Bertemu
“Rahayu plis lo bisa gak berhenti ngekorin gue?”
“Aku takut, disini aku ga kenal siapa-siapa,”
“Yaudah sama oma aja sana, lo kan kesayangannya oma,”
Percakapan kedua wanita itu terdengar di seluruh koridor kosong menuju toilet. Gita yang sedang memoles lipstick nya menangkap suara-suara asing yang baru menyapa, namun berusaha untuk acuh.
“Gita kan?” Panggil sebuah suara membuat Gita berbalik.
Tersenyum, gadis itu mengangguk.
“Haiiii lo cantiiik bangeett aslinyaa,” gadis berambut panjang itu terlihat sumringah dan langsung memeluk Gita serta menempelkan pipinya dengan pipi Gita bergantian.
“Icel nih pasti,” tebak Gita.
“Ayeay, calon besaan.” Lalu mereka berdua tertawa serempak.
Dua wanita dewasa itu tampak langsung akrab meski di pertemuan pertama.
“Hai Rahayu,” sapa Gita kemudian, mencoba mencairkan suasana.
Gadis itu hanya mengangguk sembari mengulas senyum canggung.
“Ih lo pake somethinc ya?” Tanya Gisel ketika melihat isi pouch make up Gita.
“Iya, gue suka cushion nya itu kaya matte nya yang gak bikin kering gitu loh Cel,”
“Ih bener banget, gue juga make ini loh betewe, tapi ga bawa hari ini,”
“Yaudah ini pake ajaa,”
“Anjir ini kan retro matte dari Mac kan? Cakep banget warnanyaa,”
“Gue tuh udah menjelajah dunia perlipstikan dan holy grail gue banget yang ini sama satu lagi yang pure color envy sculpting punya estee lauder”
“Ih sumpah itu baguus bangeet,” Giselle menyetujui dengan antusias.
Pada dasarnya wanita itu, kalau sudah bertemu dan punya ketertarikan yang sama, pasti pembahasannya langsung nyambung dan gak habis-habis.
Kedua kaum hawa pecinta fashion itu pun langsung akrab seperti sudah bersahabat sejak lama. Melupakan fakta bahwa ada wanita lugu lain yang berada disana. Tidak mencoba bergabung karena tidak mengerti.
“Apa cuma aku, yang udah 26 tahun tapi masih make bedak tabur sama liptint aja?” Sela suara itu ditengah keseruan Gita dan Giselle berbicara tentang make up.
Pembicaraan keduanya langsung terjeda.
Giselle menatap Rahayu dengan tatapan tidak suka.
“Iya, cuma lo doang. Terus lo merasa spesial gitu?” Cerocos Giselle tak suka.
ni orang bau-baunya mau jadi pick me girl kayanya.
“Aku bersyukur aja sih, tampil apa adanya, cuma hari ini aja terpaksa karena acara mbak Rena,” jawab Rahayu kemudian.
Giselle terlihat tidak suka, baru saja gadis itu menarik nafas untuk memaki Rahayu tapi tertahan oleh dering ponsel Gita.
“sayang,” panggil suara diseberang sana.
Meski tidak menggunakan loud speaker keadaan toilet yang sunyi dan suara Agib yang cukup keras cukup untuk didengar oleh Giselle dan Rahayu.
Ada raut terkejut disana.
“tolong bilang sama Icel suruh balik kesini ya, mau foto keluarga besar.” sambung Agib di telepon.
“Oh iya, aku sampein ke Giselle,”
“disini rame banget Git, kamu kalau belum bisa balik sama Giselle gapapa, nanti aku jemput aja,”
“Apasi jemput-jemput, kaya pulang sekolah aja,” canda gadis itu, Giselle terkikik geli.
“Gaksih, aku kangen aja. Pokoknya kamu gaboleh balik kesini sendiri, nanti aku samperin. Rame banget disini takut kamu diculik,”
“Dasar bulol! Agib lo bulol banget geli gue dengernya,” sambung Giselle yang ternyata dari tadi mendengar percakapan mereka.
“sirik lo ya, jomblo diem aja deh.” jawab Agib disana.
Lalu telepon ditutup.
