jjaeyyaa

Setelah mengabari Dewa, Hesa langsung masuk kedalam ICU untuk menjenguki Sakha sebentar.

Ia sudah siap dengan pakaian yang di khususkan untuk memasuki ruangan tersebut.

Ia melihat Sakha terbaring lemah dan di bantu oleh selang selang yang ada dimulutnya.

Sesak sekali melihat Sakha seperti itu, ia dengan berani menuju Sakha walau air mata yang sudah menetes.

“Hai, jagoan Om” sapanya sambil menduduki kursi yang telah di sediakan.

Hesa menggenggam tangan Sakha, dan tak lupa mengelus kepala Sakha dengan hati hati.

“Mimpinya seru yaa? Sampai belum mau bangun”

“Abang, jangan lama lama yaa? Kalau sudah bosan cepat cepat bangun, Om nunggu abang disini”

“Oh yaa, Jaya dan Sean juga ikut temani Sakha disini lho, teman mu yang satu aktif sekali. Selalu ada yang dia katakan, bisa dibilang cerewet (?)”

“Tapi dengan kehadiran mereka bisa membuat Om sedikit terhibur, oh yaa teman teman mu yang cewek, tidak dikasih tau sama Sean. Katanya takut gak fokus sama sekolahnya”

Ketika sedang berbincang-bincang dengan Sakha, kantuk Hesa datang. Ia langsung membenarkan posisinya untuk sekedar tidur sebentar.

Dan tak lama Hesa pun terlelap.

“Hai!” Sapanya wanita itu.

Wanita yang ia rindukan selama bertahun-tahun, wanita yang selalu ada di hati nya, wanita yang tak pernah tergantikan oleh siapapun. Iya, Laura Agatha.

“Laura?”

“Iya saya!”

Hesa nampak bingung dengan kehadiran wanita itu.

“Hee, semesta lagi jahat banget sama kamu yaa? Jangan terlalu benci sama semesta ya? Jalani dengan ikhlas, supaya semesta juga bisa lihat kalau kamu tidak putus asa sama apa yang semesta kasih”

“Lau, boleh pinjam peluknya?”

Wanita itu terkekeh dab merentangkan tangannya, mengizinkan Hesa memeluknya.

Hesa yang sudah di beri izin, langsung memeluk Laura dengan kencang, ia sangat rindu dengan pelukan ini, pelukan yang menghangatkan hati, pelukan yang bisa membuatnya tenang.

“Hesa, Sakha bakal bangun kok, tapi untuk saat ini dia masih dengan mimpi yang indahnya, tunggu yaa? Tunggu sebentar saja” ucap Laura di sela pelukannya dengan Hesa

“Jake gak bakal ambil Sakha, Hee. Udah ya jangan nangis lagi, nanti Sakha sedih liat Om nya yang kuat ini nangis”

“Lau, kangen, kangen banget” ucap Hesa yang mengalihkan pembicaraan nya itu.

“Gak ada yang bisa gantiin posisi kamu di hati aku”

“Hesa... Jangan terus terusan terpaku sama aku... Kamu harus bahagia, cari kebahagiaan kamu di dunia, Hesa.”

Laura melepaskan pelukannya itu dan merapikan rambut Hesa yang tampak berantakan.

“Hesa anak kuat, Hesa bisa lewati cobaan yang betubi tubi yang dikasih sama semesta. Sekarang aku mohon, cari kebahagiaan kamu, cari wanita yang kamu inginkan, aku gak bisa sama kamu, Hee” ucap Laura sambil tersenyum

Senyuman itu juga yang Hesa rindukan, melihat Laura senyum dan memakai gaun putih terlihat begitu sangat cantik dari biasanya.

“Siapa wanita itu? Gak ada yang bisa gantiin posisi kamu di hati aku Lau”

“Ada, Hesa. Cuma waktu yang bisa membuktikan ucapan aku”

“Sudah ya? Aku pulang, kamu gak boleh ikut! Aku sudah berikan peluk untuk kamu, janji untuk tetap kuat menghadapi semesta yang kadang jahat sama kamu yaa?”

“Akan aku coba”

“Yasudah, bye Hesa. Anak kuat, harus tetap bertahan yaa!”

