jjaeyyaa

Tampar Sakha, pukul Sakha. Kalau ini bisa bikin Sakha di anggap sama Mami

Sakha sedang berada di apartemen milik Rachel yang ia tempati ketika datang ke Indonesia.

Sakha di jemput oleh Rachel, lebih tepatnya di jemput paksa ketika Rachel sudah tahu bahwa nilai Sakha dibawah 100.

“Mami, mana om Jay? Kemarin Mami bilang mau pulang bareng sama om Jay”

“Kenapa nilai mu gak 100 semua?!”

“Sakha gak dapet 100 tapi Sakha dapet 95 semua Mi”

“Tapi Mami maunya kamu dapet 100 Sakha! Apa salah nya kamu lebih giat belajar lagi? Kalo bisa dapet 95 seharusnya kamu bisa dapet 100.”

“Maaf Mih”

“Emang maaf kamu bisa bikin nilai kamu 100? Mami udah bilang kan kemarin, kalau nilai mu jelek mami gak akan anggep kamu anak.”

“Gak, Sakha mau dianggap sama Mami. Sakha minta maaf, janji Sakha rajin belajar biar bisa daper 100” ucapnya sambil memegang lengan Rachel

Rachel menghempaskan tangan Sakha dari lengannya itu “Gak usah peggang peggang saya!”

Sakha tetap memohon kepada Maminya udah menganggap dirinya sebagai anaknya.

plak

Satu tamparan berhasil mendarat di pipi Sakha, Rachel menampar pipi Sakha dengan keras. Sudah habus kesabarannya, belum lagi di tambah masalah dengan Jay baru baru ini.

“Tampar Sakha, pukul Sakha. Kalau ini bisa bikin Sakha di anggap sama Mami”

Rachel memukul, menampar dan mendorong Sakha. Bak seperti orang kesetanan.

“KAMU TAU GARA – GARA KAMU, SAYA BERANTEM DENGAN JAY! GARA – GARA KAMU SAYA HAMPIR KEHILANGAN JAY! SEMUA SALAH KAMU SAKHA, DASAR ANAK HARAM.” teriak Rachel tanpa henti memukulkan Sakha dengan alat yang ada di sekitarnya

Sakha pasrah, ia menangis mendengar ucapan dari sang Mami.

Anak haram. Sakit, sakit sekali. Apa selama ini kehadiran Sakha selalu menjadi penghalang Mami? Apa selama ini Mami nya tidak menganggap Sakha itu ada?

Pertanyaan – pertanyaan itu terus berputar di otak Sakha, sambil ia menangis menahan rasa sakit yang Rachel berikan.

Badan, kaki, tangan. Semua Rachel pukul dengan keras, tanpa rasa bersalah sedikitpun.

“Mami, sakit...” Lirih Sakha

“Papa, maafin Sakha belum bisa jadi anak yang berbakti kepada Mami, maaf kalau selama ini Mami dan Papa gak ingin Sakha hadir di dunia”

Tampar Sakha, pukul Sakha. Kalau ini bisa bikin Sakha di anggap sama Mami

Sakha sedang berada di apartemen milik Rachel yang ia tempati ketika datang ke Indonesia.

Sakha di jemput oleh Rachel, lebih tepatnya di jemput paksa ketika Rachel sudah tahu bahwa nilai Sakha dibawah 100.

“Mami, mana om Jay? Kemarin Mami bilang mau pulang bareng sama om Jay”

“Kenapa nilai mu gak 100 semua?!”

“Sakha gak dapet 100 tapi Sakha dapet 95 semua Mi”

“Tapi Mami maunya kamu dapet 100 Sakha! Apa salah nya kamu lebih giat belajar lagi? Kalo bisa dapet 95 seharusnya kamu bisa dapet 100.”

“Maaf Mih”

“Emang maaf kamu bisa bikin nilai kamu 100? Mami udah bilang kan kemarin, kalau nilai mu jelek mami gak akan anggep kamu anak.”

“Gak, Sakha mau dianggap sama Mami. Sakha minta maaf, janji Sakha rajin belajar biar bisa daper 100” ucapnya sambil memegang lengan Rachel

Rachel menghempaskan tangan Sakha dari lengannya itu “Gak usah peggang peggang saya!”

