jjaeyyaa

Rasya sudah sampai di depan kantor Hesa, ia langsung mengabari Hesa dan Hesa menyuruh untuk masuk.

“Masuk aja Sya, gue lagi ada kerjaan gak bisa kebawah. Bilang aja lo udah bikin janji sama gue” ucapnya di telfon tadi.

Rasya memasuki kantor Hesa, melihat lihat dan langsung menanyakan ruangan Hesa.

“Siang, saya ingin bertemu dengan Pak Hesa, bisa” tanya Rasya

“Sebelumnya sudah buat janji?”

“S-sudah ko” balasnya

“Ruangan Pak Hesa berada di lantai 30, setelah lift terbuka sudah ada meja sekertaris Pak Hesa” jelasnya

Dan Rasya mengangguk paham, ia langsung menuju lift dan memecet tombol 30.

Setelah sampai, ia langsung di perbolehkan izin oleh sekertaris Hesa.

“Sa,” panggil Rasya

Hesa yang sedak berkutik dengab laptop dan kertas kertas tebal nya itu menoleh ketika mendengar ucapan Rasya.

“Sini Sya,” balasnya

Rasya memasuki ruangan Hesa dengan hati hati sambil melihat-lihat sekeliling.

“Cakep juga ruangan lo” gumam Rasya sambil meletakkan bekal nya di meja sofa

“Iyalah, ruangan gue” balas Hesa sambil berjalan ke arah sofa.

Rasya membereskan bekal bekal yang ia bawakan tadi, menata dengan baik.

Hesa yang melihat itu lagi lagi hanya bisa tersenyum, ntah sudah berapa lama ia tak tersenyum seperti sekarang.

“Makasih, Syaa” ucapnya

“Iya Hesa, sama sama. Nih lo tinggal makan, gue langsung balik ya” balas Rasya sambil mengambil tas nya

Hesa yang melihat itu langsung menarik pergelangan tangan Rasya “Lo belum makan kan? makan disini aja, bareng gue, gak bakal habis juga kalau gue makan sendiri sebanyak ini” ucapnya

Rasya tampak menimang nimang “Mau gak ya..”

Hesa berdecak “Ck! Lama lo” ucaonya sambil menarik Rasya untuk duduk

“KASAR BANGET JADI COWO!” ucap Rasya meninggikan suaranya 1 oktaf

Hesa tertawa “Sorry, lagi segala pake mikir, sok jual mahal”

Rasya tak menggubris perkataan Hesa, ia langsung mengambil makanannya itu.

Hesa juga tak kalah, ia menyendokkan nasi dan juga lauk yang Rasya bikin.

Setelah memakan itu, Hesa benar benar takjub. Ia tak pernah merasakan masakan seenak ini

“Jujur sama gue Sya, ini bukan lo yang bikin kan?” ucap Hesa

Rasya terkejut dan memukul lengan Hesa dengan kencang “Lo gak percaya banget deh, itu gue yang bikin Hesa!”

“Masa seenak ini?” ucap Hesa

“Ya mana gue tau, gue cuma ikutin petunjuk di buku resep doang” balasnya.

Persis masakan Laura batinnya

kenapa setiap gue liat lo, gue selalu keinget Laura, Syaa?

Sore itu Hesa benar benar menjemput Rasya yang ia kenal beberapa hari itu.

Hesa sedang menunggu Rasya, tetap pada prinsipnya 10 menit jika Rasya tidak datang ke mobilnya, maka acara jalan jalan malam itu batal.

Tak butuh waktu sampai 10 menit Rasya sudah berjalan ke arah mobil Hesa, benar saja wanita itu tidak memakai makeup sedikit pun.

Hanya memakai hoodie berwarna hitam dan celana jeans miliknya, Hesa mengulas senyumnya melihat Rasya berjalan ke arahnya.

“Hai” sapa Hesa

“Kaku banget lo, kaya abg lagi kasmaran” balas Rasya

Rasya melirik ke arah Hesa “Saa, kalau sama gue jangan kaku kaku” ucapnya

“Udah ayo jalan” sambungnya sambil berjalan ke arah pintu samping pengemudi.

Hesa menurut dan langsung menjalankan mobilnya itu.

“Gue gak tau tempatnya, nanti arahin ya” ucap Hesa sambil fokus ke arah depan

“Iya Hesa”


Setelah perjalanan yang begitu menguras waktu, akhirnya mereka sampai di suatu tempat.