Setelah ucapan itu, Laura benar benar pergi, meninggalkan Hesa. Laura memberikan pelukan untuknya, wanita itu memberikan kekuatan untuk Hesa.

“Terimakasih Lau, sudah memberikan aku pelukan, maaf kalau aku lemah.” ucapnya dan tak lama ia terbangun.

Setelah mengabari Dewa, Hesa langsung masuk kedalam ICU untuk menjenguki Sakha sebentar.

Ia sudah siap dengan pakaian yang di khususkan untuk memasuki ruangan tersebut.

Ia melihat Sakha terbaring lemah dan di bantu oleng selang selang yang ada dimulutnya.

Sesak sekali melihat Sakha seperti itu, ia dengan berani menuju Sakha walau air mata yang sudah nenetes.

“Hai, anak kuat” sapanya sambil menduduki kursi yang telah di sediakan.

Hesa menggenggam tangan Sakha, dan tak lupa mengelus kepala Sakha dengan hati hati.

“Mimpinya seru yaa? Sampai belum mau bangun”

“Abang, jangan lama lama yaa? Kalau sudah bosan cepat cepat bangun, Om nunggu abang disini”

“Oh yaa, Jaya dan Sean juga ikut temani Sakha disini lho, teman mu yang satu aktif sekali. Selalu ada yang dia katakan, bisa dibilang cerewet (?)”

“Tapi dengan kehadiran mereka bisa membuat Om sedikit terhibur, oh yaa teman teman mu yang cewek, tidak dikasih tau sama Sean. Katanya takut gak fokus sama sekolahnya”

Ketika sedang berbincang-bincang dengan Sakha, kantuk Hesa datang. Ia langsung membenarkan posisinya untuk sekedar tidur sebentar.

Dan tak lama Hesa pun terlelap.

“Hai!” Sapanya wanita itu.

Wanita yang ia rindukan selama bertahun-tahun, wanita yang selalu ada di hati nya, wanita yang tak pernah tergantikan oleh siapapun. Iya, Laura Agatha.

“Laura?”

“Iya saya!”

Hesa nampak bingung dengan kehadiran wanita itu.

“Hee, semesta lagi jahat banget sama kamu yaa? Jangan terlalu benci sama semesta ya? Jalani dengan ikhlas, supaya semesta juga bisa lihat kalau kamu tidak putus asa sama apa yang semesta kasih”

“Lau, boleh pinjam peluknya?”

Wanita itu terkekeh dab merentangkan tangannya, mengizinkan Hesa memeluknya.

Hesa yang sudah di beri izin, langsung memeluk Laura dengan kencang, ia sangat rindu dengan pelukan ini, pelukan yang menghangatkan hati, pelukan yang bisa membuatnya tenang.

“Hesa, Sakha bakal bangun kok, tapi untuk saat ini dia masih dengan mimpi yang indahnya, tunggu yaa? Tunggu sebentar saja” ucap Laura di sela pelukannya dengan Hesa

“Jake gak bakal ambil Sakha, Hee. Udah ya jangan nangis lagi, nanti Sakha sedih liat Om nya yang kuat ini nangis”

“Lau, kangen, kangen banget” ucap Hesa yang mengalihkan pembicaraan nya itu.

“Gak ada yang bisa gantiin posisi kamu di hati aku”

“Hesa... Jangan terus terusan terpaku sama aku... Kamu harus bahagia, cari kebahagiaan kamu di dunia, Hesa.”

Laura melepaskan pelukannya itu dan merapikan rambut Hesa yang tampak berantakan.

“Hesa anak kuat, Hesa bisa lewati cobaan yang betubi tubi yang dikasih sama semesta. Sekarang aku mohon, cari kebahagiaan kamu, cari wanita yang kamu inginkan, aku gak bisa sama kamu, Hee” ucap Laura sambil tersenyum

Senyuman itu juga yang Hesa rindukan, melihat Laura senyum dan memakai gaun putih terlihat begitu sangat cantik dari biasanya.

“Siapa wanita itu? Gak ada yang bisa gantiin posisi kamu di hati aku Lau”

“Ada, Hesa. Cuma waktu yang bisa membuktikan ucapan aku”

“Sudah ya? Aku pulang, kamu gak boleh ikut! Aku sudah berikan peluk untuk kamu, janji untuk tetap kuat menghadapi semesta yang kadang jahat sama kamu yaa?”

