kalriesa

Aries-Jaema

🩊🐰

Sesuai titik lokasi yang telah ditentukan untuk bertemu, Aries beserta anggota berbagi nasi lainnya telah berkumpul bersama. Mereka memarkirkan kendaraan masing-masing tanpa mengganggu kendaraan yang lain.

“Kita mencar di simpang empat ini. Masing-masing team ada tiga orang. Gw, Dede Jaema, Lijeno bakal bagi nasi ke arah Utara. Sisanya kalian tentuin sendiri. Kalau misalnya nasinya masih ada, kita bagi ke titik yang lain. Oke?”

“Okeeeeee”

“Kalau ada apa-apa, hubungin gw aja ya”

“Iyaaaaaa”

“De Jaema, Lijeno, yok bawa nasi kotaknya masing masing satu plastik besar” Aries mengambil kantong plastik berwarna putih yang terisi penuh nasi kotak.

“Abangg, Jaema denger dari Lijen, kita hari ini mau ketemu anak punk ya?”

“Iya. Biasanya mereka standby di halte bus sana” tunjuk Aries cepat, “tapi gak tau apakah mereka ada semua atau nggak. Soalnya kebanyakan bakalan ngamen di bus dan mencar. Kita liat aja nanti”

Jaema manggut-manggut paham. Tak jauh berjalan, di depannya sudah ada bapak-bapak yang terlihat masih muda dan berjualan tissue.

“Tuh de, coba kasih nasinya” pinta Aries dengan kode mata.

Jaema langsung saja berlari dengan semangat ke arah bapak tersebut. “Sore bapaaaak. Saya Jaema dari komunitas berbagi nasi. Ini ada nasi untuk bapak. Silahkan dimakan ya pakkk” cengiran lebar dari Jaema buat Aries tersenyum seketika.

“Oh nasi toh dek. Nggak ada uang aja? Saya butuhnya uang” ungkap bapak itu.

Jaema langsung beradu pandang dengan dua orang di dekatnya. Dari raut wajahnya, ia sedikit tak menyangka akan dimintai uang secara langsung. Tangannya bersiap merogoh saku di celana bagian kanan, sampai akhirnya ditahan oleh Aries.

“Kita dari komunitas berbagi nasi hanya membagikan nasi saja kepada sekitar, Pak. Khawatirnya ada yang belum makan atau tak sempat mengisi perut. Untuk soal uang, kita nggak ada program itu sama sekali. Jadi mohon bapak terima ya nasi kotaknya” Aries menjelaskan panjang lebar.

“Yaudah deh. Sini nasinya” lelaki yang umurnya sekitaran 35-an itu mengambil paksa nasi kotak dari tangan Jaema dan berlalu begitu saja.

“Gitu amat sih bapaknya” protes Jaema kecil.

“De, lain kali kalau ada yang minta uang kaya tadi, jangan dikasih. Kita fokus ke berbagi nasinya. Bukan konteksnya pelit, tapi kita harus sesuai SOP komunitas. Kita lanjut jalan lagi yuk” Aries mengayunkan kembali langkahnya yang sempat terhenti.

Jaema mengangguk paham. Sebelum ia berjalan melanjutkan berbagi nasinya, disempatkannya untuk menoleh ke belakang. Ternyata nasi kotak yang tadi diambil, dibuang begitu saja di pinggir jalan. Hal itu langsung membuat suasana hatinya menjadi buruk.

🩋

Flashback

Bangsawan Renjun sama sekali tidak percaya dengan berita burung yang mengatakan bahwa suaminya, bangsawan Jaemin, sebenarnya tak mencintainya. Na Jaemin adalah lelaki terjujur yang pernah ia temui.

Namun semua kepercayaan itu sirna ketika ia mendapati Jaemin sedang berciuman dengan lelaki lain.

Hatinya remuk. Ditambah lagi dengan tatapan mata Jaemin yang kosong, sama sekali tak menyiratkan rasa penyesalan.

“Bisa kau jelaskan—maksud semua ini?” tanya Renjun dengan suara bergetar.

Tiada jawaban untuknya. Renjun mengulang 3x pertanyaan yang sama. Sampai akhirnya ia bulatkan keputusan di hatinya. “Kau tau? Dari segala keburukan yang ada di dunia ini, hanya satu yang tak bisa kumaafkan, yakni perselingkuhan. Jika ini yang kau inginkan, lebih baik kita berpisah. Jangan pernah temui aku lagi. Walaupun nanti kita bereinkarnasi di kehidupan selanjutnya.

Tanpa Definisi

Jaemren oneshot au~

cw // hurt-comfort


“Selama pacaran, nggak usah saling ngetag di sosial media ya. Aku nggak suka”

“Ok. No public affection please.”

Begitulah kesepakatan antara Jaemin dan Renjun. Pihak yang tak menginginkan saling tag di media sosial adalah Jaemin, sedangkan Renjun mau hubungan keduanya tak ditunjukan kemesraan di depan umum.

Baik Jaemin ataupun Renjun pikir, mereka tak butuh validitas akan hubungan keduanya. Yang penting sama-sama sayang. Itu saja sudah cukup. Tapi namanya manusia yang sifatnya dinamis, segala perubahan bisa saja terjadi di situasi apapun.


Pertengkaran pertama dimulai saat Jaemin tiba-tiba menjemput Renjun selesai kelas tambahan mata kuliah praktik audit. Lelaki kelahiran Agustus itu jelas-jelas menunggui Renjun di luar kelas sembari ngobrol santai dengan beberapa anak kelas lain.

“Itu bukannya Jaemin ya?” tanya Haechan yang duduk di samping Renjun.

Renjun yang fokus awalnya menulis, langsung mengalihkan pandangannya ke arah luar, “hah? Mana?”

“Tuh jaket mint. Jaemin kan?”

Air muka Renjun berubah seketika.

Flashback

Jaemin sibuk menendang kerikil yang berada di kakinya. Ia sedikit lelah menunggui pacarnya menyelesaikan urusan kesekretariatan organisasi.

