jjaeyyaa

Raihan berlari ketika pintu lift sudah terbuka, ia melihat dengan jelas Vanya dan Adel sedang berargumen.

Ia langsung menarik tangan Vanya dan menyembunyikan tubuh Vanya di belakang dirinya.

“Lo ngapain istri gue?!” tanya Raihan kepada Adel.

Adel tentu terkejut mendengar ucapan Raihan yang meninggi.

“Aku gak ngapa ngapain istri kamu, Han”

Dilain tempat Dito pun berlari ke arah mereka dan menarik tangan Adel untuk menjauh dari Raihan dan juga Vanya.

“Bawa Istri lo naik” ucap Dito sebelum ia benar benar membawa Adel pergi menjauh.

Raihan membalik badannya, panik di wajahnya pun tak bisa ia tutupi. “Kamu gak apa apa?” tanya Raihan.

Vanya mengangguk, “Aku gak apa apa” balasnya.

Syukurlah Adel tak menyakiti istrinya ini.

“Ayo kita naik ke atas,” ajak Raihan dan langsung menggenggam erat tangan Vanya menuju lantainya.


Sampailah mereka di lantai ruangan Raihan, Raihan langsung mempersilahkan Vanya masuk ke dalam ruangannya dan mengunci ruangan tersebut, saat ini ia benar-benar tak ingin di ganggu oleh siapapun.

“Kenapa di kunci?”

“Gak apa apa” balasnya.

Vanya duduk di sofa tersebut lalu menata makanan yang ia bawa tadi, sedikit berantakan karena tadi sempat tergoncang oleh dirinya saat berdebat dengan Adel.

“Mau makan dulu atau mau ngobrol dulu?” tanya Vanya.

“Makan dulu. Aku tau kamu dari pagi udah masak buat aku, jadi aku mau menghargai masakan kamu ini” balas Raihan.

Vanya sedikit salah tingkah mendengar ucapan Raihan tadi.

Mereka pun langsung memakan makanan yang Vanya bawa tadi, Vanya melihat Raihan memakan makanannya begitu lahap pun bernafas lega.

Makan siang pun di tutup oleh cemilan yang Vanya bawa tadi.

“Aku boleh nanya sama kamu gak?” tanya Raihan.

“Boleh, tanya apa?”

“Kamu kenapa bisa berantem gitu sama Adel?”

Vanya menceritakan semuanya tanpa terkecuali.

“Gitu Rai,”

“Tapi dia gak ngapa ngapain kamu kan?”

“Enggak, santai sayang. Aku boleh balik nanya sama kamu?”

“Boleh,”

“Adel pernah chatt kamu?”

Raihan memberhentikan aktifitasnya ketika ucapan Vanya itu.

Apakah ia harus jujur?

Atau ia harus membohongi istrinya ini?

“Iya. Tapi aku gak save”

“Why?”

“Alesan aku harus save dia apa?”

“Gak ada salahnya juga kan?”

“Aku gak mau”

“Kenapa?”

“Van.”

“Apa?”

Raihan menghela nafasnya. Ia tak mau berakhir berdebat dengan Vanya karena Adel seperti ini.

“Aku gak bakal save no adel, aku bakal jamin. Aku udah selesai sama dia, udah gak ada urusannya sama dia. Kamu percaya kan?”

“Apa yang bisa aku percaya sama kamu?”

“Aku sayang kamu, Vanya” ucap Raihan yang ingin menggenggam tangan Vanya.

“Sayang doang gak cukup Raihan.” balas Vanya yang menghindari tangan Raihan itu.

“Kamu gak percaya sama aku?”

“Kamu tau masa lalu aku kaya gimana, Raihan”

“I know. Aku tau, sayang.”

“Oke fine kalo emang kamu belum percaya sama aku, aku bakal buktiin kalo aku bener bener udah selesai sama adel.”

Vanya dengan semangat berjalan menuju lobby untuk menaiki taxi yang ia tumpangi ke kantor Raihan dengan membawa bekal untuk Raihan makan nanti.