“Akan aku coba”

“Yasudah, bye Hesa. Anak kuat, harus tetap bertahan yaa!”

Setelah ucapan itu, Laura benar benar pergi, meninggalkan Hesa. Laura memberikan pelukan untuknya, wanita itu memberikan kekuatan untuk Hesa.

“Terimakasih Lau, sudah memberikan aku pelukan, maaf kalau aku lemah.” ucapnya dan tak lama ia terbangun.

Setelah mengabari Dewa, Hesa langsung masuk kedalam ICU untuk menjenguki Sakha sebentar.

Ia sudah siap dengan pakaian yang di khususkan untuk memasuki ruangan tersebut.

Ia melihat Sakha terbaring lemah dan di bantu oleng selang selang yang ada dimulutnya.

Sesak sekali melihat Sakha seperti itu, ia dengan berani menuju Sakha walau air mata yang sudah nenetes.

“Hai, anak kuat” sapanya sambil menduduki kursi yang telah di sediakan.

Hesa menggenggam tangan Sakha, dan tak lupa mengelus kepala Sakha dengan hati hati.

“Mimpinya seru yaa? Sampai belum mau bangun”

“Abang, jangan lama lama yaa? Kalau sudah bosan cepat cepat bangun, Om nunggu abang disini”

“Oh yaa, Jaya dan Sean juga ikut temani Sakha disini lho, teman mu yang satu aktif sekali. Selalu ada yang dia katakan, bisa dibilang cerewet (?)”

“Tapi dengan kehadiran mereka bisa membuat Om sedikit terhibur, oh yaa teman teman mu yang cewek, tidak dikasih tau sama Sean. Katanya takut gak fokus sama sekolahnya”

Ketika sedang berbincang-bincang dengan Sakha, kantuk Hesa datang. Ia langsung membenarkan posisinya untuk sekedar tidur sebentar.

Dan tak lama Hesa pun terlelap.

“Hai!” Sapanya wanita itu.

Wanita yang ia rindukan selama bertahun-tahun, wanita yang selalu ada di hati nya, wanita yang tak pernah tergantikan oleh siapapun. Iya, Laura Agatha.*

“JAKE!” teriak Julia

“Apalagi Mami?”

plak

Satu tamparan kencang mendarat di pipi Jake, Julia menampar anak semata wayangnya itu.

“Mih?”

“Apa? Kamu memang harus di tampar dulu baru bisa berfikir ya Jake? Mami sudah bilang berapa kali, kalo Mami gak suka dengan Laura!”

“Apa yang kamu banggakan dari wanita itu, kamu dengan dia beda, BEDA KASTA JAKE!”

“MAMI, STOP!” ucap Jake yang sedikit meninggikan suaranya itu

“Kenapa? memang benar bukan? kalian itu beda sayang, beda dari segalanya! Iman maupun Kasta.”

“Sadar Jake, kamu itu cuma di manfaatin sama dia, cuma mau ambil harta kamu”

“Udah?” tanya Jake

“Udah hina hina Laura, Mih?”

Julia mengerutkan keningnya

“Jake pamit, gak usah nunggu Jake pulang!”


Jake melajukan mobilnya ke apart Laura, karena ia tak tau lagi harus kemana ketika masalah datang.

Jake mengetuk pintu apart Laura, tak lama Laura pun membuka pintunya tersebut.

Jake langsung memeluk tubuh ramping Laura.

Laura sudah tau, ia langsung membawa tubuh Jake walau susah payah dan menutup pintu apartnya.

Laura melepaskan pelukannya dan merapikan rambut Jake yang sangat berantakan.

“Berantem lagi?” tanya Laura sambil mengelus pipi Jake

“Hm” deheman itu mampu menjawab pertanyaan Laura

“Kompres dulu yaa? nanti cerita sama aku” ujar Laura

Sambil mengompres, Jake tetap dengan posisi memeluk pinggang Laura “Raa, aku sayang banget sama kamu.”

“Sayang banget, banget, banget.”

“Laura, kesayangan Jake. Jangan pergi, kalau kamu pergi dunia aku hancur” ucap Jake

“Aku disini, gak akan pergi” balasnya

“Janji?”

“Iya janji”

Jake mengangkat kelingkingnya, Laura menatap Heran.

