kalriesa

Renmin: Aries-Jaema

Jaema datang ke kantin Fisip sambil celingak-celinguk memantau sekelilingnya. Ia berharap agar tak bertemu dengan sang mantan yang satu fakultas dengan Aries. Akan sedikit sulit baginya, apalagi jika turut berhadapan dengan teman-teman mantannya tersebut yang selalu menganggap gaya pacaran Jaema berlebihan karena hobi nempel dengan pacar sendiri.

Tak jauh di depannya, Aries sudah berdiri dan melambaikan tangan ke arah Jaema, menunjuk kursi kosong di sampingnya.

Jaema berlari cepat dengan wajah cerah. “Nih rujak buat bang Aries.”

“Gw kan gak ada mesan rujak, De”

“Gapapaaa buat cemilan abangg. Tadi depan gerbang ada yang jualan. Jadi Dede beli dehhh. Hehee” cengir Jaema sungguh lebar.

Nafas Aries naik turun. Muncul rasa tak ingin berbagi dengan siapa pun saat melihat senyum manis lelaki muda di depannya ini.

“Oiyaaa, ada yang bisa Dede bantu nggaa? Udah selesai laporan akhir event kemarin bangggg?”

Aries menggeleng kecil, “masih 85%. Gw bingung milih foto mana yang perlu dimasukin. Bagus semua” tangannya sibuk mensortir.

“Coba sini Dede liat. Gini-gini pilihan Jaema Nazara selalu bagus lho”

“Boleh deh. Ntar bikin folder atas nama lu aja”

Mata Jaema mengerjap cepat. Ia segera menggeser posisi duduknya lebih dekat dengan Aries. Wajahnya dicondongkan ke depan sembari mengubah mode foto menjadi lebih besar agar bisa dicermati sebelum dimasukkan ke dalam laporan.

Raut fokus Jaema menjadi daya tarik tersendiri bagi Aries. Tak sedetik pun terlewat baginya untuk menatap sosok yang duduk di sampingnya kini. Beberapa kali bibir Jaema mengerucut. Terdengar beberapa ocehan kecil yang buat Aries senyum-senyum sendiri.

“Iya juga yah. Hasil fotonya bagus semua. Susah milihnyaaaaa”

“Cakep banget gw di sini. Ai-aiiiii”

“Bang Aries niat banget sampai gulung kemeja. Beneran mirip preman pasar. Hahahaaa”

“Muka gw nggak ada tampang premannya sama sekali ya. Enak aja” Aries ngedumel dengan wajah bahagia menerima ejekan Jaema.

“Naaaah. Udah selesaaai. Yeaaay” Jaema tepuk tangan heboh. Ia merasa bangga bisa membantu Aries dengan maksimal.

“Gw pilih foto dari folder Dede aja kalau gitu. Makasih banyak ya Jaema” muncul seutas senyuman tulus yang merekah dari bibir Aries.

Jika sebelumnya Aries yang terpesona dengan Jaema, kali ini justru sebaliknya. Senyuman kecil dari Aries sukses mengobrak-abrik hati mungil Jaema.

“I—iya... Sama-sama bang...”

🦋

Cakrawala

Jaemren oneshot au

Tags: office life cw // homophobic , one sided love


Renjun masih ingat nasihat dari ibunya ketika sedang sibuk menyiapkan kemari

“Setau gw Renjun jarang meluk Jaemin deh?”

“Tapi gw liat dia melukin Jaemin!”

“Bukan lo aja yang liat! Gw juga liat!”

Sore itu, Jaemin dan Renjun dengan beberapa orang terdekat mereka sedang liburan di pantai. Angin sepoi-sepoi dan matahari terbenam adalah kesyahduan tiada tara yang menyejukkan hati dan pikiran.

“Aku mau ngambil foto sunset dulu” Renjun sedari tadi sibuk mengabadikan pesona langit di depannya. Sedangkan Jaemin menatap kekasihnya itu dengan senyum termanis.

“Jaem, lo gak foto sama Renjun berdua? Mumpung lagi sunset tuh!” teriak Haechan di belakangnya.

“Ntar aja deh. Renjun lagi asyik sama dunianya tuh”

“Cie cemburu sama sunset nih ceritanya” ejek Jeno dengan senyum bulan sabitnya.

“Lagi bagus ini momentnya padahal. Buat kenang-kenangan kalian juga”

“Gw udah senang liat Renjun senyum sambil motoin langit kok”

“Halah. Tinggal deketin, terus pelukin. Selca berdua. Susah amat”

Jaemin nyengir lebar. Gigi putihnya berderet rapi menambah kesan manis wajahnya.

Bukannya Jaemin tak mau memeluk Renjun, tapi kekasihnya itu kurang suka jika harus dipeluk di depan umum. Apalagi jika kondisi sedang ramai. Walaupun di depan orang terdekatnya sendiri, Renjun tak akan mau. Jaemin hargai itu. Ia tak ingin Renjunnya tak nyaman.

Haechan dan Jeno yang tadi di dekat Jaemin, kini sudah sibuk masing-masing. Mereka berdua saling melempar pasir dan kejar-kejaran.

“Mesra amat mereka hehe” kekeh Jaemin kecil. Jaraknya dengan Renjun tak terlalu jauh. Jaemin tak akan mengira bahwa Renjun mendengar semua percakapannya dengan Haechan dan Jeno. Dirinya kini sibuk memperhatikan sekeliling sambil tertawa bahagia, sampai tak sadar bahwa sang kekasih telah berada di sampingnya dan menatapnya dengan senyuman lebar.

“Gimana? Udah dapat foto sunsetnya yang bagus, Ren?” tanya Jaemin penuh kehangatan.

“Udaaah”

Yang terjadi selanjutnya adalah dua tangan mungil mampir melingkari bahu Jaemin. Terkunci sementara dengan tatapan penuh cinta dari sosok tersayang yang sedang memakai kacamata hitam di sampingnya. Renjun memeluknya.

“Heh sayang. Ini lagi ramai” Jaemin terkaget, namun tak bisa melebur senyumnya.

“Yaa ngga papaaa. Akunya mau begini. Emangnya kenapa??” alis Renjun naik sedikit.

“Serius ini? Bukannya kamu ngga mau pelukan depan umum?”

“Langitnya lagi cantik. Suasananya juga indah. Gapapa dong kalau aku melukin kamu biar bahagianya aku komplit sore ini”

Jaemin makin tak bisa berkata-kata. Ia hanya bisa menanggapi kalimat kekasihnya dengan raut muka merah bercampur pantulan senja sinar mentari sore juga dengan kupu-kupu yang tiba-tiba menggeliat berkecipak ingin terbang memenuhi rongga dadanya.