Sepi tak banyak orang yang berlalu-lalang di sekitar sini, padahal kalau kita melihat jam baru menunjukkan pukul 7 malam.

“Sya, lo suka tempat sepi ya?” tanya Hesa

Rasya tersenyum sambil berjalan santai bersama Hesa “Iyaa, gue suka sepi” balasnya

“Kita naik keatas, Sya?” tanya Hesa yang tampak melihat ke arah Rasya dengan tatapan bingung

“Yaiyalah, nanti disana lo bisa liat Jakarta” balasnya sambil menaiki anak tangga itu

Di sebuah rooftop tempat yang sudah terbengkalai, tempat dimana Rasya menyendiri.

Rasya menduduki bangku yang berada disana “Akhirnya sampe juga” gumamnya

Hesa pun juga ikut menduduki bangku panjang itu, melihat sekeliling dengan seksama.

“Kalau gue lagi ada masalah, gue sering kesini, Sa. Kalo lo tanya alesannya kenapa, karena yaa sunyi dan gak berisik” ucap Rasya membuka suara setelah beberapa menit hening

“Jadi bisa di anggap kalo tempat ini buat healing lo?”

Rasya menggeleng pelan “Gak nentu, gue kesini kalau gue mau aja sih. Tapi kebanyakan kalau gue lagi ada masalah”

Rasya beranjak dari tempatnya dan menuju ke arah batas pagar, melihat ibu kota Jakarta dari atas sana.

Rasya memejamkan matanya sambil tersenyum, Hesa yang melihat itu tak kuat menahan senyumannya.

Senyuman yang persis sekali dengan Laura, senyuman dimana orang melihat itu selalu tenang.

“Persis Laura” gumam Hesa

Rasya yang mendengar itu langsung membuka matanya dan menoleh ke arah Hesa “Siapa Laura? Pacar lo?”

Hesa yang tertangkap basah itu pun salah tingkah, menggaruk tengkuk yang tidak gatal itu.

“Gak, bukan pacar” balasnya gugup

“Oh ya Sa, gue mau nanya soal tadi” ucap Rasya

Hesa tampak mengingat pertanyaan Rasya “Yang lo bilang gak jadi itu?” tanyanya

Rasya mengangguk.

“Tanya aja, selagi bisa gue jawab ya gue jawab” ucapnya

“Lo udah punya buntut?” tanya Rasya

Hesa terheran, Buntut?

“Ko bingung sih, maksud gue lo udah punya anak?” ucap Rasya membenarkan ucapannya

“Lo nge-stalk gue?” tanya Hesa

“MANA ADA! Tweet lo lewat TL gue, gak sengaja kepencet dari pada sia sia kepencetnya mending gue scroll ke bawah” balas Rasya yang gugup

“Bilang aja nge-stalk”

“Udah udah. Jadi lo udah punya anak?” tanya lagi

“Kalo udah kenapa, kalo belum kenapa?”

Rasya nampak terheran dengan jawaban Hesa “Y-yaa, kalo lo udah punya anak berarti gue sekarang jalan sama laki orang dong”

Hesa tertawa “Gue belum punya anak”

“Lah itu, siapa sih Sakha (?)” tanya sambil mengingat nama Sakha

“Nanti lo juga bakal tau sendiri” balasnya sambil mendudukkan dirinya di rooftop itu.

Rasya mengerti dan mengangguk paham, tak mau kalau ia secara tidak sadar mengusik privasi orang yang bahkan baru ia kenali beberapa hari lalu.

Rasya melihat Hesa merebahkan dirinya di atas rooftop sambil melihat langit yang tampak mendung.

Rasya ikut membaringkan tubuhnya di samping Hesa, Hesa langsung melirik ke arah Rasya “Kotor Syaa, jangan”

“Gak apa apa, bisa di cuci kalau kotor” balasnya.

Malam itu dimana Rasya dan Hesa menghabiskan waktunya untuk merenung.

Tak ada yang memulai obrolan sampai Hesa tak sadar kalau Rasya sudah tertidur pulas di temani oleh angin yang begitu menyejukkan.

Hesa melihat ke arah jam tangannya sudah menunjukkan pukul 10 malam, ia bergegas untuk membangunkan Rasya dari tidurnya.

