kalriesa

Jaemren Oneshot AU~

Growing till?

Tags: college life CW // hurt comfort , one sided love


Sikut menyikut di dunia perkuliahan sudah jadi barang biasa. Bermuka dua dengan dosen, memiliki circle khusus, atau melakukan segala sesuatunya sendiri adalah pilihan masing-masing mahasiswa. Tinggal tentukan nyamannya ada di mana. Asalkan indeks prestasi kumulatifnya memuaskan, keluarga sudah pasti aman di tangan.

Ketika mahasiswa di luar sana hanya bisa memilih tiga opsi dari yang disebutkan di atas, lain halnya dengan Jaemin dan Renjun. Mereka ambil jalan berbeda demi kelancaran perkuliahan sampai tahap akhir alias wisuda; berpacaran demi mencapai target IPK yang sudah ditentukan dan setelahnya? Selesai begitu saja.

Apakah mereka libatkan perasaan di dalamnya? Tiada jawaban pasti. Yang jelas, ketika target sudah diraih, mereka harus saling melepaskan satu dengan lainnya.

“Gimana makul akuntansi biayanya?” Jaemin bertanya di ujung ponselnya.

Renjun menghela nafas berat, “Susah. Aku gak paham sama sekali.”

“Pulang kuliah aku ajarin. Kita ke Pustaka Wilayah ya” tanggap Jaemin halus.

“Emang kamunya ngga sibuk?”

“Engga kok. See you later, Ren.”

Percakapan di atas sudah biasa terjadi di antara Jaemin dan Renjun. Jika salah satu dari mereka mengalami kesulitan di mata kuliah tertentu, maka yang lain siap sedia membantu mengajarkan pasangan sementaranya sampai bisa.

“Kamu gimana keadaannya? Udah turun belum demamnya?” tanya Renjun dengan nada khawatir.

“Tadi udah minum obat, tapi suhu tubuh aku naik lagi. Uhukk”

“Kamu udah ngga masuk dua hari. Aku tanya sama teman sekelas kamu, katanya ada tugas buat makalah Pengantar Bisnis II ya?”

“Iya. Aku udah coba cicil kerjainnya. Tapi gak maksimal”

“Kirim aja yang udah kamu bikin. Biar aku cek. Besok dikumpulnya kan?”

“Iya”

“Nanti aku print tugas kamu sekalian titip ke Jeno. Jadi nilai kamu tetap ada”

“Makasih banyak ya, Ren”

“Do not mention it.”


Tiap akhir semester, Jaemin dan Renjun pasti saling bertukar info berapa IP yang mereka dapatkan.

“IP aku 4. Kamu?” Jaemin bertanya pada lelaki berzodiak Aries di depannya.

“3,98” jawab Renjun tenang.

Jaemin tersenyum. Menurut Renjun, itu adalah senyuman indah yang Jaemin punya. Sedetik kemudian surainya diusak-usak kecil tapi tetap berantakan. Sayangnya bukan hanya surai Renjun saja yang berantakan, hatinya juga.

“Yeu pacaran molo couple pintar” Haechan melewati Jaemin dan Renjun yang sedang duduk di pinggir lorong A jurusannya.

“Gw kira ada adegan saling mengkoreksi tugas masing-masing atau hafalan kayak yang dulu-dulu” Jeno yang berada di samping Haechan memberikan kalimat sarkasnya.

“Apa yang dikoreksi coba? Kan kita baru terima hasil semester 4” jawab Jaemin cepat.

“Tau deh yang IP nya 4. Calon-calon cumlaude” Jeno mencibir.

“Si Renjun juga sama aja. IP 3,98. Palingan berdua sesama cumlaude pas wisuda” Haechan sedang dalam mode membayangkan.

Jaemin hanya tertawa, sedangkan Renjun tersenyum tipis.

“Bangga banget pasti tiba wisuda ortunya Jaemin-Renjun datang. Foto bareng ada slempang cumlaudenya. Gak kuat gw membayangkannya” Haechan bergidik ngeri.

“Gak usah lo bayangin. Soalnya otak lo gak bakalan sampai ke sana. Dah yuk cabut. Duluan Jaem-Ren” Jeno dan Haechan berlalu.

Jaemin di pikirannya hanya berfokus dengan ucapan Haechan tentang predikat cumlaude yang bisa dirinya peroleh nanti. Sedangkan Renjun malah memikirkan kalimat Haechan tentang wisuda dan foto bareng bersama orang tua Jaemin.


“Aku bakal magang di Chevron, sambil ngumpulin data untuk skripsi, Ren. Kamu gimana?”

“Skripsi aku tentang pajak. Jadi aku magang di kantor pajak sekalian sebar kuisioner”

“Ntar kita olah data untuk bab IV nya barengan aja. Aku udah download SPSS. Biar gak ribet. Kamu pakai laptop aku juga”

“Okee” Renjun mengangguk kecil.

Tiba-tiba lelaki yang posturnya lebih kecil dibandikan Jaemin ini terpikirkan sesuatu.

“Setelah wisuda kamu mau ke mana?”

“Aku? Langsung lanjut S2. Kamu?”

“Antara kerja dulu atau ambil Pendidikan Profesi Akuntansi”

Jaemin mengangguk kecil menerima jawaban Renjun.

“Berarti kita langsung fokus ke tujuan masing-masing setelah wisuda S1 ya. Semoga kamu sukses, Ren. Makannya kita harus maksimal di skripsi ini, biar sama-sama dapat A. Jadi kita bisa cumlaude berdua” Jaemin pamerkan gigi putihnya yang malah buat Renjun tertohok dengan kalimatnya barusan.

“So we're not gonna communicate again after that?” tanya Renjun hati-hati.

“That yang kamu maksud setelah wisuda nanti?”

“Iya”

“Tentu. Kan tujuan kita pacaran sementara cuma untuk support system selama kuliah” jawab Jaemin tegas.

Jleb moment.

Salah Renjun menanyakan hal seperti itu pada Jaemin. Lelaki berzodiak Leo itu tetap pada niat dan tujuannya sedari awal, sedangkan dirinya? Sudah mulai terkikis sedikit demi sedikit karena hatinya terkontaminasi segala afeksi yang Jaemin berikan walau hanya sekedar support system belaka.


Tak bisa Renjun pungkiri, kalimat yang Jaemin sampaikan buatnya tak bisa tidur. Renjun sadar, sejauh apapun dirinya berharap untuk melanjutkan pacaran sementara mereka ke jenjang yang lebih jelas dan serius hanya akan jadi mimpi belaka. Dirinya mulai tak bisa fokus kerjakan skripsi. Pikirnya, lebih baik putuskan saja hubungan yang ada sekarang dibandingkan dirinya semakin jatuh sampai tak bisa bangkit di kemudian hari.

Maka, per detik ini Renjun mulai jauhi Jaemin dengan dalih ia sibuk dengan tugas akhirnya. Jaemin pun mengerti. Mereka selesaikan skripsi masing-masing tanpa ada bantuan dari 'pasangannya' seperti sebelumnya.

