jjaeyyaa

Hesa sudah sampai di tempat itu, ia makam Laura dan Jake. Hesa selalu mengadu kepada kedua temannya, mau kabar senang maupun sedih.

Hesa duduk di tengah tengah gundukan makam.

“Hai Laura” sapanya

“Lo mau tau gak? Tadi gue ketemu sama cewek yang mirip banget sama lo. Gue fikir itu lo, pas gue mau samperin dia malah kabur, dia nangis Lau”

“Lau, itu bukan lo kan?” tanya nya dengan batu nisan bertulisan Laura Agatha

Hesa melirik samping kirinya yang di mana tempat peristirahatan terakhir Jake.

“Jake, anak lo udah mau masuk SMA. Anak lo kemarin minta pendapat sama gue tentang sekolah yang dia mau. Jake... Sakha tumbuh dengan baik, Sakha selalu pendam masalah yang dia punya, Sakha selalu maafin Rachel atas tindakan yang tidak mencerminkan sebagai seorang ibu...”

“Gue gak habis fikir sama Rachel, gue gak tau kedepannya dia bakal gimana sama anak lo, Jake. Gue takut mental anak lo di rusak sama Mami nya sendiri”

Hesa kembali menatap makam Laura.

“Lau, ini gue beneran gak bisa buka hati buat orang lain selain lo ya? Setiap di kenalin sama Dewa gue selalu gak bisa, selalu terbayang-bayang sama lo”

“Sebenarnya gak apa-apa sih sendiri, tapi nyokap gue selalu suruh gue cepet cepet Nikah, gue bingung soalnya calon gue udah gak ada. Udah bahagia sama cinta sejati nya”

“Laura, gue boleh minta sesuatu gak? Temuin cewek yang persis sama kaya lo ya? janji deh gue bakal sayang banget sama dia, gue langsung nikahin kalo emang udah bener bener klop”

“Bantu ya Lau? Lo juga bantu gue ya Jake? Sekarang gue rasa Sakha lagi butuh sosok seorang Ibu, dan Rachel gak bisa memenuhi itu. Kalo ngandelin nyokap susah, dia udah sakit sakitan. Nyokap Dewa apalagi yang gak pernah kerumah Dewa”

Monolog Hesa, mungkin kalau orang lihat seperti orang gila, tapi inilah Hesa. Jika ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, ia selalu mengadu kepada kedua temannya itu.

Berharap bahwa kedua temannya mendengar curhatan nya, mungkin jika Hesa bisa tebak. Laura dan Jake sedang menertawakan hidupnya yang tidak jelas ini.

Setelah berbincang-bincang, ia menaburkan bunga ke makam kedua temannya itu dan berpamitan kepadanya.

“Laura, Jake, gue pamit yaa. Abang udah cariin gue”

“Oh yaa, Jake, gue izin panggil Sakha Jagoan yaa? gak usah marah, dihati sakha cuma ada lo!”

Maaf kalau kehadiran aku buat kamu susah mencari wanita lain.

Hesa sudah sampai di tempat itu, ia makam Laura dan Jake. Hesa selalu mengadu kepada kedua temannya, mau kabar senang maupun sedih.

Hesa duduk di tengah tengah gundukan makam.

“Hai Laura” sapanya

“Lo mau tau gak? Tadi gue ketemu sama cewek yang mirip banget sama lo. Gue fikir itu lo, pas gue mau samperin dia malah kabur, dia nangis Lau”

“Lau, itu bukan lo kan?” tanya nya dengan batu nisan bertulisan Laura Agatha

Hesa melirik samping kirinya yang di mana tempat peristirahatan terakhir Jake.

“Jake, anak lo udah mau masuk SMA. Anak lo kemarin minta pendapat sama gue tentang sekolah yang dia mau. Jake... Sakha tumbuh dengan baik, Sakha selalu pendam masalah yang dia punya, Sakha selalu maafin Rachel atas tindakan yang tidak mencerminkan sebagai seorang ibu...”

“Gue gak habis fikir sama Rachel, gue gak tau kedepannya dia bakal gimana sama anak lo, Jake. Gue takut mental anak lo di rusak sama Mami nya sendiri”

Hesa kembali menatap makam Laura.