Sudah 15 menit Hesa mencoba membangunkan Rasya, tetapi tidak ada pergerakan darinya, mau tak mau Hesa menggendong tubuh Rasya.

“Nyusahin lo!” gumamnya sambil menuruni anak tangga dengan hati hati.

Sore itu Hesa benar benar menjemput Rasya yang ia kenal beberapa hari itu.

Hesa sedang menunggu Rasya, tetap pada prinsipnya 10 menit jika Rasya tidak datang ke mobilnya, maka acara jalan jalan malam itu batal.

Tak butuh waktu sampai 10 menit Rasya sudah berjalan ke arah mobil Hesa, benar saja wanita itu tidak memakai makeup sedikit pun.

Hanya memakai hoodie berwarna hitam dan celana jeans miliknya, Hesa mengulas senyumnya melihat Rasya berjalan ke arahnya.

“Hai” sapa Hesa

“Kaku banget lo, kaya abg lagi kasmaran” balas Rasya

Rasya melirik ke arah Hesa “Saa, kalau sama gue jangan kaku kaku” ucapnya

“Udah ayo jalan” sambungnya sambil berjalan ke arah pintu samping pengemudi.

Hesa menurut dan langsung menjalankan mobilnya itu.

“Gue gak tau tempatnya, nanti arahin ya” ucap Hesa sambil fokus ke arah depan

“Iya Hesa”


Setelah perjalanan yang begitu menguras waktu, akhirnya mereka sampai di suatu tempat.

Sepi tak banyak orang yang berlalu-lalang di sekitar sini, padahal kalau kita melihat jam baru menunjukkan pukul 7 malam.

“Sya, lo suka tempat sepi ya?” tanya Hesa

Rasya tersenyum sambil berjalan santai bersama Hesa “Iyaa, gue suka sepi” balasnya

“Kita naik keatas, Sya?” tanya Hesa yang tampak melihat ke arah Rasya dengan tatapan Heran

“Yaiyalah, nanti disana lo bisa liat Jakarta” balasnya sambil menaiki anak tangga itu

Di sebuah rooftop tempat yang sudah terbengkalai, tempat dimana Rasya menyendiri.

Rasya menduduki bangku yang berada disana “Akhirnya sampe juga” gumamnya

Hesa pun juga ikut menduduki bangku panjang itu, melihat sekeliling dengan seksama.

“Kalau gue lagi ada masalah, gue sering kesini, Sa. Kalo lo tanya alesannya kenapa, karena yaa sunyi dan gak berisik” ucap Rasya membuka suara setelah beberapa menit hening

“Jadi bisa di anggap kalo tempat ini buat healing lo?”

Rasya menggeleng pelan “Gak nentu Sa, gue kesini kalau gue mau aja sih. Tapi kebanyakan kalau gue lagi ada masalah”

Rasya beranjak dari tempatnya dan menuju ke arah batas pagar, melihat ibu kota Jakarta dari atas sana.

Rasya memejamkan matanya sambil tersenyum, Hesa yang mihat itu tak kuat menahan senyumannya.

Senyuman yang persis sekali dengan Laura, senyuman dimana orang melihat itu selalu tenang.

Persis Laura gumam Hesa

Rasya yang mendengar itu membuka matanya dan melirik Hesa “Siapa Laura? Pacar lo?”

Hesa yang tertangkap basah itu pun salah tingkah, menggaruk tengkuk yang tidak gatak itu.

“Gak, bukan pacar” balasnya tampak gugup

“Oh ya Sa, gue mau nanya soal tadi” ucap Rasya

Hesa tampak mengingat pertanyaan Rasya “Yang lo bilang gak jadi itu?” tanyanya

Rasya mengangguk.

“Tanya aja, selagi bisa gue jawab ya gue jawab” ucapnya

“Lo udah punya buntut?” tanya Rasya

Hesa terheran, Buntut?

“Ko bingung sih, maksud gue lo udah punya anak?” ucap Rasya membenarkan ucapannya

“Lo stalk gue?” tanya Hesa

“MANA ADA! Tweet lo lewat TL gue, gak sengaja kepencet dari pada sia sia kepencetnya mending gue scroll ke bawa” balas Rasya yang nampak gugup

“Bilang aja ngestalk”

“Udah udah. Jadi lo udah punya anak?” tanya lagi

“Kalo udah kenapa, kalo belum kenapa?”