“Mulai sekarang, aku bakal rajin melukin kamu, biar kamu tau kalau aku bahagia punya kamu. Biar yang lain juga tau, kalau eksistensi Jaemin tercipta untuk Renjun seorang”

©Kalriesa🦋

Jaemren oneshot au~

Biru |

cw // suicide , major character death


Malam itu kelam. Sama seperti sebelumnya. Topeng yang biasa dikenakan Renjun akan dikembalikan ke tempatnya. Bentuknya banyak, terdiri dari berbagai lapisan. Lapisan paling dasar adalah yang asli dan hanya ditunjukkan Renjun di tempat ternyaman ya; kamar.

“Ren, tolong ambilin makanan di lantai satu ya. Kita lagi pada sibuk nih”

“Oke”

Jaemren oneshot au~

A Gift |

Tags: Daily life cw // disability ,


Pertemuan pertama biasanya akan memberikan kesan mendalam bagi siapapun juga. Tak kecuali dengan Jaemin. Pagi itu ia pergi kerja menggunakan bus kota, dikarenakan kendaraan roda duanya tak bisa digunakan. Ia bisa meramal bahwa suasana akan ramai, apalagi pukul 06.00-09.00 adalah jam sibuk di mana para karyawan, mahasiswa/i, juga siswa/i akan berdesakan dalam bus kota.

Bus yang akan dinaiki Jaemin bernomor K-3. Di halte bus saja ia sudah bisa melihat antrian panjang. Ternyata benar, begitu bus K-3 berhenti persis di depannya, sudah banyak penumpang yang berdiri.

Fix kalau gini gw gak akan dapat kursi.

Setelah berada di dalam bus kota, Jaemin memindai sekelilingnya. Ada yang sibuk membaca, mendengarkan lagu, melamun, juga bercengkrama. Pandangannya berhenti pada satu sosok yang mengenakan topi juga earphone wireless di telinganya. Matanya hanya lurus menghadap depan. Tak ada lirikan ke kiri-kanan.

Masnya tipikal cuek nih batin Jaemin bermonolog lagi.

Ketika bus berhenti di halte selanjutnya, ada beberapa penumpang yang turun, juga gantian naik masuk. Terlihatlah sosok ibu hamil yang juga membawa anak kecil berukuran sekitar 3 tahun di sampingnya. Jaemin edarkan kembali pandangannya ke sekitar, semua kursi penuh dan belum ada yang menawarkan kursi pada sepasang ibu dan anak tersebut. Mulut Jaemin gatal rasanya ingin meminta beberapa lelaki muda yang duduk dengan santai untuk bertukar posisi dengan ibu tersebut.

Sampai pada akhirnya, lelaki bertopi yang Jaemin lihat sebelumnya, mulai berdiri. Ia menarik pelan tangan ibu tersebut untuk duduk ke kursinya, tanpa berbicara. Sang Ibu menolak dengan halus, tapi lelaki itu tetap mempersilahkan untuk duduk. Sedangkan anak yang awalnya ada di samping ibunya, kini berada di dalam gendongannya. Ia menyender tenang di sisi jendela dengan kedua tangannya menepuk-nepuk badan si anak agar bisa menikmati perjalanan dengan tenang.

Jaemin hanyut. Hatinya tersentuh. Ingin sekali otaknya menyimpan wajah lelaki bertopi yang buatnya terpana. Sayangnya, lelaki itu mengenakan masker.

Sepasang ibu dan anak itu turun duluan di pemberhentian halte selanjutnya. Lelaki bertopi itu masih saja berdiri. Jaemin bisa lihat dia mengangguk dalam saat ibu dan anak itu pamit permisi juga mengucapkan kata terima kasih.

Jaemren Oneshot AU~

Homesick

Tags: Office Life

CW // hurt-comfort , harshwords , toxic office , toxic friends , verbal abuse , mention of break up


Teman-teman Jaemin selalu mempertanyakan kenapa dirinya yang punya sifat gampang berbaur dengan sekitar, bisa berpacaran dengan Renjun.

“Boleh taruhan gak? Jaemin sama Renjun gak bakalan tahan lama” Haechan yang mulutnya paling julid, memberi pendapat.

Jaemin awalnya menyeruput Oreo Frappuccino dengan khidmat, mengalihkan atensinya pada Haechan, “jaga mulut sampah lo itu.”

“Gimana mau tahan lama kalau Renjun aja gak bisa bergaul sama kita-kita. Dimana-mana tuh ya, biar hubungan langgeng, harus dekat sama temen pacarnya juga! Biar kita tau aslinya Renjun gimana”

“Gak mutlak harus begitu! Karakter manusia kan beda-beda!”

“Udah dong bro. Kenapa malah berantem sih? Kita ngumpul niatnya mau having fun kan? Jangan karena ngebahas orang yang bahkan kehadirannya gak ada, jadi bikin kita gak nyaman” Mark, yang lebih tua di perkumpulan itu memberi nasihat pada yang lebih muda.

“Harusnya lo mikir juga Jaem. Renjun tuh sekalipun emang gak pernah mau ikutan nongkrong sama kita-kita. Alasannya ada aja. Sibuk banget pacar lo emangnya?”

“Chan!” Mark mengingatkan dengan nada lumayan tinggi.

Pertemuan sore itu sedikit dihiasi drama adu mulut ala laki-laki. Namun berhasil buat Jaemin kepikiran satu hal; iya juga. Renjun selalu nolak kalau aku ajak main sama anak-anak yang lain. Kenapa ya?”


“Ren, besok ikut aku yuk. Kita mau ngumpul nih di kafe”

“Kita?”

“Iya. Aku sama anak-anak kantor.”

“Ngga deh Jaem. Kamu aja. Aku ngga ikut ya” Renjun menjawab lirih.

Jaemin menenangkan pikirannya yang mulai diisi dengan hal-hal aneh. “Sekali aja, Ren. Haechan sama yang lain pengen ketemu kamu.”

“Nggak dulu. Aku ngga bisa”

Satu tangan Jaemin memijat pelipisnya yang mendadak sakit. “Kenapa?”

“Kenapa apanya?”

“Kenapa kamu gak pernah mau ikut kalau aku ajak? Kamu gak suka sama teman-teman aku?”

Renjun tersentak mendengar ucapan Jaemin barusan. Ia tak habis pikir kenapa pacarnya bisa berpikiran seperti itu. “Kamu kok ngomongnya ngelantur sih? Emang aku pernah ngomong begitu sama kamu?”

