jsrachie

Sorry

___

“Sus, minta tolong ini di cek ya, kalo masih belum stabil juga kita hubungi Prof. Adnan. Harusnya nggak gini kok karna tadi langsung ditangani di UGD.”

“Noted, Dok.”

“Ya sudah, saya hubungi keluarga pasien dulu ya. Kalian tetep stand by, jangan ke mana-mana, jangan di tinggal pokoknya, ini darurat.”

Sedangkan ia yang terbaring lemah di brankar ICU hanya bisa mendengar suara-suara itu tanpa bisa membuka kedua matanya. Tangan dan kakinya pun rasanya tidak bisa di gerakkan.

Lima menit setelahnya, ia merasakan seseorang yang lain berjalan mendekatinya. Suara-suara yang ia dengar tadi lambat laun menghilang, digantikan oleh suara seseorang yang terdengar sedikit serak dan lirih.

“Kenapa? Kenapa kamu ngelakuin ini coba? Aku udah bilang, kamu nggak perlu kayagini.”

“Nggak, maaf. Aku nggak lagi nyalahin kamu. Aku tau kamu cuman mau ngelindungin aku. Tapi nggak dengan cara ini, sayang.”

“Udah tiga jam dan kamu belum sadar. Bahkan nggak ada tanda-tanda kamu mau bangun. Ayo, bangun ya?”

“Ya Tuhan, aku bingung harus gimana lagi. Bener-bener nggak bisa ngomong apa-apa lagi liat kamu dengan keadaan kaya gini pake mata kepalaku sendiri. Nggak bisa, jujur aku nggak bisa.”

Tiba-tiba dadanya sesak, serasa ingin menangis, tetapi ia tidak bisa.

“Sayang? Kenapa? Kok nafasnya gitu? Jangan bercanda ya?! Ayo bangun, nggak kamu nggak boleh kenapa-kenapa.”

“Nggak lucu, sumpah. Aku tau kamu denger, kan? Ayo bangun. Jangan kaya gini please.”

Tepat setelah ia merasa lengannya diguncang berkali-kali, dirinya benar-benar kehilangan kesadaran. Suara-suara yang tadi ia dengar hilang, semuanya gelap.

“Dok-

Suara nyaring yang panjang tiba-tiba terdengar begitu nyaring di telinga. Suara yang tidak seorang pun berharap untuk mendengarnya.

“Sorry, we can't save him.”

Sorry

___

“Sus, minta tolong ini di cek ya, kalo masih belum stabil juga kita hubungi Prof. Adnan. Harusnya nggak gini kok karna tadi langsung ditangani di UGD.”

“Noted, Dok.”

“Ya sudah, saya hubungi keluarga pasien dulu ya. Kalian tetep stand by, jangan ke mana-mana, jangan di tinggal pokoknya, ini darurat.”

Sedangkan ia yang terbaring lemah di brankar ICU hanya bisa mendengar suara-suara itu tanpa bisa membuka kedua matanya. Tangan dan kakinya pun rasanya tidak bisa di gerakkan.

Lima menit setelahnya, ia merasakan seseorang yang lain berjalan mendekatinya. Suara-suara yang ia dengar tadi lambat laun menghilang, digantikan oleh suara seseorang yang terdengar sedikit serak dan lirih.

“Kenapa? Kenapa kamu ngelakuin ini coba? Aku udah bilang, kamu nggak perlu kayagini.”

“Nggak, maaf. Aku nggak lagi nyalahin kamu. Aku tau kamu cuman mau ngelindungin aku. Tapi nggak dengan cara ini, sayang.”

“Udah tiga jam dan kamu belum sadar. Bahkan nggak ada tanda-tanda kamu mau bangun. Ayo, bangun ya?”

“Ya Tuhan, aku bingung harus gimana lagi. Bener-bener nggak bisa ngomong apa-apa lagi liat kamu dengan keadaan kaya gini pake mata kepalaku sendiri. Nggak tega aku.”

