~Heartache~
Haikal tak bisa menolak ketika Nando dengan sedikit memohon, meminta mengikutsertakan dirinya siaran tiba-tiba di program 'Puisi Time dan Games'.
“Awas kalau lo ngerusak program malam gw ya. Mau ngapain sih sebenarnya?” cicit Haikal malas.
“Gak bakal gw rusak. Gw cuma pakai time on airnya bentar aja, setelah itu lo sambung siaran lagi kayak biasanya” Nando menjawab dengan keyakinan pasti.
Di luar ruangan, tepatnya di pantry, ada Rendean yang tergesa-gesa meminum air botolan persis di depan kulkas.
“Nando kalau otaknya lagi lepas, emang sering konslet macam tadi ya?” tanya Rendean pada dirinya sendiri.
Sedikit bersyukur karena sebelumnya, Haikal masuk ke ruang siaran setelah dirinya selesai membaca chat pertama dari Nando, kekasihnya yang sudah 7 hari mengabaikannya secara nyata.
Walau ada percakapan yang terjadi di antara keduanya, itu bukanlah sesuatu yang bisa dihitung sebagai komunikasi wajar antar sepasang kekasih, karena mereka berada di mode 'silent' di luar jam kerja.
Jadinya, saat Nando tiba-tiba mengirimkan chat yang isinya menurut Rendean tak masuk akal, dirinya tentu bimbang.
“Ren, ke ruang siar deh. Gw sama Nando mau siaran. Lo wajib dengerin di sana ya. Ditunggu sama pacar lo, si Batu tuh” Haikal muncul menepuk bahu Rendean dari belakang.
“Ok.”
Lagi-lagi tak ada feeling aneh yang dirasa Rendean ketika Nando memutuskan untuk on air dadakan bareng dengan Haikal detik ini juga.
“37.5 Suncoff Radio, Your Brightfull Radio Station. Itu dia lagu dari miliknya Simple Plan dengan judul Save You yang telah mengalun di ruang dengar Sunfans semuanya—” Haikal melakukan opening program 'Puisi Time dan Games' dengan nada ceria.
“Jumat tengah malam menuju pagi ini edisi spesial, karena gw, Nando Arkian Fazega akan menemani Haikal on air sebentar” Nando melanjutkan opening dari Haikal yang menggantung.
“Di program 'Puisi Time dan Games' saat ini, Sunfans seperti biasa bisa mengirimkan puisi ataupun games yang ingin kalian mainkan bersama kita semua. Untuk partisipasi masih kita buka di line telepon dan via Twitter. Namun sebelum gw buka live interactionnya, rekan gw, Nando, akan membacakan puisi khusus. Siapkan air hangat dan segala jenis minyak ya Sunfans, takutnya kalian bisa mengalami gejala aneh nantinya. Gw perlu memberikan warning dulu buat kalian. Nah Nan, lo lanjut dulu deh” Haikal memberikan kode dengan mengarahkan dagunya kepada Nando. Nando mengangguk sekali setelah menerima kode dari kaprodnya.
“Sunfans, izinkan gw untuk menyampaikan sesuatu melalui media program Haikal malam ini ya. Gw akan membacakan puisi untuk seseorang yang udah gw lukai hatinya karena buruknya tutur kata dan perlakuan gw ke dia dalam beberapa hari terakhir ini. Sekaligus sebagai permintaan maaf yang mungkin nggak ada apa-apanya dibanding dengan rasa sakit yang udah diterimanya, tapi tetap ditahannya—” Nando mengelap keringat yang meluncur dari keningnya.
Kondisi di sekitar tentu dingin karena AC di ruang siar dihidupkan dengan suhu 18°C, tapi suhu tubuh Nando berbeda karena sedari tadi ia sibuk menahan perasaan campur aduk yang tak jelas asal muasalnya.
Dimulai dengan tarikan nafas pelan, Nando memulai pelan puisinya.