Sakha tetap memohon kepada Maminya udah menganggap dirinya sebagai anaknya.

plak

Satu tamparan berhasil mendarat di pipi Sakha, Rachel menampar pipi Sakha dengan keras. Sudah habus kesabarannya, belum lagi di tambah masalah dengan Jay baru baru ini.

“Tampar Sakha, pukul Sakha Mi. Kalau ini bikin Sakha di anggap sama Mami”

Rachel memukul, menampar dan mendorong Sakha. Bak seperti orang kesetanan.

“KAMU TAU GARA GARA KAMU, SAYA BERANTEM DENGAN JAY! GARA GARA KAMU SAYA HAMPIR KEHILANGAN JAY! SEMUA SALAH KAMU SAKHA, DASAR ANAK HARAM.” teriak Rachel tanpa henti memukulkan Sakha dengan alat yang ada di sekitarnya

Sakha pasrah, ia menangis mendengar ucapan dari sang Mami.

Anak haram Sakit, sakit sekali. Apa selama ini kehadiran Sakha selalu menjadi penghalang Mami? Apa selama ini Mami nya tidak menganggap Sakha itu ada?

Pertanyaan – pertanyaan itu terus berputar di otak Sakha, sambil ia menangis menahan rasa sakit yang Rachel berikan.

Badan, kaki, tangan. Semua Rachel pukul dengan keras, tanpa rasa bersalah sedikitpun.

“Mami, sakit...” Lirih Sakha

“Papa, maafin Sakha belum bisa jadi anak yang berbakti kepada Mami, maaf kalau selama ini Mami dan Papa gak ingin Sakha hadir di dunia”

TAMPAR SAKHA, PUKUL SAKHA MI. KALAU INI BIKIN SAKHA DI ANGGAP SAMA MAMI.

Sakha sedang berada di apartemen milik Rachel yang ia tempati ketika datang ke Indonesia.

Sakha di jemput oleh Rachel, lebih tepatnya di jemput paksa ketika Rachel sudah tahu bahwa nilai Sakha dibawah 100.

“Mami, mana om Jay? Kemarin Mami bilang mau pulang bareng sama om Jay”

“Kenapa nilai mu gak 100 semua?!”

“Sakha gak dapet 100 tapi Sakha dapet 95 semua Mi”

“Tapi Mami maunya kamu dapet 100 Sakha! Apa salah nya kamu lebih giat belajar lagi? Kalo bisa dapet 95 seharusnya kamu bisa dapet 100.”

“Maaf Mih”

“Emang maaf kamu bisa bikin nilai kamu 100? Mami udah bilang kan kemarin, kalau nilai mu jelek mami gak akan anggep kamu anak.”

“Gak, Sakha mau dianggap sama Mami. Sakha minta maaf, janji Sakha rajin belajar biar bisa daper 100” ucapnya sambil memegang lengan Rachel

Rachel menghempaskan tangan Sakha dari lengannya itu “Gak usah peggang peggang saya!”

Sakha tetap memohon kepada Maminya udah menganggap dirinya sebagai anaknya.

plak

Satu tamparan berhasil mendarat di pipi Sakha, Rachel menampar pipi Sakha dengan keras. Sudah habus kesabarannya, belum lagi di tambah masalah dengan Jay baru baru ini.

“Tampar Sakha, pukul Sakha Mi. Kalau ini bikin Sakha di anggap sama Mami”

Rachel memukul, menampar dan mendorong Sakha. Bak seperti orang kesetanan.

“KAMU TAU GARA GARA KAMU, SAYA BERANTEM DENGAN JAY! GARA GARA KAMU SAYA HAMPIR KEHILANGAN JAY! SEMUA SALAH KAMU SAKHA, DASAR ANAK HARAM.” teriak Rachel tanpa henti memukulkan Sakha dengan alat yang ada di sekitarnya

Sakha pasrah, ia menangis mendengar ucapan dari sang Mami.

Anak haram Sakit, sakit sekali. Apa selama ini kehadiran Sakha selalu menjadi penghalang Mami? Apa selama ini Mami nya tidak menganggap Sakha itu ada?

Pertanyaan – pertanyaan itu terus berputar di otak Sakha, sambil ia menangis menahan rasa sakit yang Rachel berikan.