“Lau, ini gue beneran gak bisa buka hati buat orang lain selain lo ya? Setiap di kenalin sama Dewa gue selalu gak bisa, selalu terbayang-bayang sama lo”

“Sebenarnya gak apa-apa sih sendiri, tapi nyokap gue selalu suruh gue cepet cepet Nikah, gue bingung soalnya calon gue udah gak ada. Udah bahagia sama cinta sejati nya”

“Laura, gue boleh minta sesuatu gak? Temuin cewek yang persis sama kaya lo ya? janji deh gue bakal sayang banget sama dia, gue langsung nikahin kalo emang udah bener bener klop”

“Bantu ya Lau? Lo juga bantu gue ya Jake? Sakha sekarang gue rasa lagi butuh sosok Ibu, dan Rachel gak bisa memenuhi itu. Kalo ngandelin nyokap susah, dia udah sakit sakitan. Nyokap Dewa apalagi yang gak pernah kerumah Dewa”

Monolog Hesa, mungkin kalau orang lihat seperti orang gila, tapi inilah Hesa. Jika ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, ia selalu mengadu kepada kedua temannya itu.

Berharap bahwa kedua temannya mendengar curhatan nya, mungkin jika Hesa bisa tebak. Laura dan Jake sedang menertawakan hidupnya yang tidak jelas ini.

Setelah berbincang-bincang, ia menaburkan bunga ke makam kedua temannya itu dan berpamitan kepadanya.

“Laura, Jake, gue pamit yaa. Abang udah cariin gue”

“Oh yaa, Jake, gue izin panggil Sakha Jagoan yaa? gak usah marah, dihati sakha cuma ada lo!”

Maaf kalau kehadiran aku buat kamu susah mencari wanita lain.

Hesa sudah sampai di tempat itu, ia makam Laura dan Jake. Hesa selalu mengadu kepada kedua temannya, mau kabar senang maupun sedih.

Hesa duduk di tengah tengah gundukan makam Jake dan Laura

“Hai Laura” sapanya

“Lo mau tau gak? Tadi gue ketemu sama cewek yang mirip banget sama lo, asli deh semirip itu. Gue fikir itu lo pas gue mau samperin dia malah kabur, dia nangis Lau”

“Lau, itu bukan lo kan?” tanya nya kepada batu nisan bertulisan Laura Agatha

Hesa melirik samping kirinya yang di mana tempat peristirahatan terakhir Jake.

“Jake, anak lo udah mau masuk SMA. Sakha kemarin minta pendapat sama gue tentang sekolah yang dia mau. Jake... anak lo tumbuh dengan baik, anak lo gak pernah mau cerita tentang masalah yang dia punya, anak lo selalu maafin Rachel yang menurut gue udah keterlaluan menjadi seorang ibu.”

“Gue gak habis fikir sama mantan istri lo, gue gak tau kedepannya dia bakal gimana sama anak lo Jake. Gue takut mental anak lo di rusak sama Mami nya sendiri”

Hesa kembali menatap makam Laura.

“Lau, ini gue beneran gak bisa buka hati buat orang lain selain lo ya? Setiap di kenalin sama Dewa gue selalu gak bisa, selalu terbayang-bayang sama lo”

“Sebenarnya gak apa-apa sih sendiri, tapi nyokap gue selalu suruh gue cepet cepet Nikah, gue bingung soalnya calon gue udah gak ada. Udah bahagia sama cinta sejati nya”

“Laura, gue boleh minta sesuatu gak? Temuin cewek yang persis sama kaya lo ya? janji deh gue bakal sayang banget sama dia, gue langsung nikahin kalo emang udah bener bener klop”

“Bantu ya Lau? Lo juga bantu gue ya Jake? Sakha sekarang gue rasa lagi butuh sosok Ibu, dan Rachel gak bisa memenuhi itu. Kalo ngandelin nyokap gue susah, dia udah sakit sakitan. Nyokap Dewa apalagi yang gak pernah kerumah Dewa”

Monolog Hesa, mungkin kalau orang lihat seperti orang gila, tapi inilah Hesa. Jika ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, ia selalu mengadu kepada kedua temannya.

Berharap bahwa kedua temannya mendengar curhatan nya, mungkin jika Hesa bisa tebak. Laura dan Jake sedang menertawakan hidupnya yang tidak jelas ini.