“Namanya Rendean. Sosok tegar rupawan berbalut senyum tulus di setiap hembus nafasnya-
Sifatnya halus, segala beban dibawanya namun tertutup binar terang matanya yang penuh bintang-
Hatinya lembut. Sekelas sutra tak mampu menandinginya. Langit bisa iri dengan kemurniannya-
Namun, ada sesosok manusia rapuh penuh asa dan berakal sempit yang sering keliru padanya-
Untaian kalimatnya bagai bilah pedang tajam, menyobek hati si rupawan-
Akalnya sempat hilang, diliputi kekalutan dalam kelam yang penuh kekosongan-
Si rapuh yang gegabah menyakiti si rupawan yang tak bersalah-
Membiarkan si rupawan dalam kubangan lumpur sesak yang bisa membuatnya tenggelam-
Si rapuh sadar, dirinyalah yang penuh emosi. Tak menunggu sebelum dijelaskan, abai ketika maaf disampaikan, bahkan menatap kosong seolah si rupawan tak eksis tanpa jejak di hadapnya-
Detik ini juga, si rapuh, yang bernama lengkap Nando Arkian Fazega, dengan rendah hati dan setulus jiwa memohon maaf kepada si rupawan yang disayanginya, yakni Rendean Junitra Gamael, atas segala keburukan yang silih berganti dilakukannya, baik secara sadar, maupun tak sadar-
Si rapuh berhak menerima balasan, karena tindak tanduknya yang tak berkesan-
Di dalam hatinya, si rapuh juga sadar, bahwa eksistensinya tidaklah bermakna tanpa si rupawan di hidupnya-
Untuk Rendean, milik Nando tersayang, aku meminta maaf dengan tulus sama kamu, atas semua kelaku tak baik yang udah aku tebarkan selama ini ke kamu. Aku minta maaf atas segala overthinking yang berjejer tanpa makna di kepalaku tentang kamu. Aku minta maaf dengan semua ucapan kurang ajarku yang bikin kamu sedih, bahkan sampai membuatmu terluka. Aku minta maaf karena abai waktu kamu mau terangin semua hal ke aku. Aku benar-benar minta maaf sama kamu. Di atas apapun juga, harusnya aku lebih percaya ke kamu dan gak sembarang menuduh kamu. Aku tau salahku banyak banget, Ren. Bahkan aku juga bodoh karena minta kita gak melewati batas antar satu sama lain. Aku minta maaf-” Nando menghentikan ucapannya sejenak, menatap kekasihnya di sofa yang sedang menahan diri untuk tak menumpahkan cairan liquid yang sudah tertampung di ujung matanya.
“Kalau kamu butuh waktu untuk sendiri, aku nggak apa-apa. Kalau kamu mau hukum aku, aku terima. Asalkan aku masih tetap bisa menganggap kamu sebagai punyaku semata. Sekali lagi, maafin aku ya, Ren.”
Nando mematikan micnya cepat, langkahnya tertuju tepat ke arah Rendean. Dirinya berjongkok di lantai, menyamakan posisi dengan kekasihnya yang sedang duduk terisak di sofa dengan mata membengkak. Tanpa suara, ia menghapus bulir air mata yang mengucur deras dari balik kelopak pemilik separuh hatinya. Telapak tangannya berhenti tepat di kedua sisi wajah Rendean. Didiamkan di sana sejenak sembari merasakan suhu tubuh pasangannya. Ditatapnya Rendean lekat-lekat dalam kesunyian sesaat.
“Kamu boleh marahin aku. Aku pantas kok terima balasan sakit dari kamu” ungkap Nando dengan tone yang hanya bisa didengarnya dan Rendean saja.
Rendean menggelengkan kepalanya kuat, “Ng-gak, aku yang salah—udah bohong..sama kamu” jawabnya getir.
“Ke depannya, jangan bohong lagi ya. Jangan tutup apapun dari aku. Aku nggak mau kita salah paham lagi. Aku juga nggak mau numpuk banyak salah sangka tentang kamu. Aku maunya kita pelan-pelan terbuka. Bisa ya?” tanya Nando sambil mengelus wajah kekasihnya.
Rendean merapal doa dalam hatinya dan berjanji untuk pelan-pelan berbagi cerita pada sosok di depannya ini. Juga dengan Haikal dan Lijen. Ia tak mau segala sesuatunya berubah menjadi runyam di luar kendalinya lagi. Secepatnya.
“Iy-yaa, aku...mau” ujar Rendean kecil, namun dapat didengar oleh Nando.
“Aku juga pelan-pelan bakal cerita ke kamu. Setelah aku berani cerita nanti, tolong jangan lari buat tinggalin aku, Ren.”
Rendean mengangguk kecil.
“Sekarang, izinin aku buat peluk kamu, boleh?” tanya Nando lagi.
Kekasihnya mengangguk lagi.
“Aku izin peluk kamu ya Rendean. Aku beneran kangen sama kamu. Makasih ya udah kasih izin ke aku.”
Nando memeluk Rendean dengan buncahan perasaan lega di dada. Lega karena akhirnya bisa memeluk kepunyaannya lagi. Lega karena bisa merasakan detak jantung Rendean yang samar dibalik kain tipisnya. Lega karena bisa mengelus kembali pundak kekasihnya.
Rendean juga tak kalah lega. Ia berterimakasih kepada Penciptanya karena masih diberikan kesempatan untuk merasakan afeksi dari yang tercintanya.
Tak jauh di belakang mereka, Haikal si penginisiasi yang diam-diam merekam percakapannya tadi saat makan siang dengan Rendean, bersyukur penuh kasih karena dua orang kesayangannya bisa kembali berbaikan.
Mereka bertiga berharap agar Tuhan selalu menjaga dan melindungi orang-orang yang paling mereka sayangi.
🦋🦋🦋