“Hhh. Nggak, tapi akunya penasaran. Sekarang jawab kenapa kamu nggak mau?”

Renjun terdiam. Sebenarnya ia memang memiliki alasan khusus, tapi belum berani mengemukakannya pada Jaemin.

Bukan akunya gak suka sama teman-teman kamu, tapi aku khawatir nggak bisa ngikutin pembicaraan kalian. Kalian bahas apa, akunya gak paham. Belum lagi, suara aku juga kecil. Akunya gak gampang ngobrol sama orang-orang baru, Jaem.

“Yaudah. Aku ikut. Besok kan?”

“Naah gitu dong sayang. Itu baru pacar Na Jaemin namanya”


Benar adanya yang Renjun pikirkan. Ia tak bisa mengikuti arah pembicaraan Jaemin dan teman-temannya. Bukannya tak pernah mencoba sekalipun untuk ikut berinteraksi, tapi dianggap angin lalu. Mereka membahas tentang pekerjaan masing-masing yang memiliki latar belakang akuntansi, sedangkan Renjun tak memahaminya karena pekerjaannya adalah guru Bahasa Indonesia di salah satu SMA.

“Marketing tuh ya, kerjanya minta uang terus. Giliran ditanya laporan pertanggungjawaban sama nota transaksi gak dikasih-kasih. Dibilang hilang lah, gak ada lah. Kan finance yang capek ngurusnya”

“Setuju! Orang lapangan juga sama aja. Finance minta rincian duit operasional karena ditanyain direksi, dikatain gak percaya. Disuruh kerja sendiri. Ya gw cuma jalanin perintah atasan, bukannya mengada-ada. Ckck” Haechan yang paling sibuk bercerita.

Renjun hanya bisa mengangguk. Sekalian mendalami. Tangannya sibuk mengetik di Google search mengenai rincian pekerjaan divisi finance yang sedang dibahas di pertemuan sore ini.

“Renjun kok diam aja?” tanya Mark sembari mengunyah kukisnya.

“Iya nih. Malah sibuk liat hp. Kenapa?” Haechan turut menimpali.

“Ah engga kok. Cuma liat-liat aja. Pengen nyari tau keluh kesah kalau kerja di bidang keuangan tuh gimana” jawab Renjun kalem.

“Kamu keluh kesahnya gimana di sekolah, Sayang?” tanya Jaemin lembut.

“Ooh aku? Em— ya gitu. Anak-anaknya tuh ada yang bandel, gak mau diatur—”

“Oh gitu. Sabar ya. Eh Jaem, gw denger di perusahaan vendor banyak yang resign itu kenapa kira-kira?” Haechan memutus kalimat Renjun tanpa aba-aba.


Pertemuan selanjutnya, Renjun masih mencoba untuk mengikuti ajakan Jaemin, kekasihnya.

“Handphone gw jatuh, layarnya retak. Kesel gw. Pengen ganti aja. Gak nyaman”

“Yaudah sih, Chan. Tinggal ganti aja kok repot”

“Bingung mau pilih iPhone aja atau android. Tapi gw pengen nyoba Galaxy Z Fold3 yang bisa split screen.”

“Ya beli sana”

“Ntar pulang kantor gw liat-liat dulu. Oh ya kalau guru tuh jarang kerja pakai handphone kan, Ren? Kalau finance biasanya perlu komunikasi sama kustomer, vendor, pihak ketiga. Guru sebatas interaksi sama murid di sekolah aja kan???” Haechan masih bertanya, tapi matanya tak langsung bertatapan dengan Renjun, melainkan sibuk dengan handphonenya sendiri.

“Delapan puluh persen memang interaksi langsung ke siswa-siswi. Ke sesama guru untuk bikin silabus aja palingan”

“Tetap aja ada ribetnya ya sayang” Jaemin mengeratkan tangannya pada tangan Renjun.

“Gampang berarti kerjanya. Oh ya guys, gw dengar info kalau direksi perusahaan—” Haechan melanjutkan kembali pembicaraannya dengan yang lain.

Gampang... Padahal ngajar anak-anak itu bikin habis energi. Ya mungkin pekerjaan mereka memang lebih tinggi tekanannya kali... Renjun berkata pada dirinya sendiri. Ia aduk-aduk lemon tea yang dipesannya dengan tatapan sendu mengarah pada kekasihnya yang malah fokus pada dirinya, bukan mendengar Haechan berbicara.

Beberapa waktu setelahnya, lagi-lagi Jaemin mengajak Renjun untuk join di acara gathering kantornya. Tiap karyawan diperbolehkan membawa maksimal 5 orang guna meramaikan perlombaan yang turut diadakan.

“Dress codenya warna putih, Ren. Kamu punya kan sayang?”

“Punya. Tapi apa aku wajib ikut, Jaem? Teman-teman kamu yang lain gimana? Mereka bawa keluarga inti semua”

“Ya emangnya kenapa kalau aku ajak kamu?”

“Aku ngga enak aja. Soalnya itu acara kantor kamu”

“Ikut aja. Kan gak ada larangan mau bawa siapa. Biar orang-orang tau kalau kamu itu kebanggaan aku”

“Hum yaudah kalau gitu”


“Pak Jaemin kok bisa sih sukanya sama guru? Padahal gaji guru juga gak seberapa”

“Liat tuh, stylenya Pak Renjun B aja. Keliatan banget pakaiannya gak bermerk”

“Divisi lain banyak yang senang sama Pak Jaemin, eeh malah bapaknya kecantol sama yang biasa aja”

Renjun saat itu sedang mengambil minuman untuknya dan Jaemin. Ia juga mengambil beberapa cemilan yang akan dibawa ke meja tempat di mana dirinya, kekasihnya, beserta rekan kantor Jaemin yang lain turut berkumpul. Posisi duduk mereka semua ada dibalik tenda.

Awalnya Renjun hanya fokus membawa apa yang dipegangnya, semakin dekat ke arah kursi, percakapan heboh yang ia yakin ditujukan untuk dirinya membuatnya terdiam di tempat.

“Justru saya memang suka Renjun karena apa adanya. Saya gak pernah mempermasalahkan apapun style yang dipakainya, asalkan itu sopan dan menjaga harkat martabatnya. Lagian, gak ada salahnya kok suka sama guru. Renjun itu manis” jawab Jaemin dengan nada bangga.

“Tapi Renjun gak matching sama elo, Jaem. Lo bisa dapat yang lebih baik” Haechan menggebu-gebu. “Dari awal gw kurang sreg sih sama dia. Banyakan diamnya.”

BRAK!