Setelah berbincang-bincang, ia menaburkan bunga ke makam kedua temannya itu dan berpamitan kepadanya.

“Gue balik dulu, Abang cariin gue”

“Oh yaa Jake, gue izin panggil Sakha jagoan yaa? jangan marah lo!”

Kalian semua pasti pernah merasakan apa itu kehilangan, ntah kehilangan keluarga, kerabat, ataupun pasangan kalian.

9 dari 10 dari kalian pasti pernah bertanya tanya, kenapa ya harus gue yang harus kehilangan dia? Gue salah apa yaa sama semesta, sampai semesta enggan untuk lihat gue bahagia?

Semesta tidak jahat. Semesta mau kalian bahagia, dengan cara menghilangkan seseorang yang mungkin kita anggap istimewa.

Semesta juga ingin kalian merasakan apa itu kebahagiaan, mungkin dengan hadirnya dia kalian tidak merasakan apa itu bahagia.

Perihal kehilangan kali ini, Saya tulis tentang kehilangan pasangan. Kehilangan pasangan yang benar benar kita kira tidak bakal melukai hati kita itu sangat menyakitkan.

Selalu menyalahkan semesta, kenapa ya semesta jahat sama gue, kenapa ya semesta gamau liat gue bahagia, kenapa, kenapa, dan kenapa.

Singkatnya gini, jika dia kebahagiaan kalian, kalian tidak akan merasakan perih yang amat sakit.

Jika Dia kebahagiaan kalian, kalian tidak akan merasakan rasanya menahan rasa cemburu yang sangat menggebu-gebu, menahan semua isi pikiran yang selama ini kalian ingin utarakan kepada Dia.

Dan jika Dia kebahagiaan kalian, kalian tidak akan melukai dan merusak tubuh kalian demi memenangkan hati kalian.


Hubungan toxic yang saya jalani selama 6 bulan, bukanlah waktu yang singkat. 6 bulan yang menurut saya akan bahagia sampai nanti, di tolak oleh semesta.

Selalu di bohongkan, Selalu mengalah, Selalu menjadi yang kedua setelah 'Sahabatnya', Selalu berfikir ia tidak akan macam macam disana.

Semua fikiran positif Saya tiba tiba hilang ketika saya tidak sengaja melihat satu room chat, wanita yang mengajak jalan.

Bisa ketemu tidak?

Aku tunggu di tempat biasa yaa

See you!

Sesak, bertanya tanya dengan isi pikiran sendiri, Marah, Kecewa. Semua menjadi satu dikala itu.

Saya Selalu berfikir

“Gue sekurang itu?”

“Gue belum bisa bahagiain dia ya?”

Gue, gue, dan gue.

Ketika saya menanyakan hal itu, Dia dia membantah kalau itu bukanlah wanita simpanannya.

Sampai dimana ketika saya putus dengannya, tak sampai seminggu mereka berpacaran. Hebat bukan? kemarin ia membantah dengan sangat lantang kepada Saya kalau wanita itu bukan simpanannya.

-Calya 27 Oktober 2021.

Kalian semua pasti pernah merasakan apa itu kehilangan, ntah kehilangan keluarga, kerabat, ataupun pasangan kalian.

9 dari 10 dari kalian pasti pernah bertanya tanya, kenapa ya harus gue yang harus kehilangan dia? Gue salah apa yaa sama semesta, sampai semesta enggan untuk lihat gue bahagia?

Semesta gak jahat. Semesta mau kalian bahagia dengan cara menghilangkan seseorang yang mungkin kita anggap istimewa.

Semesta juga ingin kalian merasakan apa itu kebahagiaan, mungkin dengan hadirnya dia kalian tidak merasakan apa itu bahagia

Perihal kehilangan kali ini, Saya tulis tentang kehilangan pasangan. Kehilangan pasangan yang benar benar kita kira tidak bakal melukai hati kita itu sangat menyakitkan.

Selalu menyalahkan semesta, kenapa ya semesta jahat sama gue, kenapa ya semesta gamau liat gue bahagia, kenapa, kenapa, dan kenapa.

Singkatnya gini, jika dia kebahagiaan kalian, kalian tidak akan merasakan perih yang amat sakit.

Selalu di bohongkan, selalu mengalah, selalu bersikap baik baik saja padahal ingin mengutarakan isi pikiran kalian terhadap dia.

