jjaeyyaa

Setelah berbincang-bincang dengan kliennya, kini Vanya sedang menunggu Nazwa yang sedang menuju ke kafe. Dengan di temani Americano, Vanya hanya diam sambil sesekali melirik ke arah perusahaan Dyson.

Seandainya Raihan makan siang disini gimana ya? Batinnya bertanya.

Ia buang fikiran itu jauh-jauh mengingat jika Raihan tidak akan suka tempat seperti ini.

Kafe ini memang terbilang sangat unik, kafe memilik menu yang terbilang cukup banyak untuk kalangan kafe seperti pada umumnya.

Kafe ini di isi dengan daftar menu kopi, dessert dan juga makan-makanan yang hampir terbilang cukup berat.

Fikir Vanya, mungkin kafe ini di khususkan untuk para pekerja kantor yang berada di sekitar kawasan ini untuk menikmati makan siang. Mengingat jika di kawasan ini, restoran cukup minim. Dan hanya berada ada di dalam mall tak jauh, sekitar 10 menit.

15 menit sudah Vanya menunggu dan kini Nazwa kini sudah berada di depan Vanya, duduk bersebrangan.

“Lo dah mesen?” tanya Nazwa sambil menata rambut yang terkena angin.

“Belum, nunggu lo” balasnya.

Nazwa hanya mengangguk paham, dan sedetik kemudian Nazwa bangun dari duduknya untuk memesan makanan. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 11:40.

“Kalo nunggu lo mesen, lama.” Gumam Nazwa yang masih bisa terdengar oleh Vanya.

Setelah memesan Nazwa pun kembali ke tempat duduknya semula, ia melihat Vanya yang sedang berkutik di depan Laptop, ntah apa yang Vanya kerjakan.

“Nya, kalo Raihan makan disini gimana? Secara kafe sama perusahaannya aja sembrang-sembrangan. Gak menutup kemungkinan dia bakal lunch disini kan?” Ujar Nazwa.

Mendengar itu sontak Vanya memberhentikan aktifitas mengetiknya. Benar apa yang dikatakan oleh Nazwa, bahwa tidak menutup kemungkinan buat Raihan makan di kafe ini.

“Raihan mana mau makan disini anjir, ngada-ngada lo” balas Vanya.

“We never know, Nya. Kita liat nanti. Tapi please, jaga image lo di depan dia, jangan kaya reog”

“Iyeee”


Makanan yang Nazwa pesan sudah sampai di table mereka, memesan satu porsi nasi goreng seafood dan satu porsi pasta.

Sibuk dengan menyuapi makanan kedalam mulut, Nazwa di kejutkan oleh beberapa 2 orang pria yang baru saja masuk ke dalam kafe.

“Nya..”

Vanya yang sibuk dengan makanannya pun, menggubrisnya Nazwa seadanya. “Naon?”

“Di belakang lo, ada..” ucap Nazwa terpotong.

“Ada apan anjing, jangan nakut-nakutin deh lo!” Seru Vanya.

Ia membalikkan badannya, dan boom! Mata mereka sama-sama bertemu.

Raihan. Raihan ada disini.

“Wawa..” lirih Vanya.

“Calm down please.”

“Wa badan gue meleleh gak Wa? Omongan di jabah sama Tuhan Wa..”

Sedetik kemudian Raihan memutuskan eyes contact mereka.

Setelah itu Vanya langsung buru-buru merapikan barangnya dan langsung menarik Nazwa untuk keluar dari kafe ini.

Suara berisik yang di ciptakan oleh Vanya membuat Atensi Raihan sedikit memusat kepada mereka.

“Nya, liatin Nya!” ujar Nazwa

“Berisik, cabut ayo!” balas Vanya.

Ia sangat payah jika bertemu langsung dengan Raihan, bahkan untuk melihatnya saja sangan enggan.

“Bro ngapain sih lo?!” Bisik Dito.

Raihan yang masih melihat Vanya dan juga Nazwa keluar kafe itupun menoleh, “Kenapa?” tanya Raihan.

“Lo yang kenapa, udah deh persen makanan sekarang, jam 2 kita ada meeting!” Tukas Dito.

Raihan yang tak berdebat dengan lama dengan Dito pun meninggalkan Dito dan langsung memesan makanan yang ia inginkan.

Setelah berbincang-bincang dengan kliennya, kini Vanya sedang menunggu Nazwa yang sedang menuju ke kafe. Dengan di temani Americano, Vanya hanya diam sambil sesekali melirik ke arah perusahaan Dyson.

