Lost
Jaemren Oneshot au
Tags: 18+
Cw // kissing scene , mention of alcohol , dirty talk , hurt/comfort? , fwb , sex scene , harshwords , blood
Note Special: Tulisan ini dipersembahkan dari Kalriesa untuk Kalriesa dan semua pembaca dalam rangka dunia dan beberapa manusia brengsek yang ada di dalamnya.
Silahkan dibaca. Jika suka, tinggalkan jejak penuh cinta, jika dirasa tak suka, silahkan abai saja.
Minors hush-hush👋👋👋
Jaem, I need your dick
Notifikasi pesan dari Renjun muncul paling atas di ponsel Jaemin. Tangan lincahnya dengan segera menekan tombol balasan untuk Renjun.
Di tempat biasa kan?
Iya. Cepat ya Jaem. Aku capek
Ok
Renjun sedang membalut telapak tangannya dengan kain perban. Tetes demi tetes darah segar terpampang nyata di lantai apartemennya. Hatinya sakit mengingat kejadian yang membuatnya emosi di tempat kerjanya tadi siang.
“Emang dasar bos brengsek!!!” tangan kanannya diremat kuat. Renjun tau itu sakit. Dia juga tak tau kekuatan besar darimana yang terkumpul ketika cangkir bening yang dipegangnya remuk di tangannya sendiri. Itulah mengapa telapak tangannya penuh dengan goresan kaca dan akhirnya darah bercecer tanpa bisa dibendung.
Jaemin tak butuh waktu lama untuk sampai ke apartemen Renjun. Baginya, Renjun harus diprioritaskan lebih dulu dibandingkan dengan customernya yang lain.
“Renjun?” panggil Jaemin dari luar.
“Passwordnya tanggal lahir kamu!!!” teriakan Renjun dapat didengar oleh Jaemin. Ia dengan mudah masuk dan menemukan Renjun sedang duduk di lantai.
“Kamu kenapa Ren?” tanya Jaemin khawatir. Ia bisa melihat raut kegelisahan yang terpancar dari air muka Renjun.
“Don’t ask. I need you inside me.”
Kalimat terakhir Renjun jadi perintah bagi Jaemin. Renjun rentangkan tangannya lebar. Jaemin menyambutnya, menenggelamkan kepalanya ke ceruk leher lelaki yang posturnya lebih mungil darinya. Jaemin berikan waktu bagi Renjun untuk merasakan harum tubuhnya, sampai dirasanya wajah kecil Renjun diusak kecil tepat di dada bidangnya.
Jaemin menghirup dengan candu wangi leher Renjun, kemudian ia berikan kecupan demi kecupan kasih sayang dimulai dari leher Renjun, yang akhirnya merambat ke tulang selangka. Sesekali disesapnya kulit tipis milik Renjun yang halus.
“Hngg—” Renjun merasa geli. Walau bibir Jaemin beberapa kali mampir menyicipi tubuhnya, tetap saja efek yang muncul selalu berbeda.
Hidung Jaemin beralih mengendus bibir Renjun, mencoba menelisik apakah ada aroma Vermouth atau Bourbon menguar dari sana. Nihil.
Renjun gak mabuk, pikirnya.
Tangan kecil Renjun dengan lihai mengeksplorasi bagian bawah tubuh Jaemin. Tak perlu melihat teliti, Renjun dapatkan penis Jaemin yang sedikit mengeras dibalik celana jeansnya. Tanpa segan, diurutnya berulang kali secara vertikal dari atas ke bawah kepunyaan Jaemin. Si empu, menggeram tertahan.
“Hmm. Tumben langsung nyentuh punyaku? Biasanya aku harus eksplor kamu dulu? Ada apa sebenarnya Ren?”
Jaemin memang bertanya, tapi tak mengizinkan Renjun untuk segera menjawab, karena bibirnya mulai menyatu dengan bibir milik Renjun yang sudah dibasahi terlebih dahulu dengan saliva darinya. Jaemin sapa inci demi inci bibir Renjun tanpa jeda. Sesap kecil bibir bawah Renjun dilanjutkannya ke bibir atas. Gigitan kecil diberikan Jaemin di bilah manis Renjun yang selalu buatnya tak bisa berhenti.
“Hmph—” Renjun menepuk dada Jaemin pelan, meminta jeda, dituruti setelahnya oleh Jaemin walau jarak antara mereka masih terbentang campuran benang liur keduanya.
“Nanti nggak usah pakai kondom Jaem. Langsung aja” ucap Renjun setelah pasokan oksigen berhasil mengisi rongga dadanya.
Jaemin mengernyit bingung, tapi tetap mengiyakan, walau sejuta pertanyaan mampir di benaknya.
***
“Hiks-hiks—” Renjun terisak di bawah Jaemin, tepat ketika Jaemin dengan yakin menghentakkan kepemilikannya ke lubang Renjun. Ia telah 3x memberikan pertanyaan yang sama pada Renjun.
“Yakin nih gak pakai kondom, Ren?”
Dan jawaban sama penuh keyakinan juga diberikan Renjun.
