jjaeyyaa

#O7

Hesa dan Sakha sudah berada di rumah sakit, setibanya Hesa sampai di rumah ia langsung membawa sang ibu kerumah sakit.

Setelah menunggu dokter untuk keluar dari ruangan akhirnya dokter itu pun keluar.

“Gimana keadaan Nenek, dok?” tanya Sakha yang terlihat sangat khawatir

“Nenek mu baik baik aja ganteng, penyakit beliau kambuh penyakit jantung”

“Jadi kamu harus jaga Nenek yaa, jangan bikin Nenek stres, apalagi sampai meng-kategkan Nenek” balas Dokter

“Nenek gak apa apa abang” ucap Hesa sambil merangkul pundak Sakha

“Makasih ya Dok” ucap nya lagi

Setelah mengucapkan kata terima kasih, dokter itu pun pergi.

Sakha memeluk Hesa “Abang takut Nenek kenapa – napa, om” ucapnya sambil menumpahkan air matanya

“Yaampun abang, beneran Nenek gak apa apa ... abang jangan panik yaa, Nenek kan udah di periksa sama dokter” ucap Hesa

Jujur saja Sakha sangat takut perihal kehilangan, cukup Papa dan Mami yang pergi meninggalkan Sakha, ia tidak mau orang terdekatnya juga ikut pergi.

“Abang masuk ke sana, om beli makanan dulu yaa, belum makan kan kamu?” tanya Hesa

Sakha mengangguk dan menuju kamar rawar inap.

Setelah malam itu, Jake memutuskan untuk pulang mengingat bahwa ia akan mengadakan acara pernikahan.

Fikiran Jake benar benar kosong, mata sayu serta mata yang membengkak karena derasnya air mata yang ia keluarkan.

“Raa, besok aku nikah..”

“Harus nya aku bahagia, kenapa aku gak ngerasain itu?”

Jake benar benar kalut dalam kesedihan, tak percaya wanita yang selama ini menjadi dunia nya telah tiada.

Ia masuk ke dalam kamar nya dan melihat sosok Laura di sofa, sofa yang selalu Laura duduki ketika berkunjung ke apart Jake

“Raa,”

Hai ganteng, ko sedih? jangan sedih yaa besok kan kamu nikah, harus bahagia dong!

Jake...

“Apa sayang?”

Jangan terus terusan tangisin aku yaa? aku susah untuk kesana

Jagoan Laura harus kuat, masa ditinggal sama aku nangis sih? Rachel besok sah menjadi istri kamu, inget janji kamu sama aku apa?

“Menjadikan Rachel menjadi ratu sama seperti aku menjadikan kamu ratu di hidup aku”

Good, ingat janji itu ya? Kalaupun kamu nanti gak bahagia disini, inget ada aku yang selalu ada disaat kamu sedih. Kamu bisa liat langit, atau liat sofa yang aku duduki sekarang

“Tapi aku maunya kamu tetap disini, nikah sama aku”

Jake, mau nanti suatu saat aku jemput kamu?

“Mau... Tapi kenapa nanti? kenapa gak sekarang?”

Karena kamu nanti di titipkan sebuah malaikat kecil, Malaikat kecil itu nanti akan menjadi dunia kamu

Setelah kamu berhasil mendidik malaikat kecil itu, aku akan menjemput kamu, tunggu sebentar ya?

“Aku akan tunggu kamu disini Raa, selalu”

Setelah Laura tersenyum, lama kelamaan Laura menghilang dari mata Jake.

Jake menangis lagi, kenapa harus wanita yang menjadi dunia nya yang harus pulang terlebih dahulu?

Kenapa tidak Jake?

Karena Jake akan menemukan malaikat kecil yang dimana malaikat kecil itu di takdirkan untuk membahagiakan Jake di semesta

Laura sangat baik, Laura sudah menitipkan pesan supaya Jake tidak melakukan hal yang tidak baik.

Dan Laura berjanji akan menjemput Jake ketika sudah waktunya,

Dan itu benar terjadi...