Seandainya Raihan makan siang disini gimana ya? Batinnya bertanya.

Ia buang fikiran itu jauh-jauh mengingat jika Raihan tidak akan suka tempat seperti ini.

Kafe ini memang terbilang sangat unik, kafe memilik menu yang terbilang cukup banyak untuk kalangan kafe seperti pada umumnya.

Kafe ini disini dengan daftar menu kopi, dessert dan juga makan-makanan yang hampir terbilang cukup berat.

Fikir Vanya, mungkin kafe ini di khususkan untuk para pekerja kantor yang berada di sekitar kawasan ini untuk menikmati makan siang. Mengingat jika di kawasan ini, restoran cukup minim. Dan hanya berada ada di dalam mall tak jauh, sekitar 10 menit.

15 menit sudah Vanya menunggu dan kini Nazwa kini sudah berada di depan Vanya, duduk bersebrangan.

“Lo dah mesen?” tanya Nazwa sambil menata rambut yang terkena angin.

“Belum, nunggu lo” balasnya.

Nazwa hanya mengangguk paham, dan sedetik kemudian Nazwa bangun dari duduknya untuk memesan makanan. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 11:40.

“Kalo nunggu lo mesen, lama.” Gumam Nazwa yang masih bisa terdengar oleh Vanya.

Setelah memesan Nazwa pun kembali ke tempat duduknya semula, ia melihat Vanya yang sedang berkutik di depan Laptop, ntah apa yang Vanya kerjakan.

“Nya, kalo Raihan makan disini gimana? Secara kafe sama perusahaannya aja sembrang-sembrangan. Gak menutup kemungkinan dia bakal lunch disini kan?” Ujar Nazwa.

Mendengar itu sontak Vanya memberhentikan aktifitas mengetiknya. Benar apa yang dikatakan oleh Nazwa, bahwa tidak menutup kemungkinan buat Raihan makan di kafe ini.

“Raihan mana mau makan disini anjir, ngada-ngada lo” balas Vanya.

“We never know, Nya. Kita liat nanti. Tapi please, jaga image lo di depan dia, jangan kaya reog”

“Iyeee”


Makanan yang Nazwa pesan sudah sampai di table mereka, memesan satu porsi nasi goreng seafood dan satu porsi pasta.

Sibuk dengan menyuapi makanan kedalam mulut, Nazwa di kejutkan oleh beberapa 2 orang pria yang baru saja masuk ke dalam kafe.

“Nya..”

Vanya yang sibuk dengan makanannya pun, menggubrisnya Nazwa seadanya. “Naon?”

“Di belakang lo, ada..” ucap Nazwa terpotong.

“Ada apan anjing, jangan nakut-nakutin deh lo!” Seru Vanya.

Ia membalikkan badannya, dan boom! Mata mereka sama-sama bertemu.

Raihan. Raihan ada disini.

“Wawa..” lirih Vanya.

“Calm down please.”

“Wa badan gue meleleh gak Wa? Omongan di jabah sama Tuhan Wa..”

Sedetik kemudian Raihan memutuskan eyes contact mereka.

Setelah itu Vanya langsung buru-buru merapikan barangnya dan langsung menarik Nazwa untuk keluar dari kafe ini.

Suara berisik yang di ciptakan oleh Vanya membuat Atensi Raihan sedikit memusat kepada mereka.

“Nya, liatin Nya!” ujar Nazwa

“Berisik, cabut ayo!” balas Vanya.

Ia sangat payah jika bertemu langsung dengan Raihan, bahkan untuk melihatnya saja sangan enggan.

“Bro ngapain sih lo?!” Bisik Dito.

Raihan yang masih melihat Vanya dan juga Nazwa keluar kafe itupun menoleh, “Kenapa?” tanya Raihan.

“Lo yang kenapa, udah deh persen makanan sekarang, jam 2 kita ada meeting!” Tukas Dito.

Raihan yang tak berdebat dengan lama dengan Dito pun meninggalkan Dito dan langsung memesan makanan yang ia inginkan.

Setelah membeli pesanan yang Nazwa pesankan, kini Vanya sudah berada di rumah Nazwa.

Di dalam kamar Nazwa yang bernuansa ungu pastel dan semerbak wangi vanilla yang di pancarkan dari pengharum ruangan kamarnya.

“Lo beli dimana dah?” tanya Nazwa sambil melahap seblak merah pekat itu.

“Biasanya dimana?”