“Yang pacaran gw atau elo sebenarnya, Chan!”

Semua yang dipegang Renjun pun tumpah seketika. Dirinya kaget mendengar bantingan di meja yang ia yakin berasal dari Jaemin.

“Yang jalanin hubungan ini gw sama Renjun! Bukan elo ataupun kalian! Gw yang tau baik buruknya Renjun. Gw juga yang milih Renjun dan lo semua gak berpartisipasi di dalamnya. So, shut up!” Jaemin segera meninggalkan rekan kantornya dan berniat menyusul Renjun yang tanpa disadarinya sudah berada dibalik tenda sembari menatap semua yang tumpah di lantai.

“Renjun?”

“Jaem...”

“Kenapa ini? Kok bisa jatuh semua?” tanya Jaemin keheranan.

Renjun di hadapan kekasihnya itu sibuk menahan air mata, yang akhirnya tumpah juga. Ia menangis tanpa mengeluarkan suara. Jenis tangisan yang paling menyakitkan, karena tak ingin sekelilingnya tau.

“Ren... Astaga sayang...” Jaemin langsung merengkuh Renjun dalam pelukannya. Ia tak biarkan yang lain melihat Renjun dalam kondisi sedang menangis. “Kamu mau kita pulang aja? Atau mampir ke tempat lain”

Belum ada jawaban.

“Aku bawa kamu ke parkiran mobil ya sambil pelukan. Kita pergi dari sini”


Tujuan mereka berdua berakhir di salah satu pantai yang sepi pengunjung. Jaemin sengaja membawa Renjun ke tempat sepi guna menenangkan dirinya yang tadi emosi, juga menanyakan alasan mengapa kekasihnya itu menangis.

“Jaem, apa kita putus aja ya?” Renjun menatap kosong ke depannya.

“Heh kok gitu? Kenapa?”

“Aku malu sama teman-teman kamu. Profesi aku cuma guru, sedangkan kamu? Pekerja kantoran” jawab Renjun lirih.

“Justru aku yang malu. Punya rekan tapi otaknya pada nggak dipakai semua”

“Tapi mereka benar, Jaem”

“Enggak. Justru nggak benar kalau mereka mendiskreditkan profesi kamu tanpa tau seluk beluk di dalamnya gimana”

Renjun menunduk. Jaemin menatap kekasihnya dalam diam.

“Maafin aku, Ren. Harusnya aku ngertiin kamu, ngikutin maunya kamu, paham kenapa kamu nggak mau ikutan tiap aku ajak gabung sama mereka. Nyatanya emang rekan kantorku yang toxic.”

“Engg—”

“Sssh udah. Aku nggak bakal lagi ikut sama mereka. Juga ngga mau terlalu dekat. Terkadang, orang-orang yang udah kita anggap dekat, justru bisa bikin kita down di saat bersamaan tanpa mikir efek yang terjadi setelahnya” telunjuk Jaemin kini berada di bibir Renjun. “Kamu nggak usah mikirin omongan mereka lagi. Akunya nyaman sama kamu. Itu cukup buat aku. Udah ya sayang. Maaf udah bikin hari kamu jadi buruk.”

Hati Renjun sesak. Bukan sesak karena sedih ataupun kecewa dengan kalimat Jaemin, justru karena tak percaya bahwa kekasihnya jauh lebih dewasa dalam berpikir dibandingkan dengan dirinya. Renjun terlalu gampang menilai rendah valuenya sendiri. Juga terlalu memikirkan apa kata orang lain tentang dirinya, padahal di hadapannya ada Jaemin yang siap merangkulnya, membelanya dan jadi garda terdepan untuk mengasihinya.

©Kalriesa🦋

Sore itu, Rega dan Haindra sedang melakukan pemanasan. Mereka akan bertanding badminton dengan jurusan Manajemen.

Mata Rega tak fokus sedari tadi. Memicing ke tiap sudut dan keramaian guna memastikan apakah mataharinya turut melihatnya bertanding.

“Belum datang di Naven?” tanya Haindra penasaran.

“Belum kayaknya”

“Udah lo kabarin?”

“Udah.” Rega kembali fokus latihan dengan sahabatnya.

“Padahal, tiap Naven tanding basket sama jurusan lain, Lo selalu nyisihin waktu buat liat dia”

“Lagi sibuk maybe” Rega menjawab sekenanya.

“Yuk mulai tandingnya. perwakilan Akuntansi sama Manajemen tolong melipir ke mari” ujar salah satu wasit y

Ketika jam mata kuliah telah usai, hal pertama yang Naven lakukan adalah beranjak secepat mungkin dari kursinya. Ia tak mau jika harus keluar kelas berbarengan dengan Rega, pacarnya.

“Nav! Tunggu!” Rega setengah berteriak saat ujung matanya melihat sosok sang kekasih berjalan tergesa meninggalkan dirinya.

“Lo ditinggalin tuh. Perut Naven emang kelaparan apa gimana? Sampai ngibrit secepat itu ckck” Haindra menggeleng heran.

“Gw kejar Naven dulu. Bye.”

Rega berlari mengikuti mataharinya dari belakang.

“Nav—” Rega tepuk pundak kekasihnya pelan dan mengatur nafasnya sejenak.

“Ck” decakan itu muncul dari mulut Naven.

“Kamu mau makan apa?”

“Apa aja” jawab Naven cuek.

“Sarapan yang tadi aku beliin buat kamu, habis kan?” tanya Rega cepat.

Naven terdiam. Ia memikirkan jawaban apa yang harusnya diberikan pada Rega karena sarapan yang dimaksud tak disentuh sama sekali, “habis kok” jawab Naven enteng.

Mata Rega menelusur dalam. Ia berharap jawaban Naven memang apa adanya. Namun seluruh tubuhnya juga harus bersiap-siap saat rasa sakit akan muncul tiba-tiba.

“Ooh, sarapannya memang habis ternyata. Syukurlah” batin Rega lega.

Jika Naven berikan jawaban bohong, maka badan Rega akan berikan reaksi dikarenakan kebohongan itu tentu menyakitkan pasangan. Semesta benci itu. Sayangnya konteks dari pertanyaan Rega dijawab Naven dengan benar. Sarapannya memang habis, tetapi bukan Naven yang mengkonsumsinya, melainkan kucing-kucing liar di kampusnya.

“Gw gak sudi makan sarapan pemberian lo. Untung aja kampus ini banyak binatang liarnya. Berbagi sama mereka kan gak ada salahnya hm.”