Mereka sedang melihat putra kecil Jake di atas sana, cukup sudah penderitaan mereka si semesta ini, mereka berhak bahagia dan kebahagiaan mereka adalah di atas sana, di keabadian yang semua orang tidak tentu bisa merasakannya.

Terimakasih Laura, Terimakasih Jake sudah mengajarkan banyak tentang kesabaran dan keikhlasan. berbahagialah disana, biar teman teman kalian yang menjaga Abimana Sakhala, putra kecil Jake.

Tugas kalian sudah selesai, dan memohonlah kepada Tuhan agar di lahirkan kembali menjadi sepasang kekasih sampai tua nanti dan sampai ajal menjemput kalian kembali.

Calya, selaku penulis ikut serta bahagia kalian sudah bahagia disana, beristirahatlah dengan tenang wahai Laura dan Jake

Sakha yang sudah bosan dengan permainan online itu pun menuruni anak tangga untuk sekedar mengambil minum dan juga menemui nenek nya.

“Nek, nenek dimana?” panggil Sakha

Tak ada jawabannya dari Siska.

Sakha menghampiri kamar Siska dan benar Siska sedang terbaring di tempat tidur nya.

“Nenek?” panggilannya lagi

“Egh, kenapa ndok?” ucap Siska

Sakha merasa lega, pasalnya ia sangat takut untuk kehilangan nenek nya.

“Gak apa-apa, Nenek tidur lagi aja” ucap Sakha

“Mau Nenek panasin sayur, Sakh?” tanya Siska

“Gak Nek, Sakha bisa sendiri nanti panasin sayur nya”

Siska pun tak mendengar ucapan Sakha, ia terbangun dan berjalan untuk memanasi sayur untuk Sakha makan.

Sakha mengikuti Siska di belakangnya, takut jatuh.

Dan benar tak jauh dari kamarnya, Siska terjatuh.

“Yaampun Nenek”

“Nek?”

“Nenek?”

“Nenek bangun!”

“Nek!”

Siska tak sadarkan diri.

Sakha yang sudah bosan dengan permainan online itu pun menuruni anak tangga untuk sekedar mengambil minum dan juga menemui nenek nya.

“Nek, nenek dimana?” panggil Sakha

Tak ada jawabannya dari Siska.

Sakha menghampiri kemar Siska dan benar Siska sedang terbaring di tempat tidur nya.

“Nenek?” panggilannya lagi

“Egh, kenapa ndok?” ucap Siska

Sakha merasa lega, pasalnya ia sangat takut untuk kehilangan nenek nya.

“Gak apa-apa, Nenek tidur lagi aja” ucap Sakha

“Mau Nenek panasin sayur, Sakh?” tanya Siska

“Gak Nek, Sakha bisa sendiri nanti panasin sayur nya”

Siska pun tak mendengar ucapan Sakha, ia terbangun dan berjalan untuk memanasi sayur untuk Sakha makan.

Sakha mengikuti Siska di belakangnya, takut jatuh.

Dan benar tak jauh dari kamarnya, Siska terjatuh.

“Yaampun Nenek”

“Nek?”

“Nenek?”

“Nenek bangun!”

“Nek!”

Siska tidak sadarkan diri.

Sakha turun dari kamar nya untuk menemui Hesa, Sakha mencari cari tetapi tidak ada hasilnya.

Nenek atau bisa di sebut dengan Siska melihat Sakha yang sedang mencari seseorang

“Cari siapa ndok?” tanya nya

“Nek, Om Hesa kemana?”

“Om mu tuh lagi cuci mobil”

“Oh gitu, makasih nenek cantik”

“Sarapan dulu”

“Nanti bareng om Hesa ya Nek, ga apa apa kan?”

“Yowes, nenek ke kamar yaa”

“Oke, hati hati Nek”

Sakha menuju bagasi, dan benar ada Hesa yang sedang membersihkan mobil nya.

“Om,” panggil Sakha

“Apa bang?”