Tiba-tiba dadanya sesak, serasa ingin menangis, tetapi ia tidak bisa.

“Sayang? Kenapa? Kok nafasnya gitu? Jangan bercanda ya?! Ayo bangun, nggak kamu nggak boleh kenapa-kenapa.”

“Nggak lucu, sumpah. Aku tau kamu denger, kan? Ayo bangun. Jangan kaya gini please.”

Tepat setelah ia merasa lengannya diguncang berkali-kali, dirinya benar-benar kehilangan kesadaran. Suara-suara yang tadi ia dengar hilang, semuanya gelap.

“Dok-

Suara nyaring yang panjang tiba-tiba terdengar begitu nyaring di telinga. Suara yang tidak seorang pun berharap untuk mendengarnya.

“Sorry, we can't save him.”

Lose

___

Brakkk

Kyandra lantas membuka matanya sesaat setelah mendengar dobrakan di pintu yang kemudian disusul derap langkah yang mendekati ruangan yang ia tempati.

Hatinya sedikit lega ketika netranya samar-samar melihat Zenan datang lengkap dengan suit hitamnya meskipun ia yakin, Zenan tidak bisa melihatnya karena beberapa bodyguard Keenan sudah berdiri berjejeran menutupi keberadaan dirinya.

“Well, akhirnya lo dateng juga.”

“Mana cewek gue?!”

“Eits, sabar bro. Ada kok cewek lo.”

Zenan mengepalkan tangannya. Sudah ia duga, Keenan pasti membawa anak buahnya, sedangkan dirinya sendirian di ruangan ini.

Tapi, tanpa lelaki itu sadari, Sagam──penembak jitu andalan keluarga Altair, sudah berdiri mengepung bangunan tua tersebut bersama rekan-rekannya. Sedangkan di sisi ruangan, Matt dan Arka sudah siap dengan senapan serta rompi anti pelurunya.

Lain halnya dengan Jayden yang tetap menunggu di mobil sembari menggerakan remote drone-nya untuk memantau Zenan yang berada di lantai dua.

“Mau lo apa? Cepet ngomong. Alerian? Pasukannya Sagam? Apapun bakalan gue kasih, asal lo lepasin dulu cewek gue.” Masih dengan sisa-sisa kesabarannya Zenan berusaha bernegosiasi dengan rivalnya itu.

“Zenia. Gue mau Zenia.”

Zenandra lantas mengambil pistol miliknya yang berada di balik jas hitamnya. “Ngomong sekali lagi.”

“Atau kalo nggak bisa, gue mau lo ngerasain hal yang sama waktu gue kehilangan Zenia.”

Zenandra mengarahkan benda itu tepat ke dada kiri Keenan.

“Jangan macem-macem lo Ze! Ucapan Arka terdengar melalui alat yang berada di telinga kanan Zenandra.

“Asal lo tau, Zenia pergi karena emang udah takdirnya dia pergi. Dan gue sebagai kakaknya, nggak pernah sekalipun ada niat buruk, apalagi ke adek gue sendiri. Jadi sekarang, lo bebasin cewek gue, kita selesein ini semua baik-baik. Gue nggak akan nawarin apa-apa lagi. Lepasin cewek gue atau lo gue laporin ke polisi sekarang juga. Gue punya bukti.”

Tepat setelahnya, drone bertuliskan “Altair Brothers” itu mendekat ke arah mereka.

“Cepetan, anjing!” Desak Zenandra tidak sabaran, dirinya sudah khawatir tidak karuan.

Keenan tersenyum miring, ia memerintahkan bodyguard nya untuk minggir.

Di saat itulah Zenandra kembali mengarahkan pistolnya setelah melihat keadaan Kyandra yang terikat dengan posisi baju yang sudah robek di beberapa tempat.

“BAJINGAN. LO APAIN CEWEK GUE?!”