“Ya kali aja mau nyoba tempat yang lain”

“Kalo udah nyaman mah susah, Wa”

“Jiakhhhh”

Sambil melahap seblak, Vanya pun sibuk men-scroll Twitter, ntah apa yang dia lihat sampai ada suara cekikikan yang terdengar dari telinga Nazwa.

“Anjir ini seblak ngapa pedes lagi” ucap Vanya sambil ia mengikat rambut yang tergerai itu.

Setelah mengikat rambutnya, ia melanjutkan men-scroll Twitter dan tak lama ia pun berteriak.

“RAIHAN ANJING”

Setelah membeli pesanan yang Nazwa pesankan, kini Vanya sudah berada di rumah Nazwa.

Di dalam kamar Nazwa yang bernuansa ungu pastel dan semerbak wangi vanilla yang di pancarkan dari pengharum ruangan kamarnya.

“Lo beli dimana dah?” tanya Nazwa sambil melahap seblak merah pekat itu.

“Biasanya dimana?”

“Ya kali aja mau nyoba tempat yang lain”

“Kalo udah nyaman mah susah, Wa”

“Jiakhhhh”

Sambil melahap seblak, Vanya pun sibuk men-scroll Twitter, ntah apa yang dia lihat sampai ada suara cekikikan yang terdengar dari telinga Nazwa.

“Anjir ini seblak ngapa pedes lagi” ucap Vanya sambil ia mengikat rambut yang tergerai itu.

Setelah mengikat rambutnya, ia melanjutkan men-scroll Twitter dan tak lama ia pun berteriak.

“RAIHAN ANJING”

Angel sedang menata piring yang sudah berisikan masakan yang ia masak tadi bersama bibi.

Dan kini Angel sedang menunggu sang ayah pulang dari kantor, menyambut nya di ruang depan.

Tak berselang lama, pintu pagar pun terbuka tanda bahwa sang ayah sudah sampai, ia langsung berlarian untuk membukakan pintu.

“Halo ayah!” sapanya penuh ceria.

“Halo cantik” sang ayah tak lupa untuk mencium kening Angel.

“Gimana tadi masaknya, seru?” Sambungnya, sambil mereka berjalan ke arah meja makan.

“Not bad lah Yah, untung bibi sabaran, ya gak bi?” ucap Angel menggoda Bibi yang sedang menata ulang piring-piring tadi.

Bibi hanya bisa tersenyum dan mempersilahkan tuan rumah untuk menyantap makanan yang sudah tersedia.

“Wah, makanan kesukaan ayah semua ini, makanan kesukaan mu mana Ngel?”

“Untuk hari ini Angel masak menu kesukaan ayah, besok baru deh menu Angel”

Angel ambilkan nasi untuk sang ayah dan juga lauk pauk favoritnya itu.

“Ini spesial buat ayah” sambungnya.

“Terimakasih anak ayah”

Ia lalu menyendok 'kan nasi dan juga lauk ke dalam mulutnya, Angel sedikit was-was takut rasanya hambar ataupun kurang garam.

“Mmm, enak Nak” ujar ayah yang langsung mencium kening Angel—tanda apresiasi.

“Makanan paling enak yang pernah ayah coba. Sini Angel ayah suapin” sambungnya dan menyendok 'kan nasi untuk Angel.

Sang anak pun menerima dengan senang hati sendok yang sedang terbang itu.

Setelah melahap nasi dan lauk itu Angel pun tersenyum senang, karena melihat respon ayah yang jauh dari ekspektasi nya.

“Yah” panggil Angel.

“Hmm, apa sayang?”

“Kalo semisal, semisal doang ini ya yah. Kalo semisal Angel jadi modeling boleh?”

“Boleh, asal selesain dulu kuliah mu”

“BENER YAH?” teriak Angel, spontan.

“Iya boleh sayang, setelah selesai skripsi, ayah bebasin kamu buat kerja dimana saja”

“Aaaaaaa sayang ayah banget, banget, banget”

“Fokus kuliah dulu, baru nanti kita bahas lagi tentang pekerjaan kamu”

“OKE AYAH!”

“Sayang, tolong ambilin plastik di pantry dong” teriak Naya.

Abian yang kini baru saja mendarat 'kan bokong nya di sofa berniat mengerjakan tugas yang sempat tertunda pun mau tak mau mengambil 'kan plastik untuk kekasihnya itu—Nayaka Aldish.

“Ini. Nay, aku nugas dulu sebentar ya? Jangan ganggu aku dulu biar cepat selesai dan bisa bantu-bantu kamu beberes apart. Kalau kaya gini aku gak bisa nugas..” ujar Abian.

Sang puan pun menoleh dan mendapati muka masam darinya.