“Aku ke sekre aja deh sekalian nemenin Renjun. Di sini cuma ngeliatin motor keluar masuk. Berasa tukang parkir” omelnya tak berhenti. Tungkai kakinya diarahkan ke tempat Renjun berada.

“Nah itu Renjun” mata Jaemin berbinar bahagia begitu berhasil melihat kesayangannya. Namun langkahnya terhenti ketika beberapa sosok yang terdiri dari laki-laki dan perempuan mengerubungi kekasihnya. Bisa Jaemin lihat dari wajah mereka semua yang terpana memandang Renjun berbicara. Bahkan ada juga yang cubit-cubit gemas dari belakang saking tak fokusnya dengan Renjun.

“Apa-apaan... Kenapa Renjun diam aja dikelilingi orang sebanyak itu...”

Jaemin lupa, kekasihnya itu merupakan ketua himpunan manajemen. Masa jabatan Renjun dipenuhi dengan berbagai prestasi. Banyak gelar yang didapat mulai dari perlombaan bergengsi akademik ataupun non akademik. Tak heran banyak yang memuji kepemimpinan Renjun karena periode sebelumnya himpunan manajemen tak mendapatkan prestasi sebanyak ini.

“Kenapa sih santai amat pada megang bahunya Renjun. Ga tau ya kalau Renjun udah punya cowok!” Jaemin memandang sinis. “Itu siapaaaaa lagi yang ngasih Renjun minuman? Caper!”

Kekesalan Jaemin tak berhenti sampai di situ saja. Ketika matanya menemukan tong sampah persis tak jauh darinya, langsung saja benda mati itu jadi sasaran tendangnya.

“Aaak... Sakit...”

Mulutnya mengaduh kesakitan karena tendangannya terlalu kencang. Ujung-ujungnya, Jaemin balik badan dan meninggalkan Renjun yang ternyata telah sempat melihatnya dari belakang.

Sayang Untuk Jaemin

Renmin Oneshot AU~

Tags: Gw gak tau ini cerita mengarah ke mana. Ini tulisan acak kadut dan ditulis dadakan sepulang kerja. Silahkan dibaca kalau kalian lagi gabut😌

cw // self harm , harshwords , kiss scene


Jaemin seharusnya paham memaknai tindakan sang kekasih, Renjun. Selama mereka pacaran, Jaeminlah yang paling sering melontarkan berbagai kalimat penanda rasa sayangnya yang membuncah.

“Aku sengaja pesan marble cakenya buat kamu jauh-jauh hari. Soalnya waiting listnya panjang banget, bisa ngga dapat kalau telat. Happy Birthday Renjun sayang. Semoga di umur kamu yang bertambah, bisa bikin kamu makin sayang dan cinta sama aku. Hehe”

Seutas senyuman manis hadir sebagai respon dari kalimat Jaemin barusan. “Makasih Jaem. Sebenarnya kamu ngga perlu repot-repot.”

“Aku ngga repot kok. Kan demi kamu”

Jaemin dan Renjun masih setia dengan long distance relationship, tapi itu tak jadi penghalang mereka untuk saling menjaga komunikasi dan hati. Ditambah dengan rasa percaya tingkat tinggi antara satu sama lain yang terjalin kuat.

Jika ditanya, apa yang buat Jaemin dan Renjun bisa bersama. Maka jawabannya hanya bisa didapat dari Jaemin. Saat Jaemin menyatakan isi hatinya pertama kali pada Renjun, lelaki berzodiak Aries itu hanya menanggapi dengan senyuman, padahal Jaemin beberkan banyak fakta sebagai alasan jatuh hatinya pada Renjun. Tahap hubungan antara keduanya; teman-teman dekat-sahabat-tumbuh rasa cinta.

“Maaf kalau aku lancang karena nyatain perasaan yang dadakan ini. Kamu nggak perlu jawab langsung. Tapi aku harap, apapun respon dari kamu nggak akan bikin kita jauh. Aku mau kita tetap dekat, Ren. Aku udah nyaman sama kamu”

“Iya”

“Apanya yang iya?”

“Aku terima perasaan kamu”

Raut wajah kaget Jaemin tak bisa ditutupi. Dirinya was-was. Sekian lama mengenal Renjun, ia tau bahwa Renjun bukanlah tipikal lelaki yang gampang mengungkapkan isi hatinya secara gamblang. “Te—rus?? Kamunya nyaman ngga sama aku?”

Renjun kali ini tertawa kecil. Pertanyaan yang terlontar dari Jaemin menurutnya tak perlu diberikan jawaban. Karena semua tindakannya selama ini sudah menunjukkan perasaannya.

Sayangnya, Jaemin masih belum pandai memahami.

Renjun masih ingat saat Jaemin hampir tiap malam mengajaknya bermain berbagai jenis permainan yang ada di smartphone. Padahal Renjun sendiri kurang betah memainkan games genre apapun.

“Ren, kamu sibuk ngga?”

“Kenapa?”

“Ayo kita main Ludo bareng”

Dan Renjun akan selalu setia menemani Jaemin bermain sampai Jaemin yang meminta berhenti.

“Jadi gimana, Ren? Kamu mau jadi pacar aku?” Jaemin memberikan pertanyaan yang lebih jelas guna dapatkan jawaban berjenis ya atau tidak dari Renjun.

Butuh waktu lebih dari lima menit bagi Renjun untuk menjawab, sampai akhirnya Jaemin berteriak kesenangan setelah menerima respon Renjun. Sahabatnya yang sekarang sudah resmi jadi pacarnya.

“Renjuuuun makasih banyak sayangggg. Kamu udah terima akuuuu. Tadi akunya was-was, kirain bakal kamu tolak. Haaaaaah”

Bahu lebar sosok yang lebih tua direngkuh Jaemin dengan semangat. Renjun tanggapi dengan menepuk-nepuk tangan Jaemin pelan-pelan.

“Kenapa kamu mikirnya bakalan aku tolak?” Renjun bersuara.

“Iyaaa. Soalnya kamu ngga ketebak. Aku suka bingung sendiri jadinya.”


Renjun pernah temukan luka sayatan di kaki Jaemin saat mereka berjumpa setelah beberapa lama sibuk dengan pekerjaan masing-masing.”