Sedangkan Kyandra menatap sendu ke arah kekasihnya yang nekat datang seorang diri ke tempat ini. Dirinya merasa sangat tidak berguna sekarang.

“Lo bilang mau damai kan? Gih ini ambil cewek lo.”

Tanpa babibu, lelaki itu berlari mendekati perempuannya tanpa menghiraukan peringatan dari Arka dan Matt.

Don't, jangan ngedeket Ze! Zenandra! ZENAN TOLOL!

Tepat pada saat Zenan menunduk──melepaskan lilitan tali yang ada di kaki milik kekasihnya──sebuah peluru yang dilepaskan oleh sniper mengenai sasaran yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Keenan tersenyum miring mendapati cairan merah yang perlahan luruh ke lantai. “You lose, Zenandra.”

Lose

___

Brakkk

Kyandra lantas membuka matanya sesaat setelah mendengar dobrakan di pintu yang kemudian disusul derap langkah yang mendekati ruangan yang ia tempati.

Hatinya sedikit lega ketika netranya samar-samar melihat Zenan datang lengkap dengan suit hitamnya meskipun ia yakin, Zenan tidak bisa melihatnya karena beberapa bodyguard Keenan sudah berdiri berjejeran menutupi keberadaan dirinya.

“Well, akhirnya lo dateng juga.”

“Mana cewek gue?!”

“Eits, sabar bro. Ada kok cewek lo.”

Zenan mengepalkan tangannya. Sudah ia duga, Keenan pasti membawa anak buahnya, sedangkan dirinya sendirian di ruangan ini.

Tapi, tanpa lelaki itu sadari, Sagam──penembak jitu andalan keluarga Altair, sudah berdiri mengepung bangunan tua tersebut bersama rekan-rekannya. Sedangkan di sisi ruangan, Matt dan Arka sudah siap dengan senapan serta rompi anti pelurunya.

Lain halnya dengan Jayden yang tetap menunggu di mobil sembari menggerakan remote drone-nya untuk memantau Zenan yang berada di lantai dua.

“Mau lo apa? Cepet ngomong. Alerian? Pasukannya Sagam? Apapun bakalan gue kasih, asal lo lepasin dulu cewek gue.” Masih dengan sisa-sisa kesabarannya Zenan berusaha bernegosiasi dengan rivalnya itu.

“Zenia. Gue mau Zenia.”

Zenandra lantas mengambil pistol miliknya yang berada di balik jas hitamnya. “Ngomong sekali lagi.”

“Atau kalo nggak bisa, gue mau lo ngerasain hal yang sama waktu gue kehilangan Zenia.”

Zenandra mengarahkan benda itu tepat ke dada kiri Keenan.

“Jangan macem-macem lo Ze! Ucapan Arka terdengar melalui alat yang berada di telinga kanan Zenandra.

“Asal lo tau, Zenia pergi karena emang udah takdirnya dia pergi. Dan gue sebagai kakaknya, nggak pernah sekalipun ada niat buruk, apalagi ke adek gue sendiri. Jadi sekarang, lo bebasin cewek gue, kita selesein ini semua baik-baik. Gue nggak akan nawarin apa-apa lagi. Lepasin cewek gue atau lo gue laporin ke polisi sekarang juga. Gue punya bukti.”

Tepat setelahnya, drone bertuliskan “Altair Brothers” itu mendekat ke arah mereka.

“Cepetan, anjing!” Desak Zenandra tidak sabaran, dirinya sudah khawatir tidak karuan.

Keenan tersenyum miring, ia memerintahkan bodyguard nya untuk minggir.

Di saat itulah Zenandra kembali mengarahkan pistolnya setelah melihat keadaan Kyandra yang terikat dengan posisi baju yang sudah robek di beberapa tempat.

“BAJINGAN. LO APAIN CEWEK GUE?!”