Middle of the Night |

Tags: Revenge , office life , Trigger Warning(s)

cw // revenge , mention of accident , blood tw // murder , psychopath , fake body , mention of human trafficking , body mutilation , mention of genital mutilation , torture , human body parts , cannibalism


14 Februari identik dengan perayaan hari kasih sayang bagi sebagian orang. Jaemin dan Renjun juga melakukan sesuatu yang spesial dengan mengadakan sesi masak-memasak.

“Gimana karyawan bagian operasionalnya? Beres?” tanya Jaemin yang sedang sibuk membersihkan peralatan masak di dapur rumahnya dari ujung telponnya.

“Beres”

“Jejak kamu bersih kan?”

“Bersih. Minumannya aku kasih obat bius. CCTV juga udah disabotase. Dianggap kecelakaan tunggal. Mobilnya nabrak pembatas jalan dan masuk jurang. Harusnya sih hancur”

“Mayatnya?”

“Udah direplika. Manusia yang aku beli dari perdagangan ilegal udah aku masukin ke dalam mobilnya”

Good. Tubuh yang aslinya?”

“Ada di samping aku. Tapi kamunya sabar ya sayang. Ntar tunggu di garasi. Bantuin aku angkut mayatnya sekalian. We have to cook it together. Lumayan buat makan peliharaan yang ada di rumah”

“Aku pasti nungguin kamu. Nggak sabar juga mau motong-motong badannya. Kebetulan pisau daging terbaik yang aku punya udah diasah kok. Hehe”

Suara tertawa Jaemin, buat Renjun bahagia karena pasangannya itu memahami dirinya dengan sangat.


Flashback

“Coba lihat tuh Pak Renjun, diam-diam aja. Kalau kerja tenang banget. Tapi bagian office memang seharusnya hening, biar teliti. Team operasional kan kerjanya di lapangan, lebih riskan. Wajar juga dapat insentif lebih banyak. Office dapat gaji basic aja cukup. Lagian pak Renjun kerjanya gitu-gitu aja. Ya kan, Pak?” ujar salah satu karyawan bagian operasional dengan nada mengejek.

Renjun menggunakan sebelah earphone wireless miliknya. Ia mendengarkan lagu, tapi tetap bisa mencermati pembicaraan di sekitarnya. Apalagi yang dibahas adalah sosoknya sendiri.

“Lo jangan gangguin pak Renjun deh. Gak liat tuh mejanya bertumpuk berkas ha!” Haechan, rekan seruangan Renjun, membelanya.

“Alah cuma input-input aja. Gak ada yang susah”

Ctak!

Bunyi pena patah terdengar di bagian bawah kursi kerja Renjun, dekat CPUnya. Tangannya yang lain mengambil botol minum di sampingnya. Ia teguk seperempat air guna lepaskan dahaga di tenggorokannya yang tiba-tiba muncul.


Chat dari Renjun masuk ke ponsel Jaemin. Berisi tentang pasangannya yang berada dalam radius 100 meter menuju rumah. Jaemin berjalan santai ke arah garasi sembari menunggu Renjun.

Tin tin…

Renjun bunyikan klakson mobilnya setelah melihat pasangannya sudah berdiri dengan kemeja hitam tergulung rapi di depan garasi rumah. Senyuman kecil muncul sebagai tanda senangnya.

“Sini biar aku aja yang bawa 'hidangannya' ke atas” Jaemin muncul dari sisi kiri penumpang. Ia angkut tubuh manusia yang sudah terkulai lemas tak berdaya di samping Renjun.

“Makasih sayang. Aku gak usah mandi aja kali ya?”

“Kenapa?”

“Gak sabar mau bantuin kamu 'masak' nih” mata Renjun berbinar bahagia.

“Mandi dulu. You have to prepare your best for this dinner, Baby

“Hmm” Renjun berpikir sejenak. “Iya juga. Kalau gitu aku mandi deh.”

“Aku letakin 'dia' di dapur ya”

“Oke, Baby


Kitchen set milik Jaemin dan Renjun memang didesain khusus. Mereka sengaja mengorder kompor yang dikustom dengan panjang kali lebar untuk ukuran manusia dewasa. Bahkan, di atas kompor juga ada 4 rantai besi tergantung yang dimodifikasi sedemikian rupa.

Renjun menatap sosok di depannya dengan tatapan sinis. Lelaki berseragam khas lapangan tempatnya bekerja itu sibuk menghentakkan tubuh bagian atasnya. Dua tangannya yang diborgol menyatu dengan rantai besi yang tergantung tepat di atas wajahnya.

Mulut lelaki itu meneteskan banyak darah dan penuh jahitan silang. Hasil karya Huang Renjun. Terdengar erangan yang tak bisa diartikan oleh sepasang lelaki dengan pisau masing-masing di kedua tangan mereka.

“Kamu mau bagian yang mana sayang?” tanya Jaemin halus.

“Kaki aja. Aku mau retakin tulangnya pakai palu. Lumayan bisa jadi sop tulang untuk anjing penjaga kita” jawab Renjun datar.

“Oke. Aku bagian bokongnya ya. Penisnya mau digimanain sayang?” tanya Jaemin lagi.

“Sayat sesuka kamu aja. Bikin motif juga boleh. Setelah itu dipotong kayak kamu biasa motong sosis”

Mata lelaki itu terbelalak dan wajahnya menggeleng kuat. Air matanya sudah terkumpul dan siap membanjiri wajahnya yang merah akibat mendengarkan percakapan Jaemin dan Renjun.

“Hngrhhhhhhh” erangan memohon terdengar kembali.

“Dia kayaknya mau ngomong sama kamu deh sayang” Jaemin mengarahkan pisau daging terbaiknya bermerk Wmf 18cm Classic Line ke pinggul lelaki yang sudah telanjang di hadapannya.

Obat bius yang Jaemin dan Renjun gunakan adalah jenis bius pada daerah tertentu yang akan mereka mutilasi. Mengapa begitu? Renjun ingin sosok yang nantinya akan jadi santapan sehat binatang peliharaan di rumahnya ini bisa memantau proses pemotongan perlahan setiap inci tubuhnya. Itulah kenapa bagian yang dieksekusi terlebih dahulu adalah pinggul ke bawah.

“Sayang. Kita butuh gergaji. Kamu tau kan kalau tulang pinggul paling susah dipotong pakai pisau daging biasa” Jaemin asyik sendiri dengan sayatan yang sudah dilakukannya.

“Bor listrik aja gimana? Kamu kulitin dulu aja dagingnya semana yang kamu bisa. Urusan tulang, biar aku beresin.”

Renjun mengambil palu batu berukuran 3 kilogram yang ada di salah satu rak dapurnya. Palu tersebut segera diarahkan ke telapak kaki sosok yang tadi mengejeknya di kantor.