“Pak kita ke kantor Dylan Company yaa” ucap Vanya.

Lalu pengemudi tersebut langsung menancapkan gas menuju perusahaan megah itu.

Satu jam perjalanan pun telah Vanya lalui, kini ia berjalan gontai sambil mengabari jika ia sudah sampai di bawah dan akan naik beberapa menit kemudian.

Ia hampiri resepsionis tersebut, disana ada wanita yang tampak tak asing baginya.

Wanita itu sedang beradu argumen dengan salah satu resepsionis lainnya, ntah berargumen tentang apa.

“Anda gak kenal saya?” ucap wanita tersebut sambil menaiki nada bicaranya.

Perhatian Vanya sedikit teralih ke sampingnya, karena tak baik jika harus berargumen seperti ini di kantor orang lain.

Vanya tak ambil pusing, lalu ia kembali dengan niatnya, yaitu menemui Raihan.

Ia kembali menghadap resepsionis lain dan berucap. “Mba, saya ingin ke lantai Pak Raihan, bisa?”

Wanita itu pun menoleh ketika nama Raihan di sebutkan oleh Vanya.

“Maaf sebelumnya, apakah anda bernama Vanya Widyazzuri?” ucap resepsionis itu.

Vanya mengangguk.

Lalu resepsionis tersebut memberikan kartu itu kepada Vanya tetapi kartu tersebut langsung diambil oleh Wanita di samping Vanya yang sedari tadi berargumen.

“Sorry?” ucap Vanya sambil menahan lengan tangan wanita itu.

“Itu punya saya. Kamu Mencuri kartu tersebut dari saya!”

“Gak peduli, yang penting gue ketemu Raihan.”

“Kamu siapanya Raihan?”

“Lo yang siapanya Raihan?”

“Saya istrinya.”

Vanya juga tak kalah sengit menjawab pertanyaan Wanita itu.

“Oh istrinya? Kenalin, Adel.” balas Adel sambil menjulurkan tangannya.

Vanya tak berniat untuk membalas uluran tangan tersebut, Vanya malah bertanya kepada Adel. “Mau apa kamu kesini?”

“Udah gue bilang, gue mau ketemu Raihan!”

“Ada urusan apa sama Raihan?”

“Pengen tau banget lo, jadi istri posesif banget, awas Raihan risih!” sindir Adel.

“Oh ya?”

Melihat Vanya dan Adel sedang berargumen, resepsionis tersebut menelfon ke lantai 16 dan memberitahukan bahwa sedang ada dua wanita yang sedang berargumen di lobby bawah.

“Pisahin mereka berdua. Dan jangan sampai istri Pak Raihan kenapa-napa!” ucap Dito di sebrang sana.

Vanya dengan semangat berjalan menuju lobby untuk menaiki taxi yang ia tumpangi ke kantor Raihan dengan membawa bekal untuk Raihan makan nanti.

“Pak kita ke kantor Dylan Company yaa” ucap Vanya.

Lalu pengemudi tersebut langsung menancapkan gas menuju perusahaan megah itu.

Satu jam perjalanan pun telah Vanya lalui, kini ia berjalan gontai sambil mengabari jika ia sudah sampai di bawah dan akan naik beberapa menit kemudian.

Ia hampiri resepsionis tersebut, disana ada wanita yang tampak tak asing baginya.

Wanita itu sedang beradu argumen dengan salah satu resepsionis lainnya, ntah berargumen tentang apa.

“Anda gak kenal saya?” ucap wanita tersebut sambil menaiki nada bicaranya.

Perhatian Vanya sedikit teralih ke sampingnya, karena tak baik jika harus berargumen seperti ini di kantor orang lain.

Vanya tak ambil pusing, lalu ia kembali dengan niatnya, yaitu menemui Raihan.

Ia kembali menghadap resepsionis lain dan berucap. “Mba, saya ingin ke lantai Pak Raihan, bisa?”