“Ck! mana kelingking kamu? harus janji kaya gini biar gak ingkar” ucap Jake sambil menyatukan kelingking nya dengan kelingking Laura.

Laura terkekeh dengan perilaku Jake.

“Makasih yaa? Makasih udah mau bertahan sama aku. Maaf, maaf kalau perilaku Mami bikin kamu sakit Hati” ucap Jake sambil mencium tangan mungil milik Laura.

“Jake, kalau semesta gak izinin kita buat bahagia bersama. Ayo kita bahagia di jalannya masing masing” ucap Laura

“Kita harus bahagia, kalau semesta gak izinin kita bahagia disini, kita bisa bahagia di tempat yang lain sayang, aku janji akan hal itu.” ujar Jake

“Raa, kita gak bisa tebak caranya semesta. Mungkin saja nanti setelah aku pulang kita berpisah, semesta punya caranya sendiri untuk kita”

“Gak apa apa kalau semesta jahat sama kita, gak apa apa kalau seandainya kita putus untuk kebahagiaan sama sama. Tapi perlu kamu tau, bahagia aku ada di kamu. Mau sebanyak apapun wanita di luar sana yang menjadi pacar aku, aku belum tentu sebahagia itu sama dia.”

“Kamu itu rumah aku, kamu itu tempat aku untuk berpulang. Jadi aku mohon jangan pernah ninggalin aku kalau bukan kehendak Tuhan” ucap Jake

“Ih ko nangis?? Raa, kenapa nangis?” tanya Jake

“Gak apa apa, Makasih, makasih dan makasih” balasnya sambil mencium pipi Jake

Setelah di kabari oleng Jaya selaku teman Sakha, Hesa langsung menuju rumah sakit yang di berikan Jaya.

Hesa berlari, tidak peduli dengan teriakan orang yang ia tabrak. Hesa takut, takut dengan kemungkinan yang terjadi.

Sampai disana, Hesa langsung menuju Jaya dan Sean yang sedang duduk di pinggir pintu.

“Jaya” panggil Hesa

“Om...”

“Sakha gimana?” tanyanya yang nampak mengatur nafas untuk lebih tenang sedikit

“Masih di periksa sama dokter, om” balasnya

“Sakha kenapa bisa kecelakaan Jaya, Sean?”

“Tadi, Sean sama Jaya lagi di kedai yang biasa kita ngumpul. Beberapa menit kemudian Sean denger ada suara decitan mobil dan motor, Sean dan Jaya langsung lihat di TKP, karena Sean gak asing sama motor itu”

“Sakha gak pakai helm Om, kepala Sakha terbentur trotoar. Gak tau pasti kecelakaan nya gimana, tapi kata orang yang lihat kejadian itu, Sakha mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, mobil itu juga sama, ketika ada perempatan mereka tidak sadar satu sama lain. Sean telfon ambulans, dan Jaya peringati Sakha buat gak tutup matanya.”

“Om, maaf... maaf belum bisa jaga Sakha” lirih Sean

Hesa yang sedari tadi mendengarkan penjelasan Sean, sangat terkejut. Kenapa anak itu nakal sekali tidak memakai helm? Memakai helm itu suatu kewajiban bagi pengendara motor, dan mengurangi luka di bagian kepala.

Sean dan Jaya menangis, mereka tau. Jika Sakha mengebut di jalan pasti ada satu masalah yang datang.

Tetapi dengan cara kebut-kebutan dijalan tidak akan menyelesaikan masalah bukan?


Pintu ruangan itu terbuka memelihatkan Dokter dengan Jas yang berlumuran darah.

“Dengan orang tua dari pasien atas nama Sakha?” tanya Dokter itu

“Iya Dok, saya. Gimana keadaan Sakha?”

“Luka di bagian kepala pasien sangat parah, pak. Belum lagi ada sobekan di tangan pasien yang harus saya Jait. Pasien belum bisa sadarkan diri”

“Pasien dinyatakan kritis”

Hesa yang mendengar ucapan dokter, terkejut bukan main. Sakha, anak yang ia sudah anggap menjadi anaknya itu kini sedang kritis.

“Saya akan bawa pasien ke dalam ICU, saya yakin anak bapak kuat, tetap berdoa untuk kesembuhan pasien ya pak, saya pamit.” ucap dokter

Sean dan Jaya juga tak kalah terkejut mendengar penjelasan Dokter, temannya sedang kritis.