“Itu luka apa, Jaem?” nadanya sarat akan kekhawatiran.

“Ah? Ini?” mata Jaemin tertuju pada arah pandang Renjun di kakinya. Jaemin refleks menarik celana panjangnya untuk menutup tungkai kakinya yang dipenuhi luka akibat sayatan silet.

“Sayatan silet. Akunya nggak tahan, makannya jadi begini. Di kantor lagi banyak yang brengsek.”

Saat itu juga, Renjun merasa gagal karena tak bisa berbuat apa-apa untuk Jaemin. Ia kira selama ini Jaemin telah menceritakan semua kisah hidupnya. Nyatanya masih banyak sisi Jaemin yang belum Renjun ketahui.

“Lain kali, kalau kepikiran mau nyorat-nyoret badan, telpon aku. Biar aku temenin” kalimat itu terlontar dengan tegas dari mulut Renjun.

“Ngapain? Nggak mau akunya” Jaemin menolak.

“Kalau gitu aku bakal nyoba sendiri biar tau rasanya”

Akhirnya, tiap Jaemin ada di fase terburuk dalam hidupnya dan ingin mengalihkan rasa sakitnya dengan melakukan sayatan di berbagai sisi tubuhnya, ia akan memberitahu Renjun terlebih dahulu. Tentu saja Renjun mati-matian mencegahnya dan berusaha menjadi support system terbaik bagi Jaemin. Sampai akhirnya Jaemin bisa lepas total mencorat-coret tubuhnya dari benda tajam.


Saat masih berstatus sebagai sahabat, Renjun selalu lakukan hal tak terduga yang buat Jaemin tak habis pikir. Contohnya seperti mengirimkan kue dan hadiah tepat di jam 22.00 wib dan melakukan videocall sampai malam pergantian hari menuju ulang tahun Jaemin walau mereka sedang berada di kota yang berbeda.

Jaemin sudah pasti senang bukan kepalang. Renjun memang punya cara tak biasa menunjukkan kasih sayang pada orang terkasih.

Di perayaan ulang tahun Jaemin hari ini, Jaemin sama sekali tak dapatkan ucapan khusus dari Renjun. Satu hal yang Jaemin tau, Renjun sedang sibuk di lapangan untuk mensurvey berbagai tempat terkait urusan pekerjaannya.

“Renjun lagi ngapain ya? Apa dia lupa kalau pacarnya ulang tahun hmm” Jaemin menatap sedih roomchatnya yang tak memunculkan notifikasi pesan masuk apapun dari Renjun.

Walau hari lahirnya dirayakan dengan spesial oleh teman-temannya, hati Jaemin masih terasa hampa karena dia yang terkasih masih belum memunculkan diri walau sekedar memberikan ucapan selamat ulang tahun padanya.

Tak berapa lama kemudian, Jaemin terima panggilan video dari Renjun yang ternyata sudah berada di kamarnya.

“Kamu pulang jam berapa, Jaem?”

“Loh?” mata Jaemin memicing sempurna. Ia merasa kenal dengan cat berwarna coklat susu juga furniture yang ada di belakang Renjun. “Kamu di tempat aku?”

Renjun mengangguk. Telinganya mendengar suara keramaian di sekitar Jaemin. “Kamu lagi ada acara ya?”

Jaemin histeris sampai ditatap penuh tanya oleh teman-temannya. “Aku lagi traktir anak kantor. Kamu kapan datang? Bukannya baru aja nyebrang ke Kota A ya?”

“Dari sana mampir bentar ke kota B, lanjut ke tempat kamu. Ini aku baru sampai. Yaudah, selesaikan dulu urusan kamu. Nggak usah terburu-buru. Have fun ya, Jaem.”

Renjun bukanlah tipikal lelaki yang sangat gampang untuk melontarkan kalimat; aku kangen kamu, aku sayang kamu, aku butuh kamu, aku cinta kamu dan sejenisnya. Menurutnya, semua kalimat itu terlalu aneh jika diucapkan secara langsung pada seseorang. Baik itu pada orang tuanya, saudaranya, bahkan orang terdekatnya sekali pun.

“Renjun, kamu ngga kangen ya sama aku?” tanya Jaemin saat Renjun sedang merapikan rambutnya di kasur apartemen Jaemin.

“Enggak. Emangnya kenapa?”

“Kan kan kan. Kita udah lama nggak ketemu lho sayang. Akunya belum sempat mampir ke kota kamu, eh malah kamu yang mampir duluan ke tempat aku. Tapi bisa-bisanya nggak kangen gitu loh?” Jaemin mendengus.

Renjun malah mengacak-acak rambut Jaemin di depannya.

“Kok bisa sih ngga kangen, Jun? Padahal aku tiap saat kangen sama kamu”

Aku nggak perlu ngucapin kalimat itu ke kamu Jaem. Kehadiran aku di sini harusnya udah jadi pertanda jelas atas jawaban kamu.


Jaemin terburu memasuki kamarnya. Ia dapati 3 buket berjejer di atas kasurnya. Buket pertama berisi bunga lavender, bunga kesukaan Jaemin. Buket kedua berisi susunan uang lembaran lima puluh ribuan yang berjejer rapi dan berhasil buat Jaemin terbelalak. Buket terakhir berisi susunan cokelat berbagai merk. Tepat di samping tiga buket yang tersusun rapi itu ada kue ulang tahun berbentuk cup Starbuck dengan tulisan Happy Namericano Jaemin.

“Renjun— Kamu—bawa ini—semua???” Jaemin terbata-bata dengan ucapannya sendiri.

“Iya. Ayo cicip kuenya dulu. Aku udah bikinin kamu makan siang juga”

“Hah??? Tapi aku udah makan bareng sama teman-teman tadi...”

“Masih kenyang berarti ya? Kalau gitu nanti aja makannya. Sini duduk samping aku” Renjun meletakkan lilin berwarna mint di atas kue ulang tahun milik Jaemin. Sekaligus menghidupkan pemantik.