Wanita itu pun menoleh ketika nama Raihan di sebutkan oleh Vanya.

“Maaf sebelumnya, apakah anda bernama Vanya Widyazzuri?” ucap resepsionis itu.

Vanya mengangguk.

Lalu resepsionis tersebut memberikan kartu itu kepada Vanya tetapi kartu tersebut langsung diambil oleh Wanita di samping Vanya yang sedari tadi berargumen.

“Sorry?” ucap Vanya sambil menahan lengan tangan wanita itu.

“Itu punya saya. Kamu p Mencuri kartu tersebut dari saya!”

“Gak peduli, yang penting gue ketemu Raihan.”

“Kamu siapanya Raihan?”

“Lo yang siapanya Raihan?”

“Saya istrinya.”

Vanya juga tak kalah sengit menjawab pertanyaan Wanita itu.

“Oh istrinya? Kenalin, Adel.” balas Adel sambil menjulurkan tangannya.

Vanya tak berniat untuk membalas uluran tangan tersebut, Vanya malah bertanya kepada Adel. “Mau apa kamu kesini?”

“Udah gue bilang, gue mau ketemu Raihan!”

“Ada urusan apa sama Raihan?”

“Pengen tau banget lo, jadi istri posesif banget, awas Raihan risih!” sindir Adel.

“Oh ya?”

Melihat Vanya dan Adel sedang berargumen, resepsionis tersebut menelfon ke lantai 16 dan memberitahukan bahwa sedang ada dua wanita yang sedang berargumen di lobby bawah.

“Pisahin mereka berdua. Dan jangan sampai istri Pak Raihan kenapa-napa!” ucap Dito di sebrang sana.

Vanya dengan semangat berjalan menuju lobby untuk menaiki taxi untuk ia tumpangi ke kantor Raihan dengan membawa bekal untuk Raihan nanti makan.

“Pak kita ke kantor Dylan Company yaa” ucap Vanya.

Lalu pengemudi tersebut langsung menancapkan gas menuju perusahaan megah itu.

Satu jam perjalanan pun telah Vanya lalui, kini ia berjalan gontai sambil mengabari jika ia sudah sampai di bawah dan akan naik beberapa menit kemudian.

Ia hampiri resepsionis tersebut, disana ada wanita yang tampak tak asing baginya.

Wanita itu sedang beradu argumen dengan salah satu resepsionis lainnya, ntah berargumen tentang apa.

“Anda gak kenal saya?” ucap wanita tersebut sambil menaiki nada bicaranya.

Perhatian Vanya sedikit teralih ke sampingnya, karena tak baik jika harus berargumen seperti ini di kantor orang lain.

Vanya tak ambil pusing, lalu ia kembali dengan niatnya, yaitu menemui Raihan.

Ia kembali menghadap resepsionis lain dan berucap. “Mba, saya ingin ke lantai Pak Raihan, bisa?”

Wanita itu pun menoleh ketika nama Raihan di sebutkan oleh Vanya.

“Maaf sebelumnya, apakah anda bernama Vanya Widyazzuri?” ucap resepsionis itu.

Vanya mengangguk.

Lalu resepsionis tersebut memberikan kartu itu kepada Vanya tetapi kartu tersebut langsung diambil oleh Wanita di samping Vanya yang sedari tadi berargumen.

“Sorry?” ucap Vanya sambil menahan lengan tangan wanita itu.

“Itu punya saya. Kamu p Mencuri kartu tersebut dari saya!”

“Gak peduli, yang penting gue ketemu Raihan.”

“Kamu siapanya Raihan?”

“Lo yang siapanya Raihan?”

“Saya istrinya.”

Vanya juga tak kalah sengit menjawab pertanyaan Wanita itu.

“Oh istrinya? Kenalin, Adel.” balas Adel sambil menjulurkan tangannya.

Vanya tak berniat untuk membalas uluran tangan tersebut, Vanya malah bertanya kepada Adel. “Mau apa kamu kesini?”