“Om..”

“Berdoa buat Sakha ya, Sean, Jaya” lirih Hesa.

Sakha, om tau kamu kuat sayang, bertahan yaa? ayo kita wujudin mimpi Sakha, Sakha ingin pergi ke Jepang kan? Om turuti bang, abang bangun yaa... abang udah janji sama nenek gak bakal ninggalin om

Setelah di kabari oleng Jaya sekalu teman Sakha, Hesa langsung menuju rumah sakit yang di berikan Jaya.

Hesa berlari, tidak peduli dengan teriakan orang yang ia tabrak. Hesa takut, takut dengan kemungkinan yang terjadi.

Sampai disana, Hesa langsung menuju Jaya dan Sean yang sedang duduk di pinggir pintu.

“Jaya” panggil Hesa

“Om...”

“Sakha gimana?” tanyanya yang nampak mengatur nafas untuk lebih tenang sedikit

“Masih di periksa sama dokter, om” balasnya

“Sakha kenapa bisa kecelakaan Jaya, Sean?”

“Tadi, Sean sama Jaya lagi di kedai yang biasa kita ngumpul. Beberapa menit kemudian Sean denger ada suara decitan mobil dan motor, Sean dan Jaya langsung lihat di TKP, karena Sean gak asing sama motor itu”

“Sakha gak pakai helm Om, kepala Sakha terbentur trotoar. Gak tau pasti kecelakaan nya gimana, tapi kata orang yang lihat kejadian itu, Sakha mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, mobil itu juga sama, ketika ada perempatan mereka tidak sadar satu sama lain. Sean telfon ambulans, dan Jaya peringati Sakha buat gak tutup matanya.”

“Om, maaf... maaf belum bisa jaga Sakha” lirih Sean

Hesa yang sedari tadi mendengarkan penjelasan Sean, sangat terkejut. Kenapa anak itu nakal sekali tidak memakai helm? Memakai helm itu suatu kewajiban bagi pengendara motor, dan mengurangi luka di bagian kepala.

Sean dan Jaya menangis, mereka tau. Jika Sakha mengebut di jalan pasti ada satu masalah yang datang.

Tetapi dengan cara kebut-kebutan dijalan tidak akan menyelesaikan masalah bukan?


Pintu ruangan itu terbuka memelihatkan Dokter dengan Jas yang berlumuran darah.

“Dengan orang tua dari pasien atas nama Sakha?” tanya Dokter itu

“Iya Dok, saya. Gimana keadaan Sakha?”

“Luka di bagian kepala pasien sangat parah, pak. Belum lagi ada sobekan di tangan pasien yang harus saya Jait. Pasien belum bisa sadarkan diri”

“Pasien dinyatakan kritis”

Hesa yang mendengar ucapan dokter, terkejut bukan main. Sakha, anak yang ia sudah anggap menjadi anaknya itu kini sedang kritis.

“Saya akan bawa pasien ke dalam ICU, saya yakin anak bapak kuat, tetap berdoa untuk kesembuhan pasien ya pak, saya pamit.” ucap dokter

Sean dan Jaya juga tak kalah terkejut mendengar penjelasan Dokter, temannya sedang kritis.

“Om..”

“Berdoa buat Sakha ya, Sean, Jaya” lirih Hesa.

Sakha, om tau kamu kuat sayang, bertahan yaa? ayo kita wujudin mimpi Sakha, Sakha ingin pergi Jepang kan? Om turuti bang, abang bangun yaa... abang udah janji sama nenek gak bakal ninggalin om

“Jangan lari lari, Raa” ucap Jake yang sedang mengejar Laura di tepi pantai

“Cemen! gak bisa ngejar aku” balas Laura sambil mencepatkan laju larinya itu.

Jake dan Laura berlarian di temani oleh deru ombak yang sangat menenangkan.

Laura sudah sampai di tujuan dan sedang menunggu Jake yang sedang berlari menuju Laura.

Hari mulai sore, hari dimana ia akan mengakhiri hubungan ini, demi memenuhi keinginan Mami Jake.

Jake sudah saya jodohkan Kalimat itu terus menerus terbayang bayang di fikiran Laura.