Kalian tidak sadar bahwa dia itu tidak pantas bersanding dengan kalian. Kenapa Saya bilang seperti itu? karena kalau dia layak bersama kalian, dia tidak akan melukai hati maupun mental kalian.

-Calya 27 Oktober 2021.

Kalian semua pasti pernah merasakan apa itu kehilangan, ntah kehilangan keluarga, kerabat, ataupun pasangan kalian.

9 dari 10 dari kalian pasti pernah bertanya tanya, kenapa ya harus gue yang kehilangan dia? Gue salah apa yaa sama semesta, sampai semesta enggan untuk lihat gue bahagia?

Semesta gak jahat. Semesta mau kalian bahagia dengan cara menghilangkan seseorang yang mungkin kita anggap istimewa.

Semesta juga ingin kalian merasakan apa itu kebahagiaan, mungkin dengan hadirnya dia kalian tidak merasakan apa itu bahagia

Perihal kehilangan kali ini, Saya tulis tentang kehilangan pasangan. Kehilangan pasangan yang benar benar kita kira tidak bakal melukai hati kita itu sangat menyakitkan.

Selalu menyalahkan semesta, kenapa ya semesta jahat sama gue, kenapa ya semesta gamau liat gue bahagia, kenapa, kenapa, dan kenapa.

Singkatnya gini, jika dia kebahagiaan kalian, kalian tidak akan merasakan perih yang amat sakit.

Selalu di bohongkan, selalu mengalah, selalu bersikap baik baik saja padahal ingin mengutarakan isi pikiran kalian terhadap dia.

Kalian tidak sadar bahwa dia itu tidak pantas bersanding dengan kalian. Kenapa Saya bilang seperti itu? karena kalau dia layak bersama kalian, dia tidak akan melukai hati maupun mental kalian.

Sakha, Dewa dan Alena sudah berada di dalam hotel untuk sekedar dinner malam.

“Kata om Hesa nilai mu tertinggi kedua ya Sakh?” tanya Dewa tiba tiba

Sakha yang sedang memotong makananya menoleh “Iya om, yang pertama Jeje. Kenal jeje kan?” balasnya

“Iyaa kenal, yang polos banget itu kan?”

Sakha mengangguk dan melanjutkan memotong makanannya.

“Ko murung gitu? gak puas sama makanannya yaa?” tanya Alena yang sedari tadi melihat raut wajah Sakha yang aneh

“Ahh gak ko”

“Gak puas karena nilai pasti” tebak Alena

Sakha diam.

“Sakha dengerin Aunty yaa, Sakha udah dapet nilai tertinggi kedua pun harus bersyukur, harus senang, jangan pikirin tentang Mami. Aunty tau Sakha... Aunty, Om Dewa, Om Hesa udah bangga banget sama Sakha”

“Kalau Sakha terus menerus memenuhi keinginan Mami Rachel, gak ada habis nya. So, Aunty mohon jadi diri sendiri, yang bersyukur atas semuanya yaa?” nasihat Alena

“Tuh Sakh, dengerin. Jangan mikirin apa yang Mami pengen, emang selama ini Mami yang ngurus kamu? Om sama Hesa aja gak nuntut nilai kamu bagus ko. Toh kamu pintar di bidang bahas Jepang sama Futsal” timpal Dewa

Sakha tertegun dengen ucapan Alena dan juga Dewa, seperti mempunyai keluarga.

Sakha menunduk menumpahkan air matanya yang ia tahan sedari tadi. Alena yang sangat peka akan hal itu membawa Sakha ke dalam dekapannya, memeluk dengan penuh kasih sayang.

“Sakha... kalau ada yang mau di ceritain dan kamu malu cerita sama Dewa atau Hesa, kamu bisa cerita sama Aunty sayang... aunty bakal dengerin dan sebisa mungkin kasih saran sama Sakha, jadi jangan ngerasa sendiri ya?” ucap Alena sambil terus mengelus punggung Sakha

“Udah woi, calon gue main peluk peluk aje lo” ucap Dewa memecahkan suasana.

Sakha melepaskan pelukannya “Oh ya tadi om mau bilang apa?” tanyanya

“Om mau nikah sama Aunty Alena akhir tahun” ucapnya santai

“Secepat itu?”