“Udah gue bilang, gue mau ketemu Raihan!”

“Ada urusan apa sama Raihan?”

“Pengen tau banget lo, jadi istri posesif banget, awas Raihan risih!” sindir Adel.

“Oh ya?”

Melihat Vanya dan Adel sedang berargumen, resepsionis tersebut menelfon ke lantai 16 dan memberitahukan bahwa sedang ada dua wanita yang sedang berargumen di lobby bawah.

“Pisahin mereka berdua. Dan jangan sampai istri Pak Raihan kenapa-napa!” ucap Dito di sebrang sana.

Ketika mendapati kabar dari sang istri dengan cepat Raihan memutar arah dan membeli kebutuhan Vanya itu, ia tak lagi bingung pasalnya sudah beberapa kali ini ia sering membelikan keperluan tersebut.

Raihan berjalan dengan cepat mengingat jika ia juga harus kerja dan menemui client.

Pintu unitnya terbuka ia langsung masuk ke dalam kamar dan memberikan barang yang Vanya butuhkan.

Ketika Raihan ingin memanggil Vanya, ia di kejutkan oleh Vanya yang sedang menangis melihat jendela kamar.

Cepat cepat Raihan hampiri Wanita kesayangannya itu dan menanyakan ada apa dengan dirinya yang tiba tiba menangis sendirian di kamar.

“Sayang, kenapa?” tanya Raihan.

Vanya menoleh dan langsung memeluk Raihan, detik selanjutnya tangisan itu menjadi kencang. Raihan benar benar tak paham dengan kondisi sekarang ini.

“Ssshhh, kamu kenapa nangis bub?” tanya Raihan sekali lagi.

“Maafin aku..” lirih Vanya.

Minta maaf? Raihan benar benar tak mengerti, kenapa Vanya tiba tiba meminta maaf kepada dirinya, apakah istrinya itu telah melakukan kesalahan? Atau bagaimana?

“Minta maaf untuk?”

“Aku kira ini weekend terus kamu lagi di swalayan bawah, pas aku cek handphone, ternyata sekarang senin... Kamu udah berangkat kerja” jelasnya.

Astaga Vanya.

Raihan menghembuskan nafasnya lega, bukan masalah yang besar fikirnya.

“Maafin aku, karena aku kamu balik lagi demi anterin itu” lanjutnya sambil melirik kantung plastik di pinggir kasur milik mereka.

“Gak apa apa cantik” balas Raihan sambil mengelus rambut Vanya.

Isakan itu kian hilang seiring Raihan mengelus rambut milik Vanya seraya memberikan ketenangan.

“Udah tenang?”

“Bubby look at me, kalo kamu butuh bantuan mau aku lagi dimana pun aku bakal bantu sayang. Kamu mau nyebrang ke kafe depan kantor ku? Ayo, kamu butuh pembalut? Aku beliin, kamu butuh jemputan? Aku jemput. So, jangan merasa kalo kamu beban aku ya? Aku ikhlas lahir batin bantu kamu, suami itu harus siap siaga, kapan pun dan dimana pun.” jelas Raihan panjang.

“Tapi kamu jadi telat”

“Puji Tuhan hari ini jadwal meeting sama client gak pagi Nya”

Raihan benar benar memberikan penjelasan supaya istri kesayangannya itu tidak merasa bersalah karena sudah menyuruh sang suami membelikan kebutuhannya.

“Udah gak apa apa, sekarang kamu ke kamar mandi gih. Aku tungguin, sekalian ku ganti seprei nya”

“Aku aj-”

“Nurut sama suami, Vanya”

Vanya pun tunduk ketika mendengar suara Raihan yang tiba tiba menjadi dingin seperti itu.

Ketika mendapati kabar dari sang istri dengan cepat Raihan memutar arah dan membeli kebutuhan Vanya itu, ia tak lagi bingung pasalnya sudah beberapa kali ini ia sering membelikan keperluan tersebut.