Badan, kaki, tangan. Semua Rachel pukul dengan keras, tanpa rasa bersalah sedikitpun.

“Mami, sakit...” Lirih Sakha

“Papa, maafin Sakha belum bisa jadi anak yang berbakti kepada Mami, maaf kalau selama ini Mami dan Papa gak ingin Sakha hadir di dunia”

Hesa sudah sampai di tempat itu, ia makam Laura dan Jake. Hesa selalu mengadu kepada kedua temannya itu, mau kabar senang maupun sedih.

Hesa duduk di tengah tengah dua makam itu.

“Hai Laura” sapanya

“Lo mau tau gak? Tadi gue ketemu sama cewek yang mirip banget sama lo, asli deh semirip itu tau. Gue fikir itu lo pas gue mau samperin dia malah kabur, dia nangis Lau” adu nya

“Lau, itu bukan lo kan?” tanya nya dengan batu nisan bertulisan Laura Agatha itu

Hesa melirik samping kirinya yang di mana tempat peristirahatan terakhir Jake.

“Jake, anak lo udah mau masuk SMA. Anak lo kemarin minta pendapat sama gue tentang sekolah yang dia mau, ya gue jawab sesukanya dia, toh dia yang sekolah bukan gue. Gue cuma biayain dia sampai gede, sukses, dan gak ngejodohin dia. udah kan itu yang lo mau?” ucap Hesa

“Gue juga gak habis fikir sama mantan istri lo, gue gak tau kedepannya dia bakal gimana sama anak lo Jake. Gue takut mental anak lo di rusak sama Mami nya sendiri”

Hesa kembali menatap makam Laura.

“Lau, ini gue beneran gak bisa buka hati buat orang lain selain lo ya? Setiap di kenalin sama Dewa gue selalu gak bisa, selalu terbayang-bayang sama lo”

“Sebenarnya gak apa-apa sih sendiri, tapi nyokap gue selalu suruh gue cepet cepet Nikah, gue bingung soalnya calon gue udah gak ada. Udah bahagia sama cinta sejati nya”

“Laura, gue boleh minta sesuatu gak? Temuin cewek yang persis sama kaya lo ya? janji deh gue bakal sayang banget sama dia, gue langsung nikahin kalo emang udah bener bener klop”

“Bantu ya Lau? Lo juga bantu gue ya Jake? Sakha sekarang gue rasa lagi butuh sosok Ibu, dan Alena gak bisa memenuhi itu. Kalo ngandelin nyokap gue susah, dia udah sakit sakitan. Nyokap Dewa apalagi yang gak pernah kerumah Dewa”

Monolog Hesa, mungkin kalau orang lihat seperti orang gila, tapi inilah Hesa. Jika ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, ia selalu mengadu kepada kedua temannya itu.

Berharap bahwa kedua temannya mendengar curhatan nya, mungkin jika Hesa bisa tebak. Laura dan Jake sedang menertawakan hidupnya yang tidak jelas ini.

Setelah berbincang-bincang, ia menaburkan bunga ke makam kedua temannya itu dan berpamitan kepadanya.

Sa, yang kamu liat itu memang jodoh kamu ...

Hesa sudah sampai di tempat itu, ia makam Laura dan Jake. Hesa selalu mengadu kepada kedua temannya itu, mau kabar senang maupun sedih.

Hesa duduk di tengah tengah dua makam itu.

“Hai Laura” sapanya

“Lo mau tau gak? Tadi gue ketemu sama cewek yang mirip banget sama lo, asli deh semirip itu tau. Gue fikir itu lo pas gue mau samperin dia malah kabur, dia nangis Lau” adu nya

“Lau, itu bukan lo kan?” tanya nya dengan batu nisan bertulisan Laura Agatha itu

Hesa melirik samping kirinya yang di mana tempat peristirahatan terakhir Jake.

“Jake, anak lo udah mau masuk SMA. Anak lo kemarin minta pendapat sama gue tentang sekolah yang dia mau, ya gue jawab sesukanya dia toh dia yang sekolah bukan gue. Gue cuma biayain dia sampai gede, sukses udah kan itu yang lo mau?” ucap Hesa

“Gue juga gak habis fikir sama mantan istri lo, gue gak tau kedepannya dia bakal gimana sama anak lo Jake. Gue takut mental anak lo di rusak sama Mami nya sendiri”

Hesa kembali menatap makam Laura.