“Mau ngomong” ucapnya

“Dih serius bener, bentar ya keringin mobil bentar” balas Hesa dan Sakha mengangguk paham


“Mau ngomong apa?” ucap Hesa yang sudah selesai mencuci mobil nya

“Kira kira kalo Sakha masuk SMA EN-academy om keberatan gak?” tanya Sakha

“Lho, kan yang sekolah kamu bang, kamu nyaman disana yaudah masuk sana”

“Takut nya om keberatan, terus harus masuk sekolah lain gitu”

“Gini bang, kan yang sekolah kamu, yang kejar ilmu juga kamu. Kalo om yang nentuin itu namanya om yang sekolah, sekolah dimana aja bebas, yang penting kamu niat sekolah disana dan gak neko-neko” balas Hesa

“Oke deh, abang masuk disana ya?”

“Iyaa, teman teman mu juga disana?”

“Iyaa hehe ...”

“Ooo pantes”

Pagi ini mereka sudah berada di alun alun kota, untuk berolahraga sekedar mencari keringat.

Sakha dan Hesa sudah memutari lapangan sebanyak 5x dan mereka sudah kelelahan.

“Capek bang?”

“Lumayan, udah lama gak olahraga soalnya”

“Haha, besok besok olahraga yang rajin bang, biar sehat” ucap Hesa sambil mengacak-acak rambut Sakha

“Kalo ada temennya abang mau, kalo sediri gak ah”

“Kenapa gitu?”

“Malu diliatin ...” ucapnya pelan

Hesa tetawa mendengar ucapan Sakha “Kamu cowok lho, masa iya malu, gimana pdkt-an sama cewek nanti”

“Yaa itu nanti lah, abang masih gamau mikirin cewek” ucap Sakha tegas

“Good, nanti ya bang kalo udah 17 tahun abang bebas mau ngapain aja” balas Hesa

“Yuk ke makam papa mu, udah siang” ajak Hesa

Dan mereka menuju rumah Jake.


“Hai papa” sapa nya sambil mengelus batu nisan bernamakan sang papa.

“Pa, papa tau gak? Sakha baru selesai ujian lho, Sakha udah mau SMA .... Kalo papa masih ada papa bangga gak ya sama Sakha?”

“Papa mu bangga bang, punya kamu” ucap Hesa yang sedari tadi mendengar ucapan Sakha

“Papa, emang aku harus banget pintar ya pa? Mami soalnya bilang, kalo mau di anggep sebagai anak nya harus pintar kaya papa”

Hesa yang mendengar itu terkejut, sangat terkejut.

“Sakha takut gak bisa memenuhi ekspektasi Mami, tapi kalo Sakha bodoh apa Papa masih anggep Sakha anak Papa?”

“Abang...”

“Pa, Mami kangen Sakha gak ya? Mami betah banget di Amerika, Sakha kangen Mami ... Tapi kalo Sakha bilang Sakha kangen Mami, Mami selalu bilang masih sibuk disana. Mami kerja disana ya Pa?” ucap Sakha sambil memainkan rumput makam Jake

Sakha menangis.

Hesa juga sudah menangis sedari tadi, Hesa memeluk erat tubuh Sakha.

“Abang, jangan dengerin apa kata Mami ya? Abang itu anak Papa Mami, Papa Jake dan Mami Rachel. Gak ada seorang ibu yang gak anggep anak nya sendiri”

“Gak ada bang” ucap Hesa

“Tapi Mami bilang begitu sama Sakha, Om ... Mami belum anggep Sakha kalo Sakha gak dapet nilai tinggi” balas nya

Hesa memutuskan pelukannya dan mengusap air mata Sakha.

“Sakha liat om. Jake, Sakha ini anak lo kan? Anak yang lo sayang, Anak yang lo bikin dunia lo berwarna. Gue mohon dateng ke mimpi Sakha buat pastiin kalo lo beneran anggep dia anak lo, urusan Rachel biar gue yang urus.”

Dan Sakha berharap Papa nya benar benar datang ke mimpinya nanti malam.

Hari demi hari Sakha dan teman temannya lalui, tepat hari ini mereka sudah selesai mengerjakan soal soal ujian.