“Huh” desah Jake ketika sampai

“Cape ya? udah aku bilang, kalau gak kuat gak usah ngejar aku” ucap Laura sambil mengelap keringat di dahi Jake

“Mana ada cape, gak ada ya! Oh yaa omong omong, kamu kenapa deh bikin willlist gitu?” tanya Jake

“Gak apa – apa, pengen aja” bohong Laura

Jake tak mau ambil pusing, dan mengalihkan pembicaraan “Babe, liat sunsetnya udah ada!” ujar Jake dan Laura mendekati Jake

Laura memeluk pinggang kekasihnya dan menenggelamkan wajahnya di dada bidang Jake

Jake terheran, wanita itu sangat manja akhir akhir ini.

“Kamu kenapa, Raa?”

“Kenapa apanya?”

“Jujur sama aku, ada yang kamu sembuyiin dari aku kan?”

“Gak ada yang kamu mau bilang ke aku, Jake?” kali ini Laura bersuara

Jake mengerutkan keningnya, “Maksud kamu?”

Laura melepas pelukannya dan menghadap ke arah Jake “Jake,”

“Kita putus ya?”

“Kamu ngomong apa sayang..” ucap Jake sambil mengelus pipi Laura

“Aku gak mau. Udah yaa? jangan ngomong putus, gak baik”

“Kamu di jodohin Jake.”

Demi apapun Jake yang mendengar itu langsung diam, dari mana wanita itu tau kalau ia di jodohkan? siapa yang memberitahu masalah ini? ini bukan saat yang tepat untuk jujur kepada Laura.

“Sayang...” Jake meraih tangan Laura tetapi di tepis oleh pemiliknya

“Jake, kita beda. Gak perlu aku jelasin secara rinci pasti kamu faham arah pembicaraan aku.”

“Iya aku di jodohin, Raa” lirih Jake

“Maaf, Raa”

“Maaf kalau akhirnya kita seperti ini, maaf, maaf Raa”

“Jake, kamu gak perlu minta maaf. Ayo kita sadar diri, mau selama apapun kita, kita tetap gak bisa sama sama Jake, kita beda”

“Maaf...”

“Jagoan Laura, Ayo kita sudahi hubungan ini, hubungan yang tidak di restui semesta. Lebih baik kita berpisah dan menentukan kebahagiaan masing masing bukan?” ucap Laura sambil menahan air mata nya

Jake menarik Laura di dalam pelukannya, sambil melontarkan kata maaf, Laura maupun Jake manangis bersama di temani oleh sunset yang mulai memudar.

“Raa, kebahagiaan aku ada di kamu, cuma kamu yang bikin dunia aku indah, cuma kamu yang bikin aku senyum senyum sendiri, cuma kamu tempat aku pulang, kamu rumah aku Raa. Jangan pergi, aku mohon...”

“Jake, jangan seperti ini... Mami kamu pasti sudah punya calon yang bisa jadi rumah kamu, bisa bikin kamu senyum senyum sendiri, bisa jadi dunia kamu nanti”

“Gak Raa, gak ada yang bisa gantiin kamu.”

“Aku pulang Jake” pamit Laura tak sanggup kalau harus terus melihat Jake seperti ini.

“Aku anter yaa? aku mohon...”


Laura dan Jake sudah sampai di depan gedung apart Laura, tidak ada satupun yang membuka suara di perjalanan dan sampai di depan gedung apart.

“Aku pamit ya Jake, makasih tumpangannya” ucap Laura dan langsung meninggalkan Jake tanpa mendengarkan jawaban dari Jake.

Dan hari itu adalah hari dimana dunia Laura maupun Jake hancur, mimpi mimpi yang mereka bangun di jaman SMA hilang begitu saja.

Disinilah kisah mereka di mulai.

Raa, suatu saat kita pasti akan bersama, aku janji kan hal itu.

Sakha sudah sampai di rumah sakit yang diberikan oleh Hesa dengan nekat membawa motor milik Hesa.

Ia berlari menuju ruang inap yang sudah pasti ada Nenek dan Om Hesa.

“Om,” panggil Sakha ketika melihat Hesa sedang menangisi Neneknya itu.

Sakha menghampiri Hesa dan mengusap pelan pundak om nya itu, sontak Hesa langsung menoleh dan membuang air mata yang sedang mengalir deras di pipinya.