Sedangkan Kyandra menatap sendu ke arah kekasihnya yang nekat datang seorang diri ke tempat ini. Dirinya merasa sangat tidak berguna sekarang.

“Lo bilang mau damai kan? Gih ini ambil cewek lo.”

Tanpa babibu, lelaki itu berlari mendekati perempuannya tanpa menghiraukan peringatan dari Arka dan Matt.

Don't, jangan ngedeket Ze! Zenandra! ZENAN TOLOL!

Tepat pada saat Zenan menunduk──melepaskan lilitan tali yang ada di kaki milik kekasihnya──sebuah peluru yang dilepaskan oleh sniper mengenai sasaran yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Keenan tersenyum miring mendapati cairan merah yang perlahan luruh ke lantai. “You lose, Zenandra.”

Sin ___

Tepat setelah Keenan menemukan keberadaannya di cafe, lelaki itu menyeretnya ke arah bangunan kosong yang berada tidak jauh dari cafe tersebut.

“LEPASIN ANJING!” Kyandra memberontak kesakitan. Tangannya bahkan sudah memerah.

“Nggak akan. Sebelum cowok lo itu nyamperin lo kesini. Kita lihat, berapa lama cowok yang lo bangga-banggain itu bakalan nyelamatin gadis kesayangannya ini.”

Keenan menendang pintu bangunan kosong tersebut dan membawa Kyandra ke salah satu ruangan yang sudah diisi oleh beberapa bodyguard nya.

Belum sempat dirinya berontak, Kyandra diikat di sebuah kursi yang menghadap langsung ke arah balkon. Handbag miliknya pun ditarik paksa oleh Keenan. Lelaki itu terlihat mengutak-atik ponselnya sebelum berhasil membuka salah satu aplikasi untuk mengirimkan pesan kepada Zenan.

Tanpa sadar keringat dingin mulai bercucuran di sekitar dahi gadis itu. Kyandra tiba-tiba merasa takut karena banyaknya jumlah antek-antek Keenan yang berada di ruangan ini.

“Mau apa?” Tanya Kyandra berusaha tenang. “Lo mau apa ngebawa gue kayagini?”

“So sudden? Buat apa lo tanya?” Keenan tersenyum miring.

“Buat apa kata lo? Ya menurut lo aja ya anjing ngapain pake bawa-bawa gue kesini. Kalo lo emang ada masalah sama cowok gue yaudah kelarin, nggak usah pake cara kayagini. Kata gue lo banyak drama. Caper tau nggak?!”

Tangan gadis itu mengepal──berusaha menahan rasa takut yang menyeruak. Berusaha terlihat kuat setidaknya sampai kekasihnya itu datang.

Zenan pernah berkata waktu itu, “Kalo kamu lagi keadaan urgent dan aku nggak ada, pastiin kamu nggak ngerasa takut ya sayang. Aku tau ini susah nantinya, tapi biar mereka juga seenggaknya nggak ngapa-ngapain kamu sebelum aku dateng. Tenang aja, aku pasti dateng nyamperin kamu sekalipun itu bahaya buat aku. Kamu tau kan Ky? Kalo sama aku, kamu aman. Akan selalu aman.”

“Lo liat aja nanti. Zenandra, pacar yang sangat lo sayangi itu pernah ngelakuin dosa besar yang mungkin setelah lo tau nanti, lo bakalan nyesel nerima dia jadi cowok lo.”

“Zenandra nggak sebaik itu, dia cuma punya nasib yang beruntung.”

Tepat setelah Keenan menemukan keberadaannya di cafe, lelaki itu menyeretnya ke arah bangunan kosong yang berada tidak jauh dari cafe tersebut.

“LEPASIN ANJING!” Kyandra memberontak kesakitan. Tangannya bahkan sudah memerah.

“Nggak akan. Sebelum cowok lo itu nyamperin lo kesini. Kita lihat, berapa lama cowok yang lo bangga-banggain itu bakalan nyelamatin gadis kesayangannya ini.”