“Yap. I wanna taste your dick for 1000 times Na Jaemin. Fill my hole and let me moan as much i can“
Nyatanya apa? Suara serak tangisan yang keluar dari mulut Renjun malah buat Jaemin khawatir.
“Are you okay baby?” Jaemin berikan kecupan hangat di ujung hidung Renjun. Penisnya didiamkannya saja. Hatinya kelu karena lelaki di bawahnya sedang terisak menahan sakit.
“Tahan—Sebentar aja—” pinta Renjun pelan.
Jaemin mengiyakan lagi. Tugasnya selalu sama. Mengikuti keinginan customernya dan memberikan kepuasan yang diinginkan.
Renjun tak mau menjawab pertanyaan Jaemin. Ia tak ingin terlihat lemah, walau di lubuk hatinya, sisa sakitnya masih bersisa dan terasa. Ia hanya butuh pelampiasan. Jaemin adalah orang yang tepat, karena memang seperti itulah kesepakatan di antara mereka tercipta.
Jaemin merupakan salah satu top tier talent pacar sewaan terbaik di kotanya. Ratenya lebih tinggi dibandingkan yang lain dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan customernya. Jenis servisnya beragam, mulai dari teman ngobrol biasa, cuddle harian atau per jam, teman nonton, pacar sewaan wisuda/acara kantor, late night talks, sampai kepada dirty talks, making out, atau bahkan sex with consent. Semuanya bisa disesuaikan, tentu dengan tarif yang sepadan. Hanya saja ada satu rules besar yang wajib dipatuhi antara talent dan customer, no hard feelings sama sekali. Jika tak bisa commit dan sudah melewati batas, maka Jaemin bisa ajukan tuntutan pada penggunanya atau bahkan melakukan block dan tak akan pernah menerima jasa apapun lagi dari customer yang masuk list blocknya.
“Gerak Jaem” Renjun sudah mulai enakan dan Jaemin jadikan itu sebagai patokan.
“Ahh!”
Jaemin hentakkan miliknya dengan kekuatan penuh. Renjun terguncang di bawahnya.
“Cmon Jaem!!! I miss your d—SHIT!!” seprai kasur jadi saksi bisu Renjun yang terbelenggu akan kenikmatan penis milik Jaemin.
“Ayo Renjun. Teriakin lagi nama aku. Desahan kamu indah” Jaemin semakin menggerakkan penisnya dengan brutal demi menyentuh area sensitif milik Renjun.
Racau Renjun sudah kacau. Miliknya dirasa sebentar lagi akan keluarkan putihnya. Jaemin dengan sigapnya menguruti penis Renjun tanpa ampun.
“Jaeminnnnh-hhh”
“Iya Renjun? Kamu mau keluar ya? Aku tambahin ya biar kamu enak” Jaemin mengucap santai. Satu tangannya yang bebas, memijat perut langsing milik Renjun.
“NA! JANGANNN!!!” Renjun dan segala titik sensitifnya yang dipermainkan dengan lihai oleh Jaemin.
Jaemin tulikan telinganya. Telunjuknya dimasukkan ke lubang perut Renjun yang menjorok ke dalam. Dimainkannya area tersebut, buat Renjun bergerak ke sembarang arah.
“Ngggh—Jaemin...No—No!!!” dua kaki Renjun mendekap erat punggung Jaemin dari belakang.
“Ugh—Renjun! Jangan ketatin dulu lubang kamu!!”
Jaemin tanpa sadar menekan miliknya lebih dalam dibanding sebelumnya karena kepunyaannya telah diremat kuat di lubang surgawi Renjun.
“JAEMIN!” / “RENJUN!”
Putihnya keluar bersamaan. Badan Jaemin Renjun saling menempel disertai peluh dan nafas yang masih tersengal.
***
Jaemin membiarkan Renjun yang sedang tertidur. Badan Renjun sudah ditutupnya dengan selimut. Ia sebenarnya tak bisa menahan diri untuk bertanya, ditambah lagi darah yang menempel di lantai apartemen tempat Renjun duduk tadi, luput dari perhatiannya.
Harusnya Jaemin tinggalkan Renjun. Tugasnya telah selesai. Renjun akan mentransfernya uang setelah servis dari Jaemin dijalankan. Bulan ini, Renjun menyewa Jaemin selama full sebulan. Jenis jasanya disesuaikan dengan yang Renjun butuhkan. Yang penting Jaemin selalu standby.
Dari semua customer yang pernah Jaemin layani, Renjun termasuk salah satu yang tersopan. Renjun jarang meminta sesuatu yang aneh di luar nalar. Pernah Jaemin temani Renjun late night talks dan obrolan mereka sangat panjang juga dalam. Pemikiran Renjun buat Jaemin sering terpukau. Renjun itu realistis. Jika tak suka, ia katakan tak suka, juga sebaliknya. Renjun sering cerita, banyak yang tak suka dengannya karena dirinya tak pandai bermuka dua dan bersilat lidah. Jaemin sebut Renjun manusia apa adanya. Ia mengagumi Renjun dengan sangat, tapi ia juga sadar diri, apalah artinya seorang Na Jaemin dengan profesinya yang seperti ini dibandingkan dengan Renjun, budak korporat SPV Divisi Keuangan yang prestigenya bagaikan Merkurius dan Pluto jika harus dijajarkan.