Rasya nampak terheran dengan jawaban Hesa “Y-yaa, kalo lo udah punya anak berarti gue sekarang jalan sama laki orang dong”

Hesa tertawa “Gue belum punya anak”

“Lah itu, siapa sih Sakha (?)” tanya sambil mengingat nama Sakha

“Nanti lo juga bakal tau sendiri” balasnya sambil mendudukkan dirinya di rooftop itu.

Rasya mengerti dan mengangguk paham, tak mau kalau ia secara tidak sadar mengusik privasi orang yang bahkan baru ia kenali beberapa hari lalu.

Rasya melihat Hesa merebahkan dirinya di atas rooftop sambil melihat langit yang tampak mendung.

Rasya ikut membaringkan tubuhnya di samping Hesa, Hesa melirik ke arah Rasya “Kotor Syaa,”

“Gak apa apa, bisa di cuci kalau kotor” balasnya.

Malam itu dimana Rasya dan Hesa menghabiskan waktunya untuk merenungkan dirinya kembali.

Tak ada yang memulai obrolan sampai Hesa tak sadar kalai Rasya sudah tertidur pulas di temani oleh angin yang begitu menyejukkan.

Hesa melihat jam dan sudah menunjukkan pukul 9 malam, ia bergegas untuk membangunkan Rasya dari tidurnya.

Sudah 15 menit Hesa mencobu membangunkan Rasya, tetapi tidak ada pergerakan darinya, mau tak mau Hesa menggendong tubuh Rasya.

“Nyusahin lo!” gumamnya sambil menuruni anak tangga dengan hati hati.

Cosmic radiation

deskripsi foto

Cosmic radiation

Hari sudah berganti menjadi malam, Hesa sedang berjalan santai di bahu jalan menikmati udara malam yang menyejukkan.

Hesa berbelok ke salah satu supermarket sekedar membeli minum untuk menemani jalan malamnya.

Setelah mencari minuman yang ia cari, akhirnya Hesa menemukan dan tinggal tersisa satu, buru-buru Hesa mengambil minuman itu.

Tapi sedetik kemudian, minuman kaleng itu sudah di ambil oleng seroang wanita asing.

“Maaf, tapi itu punya saya” ucap Hesa

“Apaan si lo, jelas jelas gue yang peggang pertama kali” tukas wanita itu

“Tapi-” belum sempat menyelesaikan ucapannya wanita itu langsung meninggalkan Hesa seorang diri.

“Rese banget sih” gumam nya sambil menuju pintu keluar supermarket.

Belum sempat ia mengambil gagang pintu, wanita itu kembali menarik tas Hesa, sontak Hesa terkejut dan melihat kearah wanita itu dengan tatapan tajam.

“Apa lagi, mba?” tanya Hesa

“Mba? lo bilang gue mba? gue masih muda asal lo tau!” balasnya

Wanita itu memberikan minuman kaleng yang Hesa inginkan itu “Nih, tadi gue nanya sama mas – mas disini, ternyata masih ada stok” sambungnya

Hesa tampak terheran melihat wanita itu.

“Ambil kek, udah gue kasih juga” tukasnya

Hesa mengambil minuman itu dengan ragu ragu “Gak lo masukin racun kan?” tanya Hesa sambil melihat-lihat minuman itu.

Mata wanita itu terbelalak mendengar ucapan Hesa.

“Udah gue kasih racun! Mampus, mampus dah lo” balasnya sambil membuka pintu supermarket itu meninggalkan Hesa sendiri.

Hesa tersenyum simpul.

Lucu

Hesa menghampiri wanita itu yang sedang berada di depan sambil melihat bintang bintang di atas sana.

“Makasih” ucap Hesa

“Lebay lo, gitu doang bilang makasih” balasnya

Wanita itu melihat Hesa dan mengulurkan tangannya “Gue Rasya”

Hesa membalas uluran tangan itu dan tersenyum “Hesa”

“Lo jam segini baru balik ngantor?” tanya Rasya

Hesa kembali menatap langit melihat bintang bintang yang nampak lebih cantik.

“Sebenarnya udah dari sore, tapi gue lagi pengen jalan jalan malam aja” ucapnya tanpa menoleh ke arah Rasya

“Ayo jalan jalan, gue tau tempat yang bagus kalau malam malam gini” ajak Rasya

Hesa menoleh ke arah Rasya dan melihat bekas minuman itu di ujung bibirnya, dengan spontan Hesa mengusap ujung bibir Rasya dengan tangannya itu.

