiam tidak menanggapi. Mata gadis itu kini membengkak karena kebanyakan menangis.

“Din, kalau dia milih cewek yang ciri-cirinya kaya Amel, dari 5 tahun lalu dia udah milih yang begitu. Tapi nyatanya, dia milih elo sejak 5 tahun lalu kan?”

Dinda mengangguk membenarkan.

“Gue bukannya ngebela David, tapi coba lo kasih kesempatan dia untuk jelasin ke elo. Nanti, setelah semuanya kalo lo ngerasa dia gak pantes untuk dimaafin, yaudah gausah dimaafin.”

Kali ini, Dinda benar-benar terdiam. Ucapan Zara langsung masuk kedalam telinganya dan diserap melalui otak. Dinda merenungkan ucapan Zara sedalam itu.

“Gue bakal ngasih waktu buat lo berpikir ya Din. Inget, pikir dengan jernih dan matang. 6 tahun itu bukan waktu yang singkat. Jangan ambil keputusan saat marah ya.”

Zara kemudian memeluk Dinda dengan hangat.

“Apapun keputusan lo, gue bakal dukung sepenuhnya.”