“Yaudah kalo gak ikhlas ngambilin plastik buat sampah, maaf ya udah ganggu waktu nugas kamu” balas Naya sambil mengambil paksa plastik yang Abian pegang.

Tak mau menambah emosi, Abian tersenyum simpul dan mengusap rambut Naya sekilas. “Aku nugas dulu ya cantik”

Setelah berkutik kurang lebih satu setengah jam, kini Abian sudah menutup laptop nya dan sedikit merenggang 'kan badan nya.

Pegal dan nyeri di sekitar punggung pun mulai terasa, mengingat jika Abian mengerjakan tugas dengan keadaan duduk.

“Sayang masih beberes?” tanya Abian sedikit meninggikan suaranya satu oktaf.

“Dah selesai” acuh Naya.

Melihat muka masam dari sang kekasih, Abian memberikan kode kepada Naya menghampirinya.

“Ulululu pacar aku abis beberes, cape gak?” ujar Abian yang kini sedang memeluk Naya.

“Cape, kamu sih gak mau bantuin aku!”

“Aku nugas Nay, astaga..”

“Nugas lama banget!”

“Iyaa deh maaf. Mau makan? Pesen yuk?” alih-alih menjawab ucapan Naya, ia malah mengalihkan pembicaraan nya itu.

“Aku mau ke taichan” rengek Naya bak seperti bayi berumur 2 tahun.

Abian kelimpungan, pasalnya Naya tak hanya merengek, ia juga sedikit meniup bagian sensitif yang Abian punya.

“Bentar dulu. Kamu duduk dulu yang bener, baru ngomong. Aku gak denger tadi, kamu mau apa?”

“SATE TAICHAN ABIAN!!!!”

“Yaudah, ayo”

“Mau mandi dulu deh aku”

“Gih sana, aku tungguin”

Naya pun langsung bangkit dari duduknya dan sedikit mencuri cium di bibir Abian.

“Sayang, tolong ambilin plastik di pantry dong” teriak Naya.

Abian yang kini baru saja mendarat 'kan bokong nya di sofa berniat mengerjakan tugas yang sempat tertunda pun mau tak mau mengambil 'kan plastik untuk kekasihnya itu—Nayaka Aldish.

“Ini. Nay, aku nugas dulu sebentar ya? Jangan ganggu aku dulu biar cepat selesai dan bisa bantu-bantu kamu beberes apart. Kalau kaya gini aku gak bisa nugas..” ujar Abian.

Sang puan pun menoleh dan mendapati muka masam darinya.

“Yaudah kalo gak ikhlas ngambilin plastik buat sampah, maaf ya udah ganggu waktu nugas kamu” balas Naya sambil mengambil paksa plastik yang Abian pegang.

Tak mau menambah emosi, Abian tersenyum simpul dan mengusap rambut Naya sekilas. “Aku nugas dulu ya cantik”

Setelah berkutik kurang lebih satu setengah jam, kini Abian sudah menutup laptop nya dan sedikit merenggang 'kan badan nya.

Pegal dan nyeri di sekitar punggung pun mulai terasa, mengingat kalau Abian mengerjakan tugas dengan keadaan duduk.

“Sayang masih beberes?” tanya Abian sedikit meninggikan suaranya satu oktaf.

“Dah selesai” acuh Naya.

Melihat muka masam dari sang kekasih, Abian memberikan kode untuk Naya menghampirinya.

“Ulululu pacar aku abis beberes, cape gak?” ujar Abian yang kini sedang memeluk Naya.

“Cape, kamu sih gak mau bantuin aku!”

“Aku nugas Nay, astaga..”

“Nugas lama banget!”

“Iyaa deh maaf. Mau makan? Pesen yuk?” alih-alih menjawab ucapan Naya, ia malah mengalihkan pembicaraan nya itu.

“Aku mau ke taichan” rengek Naya bak seperti bayi berumur 2 tahun.

Abian kelimpungan pasalnya Naya tak hanya merengek, ia juga sedikit meniup bagian sensitif yang Abian punya.

“Bentar dulu. Kamu duduk dulu yang bener, baru ngomong. Aku gak denger tadi, kamu mau apa?”

“SATE TAICHAN ABIAN!!!!”

“Yaudah, ayo”

“Mau mandi dulu deh aku”

“Gih sana, aku tungguin”

Naya pun langsung bangkit dari duduknya dan sedikit mencuri cium di bibir Abian.

“Sayang, tolong ambilin plastik di pantry dong” teriak Naya.