“Lau, ini gue beneran gak bisa buka hati buat orang lain selain lo ya? Setiap di kenalin sama Dewa gue selalu gak bisa, selalu terbayang-bayang sama lo”

“Sebenarnya gak apa-apa sih sendiri, tapi nyokap gue selalu gue cepet cepet Nikah, gue bingung soalnya calon gue udah gak ada. Udah bahagia sama cinta sejati nya”

“Lau, gue boleh minta sesuatu gak? Temuin cewek yang persis sama kaya lo ya? janji deh gue bakal sayang banget sama dia, gue langsung nikahin kalo emang udah bener bener klop”

“Bantu ya Lau? Lo juga bantu gue ya Jake? Sakha sekarang gue rasa lagi butuh sosok Ibu, dan Alena gak bisa memenuhi itu. Kalo ngandelin nyokap gue susah, dia udah sakit sakitan. Nyokap Dewa apalagi yang gak pernah kerumah Dewa”

Monolog Hesa, mungkin kalau orang lihat seperti orang gila, tapi inilah Hesa. Jika ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, ia selalu mengadu kepada kedua temannya itu.

Berharap bahwa kedua temannya mendengar curhatan nya, mungkin jika Hesa bisa tebak. Laura dan Jake sedang menertawakan hidupnya yang tidak jelas ini.

Setelah berbincang-bincang, ia menaburkan bunga ke makam kedua temannya itu dan berpamitan kepadanya.

Sa, yang kamu liat itu memang jodoh kamu ...

Hesa memasuki ruang inap Siska sambil menenteng makanan yang ia beli tadi.

“Ngantri banget ya om?” tanya Sakha tak ada jawaban dari Hesa.

Hesa menduduki sofa diruangan itu sambil mengusap wajahnya dengan kasar “Om, are you okey?” tanya Sakha hati-hati

“Om gak apa-apa, makan gih udah di beliin tuh” balasnya sebisa mungkin ia menutupi nya

Dan Sakha mengangguk paham, sedikit curiga bahwa Hesa sedang tidak baik baik saja, tapi ia juga harus tau batasan privasi orang.

Setelah melihat Sakha menghabiskan makanannya, Hesa pamit untuk keluar.

“Bang, om keluar dulu yaa? Jangan tungguin om, om bakal pulang malem. Abang tungguin Nenek disini yaa?” ucapnya

“O -om mau kemana?”

“Ada urusan bang, oh ya ini peggang uang biar gampang kalo ada apa apa”

“Gak usah om, Sakha masih ada ko”

“Buat Nenek kalo minta macem macem nanti, Om pergi dulu yaa” pamitnya

Dan Hesa sekarang sedang menuju tempat yang selalu ia kunjungi ketika sedih maupun senang itu.

Hesa memasuki ruang inap Siska sambil menenteng makanan yang ia beli tadi.

“Ngantri banget ya om?” tanya Sakha tak ada jawaban dari Hesa.

Hesa menduduki sofa diruangan itu sambil mengusap wajahnya dengan kasar “Om, are you okey?” tanya Sakha hati-hati

“Om gak apa-apa, makan gih udah di beliin tuh” balasnya sebisa mungkin ia menutupi nya

Dan Sakha mengangguk paham, sedikit curiga bahwa Hesa sedang tidak baik baik saja, tapi ia juga harus tau batasan privasi orang.

Setelah melihat Sakha menghabiskan makanannya, Hesa pamit untuk keluar.

“Bang, om keluar dulu yaa? Jangan tungguin om, om bakal pulang malem. Abang tungguin Nenek disini yaa?” ucapnya

“O -om mau kemana?”

“Ada urusan bang, oh ya ini peggang uang biar gampang kalo ada apa apa”

“Gak usah om, Sakha masih ada ko”

“Buat Nenek kalo minta macem macem nanti, Om pergi dulu yaa” pamitnya

Hesa menuju tempat yang selalu ia kunjungi ketika sedih maupun senang itu.

Hesa yang berjalan keluar dari rumah sakit dan melewati taman RS.