“Kalau minum tuh jangan kaya anak kecil, blepotan banget.” balasnya

Rasya diam tak berkutik melihat Hesa yang mengusap ujung bibirnya itu.

Rasya mendorong dada Hesa “Modus lo!” ucap Rasya

“Gue spontan doang, sorry kalau buat lo gak nyaman. Gue balik duluan ya, makasih minumannya” pamit Hesa

Hari sudah berganti menjadi malam, Hesa sedang berjalan santai di bahu jalan menikmati udara malam yang menyejukkan.

Hesa berbelok ke salah satu supermarket sekedar membeli minum untuk menemani jalan malamnya.

Setelah mencari minuman yang ia cari, akhirnya Hesa menemukan dan tinggal tersisa satu, buru-buru Hesa mengambil minuman itu.

Tapi sedetik kemudian, minuman kaleng itu sudah di ambil oleng seroang wanita asing.

“Maaf, tapi itu punya saya” ucap Hesa

“Apaan si lo, jelas jelas gue yang peggang pertama kali” tukas wanita itu

“Tapi-” belum sempat menyelesaikan ucapannya wanita itu langsung meninggalkan Hesa seorang diri.

“Rese banget sih” gumam nya sambil menuju pintu keluar supermarket.

Belum sempat ia mengambil gagang pintu, wanita itu kembali menarik tas Hesa, sontak Hesa terkejut dan melihat kearah wanita itu dengan tatapan tajam.

“Apa lagi, mba?” tanya Hesa

“Mba? lo bilang gue mba? gue masih muda asal lo tau!” balasnya

Wanita itu memberikan minuman kaleng yang Hesa inginkan itu “Nih, tadi gue nanya sama mas – mas disini, ternyata masih ada stok” sambungnya

Hesa tampak terheran melihat wanita itu.

“Ambil kek, udah gue kasih juga” tukasnya

Hesa mengambil minuman itu dengan ragu ragu “Gak lo masukin racun kan?” tanya Hesa sambil melihat-lihat minuman itu.

Mata wanita itu terbelalak mendengar ucapan Hesa.

“Udah gue kasih racun! Mampus, mampus dah lo” balasnya sambil membuka pintu supermarket itu meninggalkan Hesa sendiri.

Hesa tersenyum simpul.

Lucu

Hesa menghampiri wanita itu yang sedang berada di depan sambil melihat bintang bintang di atas sana.

“Makasih” ucap Hesa

“Lebay lo, gitu doang bilang makasih” balasnya

Wanita itu melihat Hesa dan mengulurkan tangannya “Gue Rasya”

Hesa membalas uluran tangan itu dan tersenyum “Hesa”

“Lo jam segini baru balik ngantor?” tanya Rasya

Hesa kembali menatap langit melihat bintang bintang yang nampak lebih cantik.

“Sebenarnya udah dari sore, tapi gue lagi pengen jalan jalan malam aja” ucapnya tanpa menoleh ke arah Rasya

“Ayo jalan jalan, gue tau tempat yang bagus kalau malam malam gini” ajak Rasya

Hesa menoleh ke arah Rasya dan melihat bekas minuman itu di ujung bibirnya, Hesa dengan spontan mengusap ujung bibir Rasya dengan tangannya itu.

“Kalau minum tuh jangan kaya anak kecil, blepotan banget.” balasnya

Rasya diam tak berkutik melihat Hesa yang mengusap ujung bibirnya itu.

Rasya mendorong dada Hesa “Modus lo!” ucap Rasya

“Gue spontan doang, sorry kalau buat lo gak nyaman. Gue balik duluan ya, makasih minumannya” pamit Hesa

Hari sudah berganti menjadi malam, Hesa sedang berjalan santai di bahu jalan menikmati udara malam yang menyejukkan.

Hesa berbelok ke salah satu supermarket sekedar membeli minum untuk menemani jalan malamnya.

Setelah mencari minuman yang ia cari, akhirnya Hesa menemukan dan tinggal tersisa satu, buru-buru Hesa mengambil minuman itu.

Tapi sedetik kemudian, minuman kaleng itu sudah di ambil oleng seroang wanita asing.