“Ayo tiup lilinnya”

Mata Jaemin berair. Ia tak bisa menahan segala keharuan yang terkumpul di dirinya sedari tadi. Bukannya meniup lilin, Jaemin malah menumpahkan air matanya sembari memeluk Renjun. “Aku pikir kamu lupa. Kenapa sih ngasih surprise nggak bilang-bilang hhikss???”

Hati Renjun kelu mendengar tangisan Jaemin. Bukan ini yang ia mau, tapi mulutnya hanya bisa memberikan respon biasa, yang justru dapat cubitan dari kekasihnya; kalau aku bilang, nanti ngga surprise. Kan sia-sia. Aku mau liat kamu mode haru-biru kaya sekarang.

“Ihhh Renjuuun. Aku sebel sama kamu ah” bibir Jaemin maju 1 centimeter.

Jangan salahkan Renjun jika sikap menggemaskan kekasihnya itu buatnya tak sabar untuk mengelus lembut wajah Jaemin juga bibirnya.

“Tangan aku berasa lagi angkat barbel. Lama-lama lilinnya habis sebelum kamu tiup”

Ucapan Renjun berhasil menyadarkan Jaemin dari sesi ngambek-terharunya. Sebelum lilin ditiup, Jaemin haturkan harapan yang ingin dicapainya baik secara pribadi maupun ada unsur Renjun di dalamnya.

“Kamu make a wish apa aja?” tanya Renjun setelahnya.

“Mau tau yaaaa? Bilang dulu kalau Renjun sayanggggggggg banget sama Jaemin”

“Segitunya si kamu” Renjun memencet hidung Jaemin tanpa aba-aba.

Dalam hati Renjun sudah mengucapkan hal yang Jaemin inginkan berkali-kali; Renjun sayang banget sama Jaemin. Selamanya.

Jaemin manyun kembali. Ia tak mendapatkan yang diinginkannya. Renjun memang sangat susah dibujuk soal menyatakan perasaan sendiri.

“Dahlah. Udah pasti aku yang lebih sayang sama kamu. Soalnya aku yang paling sering ngucapin sayang ke kamu. Kamunya ngga pernah. Yeuuu”

Mata Renjun mengerjap kecil. Hatinya tergelitik mendengar kalimat dari kekasihnya barusan. Sejak kapan definisi sayang bisa diakumulasikan hanya dengan pernyataan verbal dari omongan saja? Nyatanya di luar sana, banyak yang mengaku sayang, tapi hatinya berkelana ke mana-mana dan tak setia.

“Aku suapin kamu kuenya ya. Buka mulutnya Jaemin”

Jaemin manut saja. Ia menganga dengan mulut lebar.

Ketika Renjun berhasil menyuapkan satu sendok kecil potongan kue ulang tahun ke mulut Jaemin, tanpa aba-aba, Renjun menempelkan bibirnya ke bibir yang lebih muda dan sedang terkatup mengunyah. Matanya memandang dalam pupil milik Jaemin. Tangan kanannya menahan kepala Jaemin dari belakang agar tak mundur.

“Selamat ulang tahun kekasihnya Renjun. Bahagia selalu untuk kamu, Sayang.”

© Kalriesa 🩋

Sayang Untuk Jaemin

Renmin Oneshot AU~

Tags: Gw gak tau ini cerita mengarah ke mana. Ini tulisan acak kadut dan ditulis dadakan sepulang kerja. Silahkan dibaca kalau kalian lagi gabut😌

cw // self harm , harshwords , kiss scene


Jaemin seharusnya paham memaknai tindakan sang kekasih, Renjun. Selama mereka pacaran, Jaeminlah yang paling sering melontarkan berbagai kalimat penanda rasa sayangnya yang membuncah.

“Aku sengaja pesan marble cakenya buat kamu jauh-jauh hari. Soalnya waiting listnya panjang banget, bisa ngga dapat kalau telat. Happy Birthday Renjun sayang. Semoga di umur kamu yang bertambah, bisa bikin kamu makin sayang dan cinta sama aku. Hehe”

Seutas senyuman manis hadir sebagai respon dari kalimat Jaemin barusan. “Makasih Jaem. Sebenarnya kamu ngga perlu repot-repot.”

“Aku ngga repot kok. Kan demi kamu”

Jaemin dan Renjun masih setia dengan long distance relationship, tapi itu tak jadi penghalang mereka untuk saling menjaga komunikasi dan hati. Ditambah dengan rasa percaya tingkat tinggi antara satu sama lain yang terjalin kuat.

Jika ditanya, apa yang buat Jaemin dan Renjun bisa bersama. Maka jawabannya hanya bisa didapat dari Jaemin. Saat Jaemin menyatakan isi hatinya pertama kali pada Renjun, lelaki berzodiak Aries itu hanya menanggapi dengan senyuman, padahal Jaemin beberkan banyak fakta sebagai alasan jatuh hatinya pada Renjun. Tahap hubungan antara keduanya; teman-teman dekat-sahabat-tumbuh rasa cinta.

“Maaf kalau aku lancang karena nyatain perasaan yang dadakan ini. Kamu nggak perlu jawab langsung. Tapi aku harap, apapun respon dari kamu nggak akan bikin kita jauh. Aku mau kita tetap dekat, Ren. Aku udah nyaman sama kamu”

“Iya”

“Apanya yang iya?”

“Aku terima perasaan kamu”

Raut wajah kaget Jaemin tak bisa ditutupi. Dirinya was-was. Sekian lama mengenal Renjun, ia tau bahwa Renjun bukanlah tipikal lelaki yang gampang mengungkapkan isi hatinya secara gamblang. “Te—rus?? Kamunya nyaman ngga sama aku?”

Renjun kali ini tertawa kecil. Pertanyaan yang terlontar dari Jaemin menurutnya tak perlu diberikan jawaban. Karena semua tindakannya selama ini sudah menunjukkan perasaannya.

Sayangnya, Jaemin masih belum pandai memahami.

Renjun masih ingat saat Jaemin hampir tiap malam mengajaknya bermain berbagai jenis permainan yang ada di smartphone. Padahal Renjun sendiri kurang betah memainkan games genre apapun.

“Ren, kamu sibuk ngga?”

“Kenapa?”