Raihan berjalan dengan cepat mengingat jika ia juga harus kerja dan menemui client.

Pintu unitnya terbuka ia langsung masuk ke dalam kamar dan memberikan barang yang Vanya butuhkan.

Ketika Raihan ingin memanggil Vanya, ia di kejutkan oleh Vanya yang sedang menangis melihat jendela kamar.

Cepat cepat Raihan hampiri Wanita kesayangannya itu dan menanyakan ada apa dengan dirinya yang tiba tiba menangis sendirian di kamar.

“Sayang, kenapa?” tanya Raihan.

Vanya menoleh dan langsung memeluk Raihan, detik selanjutnya tangisan itu menjadi kencang. Raihan benar benar tak paham dengan kondisi sekarang ini.

“Ssshhh, kamu kenapa nangis bub?” tanya Raihan sekali lagi.

“Maafin aku..” lirih Vanya.

Minta maaf? Raihan benar benar tak mengerti, kenapa Vanya tiba tiba meminta maaf kepada dirinya, apakah istrinya itu telah melakukan kesalahan? Atau bagaimana?

“Minta maaf untuk?”

“Aku kira ini weekend terus kamu lagi di swalayan bawah, pas aku cek handphone, ternyata sekarang senin... Kamu udah berangkat kerja” jelasnya.

Astaga Vanya.

Raihan menghembuskan nafasnya lega, bukan masalah yang besar fikirnya.

“Maafin aku, karena aku kamu balik lagi demi anterin itu” lanjutnya sambil melirik kantung plastik di pinggir kasur milik mereka.

“Gak apa apa cantik” balas Raihan sambil mengelus rambut Vanya.

Isakan itu kian hilang seiring Raihan mengelus rambut milik Vanya seraya memberikan ketenangan.

“Udah tenang?”

“Bubub look at me, kalo kamu butuh bantuan mau aku lagi dimana pun aku bakal bantu sayang. Kamu mau nyebrang ke kafe depan kantor ku? Ayo, kamu butuh pembalut? Aku beliin, kamu butuh jemputan? Aku jemput. So, jangan merasa kalo kamu beban aku ya? Aku ikhlas lahir batin bantu kamu, suami itu harus siap siaga, kapan pun dan dimana pun.” jelas Raihan panjang.

“Tapi kamu jadi telat”

“Puji Tuhan hari ini jadwal meeting sama client gak pagi Nya”

Raihan benar benar memberikan penjelasan supaya istri kesayangannya itu tidak merasa bersalah karena sudah menyuruh sang suami membelikan kebutuhannya.

“Udah gak apa apa, sekarang kamu ke kamar mandi gih. Aku tungguin, sekalian ku ganti seprei nya”

“Aku aj-”

“Nurut sama suami, Vanya”

Vanya pun tunduk ketika mendengar suara Raihan yang tiba tiba menjadi dingin seperti itu.

Ketika mendapati kabar dari sang istri dengan cepat Raihan memutar arah dan membeli kebutuhan Vanya itu, ia tak lagi binging pasalnya sudah beberapa kali ini ia sering membelikan keperluan tersebut.

Raihan berjalan dengan cepat mengingat jika ia juga harus kerja dan menemui client.

Pintu unitnya terbuka ia langsung masuk ke dalam kamar dan memberikan barang yang Vanya butuhkan.

Ketika Raihan memanggil Vanya, ia di kejutkan oleh Vanya yang sedang menangis melihat jendela kamar.

Cepat cepat Raihan hampiri Wanita kesayangannya itu dan menanyakan ada apa dengan dirinya yang tiba tiba menangis sendirian di kamar ini.

“Sayang, kenapa?” tanya Raihan.

Vanya menoleh dan langsung memeluk Raihan, detik selanjutnya tangisan itu menjadi kencang. Raihan benar benar tak paham dengan kondisi sekarang ini.

“Ssshhh, kamu kenapa nangis bub?” tanya Raihan sekali lagi.