“Maaf, tapi itu punya saya” ucap Hesa

“Apaan si lo, jelas jelas gue yang peggang pertama kali” tukas wanita itu

“Tapi-” belum sempat menyelesaikan ucapannya wanita itu langsung meninggalkan Hesa seorang diri.

“Rese banget sih” gumam nya sambil menuju pintu keluar supermarket.

Belum sempat ia mengambil gagang pintu, wanita itu kembali menarik tas Hesa, sontak Hesa terkejut dan melihat kearah wanita itu dengan tatapan jenah.

“Apa lagi, mba?” tanya Hesa

“Mba? lo bilang gue mba? gue masih muda asal lo tau!” balasnya

Wanita itu memberikan minuman kaleng yang Hesa inginkan itu “Nih, tadi gue nanya sama mas – mas disini, terbyata masih ada stok” sambungnya

Hesa tampak terheran melihat wanita itu.

“Ambil kek, udah gue kasih juga” tukasnya

Hesa mengambil minuman itu dengan ragu ragu “Gak lo masukin racun kan?” tanya Hesa sambil melihat-lihat minuman itu.

Mata wanita itu terbelalak mendengar ucapan Hesa.

“Udah gue kasih racun! Mampus, mampus dah lo” balasnya sambil membuka pintu supermarket itu meninggalkan Hesa sendiri.

Hesa tersenyum simpul.

Lucu

Hesa menghampiri wanita itu yang sedang berada di depan sambil melihat bintang bintang di atas sana.

“Makasih” ucap Hesa

“Lebay lo, gitu doang bilang makasih” balasnya

Wanita itu melihat Hesa dan mengulurkan tangannya “Gue Rasya”

Hesa membalas uluran tangan itu dan tersenyum “Hesa”

“Lo jam segini baru balik ngantor?” tanya Rasya

Hesa kembali menatap langit melihat bintang bintang yang nampak lebih cantik.

“Sebenarnya udah dari sore, tapi gue lagi pengen jalan jalan malam aja” ucapnya sambil melihat ke arah bintang bintang.

“Ayo jalan jalan, gue tau tempat yang bagus kalau malam malam gini” ajak Rasya

Hesa menoleh melihat Rasya yang meminum dengan berantakan “Udah malem, gak baik cewek keluyuran” balasnya

Rasya diam tak berkutik melihat Hesa yang mengusap ujung bibirnya itu.

Rasya mendorong dada Hesa “Modus lo!” ucap Rasya

“Gue spontan doang, sorry kalau buat lo gak nyaman. Gue balik duluan ya, makasih minumannya” pamit Hesa

Alena dan Syifa sudah lengkap dengan baju khusus ruangan ICU itu.

Mereka berjalan menghampiri Sakha yang masih enggan untuk membuka matanya, sudah 6 hari lamanya ia di ruangan ini.

Tidak ada perkembangan sedikit pun kata dokter yang menangani Sakha, cuma doa yang mampu kita lakukan.

“Sakha...” panggil Syifa

Alena yang tau, sedikit memberi jarak untuk Syifa berbicara kepada Sakha.

Syifa mengelus rambut Sakha begitu lembut, menahan air mata yang ia tahan sejak memasuki rumah sakit ini.

“Sakha,” lirihnya

“Sakha, kita masih punya tempat tempat yang belum kita datangi, kemarin kamu minta untuk study date kan? Ayo Sakha, kita study date...”

“Sakha, maaf..”

“Maaf kalau aku fikir kamu ilang gitu aja, maaf kalau fikiran aku negatif setiap harinya tanpa aku tau kamu disini berjuang buat bangun” ucapnya

Air mata yang Syifa tahan sejak memasuki rumah sakit ini pecah begitu saja.

Alena yang melihat Syifa terisak pun menghampiri Syifa dan memberikan usapan lembut di punggungnya.

“Sakha pasti bangun,” ucap Alena

“Sampai kapan tante? Bahkan Syifa baru tau di hari ke-6 Sakha di rawat”

“Tante... Syifa gak mau ditinggal Sakha” lirihnya

“Tante juga gak mau ditinggal Sakha, Syif...”

“Tante cuma bisa berdoa untuk kesembuhan Sakha..” ucap Alena

Alena juga terisak, menangis bersama di ruangan itu. Mereka tak tega melihat Sakha yang terbujur di ruangan ini, banyak luka di tangan maupun di muka yang hampir kering.