Ketika sidang skripsi tiba, Renjun yang memang alami demam, tak bisa maksimalkan performanya menjawab pertanyaan dosen penguji. Segala teori yang pernah dipelajarinya buyar. Untungnya dosen pengujinya mengenali Renjun yang aktif saat di kelas dulu.

Renjun dapatkan nilai B di skripsinya. Sementara Jaemin mengoleksi nilai A sempurna di penutup semesternya.

Ketika skripsi masing-masing dari mereka kelar, ada satu hal yang tenyata jadi perhatian banyak pihak. Renjun menuliskan nama Jaemin di ucapan terima kasih dalam skripsinya, sedangkan Jaemin tak berbuat hal yang sama.

Sejak itu Renjun benar-benar sadar, bahwa dirinya telah salah mengambil keputusan di awal masa kuliahnya. Seharusnya ia ambil pilihan untuk lakukan segala sesuatunya sendiri dibandingkan harus mengorbankan perasaan untuk sesuatu yang sudah jelas ada batasnya.

©Kalriesa 🦋

Jaemin kacau. Ia bingung bagaimana menceritakan kepada keluarganya tentang kondisi keuangan tempat dirinya bekerja yang sedang tidak stabil dikarenakan omzet penjualan mengalami grafik penurunan dalam beberapa bulan terakhir. Akibatnya, tunjangan operasional karyawan dihapuskan. Kini dirinya hanya mendapatkan gaji pokok tanpa embel-embel tambahan yang lain.

Renjun tak masuk dalam hitungan yang membuatnya pusing dikarenakan sifat pasangannya yang tak pernah menuntut ini dan itu. Walau Renjun sudah berhenti bekerja dan fokus di rumah, ia pandai me-manage keuangan. Justru Jaemin yang sering tak enak hati karena tak bisa cukupi kebutuhan khusus suami kesayangannya itu.

Di masa Renjun bekerja, kebutuhan pribadi suaminya itu paling banyak dipelopori oleh Renjun sendiri karena Jaemin lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan utama rumah tangga seperti membayar listrik, air, WiFi, transportasinya dan Renjun, membayar laundry, juga penyediaan pangan pokok di rumah karena terkadang Renjun bisa saja memasak sesuatu setelah pulang dari kantor. Jangan lupakan setoran wajib yang ia sisihkan untuk ayah, ibu dan adiknya. Ayah Jaemin telah pensiun dan hanya di rumah saja.

“Kalau jatah uang bulanan ke Renjun dikurangi, aku gak tega. Kalau sebaliknya, nanti malah aku yang diomelin lagi...”

Jaemin hela nafasnya. Ia beruntung bisa mendapatkan pasangan seperti Renjun yang menurutnya sudah sangat sempurna. Yang disayangkan hanyalah sifat keluarga intinya yang sering buatnya pusing tujuh keliling.

“Renjun. Mana yang sakit? Kasih tau sama aku! Kamu diapain sama mereka?” Jaemin membalikkan tubuhnya dan mengelus kedua bahu Renjun perlahan.

Renjun menggeleng kecil, “Gapapa... Aku gapapa, Jaemin” suara Renjun pelan sekali. Keberadaan Jaemin di dekatnya buatnya tenang.

Jaemin langsung mendekap erat tubuh Renjun. Sisa-sisa feromon balsemnya masih menguar di sekitar tubuhnya dan Renjun jadikan kesempatan untuk menghirupnya sebanyak mungkin yang ia bisa tanpa merasa risih akan aromanya.

“Maafin aku ya, Ren. Harusnya tadi aku nggak biarin kamu pergi sendirian. Harusnya aku temanin kamu. Bukan malah fotoin Jisung. Nggak penting banget” tangannya mengelus punggung Renjun bagian atas.

“Begini nih pada nggak liat tempat. Adik sendiri gak dianggap. Dasar bucinlay!” terdengar omelan kecil dari adiknya yang bisa ditangkap indera pendengaran Jaemin.

“Akunya juga salah tadi. Asal nabrak, gak liat jalan” Renjun menyamankan tubuhnya dalam pelukan Jaemin.

Di bawah cahaya lampion yang didominasi warna merah, Jaemin tak peduli lagi dengan sekitarnya yang riuh ramai. Yang ia inginkan saat ini adalah menandai bahwa Renjun adalah miliknya. Ia tidak mau lagi kejadian Omeganya diganggu oleh Alpha lain terjadi di kemudian hari.

“Renjun—Aku izin marking kamu ya” ujar Jaemin dengan suara lembut dan tatapan penuh kasih sayang.

Omega yang lebih kecil proporsi tubuhnya dibandingkan sang Alpha mengangguk kecil. Semburat merah menjalar kembali di pipinya, “i—iya.”

Dengan perlahan, Jaemin arahkan bilah bibirnya menuju bibir Renjun. Dikecupnya bibir omega kesayangannya tanpa tergesa. Ibu jarinya mengusap area di bawah kelopak mata Renjun.

“Dari sekian banyak hal di dunia ini. Kamu tau apa yang bikin aku bersyukur walau pada awalnya aku insecure?” tanya Jaemin tanpa memutus tatapannya pada Renjun.

“Apa?” Renjun menjawab kebingungan.

“Feromon langka yang aku punya ternyata bisa bikin kamu tenang. Padahal aku kira, Omega yang jadi mate aku nanti bakalan nggak suka sama feromonku” nada suara Jaemin memelan sendu.

“Kenapa kamu pake acara insecure sih! Feromon balsem kamu tuh keren! The one and only kan! Mana ada yang punya selain kamu! Aku gak suka kalau kamu begitu, Jaemin! Liat aku deh, pede aja tuh walaupun feromonnya minyak kayu putih” bibir Renjun lebih maju karena berapi-api membalas pernyataan dari matenya.

Senyum Jaemin mengembang membentuk separuh bulan sabit. Bibir Renjun dikecupnya lagi dengan kening mereka yang saling diusakkan satu sama lainnya.

Mata Jaemin tertuju pada perpotongan leher Renjun yang menampilkan kelenjar Omega miliknya. Ia melihat cahaya yang sama seperti saat melihat tatto mate di lengan Renjun lalu. Bibir Jaemin beralih menuju kelenjar Omega milik Renjun. Feromonnya kembali menyeruak demi menyelimuti tubuh omeganya tersebut.

“Nanti kalau kamunya kesakitan, cubit pinggang aku aja ya”

“Iya” jawab Renjun kalem.

Sebelum Jaemin menggingit leher Renjun, kecupan diberikan lagi sembari hidungnya mengendus wangi minyak kayu putih dari si kesayangannya. Ternyata menyium feromon milik mate sendiri memang memabukkan, itu yang ada di pikiran Jaemin saat ini. Maka dengan segera kelenjar omeganya digigitnya perlahan agar tidak menyakiti Renjunnya.

“J—Jaemm!!!” cengkeraman tangan Renjun terasa kuat di pinggang Jaemin. Dirinya rasakan perih di bagian leher yang digigit oleh alphanya.

