A Day with Gerald
Gita buru-buru memasuki Audi hitam yang telah terparkir didepan butiknya. Bocah gemblung a.k.a Geraldo Williams adik Gita sendiri sedari tadi telah mengirimkan pesan-pesan spam agar gadis itu segera keluar dari butik.
“Berisik tau ga!” Keluh gadis itu setelah menutup pintu mobil.
“Lama bangeet kaya penganten baruu!”
“Kan ada klien loh tadi bocah gemblung!”
Gerald menstarter mobilnya.
“Gue tadi beli sus strawberry, mau?” tanya Gita menyerahkan sepotong kue sus kehadapan Gerald yang sedang mengemudi.
Gerald langsung melahap sus didepan matanya hingga jari Gita pun ikut masuk kedalam mulutnya.
“JOROOK GEGE! INI KENA ENCES LUUUU IIHHH!!!!” gadis itu langsung misuh-misuh tak karuan. Gadis itu langsung mengambil tisu.
Gerald tersenyum kecil, lelaki itu masih mengunyah sus nya.
“Anjir! Git gue keselek!!” lelaki itu terbatuk-batuk.
Buru-buru Gita mengambil aqua gelas didalam tasnya dan menusuk sedotan lalu di sodorkan ke bibir Gerald.
“Kualat!!!” racau gadis itu mengejek.
Matahari mulai turun ke peraduannya. Lembayung senja bangkit dari tidurnya di ufuk barat. Beberapa kendaraan berbaris didepan mereka menunggu lampu merah berubah menjadi hijau untuk kembali melaju ke tujuan masing-masing.
Dalam keheningan itu, Gita memutar lagu dari spotify sembari menunggu lampu menjadi hijau.
“Inget ga dulu papa sering puterin lagu ini?” tanya Gita.
Sebuah lagu yang sangat familiar di telinga Gerald terlantun indah. Membangkitkan beberapa memori masa kecil yang tertidur sesaat.
Mungkinkah.. kita kan slalu bersama, walau terbentang jarak antara kita~ Biarkan~ kupeluk erat bayangmu tuk melepaskan semua kerinduanku~ kau ku sayang~ slalu ku jaga~ tak kan ku lepas~ slamanya~
dua saudara kandung itu kemudian larut dalam lantunan musik yang mengiringi sore hari mereka. Beberapa kenangan membuat mereka tersenyum satu sama lain, menandakan ada memori indah yang pernah mereka miliki sebelum semua hal mendadak menjadi abu-abu.
“Kalau papa masih ada, pasti dia bangga banget sama lo Git. Terlepas dari impian lo dan impian papa buat lo yang bertolak belakang, tapi karena sekarang lo udah ngebuktiin kalau lo bener-bener bisa jadi orang papa pasti bangga,” ujar Gerald.
Gita mengulas senyum, menatap cakrawala yang kini menampilkan warna oranye.
“Papa juga pasti bangga sama lo dek, bisa sarjana dan langsung dapet kerja.” balas gadis itu.
“Agib gimana Git?” tanya Gerald tiba-tiba.
Deg
pertanyaan itu akhirnya terlontar dari bibir sang adik, membuat Gita sedikit gugup.
“Gimana apanya? kabar dia? sehat kok,”
“Kok gak excited ditanyain Agib? biasanya bucin,”
Gita terdiam.
“Lagi ngambekan?”
Gadis itu masih tidak ingin menjawab, Gerald menghela nafas.
“Gue baru putus sama pacar gue, masa lo putus juga?”
Gita menepuk paha Gerald kuat membuat lelaki itu mengaduh kesakitan.
“SAKIT GENTONG!!”
“Bisa gak sih kalau ngomong di filter duluuu?”
“Gabisa, kalau emang gamau putus ya baikan lah!”
“Lo gak paham!”
“Yaiya gue gak paham, orang yang ngejalanin lo sama Agib. Gue juga gabakal ngasih nasihat motivasi agar hubungan langgeng atau tutorial minta maaf sama pacar, soalnya bukan urusan gue juga,” jelas Gerald Panjang lebar.
Gadis itu menggigit bibir bawahnya, tangannya mengepal geram mendengar ucapan Gerald yang sejujurnya 99% benar.
“Pacar gue kemarin, pas berantem gara-gara cemburu over banget sampe gue diemin seminggu. Doi ngarep gue ngechat dia duluan, gue bukannya gamau ngabarin duluan, tapi gue mau dia intropeksi diri dulu, eh malah dia nelpon gue minta putus,”
“Terus?”
“Ya gue iyain, soalnya dia minta. Masa gue tahan-tahan?”
“Dek, lo tuh harusnya peka kalau dia tuh mancing biar lo minta maaf,”
“Git, kalau mau mancing ga dengan kata putus juga. Bagi gue kalau dia udah ngomong putus, berarti dia emang udah gamau jalan sama gue lagi,”
“Gaada romantis-romantis nya anjir,”
“Romantis apaan sih? gue bukan penganut paham cewek selalu benar. Gue penganut manusia bisa salah dan bisa benar ga pandang gender,”
Kali ini Gita terdiam. Dia tidak menjawab lagi ucapan Gerald karena memang nyatanya sang adik sangat berpikiran logis dan realistis. Persis seperti apa yang diucapkan oleh Ajun tempo hari.
“Udah sampe,” ujar Gerald kemudian sembari menaikkan rem tangan.
Gita melihat sekeliling, keningnya berkedut bingung.
“Loh? ini kan bukan rumah kita? ngapain lo parkir di basement mall?”
Gerald tersenyum jumawa, “Makan malam biasanya harus pake gaun yang cakep kan?”
“Lo mau beliin gue gaun?”
“Cepetan turun!! banyak nanya kaya operator hape,”
Gita mendengus lalu tertawa, dalam hati gadis itu bersorak girang karena ternyata dibalik sikap cuek sang adik, tersirat kasih sayang yang malu-malu untuk ditampakkan.