“Om... Jangan ambil Sakha, Syifa mohon...” batinnya

“Sudah yaa, yuk kit-”

Tit... Tit... Tit...

Suara monitor yang semua orang takuti

Gak, gak mungkin, Om... Syifa mohon

“SAKHA!!!!”

“SAKHA BANGUN, BANGUN SAYANG” teriak Syifa sambil lari menuju Sakha

Alena yang panik, langsung memecet tombol darurat itu dengan cepat.

Dewa, Hesa, Sean dan Jaya yang mendengar jeritan Syifa langsung memasuki ruangan itu.

Tidak mungkin, tidak, ini bukan waktunya. Apa yang Laura ucapkan bertolak belakang.

“Abang, abang Sakha, denger Om.” ucap Hesa sambil mengguncang tubuh Sakha

“ABIMANA SAKHALA, BANGUN SAYANG, BANGUN” teriak Hesa.

Dokter pun datang, Dewa membawa mereka semua untuk keluar walau dengan susah payah.

Setelah keluar dari ruangan ICU, Dewa langsung membekap tubuh Hesa dengan erat.

“Saa, kalau ini jalannya, ikhlas yaa?” bisik Dewa

Tak ada jawaban dari Hesa.

Tak lama Dokter pun menghampiri mereka, dengan harap Sakha akan baik baik saja.

“Maaf, Pak, Bu. Saya sudah semaksimal mungkin untuk menolong pasien”

“Pasien di nyatakan meninggal pada pukul 15:00” ucap Dokter

“GAK DOK, GAK MUNGKIN, SAKHA ANAK KUAT. PERIKSA LAGI DOKTER” teriak Hesa

“LAURA LO BILANG SAKHA GAK BAKAL DI BAWA JAKE, TAPI INI APA? JAKE BAWA SAKHA! GUE GAK PUNYA SIAPA SIAPA LAGI DISINI LAURA!” ucap Hesa

Hesa langsung menghampiri Sakha yang sudah di tutupi oleh kain putih.

“Abimana Sakhala... Om udah gak punya siapa siapa, ayo bangun sayang, temenin om” ucap Hesa

“Abang udah janji sama nenek buat jagain Om, sampai Om nemuin pujaan hati Om, ayo bang bangun” sambungnya

Sean dan Jaya juga sudah menangis sejak tadi, saling menguatkan satu sama lain. Terutama Sean, harus menjadi bahu untuk Jaya yang sedang menangis terisak-isak itu.

Syifa juga menangis, di dekapan Alena.

Baru saja ia meminta kepada Jake, kenapa tidak di dengarkan olehnya? Apakah ini jalan untuk Sakha, apakah ini waktu yang tepat untuk Sakha pergi?

“Sakha... Sakha cape? Sakha udah mau ketemu Papi? Kalau ini waktunya, Syifa ikhlas ko. Tapi janji sama Syifa untuk bahagia disana, yaa?” ucap Syifa

“Abimana Sakhala, Pria terkuat setelah Ayah, Pria terhebat setelah Ayah. Selamat tidur Abimana Sakhala” sambungnya sambil mencium kening Sakha

-

Hesa merosotkan badannya pada dinding rumah sakit, bertanya kepada semesta, kenapa ia harus merasakan kehilangan lagi? Apa tidak cukup mengambil 4 orang yang Hesa sayangi?

Hesa kacau saat ini.

Jake, gue mohon, mohon Jake... Jangan sekarang, gue masih mau bahagia'in Sakha...

Alena dan Syifa sudah lengkap dengan baju khusus ruangan ICU itu.

Mereka berjalan menghampiri Sakha yang masih enggan untuk membuka matanya, sudah 6 hari lamanya ia di ruangan ini.

Tidak ada perkembangan sedikit pun kata dokter yang menangani Sakha, cuma doa yang mampu kita lakukan.

“Sakha...” panggil Syifa

Alena yang tau, sedikit memberi jarak untuk Syifa berbicara kepada Sakha.

Syifa mengelus rambut Sakha begitu lembut, menahan air mata yang ia tahan sejak memasuki rumah sakit ini.

“Sakha,” lirihnya

“Sakha, kita masih punya tempat tempat yang belum kita datangi, kemarin kamu minta untuk study date kan? Ayo Sakha, kita study date...”

“Sakha, maaf..”