“Ayo kita main Ludo bareng”

Dan Renjun akan selalu setia menemani Jaemin bermain sampai Jaemin yang meminta berhenti.

“Jadi gimana, Ren? Kamu mau jadi pacar aku?” Jaemin memberikan pertanyaan yang lebih jelas guna dapatkan jawaban berjenis ya atau tidak dari Renjun.

Butuh waktu lebih dari lima menit bagi Renjun untuk menjawab, sampai akhirnya Jaemin berteriak kesenangan setelah menerima respon Renjun. Sahabatnya yang sekarang sudah resmi jadi pacarnya.

“Renjuuuun makasih banyak sayangggg. Kamu udah terima akuuuu. Tadi akunya was-was, kirain bakal kamu tolak. Haaaaaah”

Bahu lebar sosok yang lebih tua direngkuh Jaemin dengan semangat. Renjun tanggapi dengan menepuk-nepuk tangan Jaemin pelan-pelan.

“Kenapa kamu mikirnya bakalan aku tolak?” Renjun bersuara.

“Iyaaa. Soalnya kamu ngga ketebak. Aku suka bingung sendiri jadinya.”


Renjun pernah temukan luka sayatan di kaki Jaemin saat mereka berjumpa setelah beberapa lama sibuk dengan pekerjaan masing-masing.”

“Itu luka apa, Jaem?” nadanya sarat akan kekhawatiran.

“Ah? Ini?” mata Jaemin tertuju pada arah pandang Renjun di kakinya. Jaemin refleks menarik celana panjangnya untuk menutup tungkai kakinya yang dipenuhi luka akibat sayatan silet.

“Sayatan silet. Akunya nggak tahan, makannya jadi begini. Di kantor lagi banyak yang brengsek.”

Saat itu juga, Renjun merasa gagal karena tak bisa berbuat apa-apa untuk Jaemin. Ia kira selama ini Jaemin telah menceritakan semua kisah hidupnya. Nyatanya masih banyak sisi Jaemin yang belum Renjun ketahui.

“Lain kali, kalau kepikiran mau nyorat-nyoret badan, telpon aku. Biar aku temenin” kalimat itu terlontar dengan tegas dari mulut Renjun.

“Ngapain? Nggak mau akunya” Jaemin menolak.

“Kalau gitu aku bakal nyoba sendiri biar tau rasanya”

Akhirnya, tiap Jaemin ada di fase terburuk dalam hidupnya dan ingin mengalihkan rasa sakitnya dengan melakukan sayatan di berbagai sisi tubuhnya, ia akan memberitahu Renjun terlebih dahulu. Tentu saja Renjun mati-matian mencegahnya dan berusaha menjadi support system terbaik bagi Jaemin. Sampai akhirnya Jaemin bisa lepas total mencorat-coret tubuhnya dari benda tajam.


Saat masih berstatus sebagai sahabat, Renjun selalu lakukan hal tak terduga yang buat Jaemin tak habis pikir. Contohnya seperti mengirimkan kue dan hadiah tepat di jam 22.00 wib dan melakukan videocall sampai malam pergantian hari menuju ulang tahun Jaemin walau mereka sedang berada di kota yang berbeda.

Jaemin sudah pasti senang bukan kepalang. Renjun memang punya cara tak biasa menunjukkan kasih sayang pada orang terkasih.

Di perayaan ulang tahun Jaemin hari ini, Jaemin sama sekali tak dapatkan ucapan khusus dari Renjun. Satu hal yang Jaemin tau, Renjun sedang sibuk di lapangan untuk mensurvey berbagai tempat terkait urusan pekerjaannya.

“Renjun lagi ngapain ya? Apa dia lupa kalau pacarnya ulang tahun hmm” Jaemin menatap sedih roomchatnya yang tak memunculkan notifikasi pesan masuk apapun dari Renjun.

Walau hari lahirnya dirayakan dengan spesial oleh teman-temannya, hati Jaemin masih terasa hampa karena dia yang terkasih masih belum memunculkan diri walau sekedar memberikan ucapan selamat ulang tahun padanya.

Tak berapa lama kemudian, Jaemin terima panggilan video dari Renjun yang ternyata sudah berada di kamarnya.

“Kamu pulang jam berapa, Jaem?”

“Loh?” mata Jaemin memicing sempurna. Ia merasa kenal dengan cat berwarna coklat susu juga furniture yang ada di belakang Renjun. “Kamu di tempat aku?”

Renjun mengangguk. Telinganya mendengar suara keramaian di sekitar Jaemin. “Kamu lagi ada acara ya?”

Jaemin histeris sampai ditatap penuh tanya oleh teman-temannya. “Aku lagi traktir anak kantor. Kamu kapan datang? Bukannya baru aja nyebrang ke Kota A ya?”

“Dari sana mampir bentar ke kota B, lanjut ke tempat kamu. Ini aku baru sampai. Yaudah, selesaikan dulu urusan kamu. Nggak usah terburu-buru. Have fun ya, Jaem.”

Renjun bukanlah tipikal lelaki yang sangat gampang untuk melontarkan kalimat; aku kangen kamu, aku sayang kamu, aku butuh kamu, aku cinta kamu dan sejenisnya. Menurutnya, semua kalimat itu terlalu aneh jika diucapkan secara langsung pada seseorang. Baik itu pada orang tuanya, saudaranya, bahkan orang terdekatnya sekali pun.

“Renjun, kamu ngga kangen ya sama aku?” tanya Jaemin saat Renjun sedang merapikan rambutnya di kasur apartemen Jaemin.

“Enggak. Emangnya kenapa?”

“Kan kan kan. Kita udah lama nggak ketemu lho sayang. Akunya belum sempat mampir ke kota kamu, eh malah kamu yang mampir duluan ke tempat aku. Tapi bisa-bisanya nggak kangen gitu loh?” Jaemin mendengus.

Renjun malah mengacak-acak rambut Jaemin di depannya.

“Kok bisa sih ngga kangen, Jun? Padahal aku tiap saat kangen sama kamu”

Aku nggak perlu ngucapin kalimat itu ke kamu Jaem. Kehadiran aku di sini harusnya udah jadi pertanda jelas atas jawaban kamu.