Abian yang kini baru saja mendarat 'kan bokong nya di sofa berniat mengerjakan tugas yang sempat ke tunda pun mau tak mau mengambil 'kan plastik untuk kekasihnya itu—Naya Aldish.

“Ini. Nay, aku nugas dulu sebentar ya? Jangan ganggu aku dulu biar cepat selesai dan bisa bantu-bantu kamu beberes apart. Kalau kaya gini aku gak bisa nugas..” ujar Abian.

Sang puan pun menoleh dan mendapati muka masam darinya.

“Yaudah kalo gak ikhlas ngambilin plastik buat sampah, maaf ya udah ganggu waktu nugas kamu” balas Naya sambil mengambil paksa plastik yang Abian pegang.

Tak mau menambah emosi, Abian tersenyum simpul dan mengusap rambut Naya sekilas. “Aku nugas dulu ya cantik”

Setelah berkutik kurang lebih satu setengah jam, kini Abian sudah menutup laptop nya dan sedikit merenggang 'kan badan nya.

Pegal dan nyeri di sekitar punggung pun mulai terasa, mengingat kalau Abian mengerjakan tugas dengan keadaan duduk.

“Sayang masih beberes?” tanya Abian sedikit meninggikan suaranya satu oktaf.

“Dah selesai” acuh Naya.

Melihat muka masam dari sang kekasih, Abian memberikan kode untuk Naya menghampirinya.

“Ulululu pacar aku abis beberes, cape gak?” ujar Abian yang kini sedang memeluk Naya.

“Cape, kamu sih gak mau bantuin aku!”

“Aku nugas Nay, astaga..”

“Nugas lama banget!”

“Iyaa deh maaf. Mau makan? Pesen yuk?” alih-alih menjawab ucapan Naya, ia malah mengalihkan pembicaraan nya itu.

“Aku mau ke taichan” rengek Naya bak seperti bayi berumur 2 tahun.

Abian kelimpungan pasalnya Naya tak hanya merengek, ia juga sedikit meniup bagian sensitif yang Abian punya.

“Bentar dulu. Kamu duduk dulu yang bener, baru ngomong. Aku gak denger tadi, kamu mau apa?”

“SATE TAICHAN ABIAN!!!!”

“Yaudah, ayo”

“Mau mandi dulu deh aku”

“Gih sana, aku tungguin”

Naya pun langsung bangkit dari duduknya dan sedikit mencuri cium di bibir Abian.

Kini Angel sedang di obati oleh Sheryl, setelah perdebatan tadi Ayah meminta Sheryl untuk mengobati sang adik.

“Kaka tau kamu sakit hati, kaka tau ini berat buat kamu Ngel, tapi jangan sampe sakitin diri kamu kaya gini” ujar Sheryl sambil terus membersihkan darah yang sudah kering di tangan Angel.

“Maaf Kak”

“Jangan minta maaf sama kaka, minta maaf sama diri kamu. Kasihan dia, gak tau apa-apa kena getahnya” balas Sheryl.

“Udah selesai, dah sana ke kamar, tidur” sambungnya.

Sebelum Angel bangkit dari duduknya ia sempatkan untuk memeluk Sheryl, Sheryl yang sedang membereskan sisa-sisa tadi pun terkejut dengan perlakuan Angel.

“Maaf kalau hari ini bikin kaka emosi” ujar Angel.

Dan setelah itu ia bangkit dari duduknya dan meninggalkan Sheryl disana.

Dhafin ngasih kamu apa sampe kamu begini Dek?

Kini Angel sedang di obati olej Sheryl, setelah perdebatan tadi Ayah meminta Sheryl untuk mengobati sang adik.

“Kaka tau kamu sakit hati, kaka tau ini berat buat kamu Ngel, tapi jangan sampe sakitin diri kamu kaya gini” ujar Sheryl sambil terus membersihkan darah yang sudah kering di tangan Angel.

“Maaf Kak”

“Jangan minta maaf sama kaka, minta maaf sama diri kamu. Kasihan dia, gak tau apa-apa kena getahnya” balas Sheryl.

“Udah selesai, dah sana ke kamar, tidur” sambungnya.

Sebelum Angel bangkit dari duduknya ia sempatkan untuk memeluk Sheryl, Sheryl yang sedang membereskan sisa-sisa tadi pun terkejut dengan perlakuan Angel.

“Maaf kalau hari ini bikin kaka emosi” ujar Angel.

Dan setelah itu ia bangkit dari duduknya dan meninggalkan Sheryl disana.

Dhafin ngasih kamu apa sampe kamu begini Dek?