“Maaf kalau aku fikir kamu ilang gitu aja, maaf kalau fikiran aku negatif setiap harinya tanpa aku tau kamu disini berjuang buat bangun” ucapnya

Air mata yang Syifa tahan sejak memasuki rumah sakit ini pecah begitu saja.

Alena yang melihat Syifa terisak pun menghampiri Syifa dan memberikan usapan lembut di punggungnya.

“Sakha pasti bangun,” ucap Alena

“Sampai kapan tante? Bahkan Syifa baru tau di hari ke-6 Sakha di rawat”

“Tante... Syifa gak mau ditinggal Sakha” lirihnya

“Tante juga gak mau ditinggal Sakha, Syif...”

“Tante cuma bisa berdoa untuk kesembuhan Sakha..” ucap Alena

Alena juga terisak, menangis bersama di ruangan itu. Mereka tak tega melihat Sakha yang terbujur di ruangan ini, banyak luka di tangan maupun di muka yang hampir kering.

“Om... Jangan ambil Sakha, Syifa mohon...” batinnya

“Sudah yaa, yuk kit-”

Tit... Tit... Tit...

Suara monitor yang semua orang takuti

Gak, gak mungkin, Om... Syifa mohon

“SAKHA!!!!”

“SAKHA BANGUN, BANGUN SAYANG” teriak Syifa sambil lari menuju Sakha

Alena yang panik, langsung memecet tombol darurat itu dengan cepat.

Dewa, Hesa, Sean dan Jaya yang mendengar jeritan Syifa langsung memasuki ruangan itu.

Tidak mungkin, tidak, ini bukan waktunya. Apa yang Laura ucapkan bertolak belakang.

“Abang, abang Sakha, denger Om.” ucap Hesa sambil mengguncang tubuh Sakha

“ABIMANA SAKHALA, BANGUN SAYANG, BANGUN” teriak Hesa.

Dokter pun datang, Dewa membawa mereka semua untuk keluar walau dengan susah payah.

Setelah keluar dari ruangan ICU, Dewa langsung membekap tubuh Hesa dengan erat.

“Saa, kalau ini jalannya, ikhlas yaa?” bisik Dewa

Tak ada jawaban dari Hesa.

Tak lama Dokter pun menghampiri mereka, dengan harap Sakha akan baik baik saja.

“Maaf, Pak, Bu. Saya sudah semaksimal mungkin untuk menolong pasien”

“Pasien di nyatakan meninggal pada pukul 15:00” ucap Dokter

“GAK DOK, GAK MUNGKIN, SAKHA ANAK KUAT. PERIKSA LAGI DOKTER” teriak Hesa

“LAURA LO BILANG SAKHA GAK BAKAL DI BAWA JAKE, TAPI INI APA? JAKE BAWA SAKHA! GUE GAK PUNYA SIAPA SIAPA LAGI DISINI LAURA!” ucap Hesa

Hesa langsung menghampiri Sakha yang sudah di tutupi oleh kain putih.

“Abimana Sakhala... Om udah gak punya siapa siapa, ayo bangun sayang, temenin om” ucap Hesa

“Abang udah janji sama nenek buat jagain Om, sampai Om nemuin pujaan hati Om, ayo bang bangun” sambungnya

Sean dan Jaya juga sudah menangis sejak tadi, saling menguatkan satu sama lain. Terutama Sean, harus menjadi bahu untuk Jaya yang sedang menangis terisak-isak itu.

Syifa juga menangis, di dekapan Alena.

Baru saja ia meminta kepada Jake, kenapa tidak di dengarkan olehnya? Apakah ini jalan untuk Sakha, apakah ini waktu yang tepat untuk Sakha pergi?

“Sakha... Sakha cape? Sakha udah mau ketemu Papi? Kalau ini waktunya, Syifa ikhlas ko. Tapi janji sama Syifa untuk bahagia disana, yaa?” ucap Syifa

“Abimana Sakhala, Pria terkuat setelah Ayah, Pria terhebat setelah Ayah. Selamat tidur Abimana Sakhala” sambungnya sambil mencium kening Sakha

-

Hesa merosotkan badannya pada dinding rumah sakit, bertanya kepada semesta, kenapa ia harus merasakan kehilangan lagi? Apa tidak cukup mengambil 4 orang yang Hesa sayangi?

Hesa kacau saat ini.

Jake, gue mohon, mohon Jake... Jangan sekarang, gue masih mau bahagia'in Sakha...