Giselle buru-buru memoles sedikit cushion dan Lipstick milik Gita. kemudian pamit dengan Gita setelah bertukar kontak dengan gadis itu. Ia bahkan langsung pergi meninggalkan Rahayu dengan tatapan kesal.
Sementara itu, Gita memang tidak berniat kembali ke aula terlebih dahulu karena ingin menata kerudungnya sedikit.
(Jadi disini semua tokohnya pake kerudung ya karena acaranya didalam masjid)
“Kamu emang suka make up ya?” Tanya Rahayu mencoba memulai pembicaraan.
“Untuk umur segini, make up itu udah jadi kebutuhan. Apalagi di kerjaan gue, gue gak mungkin tampil cuma dengan bedak tabur dan liptint seharian untuk ketemu klien. Mana percaya klien sama gue kalau gue gak menarik sama sekali,”
“Jadi, kamu make up untuk menarik perhatian klien?”
Gita menutup matanya sesaat, berusaha menstabilkan emosi.
“Lo kok keliatannya skeptis banget sama orang yang pake make up” tanya Gita kemudian.
“Menurutku, orang yang pakai make up itu ga pede dengan tampil apa adanya. Keliatan kaya palsu ga sih?”
Tuhan, tabahkanlah Gita.
“Silakan kalau lo memilih untuk tampil apa adanya. Tapi lo gak berhak menghakimi orang yang mencoba berdandan untuk terlihat cantik. Di dunia kerja, berpenampilan menarik itu juga bentuk dari kepercayaan diri. Dan gak ada yang salah untuk tampil cantik dengan berdandan.”
Rahayu masih menampakkan wajah kalem. Gita merasa penjelasannya tidak berarti apa-apa untuk Rahayu.
Gadis itu tidak memperdulikan Rahayu, ia kini sudah memasang jarum pentul terakhir di kerudungnya.
“Aku suka sama Agib, Gita.” Ujarnya tiba-tiba membuat Gita terpaku.
Gadis itu menghadap ke arah Rahayu dengan kening berkedut.
“Sudah dari 10 tahun yang lalu,”
Gita benar-benar berusaha untuk tidak terpancing emosi.
“Terus kenapa kalau lo suka sama Agib?”
Rahayu mengulum bibirnya.
“Menurut kamu salah?”
Gita mencoba terlihat santai, “enggak salah kok,”
“Kalau suatu saat ternyata jodoh Agib adalah aku gimana?”
Gita mengepalkan jarinya, namun gadis itu tersenyum.
“Yaudah, kalau takdir mau bilang apa.”
“Kamu terlihat ga menyayangi Agib sedalam itu,”
“Rahayu, sekarang lo ngomong begini tujuannya untuk apa? Mau manas-manasin gue? Mau bikin gue cemburu? Kalau iya, sayang banget cara lo terlalu childish untuk seorang gadis berumur 26 tahun.”
“Aku hanya mau kamu tau kalau aku sudah menyukai Agib sejak lama,”
“Tapi Agib suka sama gue udah dari 13 tahun yang lalu tuh,” jawab Gita jumawa.
Kali ini Rahayu yang terdiam.
Gita segera membereskan perlatannya, ia tidak bisa berlama-lama dengan gadis ini. Bisa meledak nanti emosinya.
“Suka sama orang gak salah kok, jatuh cinta sama orang juga gak salah, tapi merusak kebahagiaan orang lain bakal bikin hidup lo selamanya gak bahagia juga girls.”
“Silakan sukai Agib selama-lamanya, silakan jatuh cinta dengan Agib sedalam-dalamnya, tapi kalau bahagianya Agib itu sama gue, lo bisa apa?” Ucap Gita final.
Gadis itu beranjak meninggalkan toilet, namun langkahnya terhenti saat melihat daksa jangkung yang berdiri disana.
“Agib?” Panggil Gita heran.
Sejak kapan lelaki itu disana?
Seolah tak mendengar apapun, Agib mengulas senyum manisnya untuk Gita.
“Udah selesai touch up nya? Yuk balik, kita foto bareng,” papar Agib sembari menarik lengan Gita.
Agib kemudian mencium puncak kepala gadis itu, sembari menatap sinis ke arah pintu toilet. Memberikan tatapn tajam daksa yang berdiri disana.
Rahayu menelan ludah, berdiri kaku.