“Maafin aku..” lirih Vanya.

Minta maaf? Raihan benar benar tak mengerti, kenapa Vanya tiba tiba meminta maaf kepada dirinya, apakah istrinya itu telah melakukan kesalahan? Atau bagaimana?

“Minta maaf untuk?”

“Aku kira ini weekend terus kamu lagi di swalayan bawah, pas aku cek handphone sekarang senin... Kamu udah berangkat kerja” jelasnya.

Astaga Vanya.

Raihan menghembus nafasnya lega, bukan masalah yang besar baginya.

“Maafin aku, karena aku kamu balik lagi demi anterin itu” lanjutnya sambil melirik kantung plastik di pinggir kasur milik mereka.

“Gak apa apa cantik” balas Raihan sambil mengelus rambut Vanya.

Isakan itu kian hilang seiring Raihan mengelus rambut milik Vanya seraya memberikan ketenangan.

“Udah tenang?”

“Bubub look at me, kalo kamu butuh bantuan mau aku lagi dimana pun aku bakal bantu sayang. Kamu mau nyebrang ke kafe depan kantor ku? Ayo, kamu butuh pembalut? Aku beliin, kamu butuh jemputan? Aku jemput. So, jangan merasa kalo kamu beban aku ya? Aku ikhlas lahir batin bantu kamu, suami itu harus siap siaga, kapan pun dan dimana pun.” jelas Raihan panjang.

“Tapi kamu jadi telat”

“It's oke, Puji Tuhan hari ini jadwal meeting sama client gak pagi Nya”

Raihan benar benar memberikan penjelasan supaya istri kesayangannya itu tidak merasa bersalah karena sudah menyuruh sang suami membelikan kebutuhannya.

“Udah gak apa apa, sekarang kamu ke kamar mandi gih. Aku tungguin, sekalian ku ganti seprei nya”

“Aku aj-”

“Nurut sama suami, Vanya”

Vanya pun tunduk ketika mendengar suara Raihan yang tiba tiba menjadi dingin seperti itu.

Ketika mendapati kabar dari sang istri dengan cepat Raihan memutar arah dan membeli kebutuhan Vanya itu, ia tak lagi binging pasalnya sudah beberapa kali ini ia sering membelikan keperluan tersebut.

Raihan berjalan dengan cepat mengingat jika ia juga harus kerja dan menemui client.

Pintu unitnya terbuka ia langsung masuk ke dalam kamar dan memberikan barang yang Vanya butuhkan.

Ketika Raihan memanggil Vanya, ia di kejutkan oleh Vanya yang sedang menangis melihat jendela kamar.

Cepat cepat Raihan hampiri Wanita kesayangannya itu dan menanyakan ada apa dengan dirinya yang tiba tiba menangis sendirian di kamar ini.

“Sayang, kenapa?” tanya Raihan.

Vanya menoleh dan langsung memeluk Raihan, detik selanjutnya tangisan itu menjadi kencang. Raihan benar benar tak paham dengan kondisi sekarang ini.

“Ssshhh, kamu kenapa nangis bub?” tanya Raihan sekali lagi.

“Maafin aku..” lirih Vanya.

Minta maaf? Raihan benar benar tak mengerti, kenapa Vanya tiba tiba meminta maaf kepada dirinya, apakah istrinya itu telah melakukan kesalahan? Atau bagaimana?

“Minta maaf untuk?”

“Aku kira ini weekend terus kamu lagi di swalayan bawah, pas aku cek handphone sekarang senin... Kamu udah berangkat kerja” jelasnya.

Astaga Vanya.

Raihan menghembus nafasnya lega, bukan masalah yang besar baginya.

“Maafin aku, karena aku kamu balik lagi demi anterin itu” lanjutnya sambil melirik kantung plastik di pinggir kasur milik mereka.

“Gak apa apa cantik” balas Raihan sambil mengelus rambut Vanya.