Keenan menendang pintu bangunan kosong tersebut dan membawa Kyandra ke salah satu ruangan yang sudah diisi oleh beberapa bodyguard nya.

Belum sempat dirinya berontak, Kyandra diikat di sebuah kursi yang menghadap langsung ke arah balkon. Handbag miliknya pun ditarik paksa oleh Keenan. Lelaki itu terlihat mengutak-atik ponselnya sebelum berhasil membuka salah satu aplikasi untuk mengirimkan pesan kepada Zenan.

Tanpa sadar keringat dingin mulai bercucuran di sekitar dahi gadis itu. Kyandra tiba-tiba merasa takut karena banyaknya jumlah antek-antek Keenan yang berada di ruangan ini.

“Mau apa?” Tanya Kyandra berusaha tenang. “Lo mau apa ngebawa gue kayagini?”

“So sudden? Buat apa lo tanya?” Keenan tersenyum miring.

“Buat apa kata lo? Ya menurut lo aja ya anjing ngapain pake bawa-bawa gue kesini. Kalo lo emang ada masalah sama cowok gue yaudah kelarin, nggak usah pake cara kayagini. Kata gue lo banyak drama. Caper tau nggak?!”

Tangan gadis itu mengepal──berusaha menahan rasa takut yang menyeruak. Berusaha terlihat kuat setidaknya sampai kekasihnya itu datang.

Zenan pernah berkata waktu itu, “Kalo kamu lagi keadaan urgent dan aku nggak ada, pastiin kamu nggak ngerasa takut ya sayang. Aku tau ini susah nantinya, tapi biar mereka juga seenggaknya nggak ngapa-ngapain kamu sebelum aku dateng. Tenang aja, aku pasti dateng nyamperin kamu sekalipun itu bahaya buat aku. Kamu tau kan Ky? Kalo sama aku, kamu aman. Akan selalu aman.”

“Lo liat aja nanti. Zenandra, pacar yang sangat lo sayangi itu pernah ngelakuin hal terburuk yang mungkin setelah lo tau nanti, lo bakalan nyesel nerima dia jadi cowok lo.”

“Zenandra nggak sebaik itu, dia cuma punya nasib yang beruntung.”

Rooftop ___

“Katanya mau jelasin, Zee?”

Zenandra tersenyum tipis sembari memainkan helaian rambut Kya. Sekarang mereka berdua sedang berada di rooftop apartemen sembari menikmati keindahan langit sore ini.

“Mau jelasin yang mana?”

“Ya itu kamu, soal Galaksi, kenapa deh?”

“Gini ya Sayang,” Pemuda itu menatap manik gadisnya dengan lembut. “Aku bukannya nggak mau cerita atau nyembunyiin sesuatu dari kamu. Cuman emang belum tepat aja waktunya. Aku tau kamu pasti bingung dan udah nunggu penjelasan dari aku. Aku cuma bisa bilang, Galaksi itu meskipun dia orangnya netral, tapi dia satu geng sama Keenan. Nah alesannya kenapa, ya hampir sama Kyandra. Aku nggak mau kamu kenapa-napa karena mereka orangnya nekat.”

Meskipun tidak terlalu puas dengan jawaban kekasihnya, Kyandra akhirnya mengangguk paham. “Ya udah, tapi janji ya? Kalo ada apa-apa let me know, Zee. Aku juga nggak mau kamu kenapa-napa.”

Zenan mengangguk mengiyakan.

“Can I hug you?”

Gadis itu mengangguk, “Of course.”

Lantas Zenan memeluknya dari belakang. Jemari gagah itu melesak melingkupi pinggang ramping tersebut sembari dagunya ia letakan di sisi pundak mungil gadis itu.

“Kamu tau? Aku suka banget suasana sore-sore gini, terutama langitnya, cerah tapi terkesan menghangatkan sama kayak kamu.” ucapnya.