“Iya Sakha, kenapa?” kali ini Alena bertanya

“Ya gak apa apa sih, syukurlah. Bikinin Sakha ponakan yang cantik-cantik biar bisa Sakha pacarin” balasnya

“Sini gue kemplang dulu pala lo” ujar Dewa sambil mendekati Sakha

Dan terjadilah ajang cubit – cubitan.

Terimakasih sudah rawat Sakha menjadi anak yang kuat

Hari sudah berganti. Hari ini Sakha sedang menunggu pengumuman itu, tak banyak berharap karena ia tau jika kita terlalu mengharapkan sesuatu itu tidak baik.

Sakha menuju meja makan yang sudah ditunggu oleh Hesa dan juga Siska.

Sakha tersenyum ketika Hesa melihatnya “Pagi om” sapa nya

“Pagi juga Nenek cantik” tak lupa mencium pipi sang Nenek

Sakha duduk bersampingan dengan Hesa “Pengumumannya kapan bang?” tanya Hesa di sela sela menyuapkan nasi goreng nya itu

“Jam 11 Om” balasnya

Hesa mengangguk paham dan melanjutkan aktifitasnya.


Jam sudah menunjukkan jam 10:30 yang dimana 30 menit lagi, pengumuman akan segera keluar.

Sakha sudah berada di depan laptop menunggu jam pengumuman itu.

“Jam 11 lama banget” gumam nya

Hesa yang menyusul Sakha di depan TV “Sabar dong, gak sabar ya?” balasnya

Sakha menoleh ketika mendengar suara Hesa “Hehe, iya om gak sabar banget” ucapnya

Lama menunggu, yang ditunggu-tunggu sebentar lagi akan muncul.

“Nah udah jam 11, gih masuk link nya” ucap Hesa

Sakha mengetik yang di perlukan untuk memasuki akunnya tesebut.

“Om aja deh yang pencet, abang takut. Sumpah deh om” ucap Sakha yang nampak gelisah

Hesa terkekeh melihat wajah gugup Sakha “Haha iya-iya, om pencet ya bang”

“ADUH OM BENTAR, ABANG TARIK NAFAS DULU” balasnya

“Abang tutup mata deh, sumpah jantung abang pengen copot. Aduh om, ya gusti nu agung... BENTAR OM SIAPIN MENTAL DULU ADUH” ucap Sakha yang sibuk sendiri dengan kegelisahan nya

“Bang, abang bakal keterima... jangan gelisah gitu. Yakin sama om, kita buka bareng bareng yaa” balas Hesa

“Kalo takut tutup mata abang, nanti om kasih tau” ucapnya lagi dan Sakha mengangguk sambil memejamkan mata nya

Hesa sudah melihat pengumumannya tampak diam, tak ada suara Sakha yang bingung pun bersuara.

“Om, ko diem? gak keterima yaa?”

“Gak keterima kan om? yaudah abang buka mata yaa”

Sakha membuka matanya dan langsung dipeluk oleh Hesa.

“Abang Sakha diterima, tuh liat... abang keterima” ucapnya

Sakha mematung.

“Liat, abang dapet nilai tertinggi setelah Calista Ajeng” ucap Hesa lagi

“Jeje?”

“Hah?”

“Calista Ajeng itu jeje om, yang polos itu” ucap Sakha

“Oalah dia toh, baguslah bareng bareng. Abang seneng gak?” tanya Hesa

“SENENG LAH, NENEK ABANG KE TERIMA DI SMA YANG ABANG MAU” teriak Sakha

Sakha bahagia, tetapi di dalam lubuk hatinya sedih. Ketika teman temannya menunggu pengumuman ditemani oleh kedua orang tua nya, sedangkan Sakha di temani oleh Om Hesa saja sudah bersyukur.

Kadang Sakha iri, kepada teman temannya yang menceritakan tentang keharmonisan keluarganya, pergi berlibur bersama dan mendengarkan keluh kesah nya.

Sakha ingin itu terjadi kepadanya, tetapi takdir tidak mengizinkan Sakha merasakan itu.