“Sssh—sakitt!!” dahi Renjun pun menempel di bahu Jaemin demi menahan sakit yang dialaminya.

Jaemin dan Renjun melakukan marking di tengah keramaian malam yang lumayan dingin. Dua feromon mereka bercampur, buat sekelilingnya terasa hangat.

Jisung yang berada dekat mereka berdua hanya bisa memunculkan wajah datarnya. “Selain feromonnya sama-sama langka, kelakuannya berdua juga super duper langka. Patut dicontoh untuk Alpha-Omega lain yang marking di depan umum begini. Hedeh abang gw.”

“Renjun. Mana yang sakit? Kasih tau sama aku! Kamu diapain sama mereka?” Jaemin membalikkan tubuhnya dan mengelus kedua bahu Renjun perlahan.

Renjun menggeleng kecil, “Gapapa... Aku gapapa, Jaemin” suara Renjun pelan sekali. Keberadaan Jaemin di dekatnya buatnya tenang.

Jaemin langsung mendekap erat tubuh Renjun. Sisa-sisa feromon balsemnya masih menguar di sekitar tubuhnya dan Renjun jadikan kesempatan untuk menghirupnya sebanyak mungkin yang ia bisa tanpa merasa risih akan aromanya.

“Maafin aku ya, Ren. Harusnya tadi aku nggak biarin kamu pergi sendirian. Harusnya aku temanin kamu. Bukan malah fotoin Jisung. Nggak penting banget” tangannya mengelus punggung Renjun bagian atas.

“Begini nih pada nggak liat tempat. Adik sendiri gak dianggap. Dasar bucinlay!” terdengar omelan kecil dari adiknya yang bisa ditangkap indera pendengaran Jaemin.

“Akunya juga salah tadi. Asal nabrak, gak liat jalan” Renjun menyamankan tubuhnya dalam pelukan Jaemin.

Di bawah cahaya lampion yang didominasi warna merah, Jaemin tak peduli lagi dengan sekitarnya yang riuh ramai. Yang ia inginkan saat ini adalah menandai bahwa Renjun adalah miliknya. Ia tidak mau lagi kejadian Omeganya diganggu oleh Alpha lain terjadi di kemudian hari.

“Renjun—Aku izin marking kamu ya” ujar Jaemin dengan suara lembut dan tatapan penuh kasih sayang.

Omega yang lebih kecil proporsi tubuhnya dibandingkan sang Alpha mengangguk kecil. Semburat merah menjalar kembali di pipinya, “i—iya.”

Dengan perlahan, Jaemin arahkan bilah bibirnya menuju bibir Renjun. Dikecupnya bibir omega kesayangannya tanpa tergesa. Ibu jarinya mengusap area di bawah kelopak mata Renjun.

“Dari sekian banyak hal di dunia ini. Kamu tau apa yang bikin aku bersyukur walau pada awalnya aku insecure?” tanya Jaemin tanpa memutus tatapannya pada Renjun.

“Apa?” Renjun menjawab kebingungan.

“Feromon langka yang aku punya ternyata bisa bikin kamu tenang. Padahal aku kira, Omega yang jadi mate aku nanti bakalan nggak suka sama feromonku” nada suara Jaemin memelan sendu.

“Kenapa kamu pake acara insecure sih! Feromon balsem kamu tuh keren! The one and only kan! Mana ada yang punya selain kamu! Aku gak suka kalau kamu begitu, Jaemin! Liat aku deh, pede aja tuh walaupun feromonnya minyak kayu putih” bibir Renjun lebih maju karena berapi-api membalas pernyataan dari matenya.

Senyum Jaemin mengembang membentuk separuh bulan sabit. Bibir Renjun dikecupnya lagi dengan kening mereka yang saling diusakkan satu sama lainnya.

Mata Jaemin tertuju pada perpotongan leher Renjun yang menampilkan kelenjar Omega miliknya. Ia melihat cahaya yang sama seperti saat melihat tatto mate di lengan Renjun lalu. Bibir Jaemin beralih menuju kelenjar Omega milik Renjun. Feromonnya kembali menyeruak demi menyelimuti tubuh omeganya tersebut.

“Nanti kalau kamunya kesakitan, cubit pinggang aku aja ya”

“Iya” jawab Renjun kalem.

Sebelum Jaemin menggingit leher Renjun, kecupan diberikan lagi sembari hidungnya mengendus wangi minyak kayu putih dari si kesayangannya. Ternyata menyium feromon milik mate sendiri memang memabukkan, itu yang ada di pikiran Jaemin saat ini. Maka dengan segera kelenjar omeganya digigitnya perlahan agar tidak menyakiti Renjunnya.

“J—Jaemm!!!” cengkeraman tangan Renjun terasa kuat di pinggang Jaemin. Dirinya rasakan perih di bagian leher yang digigit oleh alphanya.

“Sssh—sakitt!!” dahi Renjun pun menempel di bahu Jaemin demi menahan sakit yang dialaminya.

Jaemin dan Renjun melakukan marking di tengah keramaian malam yang lumayan dingin. Dua feromon mereka bercampur, buat sekelilingnya terasa hangat.

Jisung yang berada dekat mereka berdua hanya bisa memunculkan wajah datarnya. “Selain feromonnya sama-sama langka, kelakuannya berdua juga super duper langka. Patut dicontoh untuk Alpha-Omega lain yang marking di depan umum begini. Hedeh abang gw.”

Special Feromon~

Part from Jaemren Short AU

Tags: marking omega, catcalling cw // harshwords , kissing , explicit words


Pasangan Alpha-Omega berferomon spesial, Jaemin dan Renjun akhirnya bisa pergi bersama dalam rangka kencan yang mereka rencanakan, bersama Jisung tentunya.

Awalnya Jaemin galau apakah tetap mengajak adiknya atau tidak. Mengingat saudara sedarahnya itu sering buatnya kesal, tapi Renjun kekeh meminta Jisung untuk ikut.

“Masa kamu tega biarin Jisung sih! Gapapa dia ikut aja. Nanti aku beliin Jisung jajanan yang enak selama di sini”

Jaemin pun mau tak mau mengiyakan kalimat Omeganya tersebut.

Sekarang mereka bertiga sedang menonton atraksi barongsai di sepanjang jalan yang sengaja ditutup karena keperluan acara Imlek setempat.

“Latarnya keren buat difoto nih” Jaemin segera mengeluarkan kamera yang memang sengaja dibawanya untuk menyimpan moment langka bersama yang dikasihinya.

Cklek... Cklek...

Beberapa kali tombol shutter kameranya ditekan guna mendapatkan hasil yang memuaskan.

“Bang! Fotoin Jisung bang! Mau pamer sama Papa-Pipi nih!” adiknya berteriak maksimal.

“Sana cepat atur posisi yang bagus! Serahkan pada ahlinya. Na fotografer Jaemin” ujar Jaemin bangga.