Lantas gadis itu tersenyum dan menggenggam tangan Zenan yang berada di perutnya. “Idih! Belajar dari mana kok bisa ngomong gitu?”

“Oh iya, sebelumnya aku mau bilang terima kasih karena udah mau bertahan di sisiku. Kamu itu bener-bener perempuan yang aku cari. Terima kasih karena kamu udah selalu mengerti keadaan aku, nggak pernah ngedesak aku.”

Pemuda itu tersenyum lembut sebelum membalikan tubuh ramping itu agar berdiri menghadapnya.

Zenandra mengecup kedua mata gadis itu.

“I,”

Kemudian turun ke hidung mancungnya.

“Love,”

Dan berakhir dengan menautkan kedua kening mereka.

“You.”

Lalu diusapnya bibir tipis milik Kyandra, “Ini nanti ya, kalau kita udah dah, hehe. Once again, I love you, Shareeza Kyandra.”

Gadis cantik itu menatap Zenan penuh haru sebelum akhirnya merapatkan tangannya di punggung tegap prianya. “I love you too, Zee.”

Dan lagi-lagi jingga menjadi saksi bagaimana kedua insan itu kini tengah saling menempelkan dahi dan memejamkan mata. Menghangat─serirama dengan senja kesekian kalinya yang mereka lewati bersama di kota ini.

Rooftop ___

“Katanya mau jelasin, Zee?”

Zenandra tersenyum tipis sembari memainkan helaian rambut Kya. Sekarang mereka berdua sedang berada di rooftop apartemen sembari menikmati keindahan langit sore ini.

“Mau jelasin yang mana?”

“Ya itu kamu, soal Galaksi, kenapa deh?”

“Gini ya Sayang,” Pemuda itu menatap manik gadisnya dengan lembut. “Aku bukannya nggak mau cerita atau nyembunyiin sesuatu dari kamu. Cuman emang belum tepat aja waktunya. Aku tau kamu pasti bingung dan udah nunggu penjelasan dari aku. Aku cuma bisa bilang, Galaksi itu meskipun dia orangnya netral, tapi dia satu geng sama Keenan. Nah alesannya kenapa, ya hampir sama Kyandra. Aku nggak mau kamu kenapa-napa karena mereka orangnya nekat.”

Meskipun tidak terlalu puas dengan jawaban kekasihnya, Kyandra akhirnya mengangguk paham. “Ya udah, tapi janji ya? Kalo ada apa-apa let me know, Zee. Aku juga nggak mau kamu kenapa-napa.”

Zenan mengangguk mengiyakan.

“Can I hug you?”

Gadis itu mengangguk, “Of course.”

Lantas Zenan memeluknya dari belakang. Jemari gagah itu melesak melingkupi pinggang ramping tersebut sembari dagunya ia letakan di sisi pundak mungil gadis itu.

“Kamu tau? Aku suka banget suasana sore-sore gini, terutama langitnya, cerah tapi terkesan menghangatkan sama kayak kamu.” ucapnya.

Lantas gadis itu tersenyum dan menggenggam tangan Zenan yang berada di perutnya. “Idih! Belajar dari mana kok bisa ngomong gitu?”

“Oh iya, sebelumnya aku mau bilang erima kasih karena udah mau bertahan di sisiku. Kamu itu bener-bener perempuan yang aku cari. Terima kasih karena kamu udah selalu mengerti keadaan aku, nggak pernah ngedesak aku.”

Pemuda itu tersenyum lembut sebelum membalikan tubuh ramping itu agar berdiri menghadapnya.

Zenandra mengecup kedua mata gadis itu.

“I,”

Kemudian turun ke hidung mancungnya.

“Love,”

Dan berakhir dengan menautkan kedua kening mereka.

“You.”

Lalu diusapnya bibir tipis milik Kyandra, “Ini nanti ya, kalau kita udah dah, hehe. Once again, I love you, Shareeza Kyandra.”