“Abang,” panggil Hesa

“Om... Nenek beneran ninggalin kita yaa?”

Hesa mengangguk lalu tersenyum “Nenek tidur bang, tapi gak bisa bangun lagi, nenek cantik kan?”

Hesa dengan berat menahan tangisannya itu, Sakha yang tau langsung mendekap tubuh Hesa.

“Gak apa apa om, nangis aja. Kita nangis bareng bareng yaa? Jangan di pendam sendiri” ucap Sakha di dalam pelukan

Hesa menumpahkan air matanya, ia membalas pelukan Sakha, mengeratkan seperti tak ingin siapapun mengambil Sakha pada dirinya.

“Bang, semestanya om udah ninggalin om semua, om gak punya siapa siapa lagi” ucapnya

“Gak om. Om masih punya abang, abang disini gak kemana mana. Om, om tau? Semenjak abang tau kalau papa udah gak ada, abang kasih semestanya abang ke om Hesa”

“Jadi abang mohon, jangan menyerah dulu yaa? Masih ada kebahagiaan yang menanti om di masa depan. Gak apa apa kalau sekarang om mau nangis, keluarin sekarang ya om”

Sakha, om mohon jangan ninggalin om... Om gak punya siapa siapa lagi selain Sakha disini” lirih Hesa

Sakha mengangguk paham, Sakha tentu sedih dan merasa kehilangan Nenek tersayang nya, tetapi Om Hesa jauh lebih merasa kehilangan. Maka dari itu, cuma Sakha yang bisa menguatkan Om Hesa, kalau bukan Sakha siapa lagi?

Sakha melepaskan pelukannya dan menuju sang Nenek.

“Nenek cantik, tidur yang nyenyak yaa... Biar Sakha yang jagain anak Nenek sampai ketemu dengan pujaan hatinya, nenek gak perlu khawatir, selamat tidur nenek” ucapnya sambil mencium kening sang nenek yang nampak sudah dingin.

Lagi lagi Hesa menangis mendengar ucapan Sakha. Sakha sudah besar, sudah dewasa. Hesa sangat beruntung sekali mempunyai Sakha, walaupun ia tahu bahwa Sakha bukanlah anak kandungnya.

Tetapi kasih sayangnya kepada Sakha jauh dari pada yang kalian fikirkan.

Dan hari itu, Hesa maupun Sakha menangis bersama, menangisi orang yang mereka sayangi.

Cuma Sakha yang om punya, jadi jangan pernah ada niatan ninggalin om ya? Nanti om bisa gila.

Sakha sudah sampai di rumah sakit yang diberikan oleh Hesa dengan nekat membawa motor milik Hesa.

Ia berlari menuju ruang inap yang sudah pasti ada Nenek dan Om Hesa.

“Om,” panggil Sakha ketike melihat Hesa sedang menangisi Neneknya itu.

Sakha menghampiri Hesa dan mengusap pelan pundak om nya itu, sontak Hesa langsung menoleh dan membuang air mata yang sedang mengalir deras di pipinya.

“Abang,” panggil Hesa

“Om... Nenek beneran ninggalin kita yaa?”

Hesa mengangguk lalu tersenyum “Nenek tidur bang, tapi gak bisa bangun lagi, nenek cantik kan?”

Hesa dengan berat menahan tangisannya itu, Sakha yang tau langsung mendekap tubuh Hesa.

“Gak apa apa om, nangis aja. Kita nangis bareng bareng yaa? Jangan di pendam sendiri” ucap Sakha di dalam pelukan

Hesa menumpahkan air matanya, ia membalas pelukan Sakha, mengeratkan seperti tak ingin siapapun mengambil Sakha pada dirinya.

“Bang, semestanya om udah ninggalin om semua, om gak punya siapa siapa lagi” ucapnya

“Gak om. Om masih punya abang, abang disini gak kemana mana. Om, om tau? Semenjak abang tau kalau papa udah gak ada, abang kasih semestanya abang ke om Hesa”

“Jadi abang mohon, jangan menyerah dulu yaa? Masih ada kebahagiaan yang menanti om di masa depan. Gak apa apa kalau sekarang om mau nangis, keluarin sekarang ya om”

Sakha, om mohon jangan ninggalin om... Om gak punya siapa siapa lagi selain Sakha disini” lirih Hesa

Sakha mengangguk paham, Sakha tentu sedih dan merasa kehilangan Nenek tersayang nya, tetapi Om Hesa jauh lebih merasa kehilangan. Maka dari itu, cuma Sakha yang bisa menguatkan Om Hesa, kalau bukan Sakha siapa lagi?