“Makasih banyak udah mau nemenim Sakha di dalam kondisi apapun, om” ucapnya sambil memluk Hesa

“Sama sama, jagoan om”

“Jagoan om” ucap Sakha mengikuti ucapan Hesa

Seharusnya yang sebut kamu jagoan itu papa sama mami, bukan om

Tampar Sakha, pukul Sakha. Kalau ini bisa bikin Sakha di anggap sama Mami

CW// Blood

Sakha sedang berada di apartemen milik Rachel yang ia tempati ketika datang ke Indonesia.

Sakha di jemput oleh Rachel, lebih tepatnya di jemput paksa ketika Rachel sudah tahu bahwa nilai Sakha dibawah 100.

“Mami, mana om Jay? Kemarin Mami bilang mau pulang bareng sama om Jay” tanya Sakha

“Kenapa nilai mu gak 100 semua?!”

“Sakha gak dapet 100 tapi Sakha dapet 95 semua Mi”

“Tapi saya mau kamu dapet 100 Sakha! Apa salah nya kamu lebih giat belajar lagi? Kalo bisa dapet 95 seharusnya kamu bisa dapet 100.”

“Maaf Mih”

“Emang maaf kamu bisa bikin nilai kamu 100? Saya udah bilang kemarin, kalau nilai mu jelek saya tidak akan anggep kamu anak.”

“Gak, Sakha mau dianggap sama Mami. Sakha minta maaf. Janji, Sakha rajin belajar biar bisa dapat 100” ucapnya sambil memegang lengan Rachel

Rachel menghempaskan tangan Sakha dari lengannya itu “Gak usah peggang peggang saya!” bentak Rachel

Sakha tetap memohon kepada Rachel, berharap akan di maafkan dan di anggap.

plak

Satu tamparan berhasil mendarat di pipi Sakha, Rachel menampar pipi Sakha dengan keras. Sudah habis kesabarannya, belum lagi di tambah masalah dengan Jay baru baru ini.

“Tampar Sakha, pukul Sakha. Kalau ini bisa bikin Sakha di anggap sama Mami”

Rachel memukul, menampar dan mendorong Sakha. Bak seperti orang kesetanan.

“KAMU TAU GARA – GARA KAMU, SAYA BERANTEM DENGAN JAY! GARA – GARA KAMU SAYA HAMPIR KEHILANGAN JAY! SEMUA SALAH KAMU SAKHA, DASAR ANAK HARAM.” teriak Rachel tanpa henti memukulkan Sakha dengan alat yang ada di sekitarnya

Sakha pasrah, ia menangis mendengar ucapan dari sang Mami.

Anak haram. Sakit, sakit sekali.

Badan, kaki, tangan. Semua Rachel pukul dengan keras, tanpa rasa bersalah sedikitpun.

“Mami, sakit...” Lirih Sakha

Rachel yang mendengar ucapan Sakha itu langsung memberhentikan aktifitas nya dan langsung berlari menuju kamar.

Sakha masih terbaring di lantai sambil menahan rasa sakit akibat pukulan dari Rachel.

Sakha bangkit dan mencoba untuk berjalan kearah kamar yang Rachel masuki.

“Mami, mami kenapa?” tanya Sakha sambil mengetuk pintu kamar

Tak ada jawaban dari dalam kamar.

“Mami?”

“Diam Sakha atau kamu tetap saya pukuli!” teriak Rachel

“Tangan mami pasti pegal-pegal habis pukul Sakha tadi, Sakha pijitin ya Mi” balas nya

“SAYA BILANG DIAM. MASUK KAMAR DAN JANGAN KELUAR KAMAR SEBELUM SAYA SURUH!”

“Saya gak butuh pijatan kamu, saya masih mampu untuk bayar orang untuk meminjat saya.”

“Yasudah, Sakha ke kamar ya Mi. Kalo lapar panggil Sakha aja nanti Sakha masakin, Sakha bisa masak walau nasi goreng doang”

“Kalau tangan Mami ada yang luka, segera di obati yaa biar tidak infeksi. Sakha sayang Mami” ucap nya setelah itu ia menuju kamar yang kosong.


Sakha berada di kamar mandi, membuka bajunya dan melihat luka yang berada di punggungnya.

Ia mencoba mengobati nya sendiri, tetapi tangannya tidak mampu menjangkau luka luka itu, Sakha meringis menahan sakit.