Dug… Krrrk… Dug… Krrrk…

“Rrrghgggh… Hnmmmm… Mmmmffff”

Suara palu bercampur retakan menjadi satu membelah keheningan malam.

“Sayang. Dapur kita terlalu sepi. Aku hidupin lagu boleh?” Jaemin mengangkat beberapa slice daging segar yang masih meneteskan darahnya di atas nampan, hasil kreativitas memotongnya barusan.

“Boleh”

“Lagu kesukaan kamu ya?”

“Oke”

Jaemin cuci tangannya dan beranjak dari dapur menuju ke ruang tengah. Ia putarkan lagu favorit milik kesayangannya yang berjudul Middle of the Night dari Elley Duhe dengan mode on repeat sampai kegiatan masak mereka selesai.

Dug… Dug… Dug…

Renjun masih melanjutkan aktivitasnya memukul-mukul telapak kaki yang sudah mulai hancur sedikit demi sedikit.

“Kamu mindahin tang ya?” pandangan mata Renjun teralihkan ke Jaemin.

“Masih satu tempat sama palu batu punya kamu, Baby

Renjun memutar bola matanya malas karena tak menemukan alat yang dicarinya. Tak berapa lama kemudian, persis di depan matanya sudah ada tangan Jaemin yang menyodorkan tang dengan wajah sumringahnya.

“Kamu carinya pelan-pelan sayang. Muah” Jaemin kecup kecil bibir Renjun yang sedikit berubah moodnya. Tak lupa pipi kesayangannya itu dielusnya.

“Bius total setelah ini, Jaem” ntar kita masaknya kemalaman. Besok pagi aku masih masuk kerja” Renjun meminta pada Jaeminnya. Tentu dituruti Jaemin dengan patuh.

Krak…. Krak… Krak… Krak… Krak…

Lima jari kaki telah berhasil lepas dari tempatnya. Renjun lakukan hal yang sama untuk kaki yang lain menggunakan tang di tangannya. Lantai dapur mereka sudah penuh dengan tetesan darah segar yang menggoda.

“Apa yang bakalan dipikir istri dan anakmu kalau tau punya ayah kelakuannya suka buat sakit hati rekan kerja sendiri?” tanya Renjun dengan mata memicing ke sosok yang masih mengerang tak tertahan. Bahkan erangannya semakin kuat dan tangisannya sudah pecah.

“Kamu pikir saya nggak tau kalau di luar sana, uang jatah operasional yang lain masih suka kamu palakin? Gaji dan trip kamu yang meluber itu kurang cukup hm?”

“Mmmmmfff… Sssyyy…. Mmmhhhhn”

“Di lapangan juga bukan kamu yang kerja. Seenaknya suruh orang lain. Kerjamu hanya ngerokok sambil ngopi. Apa kabar dengan salah satu anggota bagian pelabuhan yang kamu suruh ngecek barang dari customer di atas kapal? Kamu bahkan nggak ngingatin dia untuk pakai safety shoes sampai akhirnya dia kejatuhan alat yang ternyata longgar dan kena kakinya. Padahal itu tugasmu. Bagianmu. Dan kamu ada minta maaf? Engga ada. Saya malah dengar kamu ngatain dia cacat. Hebat” Renjun berikan tepuk tangannya dan berhenti tepat di sisi kiri sosok tersebut.

“Gimana rasanya mulut dijahit? Enak?”

Sosok itu menggeleng kuat.

“Saya buka aja ya jahitannya biar kamu bisa ngomong.”

Sosok itu mengira bahwa Renjun akan memperlakukannya dengan itikad baik, mengingat nada halus yang muncul saat Renjun mengatakan ingin membuka jahitan di mulutnya. Ternyata salah besar. Renjun menarik benang layangan yang terjahit rapi di mulut sosok tersebut dengan kuat.

“Rrrghhhhhh….. Hhhkssss….”

Rantai besi di dapur berguncang hebat. Renjun bisa lihat sisi bibir yang terkoyak ke sana ke mari dan berserakan beberapa di sekitarnya.

“Huh, tatapan macam apa ini? Lihat deh sayang. Matanya mirip si Blacky melas minta makan” Jaemin hadir di samping Renjun dan menunjukkan ujung penis yang sudah berhasil dipotongnya dengan estetik.

“Sayangnya aku benci liat tatapan ini dari dia”

Plak!!! Plak!!! Plak!!!

Renjun tampar berkali-kali sosok yang sangat dibencinya tersebut. “Bius sekarang aja, Jaem. Aku mau siapin bumbu buat makan Blacky anjing kamu sama Henna, ular kesayangan aku.”


Keesokan harinya, muncul berita di berbagai stasiun tv yang menayangkan informasi mengenai kecelakaan tunggal di salah satu sudut jalan yang bawahnya dikelilingi jurang. Diketahui bahwa yang menjadi korban dari kecelakaan tunggal itu adalah salah satu karyawan bagian operasional tempat perusahaan Renjun bekerja.

“Ya ampun. Memang urusan mati nggak ada yang tau ya” Haechan ungkap rasa sedihnya terkait berita yang sudah didengarnya.

Renjun mengangguk saja. Ia sibuk memantau siapa yang memberikan love di postingan sosmed terbarunya.

“Oh ya pak Renjun. Saya liat postingan bapak dengan suami mesra banget” Haechan membalikkan badannya ke arah Renjun.

“Mesra gimana pak Haechan?”

“Aduh. Bapak bikin saya iri deh. Itu lhooooo postingan makanan yang dimasak pak Renjun sama pak Jaemin pas Valentine tadi malam” mata Haechan terlihat tulus memuji. “Ditambah lagi sama caption-nya: 'Special cooking and dinner with my lovely husband, Na Jaemin'. Masak apa aja pak?”

“Ooh itu. Biasa aja kok. Tadi malam kita masak sup tulang sama steak. Kebetulan di rumah banyak persediaan daging” jawab Renjun tenang.

“Saya ngiler liat postingan bapak. Huhu”

Renjun berikan tatapan yang hanya dirinya sendiri bisa memahami. “Pak Haechan mau?”

“Hehehe. Kalau ditawarin sih mau-mau aja. Gak boleh tau pak nolak rejeki” cengenges Haechan.

“Yasudah. Besok bakal dibawain untuk bapak. Nanti malam saya sama suami mau masak spesial untuk pak Haechan”

“Waaah makasih banyak pak Renjunnnnn.”