Jaemin terburu memasuki kamarnya. Ia dapati 3 buket berjejer di atas kasurnya. Buket pertama berisi bunga lavender, bunga kesukaan Jaemin. Buket kedua berisi susunan uang lembaran lima puluh ribuan yang berjejer rapi dan berhasil buat Jaemin terbelalak. Buket terakhir berisi susunan cokelat berbagai merk. Tepat di samping tiga buket yang tersusun rapi itu ada kue ulang tahun berbentuk cup Starbuck dengan tulisan Happy Namericano Jaemin.

“Renjun— Kamu—bawa ini—semua???” Jaemin terbata-bata dengan ucapannya sendiri.

“Iya. Ayo cicip kuenya dulu. Aku udah bikinin kamu makan siang juga”

“Hah??? Tapi aku udah makan bareng sama teman-teman tadi...”

“Masih kenyang berarti ya? Kalau gitu nanti aja makannya. Sini duduk samping aku” Renjun meletakkan lilin berwarna mint di atas kue ulang tahun milik Jaemin. Sekaligus menghidupkan pemantik.

“Ayo tiup lilinnya”

Mata Jaemin berair. Ia tak bisa menahan segala keharuan yang terkumpul di dirinya sedari tadi. Bukannya meniup lilin, Jaemin malah menumpahkan air matanya sembari memeluk Renjun. “Aku pikir kamu lupa. Kenapa sih ngasih surprise nggak bilang-bilang hhikss???”

Hati Renjun kelu mendengar tangisan Jaemin. Bukan ini yang ia mau, tapi mulutnya hanya bisa memberikan respon biasa, yang justru dapat cubitan dari kekasihnya; kalau aku bilang, nanti ngga surprise. Kan sia-sia. Aku mau liat kamu mode haru-biru kaya sekarang.

“Ihhh Renjuuun. Aku sebel sama kamu ah” bibir Jaemin maju 1 centimeter.

Jangan salahkan Renjun jika sikap menggemaskan kekasihnya itu buatnya tak sabar untuk mengelus lembut wajah Jaemin juga bibirnya.

“Tangan aku berasa lagi angkat barbel. Lama-lama lilinnya habis sebelum kamu tiup”

Ucapan Renjun berhasil menyadarkan Jaemin dari sesi ngambek-terharunya. Sebelum lilin ditiup, Jaemin haturkan harapan yang ingin dicapainya baik secara pribadi maupun ada unsur Renjun di dalamnya.

“Kamu make a wish apa aja?” tanya Renjun setelahnya.

“Mau tau yaaaa? Bilang dulu kalau Renjun sayanggggggggg banget sama Jaemin”

“Segitunya si kamu” Renjun memencet hidung Jaemin tanpa aba-aba.

Dalam hati Renjun sudah mengucapkan hal yang Jaemin inginkan berkali-kali; Renjun sayang banget sama Jaemin. Selamanya.

Jaemin manyun kembali. Ia tak mendapatkan yang diinginkannya. Renjun memang sangat susah dibujuk soal menyatakan perasaan sendiri.

“Dahlah. Udah pasti aku yang lebih sayang sama kamu. Soalnya aku yang paling sering ngucapin sayang ke kamu. Kamunya ngga pernah. Yeuuu”

Mata Renjun mengerjap kecil. Hatinya tergelitik mendengar kalimat dari kekasihnya barusan. Sejak kapan definisi sayang bisa diakumulasikan hanya dengan pernyataan verbal dari omongan saja? Nyatanya di luar sana, banyak yang mengaku sayang, tapi hatinya berkelana ke mana-mana dan tak setia.

“Aku suapin kamu kuenya ya. Buka mulutnya Jaemin”

Jaemin manut saja. Ia menganga dengan mulut lebar.

Ketika Renjun berhasil menyuapkan satu sendok kecil potongan kue ulang tahun ke mulut Jaemin, tanpa aba-aba, Renjun menempelkan bibirnya ke bibir yang lebih muda dan sedang terkatup mengunyah. Matanya memandang dalam pupil milik Jaemin. Tangan kanannya menahan kepala Jaemin dari belakang agar tak mundur.

“Selamat ulang tahun kekasihnya Renjun. Bahagia selalu untuk kamu, Sayang.”

© Kalriesa 🩋

Kedua lengan berotot kekar itu mengalung ke leher yang lebih tua. Bibir mereka saling bertaut. Entah berapa banyak jejak liur yang tercipta diiringi kecipak basah indera perasa yang turut membelit tanpa putus.

“Hnn Renjunnn—enak” Jaemin sejenak menghirup oksigen sebanyak mungkin dengan nafas terengah-engah.

Tangan Renjun dari belakang menahan kepala Jaemin agar tak menciptakan jarak terlalu jauh di antara mereka.

“Aku ngga suka kamu ikut taruhan kaya tadi, Nana” intonasi rendah Renjun, buat nyali Jaemin sedikit menciut.

“Iyaaa—maaf, nggak akan begitu lagi. Nana penasaran, rasanya kalau cium Renjun duluan gimana... Soalnya selama ini Renjun yang cium Nana terus”

“Tinggal cium aja. Kan ngga susah”

“Nana cuma mau cium biasa aja Renjuuuun. Kalau udah Renjun yang mulai, bibir Nana bisa bengkaaak.”

“Soalnya bibir kamu candu. Sayang kalau didiamin gitu aja babe”

With You

Renmin AU~

Tags: College Life


Renjun terkenal di jurusannya sebagai salah satu kakak tingkat berwajah galak yang memiliki sorot mata tajam tanpa senyum.

Tak heran banyak yang segan berbicara dengannya. Walaupun begitu, Renjun tetap memiliki fans loyal mulai dari seniornya maupun juniornya sendiri. Semuanya tau, Renjun memang terlihat menyeramkan dari luar, tapi kelembutannya akan terlihat jika berbicara.

Renjun juga dikenal sebagai mahasiswa yang selalu jadi garda terdepan jika satu angkatannya diganggu oleh jurusan lain.