Renjun terkekeh saja di belakang mereka. Dinamika kakak adik di depannya ini buatnya tak berhenti tersenyum. Judul malam ini seharusnya adalah date with Jaemin, tetapi selama perjalanan malah dihiasi dengan adu mulut Jaemin dan Jisung. Dimulai dari Jisung yang tak terima karena martabak yang seharusnya dimakan utuh untuknya, malah turut diberikan tak sengaja ke keluarga Renjun. Lalu Jaemin yang membelikan Jisung es doger tapi bungkusnya pecah di jalan karena dimainkan kuku Jisung sendiri. Juga dengan takoyaki yang Jaemin minta Jisung untuk dibelikan, tapi malah dihabiskan beserta saus kacangnya karena Jaemin malah sibuk memotret Renjun.

“Awas kalau gak bagus ya bang! Wajib diulang! Jisung mau ganti profile sosmed. Biar keliatan keren! Ambil ecek-eceknya candid bang. Biar misterius!”

“Misterius gundulmu!” Jaemin berdecak. Rasanya lebih banyak foto Jisung di kameranya dibanding dengan foto Renjun, Omega kesayangannya sendiri.

“Jaemin. Aku haus nih. Mau beli minum dulu. Kamu mau apa?” tenggorokan Renjun terasa sedikit kering.

“Apa aja boleh deh. Minum dari punya kamu juga boleh.”

Wajah Renjun seketika bersemu merah sampai menjalar ke telinganya.

“Minum—dari punyaku??” tanya Renjun gugup. Pikirannya sedikit melayang kemana-mana.

Jaemin menoleh, “iya. Aku nyicip dari bungkusan minum kamu aja sayang. Emangnya kamu mau beli apa?”

Ooh begitu maksudnya...

“Hmm liat nanti aja mana yang menarik. Kalau gitu aku jajan dulu ya” Renjun tergesa pergi meninggalkan Jaemin dan Jisung dan berharap Alphanya itu tak melihat wajahnya yang sudah berubah jadi tomat rebus karena memikirkan yang tidak-tidak.

“HATI-HATI YA YANG!!! AWAS NYASAR!!! LANGSUNG KE SINI NANTI!!!” Jaemin berteriak di tengah-tengah kerumunan agar Renjun bisa mendengarnya.

Renjun pun berkelana mencari minuman apa yang kira-kira bisa melegakan dahaganya. Ia menyusuri pinggiran jalan sampai ke ujung karena pilihannya terlalu banyak. Sampai akhirnya Renjun tak sengaja menabrak beberapa sosok di depannya.

“Eh maaf. Gak sengaja” ungkap Renjun sembari menundukkan wajahnya sedikit sebagai permintaan maaf.

Ternyata sosok yang ditabrak oleh Renjun adalah kumpulan Alpha. Terlihat dari badan mereka semua yang kekar.

“Mau kemana cakep? Sendiri aja nih?” goda salah satu Alpha di depannya.

Renjun mulai risih. Ia menatap tak suka ke arah Alpha yang tak sengaja ditabraknya tadi. “Bukan urusan lo.”

“Wah. Galak nih bos. Jangan galak-galak. Nanti gak laku” Alpha yang lain dengan seenaknya memegang dagu Renjun.

“Cih. Jangan sembarangan megang gw! Gatal tangan lo ya!” Renjun menepis tangan Alpha yang menyentuhnya.

Merasa suasana di dekatnya mulai tak kondusif, Renjun ancang-ancang meninggalkan tempat itu dan kembali ke tempat Jaemin. Ia baru sadar ternyata kakinya melangkah terlalu jauh dari posisi Jaemin dan Jisung.

“Eits mau kemana nih cakep? Temanin kita dulu” kali ini tangan kiri Renjun ditarik. Terlihatlah tatto mate miliknya.

“Wah udah punya tatto mate. Tapi kayaknya belum scenting-marking. Hahaha. Bodoh sekali”

Renjun baru ingat. Ia dan Jaemin memang sudah bertemu sebagai mate, tapi Jaemin sama sekali belum melakukan scenting dan marking pada dirinya dikarenakan kesibukan Jaemin sendiri yang harus selesaikan jobnya terlebih dahulu. Itulah kenapa mereka baru memiliki waktu bersama sekarang.

“Emangnya kenapa ha! Lo semua horny liat Omega cakep kayak gw! Ck! Dasar kumpulan Alpha gak bisa jaga titid!!” Renjun melepaskan tangannya yang tadi ada dalam genggaman salah satu Alpha.

Tiga sosok Alpha didekatnya melotot, mereka tidak menyangka bahwa Renjun sebagai Omega sangat berani dengan Alpha seperti mereka. Hal tersebut justru membangkitkan sesuatu yang meledak-ledak dalam diri mereka untuk bermain bersama Renjun, si Omega galak.

“Cakep-cakep kok galak sih. Namanya siapa? Kenalan dulu sama kita” salah satu Alpha sengaja menyebarkan feromonnya dengan kuat agar Renjun lemas.

Renjun memang Omega special yang memiliki feromon langka. Feromonnya tak bisa mengatraksi Alpha di dekatnya, tapi wajah indah penuh daya tarik yang dimiliki Renjun masih bisa buat sekitarnya jatuh hati. Atau sekedar penasaran bagaimana jika Renjun bisa mereka dapatkan.

Jika sebelumnya hanya satu jenis feromon Alpha yang menusuk hidungnya, maka sekarang indera penciumannya dipenuhi oleh berbagai feromon yang buatnya pusing. Renjun coba berjalan mundur dengan langkah tertatih-tatih. Ia paksa dirinya untuk keluarkan feromon langka miliknya agar dapat mengacaukan Alpha di dekatnya.

“Dih... Siapa yang bawa minyak kayu putih!” tanya salah satu Alpha.

“Bukan gw ya! Ibu yang jualan es cincau kali kedinginan!” jawab Alpha yang lain.

“Baunya nyengat anjir! Mata gw pedih! Eh wait...” mata Alpha di samping kedua temannya memicing ke arah Renjun. “Lo yang nyebarin feromon minyak kayu putih ya?!”

Kedua Alpha yang lain turut menatap Renjun curiga. Akhirnya mereka yakin memang omega di depannya ini yang memiliki feromon beraroma minyak kayu putih.

“Cakep-cakep ternyata bau minyak!” ungkap Alpha berbaju merah.

“Ini bukan bau minyak ya goblok! Ini tuh aroma minyak kayu putih! Wangi!” Renjun tak terima dikatakan feromonnya bau.

“Gw gak peduli feromon lo. Gw maunya lo ikut sama kita!”

Tiba-tiba...

“RENJUN!!!”

“BANG RENJUN!!!”

Derap langkah yang berlari dari arah belakang terdengar samar-samar di telinga Renjun. Juga panggilan yang berasal dari suara yang dikenalinya.

Jaemin dan Jisung terengah-engah. Mereka kini sudah berada di sisi kanan dan kiri Renjun. Jaemin melangkah maju dan menyembunyikan omeganya tersebut di belakang tubuhnya dengan posisi menggenggam telapak tangan Renjun.

“Lo siapa?”

“Lo yang siapa?! Ngapain ganggu mate gw!” Jaemin berbicara dengan deep voicenya.