Sakha dan Sean sudah keluar dari ruangannya disambut dengan ketiga temannya, kali ini mereka di satukan oleh sesi.

“Alhamdulillah akhirnya selesai juga” ucap Jaya

“Kita udah selesai ujian nih, gimana kalo kita makan makan?” tanya Jeje

“Boleh tuh, yuk”

Semua setuju dan mereka menuju caffe yang dekat dengan sekolahnya itu.

Sakha melirik handphonenya, mendengar suara notif yang ia rindukan. Suara notif dari sang Mami

Flashback Tepat hari ini dimana Sakha berada di rumah Hesa, Sakha sudah rapih dengan sidikit bedak dimukanya.

“Abang mau ketemu Papa?” tanya Hesa

“Pa-pa, mauu pa-pa”

“Mau, hm?”

“Yyaaaa!” jawabanya

Hesa tertawa “Yaampun anak Papa Jake gemes banget” sambil menggendong Sakha ala pesawat terbang, dan itu membuat Sakha tertawa girang.

“Abang tunggu ya, om Hesa siap siap dulu. Abang sama nenek dulu” ucapnya sambil memberikan Sakha kepada sang ibu

“Titip bentar ya bu, Hesa mau prepare. Mau ke makam Jake” ucapnya dan langsung berlari ke dalam kamarnya.


Di makam, Hesa sudah membawa 2 buah kantong bunga, dan 2 botol air mawar. Sambil menuntun Sakha yang masih terbilang kaku untuk berjalan, mengingat umur Sakha yang masih 10 bulan.

“Abang, liat itu rumah Papa” ucap Hesa

Sakha gembira dan mempercepat gerakan jalannya, geol – geol.

Setelah sampai di makam Jake dan Laura, Hesa merapikan rumput rumput yang sudah tinggi di makam Jake dan Laura.

Sakha yang ingin rasa tau nya tinggi mengikuti pergerakan Hesa.

“Iya bang, tarik rumputnya kaya gini” ucapnya sambil memperagakan mencabut rumput.

Setelah selesai mencabut rumput, Hesa memangku Sakha di paha nya.

“Jake, anak lo nih. Udah gede ya? Lo liat Sakha dari atas kan?”

“Sakha, ini Papa”

“Alo Papa,pa”

Hesa terkekeh sambil meneteskan air matanya, tak sanggup melihat interaksi Sakha terhadap batu nisan yang dianggap sebagai Papa nya.

Hesa melirik ke sebelah kanan, tepat di makam Laura. “Hai Lau, gimana? Seneng yaa ketemu Jake, gue dilupain nih gak seru lo ah”

Sakha yang mendengar itu bingung, dan Hesa peka akan hal itu. “Ini aunty Laura, cinta sejati nya Papa”

“Alo nty lau” sapa Sakha

Menit demi menit telah dilewati Hesa dan Sakha di makam, tak terasa hari sudah mulai panas.

Hesa beranjak dari tempat duduknya dan bergegas untuk menaburkan bunga untuk Jake dan Laura.

Sakha pun ikut turut menaburkan bunga di makam Jake dan laura “Ayo bang, kita pamit sama papa and aunty Laura”

“Dadah, papa,pa. Dadah nty Lau. Akha pelgi duyu”

“Jake, Lau. Gue balik yaa, lo berdua baik baik disana” pamitnya

Flashback Ketika Hesa sudah selesai mendatangi makam Jake dan Laura. Hesa langsung menuju rumah Dewa untuk menentukan Sakha tinggal bersama siapa.

Hesa, Dewa dan Sakha sudah berada di ruang tv, saling diam tak ada yang berbicara sampai beberapa menit dan Dewa membuka percakapan itu.

“Sa, jadi Sakha mau dibawa kemana?”

“Kalo seminggu – seminggu sama gue gimana?”

“Bisa aja sih, tapi orangtua lo?” tanya Dewa takut kedua orang tua Hesa tak terima dengan keberadaan Sakha.

“Orangtua gue mah malah seneng ada Sakha, Dew”

“Orangtua lo gimana?”