Hesa sempat melihat perawakan seperti Laura, apakah itu Laura? Tetapi Laura sudah meninggal beberapa tahun lalu, lalu itu siapa?

Pertanyaan pertanyaan itu memutar di otak Hesa, Hesa yang tak sadar pun sudah berada di belakang wanita itu.

Apa itu setan?

“Gak cape nangis terus?” ucap Hesa

Perempuan itu ntah dapat keberanian dari mana, ia langsung memeluk Hesa.

Hesa tentu saja terkejut dengan perlakuan perempuan itu.

Sekitar 10 menit, tangis perempuan itu reda dan diiringi lepasan pelukan.

“Maaf mas saya reflek” ucapnya

“Tidak apa-apa, saya paham kamu sedang tidak baik”

Perempuan itu merapikan pakaiannya dan melirik Hesa.

“Sebagau gantinya, gimana saya traktir mas makan? kebetulan udah jam makan siang” ujarnya

Hesa terheran, beberapa menit lalu ia menangis sesenggukan tetapi sekarang sudah benar benar lupa akan tangisan nya.

mirip sekali dengan Laura

“Boleh”

Dan perempuan itu mengajak Hesa untuk makan bersama.

Kalian tahu kan di dunia ini mempunyai 7 manusia kembar? mungkin ini adalah yang di maksud oleh 7 manusia kembar tersebut.

Valerie Anastasya Prawijaya.

Hesa dan Sakha sudah berada di rumah sakit, setibanya Hesa sampai di rumah ia langsung membawa sang ibu kerumah sakit.

Setelah menunggu dokter untuk keluar dari ruangan akhirnya dokter itu pun keluar.

“Gimana keadaan Nenek, dok?” tanya Sakha yang terlihat sangat khawatir

“Nenek mu baik baik aja ganteng, penyakit beliau kambuh penyakit jantung”

“Jadi kamu harus jaga Nenek yaa, jangan bikin Nenek stres, apalagi sampai meng-kategkan Nenek” balas Dokter

“Nenek gak apa apa abang” ucap Hesa sambil merangkul pundak Sakha

“Makasih ya Dok” ucap nya lagi

Setelah mengucapkan kata terima kasih, dokter itu pun pergi.

Sakha memeluk Hesa “Abang takut Nenek kenapa – napa, om” ucapnya sambil menumpahkan air matanya

“Yaampun abang, beneran Nenek gak apa apa ... abang jangan panik yaa, Nenek kan udah di periksa sama dokter” ucap Hesa

Jujur saja Sakha sangat takut perihal kehilangan, cukup Papa dan Mami yang pergi meninggalkan Sakha, ia tidak mau orang terdekatnya juga ikut pergi.

“Abang masuk ke sana, om beli makanan dulu yaa, belum makan kan kamu?” tanya Hesa

Sakha mengangguk dan menuju kamar rawat inap.

Hesa dan Sakha sudah berada di rumah sakit, setibanya Hesa sampai di rumah ia langsung membawa sang ibu kerumah sakit.

Setelah menunggu dokter untuk keluar dari ruangan akhirnya dokter itu pun keluar.

“Gimana keadaan Nenek, dok?” tanya Sakha yang terlihat sangat khawatir

“Nenek mu baik baik aja ganteng, penyakit beliau kambuh penyakit jantung”

“Jadi kamu harus jaga Nenek yaa, jangan bikin Nenek stres, apalagi sampai meng-kategkan Nenek” balas Dokter

“Nenek gak apa apa abang” ucap Hesa sambil merangkul pundak Sakha

“Makasih ya Dok” ucap nya lagi

Setelah mengucapkan kata terima kasih, dokter itu pun pergi.

Sakha memeluk Hesa “Abang takut Nenek kenapa – napa, om” ucapnya sambil menumpahkan air matanya

“Yaampun abang, beneran Nenek gak apa apa ... abang jangan panik yaa, Nenek kan udah di periksa sama dokter” ucap Hesa

Jujur saja Sakha sangat takut perihal kehilangan, cukup Papa dan Mami yang pergi meninggalkan Sakha, ia tidak mau orang terdekatnya juga ikut pergi.

“Abang masuk ke sana, om beli makanan dulu yaa, belum makan kan kamu?” tanya Hesa

Sakha mengangguk dan menuju kamar rawar inap.