Sakha melepaskan pelukannya dan menuju sang Nenek.

“Nenek cantik, tidur yang nyenyak yaa... Biar Sakha yang jagain anak Nenek sampai ketemu dengan pujaan hatinya, nenek gak perlu khawatir, selamat tidur nenek” ucapnya sambil mencium kening sang nenek yang nampak sudah dingin.

Lagi lagi Hesa menangis mendengar ucapan Sakha. Sakha sudah besar, sudah dewasa. Hesa sangat beruntung sekali mempunyai Sakha, walaupun ia tahu bahwa Sakha bukanlah anak kandungnya.

Tetapi kasih sayangnya kepada Sakha jauh dari pada yang kalian kira.

Dan hari itu, Hesa maupun Sakha menangis bersama, menangisi orang yang mereka sayangi.

Cuma Sakha yang om punya, jadi jangan pernah ada niatan ninggalin om ya? Nanti om bisa gila.

Hesa sudah sampai di tempat itu, ia makam Laura dan Jake. Hesa selalu mengadu kepada kedua temannya, mau kabar senang maupun sedih.

Hesa duduk di tengah tengah gundukan makam.

“Hai Laura” sapanya

“Lo mau tau gak? Tadi gue ketemu sama cewek yang mirip banget sama lo. Gue fikir itu lo, pas gue mau samperin dia malah kabur, dia nangis Lau”

“Lau, itu bukan lo kan?” tanya nya dengan batu nisan bertulisan Laura Agatha

Hesa melirik samping kirinya yang di mana tempat peristirahatan terakhir Jake.

“Jake, anak lo udah mau masuk SMA. Anak lo kemarin minta pendapat sama gue tentang sekolah yang dia mau. Jake... Sakha tumbuh dengan baik, Sakha selalu pendam masalah yang dia punya, Sakha selalu maafin Rachel atas tindakan yang tidak mencerminkan sebagai seorang ibu...”

“Gue gak habis fikir sama Rachel, gue gak tau kedepannya dia bakal gimana sama anak lo, Jake. Gue takut mental anak lo di rusak sama Mami nya sendiri”

Hesa kembali menatap makam Laura.

“Lau, ini gue beneran gak bisa buka hati buat orang lain selain lo ya? Setiap di kenalin sama Dewa gue selalu gak bisa, selalu terbayang-bayang sama lo”

“Sebenarnya gak apa-apa sih sendiri, tapi nyokap gue selalu suruh gue cepet cepet Nikah, gue bingung soalnya calon gue udah gak ada. Udah bahagia sama cinta sejati nya”

“Laura, gue boleh minta sesuatu gak? Temuin cewek yang persis sama kaya lo ya? janji deh gue bakal sayang banget sama dia, gue langsung nikahin kalo emang udah bener bener klop”

“Bantu ya Lau? Lo juga bantu gue ya Jake? gue rasa Sakha sekarang lagi butuh sosok seorang Ibu, dan Rachel gak bisa memenuhi itu. Kalo ngandelin nyokap susah, dia udah sakit sakitan. Nyokap Dewa apalagi yang gak pernah kerumah Dewa”

Ujar Hesa, mungkin kalau orang lihat seperti orang gila, tapi inilah Hesa. Jika ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, ia selalu mengadu kepada kedua temannya itu.

Berharap bahwa kedua temannya mendengar curhatan nya, mungkin jika Hesa bisa tebak. Laura dan Jake sedang menertawakan hidupnya yang tidak jelas ini.

Setelah berbincang-bincang, ia menaburkan bunga ke makam kedua temannya itu dan berpamitan kepadanya.

“Laura, Jake, gue pamit yaa. Abang udah cariin gue”

“Oh yaa, Jake, gue izin panggil Sakha Jagoan yaa? gak usah marah, dihati sakha cuma ada lo!”

Maaf kalau kehadiran aku buat kamu susah mencari wanita lain.