© Kalriesa 🦋

Middle of the Night |

Tags: Revenge , office life , Trigger Warning(s)

cw // revenge , mention of accident , blood tw // murder , psychopath , fake body , mention of human trafficking , body mutilation , mention of genital mutilation , torture , human body parts , cannibalism


14 Februari identik dengan perayaan hari kasih sayang bagi sebagian orang. Jaemin dan Renjun juga melakukan sesuatu yang spesial dengan mengadakan sesi masak-memasak.

“Gimana karyawan bagian operasionalnya? Beres?” tanya Jaemin yang sedang sibuk membersihkan peralatan masak di dapur rumahnya dari ujung telponnya.

“Beres”

“Jejak kamu bersih kan?”

“Bersih. Minumannya aku kasih obat bius. CCTV juga udah disabotase. Dianggap kecelakaan tunggal. Mobilnya nabrak pembatas jalan dan masuk jurang. Harusnya sih hancur”

“Mayatnya?”

“Udah direplika. Manusia yang aku beli dari perdagangan ilegal udah aku masukin ke dalam mobilnya”

Good. Tubuh yang aslinya?”

“Ada di samping aku. Tapi kamunya sabar ya sayang. Ntar tunggu di garasi. Bantuin aku angkut mayatnya sekalian. We have to cook it together. Lumayan buat makan peliharaan yang ada di rumah”

“Aku pasti nungguin kamu. Nggak sabar juga mau motong-motong badannya. Kebetulan pisau daging terbaik yang aku punya udah diasah kok. Hehe”

Suara tertawa Jaemin, buat Renjun bahagia karena pasangannya itu memahami dirinya dengan sangat.


Flashback

“Coba lihat tuh Pak Renjun, diam-diam aja. Kalau kerja tenang banget. Tapi bagian office memang seharusnya hening, biar teliti. Team operasional kan kerjanya di lapangan, lebih riskan. Wajar juga dapat insentif lebih banyak. Office dapat gaji basic aja cukup. Lagian pak Renjun kerjanya gitu-gitu aja. Ya kan, Pak?” ujar salah satu karyawan bagian operasional dengan nada mengejek.

Renjun menggunakan sebelah earphone wireless miliknya. Ia mendengarkan lagu, tapi tetap bisa mencermati pembicaraan di sekitarnya. Apalagi yang dibahas adalah sosoknya sendiri.

“Lo jangan gangguin pak Renjun deh. Gak liat tuh mejanya bertumpuk berkas ha!” Haechan, rekan seruangan Renjun, membelanya.

“Alah cuma input-input aja. Gak ada yang susah”

Ctak!

Bunyi pena patah terdengar di bagian bawah kursi kerja Renjun, dekat CPUnya. Tangannya yang lain mengambil botol minum di sampingnya. Ia teguk seperempat air guna lepaskan dahaga di tenggorokannya yang tiba-tiba muncul.


Chat dari Renjun masuk ke ponsel Jaemin. Berisi tentang pasangannya yang berada dalam radius 100 meter menuju rumah. Jaemin berjalan santai ke arah garasi sembari menunggu Renjun.

Tin tin…

Renjun bunyikan klakson mobilnya setelah melihat pasangannya sudah berdiri dengan kemeja hitam tergulung rapi di depan garasi rumah. Senyuman kecil muncul sebagai tanda senangnya.

“Sini biar aku aja yang bawa 'hidangannya' ke atas” Jaemin muncul dari sisi kiri penumpang. Ia angkut tubuh manusia yang sudah terkulai lemas tak berdaya di samping Renjun.

“Makasih sayang. Aku gak usah mandi aja kali ya?”

“Kenapa?”

“Gak sabar mau bantuin kamu 'masak' nih” mata Renjun berbinar bahagia.

“Mandi dulu. You have to prepare your best for this dinner, Baby

“Hmm” Renjun berpikir sejenak. “Iya juga. Kalau gitu aku mandi deh.”

“Aku letakin 'dia' di dapur ya”

“Oke, Baby


Kitchen set milik Jaemin dan Renjun memang didesain khusus. Mereka sengaja mengorder kompor yang dikustom dengan panjang kali lebar untuk ukuran manusia dewasa. Bahkan, di atas kompor juga ada 4 rantai besi tergantung yang dimodifikasi sedemikian rupa.

Renjun menatap sosok di depannya dengan tatapan sinis. Lelaki berseragam khas lapangan tempatnya bekerja itu sibuk menghentakkan tubuh bagian atasnya. Dua tangannya yang diborgol menyatu dengan rantai besi yang tergantung tepat di atas wajahnya.

Mulut lelaki itu meneteskan banyak darah dan penuh jahitan silang. Hasil karya Huang Renjun. Terdengar erangan yang tak bisa diartikan oleh sepasang lelaki dengan pisau masing-masing di kedua tangan mereka.

“Kamu mau bagian yang mana sayang?” tanya Jaemin halus.

“Kaki aja. Aku mau retakin tulangnya pakai palu. Lumayan bisa jadi sop tulang untuk anjing penjaga kita” jawab Renjun datar.

“Oke. Aku bagian bokongnya ya. Penisnya mau digimanain sayang?” tanya Jaemin lagi.

“Sayat sesuka kamu aja. Bikin motif juga boleh. Setelah itu dipotong kayak kamu biasa motong sosis”

Mata lelaki itu terbelalak dan wajahnya menggeleng kuat. Air matanya sudah terkumpul dan siap membanjiri wajahnya yang merah akibat mendengarkan percakapan Jaemin dan Renjun.

“Hngrhhhhhhh” erangan memohon terdengar kembali.

“Dia kayaknya mau ngomong sama kamu deh sayang” Jaemin mengarahkan pisau daging terbaiknya bermerk Wmf 18cm Classic Line ke pinggul lelaki yang sudah telanjang di hadapannya.

Obat bius yang Jaemin dan Renjun gunakan adalah jenis bius pada daerah tertentu yang akan mereka mutilasi. Mengapa begitu? Renjun ingin sosok yang nantinya akan jadi santapan sehat binatang peliharaan di rumahnya ini bisa memantau proses pemotongan perlahan setiap inci tubuhnya. Itulah kenapa bagian yang dieksekusi terlebih dahulu adalah pinggul ke bawah.

“Sayang. Kita butuh gergaji. Kamu tau kan kalau tulang pinggul paling susah dipotong pakai pisau daging biasa” Jaemin asyik sendiri dengan sayatan yang sudah dilakukannya.

“Bor listrik aja gimana? Kamu kulitin dulu aja dagingnya semana yang kamu bisa. Urusan tulang, biar aku beresin.”