Gadis cantik itu menatap Zenan penuh haru sebelum akhirnya merapatkan tangannya di punggung tegap prianya. “I love you too, Zee.”

Dan lagi-lagi jingga menjadi saksi bagaimana kedua insan itu kini tengah saling menempelkan dahi dan memejamkan mata. Menghangat─serirama dengan senja kesekian kalinya yang mereka lewati bersama di kota ini.

Nikah? ___

“Sumpah Riri lama banget, mana chat gue nggak dibales bales.” Gumam Kyandra.

Kelas pagi ini sudah selesai dan ia masih di dalam ruangan untuk menunggu kedua temannya──Riri dan Jiya.

Setelah menunggu 15 menit kedua temannya itu pun datang dengan rusuh.

“RIRI! SUMPAH JIYA JOROK BANGET MASA GUE DISEMBUR PAKE KUAH MIE!” Sungut Riri sembari memperlihatkan kemeja putihnya yang sudah terpapar noda berwarna cokelat.

“Sumpah nggak sengaja Ri, lagian lo pake nanya aneh-aneh.” Sahut Jiya tidak mau kalah.

“Tanya apaan si? Tapi lo jorok banget sumpah Ji.”

Jiya lantas duduk di kursi yang bersebelahan dengan kursi Kya, ia menunduk sedikit sebelum membisikkan sesuatu kepada Kyandra.

“Masa si Riri nanya, “Ji, lo coba deketin si Opal deh, dia kayaknya demen sama lo. Lo juga demen kan? Gue liat liat sih iya.

“Anjir lah gue masih normal ya Ri!”

Lantas Kyandra tertawa sampai muka gadis itu merah membayangkan seorang Jyaksa bergandengan dengan Opal──teman laki-laki di kelasnya yang katanya penyuka sesama jenis itu.

“Gak laku bukannya gak normal ya anjir Riri.”

“Ya ha-

Tiba-tiba ucapan Riri terhenti ketika mereka mendapati kegaduhan yang baru saja merusak ketenangan yang ada di kelasnya.

“Kyandra.” Suara berat nan dingin milik Zenan tiba-tiba terdengar bersamaan dengan gebrakan yang memekakkan telinga.

Sedangkan Kyandra terkejut karena mendapati yang terlihat sangat kacau pagi ini, kemeja yang sudah terlepas, hanya kaos tanpa lengan yang masih melekat di tubuh kekar kekasihnya itu.

“Ikut gue.” Tanpa babibu, Zenan menarik pergelangan tangan Kyandra keluar dari ruangan.

“ZE!” pekik Kyandra. “Apaan sih? Kenapa?”

Zenandra tetap diam, namun rahangnya terlihat mengeras dan buku jarinya pun memutih.

Biasanya, Zenan seperti ini jika ia sedang marah.

“ZE astaga! Pelan-pelan, kenapa sih kamu?”

“Aku ngapain lagi Ze?”

“Galaksi. Galaksi udah tau lo, dan gue nggak bisa tenang.”

“Galaksi? Siapa Galaksi?”

“Cowok yang wa lo pake foto profil warna hijau.”

Kemudian Kyandra teringat perkara salah sambung semalam. “LAH KOK KAMU TAU?”

“Kenapa? Nggak suka? Mau nyembunyiin dari gue?”

“Bukan Zee, santai aja lagian itu salah samb-

“SANTAI? SHAREEZA, DIA GALAKSI RAFFANDHANA, ANTEK-ANTEKNYA KEENAN YANG UDAH BIKIN GUE KEHILANGAN ADIK KESAYANGAN GUE. DAN SEKARANG DIA MAU NGAMBIL LO GITU AJA DARI GUE? YANG BENER AJA, KYANDRA. UDAH GUE BILANG SURUH HATI-HATI KALO CHAT SAMA ORANG.”

“Mulai besok lo nggak usah kuliah, dirumah aja sama gue.”