“Kita gak pernah ngelarang kalian yang asalnya dari Fisip untuk lewat Fekon, apalagi mampir ke kantin Akuntansi. Tapi tolong punya manner, gw udah liat dia duduk daritadi, kenapa kalian malah dempet-dempet berebutan di sini. Masih banyak kursi kosong di sebelah sana” tunjuk Renjun ke berbagai sudut kantin yang memang tak ada penghuninya.

“Ini masih ada space. Bisa kok kita duduk bertiga. Ya kan dek Jaemin?”

“Hng— Iya kak.. Masih ada space kok”

“Lo nyaman duduk kayak gitu, Jaemin?” tanya Renjun memastikan.

“Emn” Jaemin menatap ragu sosok Renjun yang penuh intimidasi.

“Nyaman atau enggak? Gw liatnya lo gak nyaman. Jangan karena mereka dari jurusan lain dan ramai, sementara lo cuma sendirian di sini, malah bikin lo ngalah sama mereka. Proritaskan kenyamanan sendiri dong”

Semua yang dengar kalimat Renjun barusan bisa tau kalau lelaki itu sedang dalam mode tegas. Ditambah lagi dengan tatapan mata tak lepas pada lawan bicaranya.

Jaemin menundukkan wajahnya takut-takut. Ia memang sering dengar dari teman-temannya bahwa Renjun itu galak, tapi ia tak pernah bermimpi untuk berhadapan langsung dengan kakak tingkatnya dalam kondisi seperti sekarang.

“Jawab Jaemin. Kalau lo ngerasa nyaman, gw nggak akan perpanjang. Tapi kalau lo nggak nyaman, kasih tau”

“Ck. Udah deh Ren. Kita cari tempat duduk yang lain. Guys, pindah aja. Bisa panjang urusannya kalau kedengeran sama ketua angkatan jurusan kita. Sorry ya Jaemin” salah satu dari tiga laki-laki yang duduk berdempetan dengan Jaemin, segera berdiri dan mengkode melalui mata pada teman-temannya untuk pindah.

“Akhirnyahhh” Jaemin tanpa sadar menghela nafas lega.

Renjun yang mendengarnya langsung mengernyitkan dahi. Alisnya bertaut dengan wajah berkerut.

“Susah ya ngomong kalau lo gak nyaman sama situasi tadi?” Renjun akhirnya bersuara.

“Hah?” Jaemin masih belum sadar bahwa kakak tingkatnya itu masih berdiri di depan mejanya. “Kak Renjun ngomong sama saya?”

“Hhhhh. Lain kali lebih berani ya. Gak usah takut. Kenyamanan sendiri itu prioritas nomor satu” Renjun beranjak pergi. Namun tangannya sempat menjangkau surai rambut Jaemin dan menepuknya perlahan.

W—what??? Kak Renjun nepuk kepala gw.


Berita tentang Renjun yang membantu Jaemin di kantin mulai tersebar di seantero jurusan Akuntansi.

Bahkan video Renjun membelai rambut Jaemin juga tersebar.

“Gilaaaaak. Kak Renjun keren bangettt!!!”

“Gw kalau jadi Jaemin pasti udah gemeter duluan. Perhatian kak Renjun sama anak-anak sejurusan emang gak main-main. Damagenya itu lho ergggh bikin gonjang-ganjing”

“Anak fisip sampai pindah kursi dong. Tapi emang mereka rese. Ngapain maksa duduk dekat Jaemin, padahal banyak kursi kosong ckck”

“Yeu, Jaemin kan salah satu adik tingkat incaran banyak pihak. Selain cakep, anaknya juga baik bin polos. Makannya banyak yang deketin”

Jaemin, biasanya tak pernah ambil pusing dengan orang-orang yang memberikan perhatian padanya. Ia memang memiliki kriteria tinggi terkait siapapun yang bisa memiliki hubungan serius dengannya. Banyak yang mendekatinya mulai dari teman-teman seangkatan, kakak tingkat, bahkan dari jurusan ataupun fakultas lain. Tapi tak akan mudah baginya untuk membagi hati.

“Cieee yang terkenal gara-gara dideketin jurusan tetangga. Ngeri bener pesona Na Jaemin. Melewati pagar Fekon coy” Jeno, sahabat setia Jaemin tak henti-hentinya menggoda.

“Apaan deh. Biasa aja”

“Tau deh yang primadona. Mentang-mentang banyak penggemar, yang deketin dikatain biasa semua. Kapan deh gw denger lo sekali aja tertarik sama salah satu dari sekian banyak manusia yang caper ke elo, Jaem?”

Jaemin mengedikkan bahunya. “ Emang gw gak sreg sama mereka.”

“Selera lo aja yang ketinggian”

“Biarin!”

Berbicara tentang selera lelaki yang disukai Na Jaemin, pikirannya dalam beberapa hari ini dipenuhi oleh sosok Renjun. Sebenarnya Jaemin bukan ketinggian memilih seseorang yang pas untuk dirinya, hanya saja hampir semua yang mendekatinya bertingkah terlalu perhatian. Gampang memberikan kata-kata manis. Jaemin kurang suka. Namun entah kenapa, tindakan Renjun di kantin beberapa hari lalu masih membekas di pikirannya.

Tapi kak Renjun galak. Natap matanya aja gw gak berani. Mungkin dia emang iseng aja nepuk-nepuk kepala gw di kantin.”


Bugh

Jaemin yang sedang santai berjalan, dikejutkan dengan senggolan di badannya dari belakang. Ia sedikit limbung dan hampir terjatuh ke lantai.

“Duh, jalan pakai mata dong! Sakit nih!” Jaemin tak bisa menahan kekesalannya dan segera berbalik badan. Ia dapati sosok yang sangat dikenalnya, Renjun, berdiri persis di belakangnya.

“Eh, kak Renjun”

Jaemin mulai jiper. Mata laki-laki yang lebih tua darinya itu tertuju fokus pada dirinya.

Tiba-tiba, tangan Renjun menggapai pundak Jaemin dan mengelusnya perlahan. “Maaf ya. Gw tadi buru-buru” dilihatnya jam tangan coklat yang sedang dikenakannya.

“Lo tunggu di sini, Jaemin. Gw ke sekre dulu. Nanti gw balik lagi. Oke?”