Ketiga Alpha yang tadi sempat mengganggu Renjun kini saling bertatapan.

“Apa bukti kalau lo Alphanya dia!” tunjuk salah satu Alpha yang badannya paling besar.

“Bentar lagi gw mau lamar Omega gw! Mau gw nikahin! Itu buktinya. Puas kalian!” Jaemin memandang tajam ketiga Alpha di depannya dan mengeluarkan feromon balsem miliknya.

Efek dari feromon langka milik Jaemin terkhusus untuk Alpha yang mengganggu Renjun buat mereka sempoyongan karena aromanya terlalu pekat dan pedih menusuk mata. Tenggorokan mereka juga tercekat dan susah bernafas.

Renjun dan Jisung yang mendengar kalimat Jaemin barusan langsung saling bertatapan.

“Maaf ya bang Renjun. Bang Jaemin emang gak ada romantisnya sama sekali. Gw aja malu jadi adiknya”

Renjun yang masih menganga hanya bisa mengerjapkan matanya bingung.

Hah—Gw—mau dilamar?? Nikah?? hati kecil Renjun bertanya-tanya.

“B—bos... Gw gak kuat— Pedih bos...” Alpha yang postur badannya lebih kecil dibanding dua Alpha yang lain mundur teratur.

Dua Alpha yang juga merasakan hal sama, menutup hidung mereka bersamaan. Akhirnya mereka bertiga pergi meninggalkan Jaemin, Renjun dan Jisung.

“Renjun. Mana yang sakit? Kasih tau sama aku! Kamu diapain sama mereka?” Jaemin membalikkan tubuhnya dan mengelus kedua bahu Renjun perlahan.

Renjun menggeleng kecil, “Gapapa... Aku gapapa, Jaemin” suara Renjun pelan sekali. Keberadaan Jaemin di dekatnya buatnya tenang.

Jaemin langsung mendekap erat tubuh Renjun. Sisa-sisa feromon balsemnya masih menguar di sekitar tubuhnya dan Renjun jadikan kesempatan untuk menghirupnya sebanyak mungkin yang ia bisa tanpa merasa risih akan aromanya.

“Maafin aku ya, Ren. Harusnya tadi aku nggak biarin kamu pergi sendirian. Harusnya aku temanin kamu. Bukan malah fotoin Jisung. Nggak penting banget” tangannya mengelus punggung Renjun bagian atas.

“Begini nih pada nggak liat tempat. Adik sendiri gak dianggap. Dasar bucinlay!” terdengar omelan kecil dari adiknya yang bisa ditangkap indera pendengaran Jaemin.

“Akunya juga salah tadi. Asal nabrak, gak liat jalan” Renjun menyamankan tubuhnya dalam pelukan Jaemin.

Di bawah cahaya lampion yang didominasi warna merah, Jaemin tak peduli lagi dengan sekitarnya yang riuh ramai. Yang ia inginkan saat ini adalah menandai bahwa Renjun adalah miliknya. Ia tidak mau lagi kejadian Omeganya diganggu oleh Alpha lain terjadi di kemudian hari.

“Renjun—Aku izin marking kamu ya” ujar Jaemin dengan suara lembut dan tatapan penuh kasih sayang.

Omega yang lebih kecil proporsi tubuhnya dibandingkan sang Alpha mengangguk kecil. Semburat merah menjalar kembali di pipinya, “i—iya.”

Dengan perlahan, Jaemin arahkan bilah bibirnya menuju bibir Renjun. Dikecupnya bibir omega kesayangannya tanpa tergesa. Ibu jarinya mengusap area di bawah kelopak mata Renjun beberapa kali.

“Dari sekian banyak hal di dunia ini. Kamu tau apa yang bikin aku bersyukur walau pada awalnya aku insecure?” tanya Jaemin tanpa memutus tatapannya pada Renjun.

“Apa?” Renjun menjawab kebingungan.

“Feromon langka yang aku punya ternyata bisa bikin kamu tenang. Padahal aku kira, Omega yang jadi mate aku nanti bakalan nggak suka sama feromonku” nada suara Jaemin memelan sendu.

“Kenapa kamu pake acara insecure sih! Feromon balsem kamu tuh keren! The one and only kan! Mana ada yang punya selain kamu! Aku gak suka kalau kamu begitu, Jaemin! Liat aku deh, pede aja tuh walaupun feromonnya minyak kayu putih” bibir Renjun lebih maju karena berapi-api membalas pernyataan dari matenya

Senyum Jaemin mengembang membentuk separuh bulan sabit. Bibir Renjun dikecupnya lagi dengan kening mereka yang saling diusakkan satu sama lainnya.

Mata Jaemin tertuju pada perpotongan leher Renjun yang menampilkan kelenjar Omega miliknya. Ia melihat cahaya yang sama seperti saat melihat tatto mate di lengan Renjun lalu. Bibir Jaemin beralih menuju kelenjar Omega milik Renjun. Feromonnya kembali menyeruak demi menyelimuti tubuh omeganya tersebut.

“Nanti kalau kamunya kesakitan, cubit pinggang aku aja ya”

“Iya” jawab Renjun kalem.

Sebelum Jaemin menggingit leher Renjun, kecupan diberikan lagi sembari hidungnya mengendus wangi minyak kayu putih dari si kesayangannya. Ternyata menyium feromon milik mate sendiri memang memabukkan, itu yang ada di pikiran Jaemin saat ini. Maka dengan segera kelenjar omeganya digigitnya perlahan agar tidak menyakiti Renjunnya.

“J—Jaemm!!!” cengkeraman tangan Renjun terasa kuat di pinggang Jaemin. Dirinya rasakan perih di bagian leher yang digigit oleh alphanya.

“Sssh—sakitt!!” dahi Renjun pun menempel di bahu Jaemin demi menahan sakit yang dialaminya.

Jaemin dan Renjun melakukan marking di tengah keramaian malam yang lumayan dingin. Dua feromon mereka bercampur, buat sekelilingnya terasa hangat.

Jisung yang berada dekat mereka berdua hanya bisa memunculkan wajah datarnya. “Selain feromonnya sama-sama langka, kelakuannya berdua juga super duper langka. Patut dicontoh untuk Alpha-Omega lain yang marking di depan umum begini. Hedeh abang gw.”

Jaemren Oneshot AU

cw // hurt-comfort


Sudah seminggu sejak Renjun meminta waktu untuk menyendiri dan menjaga jarak dengan Jaemin. Sosok yang sangat dipujanya dan punya tempat khusus di hati dan otaknya kurun waktu 24 jam tanpa henti.

Dulu, Jaemin selalu sisihkan tiap harinya untuk Renjun ketika kekasihnya membutuhkannya entah dalam bentuk kehadiran fisik, pelukan hangat, deeptalk sampai pagi, atau hanya sebatas sapaan melalui video call dari ponsel masing-masing.

Jaemin memang mencintai Renjun sangat dalam. Tapi kekasihnya itu sendiri bagaimana??? Apa ia cintai dirinya sendiri seperti Jaemin mencintainya???