Masih dengan sisa sisa keterkejutannya, Kyandra menjawab. “Zee kan nggak boleh, ki—

“Apa? Nggak boleh karna kita belum sah? Oke besok gue nikahin lo.”

Marah ___

“Sumpah Riri lama banget, mana chat gue nggak dibales bales.” Gumam Kyandra.

Kelas pagi ini sudah selesai dan ia masih di dalam ruangan untuk menunggu kedua temannya──Riri dan Jiya.

Setelah menunggu 15 menit kedua temannya itu pun datang dengan rusuh.

“RIRI! SUMPAH JIYA JOROK BANGET MASA GUE DISEMBUR PAKE KUAH MIE!” Sungut Riri sembari memperlihatkan kemeja putihnya yang sudah terpapar noda berwarna cokelat.

“Sumpah nggak sengaja Ri, lagian lo pake nanya aneh-aneh.” Sahut Jiya tidak mau kalah.

“Tanya apaan si? Tapi lo jorok banget sumpah Ji.”

Jiya lantas duduk di kursi yang bersebelahan dengan kursi Kya, ia menunduk sedikit sebelum membisikkan sesuatu kepada Kyandra.

“Masa si Riri nanya, “Ji, lo coba deketin si Opal deh, dia kayaknya demen sama lo. Lo juga demen kan? Gue liat liat sih iya.

“Anjir lah gue masih normal ya Ri!”

Lantas Kyandra tertawa sampai muka gadis itu merah membayangkan seorang Jyaksa bergandengan dengan Opal──teman laki-laki di kelasnya yang katanya penyuka sesama jenis itu.

“Gak laku bukannya gak normal ya anjir Riri.”

“Ya ha-

Tiba-tiba ucapan Riri terhenti ketika mereka mendapati kegaduhan yang baru saja merusak ketenangan yang ada di kelasnya.

“Kyandra.” Suara berat nan dingin milik Zenan tiba-tiba terdengar bersamaan dengan gebrakan yang memekakkan telinga.

Sedangkan Kyandra terkejut karena mendapati yang terlihat sangat kacau pagi ini, kemeja yang sudah terlepas, hanya kaos tanpa lengan yang masih melekat di tubuh kekar kekasihnya itu.

“Ikut gue.” Tanpa babibu, Zenan menarik pergelangan tangan Kyandra keluar dari ruangan.

“ZE!” pekik Kyandra. “Apaan sih? Kenapa?”

Zenandra tetap diam, namun rahangnya terlihat mengeras dan buku jarinya pun memutih.

Biasanya, Zenan seperti ini jika ia sedang marah.

“ZE astaga! Pelan-pelan, kenapa sih kamu?”

“Aku ngapain lagi Ze?”

“Galaksi. Galaksi udah tau lo, dan gue nggak bisa tenang.”

“Galaksi? Siapa Galaksi?”

“Cowok yang wa lo pake foto profil warna hijau.”

Kemudian Kyandra teringat perkara salah sambung semalam. “LAH KOK KAMU TAU?”

“Kenapa? Nggak suka? Mau nyembunyiin dari gue?”

“Bukan Zee, santai aja lagian itu salah samb-

“SANTAI? SHAREEZA, DIA GALAKSI RAFFANDHANA, ANTEK-ANTEKNYA KEENAN YANG UDAH BIKIN GUE KEHILANGAN ADIK KESAYANGAN GUE. DAN SEKARANG DIA MAU NGAMBIL LO GITU AJA DARI GUE? YANG BENER AJA, KYANDRA. UDAH GUE BILANG SURUH HATI-HATI KALO CHAT SAMA ORANG.”

“Mulai besok lo nggak usah kuliah, dirumah aja sama gue.”

Masih dengan sisa sisa keterkejutannya, Kyandra menjawab. “Zee kan nggak boleh, ki—

“Apa? Nggak boleh karna kita belum sah? Oke besok gue nikahin lo.”