Isakan itu kian hilang seiring Raihan mengelus rambut milik Vanya seraya memberikan ketenangan.

“Udah tenang?”

“Bubub look at me, kalo kamu butuh bantuan mau aku lagi dimana pun aku bakal bantu sayang. Kamu mau nyebrang ke kafe depan kantor ku? Ayo, kamu butuh pembalut? Aku beliin, kamu butuh jemputan? Aku jemput. So, jangan merasa kalo kamu beban aku ya? Aku ikhlas lahir batin bantu kamu, suami itu harus siap siaga, kapan pun dan dimana pun.” jelas Raihan panjang.

“Tapi kamu jadi telat”

“It's oke, Puji Tuhan hari ini jadwal meeting sama client gak pagi Nya”

Raihan benar benar memberikan penjelasan supaya istri kesayangannya itu tidak merasa bersalah karena sudah menyuruh sang suami membelikan kebutuhannya.

“Udah gak apa apa, sekarang kamu ke kamar mandi gih. Aku tungguin, sekalian ku ganti seprei nya”

“Aku aj-”

“Nurut sama suami, Vanya”

Vanya pun tunduk ketika mendengar suara Raihan yang tiba tiba menjadi dingin seperti itu.

Ketika mendapati kabar dari sang istri dengan cepat Raihan memutar arah dan membeli kebutuhan Vanya itu, ia tak lagi binging pasalnya sudah beberapa kali ini ia sering membelikan keperluan tersebut.

Raihan berjalan dengan cepat mengingat jika ia juga harus kerja dan menemui client.

Pintu unitnya terbuka ia langsung masuk ke dalam kamar dan memberikan barang yang Vanya butuhkan.

Ketika Raihan memanggil Vanya, ia di kejutkan oleh Vanya yang sedang menangis melihat jendela kamar.

Cepat cepat Raihan hampiri Wanita kesayangannya itu dan menanyakan ada apa dengan dirinya yang tiba tiba menangis sendirian di kamar ini.

“Sayang, kenapa?” tanya Raihan.

Vanya menoleh dan langsung memeluk Raihan, detik selanjutnya tangisan itu menjadi kencang. Raihan benar benar tak paham dengan kondisi sekarang ini.

“Ssshhh, kamu kenapa nangis bub?” tanya Raihan sekali lagi.

“Maafin aku..” lirih Vanya.

Minta maaf? Raihan benar benar tak mengerti, kenapa Vanya tiba tiba meminta maaf kepada dirinya, apakah istrinya itu telah melakukan kesalahan? Atau bagaimana?

“Minta maaf untuk?”

“Aku kira ini weekend terus kamu lagi di swalayan bawah, pas aku cek handphone sekarang senin... Kamu udah berangkat kerja” jelasnya.

Astaga Vanya.

Raihan menghembus nafasnya lega, bukan masalah yang besar baginya.

“Maafin aku, karena aku kamu balik lagi demi anterin itu” lanjutnya sambil melirik kantung plastik di pinggir kasur milik mereka.

“Gak apa apa cantik” balas Raihan sambil mengelus rambut Vanya.

Isakan itu kian hilang seiring Raihan mengelus rambut milik Vanya seraya memberikan ketenangan.

“Udah tenang?”

“Bubub look at me, kalo kamu butuh bantuan mau aku lagi dimana pun aku bakal bantu sayang. Kamu mau nyebrang ke kafe depan kantor ku? Ayo, kamu butuh pembalut? Aku beliin, kamu butuh jemputan? Aku jemput. So, jangan merasa kalo kamu beban aku ya? Aku ikhlas lahir batin bantu kamu, suami itu harus siap siaga, kapan pun dan dimana pun.” jelas Raihan panjang.

“Tapi kamu jadi telat”

“It's oke, Puji Tuhan hari ini jadwal meeting sama client gak pagi Nya”

Raihan benar benar memberikan penjelasan supaya istri kesayangannya itu tidak merasa bersalah karena sudah menyuruh sang suami membelikan kebutuhannya.