“Kamu kenapa sayang?” Jaemin melihat perubahan air muka kekasihnya sepulang dari kampus.

“Tadi ada presentasi individu di depan kelas. Aku udah berusaha maksimal. Setelah selesai dan lanjut ke teman-teman yang lain, ternyata mereka semuanya keren. Pptnya bagus, penjelasan per poin juga rata-rata menguasai, semua pertanyaan dari dosen dan audience bisa dijawab—”

Jaemin menunggu dengan sabar kelanjutan kalimat kekasihnya.

“Punya aku nggak ada apa-apanya ay” Renjun akhiri pernyataannya dengan wajah penuh senyum.”

Ini senyum palsu Renjun. Jaemin hafal betul dengan sifat kekasihnya yang satu ini. Sering tidak percayai kemampuannya sendiri walau sudah memberikan usaha terbaik semampunya.

Jaemin rentangkan kedua tangannya untuk memeluk Renjun. Surainya dielus lembut penuh kasih. Ia biarkan kekasihnya bernafas dengan tenang.

“Kapan aku bisa sebagus mereka kalau bikin tugas ya, Jaem?” tanya Renjun yang meletakkan wajah kecilnya tepat di bahu sang kekasih.

“Kamu udah bergadang beberapa hari yang lalu. Beli snack banyak juga kopi untuk stock nemanin kamu bikin tugas. Pemahaman materi juga mendalam.”

“Tapi yang lain bisa dapat nilai lebih tinggi dari aku, Jaem. Aku bodoh banget ya? Pencapaianku rendah banget.”

Padahal Renjun juga dapatkan nilai yang bagus menurut Jaemin. 88 bukankah tidak buruk? Apalagi yang Renjun cari jika dirinya sudah mengantongi kategori A dalam penilaian???

Jaemin ingat, Renjun sangat menyukai dunia menulis. Beberapa kali, kekasihnya itu mengikuti lomba paper antar fakultas, juga karya tulis ilmiah antar kampus yang sering dapatkan peringkat 3 besar.

“Renjun! Wah selamat ya bro! Lo keren banget bisa dapat juara 2 KTI kemarin! Padahal lawannya tuh kampus-kampus sangar semua!” Haechan, salah satu teman Renjun di jurusan Akuntansi memberikannya selamat. Jaemin ada di samping kekasihnya saat itu.

“E-eeh—Iya... Gw juga nggak nyangka, Chan. Lawannya berat semua. Gw aja sempat gugup waktu mode debat sama peserta lain. Gak pede.”

“Wajar, Ren. Gw kalau di posisi lo bisa aja mati berdiri saking gugupnya, but you did your best. Thanks ya udah nyumbangin piala untuk kampus kita.”

“Tetap aja, Chan. Gw ngerasa gak maksimal. Masih banyak kurangnya. Ya kan, Jaem?” mata Renjun beralih ke kekasih di sampingnya, meminta jawaban dari pertanyaannya barusan.

“Enggak. Kan aku udah pernah bilang. Effort kamu udah maksimal. Kamu bukannya rebahan seharian selama prepare karya tulis buat lomba kemarin. Udah bagus kok Renjun. Beneran deh” Jaemin meyakinkan kekasihnya.

“Gitu ya?” suara Renjun mengecil dan tatapannya sendu seketika.

Kenapa Renjun sedih lagi? Omongan gw keliru kah? Apa yang salah dengan peringkat 2 dalam perlombaan???

Jaemin sering dapati Renjun sibuk sendiri dengan aktivitasnya ketika teman-temannya sedang riuh berbicara. Beberapa kali Jaemin perhatikan kekasihnya itu ingin terlibat dalam percakapan, namun suaranya yang kecil dan halus malah tenggelam oleh keributan yang diciptakan sekelilingnya. Jadinya, Renjun hanya bisa menanggapi dengan senyum atau tertawa kecil dengan guyonan yang ada, tetapi ekor matanya beberapa kali tetap melirik ke arah teman-temannya.

“Jaemin. Enak banget ya bisa punya suara besar, heboh dan energi yang gak habis-habis. Bikin ramai suasana deh. Sayangnya aku ngga bisa kayak gitu. Pasti yang lain bosan berteman sama aku gara-gara akunya gak asyik....” Renjun utarakan isi hatinya dengan wajah lelah. “Pengen banget bisa kayak mereka. Aktif. Temannya banyak. Ada kenalan dimana-mana.”

Bosan gimana? Justru Jaemin sering dapatkan informasi dari orang-orang di sekitar Renjun bawa kekasihnya itu adalah sosok yang paling sering mereka cari jika membutuhkan solusi atau bahkan menceritakan rahasia penting. Hanya Renjun yang mereka percaya. Bagaimana bisa pacarnya itu menganggap dirinya sendiri adalah sosok yang membosankan bagi yang lain???

“Kamu pasti capek ya dengar aku ngeluh terus? Iya kan?” Renjun tanyakan lagi hal yang sama berulang kali setiap harinya jika pikirannya sedang ruwet.

“Enggak sayang. Udah berapa kali aku bilang. Aku gak pernah capek dengerin kamu. Tapi kamunya terus mikir begitu. Kasian otak kamu dipenuhin sama hal-hal negatif yang bahkan nggak pernah kamu dengar sendiri dari akunya langsung. Itu semua cuma ada di pikiran kamu aja.”

Renjun menghela nafasnya sangat dalam. “Aku cuma khawatir. Kekurangan aku banyak banget. Akunya aja sering ngga nyaman sama diriku sendiri. Gimana orang lain bisa nyaman sama aku coba??”

“Makannya sayang. Coba kamu hilangin segala hal yang bikin diri kamu sendiri gak nyaman. Belajar terima diri kamu apa adanya dan cintai dirimu dulu. Tiap orang ada kekurangannya masing-masing. Itu pasti. Tapi manusia bisa belajar dari kekurangannya itu untuk kemudian berkembang di kemudian hari.”

“Aku pengen kayak yang lain, Jaem. Mereka keliatannya sempurna, sedangkan aku? Engga...”

“Kamunya pernah tanya ke orang lain? Gimana pendapat mereka tentang kamu?”

“Ngga pernah. Aku malu. Mana pantas aku nanya begitu. Yang ada akunya malah down duluan” Renjun menundukkan wajahnya dan memainkan jari-jemarinya.

Jaemin angkat dagu Renjun pelan. “Coba liat aku dulu ya sayang. Apa yang buat kamu ngerasa kurang? Pencapaian akademik kamu? Teman-temanmu aja banyak yang salut sama kamu karena prestasi akademikmu bagus, Ren. Udah beberapa kali ikut perlombaan dan menang. Circle pertemanan? Kamu ngerasa teman kamu dikit? Nggak kayak yang lain? Padahal selama ini orang-orang yang kamu rasa ngga dekat, malah curhat banyak hal ke kamu karena kamunya bisa dipercaya. Lupa ya? Kamu ngga enak karena banyak ngeluh? Apa kabar selama ini saat kamu yang selalu dengarin aku cerita hal-hal nggak penting dan misuh-misuh sering mencaci-maki kehidupan? Itu kan namanya juga ngeluh. Tapi kamu anteng-anteng aja tuh sama aku” Jaemin arahkan telunjuknya untuk mengusap pipi Renjun yang tembam.