Renjun mengambil palu batu berukuran 3 kilogram yang ada di salah satu rak dapurnya. Palu tersebut segera diarahkan ke telapak kaki sosok yang tadi mengejeknya di kantor.

Dug… Krrrk… Dug… Krrrk…

“Rrrghgggh… Hnmmmm… Mmmmffff”

Suara palu bercampur retakan menjadi satu membelah keheningan malam.

“Sayang. Dapur kita terlalu sepi. Aku hidupin lagu boleh?” Jaemin mengangkat beberapa slice daging segar yang masih meneteskan darahnya di atas nampan, hasil kreativitas memotongnya barusan.

“Boleh”

“Lagu kesukaan kamu ya?”

“Oke”

Jaemin cuci tangannya dan beranjak dari dapur menuju ke ruang tengah. Ia putarkan lagu favorit milik kesayangannya yang berjudul Middle of the Night dari Elley Duhe dengan mode on repeat sampai kegiatan masak mereka selesai.

Dug… Dug… Dug…

Renjun masih melanjutkan aktivitasnya memukul-mukul telapak kaki yang sudah mulai hancur sedikit demi sedikit.

“Kamu mindahin tang ya?” pandangan mata Renjun teralihkan ke Jaemin.

“Masih satu tempat sama palu batu punya kamu, Baby

Renjun memutar bola matanya malas karena tak menemukan alat yang dicarinya. Tak berapa lama kemudian, persis di depan matanya sudah ada tangan Jaemin yang menyodorkan tang dengan wajah sumringahnya.

“Kamu carinya pelan-pelan sayang. Muah” Jaemin kecup kecil bibir Renjun yang sedikit berubah moodnya. Tak lupa pipi kesayangannya itu dielusnya.

“Bius total setelah ini, Jaem” ntar kita masaknya kemalaman. Besok pagi aku masih masuk kerja” Renjun meminta pada Jaeminnya. Tentu dituruti Jaemin dengan patuh.

Krak…. Krak… Krak… Krak… Krak…

Lima jari kaki telah berhasil lepas dari tempatnya. Renjun lakukan hal yang sama untuk kaki yang lain menggunakan tang di tangannya. Lantai dapur mereka sudah penuh dengan tetesan darah segar yang menggoda.

“Apa yang bakalan dipikir istri dan anakmu kalau tau punya ayah kelakuannya suka buat sakit hati rekan kerja sendiri?” tanya Renjun dengan mata memicing ke sosok yang masih mengerang tak tertahan. Bahkan erangannya semakin kuat dan tangisannya sudah pecah.

“Kamu pikir saya nggak tau kalau di luar sana, uang jatah operasional yang lain masih suka kamu palakin? Gaji dan trip kamu yang meluber itu kurang cukup hm?”

“Mmmmmfff… Sssyyy…. Mmmhhhhn”

“Di lapangan juga bukan kamu yang kerja. Seenaknya suruh orang lain. Kerjamu hanya ngerokok sambil ngopi. Apa kabar dengan salah satu anggota bagian pelabuhan yang kamu suruh ngecek barang dari customer di atas kapal? Kamu bahkan nggak ngingatin dia untuk pakai safety shoes sampai akhirnya dia kejatuhan alat yang ternyata longgar dan kena kakinya. Padahal itu tugasmu. Bagianmu. Dan kamu ada minta maaf? Engga ada. Saya malah dengar kamu ngatain dia cacat. Hebat” Renjun berikan tepuk tangannya dan berhenti tepat di sisi kiri sosok tersebut.

“Gimana rasanya mulut dijahit? Enak?”

Sosok itu menggeleng kuat.

“Saya buka aja ya jahitannya biar kamu bisa ngomong.”

Sosok itu mengira bahwa Renjun akan memperlakukannya dengan itikad baik, mengingat nada halus yang muncul saat Renjun mengatakan ingin membuka jahitan di mulutnya. Ternyata salah besar. Renjun menarik benang layangan yang terjahit rapi di mulut sosok tersebut dengan kuat.

“Rrrghhhhhh….. Hhhkssss….”

Rantai besi di dapur berguncang hebat. Renjun bisa lihat sisi bibir yang terkoyak ke sana ke mari dan berserakan beberapa di sekitarnya.

“Huh, tatapan macam apa ini? Lihat deh sayang. Matanya mirip si Blacky melas minta makan” Jaemin hadir di samping Renjun dan menunjukkan ujung penis yang sudah berhasil dipotongnya dengan estetik.

“Sayangnya aku benci liat tatapan ini dari dia”

Plak!!! Plak!!! Plak!!!

Renjun tampar berkali-kali sosok yang sangat dibencinya tersebut. “Bius sekarang aja, Jaem. Aku mau siapin bumbu buat makan Blacky anjing kamu sama Henna, ular kesayangan aku.”


Keesokan harinya, muncul berita di berbagai stasiun tv yang menayangkan informasi mengenai kecelakaan tunggal di salah satu sudut jalan yang bawahnya dikelilingi jurang. Diketahui bahwa yang menjadi korban dari kecelakaan tunggal itu adalah salah satu karyawan bagian operasional tempat perusahaan Renjun bekerja.

“Ya ampun. Memang urusan mati nggak ada yang tau ya” Haechan ungkap rasa sedihnya terkait berita yang sudah didengarnya.

Renjun mengangguk saja. Ia sibuk memantau siapa yang memberikan love di postingan sosmed terbarunya.

“Oh ya pak Renjun. Saya liat postingan bapak dengan suami mesra banget” Haechan membalikkan badannya ke arah Renjun.

“Mesra gimana pak Haechan?”

“Aduh. Bapak bikin saya iri deh. Itu lhooooo postingan makanan yang dimasak pak Renjun sama pak Jaemin pas Valentine tadi malam” mata Haechan terlihat tulus memuji. “Ditambah lagi sama caption-nya: 'Special cooking and dinner with my lovely husband, Na Jaemin'. Masak apa aja pak?”

“Ooh itu. Biasa aja kok. Tadi malam kita masak sup tulang sama steak. Kebetulan di rumah banyak persediaan daging” jawab Renjun tenang.

“Saya ngiler liat postingan bapak. Huhu”

Renjun berikan tatapan yang hanya dirinya sendiri bisa memahami. “Pak Haechan mau?”

“Hehehe. Kalau ditawarin sih mau-mau aja. Gak boleh tau pak nolak rejeki” cengenges Haechan.

“Yasudah. Besok bakal dibawain untuk bapak. Nanti malam saya sama suami mau masak spesial untuk pak Haechan”

“Waaah makasih banyak pak Renjunnnnn.”

© Kalriesa 🦋