“Udah gak apa apa, sekarang kamu ke kamar mandi gih. Aku tungguin, sekalian ku ganti seprei nya”

“Aku aj-”

“Nurut sama suami, Vanya”

Vanya pun tunduk ketika mendengar suara Raihan yang tiba tiba menjadi dingin seperti itu.

Setelah meminta izin kepada Istri tercintanya— Vanya Widyazzuri— kini Raihan dan kedua anaknya yaitu Rizky dan juga Zidan sudah sampai di salah satu mall di ibu kota.

Sampailah mereka di play ground tersebut dan Raihan juga tak lupa untuk membeli kartu tersebut untuk di mainkan oleh kedua anaknya.

Mengisi saldo 500 ribu cukup kan untuk kedua anaknya?

Setelah diberikan kartu tersebut, Zidan langsung berlarian menuju spot mobil balap.

Dengan ke sok tahuan Zidan, ia memainkannya membelokkan kanan dan kiri tanpa mengerem.

Lain tempat ada Kakak Rizky anak pertama dari Raihan dan juga Vanya. Ia memilih untuk bermain basket, niat hati ingin sendiri tetapi Bapak kepala tiga ini mengajak anaknya duel untuk memecahkan rekor.

“Ayo kak duel sama papa” ajak Raihan.

Rizky yang suka dengan tantangan itupun menyetujui ajakan sang papa.

Permainan di mulai, skor Raihan lebih unggul ketimbang Rizky, tentu Rizky kalang kabut untuk mengejar skor.

Raihan yang sudah mempunyai sifat bapak-bapak itupun akhirnya sengaja tak memasuki bola basket itu ke dalam ring. Ia melihat kegigihan anak pertamanya untuk memenangkan duel ini.

Sungguh, Rizky sangat fokus untuk mencetak skor dan itu membuat Raihan tersenyum senang.

“Yah Kak, papa kalah”

“Cemen,”

Selesai mengucapkan itu, Rizky langsung meninggalkan Raihan dan beralih ke mainan selanjutnya.

Rizky dan Zidan sudah berada di depan pencapit boneka. Mereka berniat untuk memainkan ini.

“Ayo kak kita capit boneka yang gede, nanti kita kasih ke Mami” ucap si bungsu.

Rizky mengangguk lalu menggesek kan kartu tersebut dan memainkan permainan itu.

Percobaan pertama tak berhasil, kedua, ketiga, keempat dan kelima pun sama hasilnya.

“Ayo main yang lain dulu, nanti lagi main pencapitnya” ajak Raihan.

Rizky tetap Rizky. Ia tak mau jika kegiatannya dilakukan setengah-setengah. Ia tetap berusaha untuk mendapatkan boneka yang Zidan dan dirinya incar.

Sepuluh menit sudah terlewati, ntah sudah berapa mereka mencoba memainkan pencapit ini tetapi tak ada satupun yang berhasil.

Raihan yang sudah bosan menunggu pun hanya bisa pasrah melihat kegigihan dari seorang Rizky Syauqi Zuriel.

“Kak udah dulu yuk. Liat adek udah bosen gitu liatin kamu, gantian yuk mainnya. Nanti kita coba lagi ya?” ajak Raihan.

“Pa dikit lagi itu, Papa kartunya siniin!”

“Gantian Kak, adek juga mau main”

“Lagi kenapa gak pake dua kartu aja sih Pa? Kan kalo kaya gini kakak sama adek ribet ambil kartunya!”

“Kak? Kok kesel?” tanya Raihan yang tak mengerti emosi Rizky.

“Tau lah” Rizky merajuk.

Zidan yang melihat Rizky merajuk pun memberikan kartunya kepada Rizky. “Mainin lagi pencapitnya kak, kita harus dapet bonekanya buat Mami” ucap Zidan.

Dengan begitu Rizky langsung bersemangat kembali memainkan pencapit boneka itu sampai ia dapat.