Mata Renjun terlihat berkaca-kaca. Memang selama ini ia sadari terlalu mengkotakkan dirinya begitu dalam tanpa melihat apa sisi positif yang dimilikinya dan kegunaannya bagi orang lain di sekitar.

Renjun akhirnya ingat satu per satu support yang didapatnya atas pencapaiannya selama ini. Juga beberapa pertanyaan dan pernyataan yang berulang kali datang menghampirinya: kok bisa sih kepikiran cari tema paper sebagus itu? Gimana bagi waktu belajarnya padahal tugas kita banyak banget?? Renjun memang keliatan jarang nimbrung, tapi selalu paling depan kalau teman-temannya butuh sesuatu. Gw nyaman cerita apapun ke Renjun karena emang cuma dia yang tepat jadi tempat berbagi.


Sekarang, Jaemin malah terbiasa memandangi Renjun dari belakang. Ia tak akan mengganggu personal space kekasihnya itu ketika sedang fokus menulis sesuatu di buku diarinya.

Jaemin akan menunggu Renjun selesai mencurahkan semua hal yang telah dicapainya per hari ini, juga kekurangan yang dilakukannya. Ada tambahan catatan baru yang selalu Renjun tulis dan tak pernah dilakukan sebelumnya; ucapan terima kasih pada dirinya sendiri karena bisa berusaha dan bekerja sama dengan maksimal dalam melalui hari demi hari. Juga support yang diterimanya dari siapapun orang di sekitarnya. Semua ditulisnya dengan rapi. Tujuannya? Agar Renjun ingat, bahwa ia perlu mencintai dirinya lebih banyak daripada orang lain.

“Jaemin? Sini. Aku udah selesai. Mau baca nggak?”

Panggilan lembut kekasihnya membuyarkan Jaemin seketika. “Iya sayang. Ayo kita baca sama-sama ya cerita kamu hari ini.”

Renjun bukanlah sosok jagoan seperti di film-film yang dapatkan ilham untuk berubah dalam sekejap ketika terjadi sesuatu yang mentrigger hidupnya. Tapi Renjun adalah sosok yang pelan-pelan belajar menerima dirinya sendiri dengan tidak membandingkan keseluruhan hidupnya dengan orang lain. Cerita mereka berbeda. Usaha yang dilakukan juga tak sama. Pencapaiannya bertahap.

Satu yang paling Jaemin suka adalah ketika Renjun berhasil mendorong jauh-jauh ketidakpercayaannya pada dirinya sendiri. Perlahan tapi pasti.

“Kak Mark hebat banget bisa menghafal walaupun di kelas lagi ribut. Dia keren, Jaemin. Aku mau juga bisa kayak kak Mark, tapi setelah pelan-pelan dipelajarin, metode kita beda. Aku tipe yang bisa menghafal hanya di kondisi tenang. Tadi udah nyoba kayak kak Mark, tapi mental. Hehe. Untungnya sebelumnya udah hafalan di rumah. Cara aku menghafal juga keren kok. Mau dengar gak—”

Begitulah Renjun saat ini. Sosok yang semakin Jaemin puja tak hanya setiap hari, tapi dalam setiap hembus nafasnya juga aliran darahnya.

@Kalriesa🦋

Jaemin menggeram tertahan begitu sampai di acara ulang tahun yang sedang didatangi Renjun, manusia mungil kesayangannya?

Entahlah...

Hanya Jaemin yang tau apa arti Renjun untuknya. Apakah hanya sebagai pemuas nafsunya belaka, atau justru sebaliknya, pemuas utama Renjun?

Who knows?

Langkahnya dipercepat agar manusianya bisa berada dalam rengkuhannya.

“Si Bodoh itu bisa-bisanya bernyanyi menggunakan sepatunya sendiri dikeliling lelaki lain yang juga ikut mabuk dengannya ck!”

Jaemin tak mengada-ada. Apa yang dilihatnya adalah sesuatu yang sangat memalukan dalam pandangan manusia yang berakal sehat (walaupun Jaemin sendiri adalah iblis). Renjun si manusia mungil yang mengenakan blazer setengah badan dan kaus kaki yang bertengger di atas bahunya sedang asyik berjoget tanpa henti.

“Renjun” panggil Jaemin dengan aura kelam.

Tiada respon.

“Renjun!”

Masih tetap sama.

Jaemin pitam. Pupilnya berubah warna menjadi merah. Dengan pergerakan cepat, badan Renjun diangkatnya ke atas bahunya. Semua barang-barang Renjun yang sudah dihafalnya segera dikumpulkannya.

“Ini sudah malam. Aku harus bawa Renjun pulang. Selamat melanjutkan kegiatan tak bermanfaat ini duhai manusia Bumi.”

Tak ada yang mempedulikan omongan Jaemin karena semua orang di tempat itu memang sedang tak bisa berpikir dengan baik. Jaemin juga yakin, tak ada satupun yang sadar bahwa pupil merahnya masih terpampang nyata di wajah murkanya.

“Hngggg akhuuu therrbhangg ke shurgaa” racau Renjun parau di telinga Jaemin.

“Nanti akan kubawa kau ke surga dunia”

“Nhanntiii? Sekarhanggg hnm.... Maukhuu sekharaangg. Ayyyooo” Renjun menepuk-nepuk pinggul Jaemin. Ya, posisinya saat ini memang berada dalam gendongan Jaemin dengan wajahnya yang berada di area belakang.

“Phannttattmuu shekkkzzyy. Awwww” Renjun semakin semangat memukul bagian belakang Jaemin.

“Kau—Kerjamu menyusahkanku saja, Renjun” Jaemin memposisikan badan si mungil dengan baik di kursi penumpang.

“Aku akan mengantarmu ke apartemenmu. Jangan harap kau bisa selamat malam ini.”

Mata Jaemin berkilat dan segera mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ucapannya bisa saja benar atau hanya gertakan semata, karena Renjun jika sudah mabuk hanya punya dua kondisi; semakin liar atau malah semakin bodoh.

Jika Renjun liar, maka Jaemin akan menyelamati dirinya sendiri dan bisa memuaskan Renjun seperti biasanya.

Namun, Renjun yang semakin bodoh lebih baik diarahkan untuk segera tidur agar otaknya tidak semakin konslet. Tentu saja Jaemin tetap menemani Renjun di sampingnya. Khawatir karena kebodohan Renjun yang keseringan terjadi, bisa buatnya tidur di lantai tanpa sadar sampai pagi. Maka dari itu, Jaemin harus menjaganya.

Lalu, apa tugas utama Jaemin sebenarnya? Menjadi iblis penggoda manusia? Atau menjaga Renjun si kesayangannya agar bisa tidur puas sampai matahari terik bersinar lagi???