“Papa, jangan benci Mami ya? ini salah Sakha, bukan salah Mami” gumam Sakha, takut sang Papa marah dengan Mami nya

Setelah membersihkan lukanya walaupun hanya sebagian, ia beranjak untuk keluar dari kamar mandi. Sakha bosan, tetapi ia tidak mau memainkan Handphonenya.

Sakha sudah tau, Om – Om nya sudah mengirimkan banyak pesan, karena tidak sempat pamit kepada mereka.

“Papa, Sakha tau Mami sayang Sakha, cuma... belum saat nya Mami sayang Sakha”

“Papa ngerti kan maksud Sakha?”

“Sakha yakin Mami akan sayang dan rawat Sakha. Bukan sekarang tetapi nanti, jadi Papa jangan benci Mami ya?” gumam nya

Ketika ia sedang mengobrol sendiri, pintu kamar nya di ketuk paksa, maka ia langsung membuka nya dengan terburu-buru.

“Makan, mau mati kamu?!”

Sakha terkejut dengan perilaku Rachel “I-iya Mi”

Acara makan selesai, Sakha membersihkan piring kotor. Ketika membawa piring piring itu Sakha tidak sengaja tersandung kaki kursi.

Piring piring yang Sakha bawa, pecah begitu saja. Rachel yang mendengar suara pecahan menghampiri Sakha.

Bukan untuk melihat kondisi anaknya tetapi memarahi Sakha karena tidak becus sekedar membawa piring.

“Kamu gimana sih, gak becus banget bawa piring”

“Kamu tau itu piring mahal, saya beli di luar negri dan kamu seenaknya pecahin gitu aja!” bentak Rachel

“Maaf Mi, tadi Sakha kesandung kursi...” ucap Sakha membela diri

“Kalo orang tua bilangin tuh jangan ngebantah!”

“Maaf Mi”

“Bereskan saya tidak mau tau, saya kembali kesini sudah rapih semua!” ucap nya

Sakha mengangguk dan membereskan piring piring yang pecah. Ntah dari mana pikiran Rachel, ia menendang pecahan piring itu kepada Sakha.

Pecahan piring itu mengenai tangan Sakha dan menyebabkan sobekan kecil. Sakha meringis pelan sambil menahan darah yang mengalir dari tangannya itu.

Om, jemput Sakha...

-Calya

Tampar Sakha, pukul Sakha. Kalau ini bisa bikin Sakha di anggap sama Mami

CW// Blood

Sakha sedang berada di apartemen milik Rachel yang ia tempati ketika datang ke Indonesia.

Sakha di jemput oleh Rachel, lebih tepatnya di jemput paksa ketika Rachel sudah tahu bahwa nilai Sakha dibawah 100.

“Mami, mana om Jay? Kemarin Mami bilang mau pulang bareng sama om Jay” tanya Sakha

“Kenapa nilai mu gak 100 semua?!”

“Sakha gak dapet 100 tapi Sakha dapet 95 semua Mi”

“Tapi saya mau kamu dapet 100 Sakha! Apa salah nya kamu lebih giat belajar lagi? Kalo bisa dapet 95 seharusnya kamu bisa dapet 100.”

“Maaf Mih”

“Emang maaf kamu bisa bikin nilai kamu 100? Saya udah bilang kemarin, kalau nilai mu jelek saya tidak akan anggep kamu anak.”

“Gak, Sakha mau dianggap sama Mami. Sakha minta maaf. Janji, Sakha rajin belajar biar bisa dapat 100” ucapnya sambil memegang lengan Rachel

Rachel menghempaskan tangan Sakha dari lengannya itu “Gak usah peggang peggang saya!” bentak Rachel

Sakha tetap memohon kepada Rachel, berharap akan di maafkan dan di anggap.

plak

Satu tamparan berhasil mendarat di pipi Sakha, Rachel menampar pipi Sakha dengan keras. Sudah habis kesabarannya, belum lagi di tambah masalah dengan Jay baru baru ini.

“Tampar Sakha, pukul Sakha. Kalau ini bisa bikin Sakha di anggap sama Mami”

Rachel memukul, menampar dan mendorong Sakha. Bak seperti orang kesetanan.

“KAMU TAU GARA – GARA KAMU, SAYA BERANTEM DENGAN JAY! GARA – GARA KAMU SAYA HAMPIR KEHILANGAN JAY! SEMUA SALAH KAMU SAKHA, DASAR ANAK HARAM.” teriak Rachel tanpa henti memukulkan Sakha dengan alat yang ada di sekitarnya

Sakha pasrah, ia menangis mendengar ucapan dari sang Mami.