Seperti tersihir oleh kalimat Renjun barusan, Jaemin hanya bisa mengangguk patah-patah. “Iya— Saya tunggu kak.”

Ada sedikit penyesalan di hati Jaemin, kenapa dirinya terlihat sebagai manusia yang asal berbicara tanpa melihat siapa orang yang dihadapinya.

Lemah banget lo, Jaemin. Disenggol kak Renjun aja langsung bilang sakit. Mana bisa lo disukain kak Renjun kalau gini...”


“Mana yang sakit?” Renjun tergopoh-gopoh datang sembari membawa dua botol air mineral dan beberapa roti bungkus berbagai rasa.

“Engga ada kok kak”

Renjun mengajak Jaemin untuk duduk di pinggir lorong jurusannya, salah satu tempat yang sangat strategis dilewati banyak mahasiswa/i Akuntansi.

“Gw kalau jadi lo juga bakal bilang sakit karena tadi suara senggolannya aja kedengeran. Maaf ya, Jaemin. Gw beneran nggak sengaja”

Demi apapun, gapapa kak Renjun. Please jangan liatin gw kaya gini...

Jaemin berusaha menghindari tatapan Renjun yang terlihat khawatir. Sepertinya sih...

“Kok diam? Sakit banget ya?”

“Eeh—Enggak... Nggak kok. Beneran nggak sakit kak. B aja” Jaemin sengaja mengubah tone suaranya menjadi lebih berat. Ia juga bingung kenapa harus bersikap seperti itu.

“Kalau sakit juga ngga masalah. Kan gw yang salah. Jangan ketakutan gitu. Kalau emang gw yang salah, gw bakal ngakuin. Lagipula, gw gak gigit kok” sebuah senyuman terukir manis dari bibir Renjun.

Sebut saja Jaemin sedang terpana. Ia sangat jarang mendengar cerita dari sekitar tentang senyuman kakak tingkat yang jadi salah satu idola di jurusannya. Mulutnya sedikit menganga. Matanya mengerjap kecil dengan kedua tangan yang gemas sambil terkepal.

“Jaem? Hello? Are you oke?” Renjun berusaha menyadarkan Jaemin yang terlihat mematung.

“Hey” kali ini Renjun sedikit mengguncang bahu Jaemin. Wajahnya panik karena sosok yang lebih muda masih tak merespon panggilannya. Dimajukannya wajahnya agar mendekat ke wajah Jaemin.

“Hah?” Jaemin tersadar kembali. Kali ini ia lebih kaget karena Renjun berada hanya beberapa inci dari wajahnya. Sontak ia langsung mendorong tubuh Renjun agar menjauhi dirinya dan segera berlari agar tak bisa dikejar.

“Jaemin!!!” teriakan pertama dari Renjun sudah berhasil mencuri perhatian sekitar. Bahkan ada yang berbisik-bisik penasaran demi mencari tau apa yang sedang terjadi.

“Kok dia malah lari ya?” Renjun bergumam kecil. Matanya kini teralihkan ke satu titik. Seingatnya, ia tak membawa totebag berwarna mint.

This totebag belongs to Na Jaemin-Akt 2020. Please do inform me if you find this cute totebag. Thanks good people.


“Lo cari gara-gara apa sama kak Renjun?”

“Cari gara-gara gimana? Gw gak ngapa-ngapain”

Jeno memicingkan matanya demi memastikan jawaban sahabatnya.

“Orang-orang pada ngomongin lo. Kata mereka, Jaemin bikin kak Renjun marah”

Mata Jaemin langsung membulat. “Bikin marah gimana?! Gw aja gak deket sama kak Renjun”

“Yang gw dengar, kak Renjun neriakin nama lo kenceng banget. Kaya mau ngajak tawuran. Lo bikin salah apa sama dia?”

Ingatan Jaemin langsung teralihkan saat Renjun sedang menatapnya dari jarak dekat dengan memegang kuat bahunya. Rona merah jambu tiba-tiba menyebar pelan di wajahnya. Jantungnya turut berdebar sempurna.

Ini gw kenapa sih?! Ingat kejadian yang lalu bareng kak Renjun aja langsung deg-deg gan. Padahal gak ada yang aneh-aneh. Ihh...

“Woy! Muka lo kenapa mirip tomat rebus!” Jeno menampar kecil pipi Jaemin agar sahabatnya itu sadar.

“Kenapa gw ditampar!”

Tawa Jeno meledak. Ia tak habis pikir mengapa Jaemin terlihat seperti kucing yang malu-malu. Padahal pembahasan mereka tak ada yang menurut ke hal aneh.

Aaa...

“Jangan bilang... Lo suka sama kak Renjun?” Jeno berbisik tepat di telinga Jaemin agar tak kedengeran yang lain.

“Nggak ya kampret! Jangan bikin gosip!”

Jeno menggeleng dengan raut mengejek. “Gw yakin tebakan gw kali ini benar. Ngaku deh, Jaem, daripada gw nanya lagi tapi sambil teriak. Hahaha”

With You

Renmin AU~

Tags: College Life


Renjun berdiri di depan basecamp sekre HIMA AK dengan wajah serius.

“Gw yakin, bentar lagi tugas kita nambah” Haechan selalu salah satu anggota Divisi Kajian Umum Akuntansi berbisik dengan Chenle yang duduk di sebelahnya.

“Kok feeling kita sama ya?”

Mereka berdua diam-diam menyoroti sosok ketua yang terlihat sibuk membolak-balikkan kertas pendaftaran anggota HIMA di tangannya.

“Chan, Le. Adain wawancara ulang

~Part of Karma~


Lapangan Fakultas Ekonomi riuh ramai karena sepasang kekasih sedang beradu mulut tanpa mempedulikan sekitarnya.

“Mau sampai kapan lo bohong ha! Gw jelas-jelas liat dengan mata kepala sendiri kalau lo ciuman ya!”

“Mata lo salah liat”

“Gw gak liat sendiri. Rekaman lo ciuman juga ada di handphone gw!

“Bullshit—”

Belum selesai lelaki dengan postur yang lebih tinggi berbicara,