“Kok ngelamun?” tanya Renjun yang ternyata telah bangun dari tidurnya.
Jaemin tersentak kaget, “Gapapa. Kamu mau aku buatin susu hangat gak?”
Renjun menggeleng dan hening melanda keduanya sejenak.
“Di lantai itu darah apa Ren?” tanya Jaemin hati-hati.
“Oh iya juga ya. Aku lupa bersihin lantainya. Tadi buru-buru kirim pesan ke kamu Jaem. Nih” Renjun menunjukkan tangan kanannya yang dibalut perban, “Aku gak sengaja remukin gelas dan kena tangan” jawabnya tiada beban.
Mata Jaemin membola, “Hah?! Kok bisa?! Kamu kenapa? Ayo cerita!” Jaemin pindah duduk ke samping Renjun.
Renjun malah tertawa dengan nyaring. “Hahahaha. Boss aku di kantor bertingkah lagi Jaem. Dia bilang Divisi Finance gak menghasilkan dibanding Divisi Marketing. Dalam hati udah aku anjingin berkali-kali. Ditambah lagi, output dari Finance menurutnya nggak jelas, padahal kita tiap periode buat laporan harian, mingguan, bulanan, juga tahunan sesuai yang mereka minta. Jam kerja Finance terlalu boros. Yang buat aku makin memaki, saat boss dengan lucunya mempertanyakan Kerjaan kalian di Finance ngapain aja sih?—”
Jaemin dengarkan detail semua cerita Renjun tanpa dipotongnya sama sekali.
“Aku tau team aku udah overload jobdescnya, bahkan beberapa kerjaan anggotaku juga aku take over kalau mereka lagi padat. Si brengsek itu malah nanyain pertanyaan bodoh. Yaudah aku belain anggota aku, divisi aku. Eh malah diketawain sinis sama divisi lain. Anjing emang. Padahal aku juga sering liat mereka kosong ga ngapa-ngapain. Ga ada tuh aku riweuhin.”
Jaemin mengelus rambut Renjun selembut mungkin. Renjun sedang mengatur nafasnya karena terlalu menggebu bercerita.
“Anggota aku jadinya nangis. Mereka ngerasa nggak dihargain kinerjanya selama ini. Aku sebagai SPV cuma bisa nguatin mereka Jaemmm. Kalau nggak mikir profesional di tempat kerja sama anggota, pengen aku caci maki si boss!!!” suara Renjun mulai bergetar.
Jaemin tarik Renjun dalam dekapannya. “Kamu udah ngelakuin yang terbaik kok Ren” ujar Jaemin menenangkan Renjun.
“Aku pikir brengseknya dunia, hanya di kantor aja. Ternyata sampai ke rumah juga. Keluarga aku berantem hebat, nggak ada yang mau ngalah. Egois semua. Aku udah coba tenangin pelan-pelan Jaem, bantu runutin akar permasalahannya dan minta mereka saling beri maaf, egonya lebih besar. Malah aku—yang dimarahin—Hhiks—Capek Jaem...—Capek—” tangis Renjun runtuh seketika. Pertahanannya rubuh. Air matanya luruh di bahu Jaemin.
“Aku—gatau—mau ke siapa—ngadunya—ke siapa Jaem?? Mereka taunya—Renjun kuat—Renjun keras—Renjun cuek—Tapi—tapi mereka gatau—Renjun juga bisa jatuh—Renjun bisa nangis—bisa terpuruk—hhiks..hhiks.”
Renjun memang benar. Selama ini di mata Jaemin, Renjun terlihat kuat luar biasa, ceria, penuh senyum, terkesan angkuh. Sisi Renjun saat ini perdana dilihatnya. Namun bukan kaget yang dirasa Jaemin, melainkan perasaan ikut sakit hati mendengar tangisnya Renjun. Hatinya ikut remuk walau tak mengalami secara langsung.
“Maaf ya aku gabisa bantu apa-apa Ren” ujar Jaemin penuh sesal. Kalimat itu bukan kalimat penenang biasa yang gampang diberikannya pada semua customernya, tapi kalimat yang muncul setulus hati dari relung jiwa Jaemin untuk Renjun.
“Aku gatau...Kalau gak nemuin kamu...Mungkin aku bisa gila...Aku rela bayar kamu berapapun Jaemin—Aku gak butuh siapa-siapa selain kamu”
Benar ternyata. Renjun tak anggapnya lebih. Siapa Jaemin bagi Renjun? Harusnya Jaemin ingat, bahwa dirinya yang buat peraturan tentang larangan saling menaruh rasa selama jasa Jaemin dilakukan.
'Renjun, gak dibayarpun aku juga mau di sisi kamu terus. Sayangnya ga bisa ya???'
©Kalriesa🦋