“Ya awalnya keberatan, tapi pas gue kasih tau surat dari Jake mereka stuju” ucapnya

Hesa ragu dengan jawaban Dewa, tidak memuaskan “Yakin? Maksud gue, yakin seterusnya bakal setuju atau cuma sementara?”

“Ini kita bukan dititipin barang lho Dew, tapi seorang anak. Yang gak ngerti apa apa, tanggung jawab kita besar banget”

Dewa mengerti apa yang di khawatir kan oleh Hesa “Kalo orang tua gue atau gue nyakitin Sakha, lo boleh bawa Sakha ketempat yang gue gak tau ko”

“Bukan maksud gue bakal nyakitin, tapi gue mengantisipasi kalo nanti suatu saat gue kelepasan” ujarnya

“Of course, I will bring Sakha that very second, Dew” balasnya dengan penuh keyakinan

Dewa lagi lagi menghela nafas, takut dengan ketakutan untuk membesarkan anak dari seorang temannya.

“Jadi Sakha mau di tempat om Dewa dulu atau ke om Hesa, bang?”

Sakha yang tak mengerti hanya tersenyum manis, sambil mengangguk – anggukan tangannya ke depan muka Dewa

“Sakha di tempat lo dulu deh, seminggu kemudian baru di gue” finalnya

Dan Dewa mengangguk paham.

“Yaudah gue langsung balik ya”

“Abang Sakha, om Hesa pulang dulu yaa? Abang jangan nakal sama om Dewa, gak boleh nangis malem malem, okey?”

Sakha mengangguk dengan antusias.

Jake, semoga gue bisa peggang janji gue sama Hesa ... batin Sunghoon

Ketika Heeseung sudah selesai mendatangi makam Jake dan Laura. Heeseung langsung menuju rumah Sunghoon untuk menentukan Sakha tinggal bersama siapa.

Heeseung, Sunghoon dan Sakha sudah berada di ruang tv, saling diam tak ada yang berbicara sampai beberapa menit dan Sunghoon membuka percakapan itu.

“Hee, jadi Sakha mau dibawa kemana?”

“Kalo seminggu – seminggu sama gue gimana?”

“Bisa aja sih, tapi bonyok lo?” tanya Sunghoon takut kedua orang tua Heeseung tak terima dengan keberadaan Sakha.

“Bonyok gue mah malah seneng ada Sakha, Hoon”

“Bonyok lo gimana?”

“Ya awalnya keberatan, tapi pas gue kasih tau surat dari Jake mereka stuju” ucapnya

Heeseung ragu dengan jawaban Sunghoon, tidak memuaskan “Yakin? Maksud gue, yakin seterusnya bakal setuju atau cuma sementara?”

“Ini kita bukan dititipin barang lho Hoon, tapi seorang anak. Yang gak ngerti apa apa, tanggung jawab kita besar banget”

Sunghoon mengerti apa yang di khawatir kan oleh Heeseung. “Kalo orang tua gue atau gue nyakitin Sakha, lo boleh bawa Sakha ketempat yang gue gak tau ko”

“Bukan maksud gue bakal nyakitin, tapi gue mengantisipasi kalo nanti suatu saat gue kelepasan” ujarnya

“Of course, I will bring Sakha that very second, Hoon” balasnya dengan penuh keyakinan

Sunghoon lagi lagi menghela nafas, takut dengan ketakutan untuk membesarkan anak dari seorang temannya.

“Jadi Sakha mau di tempat om Sunghoon dulu atau ke om Hee, bang?”

Sakha yang tak mengerti hanya tersenyum manis, sambil mengangguk – anggukan tangannya ke depan muka Sunghoon.

“Sakha di tempat lo dulu deh, seminggu kemudian baru di gue” finalnya

Dan Sunghoon mengangguk paham.

“Yaudah gue langsung balik ya”

“Abang Sakha, om Hee pulang dulu yaa? Abang jangan nakal sama om Sunghoon, gak boleh nangis malem malem, okey?”

Sakha mengangguk dengan antusias.

Jake, semoga gue bisa peggang janji gue sama Heeseung... batin Sunghoon