@Kalriesa🦋

Retest ngok

cw // divorce

Renjun masih ingat janji pernikahannya dulu saat bersama Jaemin; *Tiada yang tetap di dunia ini, tapi aku berjanji bahwa perasaan ini akan selalu tumbuh seiring berjalannya waktu

Jaemren One Shot

cw // toxic relationship , cheating , harshwords , mention of kiss ,

Ketika longlast relationship jadi tujuan akhir pasangan di luar sana, lain cerita dengan Jaemin dan Renjun. Hubungan mereka dapatkan atensi dari berbagai pihak. Bukan dari sisi positifnya, melainkan karena sisi negatifnya.

“Renjun, gw liat Jaemin gandeng cowok lain lagi tuh. Adek tingkat setahun di bawah lo” Haechan datang tergesa-gesa menghampiri temannya yang sibuk mengunyah cemilan di kelas.

Renjun melirik tajam, menghentikan aktivitasnya. “Siapa orangnya?” tanyanya dingin.

Anak akuntansi juga, model terkenal, Bryan namanya.

“Yang tinggi, kekar, cakep itu???” tanya Mark tak kalah heboh.

“Ho-oh” Haechan mengangguk.

“Hm. Yaudah” Renjun acuh dan kembali mengunyah kentang gorengnya.

“Lo gak cemburu?” tanya Mark lagi.

“Enggak. Buat apa.”

Renjun selalu berikan jawaban yang sama tiap dapatkan informasi tentang pacarnya yang tebar pesona kesana kemari, atau gandengan dengan laki-laki lain.


“Jaemin, kok lo bisa sesantai ini?” Jeno saling pandang dengan Yangyang.

“Santai gimana?”

“Renjun ciuman terang-terangan di kantin! Diliat sama anak-anak yang lain!” kali ini Yangyang bersuara.

“Ciuman? Jadi Renjun beneran ciuman? Gw kira cuma kabar burung aja” Jaemin memutar bola matanya malas.

“Lo berdua sebenarnya masih pacaran atau udah putus sih??”

“Masih. Emang kenapa?”

“Gelagat kalian aneh. Yang lalu, dua angkatan heboh gara-gara lo gandeng adek tingkat sendiri, sekarang malah si Renjun ke gap ciuman sama yang lain. Ckck” Jeno tak bisa menutupi raut mukanya yang berpikir keras dengan hubungan percintaan sahabatnya ini.

“Udahlah, gak usah diribetin. Kita berdua fine kok.”


BRAK!

“Gampang amat tuh mulut nyium cowo lain hah!!”

Renjun tersudut menahan sakit di punggungnya akibat dorongan yang didapatnya dari sang kekasih, Jaemin.

“Ya terus kenapa! Lo juga gampangan main gandeng adek tingkat! Gatel banget tuh tangan!” Renjun membalas kalimat Jaemin dengan mendongakkan wajahnya. Dirinya menatap netra kekasih tanpa berkedip.

“Gw gak ada hubungan sama Bryan ya!” tangan Jaemin menekan rahang Renjun dengan kuat.

“Ciuman gw juga ga ada artinya ke yang lain!” Renjun menepis tangan Jaemin secepat kilat.

Renjun mendorong lelaki yang lebih tinggi darinya dengan kekuatan penuh. Jaemin hanya oleng sedikit tanpa putus pandangan dari Renjun.

“Kita udah pacaran lama, Renjun. Lo tau dalam hati gw cuma terpatri nama Huang Renjun. No one can replace you. Ck” Jaemin beralih mendudukkan dirinya ke pinggir sofa.

“Enam tahun sama-sama. Bahkan gw udah hafal gaya ciuman dan rasa bibir lo, Jaemin. Gw tetap ngerasa candu. Jadi lo gak perlu khawatir dengan bibir lain yang gw coba” Renjun menjelaskan sembari mengelus pipinya yang sedikit sakit akibat dipegang kuat oleh Jaemin tadi.


Beberapa hari selanjutnya, Jaemin dan Renjun terlihat berduaan kembali. Bahkan terlalu dempet, tak ada space untuk ikut gabung dengan dunia mereka.

“Lo sahabatan sama Jaemin kan?” tanya Haechan yang menghampiri Jeno tiba-tiba.

“Iya. Kenapa tuh?”

“Sebenarnya Jaemin sama Renjun itu serius gak sih? Gw taunya mereka udah lama banget pacaran, tapi kok makin kesini gaya pacaran mereka makin gak ketebak ya?”

“Gw sendiri gak paham. Tiap gw tanya apa lo sayang ke Renjun atau engga, Jaemin selalu bilang kalau dia sayang banget sama Renjun. Gak ada yang bisa gantiin Renjun.”

Hening. Jeno dan Haechan tenggelam dalam pikirannya sendiri.

“Bisa pelan-pelan gak sih anjing! Rangkulan lo terlalu kencang!” Renjun berbisik pelan sambil berjinjit agar Jaemin bisa mendengarnya.

“Lo gak suka gw rangkul hah? Ini kan tanda gw sayang ke elo, Ren!”

“Tapi bahu gw sakit!”

“Ini mesra namanya!”

Tak lama kemudian, di depan Renjun dan Jaemin lewatlah Bryan yang sempat jadi bahan perbincangan karena dekat dengan Jaemin.

“Ehhh ada Bryan!!!” Renjun melepaskan dirinya dengan segera dari Jaemin dan menggamit lengan Bryan erat.

“Gw dengar-dengar lo menang fashion show lagi ya, Bry?”

“Eh.. Iya kak Renjun” jawab sosok bernama Bryan itu takut-takut karena di dekatnya ada Jaemin yang pandangan matanya sangat tajam memandang ke arahnya dan Renjun.

“Gw pengen deh belajar catwalk, Bry. Lo bisa ajarin gw gak?” Renjun menatap wajah Bryan dengan raut berbinar.

“Renjun” panggil Jaemin dingin.

“Hm bentar dulu” Renjun mengacuhkan panggilan dari Jaemin.

“Ntar gw bayar deh kalau lo mau ngajarin gw. Kabarin gw secepatnya yaa. Gw tungguuu” Renjun menggelayut manja sejenak di lengan Bryan yang ditatap horor oleh Jaemin.

“Eeh i—iya kak... Nanti aku kabarin...”

Renjun akhirnya kembali ke hadapan Jaemin dan menyeringai puas. “Oh, gitu rasanya ngegandeng Bryan. Hmm-hmm. Lengannya kekar juga sih. Nyaman buat disenderin. Hahaha.”

Muka Jaemin merah padam setelah mendengar kalimat Renjun barusan.

Skor kita dua sama. Ckck. Gw mau ke kelas duluan. Bye” Renjun meninggalkan Jaemin tepat di tengah koridor Jurusan Akuntansi dengan tatapan penuh tanya dari sekeliling mereka.

Feels like heaven feels like hell. Begitulah hubungan Jaemin dan Renjun sejauh ini. Mereka tetap saling terikat komitmen atas dasar cinta yang sudah sering disebutkan sampai muak rasanya jika mendengarnya kembali. Sayangnya tak ada satupun dari mereka berdua yang berani lepas dari ikatan tersebut.

©Kalriesa🦋