Anak haram. Sakit, sakit sekali.

Badan, kaki, tangan. Semua Rachel pukul dengan keras, tanpa rasa bersalah sedikitpun.

“Mami, sakit...” Lirih Sakha

Rachel yang mendengar ucapan Sakha itu langsung memberhentikan aktifitas nya dan langsung berlari menuju kamar.

Sakha masih terbaring di lantai sambil menahan rasa sakit akibat pukulan dari Rachel.

Sakha bangkit dan mencoba untuk berjalan kearah kamar yang Rachel masuki.

“Mami, mami kenapa?” tanya Sakha sambil mengetuk pintu kamar

Tak ada jawaban dari dalam kamar.

“Mami?”

“Diam Sakha atau kamu tetap saya pukuli!” teriak Rachel

“Tangan mami pasti pegal-pegal habis pukul Sakha tadi, Sakha pijitin ya Mi” balas nya

“SAYA BILANG DIAM. MASUK KAMAR DAN JANGAN KELUAR KAMAR SEBELUM SAYA SURUH!”

“Saya gak butuh pijatan kamu, saya masih mampu untuk bayar orang untuk meminjat saya.”

“Yasudah, Sakha ke kamar ya Mi. Kalo lapar panggil Sakha aja nanti Sakha masakin, Sakha bisa masak walau nasi goreng doang”

“Kalau tangan Mami ada yang luka, segera di obati yaa biar tidak infeksi. Sakha sayang Mami” ucap nya setelah itu ia menuju kamar yang kosong.


Sakha berada di kamar mandi, membuka bajunya dan melihat luka yang berada di punggungnya.

Ia mencoba mengobati nya sendiri, tetapi tangannya tidak mampu menjangkau luka luka itu, Sakha meringis menahan sakit.

“Papa, jangan benci Mami ya? ini salah Sakha, bukan salah Mami” gumam Sakha, takut sang Papa marah dengan Mami nya

Setelah membersihkan lukanya walaupun hanya sebagian, ia beranjak untuk keluar dari kamar mandi. Sakha bosan, tetapi ia tidak mau memainkan Handphonenya.

Sakha sudah tau, Om – Om nya sudah mengirimkan banyak pesan, karena tidak sempat pamit kepada mereka.

“Papa, Sakha tau Mami sayang Sakha, cuma... belum saat nya Mami sayang Sakha”

“Papa ngerti kan maksud Sakha?”

“Sakha yakin Mami akan sayang dan rawat Sakha. Bukan sekarang tetapi nanti, jadi Papa jangan benci Mami ya?” gumam nya

Ketika ia sedang mengobrol sendiri, pintu kamar nya di ketuk paksa, maka ia langsung membuka nya dengan terburu-buru.

“Makan, mau mati kamu?!”

Sakha terkejut dengan perilaku Rachel “I-iya Mi”

Acara makan selesai, Sakha membersihkan piring kotor. Ketika membawa piring piring itu Sakha tidak sengaja tersandung kaki kursi.

Piring piring yang Sakha bawa, pecah begitu saja. Rachel yang mendengar suara pecahan menghampiri Sakha.

Bukan untuk melihat kondisi anaknya tetapi memarahi Sakha karena tidak becus sekedar membawa piring.

“Kamu gimana sih, gak becus banget bawa piring”

“Kamu tau itu piring mahal, saya beli di luar negri dan kamu seenaknya pecahin gitu aja!” bentak Rachel

“Maaf Mi, tadi Sakha kesandung kursi...” ucap Sakha membela diri

“Kalo orang tua bilangin tuh jangan ngebantah!”

“Maaf Mi”

“Bereskan saya tidak mau tau, saya kembali kesini sudah rapih semua!” ucap nya

Sakha mengangguk dan membereskan piring piring yang pecah. Ntah dari mana pikiran Rachel, ia menendang pecahan piring itu kepada Sakha.

Pecahan piring itu mengenai tangan Sakha dan menyebabkan sobekan kecil. Sakha meringis pelan sambil menahan darah yang mengalir dari tangannya itu.

om jemput Sakha...

  • Calya